Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.
3, Maret 2023
KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA ANAK AUTIS
DI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) AUTISMA BUNDA BENING SELAKSHAHATI
Syaffira Azzahra Nur Ridwan, Agus Aprianti
Universitas Telkom Bandung Jawa Barat,
Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Komunikasi merupakan
suatu cara berinteraksi yang sangat penting untuk menunjang kehidupan bersosial dalam masyarakat. Namun komunikasi akan menjadi sulit
apabila terdapat gangguan. Adapun salah satu gangguan atau kesulitan
berkomunikasi seperti pada anak yang mengalami autisma. SLB Autisma Bunda Bening Selakshahati
merupakan Lembaga Pendidikan khusus
yang dapat memberlakukan komunikasi secara verbal non verbal dengan cara komunikasi interpersonal karena komunikasi yang terjadi dua arah. Selain itu membuat
perkembangan anak autis bukan hanya
mampu melakukan kebutuhan untuk dirinya sendiri, tetapi juga mampu untuk berinteraksi dengan orang lain. Dilakukannya komunikasi interpersonal supaya dapat menyampaikan pesan dengan baik
dengan tujuan supaya anak anak
yang mengalami autisma dapat mengenal diri sendiri dan orang lain, mengetahui dunia luar, menciptakan dan memelihara hubungan menjadi lebih bermakna, mengubah sikap dan perilaku, bermain dan mencari hiburan serta dapat membantu
pihak yang sedang melakukan proses komunikasi. Penelitian ini bertujuan membahas penerapan komunikasi
interpersonal pada anak autisma
yang meliputi faktor pendukung dan faktor penghambat. Hasil penelitian menunjukkan keberhasilan dalam pelaksanaan komunikasi interpersonal terhadap
anak autisma.
Kata kunci: anak autisma, komunikasi
interpersonal, SLB Autisma Bunda
Bening �Selakshahati
Abstract
Communication
is a very important way of interacting to support social life in society. But
communication will be difficult if there is interference. As for one of the
disorders or difficulties in communicating as in children with autism. SLB
Autism Bunda Bening Selakshahati is a special educational institution that can
enforce verbal and non-verbal communication by means of interpersonal
communication because communication occurs in two directions. In addition, it
makes the development of autistic children not only able to carry out their needs
for themselves, but also able to interact with other people. Interpersonal
communication is carried out in order to convey messages properly with the aim
that children with autism can know themselves and others, know the outside
world, create and maintain more meaningful relationships, change attitudes and
behavior, play and seek entertainment and can help other parties. in the
process of communicating. This study aims to discuss the application of
interpersonal communication in children with autism which includes supporting
factors and inhibiting factors. The results showed the success in the
implementation of interpersonal communication to children with autism.
Keywords: autisma bunda bening selakshahati
special school; children with autism; interpersonal communication
Pendahuluan
Komunikasi merupakan sebuah proses interaksi antara satu orang dengan dirinya sendiri atau orang lain untuk menyampaikan sebuah� pesan
yang berisi informasi yang dapat dipahami oleh kedua belah pihak.
Komunikasi dikatakan efektif apabila pesan yang ingin disampaikan bisa tersampaikan dengan sesuai. (Alju, 2019). Komunikasi yang paling efektif untuk dilakukan
yaitu komunikasi
interpersonal karena komunikasi
yang terjadi dua arah. (Rahmawati, 2020). Namun dalam melakukan komunikasi tentunya ada beberapa
hal yang dapat menjadi gangguan, dan hal itu akan
membuat komunikasi menjadi tidak efektif.
Gangguan yang terjadi dalam berkomunikasi dapat terjadi kepada
komunikator ataupun komunikannya. (Alfahid, 2018:2). Salah satu contohnya
seperti keterbatasan atau kekurangan dalam anak austis.
Anak autis sendiri
masuk kedalam salah satu jenis anak
berkebutuhan khusus yang mempunyai gangguan pada sistem saraf mereka
sedari mereka kecil, yang membuat sulitnya berinteraksi dengan lingkungan serta kesulitan untuk melakukan kegiatan yang biasa dilakukan oleh anak normal lainnya, sebenarnya anak autis bisa
berbicara tetapi kurang dapat dipahami
karena pelafalannya kurang jelas. (Mamahit, 2019). Komunikasi kepada
anak autisma tetap disampaikan dengan dua cara yaitu; verbal ataupun non verbal, verbal yang biasanya secara lisan dan dapat dimengerti oleh kebanyakan orang sedangkan non verbal biasanya ditunjukan oleh mimic wajah, gerak tubuh, dan tanda lain.(Alju, 2019).
Dalam �menyampaikan apa yang kita perintahkan
atau pembelajaran kepada anak autisma
tidak mudah, dan tidak semua orang mengerti bagaimana memahami komunikasi secara non verbal yang anak autisma lakukan
kepada orang tua atau pengasuhnya. Oleh karena itu dibutuhkanlah
pengasuh atau pengajar yang memiliki keterampilan khusus agar bisa memahami serta
membimbing anak autisma untuk tetap
melakukan kewajibannya sebagaimana mestinya. Salah satu caranya agar anak autis dapat
diasuh dan dibimbing sesuai dengan kebutuhan
khusus yang mereka miliki ialah memasukkan
mereka ke Lembaga
Pendidikan khusus yang bisa
membuat perkembangan anak autis bukan
hanya mampu melakukan kebutuhan untuk dirinya sendiri,
tetapi juga mampu untuk berinteraksi dengan orang lain. Salah satu
Lembaga Pendidikan khusus yang ada
dibandung yaitu Sekolah Luar Biasa
(SLB) Autisma Bunda Bening Selakshahati, SLB khusus autisma yang membimbing anak-anak autis yang biasanya sudah tidak bisa
ditangani oleh keluarganya.
Karena hampir seluruh orang
tua anak yang menderita autism tetap menginginkan anaknya bisa berkembang lebih baik dan tetap menginginkan anaknya berpendidikan.� (Mamahit, 2019: 3-4).
Pendidikan sangatlah penting
bagi semua anak tidak hanya
untuk anak yang baik-baik saja, tetapi juga untuk anak yang memang memiliki kekurangan dan kebutuhan khusus sedari mereka kecil,
Bahkan bagi anak yang sudah mampu menjalankan terapi bina diri
untuk kegiatan sehari-harinya tidak hanya pendidikan akademik yang harus mereka jalani tetapi
pendidikan non akademik
yang berguna untuk meningkatkan skill atau kemampuan juga harus diasah agar anak yang mempunyai keterbatasan bisa mempunyai kelebihan dibidang lain. Menurut databoks
jumlah anak berkebutuhan khusus di tahun ajaran 2020/2021 yang sedang menempuh pendidikan di SLB yang ada di
Indonesia berjumlah 144,621 siswa.
Dan di Indonesia sudah terdapat
2.250 Sekolah Luar Biasa (SLB). Dalam (Annisaa, 2018) SLB atau Sekolah
Luar Biasa merupakan tempat belajar formal atau sekolah yang dikhususkan untuk anak yang mempunyai kebutuhan khusus salah satunya ialah anak autis,
memiliki tenaga pengajar yang terpercaya karena dibekali Pendidikan yang sesuai dengan bidangnya
serta sudah mempunyai pengalaman sebelumnya. (Annisaa, 2018). Di Indonesia terdapat 2250 Sekolah Luar Biasa
(SLB), yang terdiri dari
115 Sekolah Dasar Luar Biasa (SLB), 67 Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), dan 51 Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB). (Pusparisa, 2021).
Penelitian terdahulu di SLB Bunda
Bening Selakshahati dan riset penulis sebelum
melakukan penelitian menunjukan bahwa SLB Bunda Bening Selakshahati
memiliki keunikan dalam membimbing anak autisma seperti
melakukan terapi asrama. Anak
autisma yang ingin masuk ke SLB Bunda
Bening Selakshahati harus terlebih dahulu masuk ke
asrama untuk dibimbing oleh
para pengasuhnya supaya mendaptkan terapi seperti relaksasi, bina diri, berenang,
dan terapi wicara. Hal tersebut dikarenakam anak yang dititipkan oleh keluarganya ke SLB Bunda Bening Selakshahati
merupakan anak dalam kondisi gagguan
yang sudah berat, seperti sering tantrum, merusak barang, bahkan sampai bisa
menyakiti orang lain. Oleh sebab
itu untuk orangtua yang mengerti pada kebutuhan anaknya tentu akan menitipkan
anaknya ke SLB namun disisi lain masih terdapat juga orangtua yang enggan untuk menitipkan anaknya di SLB karena menganggap memiliki anak yang berkebutuhan khusus menjadi beban, anak hanya
diam dirumah karena orangtua malu membawanya,
lalu tidak memiliki biaya, dan tidak mengerti bagaimana cara menangani dan berkomunikasi dengan anaknya.
Hal ini yang membuat
penulis melakukan penelitian ini agar orang tua yang memiliki anak autisma bisa
mempelajari cara merawat dan membimbing anaknya menggunakan komunikasi verbal dan non verbal seperti yang dilakukan oleh pengasuh di SLB Bunda Bening Selakshahati. Didalam asrama pengasuh lebih banyak menggunakan
bahasa verbal yang akhirnya
bisa membuat perkembangan kemampuan kepada anak autis
contohnya seperti mejadi jarang tantrum, makan sendiri, mandiri sendiri, dan sudah bisa memakai
bajunya sendiri. Biasanya setelah mereka bisa melakukan
itu barulah bisa masuk ke
sekolah SLB Bunda Bening Selakshahati. Dalam Sekolah Luar
Biasa (SLB) kurikulum atau pencapaian anak tidak ditarget
seperti disekolah negeri biasanya, setiap anak akan dilaporkan
kepada orang tua perkembangannya melali aplikasi whatsapp. Anak autisma akan pulang
selama 6 bulan sekali untuk bertemu
orang tuanya. Apalagi saat pandemic ini anak autisma yang berada di asrama bunda bening selakshahati tidak diperbolehkan pulang selama 2 tahun karena takut
membawa virus bagi anak yang lain. Maka akan semakin bagus
untuk perkembangan anak autis karena
terus menerus dirawat oleh pengasuhnya, tetapi saat mereka
pulang kerumah belum tentu cara
menangani mereka sama seperti yang dilakukan oleh pengasuhnya Dalam hal ini
sebagai orang tua yang mempunyai anak autisma harus bisa
membimbing anaknya selama dirumah sama seperti apa
yang pengasuh dan gurunya ajarkan di SLB Bunda Bening Selakshahati, dan juga untuk anak autisma
sangat dilarang memakan
susu, terigu, daging merah (sapi, kambng,
dsb), kacang dan makanan yang mengandung fenol� (Hasil wawancara Wa Iis,
Cileunyi, 17 November 2021).
Oleh karenaya penulis tertarik dalam meneliti mengenai bagaimana komunikasi interpersonal yang terjadi pada anak autisma di SLB Autisma Bunda Bening Selakshahati yang berada di Kawasan Kampung Cibirubeet Hilir RT 05 RW 13, Desa Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung. SLB Bunda Bening Selakshahati termasuk kedalam salah satu SLB terbaik yang ada di Bandung dan satu-satunya SLB yang menerapkan terapi dalam bentuk terapi asrama, asrama yang ada di SLB Autisma Bunda Bening Selakshahati dihuni oleh 64 anak yang mengalami gangguan autisma yang sudah berat. Yang terbagi menjadi 30 orang berada dalam asrama pria, 8 anak dalam asrama anak kecil, 8 orang dalam asrama perempuan,� dan 18 orang dalam asrama yang perkembangannya sudah sangat baik. Tetapi jika ada yang di asrama yang sudah baik tetapi tantrum Kembali maka akan dikembalikan ke asrama pria hingga sudah mulai membaik dan mudah diatur maka akan disimpan di asrama yang sudah berkembang. Dimulai dari tempat terapi namun sejak tahun 2011 mulai menjadi asrama dikarenakan terapi yang dilakukan yaitu terapi pola asrama, semenjak tahun 2011 hingga saat ini sudah ada 100 anak yang mengalami autisma yang sudah mengalami perubahan menjadi lebih baik. (Baihaqi, 2018). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Anak disabilitas merupakan sesuatu yang menarik untuk dibahas sehingga sudah banyak penelitian dilaksanakan. Pada umumnya penelitian ini dilakukan pada berbagai lokasi sehingga terdapat perbedaan dengan penelitian penulis dari sisi lokasi. Berbagai penelitian terdahulu juga berfokus pada anak berkebutuhan khusus sedangkan focus utama penelitian penulis pada komunikasi interpersonal anak autisma. Penulis ingin meneliti komunikasi interpersonal anak autisma di SLB autisma bunda bening selakshahati termasuk factor pendukung dan penghambat proses komunikasi interpersonal pada anak autisma. Penelitian ini bertujuan mengetahui lalu memaparkan secara rinci komunikasi interpersonal, factor pendukung dan factor penghambatnya.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, dikarenakan peneliti mempunyai tujuan untuk mendeskripsikan, menggambarkan, menuliskan,melukiskan,
menerangkan, menjelaskan, menjawab� dan menganalisis bagaimana proses komunikasi interpersonal yang terjadi
pada autisma yang berada di
SLB Autisma Bunda Bening Selakshahati. Menurut Sugiyono (2016) �metode
deskriptif �kualitatif adalah metode
penelitian yang dilandasi pada filsafat postpositivisme digunakan untuk
meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen)
dimana peneliti sebagai instrument kunci dari teknik pengumpulan data
dilakukan secara trigulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif
lebih berpengaruh besar pada makna daripada generalisasi�.
Menurut Creswell (2010) �penelitian
kualitatif merupakan sebuah proses penelitian ilmiah dimana tujuannya untuk
memahami masalah manusia dalam konteks sosial yang diungkapkan untuk
menciptakan sebuah gambaran secara menyeluruh serta melaporkan pandangan secara
terperinci dari para sumber informasi�. Sedangkan menurut Robert K. Yin (2014)
�studi kasus dibagi atas tiga tipe salah satunya deskriptif yang memiliki
tujuan untuk memberikan gambaran yang mendalam atau detail mengenai bagaimana
sebuah kasus dengan didalamnya disertai konsep-konsep penelitian�.
1. Makna
Komunikasi
Komunikasi
merupakan sebuah aktivitas atau proses yang bertujuan untuk menyampaikan pesan,
makna, dan informasi kepada pihak lain melalui media tertentu . (Naim, 2016:17).
Komunikasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan karena mempunyai tujuan
untuk mendapatkan sikap saling pengertian dari satu pihak ke pihak lainnya (Ngalimun, 2020:15).
Sedangkan menurut (Fiske, 2012: 72)
komunikasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh semua orang, tetapi orang yang
sedang berkomunikasi cenderung tidak menyadari bahwa yang sedang mereka lakukan
yaitu komunikasi serta sulit mendefinisikan apa itu komunikasi.(Wood, 2013: 3)
juga mengatakan komunikasi merupakan interaksi yang dilakukan dengan
menggunakan symbol-simbol yang dapat ditafsirkan sesuai dengan pemahaman pelaku
komunikasi.Sedangkan (Liliweri, 2007: 4)
berpendapat bahwa komunikasi merupakan sebuah proses memberi dan menerima
informasi dari satu pihak kepada pihak lain yang didalamnya terdapat makna atau
pesan tertentu.. Adapun Jenis komunikasi antara lain :
a) Komunikasi
verbal
Komunikasi
verbal merupakan suatu proses komunikasi dalam bentuk lisan maupun tulisan yang
berupa kata-kata maupun kalimat. Komunikasi verbal digunakan untuk
mengungkapkan perasaan, emosi, gagasan, atau informasi kepada orang lain agar
pesan yang ingin kita sampaikan dapat dipahami oleh pihak lain (Rizak, 2018: 90-92).
Sedangkan (Mulyana, 2008:260)
mengatakan bahwa Bahasa yang digunakan untuk melakukan komunikasi verbal merupakan
sebuah symbol yang memiliki aturan agar dapat menyampaikan sebuah pemikiran
serta perasaan yang ingin ditunjukkan.
b) Komunikasi
non verbal
Komunikasi
non verbal merupakan suatu proses komunikasi yang disampaikan menggunakan
isyarat, jenis komunikasi ini tidak menggunakan kata-kata melalui percakapan
ataupun tulisan tetapi melalui gerak tubuh, ekspresi wajah, sentuhan, gambar,
dan insyarat lainnya. (Rizak, 2018: 90-92).
Lalu menurut Larry A samovar dan Richard E didalam bukunya (Mulyana, 2008: 343)
menjelaskan bahwa komunikasi non verbal merupakan sebuah bentuk penyampaian
pesan yang tidak menggunakan Bahasa langsung (lisan dan tulisan), menggunakan
isyarat seperti Bahasa tubuh, lambaian kedua tangan, dan ekspresi. Dan Julia
T.Wood serta Nurudin dalam (Rosidah, 2018: 10-11)
mengatakan Komunikasi non verbal merupakan sebuah komunikasi yang dilakukan
menggunakan isyarat tanpa adanya kata atau kalimat yang biasanya ada didalam
percakapan ataupun tulisan.
2. Makna
�Komunikasi Interpersonal
Menurut
Devito komunikasi interpersonal merupakan sebuah proses penyampaian atau
penerimaan pesan yang dilakukan oleh satu orang atau sekelompok individu yang
mempunyai dampak dan dapat melakukan atau mendapatkan umpan balik segera.� (Effendi, 2003: 30).
Komunikasi interpersonal merupakan�
proses berkomunikasi yang dilakukan secara langsung atau tatap muka, yang
membuat pelakunya dapat memberi dan menerima respon secara spontan baik secara
verbal ataupun non verbal, komunikasi interpersonal biasanya hanya melibatkan
dua orang. (Mulyana, 2008: 81).
Didalam bukunya (AW, 2011: 11)
Proses Komunikasi Interpersonal yang menjadi penghubung antara komunikator dan
komunikan mempunyai 6 proses, yaitu Mempunyai kemauan untuk melakukan
komunikasi, Enconding oleh pengirim pesan, Pengirim pesan atau
komunikator, Penerimaan pesan, Decoding oleh komunikan atau penerima
pesan, Umpan balik.
Adapun
tujuan komunikasi interpersonal tentunya dilakukan agar dapat menyampaikan pesan
dengan baik namun biasanya komunikasi interpersonal dilakukan� karena mempunyai tujuan yang lebih spesifik
seperti dalam jurnal menurut (Amanna, Azka Ulya dan Supratman, 2021) komunikasi
interpersonal memiliki 6 tujuan, yaitu:
1. Mengenal
diri sendiri dan orang lain:
Dalam
berkomunikasi dengan pihak lain membuat kesempatan untuk kita lebih mengenal
mengenai diri sendiri, orang lain. Hal yang paling mudah dilihat yaitu sikap
dan perilaku saat kita sedang berkomunikasi dengan orang lain.
Mengetahui
dunia luar:
Misalnya kita dapat mengetahui
lingkungan kita dengan baik, juga bisa mengetahui informasi dari orang lain, meskipun saat ini
banyak informasi yang bisa diambil dari
media massa tetapi tetap saja sebenernya
informasi yang diperoleh di
media massa telat dilakukan komunikasi
interpersonal untuk memantapkan
informasi tersebut agar lebih kredibilitas.
2. Menciptakan
dan memelihara hubungan menjadi lebih bermakna:
Karena
manusia merupakan makhluk social, maka mereka akan selalu membutuhkan orang
lain untuk tempat bercerita, mengobrol, mengeluh, mengungkapkan perasaannya,
dan sebagainya.
3. Mengubah
sikap dan perilaku:
Komunikasi
interpersonal biasanya dilakukan untuk mempersuasi pihak lain yang akan
mengakibatkan perubahan sikap dan perilaku dari pihak lain.
4. Bermain
dan mencari hiburan
Dengan
melakukan komunikasi interpersonal secara santai dapat mengurangi beban
pikiran, menghilangkan rasa jenuh, berinteraksi dengan nyaman, dan menciptakan
suasana yang dapat menghibur satu sama lain.
5. Membantu
Tanpa
kita sadari dalam melakukan komunikasi interpersonal kita akan dapat meminta
ataupun memberikan masukan atau saran kepada pihak lain, hal itu menunjukan
bahwa komunikasi interpersonal dapat membantu pihak yang sedang melakukan
proses komunikasi
Pembahasan
Komunikasi merupakan sebuah interaksi yang dilakukan oleh semua orang untuk penyampaian pesan atau informasi yang dapat ditafsirkan dan dilakukan oleh satu pihak ke pihak
lain atau kelompok lain
yang mengharapkan untuk mendapatkan respon, dan dapat disampaikan melalui verbal dengan kalimat atau kata yang dibantu oleh non verbal dengan Gerakan tubuh, contohnya: saat mengatakan kata iya dibantu dengan menganggukan kepala. Namun komunikasi menjadi tidak efektif
jika didapati sebuah gangguan. Adapun salah satu contoh komunikasi
yang mendapat gangguan seperti komunikasi dengan anak yang memiliki autisma.
Kata Autisme berasal
dari Bahasa Yunani �auto� yang memiliki
arti seseorang yang terlihat
�terlalu menikmati dunianya sendiri�. Anak autis terlihat acuh pada suara yang didengar ataupun hal lain yang dilihat, dan jika mereka menunjukkan
reaksi maka reaksi tersebut biasanya tidak sesuai dengan situasi
dan kondisi seharusnya. (Sitompul, 2013: 3-4). �Namun
menurut (Triantoro Safaria, 2015:1) dalam jurnal (Annisaa, 2018) mengemukakan bahwa
gangguan autisme pertama kali ditemukan tahun 1943 oleh Kanner yang mendeskripsikan gangguan yang tidak dapat berintaksi
dengan orang lain dengan ciri gangguan berbahasa,
perkembangannya tertunda,
dan biasanya akan memunculkan respon yang aneh atau bahkan
tidak dapat merespon
Penulis melakukan wawancara
dan observasi dengan para pengasuh atau pembimbing
di SLB Autisma Bunda Bening yang dilakukan dengan anak autisma
dengan cara verbal dan non verbal. Komunikasi verbal merupakan suatu
proses komunikasi dalam bentuk lisan maupun
tulisan yang berupa kata-kata maupun
kalimat. Komunikasi verbal digunakan untuk mengungkapkan perasaan, emosi, gagasan, atau informasi kepada orang lain agar pesan yang
ingin kita sampaikan dapat dipahami oleh pihak lain (Rizak, 2018: 90-92). Sedangkan komuniaksi
non verbal adalah suatu proses komunikasi yang disampaikan menggunakan isyarat, jenis komunikasi ini tidak menggunakan kata-kata melalui percakapan ataupun tulisan tetapi melalui gerak tubuh,
ekspresi wajah, sentuhan, gambar, dan insyarat lainnya. (Rizak, 2018: 90-92).
Berdasarkan hasil
wawancara dengan Ibu Nining Honijah selaku pemilik
Yayasan SLB Autisma Bunda Bening Selakshahati yang juga merupakan dosen di Universitas Padjajaran menerangkan bahwa anak autisma
adalah anak yang special
yang banyak orang tidak dapat menerima karena merasa terganggu.
Berawal dari mempunyai anak yang mengidap autisma dimana Bunda Nining
merasakan kesulitan dalam membimbing anak sendiri namun
dengan usaha dan sabar serta benar-benar
menerima anaknya akhirnya memutuskan untuk membantu beberapa orang tua yang anaknya mempunyai kondisi yang sama dengan anaknya. Hal tersebut disalurkan dengan cara Bunda
Nining datang ke satu rumah
dengan rumah lainnya untuk memberikan
terapi bagi anak autisma serta
memberitahu orang tua apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan,
dan dimakan oleh anak-anaknya.
Alhasil hingga saat ini bisa
membantu banyak orang tua serta bisa
menyayangi anak-anak sebanyak 64 anak ini seperti anak
sendiri. Didirikannya
asrama untuk lebih bisa mendukung terapi dan untuk menjaga makanan anak-anak agar menghindari
tantrum dan penyakit. Dukungan
dari orang tua pun sangat berpengaruh bagi sikap dan perilakunya. Saat ini �anak
kandungnya telah dibimbing dan sudah mampu mempunyai sebuah bisnis yaitu
berjualan baju, juga telah mempunyai anak dan istri. Perlu diketahui
bahwa setiap orang mempunyai 20% genetik untuk autism tergantung pemicunya. Adapun Pemicunya berbeda-beda biasanya dari makanan yang dimakan atau pada saat hamil, karena
setiap anak berbeda-beda, ada yang pemicunya seafood, wortel, bahkan buncis. (Hasil wawancara Bunda, Cileunyi 20 Juli 2022).
Lebih lanjut
lagi dijelaskan oleh Wak Iis selaku
petugas yang sudah� 10 tahun di Asrama SLB Autisma Bunda Bening menangani
anak yang mengalami tantrum
dan sebagainya. Wak Iis melatih anak
agar terbiasa melakukan komunikasi interpersonal dengan
orang lain. Didukung dengan
fasilitas-fasilitas lain yang ada
maka akan semakin membantu perkembangan komunikasi
interpersonal anak. Dijelaskan
olehnya bahwa di SLB Autisma Bunda Bening
terdapat asrama dan sekolah.
Murid yang sekolah adalah
murid yang berada di asrama. Kegiatan
yang dilakukan yakni �setiap
pagi anak-anak austima �diberikan sarapan, dimandikan dan dipakaikan seragam lalu pergi
ke sekolah, pada saat di sekolah ada istirahat untuk
mereka diberikan air putih dan cemilan yang dibuat khusus oleh� bagian kantin yang tidak mengandung daging merah, tepung terigu,
msg, makanan cepat saji, dan sesuai dengan alergi masing-masing anak autisma. Adapun cara mengetahui alergi pada masing-masing anak autisma dengan mencoba menu makanan sama di bulan selanjutnya.
Setelah itu mereka akan melanjutkan
kembali belajar dan pukul setengah 12 waktunya mereka untuk pulang ke
asrama. Sepulang sekolah mereka diberikan makan siang setelah
itu waktunya untuk beristirahat, lalu bagi yang muslim pada saat sore hari digantikan bajunya dengan baju koko untuk kembali
pergi ke sekolah belajar mengaji dan menghafal al-quran, dan bagi yang nonis mereka tetap
beristirahat di asrama. Terdapat
beberapa terapi yang dilakukan di SLB Autisma Bunda Bening yaitu
terapi wicara (berbicara) dan terapi hidro (berenang). Jika seorang anak mengalami
tantrum atau tidak mau menurut, berikan
barang yang mereka takuti. Setiap anak memiliki ketakutan
berbeda ada yang takut cangkir, takut sapu, takut
air, dan lain-lain.
Berdasarkan hasil
penelitian penulis bahwa perkembangan positif� yang terjadi
pada anak-anak autis yang paling
berpengaruh ialah dilatih untuk melakukan
komunikasi interpersonal dengan
orang lain. Jadi anak-anak bukan
hanya diberikan perintah tetapi diajak mengobrol, diberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup tapi tidak
berlebihan juga diberikan beberapa metode yang sesuai untuk mereka.
Selanjutnya berdasarkan
hasil wawancara dengan Ibu neneh selaku pengasuh anak-anak dari pagi hingga waktu
mereka tidur dengan melakukan komunikasi interpersonal pada anak
autis menerangkan bahwa anak-anak yang mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya serta di didik dengan metode yang sesuai akan membuat
perkembangan kepada anaknya semakin baik, lingkungan dan dukungan orang sekitar serta cara berkomunikasi
dengan mereka mempengaruhi cara mereka melakukan komunikasi interpersonal.
Komunikasi
interpersonal yaitu sebuah aktivitas komunikasi dengan cara penyampaian
pesan seseorang kepada pihak lain,
komunikasi ini bertujuan untuk menyampaikan pikiran dan perasaan agar penerima pesan dapat mengubah
sikap, pendapat, ataupun perilaku. (Dirman dan Cicih Juarsih, 2014: 15). Komunikasi interpersonal yang dilakukan di SLB Autisma Bunda Bening
Selakshahati kepada anak-anak autis dengan cara mereka
menyampaikan intruksi secara verbal serta non verbal kepada anak-anak, para pengasuh dan guru
banyak berkomunikasi dengan menggunakan verbal, karena sebenarnya kalau anak dibiasakan
diberikan intruksi dengan verbal maka jika dalam keadaan
darurat atau terpaksa mereka akan mengeluarkan kata-kata ataupun kalimat. Anak-anak autis tidak
bisa menerima perubahan pada hidupnya, mereka harus menjalani
rutinitas yang sama setiap waktu.
Kegiatan komunikasi
interpersonal anak autis
yang ada di SLB Autisma Bunda Bening Selakshahati
dari awal bangun tidur pengasuh
akan memberikan intruksi kepada anak-anak agar mereka bersiap-siap untuk pergi ke sekolah.
Para pengasuh akan memandikan anak-anak, bagi yang muslim melakukan sholat subuh, dan diberikan sarapan, beberapa anak masih disuapi
karena belum bisa makan dengan
baik jika dibiarkan makan sendiri, lalu kegiatan
mereka selanjutnya ialah berangkat ke sekolah bagi
beberapa anak ada yang diantarkan karna ada masalah
dalam berjalan ataupun masih sulit
untuk diatur, sedangkan mayoritas sudah bisa berangkat
bersama-sama dengan temannya serta didampingi oleh pengasuh.
Selanjutnya, saat
di sekolah kegiatan belajar dimulai dari pukul 08.00 WIB, di sekolah anak-anak dibagi dalam beberapa
kelompok belajar, satu kelompok belajar
terdiri dari 3-4 murid dengan 1 pembimbing, hal itu bertujuan
agar anak-anak lebih focus
dan terpantau dalam mengikuti intruksi dari gurunya. Di sekolah anak-anak diajarkan sesuai kemampuan mereka masing-masing tidak ada paksaan
seorang anak harus memiliki kemampuan yang sama dengan yang lain, karena mereka memang tidak
memiliki kurikulum yang sama dengan sekolah
yang lain, setiap semester akan
ada pembagian rapot yang akan dibagikan kepada orang tua melalui whatsapp.
Anak-anak juga memakai seragam sesuai usianya jadi anak-anak
tidak akan merasa malu ataupun
tidak akan ada yang mengalami pembullyan oleh masyrakat lain. Ada beberapa anak yang sudah bisa menggambar, dan ada anak yang baru
bisa menempel atau mewarnai, ada kegiatan untuk
bercocok tanam.
Selain itu
dilanjutkan dengan istirahat pada pukul 10.30 WIB, anak-anak akan diberikan minum air putih dan cemilan yang khusus dibuat oleh kantin dengan bahan-bahan
yang sesuai setiap anaknya tanpa membuat
anak alergi atau terpicu tantrum. Karena makanan sangat memicu terjadinya tantrum pada anak, beberapa makanan yang sudah dipastikan akan membuat anak
tantrum yaitu makanan yang mengandung fenol, tepung terigu, msg, kedelai, dan daging yang berwarna merah. Setelah itu pada pukul 11.30 WIB murid pulang dari sekolah ke
asrama.
Pada saat
sampai di asrama mereka diberikan makan siang oleh pengasuh, setelah itu mereka
akan disuruh untuk tidur siang,
setelah selesai beristirahat atau bangun, bagi yang non muslim menunggu di asrama, sedangkan bagi yang muslim akan dimandikan
sore lalu dipakaikan baju koko dan kembali pergi ke sekolah
untuk belajar mengaji dan menghafal al-quran. Setelah selesai mengaji� mereka
akan kembali ke asrama lalu diberikan cemilan setelah itu menunggu
sebentar untuk diberikan makan malam dan pada pukul 19.00 di instrusikan untuk tidur.
Adapun ketika
anak anak mengalami tantrum, ada� beberapa
treatment yang diberikan oleh pengasuh
untuk anak anak tergantung pada karakter tiap anak.
Pada anak yang memiliki ketakutan terhadap benda benda akan
diberikan treatment yang berbeda
yaitu diberikan benda benda yang mereka takuti contohnya
sapu lidi, gelas, dan lain lain. Sedangkan, bagi anak yang memiliki tantrum berat mereka diberikan
treatment yang lebih khusus,
yaitu dibiarkan mengeluarkan emosinya di tempat khusus agar terhindar dari mencelakai orang lain atau merusak barang barang. Para pengasuh sudah dapat memahami
alasan yang membuat mereka tantrum, biasanya tantrum terjadi pada anak yang keinginannya tidak dituruti atau sedang
merasakan sesuatu yang membuatnya tidak nyaman seperti merasakan sakit atau khawatir akan
sesuatu, sama halnya dengan bayi
yang tidak bisa menyatakan perasaannya jadi mereka akan
menangis.
Gambar 1
Komunikasi Interpersonal Pada Anak Autis
Penelitian ini melihat mengenai
cara komunikasi interpersonal
pada anak autis di SLB Autisma Bunda Bening
Selakshahati, komunikasi
interpersonal yang dilakukan pada anak
autis di SLB Autisma Bunda Bening Selakshahati
dengan cara verbal dan non verbal, tetapi non verbal yang mereka lakukan hampir sama seperti yang biasa orang lain lakukan seperti menggelengkan kepala, menunjukkan sesuatu dengan tangan, menoleh saat namanya dipanggil,
dan lain-lain.� Dalam
melakukan komunikasi pasti ada beberapa
hal yang dapat menghambat terjadinya komunikasi interpersonal, dalam hal ini banyak
yang menjadi hambatan dalam berkomunikasi pada anak autis di SLB Autisma Bunda Bening
Selakshahati yang pertama yaitu hambatan psikologis seperti saat anak autis
sedang merasakan marah karena keinginannya
tidak diikuti maka akan sulit
untuk melakukan komunikasi interpersonal jika bukan oleh yang memahaminya. Yang
kedua yaitu hambatan semantis karena anak autis
kurang lancer dalam berbicara (komunikasi verbal) maka akan menyulitkan
memahami apa yang mereka katakan bagi orang yang kurang terbiasa bertemu dengannya. Yang keempat merupakan hambatan semantic karena suara yang mereka keluarkan terkadang tidak jelas jadi sulit
untuk dipahami. Sedangkan factor yang dapat mendukung yaitu pengetahuan mengenai anak autis, sudah
terbiasa melakukan interaksi, situasi dan kondisi yang mendukung (tidak berisik ataupun
dalam keadaan perasaan yang tidak nyaman), makanan yang dimakan oleh anak-anak ialah yang sesuai tidak mengandung fenol,daging merah,kedelai,susu
maupun tepung terigu.
Berdasarkan hal
tersebut maka dilakukannya komunikasi interpersonal tentunya agar dapat menyampaikan pesan dengan baik
dengan tujuan supaya anak anak
yang mengalami autisma dapat mengenal diri sendiri dan orang lain, mengetahui dunia luar, menciptakan dan memelihara hubungan menjadi lebih bermakna, mengubah sikap dan perilaku, bermain dan mencari hiburan serta dapat membantu
pihak yang sedang melakukan proses komunikasi
Kesimpulan
Metode komunikasi
interpersonal yang diterapkan SLB Bunda Bening Selakshahati kepada anak
autisma menghasilkan perubahan yang lebih baik dalam diri
anak. Metode dan cara komunikasi interpersonal
yang dilakukan oleh pengasuh
dan guru di SLB Autisma Bunda
Bening Selakshahati telah sesuai karena
dapat dilihat dan dirasakan bahwa perkembangan anak-anak menjadi lebih baik.
Metode yang dapat ditiru oleh orang tua yang memiliki anak autis
di rumah dapat mengikuti apa yang dilakukan oleh para pengasuh dan
guru SLB Autisma Bunda Bening Selakshahati yaitu sering mengajak
anak-anak untuk mengobrol dan jika umur anaknya dibawah
15 tahun maka didaftarkan untuk mengikuti terapi wicara. Lalu orang tua harus menjaga pola
makan dan makanan yang masuk ke tubuh
anaknya, serta mengetahui hal yang ditakuti anaknya jadi ketika anaknya
mengalami tantrum dapat teratasi. Selain itu anaknya juga dapat diikuti terapi
hydro (berenang) juga terapi
relaksasi jika memang memungkinkan. Keberhasilan komunikasi
interpersonal terlihat saat
anak merespon pesan yang disampaikan orangtua. Kasih sayang dan perhatian orang tua kepada anak akan
mendukung keberhasilan komunikasi interpersonal.
BIBLIOGRAFI
Alfahid, Syamsul Bahri. (2018). Pola
Komunikasi Antarpribadi Guru Dan Siswa Berkebutuhan Khusus Dalam Menumbuhkan
Kemandirian (Studi Di SLB Tunas Harapan Bangsa Balai Kembang Luwu Timur). UIN
Alauddin Makassar.
Alju, Agus Sritini. (2019). KOMUNIKASI
INTERPERSONAL ANTARA GURU DENGAN SISWA DI SLB INSAN MUTIARA PEKANBARU. UIN
Suska Riau.
Amanna, Azka Ulya Dan Supratman, Lucy
Pujasari. (2021). Komunikasi Interpersonal Antara Orang Tua Asuh Dengan Anak
Berkebutuhan Khusus Di SLBN-A Kota Cimahi. 6845.
Annisaa, Qorrie. (2018). Pemanfaatan Media
Audio Aids Untuk Pembelajaran Hafalan Surah- Surah Pendek Anak Autis: Penelitian
Di SLB Autisma Bunda Bening Selaksha Hati Bandung. UIN Sunan Gunung Djati
Bandung.
AW, Suranto. (2011). Komunikasi
Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Baihaqi, Hakim. (2018). Mengenal Sekolah
Khusus Autisma Bunda Bening Selakshahati, Sekolah Asrama Bagi Anak Autisma.
Dirman Dan Cicih Juarsih. (2014). Komunikasi
Dengan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.
Effendi, Onong Uchjana. (2003). Ilmu, Teori,
Dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Fiske, John. (2012). Pengantar Ilmu
Komunikasi. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada Jakarta.
Liliweri, Alo. (2007). Dasar-Dasar Komunikasi
Kesehatan. Yogyakarta: Salemba Humanika.
Mamahit, Irma Yolanda. (2019). TERAPI AL-QUR�AN
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS. UIN Sunan Gunung
Djati Bandung.
Mulyana, Deddy. (2008). Ilmu Komunikasi
Suatu Pengantar. Bandung: PT.REMAJA.
Naim, Ngainun. (2016). Dasar-Dasar Komunikasi
Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Ngalimun. (2020). Pengantar Ilmu
Komunikasi. Yogyakarta: Parama Ilmu.
Pusparisa, Yosepha. (2021). Indonesia
Punya 2.250 Sekolah Untuk Anak Berkebutuhan Khusus.
Rahmawati, Vivi Aulia. (2020). Komunikasi
Interpersonal Antara Guru Dan Anak Penyandang Autisme Dalam Mengajarkan Sholat
Wajib Di Rumah Anak Mandiri Karim Depok. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Rizak, Mochamad. (2018). Peran Pola
Komunikasi Antar Budaya Dalam Mencegah Konflik Antar Kelompok Agama. Islamic
Communication Journal.
Rosidah, Intan Eka. (2018). ANALISIS
KEMAMPUAN KOMUNIKASI NONVERBAL PADA ANAK AUTIS DI SEKOLAH DASAR DI KOTA BATU.
Universitas Muhammadiyah Malang.
Sitompul, Helen Uli Martha. (2013). PROSES
KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA TERAPIS DENGAN ANAK AUTIS DI ESYA TERAPI CENTER
SIDOARJO DALAM PROSES TERAPI WICARA. Jurnal E-Komunikasi, 1, 3�4.
Wood, Julia T. (2013). Komunikasi: Teori
Dan Praktik (Komunikasi Dalam Kehidupan Kita). Salemba Humanika.
Copyright holder: Syaffira Azzahra Nur Ridwan, Agus Aprianti (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |