Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia �p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 10, Oktober 2022

 

FASILITASI PERDAGANGAN DAN KINERJA EKSPOR INDUSTRI PENGOLAHAN MAKANAN INDONESIA KE KAWASAN REGIONAL COMPREHENSIVE ECONOMIC PARTNERSHIP (RCEP)

 

Nurul Haniva Dwihandini, Widyono Soetjipto

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Indonesia

Email : [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Fasilitasi perdagangan merupakan faktor penting bagi negara-negara di dunia dalam efisiensi perdagangan. Penelitian ini menganalisis dampak fasilitasi perdagangan dan faktor-faktor yang memengaruhi kinerja ekspor terhadap industri pengolahan makanan Indonesia ke kawasan RCEP. Sektor industri pengolahan Indonesia merupakan sektor penyumbang terbesar ekspor Indonesia dan kawasan RCEP merupakan negara tujuan utamanya. Namun, trend pertumbuhan ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke kawasan RCEP dari tahun 2012 sampai 2019 cenderung menurun. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder periode 2012 � 2019 dengan pendekatan gravity model data panel. Variabel fasilitasi perdagangan yang menjadi interest variable yaitu kualitas infrastruktur transportasi, penyerapan teknologi informasi dan komunikasi (ICT), hambatan prosedur bea cukai, (BOCP) dan kualitas lingkungan bisnis negara RCEP. Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel fasilitasi perdagangan yang sangat memengaruhi nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke kawasan RCEP adalah persentase penyerapan teknologi dan komunikasi (ICT) negara RCEP dan kualitas lingkungan bisnis negara RCEP. Negara RCEP yang memiliki persentase penyerapan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) terbesar yaitu Korea Selatan dan Selandia baru memiliki lingkungan bisnis yang terbaik. Selain itu, variabel ekonomi yang memengaruhi nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke kawasan RCEP adalah jarak ekonomi Indonesia dengan negara RCEP dan jumlah populasi negara RCEP.

 

Kata kunci : Nilai Ekspor Industri Pengolahan Makanan Indonesia, Infrastruktur Transportasi, Penyerapan ICT, Hambatan Prosedur Bea Cukai, Lingkungan Bisnis, Kawasan RCEP.

 

 

 

Abstract

Trade facilitation is an important factor for countries in the world in trade efficiency. This study aims to analyze the impact of trade facilitation to export performance on the export value of Indonesia�s food industry to the RCEP countries. Indonesia's manufacturing sector is the largest contributor to Indonesia's exports and the RCEP countries is the main destination. However, the export growth trend of Indonesia's food industry to the RCEP countries from 2012 to 2019 tends to decrease. The data used in this study is secondary data for the period of 2012 � 2019 with a gravity model panel data approach. Trade facilitation variables that become interest variables are the quality of transportation infrastructure, the absorption of information and communication technology (ICT), the burden of customs procedure (BOCP) and the quality of business environment of RCEP countries. The result of the model shows that the trade facilitation variables significantly affecting the export value of Indonesia�s food industry are the percentage of technology and communication absorption (ICT) of the RCEP countries and the quality business environment of the RCEP countries. The RCEP countries that has the largest percentage of information and communication technology (ICT) absorption is South Korea, while New Zealand has the best business environment. Besides that, the economic variables that affect the export value of Indonesia's food industry to the RCEP countries are the economic distance between Indonesia and RCEP countries and the total population of the RCEP countries.

 

Keywords: The Export Value of Indonesia's Food Industry, Transportation Infrastructure, ICT Absorption, Burden of Customs Procedure, Business Environment, RCEP Countries.

����������������������������������������������������

Pendahuluan

Sebuah negara jika lebih produktif dalam menghasilkan suatu barang (specialization), maka barang yang diproduksi negara tersebut lebih banyak dibandingkan negara lain dimana barang tersebut memiliki keunggulan komperatifnya. Hal ini terjadi ketika negara tersebut melakukan perdagangan internasional baik berupa ekspor maupun impor. Manfaat dari perdagangan internasional salah satunya adalah menambah devisa suatu negara melalui kegiatan ekspor. Selama beberapa tahun terakhir, ekspor terbesar Indonesia berasal dari sektor industri pengolahan. Tabel 1 menunjukkan komposisi nilai ekspor Indonesia dari tahun 2012 � 2019. Sektor industri pengolahan menyumbangkan nilai ekspor terbesar, lalu diikuti oleh sektor pertambangan dan lainnya, sektor migas dan sektor pertanian. Komoditi utama industri pengolahan yang diekspor adalah minyak kelapa sawit yang termasuk ke dalam industri pengolahan makanan (Kementerian Perindustrian, 2017).

 

 

Tabel 1

Komposisi Nilai Ekspor Indonesia

Tahun

Migas

Pertanian

Industri Pengolahan

Pertambangan dan Lainnya

2012

19,46%

2,93%

61,11%

16,50%

2013

17,88%

3,13%

61,92%

17,08%

2014

17,21%

3,27%

66,55%

12,97%

2015

12,34%

3,75%

70,98%

12,93%

2016

9,07%

2,38%

75,99%

12,56%

2017

9,32%

2,18%

74,11%

14,39%

2018

9,66%

1,91%

72,18%

16,25%

2019

7,47%

2,16%

75,56%

14,81%

Sumber: Badan Pusat Statistik (2012 � 2019)

 

Kebijakan fasilitasi perdagangan seringkali digunakan pemerintah untuk meningkatkan ekspor dan bertujuan untuk mendorong efisiensi perdagangan. Berdasarkan World Economic Forum (2014), manfaat fasilitasi perdagangan adalah jarak antar suatu wilayah dapat berkurang dan adanya integrasi pasar nasional serta menghasilkan economic cost yang lebih sedikit.

Sementara itu, definisi fasilitasi perdagangan yaitu suatu instrumen penting pada liberalisasi perdagangan yang berfungsi untuk mendorong integrasi ekonomi (Pellan dan Wong, 2015, ADB dan UN 2013). Menurut Wilson (2015) bahwa sekumpulan kebijakan yang berfungsi sebagai pengurangan biaya dari proses ekspor dan impor juga disebut dengan fasilitasi perdagangan. Keuntungan dari fasilitasi perdagangan sangat besar. Temuan dari Portugal-Perez dan Wilson (2012), Shepherd dan Wilson (2009) bahwa dengan adanya perbaikan fasilitasi perdagangan dapat mendorong nilai ekspor masing-masing negara yang melakukannya khususnya pada perbaikan infrastruktur transportasi, teknologi dan peraturan untuk memperbaiki lingkungan bisnis. Di samping itu, infrastruktur dapat berupa fisik (hard infrastructure) dan lunak (soft infrastructure). Menurut Portugal-Perez dan Wilson (2012), komponen-komponen infrastruktur fisik terdiri atas kualitas jalan, bandara, pelabuhan, kereta api (infrastruktur transportasi) dan penyerapan teknologi informasi dan komunikasi (ICT).

Infrastruktur transportasi yang baik dapat memperlancar distribusi barang dan jasa dan mengurangi biaya perdagangan. Penggunaan ICT dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas serta menurunkan transaction cost. Sementara itu, infrastruktur lunak berupa perbatasan dan transportasi yang efisien. Fungsinya untuk menghitung hambatan prosedur bea cukai dan transportasi dalam negeri. Perhitungan ini terdiri dari biaya, lamanya waktu dan seberapa banyak dokumen yang dibutuhkan di dalam prosedur bea cukai, kemudahan dalam berbisnis dan regulasinya.

Contoh kebijakan fasilitasi perdagangan di sektor industri pengolahan makanan di Indonesia yang tertuang dalam Making Indonesia 4.0 yaitu menjadikan sektor industri pengolahan makanan sebagai salah satu sektor prioritas pelaksanaan Teknologi Industri 4.0 yang berfungsi untuk mendorong transformasi digital industri pengolahan makanan sehingga dapat mendorong peningkatan ekspor industri pengolahan makanan Indonesia. Dalam hal ini pemerintah menetapkan regulasi dan memberikan insentif kepada penyedia teknologi di Indonesia dan juga kepada penyedia teknologi di luar Indonesia. Pada infrastruktur transportasi, pemerintah menjamin ketersediaan energi serta sarana dan prasarana, transportasi dan logistik yang layak secara teknis dan ekonomis.

����������� Salah satu kerja sama multilateral Indonesia yaitu kerja sama multilateral di kawasan ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) dan enam negara mitra dagang ASEAN. Kerja sama ini disebut dengan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). RCEP dibentuk pada tahun 2011 yang digagas oleh Indonesia ketika menjadi Ketua ASEAN.

Terbentuknya RCEP ini didorong oleh adanya desakan dari beberapa anggota mitra wicara Free Trade Agreement (FTA) yaitu Jepang dan China. Jepang dan China menginginkan agar semua negara ASEAN membentuk suatu FTA yang melibatkan semua mitra dagangnya diantaranya adalah China, Jepang, Korea, India, Australia, dan Selandia Baru. Setelah RCEP terbentuk, pembahasan intensif pun dimulai pada tahun 2012 dan para anggota RCEP menyetujui Guiding Principles and Objectives for Negotiating the Regional Comprehensive Economic Partnership untuk pedoman dalam menjalankan perundingan RCEP.

Perundingan RCEP telah dilakukan beberapa kali dan RCEP baru diresmikan pada tanggal 15 November 2020. RCEP memiliki 9 kelompok kerja dan 7 subkelompok kerja yang terdiri atas perdagangan barang, ketentuan asal barang, fasilitasi perdagangan, standar kesesuaian, sanitary dan phytosanitary (SPS), pengamanan perdagangan, jasa, investasi, kekayaan intelektual, niaga elektronik, kerja sama ekonomi dan teknis, pengadaan barang pemerintah, penyelesaian sengketa, finansial dan telekomunikasi. RCEP ini dapat memberikan manfaat ekonomi bagi Indonesia jika Indonesia mampu melakukan penyesuaian struktural dan kebijakan untuk meningkatkan daya saing ekonomi nasional dan mampu menarik para investor dalam negeri maupun luar negeri khususnya di sektor industri manufaktur yang berorientasi digital (Revolusi Industri 4.0).

RCEP memiliki potensi besar karena populasi atau jumlah penduduk tiga negara anggota RCEP berada di urutan teratas. Urutan pertama adalah negara China yang memiliki jumlah penduduk sebesar 1,37 milyar jiwa, kemudian urutan kedua adalah negara India sebesar 1,32 milyar jiwa dan Indonesia sebesar 261 juta jiwa. Menghilangkan hambatan tarif maupun hambatan non tarif dalam rangka membangun kawasan perdagangan bebas antara negara-negara anggota RCEP merupakan tujuan RCEP. Manfaat yang dapat diperoleh oleh Indonesia dari kerja sama ini adalah kondisi makro RCEP yang sangat potensial (Wardani, 2018). Berdasarkan data Kemendag (2018) pada tahun 2016, total GDP kawasan ini menyumbang sebesar 30% bagi GDP dunia dan menyumbang terhadap perdagangan dunia dengan total perdagangan sebanyak 29%. RCEP mengekspor 5801,07 miliar dolar AS, dengan surplus 483,16 miliar dolar AS, menjadikannya salah satu pasar potensial bagi produk ekspor Indonesia. Negara-negara yang tergabung dalam RCEP terdiri dari sepuluh negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Vietnam dan Kamboja dengan enam negara mitra dagangnya yaitu Jepang, Korea Selatan, China, India, Australia, dan Selandia Baru. Namun, ketika November 2019 India sudah tidak menjadi anggota RCEP.

Sektor utama yang diperdagangkan di kawasan RCEP adalah industri pengolahan (Mardiah dan Widyastutik, 2020). Pada periode tahun 2012 � 2019 menurut data BPS, sektor industri pengolahan makanan berupa minyak kelapa sawit memiliki nilai ekspor terbesar Indonesia ke kawasan RCEP. Grafik 1 menunjukkan nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke kawasan RCEP yang cukup besar. Namun, pertumbuhan ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke kawasan RCEP untuk keseluruhan komoditi cenderung menurun (Grafik 1). Pertumbuhan ekspor industri pengolahan makanan tertinggi ke RCEP yaitu pada tahun 2016 � 2017, sementara pertumbuhan ekspor terendah pada tahun 2013 � 2014.

 

Grafik 1

Jumlah Ekspor Industri Pengolahan Makanan Indonesia ke Kawasan RCEP

Text Box: Nilai ekspor (miliar Rupiah)

Tahun

 
 


Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah, (2021)

 

Grafik 2

Trend Pertumbuhan Ekspor Industri Pengolahan Makanan Indonesia

ke Kawasan RCEP

Text Box: Tahun Text Box: Persentase Nilai Ekspor

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah, (2021)

Berdasarkan pentingnya peran ekspor sektor pengolahan makanan ke kawasan RCEP tetapi dengan kecenderungan pertumbuhan ekspor yang semakin menurun dan juga masih minimnya studi mengenai dampak fasilitasi perdagangan di kawasan RCEP, maka penelitian ini ingin menganalisis keterkaitan antara nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke kawasan RCEP dengan variabel fasilitasi perdagangan dan kinerja ekspor yang direpresentasikan oleh variabel ekonomi.

Studi sebelumnya mengkaji dampak nilai ekspor kayu, kayu dan produk tenun Indonesia (sektor manufaktur utama) di kawasan RCEP dimana Mardiah dan Widyastutik (2020) menunjukkan bahwa variabel terkait kebijakan fasilitasi perdagangan seperti, hambatan prosedur bea cukai negara pengimpor dan penggunaan internet dalam berbisnis berpengaruh positif terhadap nilai ekspor Indonesia. Tetapi, studi-studi terdahulu menemukan hasil yang berbeda untuk variabel terkait kebijakan fasilitasi perdagangan, Menurut Otsuki, et al. (2012) hambatan prosedur bea cukai negara eksportir berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap nilai ekspor. Menurut Imadidin, dkk (2017), transportation infrastructure negara eksportir berhubungan positif dan signifikan. Sementara studi Asikin, dkk (2015) bahwa infrastruktur negara pengekspor tidak berpengaruh signifikan kepada nilai ekspor tetapi berpengaruh positif dan signifikan pada sektor industri pengolahan.

Oleh karena adanya perbedaan hasil penelitian sebelumnya dan masih minimnya studi mengenai peranan RCEP dalam peningkatan ekspor Indonesia, maka penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis dampak kebijakan fasilitasi perdagangan dan faktor-faktor apa saja yang akan mempengaruhi nilai ekspor, khususnya dampak industri pengolahan makanan Indonesia terhadap kawasan RCEP.

Dilihat dari latar belakang yang telah diuraikan dan beberapa hasil studi empiris serta masih minimnya studi mengenai RCEP, maka rumusan masalah penelitian ini adalah menganalisis bagaimana dampak kebijakan fasilitasi perdagangan terhadap nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke kawasan RCEP dan faktor apa saja yang memengaruhi kinerja ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke kawasan RCEP.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan fasilitasi perdagangan terhadap nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke kawasan RCEP dan faktor-faktor yang memengaruhi kinerja ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke kawasan RCEP.

����������� Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi sebagai berikut: (1) Sebagai hasil studi kuantitatif di bidang kerja sama perdagangan internasional mengenai kebijakan fasilitasi perdagangan dan kinerja ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke kawasan RCEP. (2) Selain itu, secara empiris, penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi kepada otoritas terkait komponen-komponen fasilitasi perdagangan negara RCEP yang berkontribusi besar dalam peningkatan nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia sehingga Indonesia lebih fokus mengekspor ke negara RCEP yang memiliki indeks fasilitasi perdagangan terbaik.

Penelitian ini mencakup periode observasi selama tahun 2012 � 2019 dengan dua belas negara RCEP yaitu Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Vietnam dan Kamboja serta enam negara mitra dagang ASEAN yaitu India, Jepang, Korea Selatan, China, Australia, dan Selandia Baru. Negara ASEAN yang tidak dimasukkan adalah Myanmar, Laos dan Brunei Darussalam dikarenakan adanya keterbatasan data.� Sementara sektor ekspor yang diteliti adalah sektor industri pengolahan makanan Indonesia.

Sistematika dalam penulisan ini terdiri dari lima bab, Bab (1) menampilkan latar belakang permasalahan penelitian, tujuan penelitian, dan cakupan penelitian.� Kemudian Bab (2) membahas teori yang berhubungan dengan topik penelitian dan studi empiris terdahulu. Bab (3) menjelaskan metodologi penelitian, yaitu data, spesifikasi model, definisi operasional, dan tahapan estimasi. Bab (4) menampilkan statistik deskriptif dan analisis inferensia model yang digunakan. Terakhir, Bab (5) menyajikan kesimpulan dan saran penelitian.

 

Metode Penelitian

A.  Kerangka Empiris

����������� Gambar 1 menunjukkan kerangka empiris penelitian berupa latar belakang, tujuan, hipotesis, pembuktian hipotesis, hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan dan saran.

 

Tabel 1

Kerangka Empiris Penelitian

Sumber: Olahan Penulis (2021)

Sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan penelitian maka penyusunan kerangka empiris berfokus pada menganalisis kinerja ekspor dan dampak kebijakan fasilitasi perdagangan industri pengolahan makanan Indonesia ke kawasan RCEP. Dengan demikian digunakan pendekatan metode data panel dengan mengadopsi berbagai penelitian sebelumnya yaitu yang dilakukan oleh penelitian Wilson, dkk (2003), Portugal-Perez dan Wilson (2012), Luthfianto, dkk (2016) dan Madiah dan Widyastutik (2020).

B.  Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian permasalahan, tujuan penelitian dan studi empiris, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H1a: Diduga terdapat hubungan antara fasilitasi perdagangan negara RCEP terhadap nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke kawasan RCEP.

H1b: Diduga terdapat hubungan antara kinerja ekonomi industri pengolahan makanan Indonesia terhadap nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke kawasan RCEP.

C.  Sumber dan Jenis Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber, yaitu Badan Pusat Statistik, World Bank, Centre d'Etudes Prospectives et d'Informations (CEPII) dan World Economic Forum. Data yang diteliti dimulai tahun 2012 sampai dengan tahun 2019 (8 tahun pengamatan) dan jumlah negara yang diteliti sebanyak 12 negara sehingga jumlah obervasi sebanyak 96 obervasi.

Data nilai ekspor adalah variabel dependen, sedangkan variabel fasilitasi perdagangan sebagai variabel interest terdiri dari kualitas infrastruktur transportasi, persentase penyerapan teknologi informasi dan komunikasi (ICT), Burden of Customs Procedure (BOCP) dan kualitas lingkungan bisnis. GDP per kapita, jarak ekonomi, jumlah populasi dan nilai tukar riil merupakan variabel independen.

 

Tabel 1

Daftar Variabel Data

Variabel

Satuan

Sumber

Variabel Dependen

Nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia

USD

Badan Pusat Statistik

Variabel Interest

Transportation infrastructure quality negara RCEP

Indeks 1 � 7

World Economic Forum

Penyerapan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) negara RCEP

Persentase (%)

World Economic Forum

Hambatan prosedur bea cukai negara RCEP

Indeks 1 � 7

World Economic Forum

Kualitas lingkungan bisnis negara RCEP

Indeks 1 � 7

World Economic Forum

Variabel Independen

GDP per kapita Indonesia

USD

World Bank

GDP per kapita negara RCEP

USD

World Bank

Economic distance Indonesia dengan negara RCEP

Km

CEPII

Jumlah penduduk negara RCEP

Jiwa

World Bank

Real exchange rate Rupiah terhadap mata uang negara RCEP

Rp/LCU

World Bank

Sumber: Olahan Penulis (2021)

 

D.  Variabel Penelitian

Data nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia (ISIC 10) berdasarkan atas KBLI 2015 yang berpedoman pada ISIC Revisi 4. Data variabel kualitas infrastruktur transportasi, Burden of Customs Procedure (BOCP) dan kualitas lingkungan bisnis negara RCEP merupakan data berbentuk indeks dengan rentang 1 -7. Untuk data variabel kualitas infrastruktur transportasi, jika indeks semakin mendekati 1 maka kualitas infrastruktur transportasi negara RCEP adalah buruk, sedangkan jika indeks semakin mendekati 7 maka kualitas infrastruktur negara RCEP adalah baik. Untuk data variabel kualitas Burden of Customs Procedure (BOCP), jika indeks semakin mendekati 1 maka Burden of Customs Procedure (BOCP) atau hambatan prosedur bea cukai di negara RCEP semakin tidak efisien, sedangkan jika indeks semakin mendekati 7 maka Burden of Customs Procedure (BOCP) atau hambatan prosedur bea cukai negara RCEP semakin efisien.

Sementara data persentase penyerapan teknologi informasi dan komunikasi (RCEP) berasal dari persentase pengguna internet, jika persentasenya semakin kecil maka tingkat penyerapan teknologi informasi dan komunikasi di negara RCEP adalah rendah dan jika persentasenya semakin besar maka tingkat penyerapan teknologi informasi dan komunikasi di negara RCEP adalah tinggi. Untuk data variabel kualitas lingkungan bisnis, jika indeks semakin mendekati 1 maka kualitas lingkungan bisnis atau kemudahan dalam berbisnis di negara RCEP adalah buruk, sedangkan jika indeks semakin mendekati 7 maka kualitas lingkungan bisnis atau kemudahan dalam berbisnis negara RCEP adalah baik. Data GDP per kapita Indonesia dan negara RCEP merupakan GDP constant LCU, data jarak ekonomi adalah jarak geografis yang telah diboboti oleh GDP riil Indonesia dan negara RCEP, data jumlah populasi adalah jumlah seluruh penduduk di negara RCEP, data nilai tukar riil adalah nilai tukar riil Rupiah terhadap mata uang masing-masing negara RCEP.

3.1  Spesifikasi Model Estimasi

Pendekatan gravity model dengan spesifikasi model data panel yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada Wilson, dkk (2003), Portugal-Perez dan Wilson (2012), Luthfianto, dkk (2016) dan Madiah dan Widyastutik (2020) dengan adanya beberapa penyesuian variabel-variabel. Bentuk persamaan regresinya sebagai berikut:

ijt 1jt2jt3jt4jt 5it6jt7ij8jt9ijit

 

 

dimana:

i���������������������� :���������� Negara Indonesia

j���������������������� :���������� Negara RCEP

0�������������������������� :�������������� Intersep

1 � 9� :�������������� :�������������� Parameter masing-masing variabel

t������������������������������ :�������������� (1,��,t) periode penelitian (2012 � 2019)

ijt��������������������� :�������������� Nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke negara

����������������������������������� RCEP tahun t (USD)

jt������������� :���������� Transportation infrastructure quality negara RCEP (indeks 1 � 7)

jt��������������������� :���������� Persentase penyerapan teknologi informasi dan komunikasi

����������������������������������� (ICT) negara RCEP (%)

jt ��������������� :���������� Hambatan prosedur bea cukai negara RCEP (indeks 1 � 7)

jt� ��������������� :���������� Kualitas lingkungan bisnis negara RCEP (indeks 1 � 7)

it������������ :�������������� GDP per kapita Indonesia (USD)

jt������������ :���������� GDP per kapita negara RCEP (USD)

ij���� :���������� Economic distance Indonesia dengan negara RCEP

����������������������������������� (km)

jt�������������� :���������� Total penduduk masing-masing negara RCEP pada tahun t (jiwa)

ij ����������� :���������� Real exchange rate Rupiah terhadap negara RCEP

����������������������������������� (Rupiah/LCU)

it�������������������������� :���������� Error term

����������� Metode penggunaan data panel untuk mengestimasi model meliputi metode pooled least square, model efek tetap, dan model efek acak (Firdaus, 2011). Asumsi kuadrat terkecil gabungan (PLS) adalah bahwa nilai intersep setiap variabel adalah sama dan koefisien kemiringan semua elemen penampang adalah sama. Sebuah model efek tetap (FEM) adalah adanya efek individu dan variabel penjelas dengan pola non-acak. Asumsi ini memungkinkan efek individu dan komponen kesalahan waktu menjadi bagian dari persimpangan. Pada gilirannya, model efek acak (REM) muncul ketika tidak ada korelasi antara efek individu dan regressor, atau disebut juga model komponen kesalahan, di mana ada parameter yang berbeda antara individu dan antara waktu, yang dimasukkan. dalam kesalahan. Selain itu, pemilihan model penelitian dengan data panel memerlukan uji statistik yang bertujuan untuk memilih model terbaik untuk mendapatkan estimasi yang valid. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chow dan uji Hausman.

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Statistik Deskriptif Fasilitasi Perdagangan dan Kinerja Ekspor

Berdasarkan data yang telah diperoleh dari berbagai sumber, maka dapat dianalisis gambaran dari setiap indikator fasilitasi perdagangan dan kinerja ekspor yang terdiri atas nilai ekspor industri pengolahan makanan, kualitas infrastruktur transportasi, persentase penyerapan ICT, hambatan bea cukai, GDP per kapita, jarak ekonomi, jumlah populasi dan nilai tukar riil.

 

Tabel 2

Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Variabel Data

Mean

Max

Min

Std.Dev

Skewness

Kurtosis

Obs.

Variabel Dependen

Nilai Ekspor Industri Pengolahan Makanan Indonesia (ln USD)

19,978

22,374

15,050

1,628

0,000

0,102

96

Variabel Interest

Transportation quality negara RCEP (indeks 1 - 7)

4,764

6,8

2,9

0,925

0,307

0,486

96

Persentase penyerapan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) negara RCEP (%)

59.865

96

3,1

26,758

0,093

0,000

96

Hambatan prosedur bea cukai (BOCP) negara RCEP (indeks 1- 7)

6,016

6,928

4,615

0,663

0,155

0,100

96

Kualitas lingkungan bisnis negara RCEP (indeks 1 - 7)

4,027

5,6

2,6

0,780

0,289

0,005

96

Variabel Independen

GDP per kapita Indonesia (ln USD)

8,213

8,327

8,111

0,064

0,367

0,048

96

GDP per kapita negara RCEP (ln USD)

9,560

12,096

6,858

1,522

0,320

0,000

96

Jarak ekonomi Indonesia dengan negara RCEP (ln km)

6,016

6,928

4,615

0,662

0,009

0,054

96

Jumlah populasi negara RCEP (ln jiwa)

17,914

21,058

15,299

1,735

0,074

0,293

96

Real exchange rate Rupiah terhadap mata uang masing-masing negara RCEP (ln Rupiah/LCU)

5,564

9,159

0

3,027

0,040

0,000

96

Sumber: Olahan Penulis (2021)

Tabel 2 menunjukkan statistik deskriptif dari keseluruhan variabel regresi fasilitasi perdagangan dan kinerja ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke kawasan RCEP. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah observasi untuk model regresi kinerja ekspor dan fasilitasi perdagangan sebanyak 96 observasi yang meliputi negara RCEP yang menjadi tujuan ekspor industri pengolahan makanan Indonesia selama 8 tahun. Nilai mean pada kualitas infrastruktur transportasi negara RCEP sebesar 4,674%, kualitas penyerapan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) negara RCEP sebesar 59,865%, Burden of Customs Procedure (BOCP) negara RCEP sebesar 6,016% dan kualitas lingkungan bisnis negara RCEP sebesar 4,027%.

B.  Fasilitasi Perdagangan di Negara RCEP

Indikator-indikator fasilitasi perdagangan di negara RCEP terdiri dari kualitas infrastruktur transportasi, persentase penyerapan teknologi informasi dan komunikasi (ICT), hambatan prosedur bea cukai (BOCP) dan kualitas bisnis. Grafik 3 dan Grafik 4 menunjukkan indeks rata-rata fasilitasi perdagangan di setiap negara RCEP dari tahun 2012 � 2019.

 

Grafik 3

Fasilitasi Perdagangan di Negara RCEP (Kualitas Transportasi, Hambatan Bea Cukai dan Kualitas Bisnis)

Text Box: Indeks

Sumber: World Economic Forum, diolah, 2021

 

 

 

 

 

 

 

Grafik 4

Fasilitasi Perdagangan di Negara RCEP (Persentase Penyerapan ICT)

Text Box: Persentase

Sumber: World Economic Forum, diolah, 2021

 

Negara RCEP yang memiliki kualitas infrastruktur transportasi tertinggi yaitu Singapura dengan indeks rata-rata sebesar 6,7. Indeks kualitas infrastruktur transportasi Singapura ini menunjukkan bahwa Singapura mempunyai infrastruktur transportasi yang baik dan berkembang pesat. Hal ini ditandai dengan dikenalnya Singapura sebagai negara yang memiliki pelabuhan paling efisien di dunia (Madiah dan Widyastutik, 2020). Lalu, urutan indeks rata-rata kualitas transportasi tertinggi selanjutnya adalah Australia sebesar 5,6, Jepang, Selandia Baru, Malaysia dan Korea Selatan sebesar 5,4, China sebesar 4,5, Thailand, India 4,3, Kamboja sebesar 3,8, Vietnam sebesar 3,7 dan negara RCEP yang memiliki kualitas infrastruktur transportasi terendah adalah Filipina dengan indeks rata-rata sebesar 3,3. Hal ini dapat disimpulkan bahwa di antara negara RCEP masih ada yang kualitas infrastruktur transportasinya kurang baik dimana range rata-rata indeks transportasi antara negara yang memiliki indeks tertinggi dengan yang terendah cukup jauh.

Persentase penyerapan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) terbesar yaitu negara Korea Selatan dengan rata-rata 89%. Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh populasi di Korea Selatan telah menggunakan internet. Pada era 4.0 saat sekarang ini, teknologi informasi dan komunikasi (ICT) sangat berperan penting khususnya bagi pelaku bisnis. Internet dapat mengurangi hambatan jarak bagi pelaku bisnis sehingga tidak harus langsung berkunjung ke negara mitra bisnisnya (Suryanti, 2017).

Pemerintah Korea Selatan sangat mendukung dalam percepatan transformasi digital menuju ekonomi digital. Pertumbuhan ekonomi digital Korea Selatan disebabkan oleh tiga faktor utama salah satunya yaitu visi pemerintah terkait ICT. Menurut Forbil Institute (2020) sekitar 5 % dari GDP Korea Selatan digunakan untuk mempersiapkan Revolusi Industri 4.0 melalui teknologi smart city dan jaringan 5G. Persentase penyerapan ICT tertinggi selanjutnya adalah Jepang dan Selandia Baru sebesar 87%, Australia sebesar 85%, Singapura sebesar 80%, Malaysia sebesar 71%, China dan Vietnam sebesar 48%, Filipina sebesar 44%, Thailand sebesar 38%, India sebesar 22% dan negara RCEP yang memiliki persentase penyerapan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) terendah adalah Kamboja sebesar 18%.

Negara RCEP yang memiliki Burden of Customs Procedure (BOCP) atau prosedur bea cukai yang paling efisien adalah negara Singapura dengan indeks rata-rata sebesar 6,4. Singapura. Oleh karena itu, Singapura juga dikenal sebagai negara yang paling ramah dalam regulasi bisnis di dunia khususnya dalam prosedur bea cukai (Madiah dan Widyastutuik, 2020). Negara RCEP yang memiliki indeks BOCP tertinggi lainnya yaitu Jepang sebesar 5,9, Korea Selatan sebesar 5,6, Malaysia sebesar 5,4, Selandia Baru sebesar 4,9, Australia sebesar 4,8, China sebesar 4,6, India sebesar 4,4, Thailand sebesar 4,1, Vietnam sebesar 3,5 dan negara RCEP yang memiliki prosedur bea cukai tidak efisien adalah Filipina dan Kamboja dengan indeks rata-rata sebesar 3,3.

Negara Selandia Baru memiliki kualitas lingkungan bisnis terbaik yang memiliki indeks rata-rata sebesar 5,4. Hal ini ditandai oleh Selandia Baru yang dikenal sebagai negara dengan tingkat kemudahan berbisnis terbaik di dunia dan negara paling ramah untuk berbisnis menurut Laporan Bank Dunia (Katadata, 2019). Negara RCEP yang memiliki indeks kualitas lingkungan tertinggi lainnya yaitu Singapura sebesar 4,9, Malaysia sebesar 4,8, Jepang sebesar 4,4, Australia sebesar 4,3, India sebesar 4,1, China sebesar 3,9, Thailand dan Vietnam sebesar 3,5, Korea Selatan dan Filipina sebesar 3,3 dan Kamboja sebagai negara yang lingkungan bisnisnya buruk dengan indeks rata-rata sebesar 3,1.

C.  Analisa Hasil Estimasi Fasilitasi Perdagangan dan Kinerja Ekspor

Untuk memenuhi kaidah ekonometri pada pemilihan metode data panel, dilakukan tahapan pengujian pemilihan model Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM) atau Random Effect Model (REM) (lihat lampiran). REM terpilih sebagai model yang terbaik untuk melakukan estimasi sehingga kinerja ekspor dan fasilitasi perdagangan industri pengolahan makanan Indonesia dianalisis dengan menggunakan gravity model dengan estimasi REM. Berikut adalah hasil estimasi gravity model yang dampak kebijakan fasilitasi perdagangan dan faktor yang dapat berpengaruh kepada nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke kawasan RCEP.

 

Tabel 2

Hasil Regresi OLS REM

Dependent Variable:

Hasil OLS REM

Nilai Ekspor Industri Pengolahan Makanan Indonesia

Model 1

Model 2

Model 3

TRANSjt

0.212

 

-0.259

 

(0.386)

 

(0.219)

ICTjt

-0.00372

 

0.0341***

 

(0.00975)

 

(0.0104)

BOCPjt

-0.189

 

0.174

 

(0.574)

 

(0.269)

BUSSjt

0.600

 

0.515***

 

(0.398)

 

(0.212)

t = 2019

0.424

 

 

 

(0.683)

 

 

Loggdpcit

 

0.735

-0.385

 

 

(1.193)

(1.211)

Loggdpcjt

 

0.621***

0.00736

 

 

(0.0822)

(0.247)

Logecodistijt

 

-0.912***

-1.113***

 

 

(0.142)

(0.161)

Logpopjt

 

0.951***

1.055***

 

 

(0.0572)

(0.0533)

Logexcij

 

0.736***

0.0972

 

 

(0.0672)

(0.218)

t = 2013

0.0292

-0.136

-0.0377

 

(0.640)

(0.291)

(0.252)

t = 2014

0.355

-0.0221

0.225

 

(0.653)

(0.278)

(0.248)

t = 2015

0.115

-0.146

-0.0825

 

(0.642)

(0.272)

(0.236)

t = 2016

0.183

-0.0730

-0.125

 

(0.647)

(0.271)

(0.237)

t = 2017

0.398

0.0305

-0.00986

 

(0.657)

(0.278)

(0.248)

t = 2018

0.377

0.00623

0.0774

 

(0.670)

(0.292)

(0.253)

t = 2019, omitted

 

-

-

 

 

 

 

 

 

 

 

Constant

17.38***

-16.40

10.16

 

(1.131)

(20.72)

(22.68)

 

 

 

 

Observations

Number of ij_num

96

12

96

12

96

12

R-squared

Prob (F-Statistic)

0.0181

0.0000

0.7748

0.0252

0.7948

0.0002

Standard errors in parentheses

*** p<0.01, ** p<0.05, * p<0.1

Sumber: Olahan Penulis (2021)

 

Hasil estimasi OLS REM menunjukkan bahwa variabel time trend tidak memengaruhi variabel nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke negara RCEP. Variabel fasilitasi perdagangan yang signifikan memengaruhi nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke RCEP adalah persentase penyerapan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (ICT) negara RCEP dan kualitas lingkungan bisnis negara RCEP.

Persentase penyerapan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (ICT) negara RCEP berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai ekspor industri pengolahan Indonesia ke negara RCEP. Jika persentase penyerapan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) negara RCEP naik 1% maka akan meningkatkan nilai ekspor industri pengolahan Indonesia ke negara RCEP sebesar 0,034%. Hasil ini mirip dengan studi Oktora dan Muhtasib (2019) dan Aryani (2020) yang menemukan bahwa ICT berperan dalam meningkatkan komunikasi antar negara yang melakukan perdagangan. Kualitas lingkungan bisnis negara RCEP berhubungan positif dan signifikan terhadap nilai ekspor industri pengolahan Indonesia ke negara RCEP. Jika kualitas lingkungan bisnis negara RCEP naik 1% maka akan meningkatkan nilai ekspor industri pengolahan Indonesia ke negara RCEP sebesar 0,515%. Hal ini mendukung hasil penelitian Portugal-Perez dan Wilson (2012) dan Imadidin, dkk (2017) bahwa jika lingkungan bisnis negara pengimpor semakin baik maka akan meningkatkan nilai ekspor negara pengekspor.

Sementara itu, variabel ekonomi yang signifikan memengaruhi nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke negara RCEP adalah cconomic distance Indonesia dengan negara RCEP berhubungan negatif dan signifikan terhadap nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke negara RCEP. Jika jarak ekonomi Indonesia bertambah 1% maka nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke negara RCEP akan menurun sebesar 1,113%. Hasil ini sama dengan studi Wardani (2018) dan Madiah dan Widyastutik (2020) bahwa semakin pendek economic distance antara negara eksportir dan importir dapat menurunkan transaction cost dan meningkatkan perdagangan. Jumlah populasi negara RCEP berhubungan positif dan signifikan terhadap nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke negara RCEP.

Jika jumlah populasi negara RCEP naik 1% maka nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke negara RCEP akan meningkat sebesar 1,055%. Hasil ini sesuai dengan penelitian Fitzsimons, dkk (1999), Portugal-Perez dan Wilson (2012) dan Madiah dan Widyastutik (2020) bahwa populasi negara importir yang semakin tinggi dapat meningkatkan

 

Kesimpulan

Studi ini bertujuan untuk mengetahui dampak kebijakan fasilitasi perdagangan dan faktor apa saja yang dapat berpengaruh kepada nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke kawasan RCEP. Periode penelitian dimulai dari tahun 2012 sampai dengan 2019. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan model gravitasi data panel, variabel fasilitasi perdagangan sangat memengaruhi nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke negara RCEP secara signifikan yaitu persentase penyerapan teknologi dan komunikasi (ICT) negara RCEP dan kualitas lingkungan bisnis negara RCEP. Sementara variabel ekonomi yang memengaruhi nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke negara RCEP secara signifikan adalah jarak ekonomi negara Indonesia dengan negara RCEP dan jumlah penduduk negara RCEP.

Hasil estimasi memprediksi bahwa variabel fasilitasi perdagangan yang sangat memengaruhi peningkatan nilai ekspor industri pengolahan Indonesia adalah perbaikan kualitas lingkungan bisnis negara RCEP dimana setiap kenaikan 1% kualitas lingkungan bisnis maka akan meningkatkan nilai ekspor industri pengolahan Indonesia ke negara RCEP sebesar 0,515%. Kemudian, setiap kenaikan 1% peningkatan persentase penyerapan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) negara RCEP maka meningkatkan nilai ekspor industri pengolahan Indonesia ke negara RCEP sebesar 0,034%. Sementara setiap peningkatan jarak ekonomi Indonesia bertambah 1% maka nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke negara RCEP akan menurun sebesar 1,113%. Jika jumlah populasi negara RCEP naik 1 % maka nilai ekspor industri pengolahan makanan Indonesia ke negara RCEP akan meningkat sebesar 1,055%.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

ADB and UN (Asian Development Bank and United Nation). (2013). Designing and Implenting Trade Facilitation in Asia and The Pacific Update 2013. Philippines: Publication of Asian Development Bank and United Nation Economic and Social Commission for Asia and the Pacific.

 

Aryani, Yulya, Wina A, Suhindarto. (2020). Pengaruh Teknologi Informasi dan E-Commerce terhadap Perdagangan Indonesia ke Negara ASEAN.

 

Asikin, Z, Daryanto, A., Anggraeni, L. (2016). Pengaruh Infrastuktur dan Kelembagaan terhadap Kinerja Ekspor Agregat dan Sektoral Indonesia. Jurnal Manajemen dan Agribisnis. Volume 13 No. 2 p 145-156.

 

Badan Pusat Statistik. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor Menurut Kelompok Komoditi dan Negara 2012 � 2019.

 

Balassa, B. (1965). Trade Liberalization and Revealed Comparative Advantage. The Manchester School, 33, 99-123.

 

Centre d�Etudes Prospectives et d�Informations Internationales. Geodesic Distances.

 

Damanhuri DS, Findi M. (2014). Masalah dan Kebijakan: Pembangunan Ekonomi Indonesia. Bogor: IPB Press.

 

Deloitte Global. (2016). Global Manufacturing Competitiveness Index 2016.

 

Fitzsimons, E., Hogan, V., Neary, J.P. 1999. Explaining the Volume of North-South Trade in Ireland: A Gravity Model Approach. Economic and Social Review. Volume 30 No. 4 p 381-401.

 

Forbil.id. (2020). Lesson Learned: Transformasi Digital di Korea Selatan.

 

Grainger, A. (2007). Customs and Trade Facilitation: From Concepts to Implementation. World Custom Journal. Volume 2 No. 2 p 17-29.

 

Gultom, D. (2020). Gultom, D. (2020). Perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP): Peluangnya bagi Indonesia dan Langkah Pemanfaatannya. Center for Indonesian Policy Studies (CIPS).

 

Imadidin, R., Priyarsono, D.S., Widyastutik. 2017. Fasilitasi Perdagangan, Kinerja Ekspor, dan Ketimpangan Pendapatan di Negara-negara RCEP. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan. Volume 6 No. 2 p 32-46.

 

Katadata.co.id. (2019). Selandia Baru, Negara dengan Kemudahan Berbisnis Terbaik. �

 

Kementerian Perdagangan. (2018). Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional.

 

Kementerian Perindustrian. (2017). Siaran Pers.

 

Luthfianto, A., Priyarsono, D.S., Barreto, R. (2016). Trade Facilitation and the Indonesian of Performance Manufacturing Export. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan. Volume 10 No. 1 p 1-20.

 

Mardiah, S., Widyastutik. (2020). Fasilitasi Perdagangan dan Ekspor Unggulan Manufaktur Indonesia ke RCEP. Jurnal BPPK Volume 13 Nomor 1 Tahun 2020 Halaman 15-32.

 

Melitz, Marc J. (2003). The Impact of Trade on Intra-Industry Reallocations and Aggregate Industry Productivity. Econometrica, Vol.71, No. 6.

 

Oktora, Siskarossa Ika, Nora M. (2019). Dampak Teknologi Informasi dan Komunikasi terhadap Ekspor Pakaian Indonesia.

 

Portugal-Perez, A., Wilson J.S. (2012). Export Performance and Trade Facilitation Reform Hard and Soft Infrastructure. Policy Research Working Paper. Volume 40 No. 7 p 1295- 1307.

 

Salvatore, D. (1997). Ekonomi Internasional. Edisi kelima. (Alih bahasa, Haris Munandar). Jakarta: Erlangga.

 

Suryanti, E.D. (2017). Pengaruh Fasilitasi Perdagangan terhadap Ekspor Indonesia ke Kawasan Aisa Pasifik.

 

Wilson, J.S., Mann, C.L., Otsuki, T. (2003). Trade Facilitation and Economoc Dvelopment: A New Approach to Quantifying the Impact. The World Economic Review. Volume 17 No. 3 p 367-389.

 

World Development Indicators. GDP per Capita, Population, Exchange Rate 2012 � 2019.

 

World Economic Forum. The Global Competitiveness Index.

 

World Economic Forum. (2014). Global Competitiveness Index.

 

Zahidi A. (2012). Dampak Trade Facilitation terhadap Arus Perdagangan di Kawasan ASEAN.)

Copyright holder:

Nurul Haniva Dwihandini, Widyono Soetjipto (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: