Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.
3, Maret 2023
PENGARUH
KOREAN BRAND AMBASSADOR CREDIBILITY
TERHADAP IMPULSE BUYING PADA PRODUK E-COMMERCE DI INDONESIA
Arinka Retna Wirasti, Ni Putu Pradipta Sari Puspita, Willy Gunadi
Bina Nusantara University, Jakarta Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari Korean brand ambassador credibility terhadap impulse buying pada e-commerce di Indonesia. Sampel penelitian berjumlah 248 responden dengan kriteria yaitu berdomisili di Jabodetabek, pengguna platform e-commerce, dan melakukan minimal tiga kali pembelanjaan secara impulsif yang disebabkan oleh adanya brand ambassador. Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang disebar secara online, responden akan menjawab kuesioner dengan memilih jawaban menggunakan skala likert dari angka 1 sampai angka 5. Metode yang digunakan adalah PLS-SEM menggunakan SmartPLS 3.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa brand ambassador credibility memiliki pengaruh terhadap fear of missing out dan juga terhadap impulse buying. Fear of missing out memiliki pengaruh terhadap impulse buying. Sementara untuk scarcity memiliki efek moderasi terhadap hubungan brand ambassador credibility dengan fear of missing out, namun scarcity memiliki efek yang dapat memperlemah pengaruh brand ambassador credibility terhadap impulse buying.
Kata
kunci: Korean brand
ambassador, brand ambassador, brand ambassador credibility, Fear of Missing Out
(FOMO), scarcity, impulse buying.
Abstract
This
study aims to determine the influence of Korean brand ambassador credibility on
impulse buying in e-commerce in Indonesia. The research sample amounted to 248
respondents with criteria namely domiciled in Jabodetabek, e-commerce platform
users, and made at least three impulsive purchases caused by brand ambassadors.
Data collection using questionnaires distributed online, respondents will
answer questionnaires by choosing answers using a Likert scale from number 1 to
number 5. The method used is PLS-SEM using SmartPLS 3.0. The results showed
that brand ambassador credibility has an influence on fear of missing out and
also on impulse buying. Fear of missing out has an influence on impulse buying.
While scarcity has a moderating effect on the relationship between brand
ambassador credibility and fear of missing out, scarcity has an effect that can
weaken the influence of brand ambassador credibility on impulse buying.
Keywords:
Korean brand ambassador, brand ambassador, brand ambassador credibility, Fear
of Missing Out (FOMO), scarcity,
impulse buying.
Pendahuluan
Pada era globalisasi saat ini, teknologi
informasi melalui perjalanan serta perkembangan yang sangat pesat di beberapa
tahun belakangan ini. Di Indonesia sendiri terdapat 204,7 juta pengguna
internet pada Januari 2022 (datareportal.com, 2022). Pada tahun 2022 tercatat
tingkat penetrasi internet di Indonesia mencapai 73,7% dari total populasi.
Penggunaan internet yang masif ini digunakan kepada berbagai aspek kehidupan
terutama dunia bisnis (Setiaji & Pramudho,
2022) yang didalamnya terdapat proses perdagangan elektronik
atau e-commerce. Dalam perkembangan
proses jual beli produk di e-commerce,
berbagai strategi pemasaran dilakukan mulai dari strategi promosi hingga proses
penjualan. Salah satu strategi promosi yang digunakan oleh e-commerce adalah dengan menggunakan jasa brand ambassador, sebagai simbol yang mewakili keinginan atau
kebutuhan yang mudah diterima oleh konsumen (Lisnawati et al., 2020). Salah
satu faktor yang menjadi penentu konsumen dalam proses pembelian dari suatu
produk adalah dari brand ambassador (Soniya,
2018). Hal ini juga memicu perusahaan e-commerce
mulai melirik strategi penggunaan brand
ambassador, terutama dari kalangan selebriti Korea. Dalam beberapa tahun
terakhir, kondisi yang dipengaruhi tren dari Korea Selatan telah menyebar ke
penjuru dunia termasuk Indonesia. Berbagai produk yang terpengaruh dari budaya
tersebut mulai tersebar luas ke tengah kehidupan masyarakat seperti drama,
musik, makanan, kosmetik, dan pakaian (Siskawathi, 2021).
����������� Kondisi dengan masuknya budaya Korea
Selatan ke Indonesia cenderung diterima publik sehingga dari hal tersebut
menghasilkan suatu fenomena yang dikatakan sebagai �Korean Wave� atau Hallyu.
Penentu utama dari penyebab besarnya animo masyarakat terhadap Korean Wave di
Indonesia adalah evolusi teknologi informasi yang dinilai besar akibat adanya globalisasi
(Sarajwati, 2020). Fenomena Hallyu yang terjadi Indonesia ini
dapat dibuktikan dengan banyaknya produk Indonesia yang menggunakan selebriti
Korea sebagai brand ambassador.
Diantaranya ada BTS dan Blackpink untuk Tokopedia, Lee Min Ho untuk Lazada,
Blackpink untuk Shopee, Park Seo Jun untuk Blibli, dan yang terbaru ada Song
Joong Ki untuk Bukalapak. Berdasarkan data iprice.co.id (2018), pengunjung platform terbanyak masih diraih oleh
Lazada, tetapi sejak Blackpink menjadi brand
ambassador Shopee di akhir 2018, data pengunjung Shopee mulai bergerak
melebihi pengunjung Lazada di kuartal awal 2019 (katadata.com, 2019). Tidak
hanya Shopee yang memanfaatkan fenomena Hallyu,
Tokopedia juga bekerjasama dengan selebriti Korea untuk dijadikan brand ambassador. Di akhir tahun 2019,
Tokopedia mulai mengalami peningkatan jumlah kunjungan ke platform- nya. Dengan menghadirkan BTS sebagai K-pop yang
dipilihnya untuk menjadi brand ambassador,
Tokopedia berhasil dikunjungi hampir 100 juta kali selama 5 hari (katadata.com,
2021). Perkembangan e-commerce yang
semakin ketat setiap harinya membuat para pelaku usaha memikirkan cara terbaik
untuk dapat menarik minat masyarakat dan menjadikannya pelanggan di platform mereka.
����������������������� Fenomena Hallyu menimbulkan minat masyarakat
untuk dapat segera memiliki serta akhirnya melakukan pembelian terhadap produk
Korea Selatan. Menurut Wahyuni & Rachmawati (2018), bahwa strategi promosi
penjualan yang dilakukan e-commerce
sering menimbulkan pembeli menjadi impulsif. Konsumen memperhatikan tiap
produk, kemudian tertarik untuk memperoleh produk. Selain dari aktivitas
promosi merek yang dilakukan oleh brand
ambassador, pelaku usaha juga perlu mempertimbangkan aspek kredibilitas
dari selebriti Korea yang ditargetkan untuk menjadi brand ambassador. Kredibilitas selebriti Korea menjadi tolak ukur
dari beberapa e-commerce di Indonesia
untuk menggandeng selebriti Korea untuk menjadi brand ambassador. Terdapat tiga karakteristik brand ambassador yang dikemukakan oleh (Ohanian, 1990) yaitu kepercayaan (trustworthiness), keahlian (expertise)
dan daya tarik (attractiveness).
Kredibilitas selebriti Korea yang menjadi brand
ambassador dimanfaatkan oleh Shopee dengan menggandeng Blackpink pada tahun
2018 dan juga Tokopedia dengan BTS pada tahun 2019 sampai 2021. Aktivitas
promosi yang melibatkan partisipasi dari brand
ambassador membuat para pelanggan yang merangkap sebagai penggemar dari
selebriti Korea tersebut merasakan takut akan kehilangan (FOMO) dari suatu
moment. Sifat dari para penggemar selebriti terutama idol Korea dikenal loyal
dan ingin memiliki barang yang digunakan atau dikonsumsi idolanya (Siswandi
& Djawoto, 2019), sehingga memperkuat antusiasme serta rasa ketakutan akan
kehilangan momen (FOMO).
����������� Selain dari partisipasi brand ambassador, perusahaan juga perlu
mempertimbangkan jenis promosi yang perlu dilakukan guna menstimulasi rasa
ketakutan pelanggan hingga berujung ke pembelian impulsif. E-commerce Tokopedia melakukan beberapa strategi untuk menstimulasi
pembelian impulsif untuk meningkatkan penjualan produk pada platform mereka.
Tokopedia menggunakan interaksi antara brand
ambassador mereka dengan para penggemarnya selama aktivitas promosi pada
program WIB (Waktu Indonesia Belanja) berlangsung. Tokopedia juga memanfaatkan
momentum yaitu berupa kegiatan promosi dengan melibatkan brand ambassador mereka yaitu BTS dengan menghadirkan kampanye
Tokopedia x BTS pada tahun 2021 dengan menerbitkan photocard exclusive limited edition edisi spesial 12th anniversary yang disediakan terbatas
hanya sejumlah 10.000 buah/hari untuk setiap member. Hal yang dilakukan oleh
Tokopedia juga sepaham dengan penelitian yang dilakukan oleh (Hodkinson, 2019) dimana para pelaku bisnis menggunakan strategi
untuk menstimulasi fenomena FOMO pada pelanggan. Strategi tersebut mempengaruhi
konsumen untuk melakukan pembelian konsumen dengan menciptakan persepsi bahwa
produk terbatas dapat membuat konsumen mengalami ketakutan akan kehilangan
suatu momen. Ketakutan akan kehilangan momen (FOMO) untuk mendapatkan photocard tersebut juga menstimulasi
pembelian impulsif penggemar pada saat kampanye photocard tersebut berlangsung.
II.1 Brand ambassador credibility
Menurut (Nobbs et al., 2015) perusahaan memanfaatkan penjualannya dengan menggunakan brand ambassador yang dapat berkomunikasi dan terhubung dengan publik. Menurut Tripathi & Roy (2018), sejak brand ambassador dari budaya pop Korea Selatan dianggap menjadi tren di beberapa negara, brand ambassador dapat memperkuat efek permintaan pelanggan (Fitriahningsih, 2020) kemudian mendorong pelanggan untuk melakukan pembelian yang tidak direncanakan secara situasional (Amos et al., 2014). Hal ini dikarenakan selebriti yang dipilih sebagai brand ambassador memiliki kredibilitas daya tarik, keahlian, serta dipercaya oleh khalayak umum. (Halim & Kiatkawsin, 2021) juga mengemukakan bahwa brand ambassador yang menggunakan selebriti Korea memiliki pengaruh positif terhadap pembelian impulsif. Oleh karena itu, penelitian ini menguji hipotesis sebagai berikut:
H1: Brand ambassador credibility memiliki
pengaruh positif terhadap impulse buying
II.2 Fear of missing out (FOMO)
Sikap impulse buying yang dilakukan oleh pelanggan kemungkinan besar merupakan kontribusi dari para penggemar selebriti Korea yang menjadi brand ambassador platform tersebut. Mereka memiliki pemikiran dimana mereka akan merasa ketakutan akan kehilangan suatu momen (FOMO) ketika orang lain memperoleh pengalaman yang menyenangkan namun mereka melewatkan hal tersebut atau tidak terlibat secara langsung (Alt, 2015). Seperti halnya terhadap promosi yang dilakukan oleh suatu platform yang melibatkan brand ambassador. Jika seorang idola selaku brand ambassador memasarkan produk tertentu pada suatu platform, para penggemarnya akan cenderung ikut mengkonsumsi produk yang dibintangi oleh selebriti favoritnya, karena adanya pengaruh bintang dan merasa produk tersebut dibutuhkan dan harus dimiliki (Siskhawati, 2021) dan hal tersebut menstimulasi para penggemarnya untuk tidak kehilangan momentum tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini menguji hipotesis sebagai berikut:
H2: Brand
ambassador credibility memiliki pengaruh positif terhadap FOMO
Pembelian impulsif telah didefinisikan sebagai pembelian spontan dan segera (San‐Martin & L�pez‐Catal�n, 2013) yang dilakukan tanpa niat untuk membeli kategori produk tertentu (Beatty & Ferrell, 1998). Ketika seorang pelanggan tiba-tiba memutuskan untuk membeli, hal itu dipengaruhi oleh emosi (Immanuel & Maharia, 2020). Pembelian impulsif telah dianggap sebagai fenomena yang meresap dan khas dalam gaya hidup dan telah menerima perhatian yang meningkat dari peneliti dan para akademisi (Youn & Faber, 2000). Perilaku impulse buying juga dipengaruhi oleh faktor seperti ketakutan akan kehilangan suatu moment (FOMO). Umumnya, ketakutan akan kehilangan momen (FOMO) digambarkan sebagai sebuah emosi (Zhang et al., 2020). Kondisi ini merupakan kecemasan konsumen tentang kehilangan kesempatan atau pengalaman yang dimiliki orang lain (Riordan et al., 2015). Suatu perusahaan berusaha untuk menstimulasi kecenderungan FOMO, sehingga akan berdampak kepada keputusan pembelian konsumen dengan menciptakan persepsi bahwa produk dan layanan tersebut terbatas dari segi pasokannya, dan akan membuat konsumen mengalami ketakutan akan kehilangan produk tersebut (Hodkinson, 2019). Dari pernyataan ini, hipotesa yang terbentuk pada penelitian ini adalah:
H3: Fear
of missing out (FOMO) memiliki pengaruh positif terhadap impulse buying
II.4 Scarcity
Scarcity (Kelangkaan) merupakan suatu kondisi yang dapat dideskripsikan
sebagai keterbatasan yang diketahui oleh konsumen pada ketersediaan sebuah
produk (Lynn, 1989). Kelangkaan memiliki efek positif pada evaluasi dan sikap terhadap
benda yang langka (Gupta & Gentry, 2019). Kelangkaan yang diciptakan oleh pelaku
bisnis dapat memicu reaksi psikologis dan mendorong konsumen untuk segera
membeli bahkan melakukan penimbunan untuk memenuhi keinginan mereka dalam
memiliki produk yang langka (Gupta & Gentry, 2019). Dalam studi psikologis, kelangkaan mempengaruhi pembelian konsumen
yang menyebabkan kepanikan dan membeli barang secara impulsif (Shah et al., 2015). Konsep kelangkaan
ini juga dapat memainkan sisi psikologis dari
penggemar selebriti Korea yang menjadi brand
ambassador dari sebuah produk. Sifat dari para penggemar selebriti terutama
idol Korea dikenal loyal dan ingin memiliki barang yang digunakan atau
dikonsumsi idolanya (Siswandi & Djawoto, 2019), sehingga memperkuat
antusiasme serta rasa ketakutan akan kehilangan momen (FOMO) dari penggemar
begitu mereka mengetahui sifat scarcity
promosi dan kolaborasi yang ditawarkan oleh idol Korea kesukaan mereka
tersebut. Karena adanya sifat loyal dari penggemar brand ambassador tersebut, hal ini akan mengarahkan penggemar untuk
dapat melakukan pembelian secara impulsif. Kelangkaan mendorong konsumen yang
merangkap sebagai penggemar untuk dapat segera membuat pilihan antara membeli
sekarang (impulsive) atau menghadapi
kehilangan kesempatan membeli sebuah produk (Shi et al., 2020). Oleh karena itu, penelitian ini menguji hipotesis
sebagai berikut:
H4: Scarcity memoderasi pengaruh brand ambassador credibility terhadap
FOMO.
H5: Scarcity memoderasi pengaruh brand ambassador credibility terhadap impulse buying.
Gambar 1
Model Penelitian
Metode Penelitian
Pada variabel brand ambassador credibility terdapat 14 pernyataan yang terdiri
dari tiga dimensi (expertise,
trustworthiness, attractiveness) yang berasal dari penelitian (Ohanian, 1990). Empat pernyataan untuk variabel fear of missing out (FOMO) yang
diadaptasi dari penelitian (Przybylski et al., 2013) dan (Sianipar & Kaloeti,
2019). Scarcity
memiliki empat pernyataan yang diadaptasi dari penelitian Wu et al (2012). Variabel terakhir adalah
mengenai impulse buying yang terdiri
dari lima pernyataan yang diadaptasi dari penelitian (Akram et al., 2018) dan (Crabbe, 2020) Jumlah pernyataan pada kuesioner penelitian ini
adalah 27 pernyataan. Penelitian ini menggunakan skala likert 5 dengan rentang jawaban dari sangat tidak setuju sampai
sangat setuju.�
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan penelitian asosiatif. Lokasi pada penelitian ini
dilakukan di wilayah Jabodetabek. Jabodetabek dipilih sebagai lokasi penelitian
karena Jabodetabek sebagai kota yang masyarakatnya paling banyak melakukan
belanja online (sindonews.com, 2022). Hal ini disebabkan juga angka penetrasi
internet di kota besar rata-rata sudah mencapai angka diatas 75% sehingga
kegiatan berbelanja secara online dan
cara mereka mendapatkan informasi menjadi lebih mudah (kominfo.go.id, 2020).
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi beberapa bagian
guna mendapatkan responden sesuai dengan kriteria serta kebutuhan penelitian,
sesuai dengan teknik pengambilan sampling
yang digunakan yaitu non-probability
sampling � purposive sampling.
Data penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan metode Partial Least Square (PLS) - Structural Equation Modeling (SEM). Alasan dalam penggunaan SEM-PLS pada penelitian ini adalah SEM-PLS menguji hubungan prediktif antar variabel dengan melihat apakah terdapat pengaruh pada hubungan antara variabel yang digunakan. PLS � SEM juga dapat ditujukan untuk studi dengan pengembangan model (Hair et al., 2011).
Hasil dan Pembahasan
Pada Tabel
1 menunjukkan bahwa responden berasal dari beberapa pilihan e-commerce serta brand ambassador, mayoritas responden memilih BTS sebagai brand ambassador yang membuat mereka
tertarik berbelanja di Tokopedia yaitu sebanyak 35%. Pada penelitian ini
didominasi oleh Wanita yaitu sebanyak 63% dengan usia paling banyak 17-25 tahun
sebesar 57%, sebanyak 64% memiliki pendidikan terakhir yaitu D4/S1. Mayoritas
responden memiliki pendapatan sebesar 5-10 juta (57%), telah menggunakan e-commerce lebih dari 3 tahun (66%) dan
telah menggunakan e-commerce lebih
dari 3 kali dalam 1 bulan (59%).
Tabel 1
Profil Responden
Karakteristik |
Item |
Jumlah |
Persentase |
Siapakah Korean Brand ambassador yang membuat anda tertarik untuk berbelanja di e-commerce? |
BTS (Tokopedia) |
79 |
32% |
Blackpink (Tokopedia) |
59 |
24% |
|
Hyunbin (Lazada) |
26 |
10% |
|
NCT 127 (Blibli) |
10 |
4% |
|
Song Joong Ki (Bukalapak) |
20 |
8% |
|
Blackpink (Shopee) |
52 |
21% |
|
Lainnya |
2 |
1% |
|
Jenis Kelamin |
Pria |
92 |
37% |
Wanita |
156 |
63% |
|
Usia |
< 17 Tahun |
6 |
2% |
17 - 25 Tahun |
141 |
57% |
|
26 - 45 Tahun |
98 |
40% |
|
> 45 Tahun |
3 |
1% |
|
Pendidikan Terakhir |
SMP |
4 |
2% |
SMA/SMK |
83 |
33% |
|
D3/D4/S1 |
159 |
64% |
|
S2 |
2 |
1% |
|
Pekerjaan |
Pelajar/Mahasiswa |
57 |
23% |
Pegawai Negeri Sipil |
12 |
5% |
|
Pegawai Swasta |
125 |
51% |
|
Wiraswasta |
36 |
15% |
|
Lainnya |
18 |
7% |
|
Pendapatan per bulan |
< 5 juta |
64 |
26% |
5 - 10 juta |
141 |
57% |
|
> 10 juta |
43 |
17% |
|
Berapa lama menggunakan e-commerce? |
1 - 3 tahun |
84 |
34% |
> 3 tahun |
164 |
66% |
|
Seberapa sering menggunakan e-commerce dalam sebulan terakhir? |
1 kali |
2 |
1% |
2 - 3 kali |
99 |
40% |
|
> 3 kali |
147 |
59% |
Hasil
Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada
data penelitian dari seluruh responden. Batasan nilai pemuatan faktor menjadi
mampu memenuhi kriteria uji validitas di atas 0,7 (Hair et al., 2011). Sedangkan batas untuk AVE di atas 0,5 dan
batas untuk nilai reliabilitas komposit adalah 0,7. Hasil dari uji validitas
dan reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2
Hasil Uji Validitas dan
Reliabilitas
Variabel |
Dimensi |
Item |
Factor loading |
AVE |
Composite Reliability |
Cronbach�s Alpha |
|
Brand ambassador credibility |
Expertise |
EXP1 |
0,736 |
0,684 |
0,915 |
0,884 |
|
EXP2 |
0,776 |
||||||
EXP3 |
0,754 |
||||||
EXP4 |
0,734 |
||||||
EXP5 |
0,814 |
||||||
Trustworthiness |
TR1 |
0,844 |
0,723 |
0,929 |
0,904 |
||
TR2 |
0,850 |
||||||
TR3 |
0,841 |
||||||
TR4 |
0,877 |
||||||
TR5 |
0,839 |
||||||
Attractiveness |
AT1 |
0,874 |
0,774 |
0,932 |
0,902 |
||
AT2 |
0,901 |
||||||
AT3 |
0,892 |
||||||
AT4 |
0,851 |
||||||
Fear of Missing Out |
- |
FM1 |
0,841 |
0,709 |
0,907 |
0,862 |
|
FM2 |
0,881 |
||||||
FM3 |
0,789 |
||||||
FM4 |
0,854 |
||||||
Scarcity |
- |
SC1 |
0,814 |
0,664 |
0,888 |
0,831 |
|
SC2 |
0,836 |
||||||
SC3 |
0,844 |
||||||
SC4 |
0,764 |
||||||
Impulse buying |
- |
IB1 |
0,830 |
0,692 |
0,918 |
0,889 |
|
IB2 |
0,838 |
||||||
IB3 |
0,828 |
||||||
IB4 |
0,817 |
||||||
IB5 |
0,846 |
Berdasarkan tabel hasil uji validitas dan reliabilitas nilai dari factor loading untuk item kuesioner tersebut sudah lebih besar dari 0,7 sehingga butir kuesioner sudah lolos uji validitas. Untuk pengukuran AVE, semua variabel lebih besar dari 0,5. hasil uji pada composite validity untuk masing-masing variabel lebih besar dari 0,7. Hal ini menunjukan bahwa semua variabel telah memenuhi batas uji reliabilitas.
Tabel 3
Hasil Uji Validitas Diskriminan
|
Attractive |
Expertise |
Trustworthiness |
FOMO |
Impulse buying |
Scarcity |
Attractive |
0,880 |
|
|
|
|
|
Expertise |
0,706 |
0,827 |
|
|
|
|
Trustworthiness |
0,753 |
0,823 |
0,850 |
|
|
|
FOMO |
0,521 |
0,553 |
0,609 |
0,842 |
|
|
Impulse buying |
0,661 |
0,649 |
0,734 |
0,734 |
0,832 |
|
Scarcity |
0,616 |
0,603 |
0,606 |
0,537 |
0,679 |
0,815 |
Penilaian juga dilakukan pada validitas diskriminan, dimana nilai AVE untuk setiap konstruk harus lebih besar daripada korelasi antara konstruk dan lainnya konstruksi. Dilihat pada Tabel 3 diskriminan validitas terlihat bahwa korelasi nilai untuk setiap variabelnya sendiri sudah lebih besar dari korelasi variabel antar konstruk yang lain, jadi semua variabel dapat dinilai valid.
Hasil Uji Hipotesis
Tabel 4
Hasil Uji Hipotesis
Hipotesis |
Path |
Path Coefficient |
T-Statistic |
P-Values |
Kesimpulan |
H1 |
|
0,225 |
2,913 |
0,004 |
Diterima |
H2 |
|
0,513 |
5,852 |
0,000 |
Diterima |
H3 |
|
0,466 |
5,312 |
0,000 |
Diterima |
H4 |
|
0,119 |
2,348 |
0,019 |
Diterima |
H5 |
|
-0,106 |
3,295 |
0,001 |
Diterima |
Gambar 2
Hasil Uji Hipotesis
Pada Tabel 4 menunjukan hasil hipotesis dari penelitian. Penelitian
ini menentukan hipotesisnya diterima atau signifikan dari nilai t-statistic > 1,96 dan p-value < 0,05. Dari Tabel 4 di atas
dapat diketahui bahwa dari 5 hipotesis dalam penelitian ini semua hipotesisnya
dapat diterima. Hal ini secara garis besar
menggambarkan bahwa penggunaan brand
ambassador credibility yang berasal dari selebriti Korea berpengaruh
terhadap perilaku impulse buying.
Dapat disimpulkan bahwa model hipotesis dapat digunakan sebagai model baru untuk ����� menentukan faktor yang dapat mempengaruhi impulse buying dalam penggunaan brand ambassador credibility, terutama brand ambassador yang berasal dari
selebriti Korea. Penelitian ini membuktikan bahwa brand ambassador credibility dan fear of missing out (FOMO) yang dirasakan penggemar sekaligus
pelanggan dapat berpengaruh secara positif terhadap perilaku impulse buying di suatu e-commerce. Kondisi parasosial konsumen
dalam melakukan interaksi dengan brand
ambassador membuat konsumen mulai merasakan meningkatnya keyakinan dan
ikatan mereka dengan produk atau merek yang didukung oleh brand ambassador (Tian & Yoo, 2015). Hal ini akan membuat mereka lebih mungkin
mengalami emosi yang kuat dalam menanggapi kategori produk tersebut dan
tergugah untuk melakukan pembelian sesegera mungkin (Cha et al., 2001) & (Borkowski & Meese,
2020). Fear of missing out
(FOMO) dicirikan oleh adanya keinginan yang besar untuk tetap terus terhubung
dengan apa yang melibatkan orang lain (Pryzyblski et al., 2013). fenomena fear
of missing out (FOMO) yang dialami oleh konsumen juga dapat mempengaruhi
kondisi secara positif terhadap perilaku pembelian konsumen yang dilakukan
tanpa pemikiran matang sebelumnya (Celik et al., 2019).
Pada penelitian ini juga membuktikan bahwa
adanya brand ambassador yang memiliki
kredibilitas dan berasal dari selebriti Korea juga berpengaruh secara positif
terhadap fenomena fear of missing out
(FOMO) yang dirasakan oleh penggemar. Pelanggan akan cenderung mengalami FOMO
akibat dari pemasaran digital seperti penggunaan komunikator yaitu endorser atau brand ambassador yang menjabarkan pengalaman menarik serta dinilai
andal dan berpengalaman (Hayran & Anik, 2021) & (Beatty & Ferrell, 1998) menyatakan bahwa partisipasi selebriti yang
menarik dapat memberikan dampak positif pada kesan baik orang terhadap barang
yang dipromosikan sehingga akan meningkatkan penilaian interaksi dari konsumen,
hal ini karena asosiasi yang bersinergi antara merek dan streamer yang menarik
(Xu et al., 2020), dan hubungan
tersebut mengantarkan pelanggan untuk tidak melewatkan momentum tersebut.
Mereka telah mengembangkan reputasi mereka sebagai sumber yang kredibel yang
akan menarik pengikut dan penggemar (Xu et
al., 2020).
Sedangkan untuk variabel scarcity yang menjadi variabel moderasi, terdapat dua hasil berbeda pada efek moderasi
yang dihasilkan oleh scarcity. Scarcity memiliki efek moderasi yang
memperkuat pengaruh variabel brand
ambassador credibility terhadap fear
of missing out (FOMO). Pemasaran yang menggunakan strategi kelangkaan
membuat konsumen merasa bahwa produk tersebut langka, unik, dan berharga bagi
pengguna (Ward & Broniarczyk, 2016). Dengan adanya penampilan dari Korean brand ambassador yang dinilai
sangat menarik dalam melakukan aktivitas promosi dari sebuah produk, adanya
tambahan berita mengenai kelangkaan dapat menstimulasi perasaan pelanggan untuk
tidak melewatkan momentum tersebut (Siswandi & Djawoto, 2019). Untuk hipotesis selanjutnya, scarcity
memiliki efek moderasi yang memperlemah pengaruh variabel brand ambassador credibility terhadap impulse buying. Melihat kondisi langka dari suatu produk yang
dipasarkan oleh selebriti, banyak konsumen atau penggemar yang waspada lebih
menyukai pilihan kelangkaan produk yang �lebih aman� yang mereka anggap lebih
unggul dan mampu menawarkan manfaat serta menghindari resiko-resiko negatif
lainnya (Ku et al., 2012). Konsumen
memiliki pandangan bahwa scarcity
meningkatkan potensi produk untuk peningkatan harga karena mereka telah
mendengar tentang produk langka yang harganya meningkat, dan akibatnya
mengembangkan teori ekonomi bahwa produk yang langka pasti akan memiliki harga
yang tinggi di pasaran (Lynn, 1992).
��������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������
�����������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa brand ambassador credibility memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap perilaku impulse buying dan fear of missing out (FOMO). Sifat loyal yang dimiliki para penggemar selebriti Korea akan membuat mereka takut akan kehilangan momen tersebut, dan akan terus mengikuti trend yang sehingga membuat mereka ingin memiliki setiap produk yang dipasarkan oleh idola favorit mereka (Siswandi, 2020). Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa fear of missing out (FOMO) memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap impulse buying. Semakin pelanggan merasakan takut akan kehilangan sebuah momen yang dirasa sedang trend, maka dapat mempengaruhi pelanggan dalam melakukan pembelian secara spontan. Scarcity pada penelitian ini berperan sebagai variabel moderasi pada proses pengujiannya. Scarcity terbukti memiliki efek moderasi yang dapat memperkuat pengaruh brand ambassador credibility terhadap fear of missing out (FOMO), namun scarcity juga memiliki efek moderasi yang dapat memperlemah pengaruh brand ambassador credibility terhadap impulse buying. Daya tarik dari momen promosi yang bersifat langka tersebut terkadang dijadikan alasan para penggemar untuk dapat memenuhi kebutuhan dalam perbandingan sosial antar kelompok (Jang et al., 2015).� Namun, dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa promosi kelangkaan tidak selalu membuat pelanggan atau penggemar menjadi impulsif dalam melakukan pembelian terhadap suatu produk. Dari segi finansial, apabila konsumen secara sadar mengetahui apa yang menjadi kebutuhannya saat itu dan tidak selalu mengikuti trend yang ada seperti partisipasi brand ambassador, maka perilaku pembelian secara impulsif tidak akan terjadi meskipun barang yang ditawarkan merupakan barang yang langka (Ozen & Engizek, 2014).
BIBLIOGRAFI
Akram, U., Hui, P., Khan, M. K., Yan, C., & Akram,
Z. (2018). Factors affecting online impulse buying: evidence from Chinese
social commerce environment. Sustainability, 10(2), 352.
https://doi.org/10.3390/su10020352
Alt, D. (2015). College students� academic
motivation, media engagement and fear of missing out. Computers in Human
Behavior, 49, 111�119. https://doi.org/10.1016/j.chb.2015.02.057
Amos, C., Holmes, G. R., & Keneson, W.
C. (2014). A meta-analysis of consumer impulse buying. Journal of Retailing
and Consumer Services, 21(2), 86�97.
https://doi.org/10.1016/j.jretconser.2013.11.004
Beatty, S. E., & Ferrell, M. E. (1998).
Impulse buying: Modeling its precursors. Journal of Retailing, 74(2),
169�191. https://doi.org/10.1016/S0022-4359(99)80092-X
Borkowski, N., & Meese, K. A. (2020). Organizational
behavior in health care. Jones & Bartlett Learning.
Cha, J.-M., Rhee, E.-Y., & Kim, M.-Y.
(2001). Planned and unplanned apparel purchase typology and related variables. 한국의류학회 학술발표논문집, 272.
Crabbe, M. (2020). Research your way out of
a crisis: COVID-19�s effect on consumer behavior. Marketing Research].
Mintel. Https://Www. Mintel. Com/Blog/Consumer-Marketnews/Research-Your-Way-out-of-a-Crisis-Covid-19
s-Effect-on-Consumer-Behaviour.
Fitriahningsih, A. S. C. (2020). Pengaruh
Brand Ambassador Terhadap Minat Beli Dengan Citra Merek Sebagai Variabel
Intervening (Studi Kasus Pada Pengguna Aplikasi Shopee Di Kota Makassar).
Universitas Hasanuddin.
Gupta, S., & Gentry, J. W. (2019). �Should
I Buy, Hoard, or Hide?�-Consumers� responses to perceived scarcity. The
International Review of Retail, Distribution and Consumer Research, 29(2),
178�197. https://doi.org/10.1080/09593969.2018.1562955
Hair, J. F., Ringle, C. M., & Sarstedt,
M. (2011). PLS-SEM: Indeed a silver bullet. Journal of Marketing Theory and
Practice, 19(2), 139�152. https://doi.org/10.2753/MTP1069-6679190202
Halim, T. M., & Kiatkawsin, K. (2021).
Beauty and celebrity: Korean entertainment and its impacts on female indonesian
viewers� consumption intentions. Sustainability, 13(3), 1405.
Hayran, C., & Anik, L. (2021).
Well-being and fear of missing out (FOMO) on digital content in the time of
COVID-19: A correlational analysis among university students. International
Journal of Environmental Research and Public Health, 18(4), 1974.
https://doi.org/10.3390/ijerph18041974
Hodkinson, C. (2019). �Fear of Missing Out�(FOMO)
marketing appeals: A conceptual model. Journal of Marketing Communications,
25(1), 65�88. https://doi.org/10.1080/13527266.2016.1234504
Immanuel, D. M., & Maharia, M. A.
(2020). Engaging Purchase Decision of Customers in Marketplace Channel: A
Study of Fashion Online Retail.
Jang, W. E., Ko, Y. J., Morris, J. D., &
Chang, Y. (2015). Scarcity message effects on consumption behavior: Limited
edition product considerations. Psychology & Marketing, 32(10),
989�1001. https://doi.org/10.1002/mar.20836
Lynn, M. (1989). Scarcity effects on
desirability: Mediated by assumed expensiveness? Journal of Economic
Psychology, 10(2), 257�274.
https://doi.org//10.1016/0167-4870(89)90023-8
Lynn, M. (1992). Scarcity�s enhancement of
desirability: The role of naive economic theories. Basic and Applied Social
Psychology, 13(1), 67�78. https://doi.org//10.1016/0167-4870(89)90023-8
Nobbs, K., Foong, K. M., & Baker, J.
(2015). An exploration of fashion visual merchandising and its role as a brand
positioning device. Journal of Global Fashion Marketing, 6(1), 4�19.
Ohanian, R. (1990). Communication and
validation of a scale to measure celebrity endorser�s perceived attractiveness
and design to influence. J Advert, 19, 39�52.
Ozen, H., & Engizek, N. (2014).
Shopping online without thinking: being emotional or rational? Asia Pacific
Journal of Marketing and Logistics, 26(1), 78�93.
https://doi.org/10.1108/APJML-06-2013-0066
Przybylski, A. K., Murayama, K., DeHaan, C.
R., & Gladwell, V. (2013). Motivational, emotional, and behavioral
correlates of fear of missing out. Computers in Human Behavior, 29(4),
1841�1848. https://doi.org/10.1016/j.chb.2013.02.014
Riordan, B. C., Flett, J. A. M., Hunter, J.
A., Scarf, D., & Conner, T. S. (2015). Fear of missing out (FoMO): The
relationship between FoMO, alcohol use, and alcohol-related consequences in
college students. Annals of Neuroscience and Psychology, 2(7), 1�7.
San‐Martin, S., & L�pez‐Catal�n,
B. (2013). How can a mobile vendor get satisfied customers? Industrial
Management & Data Systems. https://doi.org/10.1108/02635571311303514
Sarajwati, M. K. (2020). Fenomena korean
wave di Indonesia. Retrieved from EGSA UGM: Https://Egsa. Geo. Ugm. Ac.
Id/2020/09/30/Fenomena-Korean-Wave-Di-Indonesia.
Setiaji, B., & Pramudho, P. A. K.
(2022). Pemanfaatan Teknologi Informasi Berbasis Data Dan Jurnal Untuk Rekomendasi
Kebijakan Bidang Kesehatan. HEALTHY: Jurnal Inovasi Riset Ilmu Kesehatan,
1(3), 166�175. https://doi.org/10.51878/healthy.v1i3.1649
Shah, A. K., Shafir, E., &
Mullainathan, S. (2015). Scarcity frames value. Psychological Science, 26(4),
402�412. https://doi.org/10.1177/0956797614563958
Sianipar, N. A., & Kaloeti, D. V. S.
(2019). Hubungan antara regulasi diri dengan fear of missing out (Fomo) pada
mahasiswa tahun pertama Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. Jurnal
Empati, 8(1), 136�143.
Tian, Y., & Yoo, J. H. (2015).
Connecting with the biggest loser: An extended model of parasocial interaction
and identification in health-related reality TV shows. Health Communication,
30(1), 1�7. https://doi.org/10.1080/10410236.2013.836733
Copyright holder: Arinka Retna Wirasti,
Ni Putu Pradipta Sari Puspita,
Willy Gunadi (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |