Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 3, Maret 2023
Indikasi Pelanggaran Proyek Pembangunan Jalan Tol Cisumdawu
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Yang Menyebabkan Masyarakat Menderita Kerugian
Septy Alvianisa, Demson
Tiopan
Fakultas Hukum, Universitas Kristen Maranatha, Bandung, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected]
Abstrak
Jalan Tol termasuk salah satu infrastruktur beserta dengan fasilitas yang memerlukan manajemen sebagai salah satu aset negara yang dikelola oleh
Operator jalan tol. Yang menjadi salah satu kewajiban manajemen dalam mengelolanya yaitu salah satunya menyusun dokumen amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup
Dan Kehutanan Nomor 5 Tahun 2012 untuk memperoleh izin lingkungan. Tujuan pembangunan jalan Tol Cisumdawu ini dapat
mengurangi tingkat kemacetan jalur Sumedang-Bandung dan sebalingknya,
disamping itu juga dapat mengurangi beban jalan Cadas
Pangeran yang rawan bencana longsor. Pembangunan ini bisa berakibat
pada perubahan kondisi geografis. Hingga akhir ini dampak
dari pembangunan jalan tol Cisumdawu
dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai permasalahan. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah
metode kualitatif dengan data sekunder. Kualitatif dengan data sekunder merupakan penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman
video dan lain sebagainya. Keberadaan
jalan tol memang sangat dibutuhkan namun ada salah satu dampak bagi
masyarakat yang sudah menjadi resiko dan semestinya diberikan ganti kerugian atas dampak yang dialaminya. Masyarakat menuntut perlindungan kepada pemerintah dan instansi supaya lingkungan sekitar, tanah dan bangunannya kembali seperti semula. Diberikannya perlindungan oleh pemerintah tidak terlepas dari aturan
dan hukum yang berlaku. Sebagaimana sebelumnya pemerintah daerah Sumedang menjanjikan bahwa akan bertanggung
jawab atas segala dampak yang masyarakat alami akibat dari pembangunan
jalan tol Cisumdawu yang di bangun di daerah Sumedang.
Kata kunci: Jalan Tol, Lingkungan, Masyarakat, Pembangunan
Abstract
Toll roads are one of the infrastructures along with facilities that
require management as one of the state assets managed by toll road operators.
One of management's obligations in managing it is to prepare an Amdal (Environmental Impact Analysis) document as
stipulated in the Regulation of the Minister of Environment and Forestry Number
5 of 2012 to obtain an environmental permit. The construction of the Cisumdawu toll road infrastructure is part of the Trans
Java toll road mega project program which aims to speed up transportation
facilities, reduce congestion caused by the market to things that hamper
economic processes as a whole fast. This development can result in changes in
geographical conditions. Until the end, the impact of the construction of the Cisumdawu toll road in its implementation still has various
problems. The method used in writing this article is a qualitative method with
secondary data. Qualitative with secondary data is research that produces and
processes descriptive data, such as interview transcriptions, field notes,
pictures, photographs, video recordings and so on. The existence of toll roads
is really needed, but there is one impact on the community that has become a
risk and should be compensated for the impact it has experienced. The community
demands protection from the government and agencies so that the surrounding
environment, land and buildings return to their original state. The provision
of protection by the government is inseparable from the rules and laws that
apply. As before, the Sumedang regional government
promised that it would be responsible for all the impacts that the community
experienced as a result of the construction of the Cisumdawu
toll road which was built in the Sumedang area.
Keywords: Toll Road, Environment, Community, Development
Pendahuluan
Dalam mengatur penyelenggaraan jalan tol untuk menjadikan lebih professional pemerintah telah mengeluarkan suatu kebijakan mengenai penyelenggaraan jalan tol. Di Indonesia ketentuan mengenai jalan tol diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol (Ghaisani & Suradi, 2016). Menurut ketentuan umum Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol yang dimaksud jalan tol yaitu, jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol. Penyelenggaraan jalan tol memiliki tujuan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan jasa distribusi guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah yang sudah tinggi tingkat perkembangannya (Ningrum, 2014).
Di Indonesia jalan tol sangat berpengaruh pada dampak lingkungan seperti pada tanah dan bangunan, sebagian besar tanah-tanah dan bangunan yang terkena objek pengadaan tanah tersebut yaitu tanah masyarakat yang telah diberikan alas hak yang sebagian besar merupakan hak milik yang sudah bersertifikat maupun yang masih berupa girik. Dampak lingkungan selalu menjadi kendala yang serius dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia, sehingga masyarakat korban dampak lingkungan akibat pembangunan jalan tol harus dilindungi hak- haknya. Tentu saja berbagai permasalahan tentang dampak lingkungan dari pembangunan jalan tol ini dapat menghambat perkembangan ekonomi di Indonesia. Hal ini yang untuk menjadi fokus dari Pemerintahan Jokowi yang terus mengefisienkan peningkatan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Perusakan lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan atau �hayati lingkungan, yang mengakibatkan lingkungan itu kurang atau tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang berkesinambungan. Perusakan lingkungan dapat menyebabkan timbulnya gangguan kesehatan atau kurang nyamannya kehidupan dan bahkan bisa mengancam kehidupan manusia (Rachenjantono, 2008).
Pada kenyataannya bahwa dampak adanya proyek pembangunan jalan tol Cisumdawu kepada masyarakat antara lain terkait dengan infrastruktur pembuangan air atau drainase yang berakibat banjir dan beberapa saluran airnya terputus sehingga puluhan hektar sawah tidak lagi menghasilkan padi, dari saluran air terputus oleh badan jalan tol yang posisinya dibawah area pesawahan, sehingga pesawahan yang berada di atas jalan tol mengalami kekeringan tidak ada lagi sumber air,� hal itu berasal dari kawasan pembangunan jalan tol. Oleh karena itu, banyak masyarakat yang menuntut ganti kerugian kepada pemerintah atau perusahaan. Seharusnya pada saat pembuatan jalan tol ini harus dikaji dalam dokumen Amdal yang baik, akan tergambar sejumlah dampak positif maupun negatif yang ditimbulkan dari proyek pembangunan. Bahwa dokumen amdal sangat penting bagi kajian terhadap dampak-dampak pembangunan. Dokumen ini harus diimplementasikan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan dampak negatif yang ditimbulkan. Kecil kemungkinan jika amdalnya sudah ada tetapi misalnya dampak-dampak lingkungan yang timbul masih saja dibiarkan.
Jalan tol diproyeksikan untuk dapat memfasilitasi sekaligus mempercepat arus peredaran barang dan jasa antar daerah yang telah terbukti dapat mempercepat proses transportasi �tersebut jika dibandingkan dengan yang telah di lalui kendaraan melalui jalur-jalur umum yang banyak selalu terkendala kemacetan, maka dalam hal ini bentuk mengakselerasi yaitu, sebagai salah satu tumpuan perekonomian bangsa (Surono et al., 2017). Proyek tol Cisumdawu Cileunyi Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) adalah salah satu bagian dari program mega proyek tol Trans Jawa yang memiliki tujuan untuk mempercepat serta mengefisiensikan sarana transportasi, perkembangan industri pariwisata, serta menunjang pertumbuhan suatu ekonomi yang terhambat karena kendala transportasi dan mengurangi kemacetan.
Menurut Direktorat Jenderal
(Ditjen) Binamarga
Kementerian Pekerjaan Umum
2012, bahwa pembuatan jalan tol Cisumdawu yaitu sepanjang 60,1 kilometer dan itu terbagi dalam beberapa tahap. Yang pertama, seksi I yaitu Cileunyi-Rancakalong sepanjang (9,80 kilometer); seksi
II Rancakalong-Sumedang Kota sepanjang (17,51 kilometer); seksi
III Sumedang-Cimalaka
sepanjang (3,73 kilometer); seksi
IV Cimalaka-Legok sepanjang
(6,96 kilometer); seksi
V Legok-Ujungjaya sepanjang
(16,35 kilometer) dan seksi VI Ujungjaya- Dawuan (4,00
kilometer). Lahan yang terlewati
tol Cisumdawu merupakan sebagian besar dari lahan tegalan/kebun/sawah dan sebagian kecil dari perkampungan.
Beberapa tahun terakhir ini persoalan yang paling mengemuka dalam penggunaan lahan dan bangunan milik masyarakat yang terkena pembangunan jalan tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan
sudah terasa dampaknya bagi masyarakat itu sendiri, selain
kehilangan tempat tinggalnya, masyarakat kehilangan akan lahan kosong yang digunakan oleh masyarakat untuk mencari nafkah, seperti lahan pertanian dan lahan perkebunan. Dalam hal ini
tidak jauh dari dampak yang menyebabkan rusaknya lingkungan sekitar masyarakat (Kusuma, 2016).
Masyarakat Kabupaten Sumedang saat ini sangat membutuhkan suatu perlindungan hukum terutama bagi masyarakat yang lahan dan bangunannya merasa dirugikan atas pembangunan jalan tol karena belum adanya kesesuaian nilai ganti rugi dan belum adanya upaya perlindungan hukum dari pemerintah. Menurut Satjipto Rahardjo konsep dari perlindungan hukum sendiri yaitu, �perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak �asasi manusia yang dirugikan oleh orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan hukum�. Peraturan mengenai perlindungan hukum bagi pihak yang berhak dalam masalah yang tidak tercapai kesepakatan ganti rugi atas dampak pembangunan untuk kepentingan umum. Maka dari itu, bagaimana dampak lingkungan yang diterima oleh masyarakat akibat adanya proyek pembangunan jalan tol Cisumdawu dan bagaimana perlindungan hukum bagi masyarakat yang terkena dampak lingkungan dari adanya pembangunan jalan tol Cisumdawu berdasarkan aturan hukum yang berlaku?
Dalam mengatur penyelenggaraan
jalan tol untuk menjadikan lebih professional pemerintah telah mengeluarkan suatu kebijakan mengenai penyelenggaraan jalan tol. Di Indonesia ketentuan mengenai jalan tol diatur secara
khusus dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol
(Ghaisani & Suradi, 2016). Menurut
ketentuan umum Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol
yang dimaksud jalan tol yaitu, jalan
umum yang merupakan bagian sistem jaringan
jalan dan sebagai jalan nasional
yang penggunanya diwajibkan
membayar tol. Penyelenggaraan jalan tol memiliki tujuan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan jasa distribusi guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah yang sudah tinggi tingkat perkembangannya (Ningrum, 2014).
Di Indonesia jalan tol sangat berpengaruh pada dampak lingkungan seperti pada tanah dan bangunan, sebagian besar tanah-tanah dan bangunan yang terkena objek pengadaan tanah tersebut yaitu tanah masyarakat yang telah diberikan alas hak yang sebagian besar merupakan hak milik yang sudah bersertifikat maupun yang masih berupa girik. Dampak lingkungan selalu menjadi kendala yang serius dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia, sehingga masyarakat korban dampak lingkungan akibat pembangunan jalan tol harus dilindungi hak- haknya. Tentu saja berbagai permasalahan tentang dampak lingkungan dari pembangunan jalan tol ini dapat menghambat perkembangan ekonomi di Indonesia. Hal ini yang untuk menjadi fokus dari Pemerintahan Jokowi yang terus mengefisienkan peningkatan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Perusakan lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan atau �hayati lingkungan, yang mengakibatkan lingkungan itu kurang atau tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang berkesinambungan. Perusakan lingkungan dapat menyebabkan timbulnya gangguan kesehatan atau kurang nyamannya kehidupan dan bahkan bisa mengancam kehidupan manusia (Rachenjantono, 2008).
Pada kenyataannya bahwa dampak adanya
proyek pembangunan jalan tol Cisumdawu
kepada masyarakat antara lain terkait dengan infrastruktur pembuangan air atau drainase yang berakibat banjir dan beberapa saluran airnya terputus sehingga puluhan hektar sawah tidak lagi menghasilkan
padi, dari saluran air terputus oleh badan jalan tol yang posisinya dibawah area pesawahan, sehingga pesawahan yang berada di atas jalan tol
mengalami kekeringan tidak ada lagi
sumber air,� hal itu berasal
dari kawasan pembangunan jalan tol. Oleh karena itu, banyak masyarakat
yang menuntut ganti kerugian kepada pemerintah atau perusahaan. Seharusnya pada saat pembuatan jalan tol ini
harus dikaji dalam dokumen Amdal
yang baik, akan tergambar sejumlah dampak positif maupun negatif yang ditimbulkan dari proyek pembangunan. Bahwa dokumen amdal
sangat penting bagi kajian terhadap dampak-dampak pembangunan. Dokumen ini harus
diimplementasikan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan dampak negatif yang ditimbulkan. Kecil kemungkinan jika amdalnya sudah
ada tetapi misalnya dampak-dampak lingkungan yang timbul masih saja dibiarkan.
Jalan tol diproyeksikan untuk dapat memfasilitasi sekaligus mempercepat arus peredaran barang dan jasa antar daerah yang telah terbukti dapat mempercepat proses transportasi �tersebut jika dibandingkan
dengan yang telah di lalui kendaraan melalui jalur-jalur umum yang banyak selalu terkendala kemacetan, maka dalam hal ini bentuk mengakselerasi yaitu, sebagai salah satu tumpuan perekonomian bangsa (Surono et al., 2017). Proyek
tol Cisumdawu Cileunyi Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) adalah salah satu bagian dari
program mega proyek tol Trans Jawa yang
memiliki tujuan untuk mempercepat serta mengefisiensikan sarana transportasi, perkembangan industri pariwisata, serta menunjang pertumbuhan suatu ekonomi yang terhambat karena kendala transportasi dan mengurangi kemacetan.
����������� Menurut Direktorat Jenderal (Ditjen) Binamarga Kementerian Pekerjaan Umum 2012, bahwa pembuatan jalan tol Cisumdawu yaitu sepanjang 60,1 kilometer dan itu terbagi dalam beberapa tahap. Yang pertama, seksi I yaitu Cileunyi-Rancakalong sepanjang (9,80 kilometer); seksi
II Rancakalong-Sumedang Kota sepanjang (17,51 kilometer); seksi
III Sumedang-Cimalaka
sepanjang (3,73 kilometer); seksi
IV Cimalaka-Legok sepanjang
(6,96 kilometer); seksi
V Legok-Ujungjaya sepanjang
(16,35 kilometer) dan seksi VI Ujungjaya- Dawuan (4,00
kilometer). Lahan yang terlewati
tol Cisumdawu merupakan sebagian besar dari lahan tegalan/kebun/sawah dan sebagian kecil dari perkampungan.
Beberapa tahun terakhir ini persoalan yang paling mengemuka dalam penggunaan lahan dan bangunan milik masyarakat yang terkena pembangunan jalan tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan
sudah terasa dampaknya bagi masyarakat itu sendiri, selain
kehilangan tempat tinggalnya, masyarakat kehilangan akan lahan kosong yang digunakan oleh masyarakat untuk mencari nafkah, seperti lahan pertanian dan lahan perkebunan. Dalam hal ini
tidak jauh dari dampak yang menyebabkan rusaknya lingkungan sekitar masyarakat (Kusuma, 2016).
Masyarakat Kabupaten
Sumedang saat ini sangat membutuhkan suatu perlindungan hukum terutama bagi masyarakat
yang lahan dan bangunannya merasa dirugikan atas pembangunan jalan tol karena belum adanya kesesuaian nilai ganti rugi dan belum adanya upaya perlindungan hukum dari pemerintah. Menurut Satjipto Rahardjo konsep dari perlindungan hukum sendiri yaitu, �perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak �asasi manusia yang dirugikan oleh orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan hukum�. Peraturan mengenai perlindungan hukum bagi pihak yang berhak dalam masalah
yang tidak tercapai kesepakatan ganti rugi atas
dampak pembangunan untuk kepentingan umum. Maka dari
itu, bagaimana dampak lingkungan yang diterima oleh masyarakat akibat adanya proyek pembangunan
jalan tol Cisumdawu dan bagaimana perlindungan hukum bagi masyarakat yang terkena dampak lingkungan dari adanya pembangunan jalan tol Cisumdawu berdasarkan aturan hukum yang berlaku?
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah metode kualitatif dengan data sekunder. Kualitatif dengan data sekunder merupakan penelitian yang menghasilkan dan mengolah data
yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain sebagainya.
Hasil dan Pembahasan
Dampak Lingkungan Yang Diterima Oleh Masyarakat Akibat Adanya Proyek Pembangunan Jalan
Tol Cisumdawu
Dalam tiap tahapan
proses pembangunan pasti akan menimbulkan dampak tersendiri baik dampak positif
maupun dampak negatif. Begitu pula yang terjadi pada pembangunan jalan tol Cisumdawu
salah satunya dampak lingkungan pada tahap pengadaan tanahnya. Maka dari itu
dampak-dampak yang terjadi harus di identifikasi terlebih dahulu agar kedepannya dampak-dampak tersebut dapat diminimalisir dan tidak akan mengganggu lingkungan yang ada dan sampai merugikan masyarakat setempat (Meidisti, 2022). Sejak adanya
proses pembangunan tol Cisumdawu yang melewati Kabupaten Sumedang banyak perubahan yang secara tidak langsung
terjadi akibat dari proses pembangunan tersebut.
Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) merupakan suatu
alat atau cara yang digunakan dalam mengendalikan perubahan lingkungan sebelum suatu tindakan
kegiatan pembangunan dilaksanakan. Hal ini dilakukan karena setiap kegiatan pembangunan selalu menggunakan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidupnya, sehingga secara langsung (otomatis) akan terjadi perubahan
lingkungan. Dengan demikian perlu pengaturan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, serta cara mengeliminer
dampak, supaya pembangunan-pembangunan yang lainnya
dan berikutnya dapat tetap dilakukan. Pentingnya amdal yaitu, dapat membantu pelaksanaan pembangunan dengan pendekatan lingkungan, sehingga dampak-dampak negatif yang ditimbulkan dapat diminimasi atau dihilangkan dengan mencarikan teknik penyelesaian dampaknya. Perubahan-perubahan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh kegiatan pembangunan dapat diperkirakan sebelum pelaksanaan kegiatan, sehingga dapat diduga atau diperkirakan
akibat-akibat atau dampak-dampak yang akan terjadi.
Dengan demikian dapat
dicarikan teknik penyelesaian dalam mengantasisipasi dampak yang timbul dan meminimasi dampak. Tetapi apabila dampak yang akan timbul diperkirakan
akan merusak lingkungan hidup dan masyarakat luas dan pengantisipasian dampaknya memakan waktu yang sangat lama dan sulit dalam pembiayayaannya, maka rencana kegiatan
tersebut dapat dianggap tidak layak untuk dilakukan.
Jika pembangunan suatu proyek tanpa menggunakan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan tentu sangat merugikan banyak masyarakat disekitar areal. Misal, mengalami banjir saat hujan, kelangkaan
air sumur, bising akibat proyek konstruksi,
karena letak atau lokasi proyek
berada ditengah permukiman (Putri, 2020).
Secara substantif amdal memuat beragam
upaya yang dikonstruksikan untuk mencegah berbagai kemungkinan buruk yang dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup. Melalui rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang sistematis, diharapkan upaya pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan hidup tataran praktis
pragmatis dapat terwujud dalam kenyataan. Amdal dalam peraturan perundang-undangan nasional diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, dimana dalam pasal
1 Angka bahwa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup adalah kajian mengenai
dampak besar dan penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan padalingkungan hidup yang diperlukan bagi proeses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Dalam ketentuan Pasal 22 Ayat (1) Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa setiap usaha
dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki
amdal. Ayat (2) menyatakan bahwa dampak penting
ditentukan berdasarkan kriteria :
a.
Lesarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak
kegiatan pembangunan;
b.
Luas wilayah penyebaran dampak;
c.
Intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d.
Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e.
Sifat kumulatif dampak;
f.
berbalik atau tidak berbaliknya
dampak;
g.
kriteria lain sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan konsep
hukum amdal dalam perangkat perangkat peraturan tersebut, perlu disaadari bahwa amdal ini sebagai
instrumen hukum yang memiliki makna penting untuk melindungi
lingkungan dari berbagai kegiatan, khususnya yang dilakukan oleh
para pelaku usaha yang kegiatannya dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap kelangsungan lingkungan hidup. Dilihat dari perspektif
perlindungan lingkungan hidup, karakteristik amdal idealnya dipahami sebagai peraturan hukum yang berfungsi sebagai instrumen penjaga keseimbangan dalam kehidupan bernegara, khusunya pada dimensi untuk menjaga kepentingan
masyarakat akan lingkungan hidup yang baik dan sehat dalam kehidupannya.
Pasal 70 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup), menegaskan bahwa :
1. Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluasluasnya
untuk �� berperan aktif dalam perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup.
2. Peran masyarakat dapat berupa :
a. �pengawasan sosial;
b. pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan;
dan/atau
c. penyampaian informasi dan/atau laporan.
3. Peran masyarakat dilakukan untuk :
a. meningkatkan kepedulian/perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
b. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan
kemitraan;
c. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
d. menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat melakukan
pengawasan sosial;
e. mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam
rangka
pelestarian
fungsi lingkungan hidup.
Keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup itu dimaksudkan
untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup melalui berbagai
aktivitas, seperti pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup dari ancaman
pencemaran atau kerusakan yang menganggu kehidupan bermasyarakat atau bernegara. Selain itu, kepentingan
umum atau masyarakat terhdap lingkungan hidup dapat pula dari materi muatan Undang-Undang
Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup lainnya, yaitu Pasal 91 Ayat (1), bahwa :
1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok
untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat
apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup.
2)
Gugatan
dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum,
serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.
Pengajuannya dapat dilakukan oleh kelompok kecil masyarakat yang bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar
yang dirugikan akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup (Herlina & Supriyatin, 2021). Menurut Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor 16 Tahun 2012 Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) adalah sebuah upaya
penanganan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari rencana usaha
dan/atau kegiatan. Upaya penanganan dampak lingkungan mencakup spektrum prosedur yang sangat luas, dan beberapa contoh diantaranya adalah sebagai berikut : melibatkan masyarakat
lokal dalam kegiatan remediasi akan memberi banyak
manfaat. Di Kabupaten Sumedang banyak kegiatan dikarenakan pembangunan yang setelah selesai sering mengabaikan kegiatan remediasi yang seharusnya melibatkan masyarakat sekitar. Akibatnya masyarakat sekitar tidak dapat memanfaatkan
lahan-lahan yang seharusnya
mereka gunakan, sehingga mereka hanya terkena dampak
yang tidak dikelola dengan baik. Selain
itu, terdapat proses kerjasama dalam Amdal (penanganan dampak) seharusnya melibatkan mediator untuk melindungi kebebasan peserta untuk mengungkapkan
pendapat untuk kesepakatan bersama. Di Kabupaten Sumedang proses pemanfaatan mediator umumnya masih lemah. Aparat
pemerintah seringkali tidak ingin ikut
campur jika terjadi permasalahan antara masyarakat dengan pemrakarsa yang diakibatkan oleh dampak lingkungan (Razif, 2019).
Dampak pembangunan tol
Cisumdawu ini salah satu diantaranya yang paling menonjol adalah adanya dampak negatif
terhadap lingkungan. Penyebab pemerintah melakukan pembangunan jalan tol sebagai
jalan baru yaitu untuk mengurangi
tingkat kemacetan, salah satunya adalah pembangunan jalan tol Cisumdawu yang melewati Kabupaten Sumedang yang dibangun dari tahun 2009 dan direncanakan akan selesai tahun 2019 namun saat ini
masih belum mencapai titik akhir dari penyelesaiannya
pembangunan. Disamping sebagai kebutuhan masyarakat terkait jalan tol, terdapat
beberapa dampak negatif dalam hal
ini dampak lingkungan yang ditimbulkan bagi masyarakat Kabupaten Sumedang. Hal ini terjadi karena
kekurangsiapan teknis perencanaan proyek. Dampak Lingkungan yang terjadi diantaranya :
1. Berkurangnya produksi padi masyarakat Kabupaten Sumedang
Sumedang memiliki
lahan yang cukup luas yang menyebkan masyarakat setempat � banyak menjadi seorang petani yang biasanya menanam padi pada musim hujan. Sektor pertanian menyumbang dana yang cukup besar, meskipun sembangan dana �������� yang
paling besar berasal dari sektor perdagangan,
hotel dan restoran. Proyek tol Cisumdawu menghabiskan sebanyak 4.000 (empat ribu) hektar sawah yang berada di ����������� Kabupaten Sumedang. Berkurangnya lahan pertanian juga menyebabkan masyarakat setempat kehilangan pekerjaan dan terpaksa harus mencari pekerjaan lain karena ���� meningkatnya harga tanah.
2. Banjir dan Longsor
Lahan yang digunakan
dalam pembangunan jalan tol ini
adalah perumahan warga, ����� lahan pertanian seperti sawah dan kebun, bukit dan hutan. Masyarakat penduduk ����������� Kabupaten Sumedang mengalami kerugian akibat banjir dan longsor yang disebabkan � oleh pembukaan lahan di hutan atau bukit. Bahkan
banjir dan longsor juga merusak ����������� tanaman padi yang baru saja ditanam
warga sehingga terancam gagal panen. Proyek tol
����� Cisumdawu telah melakukan perataan tanah tanpa membuat saluran
air terlebih dahulu sebelum melakukan perataan tanah di daerah yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemukiman warga untuk mengurangi
dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan.
3.
Meningkatnya angka kecelakaan
pada daerah yang dilalui pembangunan jalan tol ���������� Cisumdawu
Jalur tol Cisumdawu dibuat dengan melewati banyak jalan raya
serta jalan kecil yang ���� biasa dilewati masyarakat setempat. Pembangunan jalan raya dan jalan kecil yang baru dibuat menyebabkan
proses pembangunan tidak
optimal sehingga jalanan menjadi mudah rusak.
Material jalan berupa baru kerikil, ditambah
dengan banyaknya truk besar yang melewati jalan mempercepat proses kerusakan yang
biasanya berupa lubang jalan ataupun
terlepasnya kerikil dan batuan pada jalan. lubang jalan yang tertutup air membuat banyak kendaraan yang terperosok bahkan terjatuh. Adapun kerikil dan batuan yang terlepas membuat jalan menjadi
sulit untuk dilalui pengguna kendaraan terutama kendaraan bermotor. Tingkat kecelakaan meningkat dengan adanya berbagai
permasalahan tersebut dan
paling parahnya lagi adanya aktivitas pengangkutan tanah dari galian proyek
dengan menggunakan truk. Bahkan tanah
���� galian yang
terjatuh dari truk terkadang tidak segera dibersihkan
oleh pekerja ����������� menyebabkan jalanan menjadi sangat licin ketika terkena air hujan. Sedangkan jika ����� musim kemarau tanah
yang memenuhi jalan tersebut menimbulkan debu yang sangat mengganggu masyarakat sekitar.
4.
�Terjadi retakan pada tanah dan bangunan
Kerusakan akibat pergerakan
tanah yang diduga timbul akibat dampak
dari pembangunan tol Cisumdawu terdapat
54 (lima puluh empat) unit rumah yang mengalami kerusakan. Kedalaman retakan bisa mencapai
25 (dua puluh lima) senti ����������� meter dengan
panjang retakan bervariasi mulai 1 (satu) meter hingga 6 (enam) meter � terutama bagian dinding. Akibat dari lalu lalang
kendaraan truk, juga beroperasinya alat berat seperti
paku alam yang masuk ke dalam
tanah menambah getaran di ��� pemukiman warga.
4. Nilai besarnya pembebasan tanah
Pemberian ganti
rugi atas pembebasan tanah sebagian dilakukan oleh penilai atas ��� dasar harga besarnya pembebasan harga sebagian masyarakat yang kehilangan tempat tinggal atau lahannya
yang belum saja di bayar. Tidak sedikit
masyarakat menginginkan harga lebih tinggi.
Sedangkan pemerintah sudah menetapkan standar harga sesuai
peraturan yang berlaku. Hal
tersebut menjadi dasar nilai besarnya
pembebasan tanah yang sampai saat ini
belum selesai.
����������� Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh dampak penting hipotik (DPH) yaitu, terbagi 2 (dua) tahap diantaranya: Tahap Prakonstruksi: meningkatnya keresahan masyarakat, dan menurunnya produksi pertanian. Tahap Konstruksi: penurunan kualitas air permukaan, penurunan kualitas air tanah, meningkatnya timbulan sampah kering maupun basah, penurunan sanitasi lingkungan, gangguang fungsi gorong-gorong, penurunan kualitas udara, berkurangnya lahan pertanian, peningkatan kebisingan, peningkatan getaran, peningkatan kerusakan jalan, peningkatan limpasan air permukaan seperti banjir di sekitar lokasi tertentu. Persoalan ganti kerugian dari adanya
dampak lingkungan yang timbul dari pembangunan demi kepentingan
umum adalah hal yang dilematis karena menyangkut dua dimensi di mana keduanya harus ditempatkan secara seimbang. Di satu sisi, pembangunan untuk kepentingan umum yang sudah di prediksi akan dampak yang timbul melebihi batas. Di sisi lain, hak dari pemegang hak atas tanah dan bangunan tersebut juga tidak boleh dirugikan dan dikesampingkan sama sekali (Wibowo et al., 2021).
Perlindungan hukum berasal dari Bahasa Belanda, yakni �rechbescherming� dengan mengandung pengertian bahwa dalam kata perlindungan terdapat suatu usaha untuk
memberikan hak-hak pihak yang dilindungi sesuai dengan kewajiban
yang dilakukan. Pemberian perlindungan oleh Negara kepada rakyatnya adalah suatu kewajiban sebagaimana yang diamanatkan oleh
konstitusi, dalam pembukaan Undang-undang Dasar
Negara tahun 1945, alinea ke-empat. Dalam kalimat �melindungi segenap bangsa Indonesia� bermakna dan memberikan pengertian yang mendalam, arti melindungi yaitu ada upaya untuk
memberikan sebuah perlindungan terhadap individu warga negara dalam segenap aspek
kehidupan dari berbagai upaya penindasan maupun eksploitasi semena-mena dari pihak lain.
Termasuk perlindungan hukum yang diberikan yaitu, apabila terjadi pelanggaran maupun tindakan yang bertentangan dengan hukum yang dilakukan oleh pemerintah, baik perbuatan penguasa yang melanggar undang-undang maupun masyarakat yang harus diperhatikannya (Yusrizal, 2017).
Berdasarkan hal tersebut dibutuhkan aturan tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, sehingga dapat memberikan solusi terkait pengaturan ganti rugi pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, yang dapat memberikan perbaikan mengenai pengaturan ganti rugi diatur sebagai
kepentingan bersama dari rakyat dan kepentingan pembangunan. Pemberian ganti rugi tanah
dalam pengadaan tanah harus dapat
mewujudkan kepastian hukum dan perlindungan hukum, juga harus dapat mewujudkan rasa keadilan bagi pemegang
hak atas tanah. Khusus untuk
perlindungan hukum kepada pemilik tanah dalam kegiatan
pengadaan tanah untuk kepentingan umum yaitu adanya
kewajiban untuk memberikan ganti kerugian yang layak bagi pemilik tanah.
Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum menjelaskan bahwa pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum harus diselenggarakan
melalui tahapan perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penyerahan hasil. Pengadaan tanah dilakukan dengan cara memberikan
ganti rugi kepada pihak yang berhak yaitu masyarakat
sebagai korban dari adanya dampak lingkungan.
Dalam peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 terdapat objek penilaian dalam penentuan kerugian fisik meliputi :
a.
Tanah, dengan
peruntukan seperti pertanian, pemukiman, industri atau komersial,
b. Ruang atas tanah dan bawah tanah (Hak Guna Ruang Atas Tanah meliputi hak atas permukaan bumi tempat pondasi bangunan dan hak untuk menguasai ruang udara seluas bangunan tersebut serta hak kepemilikan bangunan, dan Hak Guna Ruang Bawah Tanah meliputi hak atas permukaan bumi yang merupakan pintu masuk/keluar tubuh bumi dan hak membangun dan memakai ruang dalam tubuh bumi, serta hak milik atas bangunan yang berbentuk ruang dalam tubuh bumi)
c. Bangunan, dapat terdiri bangunan residensial, industri, komersil
d. Tanaman, dapat terdiri dari tanaman semusim, hortikultura atau tanaman keras/tahunan
e. Benda yang berkaitan dengan tanah, seperti utilitas dan sarana pelengkap bangunan.
f. Kerusakan fisik lain, misalnya bagian bangunan yang terpotong akibat pengadaan tanah sehingga membutuhkan biaya perbaikan agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Perlindungan khusus yang diberikan terhadap pemegang hak atas tanah dalam pengadaan tanah diatur dalam Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 yang menjelaskan sebagai berikut:
1) Dalam hal Objek pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dan/atau proyek Strategis Nasional berada pada lahan pertanian pangan berkelanjutan, dapat dilakukan pengalih fungsian lahan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Pengalihfungsian lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dengan syarat:
a. Dilakukan kajian kelayakan strategis;
b. Disusun rencana alih fungsi lahan;
c. Dibebaskan kepemilikan haknya dari pemitik; dan
d. Disediakan lahan pengganti terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan yang dialihfungsikan.
3) Dalam hal terjadi bencana sehingga pengalihan fungsi lahan untuk infrastruktur tidak dapat ditunda, persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b tidak diberlakukan.
4) Penyediaan lahan pengganti terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan yang dialihfungsikan untuk infrastruktur akibat bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan setelah alih fungsi dilakukan.
5) Pembebasan kepemilikan Hak Atas Tanah yang dialihfungsikan sebagaimana dimaksud pada� pada ayat (2) huruf c dilakukan dengan pemberian Ganti Kerugian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan perlindungan sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 menjelaskan bahwasannya dalam hal objek tanah yang terkena proyek pengadaan tanah merupakan lahan pertanian maka dapat di lindungi dengan pengalih fungsian lahan. Dalam hal tidak adanya kesepakatan harga pada proses pengadaan tanah, pemerintah memberikan beberapa bentuk perlindungan hukum diantaranya adalah memberikan kesempatan untuk melakukan musyawarah, memberi kesempatan untuk mengajukan gugatan keberatan ke pengadilan negeri setempat dan kasasi ke Mahkamah Agung.
Berdasarkan Pasal
68 Ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2021 bahwa penilai melakukan
penilaian besarnya ganti kerugian bidang per bidang tanah, meliputi :
a.
Tanah;
b.
Ruang atas tanah dan
ruang bawah tanah;
c.
Bangunan;
d.
Tanaman;
e.
Benda yang berkaitan
dengan tanah; dan/atau
f.
Kerugian lain yang dapat
dinilai.
Selain
itu, yang termaktub dalam Pasal 72 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2021 bahwa dalam pelaksanaan pengadaan tanah mengundang pihak yang berhak dalam
musyawarah penetapan bentuk ganti kerugian sesuai dengan tempat dan waktu yang
ditentukan tetapi pada kenyataannya pihak yang berhak dalam hal ini yaitu,
masyarakat tidak pernah di panggil mengenai masalah ganti kerugian. Ketika
suatu instansi �memaksa� dalam arti untuk keluar sama sekali tidak membuahkan
hasil forum penyelesaian aspirasi. Sehingga peraturan-peraturan yang berlaku
tidak semua diberlakukan secara maksimal dalam proses pembangunan jalan tol
Cisumdawu. Mekanisme pengadaan tanah untuk kepentingan umum belum sesuai dengan
aturan yang ada dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 Tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan umum.
Berdasrkan fakta yang ada bahwa masyarakat saat ini telah
merasakan akan dampak-dampak lingkungan yang terjadi sehingga menuntut ganti kerugian dari pemerintah.
Langkah yang mereka ambil bisa saja dengan
cara mengajukan gugatan yang mengatasnamakan kepentingan umum yaitu Class Action. Pengertian class
action berdasarkan Peraturan
Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun
2002 adalah suatu cara pengajuan gugatan dalam satu
orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri sendiri
atau diri-diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum
antara wakil kelompok dan anggota kelompok dimaksud. Gugatan class action
menjadi salah satu bentuk gugatan yang mengatasnamakan kepentingan umum.
Dalam Pasal 91 Undang-Undang
Lingkungan Hidup dikenal gugatan perwakilan kelompok. Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok atau class
action untuk kepentingan
dirinya sendiri dan/atau kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup. Tujuan gugatan perwakilan kelompok dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup diharapkan sebagai salah satu cara untuk
menimbulkan efek jera dan meningkatkan kesadaran pemangku kepentingan terkait pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Syarat dan Prosedur Gugatan
Kelompok atau Class
Action pada dasarnya prosedur class
action dapat diajukan
apabila :
Dari uraian mengenai pengertian, makna dan tujuan pokok gugatan class action
seperti diatas dapat diketahui bahwa gugatan class action
pada dasarnya merupakan bagian dari mekanisme
penyelesaian sengketa perdata melalui jalur pengadilan (in court
settlement) oleh sekelompok orang dengan memberi kuasa kepada satu
atau lebih orang (yang berasal dari anggota
kelompoknya) untuk mewakili mengajukan gugatan ke pengadilan.
Jika dikaitkan dengan ketentuan mengenai hak gugat perwakilan
masyarakat (Class Action) dalam
Pasal 37 (1) Undang-Undang Lingkungan Hidup maka terdapat perluasan
pengertian, makna dan tujuan gugatan class action,
karena :
1.
Mengenai muatan Haknya :
hak kelompok masyarakat ternyata tidak hanya menyangkut pengajuan gugatan perdata
kepengadilan melalui perwakilannya, tetapi juga mengenai hak untuk
melaporkan ke penegak hukum (pidana) mengenai pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup (dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup)
yang merugikan kepentingan masyarakat.
2.
Mengenai Subyek Hukumnya
: Subyek hukum yang mempunyai hak mengajukan gugatan class action dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup
ternyata tidak hanya kelompok masyarakat melalui
perwakilannya, tetapi juga dapat dilakukan melalui representative standing oleh :
a) Instansi
Pemerintah yang bertanggung
jawab di bidang lingkungan hidup mewakili ��������� kepentingan masyarakat (dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup) ; atau
b) Pemerintah
dan/atau Instasi terkait mewakili sejumlah konsumen yang �menjadi
korban pelanggaran
adanya pembangunan jalan tol.
Selain itu, dalam konteks instrumen hukum yang diperlukan untuk mengajukan gugatan class action ternyata
masih belum cukup dengan ketentuan
pasal yang diatur dalam undang-undang, karena secara eksplisit
dinyatakan lebih lanjut akan diatur
dalam Peraturan Pemerintah. Sedangkan, sejauh ini Peraturan
Pemerintah yang dimaksudkan
untuk mengoperasikan prosedur gugatan class action
belum diwujudkan oleh pemerintah. Hal ini mempunyai implikasi yang signifikan dalam hubungan dengan implementasi dan kinerja hakim ketika memeriksa gugatan class action di pengadilan
(Nurjaya, 2006).
Independensi dan profesionalitas Penilai
Pertanahan sangat dibutuhkan
terkait dengan eksistensi Penilai Pertanahan yang sangat dominan dalam mempertemukan kepentingan pemerintah selaku pihak yang bertugas menyediakan tanah untuk kegiatan
pembangunan dengan pemegang hak atas
tanah dalam mempertahankan hak-haknya, mengingat kasus-kasus pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum sebagian bermuara
pada tidak tercapainya kesepakatan mengenai bentuk dan besaran ganti kerugian. Musyawarah penentuan ganti kerugian antara Pemerintah Kabupaten Sumedang dengan pemilik tanah yang akan dijadikan lahan untuk pembangunan jalan tol Cisumdaewu,
sampai saat tidak mencapai kata sepakat. Pemerintah Kabupaten Sumedang mematok besarnya ganti kerugian hanya Rp357.000 (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) permeter sedangkan pemilik tanah meminta
ganti rugi sebesar Rp1.071.000 (satu juta tujuh puluh
satu ribu rupiah) permeter. Maka kesepakatan ini tidak tercapai hingga terdapat kesenjangan sebesar Rp714.000 (tujuh ratus empat belas ribu rupiah) permeter. Hal inilah yang dituntut masyarakat sebagai korban dampak dari adanya proyek
pembangunan tol Cisumdawu.
Bahwa sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 penilaian pertanahan digunakan untuk keperluan perpajakan khususnya untuk menentukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), yang nilainya tidak mencerminkan nilai nyata atau sesungguhnya dari objek pajak tersebut. Jika demikian timbul pertanyaan apakah Nilai Jual Objek Pajakdapat digunakan sebagai dasar penilaian tanah untuk keperluan lain seperti pengadaan tanah untuk kepentingan umum, jual beli, penilaian aset negara/pemerintah, dan lain sebagainya. Jika Nilai Jual Objek Pajak dapat digunakan untuk rujukan nilai tanah dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, maka pemegang hak atas tanah jelas akan dirugikan karena nilai tanah dalam Nilai Jual Objek Pajak cenderung di bawah harga pasar. Sementara berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Pasal 15 ayat (1), dasar perhitungan besarnya ganti rugi atas tanah didasarkan atas :
a. Nilai
Jual Objek Pajak atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual
Obyek Pajak tahun berjalan berdasarkan penilaian Lembaga/Tim Penilai Harga
Tanah yang ditunjuk oleh panitia;
b.
Nilai jual bangunan yang
ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan;
c. Nilai
jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di
bidang pertanian.
Terkait dengan hasil akhir penilaian harga tanah, penggunaan metode yang tepat memiliki peran yang sangat menentukan dalam melakukan penilaian harga tanah. Penilaian Tanah sebagai ilmu yang menghasilkan output nilai tanah yang merupakan estimasi terbaik terhadap harga tanah, memiliki beberapa pendekatan dan teknik turunan dalam penilaian tanah. Pendekatan yang paling umum digunakan adalah pendekatan perbandingan harga pasar. Secara sederhana pendekatan ini dilakukan dengan mensurvey data-data transaksi tanah yang terjadi di sekitar lokasi dan membandingkannya dengan obyek yang dinilai. Dengan beberapa penyesuaian atau adjustment akan diperoleh nilai pasar dari obyek yang dinilai. Selanjutnya di dalam penilaian harga tanah dianut sebuah prinsip the highest and the best use principle, yaitu Penilai Pertanahan dalam mengestimasi suatu nilai tanah wajib mendasarinya pada penggunaan yang tertinggi dan terbaik dari tanah tersebut. Sesuai dengan prinsip ini Penilai Pertanahan wajib memiliki pengetahuan tentang kemungkinan pengembangan penggunaan atau pemanfaatan suatu bidang tanah secara optimum.
Kesimpulan
BIBLIOGRAFI
Ghaisani, F. A., & Suradi, R. N.
(2016). Tanggung Jawab Badan Usaha Jalan Tol Atas Kerugian Pengguna Jalan Tol
Akibat Kesalahan Dalam Pengoperasian Ruas Jalan Tol Di Pt. Jasa Marga (Persero)
Tbk Cabang Jakarta-Tangerang. Diponegoro Law Journal, 5(2), 1�12.
Herlina, N., & Supriyatin, U. (2021).
Amdal Sebagai Instrumen Pengendalian Dampak Lingkungan Dalam Pembangunan
Berkelanjutan Dan Berwawasan Lingkungan. Jurnal Ilmiah Galuh Justisi, 9(2),
204�218.
Kusuma, M. A. I. (2016). Kesiapan
Masyarakat Terhadap Pembangunan Jalan Tol Cileunyi�Sumedang�Dawuan Di Kecamatan
Tanjungsari Kabupaten Sumedang. Universitas Pendidikan Indonesia.
Meidisti, R. (2022). Perlindungan Hukum
Bagi Pemegang Hak Atas Tanah Terhadap Harga Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah
Untuk Jalan Tol (Studi Di Kantor Wilayah Bpn Provinsi Sumatera Utara).
Ningrum, D. C. (2014). Perlindungan
Hukum Terhadap Konsumen Jalan Tol Di Indonesia.
Nurjaya, I. N. (2006). Gugatan Perwakilan
Kelompok Masyarakat (Class Action) Dalam Teori Dan Praktek Peradilan. Risalah
Hukum, 119�124.
Putri, C. T. A. (2020). Pelaksanaan
Peran Masyarakat Terkena Dampak Pada Tahap Konsultasi Publik Dalam Proses Amdal
Di Kota Klaten (Studi Kasus Pembangunan Tol Yogyakarta-Solo). Universitas
Atma Jaya Yogyakarta.
Rachenjantono, E. (2008). Analisa Dan
Evaluasi Hukum Tentang Jasa Konstruksi. Badan Pembinaan Hukum Nasional
Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Razif, M. (2019). Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Jalan Tol Sebagai Bagian Dari Manajemen Aset Infrastruktur Dan
Fasilitas. Jurnal Manajemen Aset Infrastruktur & Fasilitas, 3(1).
Https://Doi.Org/10.12962/J26151847.V3i1.5159
Surono, A., Sisingamangaraja, J., &
Baru, K. (2017). Perlindungan Hak Korban Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan
Jalan Tol Di Kabupaten Kendal. Jurnal Penelitian Hukum P-Issn, 1410,
5632.
Wibowo, S. N., Pujiwati, Y., & Rubiati,
B. (2021). Kepastian Hukum Ganti Kerugian Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Jalan Tol Cisumdawu. Acta Diurnal Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan, 4(2),
191�209. Https://Doi.Org/10.23920/Acta.V4i2.480
Yusrizal, M. (2017). Perlindungan Hukum
Pemegang Hak Atas Tanah Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. De
Lega Lata: Jurnal Ilmu Hukum, 2(1), 113�138.
Https://Doi.Org/10.30596/Dll.V2i1.1143
Ghaisani, F. A., & Suradi, R. N.
(2016). Tanggung Jawab Badan Usaha Jalan Tol Atas Kerugian Pengguna Jalan Tol
Akibat Kesalahan Dalam Pengoperasian Ruas Jalan Tol Di Pt. Jasa Marga (Persero)
Tbk Cabang Jakarta-Tangerang. Diponegoro Law Journal, 5(2), 1�12.
Herlina, N., & Supriyatin, U. (2021).
Amdal Sebagai Instrumen Pengendalian Dampak Lingkungan Dalam Pembangunan
Berkelanjutan Dan Berwawasan Lingkungan. Jurnal Ilmiah Galuh Justisi, 9(2),
204�218.
Kusuma, M. A. I. (2016). Kesiapan
Masyarakat Terhadap Pembangunan Jalan Tol Cileunyi�Sumedang�Dawuan Di Kecamatan
Tanjungsari Kabupaten Sumedang. Universitas Pendidikan Indonesia.
Meidisti, R. (2022). Perlindungan Hukum
Bagi Pemegang Hak Atas Tanah Terhadap Harga Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah
Untuk Jalan Tol (Studi Di Kantor Wilayah Bpn Provinsi Sumatera Utara).
Ningrum, D. C. (2014). Perlindungan
Hukum Terhadap Konsumen Jalan Tol Di Indonesia.
Nurjaya, I. N. (2006). Gugatan Perwakilan
Kelompok Masyarakat (Class Action) Dalam Teori Dan Praktek Peradilan. Risalah
Hukum, 119�124.
Putri, C. T. A. (2020). Pelaksanaan
Peran Masyarakat Terkena Dampak Pada Tahap Konsultasi Publik Dalam Proses Amdal
Di Kota Klaten (Studi Kasus Pembangunan Tol Yogyakarta-Solo). Universitas
Atma Jaya Yogyakarta.
Rachenjantono, E. (2008). Analisa Dan
Evaluasi Hukum Tentang Jasa Konstruksi. Badan Pembinaan Hukum Nasional
Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Razif, M. (2019). Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Jalan Tol Sebagai Bagian Dari Manajemen Aset Infrastruktur Dan
Fasilitas. Jurnal Manajemen Aset Infrastruktur & Fasilitas, 3(1).
Https://Doi.Org/10.12962/J26151847.V3i1.5159
Surono, A., Sisingamangaraja, J., &
Baru, K. (2017). Perlindungan Hak Korban Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan
Jalan Tol Di Kabupaten Kendal. Jurnal Penelitian Hukum P-Issn, 1410,
5632.
Wibowo, S. N., Pujiwati, Y., & Rubiati,
B. (2021). Kepastian Hukum Ganti Kerugian Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Jalan Tol Cisumdawu. Acta Diurnal Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan, 4(2),
191�209. Https://Doi.Org/10.23920/Acta.V4i2.480
Yusrizal, M. (2017). Perlindungan Hukum
Pemegang Hak Atas Tanah Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. De
Lega Lata: Jurnal Ilmu Hukum, 2(1), 113�138.
Https://Doi.Org/10.30596/Dll.V2i1.1143
������
Copyright holder: Septy Alvianisa, Demson
Tiopan (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |