Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 4, April 2023

 

PENGEMBANGAN BUKIT TUNGGANGAN SEBAGAI DAYA TARIK WISATA ALAM PASCA PANDEMI COVID-19 DI TRENGGALEK JAWA TIMUR

 

Dwi Agus Kristianto, Handita Fajarwati

Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo Yogyakarta, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Kabupaten Trenggalek merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Jawa Timur. Kabupaten Trenggalek mempunyai banyak potensi pariwsata yang diunggulkan salah satunya adalah Bukit Tunggangan. Penelitian ini dilakukan menggunakan spesifikasi penelitian kualitatif dan menghasilkan data deskriptif dengan melakukan wawancara, kuisioner observasi, dokumentasi, dan triangulasi. Penelitian ini juga menggunakan analisis SWOT. Dilakukan untuk mengetahui sejauh mana upaya yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah, dan strategi apa yang digunakan untuk pengembangan Bukit Tunggangan sebagai daya traik wisata alam pasca pandemi covid-19 di Trenggalek Jawa Timur. Pemerintah dan masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam upaya pengembangan� Bukit Tunggangan. Selain itu faktor pendorong dan penghambat dalam upaya pelestarian destinasi ini. Sehingga masih perlu dikaji lagi supaya benar-benar bisa dikatakan berkembang.

 

Kata Kunci: pariwisata; metode; pengembangan; destinasi

 

Abstract

Trenggalek Regency is one of the districts in East Java. Trenggalek Regency has many tourism potentials that are superior one of them is Bukit Tunggangan. This research was conducted using qualitative research specifications and produced descriptive data by conducting interviews, observation questionnaires, documentation and triangulation. This research also use SWOT analysis. Conducted to determine the extent of the efforts made by the community and the government, and what strategies were used to development �the� Bukit Tunggangan. The goverment and society have a very important role in the effort to development the Bukit Tunggangan. In addition, there are also many factors that are driving and inhibiting the efforts the development Bukit Tunggangan. So that it still needs to be reviewed again so that it can truly be said to be sustainable.

 

Keywords: tourism; methods; development; destination

 

 

 

 

 

Pendahuluan

Dalam dekade ini, perkembangan pariwisata sudah begitu pesat dan terjadi suatu fenomena yang sangat global dengan melibatkan jutaan manusia, baik dikalangan masyarakat, industri pariwisata, maupun kalangan pemerintahan dengan biaya yang cukup tinggi. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Pasal 1 Ayat 3 Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas sertalayanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.

Sedangkan menurut (Kiswantoro, 2014) Pariwisata yang merupakan rangkaian atau gabungan dari tiga kata kemudian melahirkan sebuah kata pariwisata yang dianggap baku, dapat berarti pergi secara lengkap meninggalkan rumah atau kampung, berkelana atau berjalan keliling terus menerus.

Perkembangan industri pariwisata telah mengalami berbagai perubahan baik perubahan pola, bentuk dan sifat kegiatan, dorongan orang untuk melakukan perjalanan, cara berfikir maupun sifat dan perkembangan pariwisata itu sendiri (Soebyanto, Sekarwati, & Susanto, 2018). Perkembangan sektor pariwisata mengalami kemajuan yang cukup pesat di era globalisasi dan keterbukaan informasi. Pariwisata telah menjadi salah satu industri terbesar di dunia dan merupakan andalan utama dalam menghasilkan devisa negara. Di berbagai negara seperti Thailand, Singapura, Filipina, Maladewa, Hawai, dan Karibia sangat tergantung dengan devisa yang didapat dari kedatangan wisatawan. Sektor pariwisata telah menjadi tolak ukur perekonomian diberbagai negara.

Dunia pariwisata mulai disadari sebagai peluang baru disekitar bisnis dan perdagangan Industri Pariwisata yang mempunyai potensi cukup besar karena mendatangkan devisa yang besar bagi Negara Indonesia. Hal tersebut sangat dapat menunjang tingkat kesejahteraan hidup rakyat (Soebyanto et al., 2018). Banyak manfaat dari dunia pariwisata yang secara signifikan mempunyai dampak yang baik bagi perkembangan perekonomian suatu negara. Selain peningkatan devisa negara pariwisata berperan juga dalam bentuk perluasan lapangan pekerjaan, peningkatan perekonomian masyarakat, peningkatan kesejahteraan masyarakat, kemiskinan, dan pemerataan pembangunan spasial. Pariwisata muncul sebagai salah satu kekuatan dan harapan bagi pemulihan kembali pembangunan nasional.

Pada dasarnya perkembangan pariwisata tidak lepas dari peran serta masyarakat dan pemerintah daerah sebagai regulator. Potensi sektor pariwisata yang tersebar dari ujung barat sampai ujung timur kepulauan Indonesia sangat beragam. Indonesia sebagai negara dengan mengabiodiversity nomor dua di dunia telah dikenal memiliki kekayaan alam, flora, fauna yang sangat tinggi.

Selain itu Indonesia merupakan negara kaya budaya. Ribuan suku, budaya dan bahasa tersebar di lebih dari 16.000 ribu pulau. Demikian juga ribuan tradisi dan menifestasi budaya yang ada di penjuru nusantara. Ragam warna budaya Indonesia telah tersohor hingga ke mancanegara karena diversitasnya yang begitu luar biasa.

Kabupaten Trenggalek merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Timur. Trenggalek berada pada koordinat 8.05�S 111.72�E memiliki luas 1.205,22 km2 yang dihuni oleh kurang lebih 700.000 jiwa. Letak wilayah berada dipesisir pantai selatan dan memiliki batasan wilayah sebelah utara dengan Kabupaten Ponorogo, sebelah Timur Kabupaten Tulungagung, sebelah Selatan dengan Samudera Hindia, dan sebelah Barat dengan Kabupaten Pacitan.

Daya tarik wisata adalah sesuatu yang menarik dan menyebabkan wisatawan berkunjung ke suatu tempat atau daerah, daya tarik tersebut biasanya berupa obyek-obyek yang jarang terjadi dan dilihat setiap hari. Moch (Syamsu, 2018).

Berbagai jenis daya tarik wisata yang dikembangkan di wilayah ini seperti wisata alam, wisata sejarah, wisata budaya, wisata kuliner dan wisata lainnya. Yang menjadi primadona dari berbagai wisata yang ditawarkan, wisata alam dan wisata kuliner yang menjadi perhatian wisatawan untuk datang dan kembali di Kabupaten Trenggalek.

Obyek wisata yang baru dikembangkan oleh pemerintah Kabupaten Trenggalek saat ini adalah wisata alam. Tempat wisata tersebut adalah Bukit Tunggangan yang berada di Dusun Ngrandu, Desa Kendalrejo, Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek Jawa Timur. Bukit Tunggangan ini memiliki potensi alam yang berupa pemandangan yang indah dan memiliki ketinggian 250 mdpl yang cocok untuk melakukan kegiatan paralayang yang bisa dinikamti oleh wisatawan.

Dengan adanya pandemi Covid-19 yang menimpa berbagai belahan dunia salah satu nya Indonesia. Covid-19 ini memberikan dampak yang sangat signifikan bagi sektor pariwisata maupun sektor lainnya. Pada akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan beruapa PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang artinya pemerintah membatasi kegiatan masyarakat yang berada di luar rumah, kantor, maupun sekolah. Pemerintah melakukan Lockdown disejumlah tempat wisata, membatasi kunjungan maupun jam operasionalnya. Tidak hanya itu pemerintah juga menutup akses maupun akomodasi agar tidak berpergian keluar daerah asal. Dimana kebijakan tersebut dibuat untuk mengurangi pencegahan dan penularan virus Covid-19. Dampak dari pandemi Covid-19 ini disektor pariwisata yaitu jatuhnya para pelaku usaha dibidang pariwisata maupun bidang lainnya. Pada bidang pariwisata berkurangnya jumlah kunjungan wisatawan bahkan banyak wisata yang ditutup sehingga tidak ada wisatawan yang datang. Sehingga menyebabkan pelaku usaha pariwisata harus mengurangi jumlahkaryawannya agar tidak terlalu banyak mengeluarkan biaya.

 

Metode Penelitian

Dalam penyusunan artikel ilmiah ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme atau enterpretif, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trigulasi (gabungan observasi, observasi, wawancara, dokumentasi), data yang diperoleh cenderung data kualitatif, analisis data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif bersifat untuk memahami makna, memahami keunikan, mengkonstruksi fenomena, dan menemukan hipotesis (Sugiyono, 2017).

 

1.   Kerangka Pemikiran

Dalam artikel ini penulis juga menggunakan kerangka pemikiran, hal pertama yang dilakukan penelitian adalah mengumpulkan data primer dan data sekunder, data-data tersebut kemudian diproses secara ilmiah dengan metode-metode yang sudah disesuaikan dengan teori literatur yang tersedia, berdasarkan analisis data yang dilakukan penulis, diharapkan dapat menganalisis lebih jauh apa saja potensi-potensi Bukit Tunggangan yang masih dapat dikembangkan. Setelah diketahui poensi-potensi yang dapat dikembangkan, penulis membuat suatu pemeachan masalah dimana diharapkan solusi tersebut merupakan yang terbaik dan bisa diterima oleh semua pihak. Dan dibawah ini adalah kerangkaberpikir dalam penulisan artikel ilmiah.

 

Tabel 1

Kerangka Pemikiran

2.   Analisis SWOT

Analisis data yang akan digunakan adalah analisis SWOT. Analisis SWOT singkatan dari lingkungan internal Strenghts dan Weaknesses serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threats yang dihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal kekuatan (strenghts), dan kelemahan (weaknesses) (Rangkuti, 2006). Selain itu analisis SWOT dapat digunakan sebagai metode evaluasi terhadap keseluruhan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dimiliki dalam suatu bisnis untuk memecahkan sebuah masalah yang ada.

 

Tabel 2

Matriks SWOT

Internal

Eksternal

Strenght

Weakness

Opportunities

S-O

W-O

Threat

S-T

W-T

 

3.   Data

1.   Lokasi dan Waktu

a.   Lokasi Penelitian : Dusun Ngrandu, Desa Kendalrejo, Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.

b.   Waktu Penelitian : 8 April 2021-14 April 2021

2.   Penetapan Populasi Dan Sampel

Semua elemen yaang dapat ditemukan di Bukit Tunggangan ialah termasuk pengelola, wisatawan, dan masyarakat sekitar. Sedangkan penulis dalam penelitian ini menetapkan sampel dengan teknik purposive sampling dengan total 100 informan dengan ketentuan masyarakat atau wisatawan yang berkunjung dan berusia minimal 16 tahun dan maksimal 55 tahun dengan menggunakan data wawancara.

3.   Sumber Data

Menurut (Azwar, 2015) jenis data dan penelitian dibagi menjadi dua, yaitu :

a.   Data Primer

Data primer atau data tangan pertama adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subjek sebagai informasi yang dicari. Data tangan pertama (data primer) biasanya diperoleh melalui proses observasi (dalam arti luas) yang bersifat langsung sehingga akurasinya lebih tinggi, akan tetapi seringkali tidak efisien karena untuk memperolehnya diperlukan sumber daya yang lebih besar.

b.   Data Sekunder

Data sekunder atau data tangan kedua adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data sekunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan yang tersedia. Data tangan kedua (data sekunder) yang biasanya diperoleh dari otoritas atau pihak yang berwenang mempunyai efisiensi yang tinggi, akan tetapi terkadang kurang akurat.

4.   Tehnik Pengumpulan Data

a.   Observasi

Observasi adalah salah satu upaya penelii berupa mengamati perilaku atau aktivitas yang terjadi untuk mendapatkan informasi atau aktivitas yang terjadi untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penelitian melalui pemilihan (selection), pengubahan (propocation), pencatatan (recording), pengodean (encoding), rangkaian perilaku dan suasana (test of behaviors and settings) dalam rangka tujuan penelitian (Fenti, 2018).

Observasi dilakukan di masing-masing fokus aspek yaitu aspek fisik dan non fisik. Observasi fisik meliputi observasi tentang pemberdayaan masyarakat, manajemen kunjungan, serta observasi kendala umum yang dihadapi (Susetyarini, 2017).

b.   Wawancara

Teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil (Sugiyono, 2017).

c.   Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumentasi yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi, perturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2017).

5.   Tehnik Pengolahan Data

a.   Reduksi

(Sugiyono, 2017) menjelaskan bahwa, mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Reduksi data merupakan proses berfikir yang sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi.

b.   Display

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplay data. Dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dengan mendisplay data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami (Sugiyono, 2017).

c.   Verifikasi

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan yang kerdibel (Sugiyono, 2017).

 

 

d.   Triangulasi

(Sugiyono, 2017) menjelaskan bahwa, dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbaggai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data. Triangulasi teknik, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama.

6.   Teknik Analisis Data

Analisis data yang akan digunakan adalah analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal Strenghts dan Weaknesses serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threaths yang dihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang dan ancaman� dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan (Rangkuti, 2006).

Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul.� Berdasarkan data yang dikumpulkan secara berulang-ulang menggunakan teknik triangulasi dan hipotesis diterima maka hipotesis tersebut bisa dikembangkan menjadi teori (Sugiyono, 2017).

Hasil dan Pembahasan

A. Hasil

1. Gambaran Umum Kabupaten Trenggalek

a.   Letak Geografis Kabupaten Trenggalek

Kabupaten Trenggalek merupakan kabupaten yang terletak di bagian selatan dari wilayah provinsi Jawa Timur. Secara geografis Trenggalek terletak diantara koordinat 111�24-112�11� Bujur Timur dan 7�53�-8�34� Lintang Selatan dengan kondisi dua per tiga dari luas wilayah merupakan pegunungan dengan ketinggian 0 � 690 dpl. Kabupaten Trenggalek memililki batas wilayah meliputi Sebelah Utara : Kabupaten Tulungagung dan Ponorogo, Sebelah Timur : Kabupaten Tulungagung, Sebelah Selatan : Samudera Indonesia, Sebelah Barat : Kabupaten Pacitan dan Ponorogo Kabupaten Trenggalek memiliki luas wilayah 126.140 ha. Secara administratif Kabupaten Trenggalek terbagi menjadi 14 kecamatan dan 7 desa.

Dalam sistem perwilayahannya, Kabupaten Trenggalek merupakan Pusat Pelayanan Lokal (PKL) dalam lingkup WP (Wilayah Pengembangan) Kediri dan sekitarnya, dengan fungsi wilayah yang diarahkan pada kegiatan pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, pertambangan, pendidikan, kesehatan, pariwisata, perikanan dan industri. Lebih lengkap mengenai Orientasi Wilayah Kabupaten Trenggalek dalam konstelasi Jawa Timur.

Luas wilayah Kabupaten Trenggalek sebesar 1.261,40 km2, dimana dua kecamatan yang memiliki luas wilayah yang cukup besar bila dibandingkan dengan kecamatan yang lainnya yaitu Kecamatan Munjungan dengan luas 154,80 km2 (12,27%) dan Kecamatan Watulimo dengan luas 154,44 km2 (12,24%) yang merupakan kawasan pesisir di Kabupaten Trenggalek. Sedangkan kecamatan dengan ukuran luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Pogalan dengan luas 41,80 km2 (3,31%).

b.   Bentang Alam dan Topografi

Kabupaten Trenggalek memiliki topografi terjal lebih dari 40%seluas kurang lebih 57.611 Ha yang merupakan daerah rawan bencana longsor. Sebagian besar lahan lainnya merupakan lahan kritis yang rentan mengalami pergerakan tanah.kawasan ini tersebar di beberapa kecamatan diantaranya kecamatan bendungan, kecamatan pule, kecamatan dongko, kecamatan watulimo, kecamatan panggul, dan kecamatan munjungan.� Luas dataran rendah dengan tingkat kemiringan antara 0-10% berada di urutan kedua dengan luas kurang lebih 31.985 Ha. Kawasan yang memiliki topografi datar sebagian besar terletak di Kabupaten Trenggalek, maka semua pembangunan ataupun perkembangan teknologi harus diperlukan rekayasa teknologi yang tepat serta pengembangan kawasan dilakukan di kawasan terjal.

Secara geologis Trenggalek memiliki beberapa batuan induk, antara lain :

1.   Miosenne sedimentary ���� �: semua kecamatan

2.   Miosenne limostone �������� �: kecamatan panggul, dan dongko

3.   Andesit ���������������������������� �: kecamatan munjungan, watulimo

4.   Liat dan pasir (alluvium)� : semua kecamatan kecuali bendungan, dongko, pule

5.   Undifferentioned Vulcanik : kecamatan Bendungan

c.   Keadaan Iklim

Kabupaten Trenggalek berada di sekitar garis katulistiwa, maaka seperti kabupaten-kabupaten lainnya yang berada di jawa timur kabupaten trenggalek memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Pada bulan September- April biasanya sudah memasuki musim penghujan dan bulan Mei-Agustus yaitu musim kemarau. Namun akhir-akhir ini Trenggalek mengalami perubahan cuaca atau siklus anomali yang menyebabkan cuaca tidak menentu.

2. Bukit Tunggangan

Wisata Bukit Tunggangan merupakan salah satu wisata alam yang berada di Dusun Ngrandu, Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Bukit Tunggangan mempunyai pesona keindahan alamnya yang menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan. Wisata ini memiliki keindahan alam yang masih alami dan asri. Tidak hanya itu masyarakat lokal yang berada di sekitar destinasi wisata sangatlah ramah dan baik kepada wisatawan yang akan mengunjungi Bukit Tunggangan.

Bukit ini merupakan salah satu bukit yang aksesnya sudah bagus dibandingkan dengan bukit paralayang lainnya yang ada di Jawa Timur.

Bukit Tunggangan memiliki potensi pemandangan alam yang sangat indah menawan dengan ketinggian 250 mdpl. Karena memiliki keindahan alam dan ketinggian 250 Mdpl maka Bukit Tunggangan ini sering dijadikan tempat untuk berlatih paralayang maupun untuk event paralayang.

Bukit Tunggangan memiliki pemandangan alamnya yang indah, hamparan sawah dan rumah bisa dinikmati dari atas Bukit Tunggangan. Sehingga Bukit Tunggangan memiliki daya tarik keindahan alamnya dan bisa untuk bermain paralayang. Maka dari itu banyak wisatawan yang mengunjungi Bukit Tunggangan karena ingin menikmati dan ingin mencoba belajar paralayang. Perjalanan untuk menuju lokasi, wisatawan disajikan dengan pemandangan sawah dan gunung-gunung di sepanjang jalan.

Sebelum sampai di lokasi puncak Bukit Tunggangan, kita harus berjalan kaki sekitar 30 menit dari parkiran motor atau mobil untuk sampai puncak. Sepanjang perjalanan menuju puncak pengunjung dapat menikmati hamparan sawah yang luas dan perkebunan milik warga sekitar, sehingga kita tidak bosen saat melakukan perjalanan. Untuk jalan menuju lokasi merupakan jalan yang sudah di cor dan naik turun bukit. Suasananya yang masih asri membuat wisatawan nyaman pada saat berkunjung ke Bukit Tunggangan. Wisatawan yang berkunjung pun beragam mulai dari anak muda sampai orang tua yang sudah berkeluarga.

Dapat diketahui bahwa sebenarnya aksesbilitas untuk menuju ke Bukit Tunggangan lumayan sulit ditempuh karena berada daerah pegunnungan yang tinggi dan memiliki jalan yang curam. Rute untuk menuju ke Bukit Tunggangan dapat di tempuh melalui beberapa rute yaitu dari Trennggalek, Tulungagung maupun Watulimo. Untuk wisatawan yang berkunjung dari daerah Trenggalek bisa melawati jalur desa Durenan karena lokasinya tidak jauh dari Desa Durenan. Untuk rambu-rambu menuju Bukit Tunggangan belum banyak terpasang di sepanjang jalan, akan tetapi lokasi Bukit Tunggangan ini sudah ada di Google maps sehingga pengunjung yang bingung pada sat mencari tempat bisa langsung melihat google maps. Disarankan juga untuk wisatawan yang berkunjung ke Bukit Tunggangan sebaiknya menggunakan motor atau sepeda.

Untuk fasilitas yang ada di Bukit Tunggangan sudah lumayan lengkap, akan tetapi kondisinya kurang terawat.Ada beberapa fasilitas yang sudah terdapat di Bukit Tunggangan seperti toilet, musholla, gazebo dan tempat parkir. Untuk tempat parkirnya kurang layak karena hanya sebnetang lahan yang tidak memiliki atap. Sudah tersedia juga warung makan sehingga wisatawan tidak perlu khawatir pada saat berada di puncak dan ingin membeli makanan. Untuk lahan Bukit Tunggangan dikelola oleh perhutani dan pokdarwis.

Struktur organisasi yang ada di Bukit Tunggangan hanyak dibuat dengan kelompok sadar wisata (pokdarwis) yang belum ada dalam bentuk tertulis. Untuk ketua pokdarwis sendiri dikelola oleh Bapak Sutrisno selaku pengelola wisata Bukit Tunggangan.Di tahun 2019 sudah terbentuk pokdarwis atau pemuda-pemuda kampung yang turut membantu membangun wisata Bukit Tunggangan. Hingga sampai saat ini pun Bukit Tunggangan masih dikelola oleh Perhutani dan Pokdarwis.

Dalam upaya pembangunan dan pengembangan suatu objek wisata memang diperlukan yang namanya dengan pemahaman dan pengetahuan tentang parwisata sebdiri, mungkin ini menjadi salah satu faktor kurangnya SDM dalam pemahaman pengembangan dan mengelola wisata Bukit Tunggangan di Desa Ngrandu. Karena mayoritas warga sekitar Bukit Tunggangan merupakan petani dan buruh harian kemungkinan besar juga belum memahami mengenai pengembangan Bukit Tunggangan yang mempunyai dampak yang bagus bagi warga sekitar untuk kedepannya nanti.

Saat ini untuk hubungan antar SDM Yang ada di Bukit Tunggangan sudah baik dan bekerja sesuai dengan divisi-divisi. Tidak hanya itu jika di Bukit Tunggangan terdapat event nasional seperti paralayang maka masyarakat sekitar ikut bekerja sama dengan baik ada yang mengamankan lalu lintas dan jadi petugas parkir. Masyarakat yang ada di sekitar Bukit Tunggangan pun baik dan sangat ramah jika ada wisatawan yangingin bertanya mengenai Bukit Tunggangan tersebut.

Menurut informasi yang penulis dapatkan dari pihak pengelola saat melakukan observasi, pendanaan yang didapatkan untuk mengelola Bukit Tunggangan tersebut diambilkan dari desa dan sebagian dari uang kas yang diambilkan dari uang parkir atau uang retribusi saat ngecamp.

Peneliti juga melihat banyak sekali potensi yang dapat dikembangkan di Bukit Tunggangan salah satunya seperti pembangunan spot foto, jalur trail karena jalannya yang tidak begitu curam. Selain itu juga dapat dijadikan agrowisata dimana disekitar bukit merupakan lahan pertanian.

Namun dikarenakan sumber daya manusia dan dana yang kurang sehingga wisata ini kurang dikelola dengan baik.

Keamanan yang ada di Bukit Tunggangan sudah baik. tidak ada tindak kejahtan kriminal,akan tetapi pernah terjadi kecelakaan anak kecil mengunankan sepeda meluncur dari atas dengan kecepatan tinggi kemudian terjatuh. Warga sekitar pun sangat baik dan ramah kepada wisatawan.

Kebersihan yang ada di Bukit Tunggangan kurang terjaga, terutama kebersihan fasilitasnya. Seperti kebersihan toilet dan musholanya masih sering kotor, karena masih kurang sadarnya wisatawan pada saat menggunaakan fasilitas. Tempat sampah pun masih jarang terlihat di sekitar Bukit Tunggangan. Biasanya untuk para wisatawan yang ingin melakukan ngecamp mereka berinisiatif membawa kantong plastik sendiri kemudian di bawa kebawah pada saat mau pulang. Semenjak munculnya wabah virus Covid-19 bukit Tunggangan sudah melakukan upaya pencegahan seperti sellau menerapkan protokol kesehatan, membatasi jumlah pengunjung, pengecekan suhu serta menyediakan tempat cuci tangan dan handsnitizer. Serta sudah terdapat himbauan-himbauan mengenai protokol kesehatan.

Pelayanan di Bukit Tunggangan belum ada, karena belum terdapat pos pelayanan atau petugas wisata hanya terdapat warga sekitar. Warga sekitar sangat wellcome terhadap wisatawan yang ingin mengunjungi Bukit Tunggangan serta mereka sangat ramah dan membantu apabila ada wisatawan yang ingin bertanya mengenai Bukit Tunggangan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa regulasi wisata Bukit Tunggangan saat ini sudah memiliki regulasi dengan perhutani kabupaten trenggalek. Jadi wisata ini sudah dieklola oleh perhutani dan warga sekitar Bukit Tunggangan.

Menurut penulis, Bukit Tunggangan belum ada pesaing wisata Bukit lainnya, hanya saja terdapat Bukit Mbanyon. Namun Bukit Mbayon tidak dijadikan sebagai pesaing Bukit Tunggangan karena lokasinya yang cukup berjauhan sekitar 5 km. Kedua Bukit tersebut memiliki potensi yang berbeda. Karena wisata Bukit Mbanyon tidak dijadikan untuk paralayang. Dan wisata ini juga tergolong bebas, karen belum adanya tiket masuk dan parkir pada sat hari-hari biasa. Karena wisata ini masih kurang berkembang, hanya terdapat pelayanan dari warga sekitar.

Wisatawan yang berkunjung di Bukit Tunggangan adalah wisata lokal dari daerah� Trenggalek maupun luar Trenggalek. Jadi wisata Bukit Tunggangan ini tidak pernah membatasi wisatawan yang akan berkunjung ke Bukit Tunggangan ini.

Untuk target pasar atau sementasi di Bukit Tunggangan adalah semua kalangan yang ingin mengunjungi Bukit Tunggangan dapat menikmati keindahan alamnya, dengan hal tersebut maka segmentasinya di tergetkan untuk semua kalangan baik itu dari segi umur, pendidikan, jenis kelamin, dan tempat tinggal. Untuk itu segmen pasar yang dibuat oleh Bukit Tunggangan adalah semua kalangan wisatawan.

Bukit Tunggangan sudah memiliki berbagai media promosi, sudah adanya akun media sosial dan banner. Wisatawan dapat mengetahui informasi wisata tersebut dari media internet maupun media sosial bisa juga dari mulut ke mulut wisatawan yang sudah pernah berkunjung ke Bukit Tunggangan. Belum adanya baliho ataupun papan nama Bukit Tunggangan di sekitar lokasi sehingga wisatawan kesulitan jika akan mengunjungi� Bukit Tunggangan.

Di Bukit Tunggangan juga sudah ada pemanfaatan teknologi seperti sudah terpasangnya aliran listrik dan sudah terpasang wifi. Sehingga wisatawan yang berkunjung bisa tetap mendapatkan sinyal walaupun sedang naik ke puncaknya. Karena tidak semua jaringan internet bisa digunakan saat mengunjungi Bukit Tunggangan.

Berdasarkan observasi peneliti pada saat pandemi Covid-19 seperti saat ini objek wisata Bukit Tunggangan sudah menerapkan beberapa protokol� kesehatan di lokasi wisata. Hal ini diketahui peneliti sudah terdapat tempat cuci tangan dan handsanitizer dan himbauan mengenai protokol kesehatan lainnya. Akan tetapi jumlah pengunjung Bukit Tunggangan pada saat pandemi Covid-19 sangat menurun drastis. Biasanya sering diadakan event paralayang di Bukit Tunggangan tersebut, tetapi semenjak pandemi Covid-19 belum pernah diadakan event paralayang lagi.

3. Data Informan

Penulis melakukan penelitian di Bukit Tunggangan pada 08 April 2021, selain itu penulis juga sudah melakukan observasi awal di Bukit Tunggangan sebelumnya. Dalam penelitian ini penulis mengambil sample responden yang diperoleh dari wawancara dan kuesioner sebanyak 100 responden. Untuk narasumbernya, peulis melakukan wawancara dengan beberapa kalangan seperti pengelola, pengunjung, dan pemerintah daerah dan masyarakat sekitar. Data responden yang diambil berdasarkan jenis kelamin, usia dan pekerjaan.

a. �Jenis Kelamin

Karakteristik informan berdasarkan jenis kelamin dibagi menjadi kategori, yaitu laki-laki dan perempuan. Dari 100 responden diketahui sebanyak 54% informan adalah laki-laki, sedangkan 46% adalah informan perempuan.

 

Gambar 1

Diagram Jenis Kelamin

 

 

b. Usia

Dari 100 responden diketahui karakteristik informan berdasarkan usia dibedakan menjadi 5 kelompok, yaitu antara lain dengan rentang usia antara 10 hingga 20 tahun sebanyak 18% informan, 21 hingga 30 tahun 67% informan, 31 hingga 40 tahun sebanyak 6% informan, 41 hingga 50 tahun sebanyak %� informan dan lebih dari 50 tahun sebanyak % informan.

 

 

 

 

 

 

Gambar 1

Diagram Usia

 

 

c. �Asal Daerah

Untuk karakteristik informan berdasarkan dengan asal daerah di bagi menjadi 3 bagian, yaitu di Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur, dan Luar Daerah. Dari responden yang sudah diisi oleh wisatawan diketahui sebanyak 32% merupakan wisatawan lokal yang berasal dari Kabupaten Trenggalek, kemudian 43% merupakan dari Provinsi Jawa Timur dan sebanyak 25% wisatawan yang datang berasal dari Luar Daerah.

Gambar 3

Diagram Asal Daerah

 

d. Pekerjaan

Karakteristik informan berdasarkan pekerjaan atau profesi dibedakan menjadi 5 kelompok, yaitu Wiraswasta, PNS/TNI/Polri, Pelajar/Mahasiswa, Ibu Rumah Tangga, dan Pekerjaan Lainnya. Dari data 100 responden diketahui bahwa sebanyak 15% adalah Wiraswasta, 14% PNS/TNI/Polri, sebanyak 43% merupakan Pelajar/Mahsiswa, kemudian Ibu Rumah Tangga sebanyak 9% informan, dan Pekerjaan Lainnya sebanyak 19%.

Gambar 2

Diagram Pekerjaan

 

4. Pengaruh Faktor Lingkungan

a.   Faktor Lingkungan Internal

1)  Aksesibilitas

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa di Trenggalek tepatnya di desa Ngrandu Kecamatan Durenan, Trenggalek� terdapat destinasi wisata yaitu Bukit Tunggangan. Pada saat peniliti menuju ketempat wisata tersebut akses menuju ke lokasi masih sangat kurang bagus, masih ada sebgaian jalan yang kondisinya masih rusak serta masih kurangnya penunujuk arah serta belum ada angkutan umum yang bisa sampai tempat lokasi tersebut. Untuk meuju lokasi Bukit Tunggangan wisatawan harus menggunakan kendaraan pribadi seperti, motor, mobil maupun sepeda. Sesampainya di Bukit Tunggangan kondisi jalannya hanya jalan yang dicor yang menggunakan semen dan sebagian hanya bisa dilewati dengan jalan kaki atau menggunakan motor trail atau sepeda gunung. Selain itu jalannya yang begitu curam, licin dan bisa juga terjadi tanah longsor pada saat musim hujan.

2)  Fasilitas

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa Bukit Tunggangan untuk fasilitasnya sudah tersedia dengan lengkap. Di Bukit Tunggangan ini sudah terdapat Gazebo, toilet, mushola, tempat parkir, dan warung makan. Akan tetapi ada beberapa fasilitas yang tidak terawat seperti gazebo dan warung makannya, untuk toiletnya sendiri juga masih kurang bersih mungkin karena masih kurangnya kesadaran wisatawan untuk menjaga kebersihan atau pihak pengelola yang kurang merawat dan memperhatikan kebersihan fasilitas. Selain itu juga masih kurangnya tempat sampah yang berada di sekitar kawasan camping ground sehingga wisatawan yang datang untuk melakukan camping biasanya membawa kantong sampah kemudian dibawa turun saat mau pulang. Untuk tempat parkirnya juga masih berada di lahan kosong yang belum ada atapnya.

3)  Organisasi

Berdasarkan hasil observasi yang sudah dilakukan oleh peeliti di Bukit Tunggangan ini sudah terdapat struktur organisasi. Struktur ogranisasi tersebut di buat oleh kelompok sadar wisata (pokdarwis) yang belum ada dalam bentuk tertulis. Untuk ketua dari pokdarwis tersebut salah satunya adalah Bapak Sutrisno selaku pengelola wisata Bukit Tunggangan.

4)  Sumber Daya Manusia

Setiap pengembangan wisata pasti akan membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berkompeten guna meningkatakan kesejahteraan masyarakat sendiri. Dalam upaya pengembangan suatu objek wisata memang perlu yang anmanya pemahaman dan pengetahuan tentang pariwisata sendiri, mungkin ini yang menjadikan salah satu faktor kurangnya SDM dalam pemahaman pengembangan dan mengelola wisata Bukit Tunggangan di Desa Ngrandu. Karena kebanyakan masyarakat sekitar bekerja sebagai petani dan kemungkinan besar belum paham mengenai pengembnagan pariwisata yang ada serta belum paham mengenai dampak kedepannya.

5)  Hubungan Antar SDM

Berdasarkan hasil observasi yang sudah peneliti lakukan bahwa Bukit Tunggangan memiliki hubungan antar SDM yang baik mereka saling bekerja sama dan saling mendukung. Masyarakat sekitar juga sangat ramah apabila ada wisatawan yang bertanya mengenai wisata Bukit Tunggangan ini.

6)  Pendanaan

Pendanaan juga sangat berperan penting untuk pengembangan, pengeloaan wisata Bukit Tunggangan. Menurut informasi yang telah peneliti dapatkan dari pihak pengelola Bukit Tunggangan, bahwa pendanaan yang diperoleh untuk mengembangkan wisata Bukit Tunggangan ini berasal dari Desa, dan sebagian diambilkan dari uang KAS dari biaya parkir dan uang retribusi wisatawan saat ngecamp.

7)  Potensi

Berdasarkan hasil observasi yang telah peneliti lakukan� bahwa Bukit Tunggangan memiliki potensi bukit yang memiliki ketinggian 250 Mdpl� serta memiliki angin yang cocok untuk dijadikan tempat bermain paralayang dan memiliki pemandangan alam yang masih asri. Di Bukit Tunggangan juga terdapat tempat yang bisa dijadikan untuk camping sehingga wisatawan yang ingin menikmati sunrise bisa melakukan camping.

8)  Keamanan

Menurut informasi yang peneliti dapatkan melalui responden pada saat melakukan observasi. Keamanan Bukit Tunggangan sudah baik. belum pernah terjadi tindak kriminal ataupun kecelakaan di Bukit Tunggangan. Warga sekitar Bukit Tunggangan pun sangat ramah dan baik kepada wisatawan.

 

 

9)  Kebersihan

Menurut informasi yang diperoleh dari data responden pada saat peneliti melakukan observasi, kebersihan Bukit Tunggangan masih kurang terjaga. Masih adanya sampah yang berserakan di sepanjang jalan. Selain itu juga masih kurang terawat sehingga terdapat rumput-rumput liar yang tumbuh diarea Bukit Tunggangan.

10)    Pelayanan

Dari data responden yang diperoleh peneiliti pada saat melakukan observasi, bahwa pelayanan di Bukit Tunggangan masih belum tersedia karena belum terdapat petugas wisata hanya ada warga sekitar. Pada saat waktu-waktu tertentu saja jika ada pembayaran retribusi maupun parkir, seperti pada saat ada acara event paralayang. Wisata Bukit Tunggangan ini masih tergolong bebas dan masyarakat sekit juga sangat ramah ketika ada wistawan yang berkunjung untuk menikmati pemandangan Bukit Tunggangan atau bertanya mengenai wistaa Bukit Tunggangan.

B.  Pembahasan

Pada saat proses analisis data Artikel Ilmiah ini, penulis menggunakan analisis SWOT, yaitu dengan mengidentifikasi dua faktor yang saling berkaitan yaitu faktor internal dan eksternal. Analisis ini dilakukan dalam Pengembangan Bukit Tunggangan Sebagai Daya Tarik Wisata Alam Pasca Pandemi Covid-19 di Trenggalek Jawa Timur.

Pengembangan diBukit Tunggangan ternyata harus diperluas lagi dengan menambah beberapa amenitas dan mempermudah akses menuju ke lokasi wisata. Dari hasil observasi peneliti serta hasil dari responden, mengatakan bahwa akses menuju Bukit Tunggangan masih kurang baik seperti jalannya yang masih sempit, curam serta belum beraspal. Masih kurangnya rambu-rambu petunjuk arah sehingga banyak wisatawan yang belum mengetahui tempat wisata tersebut. Pada saat melakukan observasi tersebut penulis menggunakan google maps dan dibantu oleh warga sekitar untuk mengetahui jalan ke Bukit Tunggangan karena kurangnya petunjuk arah. Dalam hal ini pengelola Bukit Tunggangan dapat memberikan permohonan kepada pemerintah Kabupaten Trenggalek untuk memberikan dana guna dijakdikan sebagai pembenahan jalan, pembatas jalan, dan papan petunjuk arah.

Selain itu juga ada beberapa yang perlu untuk ditambahkan yaitu fasilitas guna sebagai penunjang kebutuhan wisatawan. Karena masih kurang lengkapnya fasilitas yang ada di Bukit Tunggangan ini, seperti belum terdapat banyak tempat sampah. Sehingga pada saat berkunjung ke Bukit Tunggangan wisatawan membawa kantong sampah sendiri untuk tempat sampah. Selain itu juga penambahan fasilitas seperti toilet dan kamar mandi. Fasilitas area lahan parkir yang minim hanya menggunakan lahan kosong tanpa atap dan tidak disemen. Selain fasilitas lahan parkir fasilitas lainnya seperti tempat cuci tangan dan handsanitizer yang masih tergolong belum ada. Karena semenjak adanya� pandemi covid-19 masyarakat diwajibkan untuk meningkatkan kebersihan dan menjaga kesehatan dimana jika ingin berkegiatan diluar rumah atau mengunjungi suatu tempat wisata wajib memakai masker, mencuci tangan terlebih dahulu sebelum melakukan aktivitas apapun. Guna menghindari terpaparnya virus covid-19 ini dan mengurangi jumlah penyebaran virus covid-19. Sehingga pemasangan tempat cuci tangan dan penyediaan handsanitizer sangat penting. Dengan meningkatkan amenitas dan fasilitas yang ada di Bukit Tunggangan maka akan menambah dan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dan menambah modal untuk pengembangan dan pengelolaan Bukit Tunggangan.

Menurut informasi yang didapatkan penulis pada saat observasi dari pihak pengelola, pendanaan yang digunakan untk meengelola Bukit Tunggangan merupakan diambil dari KAS desa Ngrandu. Pendanaan tersebut digunakan oleh pengelola untuk mengembangkan Bukit Tunggangan. Bukit Tunggangan ini merupakan tempat wisata yang masih tergolong bebas, karen ahanya hari-hari tertentu saja jika ada pembayaran parkir. Oleh karena itu jika anggota pokdarwis mengajukan bantuan dan kepada pemerintah yang digunakan untuk pengembangan, penambhan faslita, serta perawatan yang akan diterapkan pada obyek wisata Bukit Tunggangan.

Belum adanya petugas pelayanan yang berjaga di Bukit Tunggangan. Maka dari itu sangat penting pembentukan organisasi dengan cara memberikan petugas wisata di Bukit Tunggangan agar bisa memberikan pelayanan bagai wisatawan. Dalam hal ini wisata di Bukit Tunggangan akan merasakan dampak yang terjadi jika petugas wisata memberikan loyalitas bagi selesruh wisatawan yang berkunjung. Keramah- tamahan yang ada perlu untuk ditingkatkan dengan disertakan oleh penyediaan fasilitas yang memadai terutama dalam fasilitas kebersihan sekitar Bukit Tunggangan. Sehingga terjadi keseimbangan terhadap keindahan dan kebersihan sebagai indikator penting terhadap kenyamanan wisatawan.

Memberikan pelayanan yang lebih intensif kepada SDM agar SDM lebih baik dalam melakukan pengembangan wisata alam yang terdapat di Bukit Tunggangan. Jika dilihat dari segi wisata alam yang terdapat di Bukit Tunggangan� masih dapat dikembangkan lebih baik lagi kedepannya, dan pelatihan ini dilakukan untuk menambah wawasan pengetahuan SDM yang ada agar Bukit Tunggangan memiliki SDM yang berkompeten dan baik. karena jika SDM baik maka akan menjadi faktor baik dalam proses pengembangan Bukit Tunggangan ini. Selain SDM masyarakat sekitar juga sangat penting untuk diberikan pelatihan, pengetahuan yang lebih intensif. Seperti melibatkan masyarakat dalam pelatihan mengena pengembangan pariwisata yang akan mempengaruhi peningkatan perkenomian masyarakat sekitar di kemudian hari.

Dalam adanya potensi yang ada di Bukit Tunggangan perencananan masa depan yang bisa dilakukan yaitu menambahkan atraksi wisata itu sendiri yang dapat dijadikan sebagai wisata minat khusus bagi wisatawan , seperti menambah wisata jalur traill atau hill climbing, karena Bukit Tunggangan mempunyai bukit yang terdapat banyak bebatuan. Dengan adanya penambahan daya tarik yang ada di Bukit Tunggangan maka akan menambah daya jual wisata ini.

Untuk meningkatkan kunjungan wisatawan, promosi yang dilakukan oleh Bukit Tunggangan ini sudah terlihat bagus, karena sudah terdapat media sosial yang dijadikan sarana untuk berpromosi. Walaupun Bukit Tunggangan ini belum bekerjasama dengan Dinas Pariwisata setempat, akan tetapi menggunakan media sosial dan televisi sudah dilakukan promosi. Selain promosi yang harus dilakukan juga sangat perlu menjalin hubungan kerjasama melalui biro perjalanna wisata dengan cara membuat paket wisata. Dengan adanya startegi seperti itu maka akan membuat wisata Bukit Tunggangan lebih dikenal oleh wisatawan.

Berdasarkan hasil observasi yang sudah penulis lakukan, jika dilihat dari hubungan antara pengelola dengan masyarakat sekitar obyek wisata Bukit Tunggangan memiliki hubungan yang terjalin sangat baik, tidak ada sengketa dalam hal apapun. Masyarakatsekitar juga turut membantu dan saling mendung dalam pengembangan Bukit Tunggangan ini.

1.   Jawaban Rumusan Masalah

a.   Bagaimana strategi pengembangan Bukit Tunggangan pasca pandemi covid-19 sebagai daaya tarik wisata alam ?

Menurut hasil observasi yang telah dilakukan oleh penulis dengan pengelola Bukit Tunggangan, strategi-strategi pengembangan Bukit Tunggangan yaitu sebagai berikut :

1.   Dengam memperbaiki dan menambah fasilitas yang ada di objek wisata Bukit Tunggangan, seperti toilet, kamar mandi, tempat sampah, petunjuk arah dan tempat parkir. Selain itu penambahan teknologi yang berupa pemasangan CCTV di area parkiran agar dapat memberikan kenyamana pada wisatawan.

2.   Dengan memaksimalkan lagi potensi yang sudah ada di Bukit Tunggangan� dengna menambahkan atraksi yang baru seperti mebangun jalur traill dan climbing, karena Bukit Tunggangan mempunyai bukit yang luas, jalan yang berbatu dan bukitnya terdapat banyak bebatuan. Selain menikmati pemandangan alam dan bermain paralayang di Bukit Tunggangan, wisatawan juga dapat menikmati atraksi wisata yang sudah dijelaskan sebelumnya.

3.   Selain menambahkan atraksi wisata, startegi pengembangan yang dilakukan di Bukit Tunggangan adalah menciptakan dan mwlatih SDM yang mumpuni dari segi pengetahuan dan skill guna untuk kejelihan dalam pengembangan parwisata kedepannyayang akan diaplikasikan di Bukit Tunggangan.

4.   Bekerjasama dengan pemerintah dan berbagaai pihak dalam upaya pengembangan objek wisata Bukit Tunggangan� serta mengajukan proposal pengembangan obyek wisata Bukit Tunggangan pada pihak pemerintah agar bisa membantu dalam hal pendanaan untuk pengembangan Bukit Tunggangan.

5.   Bukit Tunggangan belum memiliki regulasi sehingga pengeurusan regulasi diperlukan untuk langkah awal pengembangan Bukit Tunggangan sebagai obyek wisata yang dikenal oleh wisatawan.

6.   Meningkatkan pelayanan di Bukit Tunggangan juga diperlukan serta memberikan loyalitas bagi seluruh pengunjung yang datang serta keramah-tamahan yang perly dipertahankan dan ditingkatkan lagi karena bisa menjadi indikator penting terhadap kenyamanan wisatawan.

b.  Bagaimana pernanan masyarakat sekitar dengan adanya pengembangan obyek wisata Bukit Tunggangan sebagi daya tarik wsiata alam pasaca pandemi Covid-19?

Dengan adanya Bukit Tunggangan masyarakat sekitar sudah ikut serta untuk pengembangan Bukit Tunggangan. Masyarakat sudah ikut mendukung dan tidak ada sengketa dalam pengembangan Bukit Tunggangan. Mereka sudah serta dalam mengelola, merawat dan pendanaan. Masyarakat sekita sangat mendukung dalam mengembangkan Bukit Tunggangan, akan tetapi keterbatasan pengetahuan serta kurnagnya kemampuan tentang pengembangan wisata sehingga menjadi kendalan yang serius dalam mendukung kegiatan pariwisata di Bukit Tunggangan. Jadi perlunya sosialisasi terhadap masyarakat tentang kepariwisataan agar lebih terbuka masyarakat tersebut.

c.   Bagaimana peranan pemerintah dalam memberlakukan kebijakan adaptasi kebiasan baru atau new normal yang memberikan dampak pada pengembangan potensi Bukit Tunggangan pasca pandemi Covid-19?

Pemerintah setempat belum ikut berperan dalam pengembangan Bukit Tunggangan, karena Bukit Tunggangan belum termasuk agenda pengembangan wisata di Kabupaten Trenggalek. Untuk itu kedepannya lokasi Bukit Tunggangan akan lebih ditinjau lagi. Dalam hal ini juga belum adanya usulan mengenai keberadaan Bukit Tunggangan sebagai salah satu penyalur atau perantara antar dinas dengan warga sekitar oleh Pokdarwis. Sehingga dinas belum ikut campur tangan sedikitpun dalam pengembangan Bukit Tunggangan. Hanya pihak pengelola Bukit Tunggangan saja yang memperhatikan tentang pengembangan Bukit Tunggangan pada era new normal seperti pemasangan himbauan protokol kesehatan.

Kesimpulan

Kabupaten Trenggalek berada di Provinsi Jawa Timur yang memiliki berbagai macam daya tarik wisata alam, salah satunya yaitu bukit tunggangan� yang terletak di Desa Ngrandu, Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek Jawa Timur. Bukit Tunggangan memiliki pesona keindahan yang sangat menarik untuk dikunjungi. Wisata ini memiliki keindahan alamnya yang masih asri selain itu juga masyarakat lokal di daerah wisata Bukit Tunggangan juga sangat ramah terhadap wisatawan yang mengunjungi ke Bukit Tunggangan. Selama perjalanan kita dapat melihat pemandangan persawahan warga sekitar sehingga membuat kita tidak bosen untuk menuju ke lokasi walaupun dengan berjalan kaki. Suasananya yang masih asri, sejuk, sehingga dapat membuat nyaman berada di Bukit Tunggangan.

SDM di Bukit Tunggangan sebenernya masih buruk dan belum memadai, dikarenakan tidak adanya petugas wisata yang jelas, keanggotaan Pokdarwis yang sudah dibentuk tetapi tidak memiliki Jobdesk yang jelas. Bukit Tunggangan berdiri sebagaimana adanya dengan menyediakan tempat dan fasilitas yang seadanya� untuk menunjang protokol kesehatan bagi wisatawan di tengah kenormalan baru sebagai langkah awal wisata yang aman, dengan potensi yang ada Bukit Tunggangan diharapkan kelak mampu memliki startegi terbaru untuk pengembangan berkelanjutannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Azwar, Saifuddin. (2015). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Simbiosa.

 

Febryandani, Raden Ajeng Aldila. (2020). Manajemen Strategi Dalam Pengembangan Obyek Wisata Bukit Kapur Jeddih Madura (Studi pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bangkalan). Publika, 8(2).

 

Fenti, Hikmawati. (2018). Metodologi Penelitian (Edisi 1). Rajawali Pers.

 

Hadiwijoyo, Suryo Sakti. (2018). Perencanaan pengembangan desa wisata berbasis masyarakat. Yogyakarta: Suluh Media.

 

Hidayah, Nurudin. (2019). Pemasaran destinasi pariwisata.

 

Indonesia, Pemerintah Republik. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.

 

Kiswantoro, A. (2014). Pengaruh Even Budaya Rasulan Terhadap Peningkatan Kunjungan Wisatawan Di Goa Pindul Gunungkidul. Jurnal Kepariwisataan, 8(1), 23�34.

 

Masrurun, Z. A. M. Z. A. M. (2019). Kajian Strategi Pengembangan Pariwisata Olahraga Paralayang Di Kabupaten Wonosobo (Studi Kasus Paralayang Di Bukit Kekep, Desa Lengkong, Kecamatan Garung). Universitas Gadjah Mada.

 

Mulyadi, Agus. (2017). Analisis Strategi Pengembangan Obyek Wisata Air Terjun Bissappu di Kabupaten Bantaeng. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

 

Paramita, Ida Bagus Gede, & Putra, I. Gede Gita Purnama Arsa. (2020). New normal bagi pariwisata bali di masa pandemi covid 19. Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Agama Dan Budaya, 5(2), 57�65.

 

Rangkuti, Freddy. (2006). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Bengkulu. Jurnal Manusia Dan Lingkungan, 16(1), 188.

 

Soebyanto, Oentoeng, Sekarwati, Baiq Angggita, & Susanto, Dwi Rudi. (2018). Lezatnya Sayur Ares Berbahan Dasar Batang Pisang sebagai Makanan Khas Suku Sasak di Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat. Jurnal Kepariwisataan, 12(1), 1�14.

 

Sugiyono, P. D. (2015). Metode penelitian tindakan komprehensif. Bandung: Alfabeta.

 

Sugiyono, P. D. (2017). Metode Penelitian Bisnis: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Kombinasi, dan R&D. Penerbit CV. Alfabeta: Bandung.

 

Sunaryo, Bambang. (2013). Kebijakan pembangunan destinasi pariwisata: konsep dan aplikasinya di Indonesia. Gava Media.

Susetyarini, O. (2017). Kajian Manajemen Kunjungan Di Kawasan Wisata: Studi Kasus Destinasi Wisata KaliurangSusetyarini, O. (2017). Kajian Manajemen Kunjungan Di Kawasan Wisata: Studi Kasus Destinasi Wisata Kaliurang. Jurnal Kepariwisataan, 11(2), 25�40. Jurnal Kepariwisataan, 11(2), 25�40.

 

Syamsu, Moch Nur. (2018). Studi Kelayakan Air Terjun Nggembor sebagai Destinasi Wisata untuk Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta. Kepariwisataan: Jurnal Ilmiah, 12(3), 71�84.

 

Sylvia, Rika. (2017). Analisis Strategi Pengembangan Obyek Wisata Air Terjun Tumpang Dua di Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan. Jurnal Ekonomi Dan Manajemen, 11(2), 253�259.

 

Yunita, Mirna, Hermon, Dedi, & Iskarni, Paus. (2015). Strategi Pengembangan Pariwisata Kabupaten Lahat Sumatera Selatan (Study Objek Wisata TWA Bukit Serelo Kecamatan Merapi Selatan). Jurnal Geografi, 4(2), 193�199.

 

Copyright holder:

Dwi Agus Kristianto, Handita Fajarwati (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: