Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 3, Maret 2023

 

PENGUATAN TATA KELOLA KOMUNITAS INTELIJEN DALAM SISTEM KEAMANAN NASIONAL DI INDONESIA

 

Aldila Kun Satriya

Universitas Indonesia

Email : [email protected]

 

Abstrak

Tugas dan fungsi Intelijen sangat penting dalam suatu sistem keamanan nasional, yaitu sebagai lini terdepan dalam deteksi dini dan cegah dini dari berbagai ancaman baik dari dalam maupun dari luar negeri. Lebih lanjut, dalam menjalankan fungsi dan tugasnya dalam sistem keamanan nasional, Komunitas Lembaga Intelijen di era demokrasi ini mutlak membutuhkan suatu transparansi, baik dari segi kewenangan, pelaksanaan tugas, maupun penganggaran. Salah satu kelemahan dalam tata kelola intelijen di Indonesia adalah masih lemahnya koordinasi dan masih adanya tumpang tindih otoritas di dalam Komunitas Intelijen. Perlu perbaikan terhadap Undang-Undang No. 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara dalam hal diferensiasi struktur dan spesialisasi fungsi masing-masing agar diharapkan tidak terjadi lagi permasalahan tumpang tindih dalam tata kelola intelijen. Di sektor kewilayahan, perlu adanya penguatan komunitas intelijen daerah (Kominda) baik di wilayah setingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Diperlukan langkah yang sinergis dari beberapa anggota Kominda untuk dapat memperbaiki kinerja dan penguatan institusi agar dapat berhasil dan berdaya guna dalam menjaga keamanan nasional.

 

Kata kunci: keamanan nasional, tata kelola intelijen, komunitas intelijen, Kominda

 

Abstract

The task and function of Intelligence is very important in a national security system, namely as a front line in early detection and early prevention of various threats both from within and from abroad. Furthermore, in carrying out its functions and duties in the national security system, the Intelligence Agency Community in this democratic era absolutely needs transparency, both in terms of authority, implementation of duties, and budgeting. One of the weaknesses in intelligence governance in Indonesia is that there is still weak coordination and there is still overlapping authority within the Intelligence Community. It is necessary to improve Law No. 17 of 2011 concerning State Intelligence in terms of differentiation of the structure and specialization of their respective functions so that it is hoped that there will be no more overlapping problems in intelligence governance. In the regional sector, it is necessary to strengthen the regional intelligence community (Kominda) both at the provincial and district/city levels. Synergistic steps are needed from several Kominda members to be able to improve the performance and strengthen the institution in order to be successful and effective in maintaining national security

 

Keywords:national security, intelligence governance, intelligence community, Kominda

 

Pendahuluan

Pasca perang dingin dan bergulirnya era globalisasi telah merubah pemahaman tentang makna ancaman dari sejarah masa lalu yang selalu datang dari perang yaitu ancaman militer, kemudian telah berubah menuju kearah ancaman multi dimensi yang mencakup aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan.

Indonesia kini dihadapkan dengan sejumlah problem keamanan dalam negeri. Sejumlah problem di antaranya adalah adanya ancaman terorisme, konflik sosial agama, cyber crime, pemecah persatuan melalui perang opini dan maraknya hoax melalui berita dan sosial media, serta gerakan separatisme masih mewarnai persoalan keamanan nasional di Indonesia.

Menurut UU Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, Ketentuan Umum dalam pasal 1 menjelaskan bahwa Ancaman adalah setiap upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dinilai dan/atau dibuktikan dapat membahayakan keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kepentingan nasional di berbagai aspek baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan.

Penanggulangan terhadap problem keamanan nasional tentunya tidak dapat dipisahkan dari adanya aktivitas intelijen. Intelijen merupakan aspek yang sangat menentukan keselamatan negara dari berbagai ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri (Saronto & Karwita, 2012).

Perkembangan isu keamanan yang terjadi baik di dalam maupun luar negeri maupun dinamika politik yang menuntut profesionalitas dan transparansi berimplikasi kepada perubahan dalam lembaga intelijen di Indonesia. Reformasi lembaga intelijen diperlukkan dalam rangka mengubah persepsi mengenai sisi gelap intelijen di masa pemerintah sebelumnya.

Hingga saat ini, lembaga-lembaga intelijen negara telah menangani sejumlah problem keamanan nasional di antaranya pemberantasan terhadap tindak pidana terorisme dan separatisme, penyalahgunaan narkoba, serta isu perbatasan. Walaupun lembaga-lembaga intelijen telah banyak memberikan kontribusi, namun lembaga intelijen Indonesia masih berhadapan dengan sejumlah tantangan, baik yang terkait dengan problem keamanan nasional, maupun perbaikan dalam badan serta pelaksanaan tugas intelijen itu sendiri.

Tantangan utama dalam reformasi intelijen di Indonesia adalah mengenai sistem tata kelola intelijen yang belum maksimal. Lemahnya koordinasi dan tumpang tindih otoritas antar badan intelijen masih menjadi permasalahan besar yang harus diselesaiakan. Disisi lain, komunitas intelijen di wilayah belum dipergunakan secara optimal dalam menjaga keamanan wilayah.

Maka dari itu, penulisan ilmiah dengan judul �Penguatan Tata Kelola Komunitas Intelijen Dalam Sistem Keamanan Nasional Di Indonesia� ini bermaksud untuk mengidentifikasi beberapa pembahasan antara lain:

1)             Permasalahan Fungsi dan Tugas Komunitas Lembaga Intelijen Dalam

Keamanan Nasional Indonesia

2)             Lembaga-Lembaga Intelijen Indonesia

3)             Tata kelola lembaga-lembaga Intelijen Indonesia,

4)             Penguatan Komunitas Intelijen Daerah dalam menciptakan Keamanan Wilayah

5)             Permasalahan yang dihadapi Komunitas Intelijen Daerah

 

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam pemecahan permasalahan termasuk metode analisis. Keterangan gambar diletakkan menjadi bagian dari judul gambar (figure caption) bukan menjadi bagian dari gambar. Metode-metode yang digunakan dalam penyelesaian penelitian dituliskan di bagian ini (Kusumawati, 2022).

Pada Metode Penelitian, Alat-alat kecil dan bukan utama (sudah umum berada di lab, seperti: gunting, gelas ukur, pensil) tidak perlu dituliskan, tetapi cukup tuliskan rangkaian peralatan utama saja, atau alat-alat utama yang digunakan untuk analisis dan/atau karakterisasi, bahkan perlu sampai ke tipe dan akurasi; Tuliskan secara lengkap lokasi penelitian, jumlah responden, cara mengolah hasil pengamatan atau wawancara atau kuesioner, cara mengukur tolok ukur kinerja; metode yang sudah umum tidak perlu dituliskan secara detail, tetapi cukup merujuk ke buku acuan. Prosedur percobaan harus dituliskan dalam bentuk kalimat berita, bukan kalimat perintah.

 

Hasil dan Pembahasan

Fungsi Dan Tugas Intelijen Dalam Keamanan Nasional Indonesia

Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto menyebutkan bahwa Intelijen sangat penting dalam suatu sistem keamanan nasional. Intelijen negara merupakan lini terdepan sistem keamanan nasional dengan menyajikan intelijen secara cepat, tepat, dan akurat dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI. Intelijen sebagai lini terdepan keamanan nasional harus mengoptimalkan deteksi dini dan cegah dini dari berbagai ancaman yang ada dan disadari bahwa makin komplek persoalan yang harus dihadapi ke depan. Intelijen merupakan aspek yang menentukan keselamatan negara dari berbagai ancaman, hambatan, tantangan, dan gangguan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Ditambahkan menurut Wawan, fungsi intelijen dalam tataran operasional, merupakan bagian dari sistem peringatan dini negara dan sistem pertahanan negara yang memungkinkan pembuat kebijakan memiliki kewaspadaan dini(Rusdiana et al., 2021).

Lebih lanjut dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, dalam pasal 3 disebutkan bahwa Hakikat Intelijen Negara merupakan lini pertama dalam sistem keamanan nasional. Dalam pasal 4 dijelaskan bahwa Intelijen Negara berperan melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan untuk deteksi dini dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat Ancaman yang mungkin timbul dan mengancam kepentingan dan keamanan nasional. Dalam pasal 5 dijelaskan Tujuan Intelijen Negara adalah mendeteksi, mengidentifikasi, menilai, menganalisis, menafsirkan, dan menyajikan Intelijen dalam rangka memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan bentuk dan sifat Ancaman yang potensial dan nyata terhadap keselamatan dan eksistensi bangsa dan negara serta peluang yang ada bagi kepentingan dan keamanan nasional. Dalam pasal 6, dijelaskan fungsi Intelijen Negara yaitu:

1.     Intelijen Negara menyelenggarakan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan.

2.     Penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengolah informasi menjadi Intelijen, serta menyajikannya sebagai bahan masukan untuk perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan.

3.     Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencegah dan/atau melawan upaya, pekerjaan, kegiatan Intelijen, dan/atau Pihak Lawan yang merugikan kepentingan dan keamanan nasional.

4.     Penggalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk memengaruhi Sasaran agar menguntungkan kepentingan dan keamanan nasional.Dalam menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) harus menghormati hukum, nilai-nilai demokrasi, dan hak asasi manusia.

Dari penjelasan ketiga pasal tersebut jelas bahwa secara legalitas, intelijen negara memiliki peran yang sangat penting dalam keamanan nasional, utamanya early warning dan early detection agar nantinya dapat menjalankan tujuan negara Indonesia yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 (Renggong & Madiong, 2021).

Dalam menilai fungsi dan tugas intelijen, menurut sumber dalam sebuah dalam wawancara dengan Irawan Soekarno yang mengatakan bahwa � bila berbicara mengenai intelijen dalam suatu Negara maka akan membicarakan intelijen dalam tiga sisi /sudut pandang dimana yang pertama, intelijen sebagai organisasi, kedua, intelijen sebagai ilmu pengetahuan, dan ketiga, intelijen sebagai aktivitas, dimana kesemuanya bermuara pada kestabilitasan nasional suatu Negara, apabila ketiganya tidak dapat berjalan sebagaimana maestinya maka dapat dikatakan bahwa suatu Negara tersebut berada dalam ambang kejatuhan (Budiman, 2016).�

Permasalahan Fungsi Dan Tugas Komunitas Lembaga Intelijen Dalam Keamanan Nasional Indonesia

Kenyataan menunjukan bahwa intelijen masih belum keluar dari stigma dari sebuah badan yang dipakai untuk kepentingan golongan atau penguasa. Badan Intelijen masih sering membatasi ruang gerak sipil seperti dalam pemantauan khusus pada kelompok radikal, aktivitas mahasiswa, tokoh-tokoh ulama maupun tokoh politik yang anti terhadap pemerintahan. Lembaga intelijen juga masih sering dikaitkan justru dalam kegiatan kerusuhan yang disinyalir turut menciptakan kondisi. Begitu juga dengan masalah pelanggaran HAM masih menjadi pekerjaan rumah besar. Peran Intelijen sebagai lembaga penjaga keamanan nasional belum dapat dimaksimalkan dengan baik.

Kunci awal dalam reformasi Lembaga-lemabaga Intelijen adalah adanya perubahan dalam menjadi tiga tataran ruang lingkup fungsi intelijen, yakni; pada tataran strategis, operasional dan taktis,

1.     Pada tataran stratejis ini harus dilakukan pemisahan antara badan/dinas intelijen yang bergerak pada ruang lingkup keamanan domestik dan luar negeri. Dilakukan juga pemisahan secara tegas antara dinas intelijen sipil dan militer (Arum, 2016). Pada tataran strategis ini fungsi intelijen keamanan dalam negeri/domestik harus dipisahkan dengan dinas intelijen fungsi penegakan hukum atau fungsi intelijen yustisi (Arum, 2016).

2.     Fungsi intelijen pada tataran operasional, kegiatan intelijen merupakan bagian dari sistem peringatan dini negara dan sistem pertahanan negara yang memungkinkan pembuat kebijakan memiliki kewaskitaan (kewaspadaan dini) atau foreknowledge (Namara, 2022). Pada intelijen yang merupakan bagian dari system peringatan dini negara, kegiatan ditujukan untuk mengumpulkan, mengolah dan menilai informasi-informasi yang berkaitan dengan sumber-sumber ancaman terhadap keamanan nasional. Sedangkan pada intelijen yang merupakan bagian sistem pertahanan negara, kegiatan intelijen ditujukan untuk menghasilkan pusat data melalui suatu analisis strategis yang mendalam mengenai motif, tujuan, identitas, struktur organisasi, sumber dukungan dan kelemahan dari sumber-sumber ancaman potensial (Rizal, 2020).

3.     Pada tataran taktis, kegiatan intelijen terbagi atas kegiatan intelijen positif dan kegiatan intelijen agresif. Kegiatan intelijen di tataran taktis dapat pula terbagi berdasarkan wilayah operasi terselubung di dalam negeri harus dihubungkan

dengan pembidangan yang spesifik. Maka dalam pengertian ini, badan-badan intelijen termasuk bergerak di kekhususan-kekhususan, misalnya intelijen kejaksaan agung, bea cukai dan/atau imigrasi serta dinas intelijen yang bertanggung jawab atas keseluruhan keamanan dalam negeri (Ismantoro Dwi Yuwono, 2011).

Ketiga fungsi tersebut harus mematuhi kaidah hukum yang berlaku dan selaras dengan prinsip-prinsip negara demokratis serta instrumen hak asasi manusia, terutama tidak menghilangkan atau mengabaikan hak dasar dan kebebasan sipil. Hal ini dikarenakan di dalam negara hukum demokratis, siapapun itu tanpa terkecuali harus tunduk dan dibatasi pada hukum yang berlaku, serta selaras dengan prinsip demokrasi.

Lebih lanjut, dalam menjalankan fungsi dan tugasnya dalam keamanan nasional, Komunitas Lembaga Intelijen di era demokrasi ini membutuhkan suatu transparansi. Ciri sebuah negara demokrasi maju adalah adanya transparansi, baik dari segi kewenangan, pelaksanaan tugas, maupun penganggaran. Sejauh menyangkut intelijen, demokratisasi biasanya dibahas dalam hal pengendalian dan pengawasan instansi: �Pengawasan� didefinisikan sebagai sarana untuk memastikan akuntabilitas publik atas keputusan dan tindakan dinas keamanan dan intelijen (Nasution et al., 2019).

Menurut (Bruneau & Dombroski, 2021) kontrol demokrasi atas Lembaga-lembaga Intelijen merupakan tantangan di manapun. Hal ini setidaknya karena empat alasan (Winarno, 2012), yaitu:

Pertama, seperti yang dikatakan Pat Holt �Kerahasiaan adalah musuh demokrasi� (Holt, 1995). Intelijen selalu condong kepada kerahasiaan, sementara kerahasian mendorong penyalahgunaan. Kerahasiaan tidak dapat disandingkan dengan akuntabilitas dan transparansi yang justru menjadi mekanisme fundamental sebuah demokrasi. Organisasi intelijen juga bersifat rahasia. Organisasi intelijen cenderung checks and balances yang menjadi dasar demokrasi.

Kedua, badan-badan intelijen tidak hanya rahasia tetapi organisasi-organisasi ini juga mengumpulkan dan menganalisis informasi, dan informasi berarti kekuasaan. Organisasi intelijen memiliki agenda dan tujuan mereka sendiri. Kerahasiaan membatasi pengawasan publik. Peter Gill (Gill 1993:79-82) menggunakan analogi negara "Gore-Tex" untuk menggambarkan tingkat penetrasi domestik oleh badan intelijen keamanan. Intelijen umumnya bersifat otonom dari kontrol negara karena mereka mengirim informasi ke atasan tertinggi untuk menentukan kebijakan (Hari Purwanto, n.d.). Hal tersebut jelas menghalangi kontrol demokratis atas organisasi intelijen.

Ketiga, petugas intelijen dan organisasinya secara rutin melanggar hukum baik di dalam maupun di luar negeri. Memang, dalam banyak kasus mereka tidak mengakui siapa mereka atau untuk siapa mereka bekerja. Selanjutnya, memata-matai adalah ilegal di mana-mana. Petugas intelijen memberikan sejumlah dana yang tidak diumumkan kepada warga negara asing sebagai agen dan penulis artikel, menyadap telepon, mencuri dokumen, dan sejenisnya, yang semuanya ilegal. Mungkin ada masalah dalam membedakan antara melanggar hukum di luar negeri dan tidak melanggarnya di dalam negeri.

Keempat, pembenaran diri bahwa intelijen� sangat penting untuk pertahanan bangsa. Mengutip kata-kata (Davies & Gustafson, 2013) �Ini (intelijen) adalah perang terus-menerus, dan Anda menghadapi target yang terus berubah.� Terserah organisasi intelijen untuk membasmi mata-mata baik domestik maupun asing yang merupakan ancaman bagi bangsa. Pertanyaan kemudian muncul terkait hak-hak rakyat dalam demokrasi, yaitu seberapa serius ancamannya itu, apakah rakyat menjadi korbannya atau malah justru menjadi targetnya.

Masih menurut (Bruneau & Dombroski, 2021) ada tiga keputusan umum yang harus dibuat mengenai intelijen, yang harus ditetapkan dalam kerangka hukum yang jelas dan eksplisit, yaitu:

1)    Pilihan pertama adalah menentukan mana dari berbagai fungsi intelijen yang akan dilaksanakan dan berapa banyak sumber daya negara yang akan dialokasikan untuk mereka. Pertanyaan ini dijawab menilai situasi global dan regional, aliansi ancaman, sejarah terkini, dan sumber daya yang tersedia serta keputusan politik dari pemimpin negara itu sendiri.

2)    Pilihan kedua menyangkut keseimbangan intelijen antara organisasi sipil dan militer, baik dalam hal produksi (pengumpulan dan analisis) maupun konsumsi. Di sebagian besar negara, intelijen telah menjadi monopoli militer baik dalam produksi maupun konsumsi. Selama konsolidasi demokrasi ada keputusan yang harus dibuat, apakah intelijen militer harus diganti seluruhnya atau sebagian oleh organisasi sipil baru. Haruskah militer memiliki tanggung jawab hanya dalam intelijen militer dan warga sipil bertanggung jawab dalam intelijen strategis dan kontra intelijen? Sama pentingnya dengan pengumpulan adalah konsumsi. Kepada siapa produk intelijen didistribusikan? Hanya presiden negara, direktur intelijennya atau kepada pihak lain juga.

3)    Pilihan ketiga menyangkut hubungan antara intelijen dan kebijakan. Ini juga secara logis melibatkan masalah koordinasi di antara organisasi-organisasi intelijen. Apakah semua intelijen secara formal dikoordinasikan oleh seorang direktur intelijen pusat seperti di Amerika Serikat tetapi terpisah dari kebijakan (DCI tidak ada dalam kabinet)? Atau, apakah terpisah seperti MI 5 dan MI 6 di Inggris Raya? Namun karena keduanya berada di lingkungan Kementerian Luar Negeri, intelijen sangat terkait dengan kebijakan. Isu utama di sini menyangkut perdebatan yang sedang berlangsung tentang implikasi untuk analisis intelijen obyektif ketika terkait erat dengan kebijakan vs hilangnya efisiensi seharusnya dengan memiliki intelijen yang tidak terkait.

Lembaga-Lembaga Intelijen Indonesia

Pada hakikatnya, saat ini kegiatan intelijen di Indonesia di selenggarakan oleh beberapa lembaga pemerintah ataupun lembaga pemerintah non kementrian (LPNK) yang nantinya disesuaikan dengan tugas pokok dari masing-masing sector tersebut, hal ini sebagaimana diatur oleh UU No. 17/2011 tetang intelijen Negara pasal 7 meliputi sebagai berikut; (i) intelijen dalam negeri, (ii) intelijen luar negeri, (iii) intelijen pertahanan/militer, (iv) intelijen kepolisian, (v) intelijen penegakan hukum/yustisi, dan (vi) intelijen kementrian/non kementrian (Tarigan, 2017). Selanjutnya dalam pasal 9 disebutkan bahwa Penyelenggara Intelijen Negara terdiri atas:

a. Badan Intelijen Negara;

b. Intelijen Tentara Nasional Indonesia;

c. Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia;

d. Intelijen Kejaksaan Republik Indonesia; dan

e. Intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.

a)    Badan Intelijen Negara (BIN)

Sebagaimana kita ketahui dalam pasal 38 UU No.17 Tahun 2011 ayat (1) Badan Intelijen Negara berkedudukan sebagai koordinator penyelenggara intelijen negara, ayat (2) penyelenggara intelijen Negara wajib berkoordinasi dengan Badan Intelijen Negara. Adapun sebagaimana pasal 10 ayat (1) Badan Intelijen Negara merupakan alat Negara yang menyelenggarakan fungsi intelijen dalam negeri dan luar negeri.

b)    Intelijen Tentara Nasional Indonesia (BAIS TNI)

Sesuai UU No.17 Tahun 2011 pasal 11 ayat (1) Intelijen Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b menyelenggarakan fungsi Intelijen pertahanan dan/atau militer. Institusi yang dimaksud adalah Badan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia (BAIS TNI), di bawah komando Panglima TNI di lingkup Markas Besar (Mabes) TNI. Selain di lingkup Mabes TNI, masing-masing matra (AD, AL, dan AU) juga turut memiliki fungsi intelijen tempur untuk menjalankan tupoksi matra masing-masing.

c)     Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia

Intelijen penindakan atau penegakan hukum atau yustisi dijalankan oleh dinas intelijen yang ada pada lembaga Kepolisian Republik Indonesia (POLRI).

Untuk melaksanakan tugas pokok POLRI dalam bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No.52 Tahun 2010, dibentuk Badan Intelijen Keamanan (BAINTELKAM) di tingkat pusat dan daerah sebagai unsur pelaksana tugas pokok tersebut. Baintelkam bertugas untuk membina dan menyelenggarakan fungsi intelijen bidang keamanan bagi kepentingan pelaksanaan tugas operasional dan manajemen POLRI guna mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri.

d)    Intelijen Kejaksaan Republik Indonesia;

Dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara dinyatakan Intelijen Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d menyelenggarakan fungsi Intelijen penegakan hukum.

Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 Pasal 30 ayat (1) dan (2) Kejaksaan Republik Indonesia memiliki tugas di bidang pidana dan ketertiban dan ketentraman umum. Untuk mengefektifkan penegakan hukum dan pelaksanaan ketertiban dan ketentraman umum, maka berdasarkan Perpres No.38 Tahun 2010 Pasal 15 ayat (2), dibentuk suatu badan/lembaga yang menunjang tugas pokok kejaksaan, yakni: intelijen kejaksaan yang dipimpin oleh Jaksa Agung Muda bidang Intelijen. Intelijen kejaksaan memiliki ruang lingkup kegiatan dalam kegiatan intelijen penyelidikan, pengamanan dan penggalangan untuk melakukan pencegahan tindak pidana untuk mendukung penegakan hukum baik preventif maupun represif di bidang ideologi, politik, ekonomi, keuangan, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, melaksanakan cegah tangkal terhadap orang-orang tertentu dan/atau turut menyelenggarakan ketertiban dan ketenteraman umum

e)     Intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.

Menurut Undang-Undang No.17 Tahun 2011, terdapat juga Intelijen Kementrian/Lembaga Pemerintah non-Kementrian yang menyelenggarakan intelijen Kementrian/Lembaga Pemerintah non-Kementrian. Beberapa lembaga intelijen tersebut antara lain:

1.     Badan Narkotika Nasional (BNN)

2.     Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)

3.     Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK)

4.     Intelijen Bea dan Cukai

5.     Intelijen Keimigrasian

6.     Intelijen Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

7.     Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)

8.     Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Tata Kelola Lembaga-lembaga Intelijen Di Indonesia

Tata kelola intelijen masih menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh lembaga intelijen di Indonesia. Menurut beberapa kalangan di dalam komunitas Intelijen, salah satu kelemahan dalam tata kelola intelijen adalah masih lemahnya koordinasi dan tumpang tindih otoritas antar badan intelijen. Permasalahan koordinasi antar lembaga intelijen negara sangat penting untuk diperhatikan paling tidak karena beberapa alasan;

1.     Pentingnya pemisahan yang tegas antara intelijen dengan fungsi law enforcement (penegakan hukum) yang biasanya dilakukan oleh kepolisian dan didukung oleh lembaga-lembaga penegak hukum lainnya.

2.     Pemisahan fungsi lembaga tersebut membawa implikasi yang luas dalam masyarakat terutama pada hal kepastian hukum. Ketidakjelasan antara fungsi intelijen dan penegakan hukum tersebut dapat membawa implikasi yang serius terhadap hak azasi manusia.

3.     Ketidaktegasan dari peraturan perundang-undangan yang ada tentang pembagian kerja dan wewenang di antara instansi-instansi ini akan menimbulkan konflik kepentingan yang akan mengarah pada tindakan kekerasan di antara sesama aparat negara.

Persoalan konflik kepentingan antara lembaga intelijen negara merupakan suatu hal yang harus dihindari mengingat pentingnya fungsi lembaga intelijen yang memiliki tugas sebagai pengumpul informasi vital terkait dengan keamanan negara.

Perbaikan terhadap Undang-Undang No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara dalam hal diferensiasi struktur dan spesialisasi fungsi masing-masing sudah memberikan peluang untuk perbaikan permasalahan tumpang tindih dalam tata kelola intelijen. Namun perlu beberapa penekanan atas perbaikan diferensiasi struktur dan spesialisasi fungsi, yaitu antara lain:

1.     Komunitas intelijen terbagi atas area kerja, yakni; intelijen dalam negeri, intelijen luar negeri, intelijen militer, dan intelijen yustisia. Jika tanpa fragmentasi maka struktur dan fungsi yang jelas akan terjadi hal-hal seperti tumpang tindih;

2.     Komunitas intelijen masing-masing dinas intelijen di bagi dalam empat fungsi yang meliputi; pengumpulan informasi, analisis, kontra intelijen, dan operasi rahasia.

3.     Dalam masing-masing dinas intelijen, terdapat kewenangan-kewenanangan umum dan yang bersifat khsusus. Rumusan kewenangan masih terlalu umum menyebabkan multi-intrepretasi dan cakupan kegiatan yang sangat luas serta memberikan diskresi penggunaan kewenangan yang berlebihan; perlunya ada peraturan lebih lanjut yang mampu memberikan uraian lebih jelas dan terstruktur atas kewenangan-kewenangan tersebut.

4.     Dinas intelijen (terutama intelijen dalam negeri) menjalankan kewenangan khusus berdasarkan analisis ancaman yang bersifat khusus dan syarat imminent ancaman. Dalam hal ini syarat dari tiga unsur keamanan nasional yaitu; integritas teritorial, keberadaan bangsa, dan integritas fisik penduduk;

5.     Komunitas intelijen harus terdapat kompartementasi vertikal dan horizontal wilayah kerja intelijen dalam negeri dan luar negeri berdasarkan dinamika lingkungan strategis dan analisis ancaman.

Penguatan Komunitas Intelijen Daerah dalam Menciptakan Keamanan Wilayah

Dalam rangka pembentukan deteksi dini terhadap ancaman stabilitas nasional di dalam negeri utamanya di tingkat daerah, perlu adanya komunitas intelijen daerah baik di wilayah setingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Kemudian pada tahun 2002, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pengkoordinasian Operasi dan Kegiatan Intelijen Seluruh Instansi Dalam Rangka Deteksi Dini Ancaman, Tantangan, Hambatan, dan Gangguan (ATHG) Terhadap Stabilitas Nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia. Instruksi Presiden ini kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.11 Tahun 2006 tentang Komunitas Intelijen Daerah.

Komunitas Intelijen Daerah (Kominda) merupakan forum komunikasi dan koordinasi unsur intelijen dengan unsur pimpinan daerah di Propinsi dan Kabupaten/Kota. Kominda merupakan forum komunikasi dan koordinasi di antara unsur intelijen, seperti BIN, TNI, Polri, Kejaksaan dan intelijen sektoral lainnya. Kominda ini merupakan suatu forum komunikasi antarinstitusi yang bersifat lintas sektoral.

Apabila peran strategis Kominda ini dapat dimaksimalkan, maka seharusnya Komunitas Intelijen dapat dengan efektif mendeteksi secara dini berbagai ancaman utamanya dari dalam negara yang berada di berbagai wilayah. Kominda memiliki agen intelijen di lapangan yang cepat memperoleh informasi terkait adanya ancaman terhadap keamanan yang bisa berakibat pada ancaman nasional.

Beberapa kejadian yang tidak terdeteksi, seperti munculnya sarang-sarang terorisme dan radikalimse di wilayah pedesaan/terpencil seharusnya menjadikan tamparan keras bagi Kominda untuk memperbaiki kinerjanya ke depan. Fungsi intelijen yang dilakukan oleh Kominda saat ini baru pada tahap sebatas aktivitas intelijen, yaitu penyelidikan, pengamanan dan penggalangan. Diperlukan koordinasi dan itikad baik dalam bekerjasama membangun keamanan wilayah masing-masing Kominda.

Permasalahan yang dihadapi Komunitas Intelejen Daerah

Kendala yang dihadapi oleh Kominda dalam melaksanakan tugasnya, dapat dikatakan berkaitan langsung antara lain dalam kaitannya dengan (Armawi, 2013):

1.     Kemampuan sumber daya manusia, antara lain:

a.     Anggota Kominda yang berasal dari pemerintahan daerah yang sering pindah pada unit kerja yang lain. Hal ini dikarenakan oleh kebutuhan organisasi pemerintah daerah, sehingga tidak ada kaderisasi.

b.     Anggota Kominda non TNI, Polri, Den Intel Kodam, dan BIN tidak memilik kemampuan intelijen. Hal ini akan berpengaruh sekali terhadap kegiatan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan.

c.     Masih minimnya kemampuan dan pengetahuan tentang intelijen di Satuan intelijen itu sendiri, seperti Polri dan TNI. Perpindahan penempatan pegawai terkadang tidak sesuai dengan kemampuan yang ada.

d.     Keterbatasn jumlah anggota Kominda secara keseluruhan masih belum sebanding dengan luasnya wilayah.

2.     Sarana dan prasarana, antara lain:

a.     Kominda tidak memiliki kantor sendiri sehingga masih belum efektif dalam hal rapat koordinasi.

b.     Kominda tidak memiliki peralatan khusus yang dapat digunakan dalam kegiatan intelijen dan penyelidikan.

c.     Kekurangan sarana transportasi untuk menjangkau semua wilayah kerja

3.     Keterbatasan anggaran

����������� Anggaran bagi Kominda merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan kegiatannya. Anggaran Kominda sesuai dengan Permendagri Nomor 11 Tahun 2006 Pasal 12 ayat (2) berasal dari APBD. Pemerintah Daerah membiaya Kominda secara keseluruhan, baik untuk kegiatan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan, juga untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana. Namun, dalam kenyataannya anggaran yang diterima oleh Kominda dari Pemerintah Daerah masih sangat terbatas.

Kesimpulan

Intelijen sangat penting dalam suatu sistem keamanan nasionalIntelijen sebagai lini terdepan keamanan nasional harus mengoptimalkan deteksi dini dan cegah dini dari berbagai ancaman yang ada dan disadari bahwa makin komplek persoalan yang harus dihadapi ke depan.

Kunci awal dalam reformasi Lembaga-lemabaga Intelijen adalah adanya perubahan dalam menjadi tiga tataran ruang lingkup fungsi intelijen, yakni; pada tataran strategis, operasional dan taktis. Ketiga fungsi tersebut harus mematuhi kaidah hukum yang berlaku dan selaras dengan prinsip-prinsip negara demokratis serta instrumen hak asasi manusia. Lebih lanjut, Komunitas Lembaga intelijen di era demokrasi juga membutuhkan suatu transparansi, baik dari segi kewenangan, pelaksanaan tugas, maupun penganggaran.

Salah satu kelemahan dalam tata kelola intelijen di Indonesia adalah masih lemahnya koordinasi dan masih adanya tumpang tindih otoritas di dalam Komunitas Intelijen. Perlu perbaikan terhadap Undang-Undang No. 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara dalam hal diferensiasi struktur dan spesialisasi fungsi masing-masing agar diharapkan tidak terjadi lagi permasalahan tumpang tindih dalam tata kelola intelijen.

Di sektor kewilayahan, perlu adanya penguatan komunitas intelijen daerah (Kominda) baik di wilayah setingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Diperlukan langkah yang sinergis dari beberapa anggota Kominda untuk dapat memperbaiki kinerja dan penguatan institusi agar dapat berhasil dan berdaya guna dalam menjaga keamanan nasional.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Armawi, A. (2013). Kajian Penguatan Komunitas Intelijen Daerah. Jurnal Mimbar Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 25(1), 68�75.

Arum, F. A. (2016). Reposisi Intelijen Dalam Badan Intelijen Negara Pasca Lahirnya Undang-Undang No. 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara. Universitas Islam Indonesia.

Bruneau, T. C., & Dombroski, K. R. (2021). Reforming intelligence: the challenge of control in new democracies. In Who guards the guardians and how (pp. 145�177). University of Texas Press.

Budiman, M. R. (2016). Optimalisasi Peran Badan Intelijen Negara (Bin) Dalam Mengawal Keamanan Negara Berdasarkan Undang-Undang Nomr 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara. UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA.

Davies, P. H. J., & Gustafson, K. C. (2013). Intelligence elsewhere: spies and espionage outside the anglosphere. Georgetown University Press.

Hari Purwanto, S. H. (n.d.). Intelijen dan Dinamika Demokrasi di Indonesia. Jakad Media Publishing.

Holt, P. M. (1995). Secret intelligence and public policy: A dilemma of democracy. CQ Press.

Ismantoro Dwi Yuwono, S. H. (2011). Kupas Tuntas Intelijen Negara dari A sampai Z. MediaPressindo.

Kusumawati, I. (2022). Implementasi Metode Steam Berbasis Media Film Dalam Meningkatkan Aspek Kognitif Pada Pendidikan Anak Usia Dini. Seroja: Jurnal Pendidikan, 1(1), 38�49.

Namara, I. M. E. X. (2022). Implementasi Tugas Dan Fungsi Intelijen Kejaksaan Dalam Mengungkap Tindak Pidana Korupsi. Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

Nasution, D. A. D., Ramadhan, P. R., & Barus, M. D. B. (2019). Audit Sektor Publik. Sidoarjo: Uwais Inspirasi Indonesia.

Renggong, R., & Madiong, B. (2021). Intelijen Kepolisian Negara dalam Mewujudkan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat. Pusaka Almaida.

Rizal, A. (2020). Buku Ajar Manajemen Pemasaran di Era Masyarakat Industri 4.0. Deepublish.

Rusdiana, D., Ali, Y., Thamrin, S., & Widodo, R. (2021). Strategi Pembangunan Industri Pertahanan Pada Negara Kepulauan Guna Mendukung Pertahanan Negara. Academia Praja: Jurnal Ilmu Politik, Pemerintahan, Dan Administrasi Publik, 4(2), 427�440.

Tarigan, I. J. (2017). Peran Badan Narkotika Nasional dengan Organisasi Sosial Kemasyarakatan dalam Penanganan Pelaku Penyalahgunaan Narkotika. Deepublish.

Winarno, B. (2012). Ekonomi Global dan Krisis Demokrasi. Jurnal Hubungan Internasional, 1(1), 1�15. https://doi.org/10.18196/hi.2012.0001.1-15

 

Copyright holder:

Aldila Kun Satriya (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: