Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 3, Maret 2023

 

PENGARUH KOREAN BRAND AMBASSADOR CREDIBILITY TERHADAP IMPULSE BUYING PADA PRODUK E-COMMERCE DI INDONESIA

 

Arinka Retna Wirasti, Ni Putu Pradipta Sari Puspita, Willy Gunadi

Bina Nusantara University, Jakarta Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari Korean brand ambassador credibility terhadap impulse buying pada e-commerce di Indonesia. Sampel penelitian berjumlah 248 responden dengan kriteria yaitu berdomisili di Jabodetabek, pengguna platform e-commerce, dan melakukan minimal tiga kali pembelanjaan secara impulsif yang disebabkan oleh adanya brand ambassador. Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang disebar secara online, responden akan menjawab kuesioner dengan memilih jawaban menggunakan skala likert dari angka 1 sampai angka 5. Metode yang digunakan adalah PLS-SEM menggunakan SmartPLS 3.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa brand ambassador credibility memiliki pengaruh terhadap fear of missing out dan juga terhadap impulse buying. Fear of missing out memiliki pengaruh terhadap impulse buying. Sementara untuk scarcity memiliki efek moderasi terhadap hubungan brand ambassador credibility dengan fear of missing out, namun scarcity memiliki efek yang dapat memperlemah pengaruh brand ambassador credibility terhadap impulse buying

 

Kata kunci: Korean brand ambassador, brand ambassador, brand ambassador credibility, Fear of Missing Out (FOMO), scarcity, impulse buying.

 

Abstract

This study aims to determine the influence of Korean brand ambassador credibility on impulse buying in e-commerce in Indonesia. The research sample amounted to 248 respondents with criteria namely domiciled in Jabodetabek, e-commerce platform users, and made at least three impulsive purchases caused by brand ambassadors. Data collection using questionnaires distributed online, respondents will answer questionnaires by choosing answers using a Likert scale from number 1 to number 5. The method used is PLS-SEM using SmartPLS 3.0. The results showed that brand ambassador credibility has an influence on fear of missing out and also on impulse buying. Fear of missing out has an influence on impulse buying. While scarcity has a moderating effect on the relationship between brand ambassador credibility and fear of missing out, scarcity has an effect that can weaken the influence of brand ambassador credibility on impulse buying. 

 

Keywords: Korean brand ambassador, brand ambassador, brand ambassador credibility, Fear of Missing Out (FOMO), scarcity, impulse buying.

 

Pendahuluan

Pada era globalisasi saat ini, teknologi informasi melalui perjalanan serta perkembangan yang sangat pesat di beberapa tahun belakangan ini. Di Indonesia sendiri terdapat 204,7 juta pengguna internet pada Januari 2022 (datareportal.com, 2022). Pada tahun 2022 tercatat tingkat penetrasi internet di Indonesia mencapai 73,7% dari total populasi. Penggunaan internet yang masif ini digunakan kepada berbagai aspek kehidupan terutama dunia bisnis (Setiaji & Pramudho, 2022) yang didalamnya terdapat proses perdagangan elektronik atau e-commerce. Dalam perkembangan proses jual beli produk di e-commerce, berbagai strategi pemasaran dilakukan mulai dari strategi promosi hingga proses penjualan. Salah satu strategi promosi yang digunakan oleh e-commerce adalah dengan menggunakan jasa brand ambassador, sebagai simbol yang mewakili keinginan atau kebutuhan yang mudah diterima oleh konsumen (Lisnawati et al., 2020). Salah satu faktor yang menjadi penentu konsumen dalam proses pembelian dari suatu produk adalah dari brand ambassador (Soniya, 2018). Hal ini juga memicu perusahaan e-commerce mulai melirik strategi penggunaan brand ambassador, terutama dari kalangan selebriti Korea. Dalam beberapa tahun terakhir, kondisi yang dipengaruhi tren dari Korea Selatan telah menyebar ke penjuru dunia termasuk Indonesia. Berbagai produk yang terpengaruh dari budaya tersebut mulai tersebar luas ke tengah kehidupan masyarakat seperti drama, musik, makanan, kosmetik, dan pakaian (Siskawathi, 2021).

����������� Kondisi dengan masuknya budaya Korea Selatan ke Indonesia cenderung diterima publik sehingga dari hal tersebut menghasilkan suatu fenomena yang dikatakan sebagai �Korean Wave� atau Hallyu. Penentu utama dari penyebab besarnya animo masyarakat terhadap Korean Wave di Indonesia adalah evolusi teknologi informasi yang dinilai besar akibat adanya globalisasi (Sarajwati, 2020). Fenomena Hallyu yang terjadi Indonesia ini dapat dibuktikan dengan banyaknya produk Indonesia yang menggunakan selebriti Korea sebagai brand ambassador. Diantaranya ada BTS dan Blackpink untuk Tokopedia, Lee Min Ho untuk Lazada, Blackpink untuk Shopee, Park Seo Jun untuk Blibli, dan yang terbaru ada Song Joong Ki untuk Bukalapak. Berdasarkan data iprice.co.id (2018), pengunjung platform terbanyak masih diraih oleh Lazada, tetapi sejak Blackpink menjadi brand ambassador Shopee di akhir 2018, data pengunjung Shopee mulai bergerak melebihi pengunjung Lazada di kuartal awal 2019 (katadata.com, 2019). Tidak hanya Shopee yang memanfaatkan fenomena Hallyu, Tokopedia juga bekerjasama dengan selebriti Korea untuk dijadikan brand ambassador. Di akhir tahun 2019, Tokopedia mulai mengalami peningkatan jumlah kunjungan ke platform- nya. Dengan menghadirkan BTS sebagai K-pop yang dipilihnya untuk menjadi brand ambassador, Tokopedia berhasil dikunjungi hampir 100 juta kali selama 5 hari (katadata.com, 2021). Perkembangan e-commerce yang semakin ketat setiap harinya membuat para pelaku usaha memikirkan cara terbaik untuk dapat menarik minat masyarakat dan menjadikannya pelanggan di platform mereka.

����������������������� Fenomena Hallyu menimbulkan minat masyarakat untuk dapat segera memiliki serta akhirnya melakukan pembelian terhadap produk Korea Selatan. Menurut Wahyuni & Rachmawati (2018), bahwa strategi promosi penjualan yang dilakukan e-commerce sering menimbulkan pembeli menjadi impulsif. Konsumen memperhatikan tiap produk, kemudian tertarik untuk memperoleh produk. Selain dari aktivitas promosi merek yang dilakukan oleh brand ambassador, pelaku usaha juga perlu mempertimbangkan aspek kredibilitas dari selebriti Korea yang ditargetkan untuk menjadi brand ambassador. Kredibilitas selebriti Korea menjadi tolak ukur dari beberapa e-commerce di Indonesia untuk menggandeng selebriti Korea untuk menjadi brand ambassador. Terdapat tiga karakteristik brand ambassador yang dikemukakan oleh (Ohanian, 1990) yaitu kepercayaan (trustworthiness), keahlian (expertise) dan daya tarik (attractiveness). Kredibilitas selebriti Korea yang menjadi brand ambassador dimanfaatkan oleh Shopee dengan menggandeng Blackpink pada tahun 2018 dan juga Tokopedia dengan BTS pada tahun 2019 sampai 2021. Aktivitas promosi yang melibatkan partisipasi dari brand ambassador membuat para pelanggan yang merangkap sebagai penggemar dari selebriti Korea tersebut merasakan takut akan kehilangan (FOMO) dari suatu moment. Sifat dari para penggemar selebriti terutama idol Korea dikenal loyal dan ingin memiliki barang yang digunakan atau dikonsumsi idolanya (Siswandi & Djawoto, 2019), sehingga memperkuat antusiasme serta rasa ketakutan akan kehilangan momen (FOMO).

����������� Selain dari partisipasi brand ambassador, perusahaan juga perlu mempertimbangkan jenis promosi yang perlu dilakukan guna menstimulasi rasa ketakutan pelanggan hingga berujung ke pembelian impulsif. E-commerce Tokopedia melakukan beberapa strategi untuk menstimulasi pembelian impulsif untuk meningkatkan penjualan produk pada platform mereka. Tokopedia menggunakan interaksi antara brand ambassador mereka dengan para penggemarnya selama aktivitas promosi pada program WIB (Waktu Indonesia Belanja) berlangsung. Tokopedia juga memanfaatkan momentum yaitu berupa kegiatan promosi dengan melibatkan brand ambassador mereka yaitu BTS dengan menghadirkan kampanye Tokopedia x BTS pada tahun 2021 dengan menerbitkan photocard exclusive limited edition edisi spesial 12th anniversary yang disediakan terbatas hanya sejumlah 10.000 buah/hari untuk setiap member. Hal yang dilakukan oleh Tokopedia juga sepaham dengan penelitian yang dilakukan oleh (Hodkinson, 2019) dimana para pelaku bisnis menggunakan strategi untuk menstimulasi fenomena FOMO pada pelanggan. Strategi tersebut mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian konsumen dengan menciptakan persepsi bahwa produk terbatas dapat membuat konsumen mengalami ketakutan akan kehilangan suatu momen. Ketakutan akan kehilangan momen (FOMO) untuk mendapatkan photocard tersebut juga menstimulasi pembelian impulsif penggemar pada saat kampanye photocard tersebut berlangsung.

II.1 Brand ambassador credibility

Menurut (Nobbs et al., 2015) perusahaan memanfaatkan penjualannya dengan menggunakan brand ambassador yang dapat berkomunikasi dan terhubung dengan publik. Menurut Tripathi & Roy (2018), sejak brand ambassador dari budaya pop Korea Selatan dianggap menjadi tren di beberapa negara, brand ambassador dapat memperkuat efek permintaan pelanggan (Fitriahningsih, 2020) kemudian mendorong pelanggan untuk melakukan pembelian yang tidak direncanakan secara situasional (Amos et al., 2014). Hal ini dikarenakan selebriti yang dipilih sebagai brand ambassador memiliki kredibilitas daya tarik, keahlian, serta dipercaya oleh khalayak umum. (Halim & Kiatkawsin, 2021) juga mengemukakan bahwa brand ambassador yang menggunakan selebriti Korea memiliki pengaruh positif terhadap pembelian impulsif. Oleh karena itu, penelitian ini menguji hipotesis sebagai berikut:

H1: Brand ambassador credibility memiliki pengaruh positif terhadap impulse buying

 

II.2 Fear of missing out (FOMO)

Sikap impulse buying yang dilakukan oleh pelanggan kemungkinan besar merupakan kontribusi dari para penggemar selebriti Korea yang menjadi brand ambassador platform tersebut. Mereka memiliki pemikiran dimana mereka akan merasa ketakutan akan kehilangan suatu momen (FOMO) ketika orang lain memperoleh pengalaman yang menyenangkan namun mereka melewatkan hal tersebut atau tidak terlibat secara langsung (Alt, 2015). Seperti halnya terhadap promosi yang dilakukan oleh suatu platform yang melibatkan brand ambassador. Jika seorang idola selaku brand ambassador memasarkan produk tertentu pada suatu platform, para penggemarnya akan cenderung ikut mengkonsumsi produk yang dibintangi oleh selebriti favoritnya, karena adanya pengaruh bintang dan merasa produk tersebut dibutuhkan dan harus dimiliki (Siskhawati, 2021) dan hal tersebut menstimulasi para penggemarnya untuk tidak kehilangan momentum tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini menguji hipotesis sebagai berikut:

H2: Brand ambassador credibility memiliki pengaruh positif terhadap FOMO

 

II.3 Impulse buying

Pembelian impulsif telah didefinisikan sebagai pembelian spontan dan segera (San‐Martin & L�pez‐Catal�n, 2013) yang dilakukan tanpa niat untuk membeli kategori produk tertentu (Beatty & Ferrell, 1998). Ketika seorang pelanggan tiba-tiba memutuskan untuk membeli, hal itu dipengaruhi oleh emosi (Immanuel & Maharia, 2020). Pembelian impulsif telah dianggap sebagai fenomena yang meresap dan khas dalam gaya hidup dan telah menerima perhatian yang meningkat dari peneliti dan para akademisi (Youn & Faber, 2000). Perilaku impulse buying juga dipengaruhi oleh faktor seperti ketakutan akan kehilangan suatu moment (FOMO). Umumnya, ketakutan akan kehilangan momen (FOMO) digambarkan sebagai sebuah emosi (Zhang et al., 2020). Kondisi ini merupakan kecemasan konsumen tentang kehilangan kesempatan atau pengalaman yang dimiliki orang lain (Riordan et al., 2015). Suatu perusahaan berusaha untuk menstimulasi kecenderungan FOMO, sehingga akan berdampak kepada keputusan pembelian konsumen dengan menciptakan persepsi bahwa produk dan layanan tersebut terbatas dari segi pasokannya, dan akan membuat konsumen mengalami ketakutan akan kehilangan produk tersebut (Hodkinson, 2019). Dari pernyataan ini, hipotesa yang terbentuk pada penelitian ini adalah:

H3: Fear of missing out (FOMO) memiliki pengaruh positif terhadap impulse buying

 

II.4 Scarcity

Scarcity (Kelangkaan) merupakan suatu kondisi yang dapat dideskripsikan sebagai keterbatasan yang diketahui oleh konsumen pada ketersediaan sebuah produk (Lynn, 1989). Kelangkaan memiliki efek positif pada evaluasi dan sikap terhadap benda yang langka (Gupta & Gentry, 2019). Kelangkaan yang diciptakan oleh pelaku bisnis dapat memicu reaksi psikologis dan mendorong konsumen untuk segera membeli bahkan melakukan penimbunan untuk memenuhi keinginan mereka dalam memiliki produk yang langka (Gupta & Gentry, 2019). Dalam studi psikologis, kelangkaan mempengaruhi pembelian konsumen yang menyebabkan kepanikan dan membeli barang secara impulsif (Shah et al., 2015). Konsep kelangkaan ini juga dapat memainkan sisi psikologis dari penggemar selebriti Korea yang menjadi brand ambassador dari sebuah produk. Sifat dari para penggemar selebriti terutama idol Korea dikenal loyal dan ingin memiliki barang yang digunakan atau dikonsumsi idolanya (Siswandi & Djawoto, 2019), sehingga memperkuat antusiasme serta rasa ketakutan akan kehilangan momen (FOMO) dari penggemar begitu mereka mengetahui sifat scarcity promosi dan kolaborasi yang ditawarkan oleh idol Korea kesukaan mereka tersebut. Karena adanya sifat loyal dari penggemar brand ambassador tersebut, hal ini akan mengarahkan penggemar untuk dapat melakukan pembelian secara impulsif. Kelangkaan mendorong konsumen yang merangkap sebagai penggemar untuk dapat segera membuat pilihan antara membeli sekarang (impulsive) atau menghadapi kehilangan kesempatan membeli sebuah produk (Shi et al., 2020). Oleh karena itu, penelitian ini menguji hipotesis sebagai berikut:

H4: Scarcity memoderasi pengaruh brand ambassador credibility terhadap FOMO.

 

H5: Scarcity memoderasi pengaruh brand ambassador credibility terhadap impulse buying.

 

 

 

 

 

 

Gambar 1

Model Penelitian

 

https://lh4.googleusercontent.com/uVi1kqZDNwV0LGEbodRUju-8yCVuN6tHXqKR6H-lNdOYgcMBHhjLUaaS7niBvilvWUp74CijzeiEAiP0V59FnJE5mQqrHq1Xg-ugV7pjgF2XrfucCF3BSBCkaMCRMlEJvu3934vfC2ie6oOoauZMtIPQQARdYVlIEsOD3Dlqpr9hryK-fNHjVpJlnaVHQyeEaOTvYw

 

 

 

Metode Penelitian

Pada variabel brand ambassador credibility terdapat 14 pernyataan yang terdiri dari tiga dimensi (expertise, trustworthiness, attractiveness) yang berasal dari penelitian (Ohanian, 1990). Empat pernyataan untuk variabel fear of missing out (FOMO) yang diadaptasi dari penelitian (Przybylski et al., 2013) dan (Sianipar & Kaloeti, 2019). Scarcity memiliki empat pernyataan yang diadaptasi dari penelitian Wu et al (2012). Variabel terakhir adalah mengenai impulse buying yang terdiri dari lima pernyataan yang diadaptasi dari penelitian (Akram et al., 2018) dan (Crabbe, 2020) Jumlah pernyataan pada kuesioner penelitian ini adalah 27 pernyataan. Penelitian ini menggunakan skala likert 5 dengan rentang jawaban dari sangat tidak setuju sampai sangat setuju.�

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan penelitian asosiatif. Lokasi pada penelitian ini dilakukan di wilayah Jabodetabek. Jabodetabek dipilih sebagai lokasi penelitian karena Jabodetabek sebagai kota yang masyarakatnya paling banyak melakukan belanja online (sindonews.com, 2022). Hal ini disebabkan juga angka penetrasi internet di kota besar rata-rata sudah mencapai angka diatas 75% sehingga kegiatan berbelanja secara online dan cara mereka mendapatkan informasi menjadi lebih mudah (kominfo.go.id, 2020). Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi beberapa bagian guna mendapatkan responden sesuai dengan kriteria serta kebutuhan penelitian, sesuai dengan teknik pengambilan sampling yang digunakan yaitu non-probability sampling � purposive sampling.

Data penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan metode Partial Least Square (PLS) - Structural Equation Modeling (SEM). Alasan dalam penggunaan SEM-PLS pada penelitian ini adalah SEM-PLS menguji hubungan prediktif antar variabel dengan melihat apakah terdapat pengaruh pada hubungan antara variabel yang digunakan. PLS � SEM juga dapat ditujukan untuk studi dengan pengembangan model (Hair et al., 2011).

 

Hasil dan Pembahasan

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa responden berasal dari beberapa pilihan e-commerce serta brand ambassador, mayoritas responden memilih BTS sebagai brand ambassador yang membuat mereka tertarik berbelanja di Tokopedia yaitu sebanyak 35%. Pada penelitian ini didominasi oleh Wanita yaitu sebanyak 63% dengan usia paling banyak 17-25 tahun sebesar 57%, sebanyak 64% memiliki pendidikan terakhir yaitu D4/S1. Mayoritas responden memiliki pendapatan sebesar 5-10 juta (57%), telah menggunakan e-commerce lebih dari 3 tahun (66%) dan telah menggunakan e-commerce lebih dari 3 kali dalam 1 bulan (59%).

Tabel 1

Profil Responden

 

Karakteristik

Item

Jumlah

Persentase

Siapakah Korean Brand ambassador yang membuat anda tertarik untuk berbelanja di e-commerce

BTS (Tokopedia)

79

32%

Blackpink (Tokopedia)

59

24%

Hyunbin (Lazada)

26

10%

NCT 127 (Blibli)

10

4%

Song Joong Ki (Bukalapak)

20

8%

Blackpink (Shopee)

52

21%

Lainnya

2

1%

Jenis Kelamin

Pria

92

37%

Wanita

156

63%

Usia

< 17 Tahun

6

2%

17 - 25 Tahun

141

57%

26 - 45 Tahun

98

40%

> 45 Tahun

3

1%

Pendidikan Terakhir

SMP

4

2%

SMA/SMK

83

33%

D3/D4/S1

159

64%

S2

2

1%

Pekerjaan

Pelajar/Mahasiswa

57

23%

Pegawai Negeri Sipil

12

5%

Pegawai Swasta

125

51%

Wiraswasta

36

15%

Lainnya

18

7%

Pendapatan per bulan

< 5 juta

64

26%

5 - 10 juta

141

57%

> 10 juta

43

17%

Berapa lama menggunakan e-commerce?

1 - 3 tahun

84

34%

> 3 tahun

164

66%

Seberapa sering menggunakan e-commerce dalam sebulan terakhir?

1 kali

2

1%

2 - 3 kali

99

40%

> 3 kali

147

59%

 

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada data penelitian dari seluruh responden. Batasan nilai pemuatan faktor menjadi mampu memenuhi kriteria uji validitas di atas 0,7 (Hair et al., 2011). Sedangkan batas untuk AVE di atas 0,5 dan batas untuk nilai reliabilitas komposit adalah 0,7. Hasil dari uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 2.

 

Tabel 2

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Variabel

Dimensi

Item

Factor loading

AVE

Composite Reliability

Cronbach�s Alpha

Brand ambassador credibility

Expertise

EXP1

0,736

0,684

0,915

0,884

EXP2

0,776

EXP3

0,754

EXP4

0,734

EXP5

0,814

Trustworthiness

TR1

0,844

0,723

0,929

0,904

TR2

0,850

TR3

0,841

TR4

0,877

TR5

0,839

Attractiveness

AT1

0,874

0,774

0,932

0,902

AT2

0,901

AT3

0,892

AT4

0,851

Fear of Missing Out

-

FM1

0,841

0,709

0,907

0,862

FM2

0,881

FM3

0,789

FM4

0,854

Scarcity

-

SC1

0,814

0,664

0,888

0,831

SC2

0,836

SC3

0,844

SC4

0,764

Impulse buying

-

IB1

0,830

0,692

0,918

0,889

IB2

0,838

IB3

0,828

IB4

0,817

IB5

0,846

 

Berdasarkan tabel hasil uji validitas dan reliabilitas nilai dari factor loading untuk item kuesioner tersebut sudah lebih besar dari 0,7 sehingga butir kuesioner sudah lolos uji validitas. Untuk pengukuran AVE, semua variabel lebih besar dari 0,5. hasil uji pada composite validity untuk masing-masing variabel lebih besar dari 0,7. Hal ini menunjukan bahwa semua variabel telah memenuhi batas uji reliabilitas.

 

Tabel 3

Hasil Uji Validitas Diskriminan

 

Attractive

 

Expertise

 

Trustworthiness

 

FOMO

Impulse buying

Scarcity

Attractive 

0,880

 

 

 

 

 

Expertise

0,706

0,827

 

 

 

 

Trustworthiness

0,753

0,823

0,850

 

 

 

FOMO

0,521

0,553

0,609

0,842

 

 

Impulse buying

0,661

0,649

0,734

0,734

0,832

 

Scarcity

0,616

0,603

0,606

0,537

0,679

0,815

 

Penilaian juga dilakukan pada validitas diskriminan, dimana nilai AVE untuk setiap konstruk harus lebih besar daripada korelasi antara konstruk dan lainnya konstruksi. Dilihat pada Tabel 3 diskriminan validitas terlihat bahwa korelasi nilai untuk setiap variabelnya sendiri sudah lebih besar dari korelasi variabel antar konstruk yang lain, jadi semua variabel dapat dinilai valid.

 

Hasil Uji Hipotesis

 

Tabel 4

Hasil Uji Hipotesis

Hipotesis

Path

Path Coefficient

T-Statistic

P-Values

Kesimpulan

H1

BA → IB

0,225

2,913

0,004

Diterima

H2

BA → FM

0,513

5,852

0,000

Diterima

H3

FM → IB

0,466

5,312

0,000

Diterima

H4

BA*SC →FM

0,119

2,348

0,019

Diterima

H5

BA*SC → IB

-0,106

3,295

0,001

Diterima

 

Gambar 2

Hasil Uji Hipotesis

Pada Tabel 4 menunjukan hasil hipotesis dari penelitian. Penelitian ini menentukan hipotesisnya diterima atau signifikan dari nilai t-statistic > 1,96 dan p-value < 0,05. Dari Tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa dari 5 hipotesis dalam penelitian ini semua hipotesisnya dapat diterima. Hal ini secara garis besar menggambarkan bahwa penggunaan brand ambassador credibility yang berasal dari selebriti Korea berpengaruh terhadap perilaku impulse buying.

Dapat disimpulkan bahwa model hipotesis dapat digunakan sebagai model baru untuk ����� menentukan faktor yang dapat mempengaruhi impulse buying dalam penggunaan brand ambassador credibility, terutama brand ambassador yang berasal dari selebriti Korea. Penelitian ini membuktikan bahwa brand ambassador credibility dan fear of missing out (FOMO) yang dirasakan penggemar sekaligus pelanggan dapat berpengaruh secara positif terhadap perilaku impulse buying di suatu e-commerce. Kondisi parasosial konsumen dalam melakukan interaksi dengan brand ambassador membuat konsumen mulai merasakan meningkatnya keyakinan dan ikatan mereka dengan produk atau merek yang didukung oleh brand ambassador (Tian & Yoo, 2015). Hal ini akan membuat mereka lebih mungkin mengalami emosi yang kuat dalam menanggapi kategori produk tersebut dan tergugah untuk melakukan pembelian sesegera mungkin (Cha et al., 2001) & (Borkowski & Meese, 2020). Fear of missing out (FOMO) dicirikan oleh adanya keinginan yang besar untuk tetap terus terhubung dengan apa yang melibatkan orang lain (Pryzyblski et al., 2013). fenomena fear of missing out (FOMO) yang dialami oleh konsumen juga dapat mempengaruhi kondisi secara positif terhadap perilaku pembelian konsumen yang dilakukan tanpa pemikiran matang sebelumnya (Celik et al., 2019).

Pada penelitian ini juga membuktikan bahwa adanya brand ambassador yang memiliki kredibilitas dan berasal dari selebriti Korea juga berpengaruh secara positif terhadap fenomena fear of missing out (FOMO) yang dirasakan oleh penggemar. Pelanggan akan cenderung mengalami FOMO akibat dari pemasaran digital seperti penggunaan komunikator yaitu endorser atau brand ambassador yang menjabarkan pengalaman menarik serta dinilai andal dan berpengalaman (Hayran & Anik, 2021) & (Beatty & Ferrell, 1998) menyatakan bahwa partisipasi selebriti yang menarik dapat memberikan dampak positif pada kesan baik orang terhadap barang yang dipromosikan sehingga akan meningkatkan penilaian interaksi dari konsumen, hal ini karena asosiasi yang bersinergi antara merek dan streamer yang menarik (Xu et al., 2020), dan hubungan tersebut mengantarkan pelanggan untuk tidak melewatkan momentum tersebut. Mereka telah mengembangkan reputasi mereka sebagai sumber yang kredibel yang akan menarik pengikut dan penggemar (Xu et al., 2020).

Sedangkan untuk variabel scarcity yang menjadi variabel moderasi, terdapat dua hasil berbeda pada efek moderasi yang dihasilkan oleh scarcity. Scarcity memiliki efek moderasi yang memperkuat pengaruh variabel brand ambassador credibility terhadap fear of missing out (FOMO). Pemasaran yang menggunakan strategi kelangkaan membuat konsumen merasa bahwa produk tersebut langka, unik, dan berharga bagi pengguna (Ward & Broniarczyk, 2016). Dengan adanya penampilan dari Korean brand ambassador yang dinilai sangat menarik dalam melakukan aktivitas promosi dari sebuah produk, adanya tambahan berita mengenai kelangkaan dapat menstimulasi perasaan pelanggan untuk tidak melewatkan momentum tersebut (Siswandi & Djawoto, 2019). Untuk hipotesis selanjutnya, scarcity memiliki efek moderasi yang memperlemah pengaruh variabel brand ambassador credibility terhadap impulse buying. Melihat kondisi langka dari suatu produk yang dipasarkan oleh selebriti, banyak konsumen atau penggemar yang waspada lebih menyukai pilihan kelangkaan produk yang �lebih aman� yang mereka anggap lebih unggul dan mampu menawarkan manfaat serta menghindari resiko-resiko negatif lainnya (Ku et al., 2012). Konsumen memiliki pandangan bahwa scarcity meningkatkan potensi produk untuk peningkatan harga karena mereka telah mendengar tentang produk langka yang harganya meningkat, dan akibatnya mengembangkan teori ekonomi bahwa produk yang langka pasti akan memiliki harga yang tinggi di pasaran (Lynn, 1992).

�������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������� �����������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa brand ambassador credibility memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap perilaku impulse buying dan fear of missing out (FOMO). Sifat loyal yang dimiliki para penggemar selebriti Korea akan membuat mereka takut akan kehilangan momen tersebut, dan akan terus mengikuti trend yang sehingga membuat mereka ingin memiliki setiap produk yang dipasarkan oleh idola favorit mereka (Siswandi, 2020). Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa fear of missing out (FOMO) memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap impulse buying. Semakin pelanggan merasakan takut akan kehilangan sebuah momen yang dirasa sedang trend, maka dapat mempengaruhi pelanggan dalam melakukan pembelian secara spontan. Scarcity pada penelitian ini berperan sebagai variabel moderasi pada proses pengujiannya. Scarcity terbukti memiliki efek moderasi yang dapat memperkuat pengaruh brand ambassador credibility terhadap fear of missing out (FOMO), namun scarcity juga memiliki efek moderasi yang dapat memperlemah pengaruh brand ambassador credibility terhadap impulse buying. Daya tarik dari momen promosi yang bersifat langka tersebut terkadang dijadikan alasan para penggemar untuk dapat memenuhi kebutuhan dalam perbandingan sosial antar kelompok (Jang et al., 2015).� Namun, dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa promosi kelangkaan tidak selalu membuat pelanggan atau penggemar menjadi impulsif dalam melakukan pembelian terhadap suatu produk. Dari segi finansial, apabila konsumen secara sadar mengetahui apa yang menjadi kebutuhannya saat itu dan tidak selalu mengikuti trend yang ada seperti partisipasi brand ambassador, maka perilaku pembelian secara impulsif tidak akan terjadi meskipun barang yang ditawarkan merupakan barang yang langka (Ozen & Engizek, 2014).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Akram, U., Hui, P., Khan, M. K., Yan, C., & Akram, Z. (2018). Factors affecting online impulse buying: evidence from Chinese social commerce environment. Sustainability, 10(2), 352. https://doi.org/10.3390/su10020352

 

Alt, D. (2015). College students� academic motivation, media engagement and fear of missing out. Computers in Human Behavior, 49, 111�119. https://doi.org/10.1016/j.chb.2015.02.057

 

Amos, C., Holmes, G. R., & Keneson, W. C. (2014). A meta-analysis of consumer impulse buying. Journal of Retailing and Consumer Services, 21(2), 86�97. https://doi.org/10.1016/j.jretconser.2013.11.004

 

Beatty, S. E., & Ferrell, M. E. (1998). Impulse buying: Modeling its precursors. Journal of Retailing, 74(2), 169�191. https://doi.org/10.1016/S0022-4359(99)80092-X

 

Borkowski, N., & Meese, K. A. (2020). Organizational behavior in health care. Jones & Bartlett Learning.

 

Cha, J.-M., Rhee, E.-Y., & Kim, M.-Y. (2001). Planned and unplanned apparel purchase typology and related variables. 한국의류학회 학술발표논문집, 272.

 

Crabbe, M. (2020). Research your way out of a crisis: COVID-19�s effect on consumer behavior. Marketing Research]. Mintel. Https://Www. Mintel. Com/Blog/Consumer-Marketnews/Research-Your-Way-out-of-a-Crisis-Covid-19 s-Effect-on-Consumer-Behaviour.

 

Fitriahningsih, A. S. C. (2020). Pengaruh Brand Ambassador Terhadap Minat Beli Dengan Citra Merek Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus Pada Pengguna Aplikasi Shopee Di Kota Makassar). Universitas Hasanuddin.

 

Gupta, S., & Gentry, J. W. (2019). �Should I Buy, Hoard, or Hide?�-Consumers� responses to perceived scarcity. The International Review of Retail, Distribution and Consumer Research, 29(2), 178�197. https://doi.org/10.1080/09593969.2018.1562955

 

Hair, J. F., Ringle, C. M., & Sarstedt, M. (2011). PLS-SEM: Indeed a silver bullet. Journal of Marketing Theory and Practice, 19(2), 139�152. https://doi.org/10.2753/MTP1069-6679190202

 

Halim, T. M., & Kiatkawsin, K. (2021). Beauty and celebrity: Korean entertainment and its impacts on female indonesian viewers� consumption intentions. Sustainability, 13(3), 1405.

 

Hayran, C., & Anik, L. (2021). Well-being and fear of missing out (FOMO) on digital content in the time of COVID-19: A correlational analysis among university students. International Journal of Environmental Research and Public Health, 18(4), 1974. https://doi.org/10.3390/ijerph18041974

 

Hodkinson, C. (2019). �Fear of Missing Out�(FOMO) marketing appeals: A conceptual model. Journal of Marketing Communications, 25(1), 65�88. https://doi.org/10.1080/13527266.2016.1234504

 

Immanuel, D. M., & Maharia, M. A. (2020). Engaging Purchase Decision of Customers in Marketplace Channel: A Study of Fashion Online Retail.

 

Jang, W. E., Ko, Y. J., Morris, J. D., & Chang, Y. (2015). Scarcity message effects on consumption behavior: Limited edition product considerations. Psychology & Marketing, 32(10), 989�1001. https://doi.org/10.1002/mar.20836

 

Lynn, M. (1989). Scarcity effects on desirability: Mediated by assumed expensiveness? Journal of Economic Psychology, 10(2), 257�274. https://doi.org//10.1016/0167-4870(89)90023-8

 

Lynn, M. (1992). Scarcity�s enhancement of desirability: The role of naive economic theories. Basic and Applied Social Psychology, 13(1), 67�78. https://doi.org//10.1016/0167-4870(89)90023-8

 

Nobbs, K., Foong, K. M., & Baker, J. (2015). An exploration of fashion visual merchandising and its role as a brand positioning device. Journal of Global Fashion Marketing, 6(1), 4�19.

 

Ohanian, R. (1990). Communication and validation of a scale to measure celebrity endorser�s perceived attractiveness and design to influence. J Advert, 19, 39�52.

 

Ozen, H., & Engizek, N. (2014). Shopping online without thinking: being emotional or rational? Asia Pacific Journal of Marketing and Logistics, 26(1), 78�93. https://doi.org/10.1108/APJML-06-2013-0066

 

Przybylski, A. K., Murayama, K., DeHaan, C. R., & Gladwell, V. (2013). Motivational, emotional, and behavioral correlates of fear of missing out. Computers in Human Behavior, 29(4), 1841�1848. https://doi.org/10.1016/j.chb.2013.02.014

 

Riordan, B. C., Flett, J. A. M., Hunter, J. A., Scarf, D., & Conner, T. S. (2015). Fear of missing out (FoMO): The relationship between FoMO, alcohol use, and alcohol-related consequences in college students. Annals of Neuroscience and Psychology, 2(7), 1�7.

 

San‐Martin, S., & L�pez‐Catal�n, B. (2013). How can a mobile vendor get satisfied customers? Industrial Management & Data Systems. https://doi.org/10.1108/02635571311303514

 

Sarajwati, M. K. (2020). Fenomena korean wave di Indonesia. Retrieved from EGSA UGM: Https://Egsa. Geo. Ugm. Ac. Id/2020/09/30/Fenomena-Korean-Wave-Di-Indonesia.

 

Setiaji, B., & Pramudho, P. A. K. (2022). Pemanfaatan Teknologi Informasi Berbasis Data Dan Jurnal Untuk Rekomendasi Kebijakan Bidang Kesehatan. HEALTHY: Jurnal Inovasi Riset Ilmu Kesehatan, 1(3), 166�175. https://doi.org/10.51878/healthy.v1i3.1649

 

Shah, A. K., Shafir, E., & Mullainathan, S. (2015). Scarcity frames value. Psychological Science, 26(4), 402�412. https://doi.org/10.1177/0956797614563958

 

Sianipar, N. A., & Kaloeti, D. V. S. (2019). Hubungan antara regulasi diri dengan fear of missing out (Fomo) pada mahasiswa tahun pertama Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. Jurnal Empati, 8(1), 136�143.

 

Tian, Y., & Yoo, J. H. (2015). Connecting with the biggest loser: An extended model of parasocial interaction and identification in health-related reality TV shows. Health Communication, 30(1), 1�7. https://doi.org/10.1080/10410236.2013.836733

 

Copyright holder:

Arinka Retna Wirasti, Ni Putu Pradipta Sari Puspita, Willy Gunadi (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: