Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 4, Maret 2023

 

KOMPETENSI DIGITAL PSIKOMOTORIK SISWA SMA DALAM MELAKSANAKAN SISTEM PEMBELAJARAN DARING SELAMA MASA PANDEMIK

 

Wilfridus F. Beo Dey, Albertus Magnus Rea

Program Studi Pendidikan Keagamaan Katolik Stipar Ende

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Krisis pandemik covid-19 menyulitkan guru dan siswa untuk mengimplementasikan aspek psikomorik dalam pembelajaran daring. Namun guru dan siswa berinovasi agar aspek psikomotorik tetap ada di dalam pembelajaran daring melalui pengusaan digital psikomotorik. Artikel ini bertujuan untuk membuktikan bahwa aspek psikomotorik tetap mendapat tempat dalam pembelajaran daring melalui kompetensi digital psikomotorik� Digital psikomotorik adalah inovasi yang dilaksanakan oleh para guru untuk memberikan perhatian pada aspek psikomotorik yang diduga kurang mendapat perhatian pada pembelajaran daring. Metode yang digunakan dalam riset ini adalah dengan melakukan survei yang secara teknis dilakukan secara online kepada para siswa dan guru di Tiga SMA di Kabupaten Ende-Flores yang aktif dalam pembelajaran daring. Hasil yang dicapai menunjukkan bahwa guru dan para siswa di sekolah tersebut telah mengembangkan sebuah kemampuan baru dalam memanfaatkan digital capital yakni kompetensi digital psikomotorik. Para siswa dan guru berhasil mengembangkan sebuah kemampuan baru untuk menutup kekurangan pada pembelajaran online yang terkait dengan ranah psikomotorik yang kurang mendapat tempat dalam pembelajaran daring. Kemampuan ini terangkum dalam sebuah istilah yang disebut dengan kompetensi digital psikomotorik.

 

Kata Kunci: Digital capital, Digital psikomotorik, siswa, pembelajaran daring, kompetensi digital�

 

Abstract

The COVID-19 pandemic crisis has made it difficult for teachers and students to implement psychomorphic aspects in online learning. However, teachers and students innovate so that psychomotor aspects remain in online learning through psychomotor digital use. This article aims to prove that psychomotor aspects still have a place in online learning through psychomotor digital competence Digital psychomotor is an innovation implemented by teachers to pay attention to psychomotor aspects that allegedly lack attention to online learning. The method used in this research is to conduct a survey that is technically conducted online to students and teachers in three high schools in Ende-Flores Regency who are active in online learning. The results achieved show that teachers and students in the school have developed a new ability to utilize digital capital, namely psychomotor digital competence. Students and teachers have developed new skills to close the gaps in online learning related to psychomotor domains that lack a place in online learning. This ability is summarized in a term called psychomotor digital competence.

 

Keywords: Digital capital, Digital psychomotor, student, online learning, digital competence

 

Pendahuluan

Krisis pandemik covid-19 menyulitkan guru dan siswa dalam mengimplementasikan aspek psikomorik dalam pembelajaran mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, monotoring dan evaluasi pembelajaran. Digital psikomotrik merupakan istilah yang muncul karena inovasi yang dibuat oleh siswa dan guru dalam kelas pembelajaran daring (Kusumawati, 2023). Digital psikomotorik berakar kuat pada pandangan Max Weber terkait dengan digital capital atau modal digital. Paling kurang ada tiga level dalam digital capital, yakni akses internet (level satu), penggunaan internet secara efektif (level dua) dan pemanfaatan akses online untuk kehidupan praktis (level 3) (Treybal et al., 1946). Pemanfaatan akses online untuk kehidupan praktis merupakan tema penting dan dipertanyakan ketika pembelajaran dilaksanakan secara daring (online). Hasil penelitian pada pembelajaran praktikum yang dibuat secara daring terlihat pada sekolah-sekolah dengan akses interet yang bagus (Wijaya et al., 2020).

Kegiatan praktikum yang memperlihatkan aspek psikomotorik amat sukses dipraktekan. Ranah Psikomotorik mencakup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan (skill) yang bersifat mutual dan motorik. Ranah psikomotorik menurut Simpson dapat diklasifikasikan atas Persepsi, Kesiapan melakukan� suatu pekerjaan, Gerakan terbimbing, kemampuan melakukan gerakan dengan lancar, karena sudah dilatih sebelumnya, Gerakan terbiasa, meliputi kemampuan melakukan suatu rangkaian gerakan dengan lancar, karena sudah dilatih sebelumnya, Gerakan kompleks,� meliputi kemampuan untuk melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri atas beberapa komponen secara lancar, tepat dan efisien, Penyesuaian pola gerakan, kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerakgerik dengan persyaratan, Kreativitas, meliputi kemampuan melahirkan pola gerak-gerik yang baru atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri. Dalam buku yang dikembangkan (Asih, 2019). Kata Kerja Operasional (KKO) psikomotor yang digunakan dalam kurikulum 2013 revisi terdiri dari 4 tingkatan dalam mengevaluasi aspek psikomotorik, Pertama, Imitasi (meniru). Kedua, manipulasi. Ketiga, pengalamiahan (naturalisasi). Keempat artikulasi.

Aspek psikomotorik dalam pendidikan dinilai kurang mendapat perhatian saat dunia dilanda krisis pandemik covid-19 yang berpengaruh langsung terhadap aspek pendidikan. Aspek psikomotorik dalam pendidikan diyakini tidak dapat digantikan oleh tekhnologi digital. Tekhnologi sebagai tools bisa membantu, tapi tidak dengan serta merta menggantikan pembelajaran secara daring karena menuai banyak kesulitan. Kesulitan-kesulitan yang dimaksud bukan hanya sekedar kesulitan teknis (level 1) dan level 2 dalam tataran digital capital tetapi lebih dari itu kesulitan terkait dengan efektivitas pembelajaran secara daring (level 3). Pembelajaran yang dimediasi oleh teknologi seluler menyebabkan kontak langsung atau tatap muka dihilangkan (Jamaluddin et al., 2020). Riset di universitas membuktikan ada kelebihan dan kekurangan dalam tes atau evaluasi online terkait penilaian terhadap hasil belajar (Mastuti, 2016). Namun pembelajaran online (daring) terbukti dapat membangun kemandirian para peserta didik (El-Rumi, 2022).

Anggapan umum memperlihatkan tiga aspek dalam pendidikan yakni aspek kognitif, psikomotorik dan afektif tidak mendapat tempat yang seimbang. Dari 3 aspek pembelajaran ini, aspek psikomotorik dan afektif kurang mendapat perhatian. Aspek kognitif memang tetap memiliki tempat dalam pembelajaran daring tapi tidak demikian dengan aspek psikomotorik dan afektif. Penelitian lain membuktikan bahwa aspek kognitif, afektif dan psikomotorik amat penting bagi pengembangan karir di kemudian hari (Lidyasari et al., 2022). Di sisi lain, guru dapat melaksanakann monitoring pada aspek kognitif, afektif dan kognitif berbasis android (Kasenda & Sentinuwo, 2016). Namun pembahasan artikel ini hanya memfokuskan pada aspek psikomotorik.

Aktivitas pembelajaran daring memperlihatkan juga bahwa cita-cita agar pembelajaran terpusat pada pembelajar (siswa) semakin diperjelas (Tholibon et al., 2022). Melalui pembelajaran daring, siswa menjadi sangat aktif dalam kegiatan pembelajaran, siswa menjadi lebih mandiri. Dengan memanfaatkan sarana teknologi digital para siswa dipacu dan diberi ruang yang lebih luas untuk mengeksplorasi materi-materi pembelajaran. Peran guru menjadi lebih minimalis dan di sisi lain peran orang tua dalam memperhatikan pendidikan anak tidak lagi sekedar sebagai penyumbang dana tetapi justru orang tua teribat aktif di dalamnya.�

Artikel ini merupakan sebuah hasil riset yang hendak memperlihatkan bahwa ketiadaan tatap muka dalam pembelajaran tidak berarti bahwa aspek psikomotik tidak mendapat perhatian dalam pendidikan di masa pendemik covid-19. Situasi pandemik memaksa para praktisi pendidikan untuk mendefenisikan ulang aspek psikomotorik sehingga tidak terkesan diabaikan atau tidak diperhatikan dalam pendidikan. Pandemik covid-19 memaksa para guru untuk cerdas menemukan cara-cara baru untuk menemukan bahwa aspek psikomotorik tetap bisa mendapat perhatian dalam pembelajaran meskipun pembelajaran dilaksanakan secara daring. Selain itu, guru tetap bisa membuat evaluasi atau penilaian terhadap aspek psikomotorik. Ruang belajar daring tidak menghambat aspek psikomotorik karena guru dan siswa mempunyai kemampuan digital (digital capital) yang difasilitasi oleh tekhnologi internet.

Educators also use technology for their professional growth, enhance their productivity, and facilitate communication. They learn in a self-directed manner, formulate and test a probable solution by reflecting on what they have learned and the effectiveness of their solution. Students sometimes spend extensive time working on computers, conducting research, and examining and evaluating with one another (Hariyanti et al., 2020).

Para pendidik juga menggunakan tekhnologi untuk peningkatan profesionalisme, meningkatkan produktivitas, dan untuk memfasilitasi komunikasi. Mereka belajar tentang tata cara memimpin, merumuskan solusi yang mungkin dengan merefleksikan apa yang telah mereka pelajari dan efektivitas dari solusi yag diambil. Para siswa kadang-kadang menghabiskan waktu belajar secara leluasa dengan komputer, melakukan penelitian dan menguji serta mengevalasi satu sama yang lain (Kusumawati, 2016).

Digital psikomotorik berakar pada pemikiran Weber terkait dengan digital capital. Digital capital bisa terwujud apabila siswa dan guru telah memiliki digital capital level 1�� yakni akses internet, keterampilan menggunakan internet secara efektif dan mampu memproduksi suatu produk tertentu yang bermanfaat untuk kehidupan. Maka, istilah digital psikomotorik merujuk pada Max Weber yang pertama kali menggagaskan istilah digital capital seperti dikutip oleh (Faried et al., 2021).

Digital capital is, therefore, a bridge capital between online and offline life chances (George & Bock, 2011), that not only allows previous capitals to be efficiently exploited on the digital realm, but also fosters them, reproducing profits into the offline realm. The real benefits users get from the use of the Internet are based on their previous capitals plus their interactions with digital capital, both during and after the online experience. Digital capital transforms offline activities into digital activities (time spent online, information and knowledge found, resources and skills acquired and types of activities carried on, etc.) and, in turn, such online activities are converted into externally observable sosial resources (better job, better salary, bigger sosial network, better knowledge etc.)

Pemikiran Weber ini terbukti sekarang bahwa digital capital menjadi jembatan penghubung antara dunia online dan kehidupan nyata (dunia offline). Keuntungan amat nyata dapat dilihat bahwa ada interaksi antara pengalaman online dan offline sehingga dapat mengubah aktivitas digital menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan seperti pekerjaan yang bagus, gaji, jaringan sosial dan pengetahuan. Aspek pengetahuan menjadi salah satu� aspek yang mendapat keuntungan dari transformasi ini.

Keuntungan bagi pengembangan pengetahuan, itulah yang amat dirasakan di dalam dunia pendidikan ketika pembelajaran dilaksanakan secara daring. Aktivitas menambah pengetahuan yang semula dilaksanakan secara konvensional melalui tatap muka di ruang kelas kemudian mengalami transformasi ke pembelajaran daring (online) sehingga pada giliranya mempengaruhi 3 ranah pendidikan (kognitif, afektif, dan psikomtorik) dan pada artkel ini hanya disorot soal ranah psikomotorik yang dianggap sulit untuk direncanakan, dilaksanakan dan dinilai pada masa pandemik covid-19. Namun penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa pembelajaran daring justru dapat dilaksanakan dengan amat mudah termasuk dalam perhatian terhadap aspek psikomotorik yang di dalam penelitian ini menghasilkan istilah kompetensi digital psikomotorik.

Metode Penelitian

Penelitian ini fokus pada penerapan kemampuan digital psikomotorik para siswa SMA. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menemukan sejauhmana penerapan kemampuan digital psikomotorik pada siswa SMA ketika pembelajaran dilakukan secara daring.� Narasumber pada penelitian ini, diambil dengan purposive teknik dengan memilih 10 siswa SMA di Ende yang aktif melaksanakan pembelajaran daring selama masa pandemik dan 3 orang guru sebagai narasumber pembanding. Kedudukan peneliti pada studi ini adalah menjadi instrument utama yang bertujuan mengahadirkan para narasumber dan seluruh informasi terkait penelitian (Sugiyono, 2010).�

Ketika masih ada kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selama pandemik covid19, data dikumpulkan dengan observasi dan wawancara secara online. Akan tetapi sebagian data dikumpulkann dngan wawancara tatap muka. Sumber-sumber dokumentasi dikumpulkan dari video pembelajaran, video penugasan siswa, daftar pencapaian hasil belajar dan arsip nilai siswa. Wawancara dilaksanakan terhadap 10 siswa yang didasarkan pada 2 kriteria, yakni siswa tersebut terdaftar sebagai siswa kelas satu angakatan 2020/2021 dan siswa tersebut aktif dalam kegiatan pembelajaran daring. Pengumpulan data tersebut berakhir ketika data telah dianggap mencukupi. Ini berarti semua pertanyaan penelitian telah dijawab secara mendalam dan komprehensip.

Untuk menganalisis data, peneliti menggunakan model analisis interkatif dan dilakukan secara terus menerus sampai tuntas berdasakan pada Miles, Huberman dan (Muntaha, 2021) melalui beberapa tahapan yakni, pengumpulan data, condensasi, presentasi dan verifikasi data. Setelah semua data dikumpulkan, data tersebut disortir, disederhanakan, diabstraksikan atau ditransformasi sehingga dapat dipakai untuk menganalisis hasil wawancara, catatan tertulis, dokumen dan dan materi-materi lainnya. Hal ini disebut tahap kondensasi. Hasilnya, dari sumber data yang bervariasi tersebut maka dibuat dengan trianguilasi sumber dan triangulasi tekhnik. Validitas� interpretasi data dapat diperoleh melalui keluasan penelitian, FGD dan kartu cek. Sementara itu, realibilitas diperoleh melalui konfirmasi dengan ahli pendidikan.

 

Hasil dan Pembahasan

Psikomotorik dalam Pembelajaran Daring

Hasil wawancara dengan para narasumber dihimpun beberapa hal; narasumber siswa seluruhnya mengatakan bahwa melalui pembelajaran daring mereka diberi kesempatan dan kebebasan untuk menghasilkan produk-produk pembelajaran melalaui video laporan tugas, video terkait dengan aktivitas siswa di rumah dalam mengerjakan tugas. Secara spesifik tugastugas yang dikerjakan umumnya dilaporkan melalui video, slide, dan foto.��

Hampir semua narasumber (siswa) menyatakan bahwa, mengasilkan video tertentu sebagai wujud pelaksanaan tugas sangat menyenangkan. Mereka tidak perlu menulis pada buku tetapi langsung menerangkannya dengan membuat video pembelajaran atau mengerjakan tugas. Melalui video, suasana pembelajaran menjadi lebih hidup, mereka bisa mengirim tugas kepada guru kapan dan dimana saja. Aspek estetika juga menjadi perhatian sebab melalui desain yang menggunakan aplikasi-aplikasi yang ada pada personal computer (PC), siswa tidak lagi sekedar menghasilkan suatu produk digital tertentu tetapi lebih dari itu mulai memperhatikan aspek keindahan.�

Narasumber pembanding, yakni para guru (LL) mengakui bahwa menghasilkan video-video pembelajaran menjadi favorit bagi siswa. Siswa dominan menggunakan media digital berupa video karena menggambungkan aspek audio dan visual. Visualisasi menajdi cara pembelajaran yang efektif sebab para siswa sangat senang dengan tampilan-tampilan gambar bergerak. Pengunaan video ini tidak hanya oleh siswa tetapi juga oleh para guru ketika menyampaikan materi pembelajaran.�

Narasumber KBN (siswa) mengungkapkan dalam contoh, dalam pelajaran Penjaskes, guru meminta siswa mendemonstrasikan cara sit up dan push up sambil� meminta temannya atau anggota keluarga untuk mengambil video. Setelah diedit video tersebut dikirim kepada Guru Penjaskes untuk menilai aspek psikomotorik siswa.�

Narasumber MIN (siswa) mengemukakan bahwa dia mendapat respon yang bagus dari guru setelah mengirim produk-produk pembelajaran yang ditugaskan. Guru amat puas dengan video yang dihasilkan sehingga dia termotivasi untuk membuat lebih bagus untuk tugas berikutnya. Video-video dibuat menarik dan siswa tidak merasa bosan, termotivasi untuk mengulanginya meskipun hanya dimediasi oleh platform digital.

Narasumber pembanding (Guru/EGK) mengungkapkan, prosesnya, dimulai ketika guru masuk dalam pembelajaran daring melalui persepsi berupa pengecekan kesediaan untuk melakukan suatu pekerjaan, disusul dengan gerakan terbimbing, gerakan lancar, gerakan terbiasa, gerakan kompleks dan gerakan berpola. Siswa kemudian meniru (imitasi), memanipulasi, naturalisasi dan artikulasi. Dan semua hal terkait gerakan terlatih, gerakan lancar, kompleks dan berpola semuanya memanfaatkan ruang digital selama masa pandemik.

Kesimpulannya jelas, dalam ranah psikomotorik para siswa telah sungguh-sungguh memanfaatkan ruang pembelajaran daring untuk mengaktualisasikan kompetensi digital psikomotorik. Kompetensi digital psikomotorik adalah kemampuan siswa dalam menggunakan platform digital untuk memenuhi atau mengimplementasikan ranah psikomotorik yang diduga sebelumnya kurang mendapat tempat dalam pembelajaran daring. Hasil wawancara membutikan secara terbalik bahwa aspek psokomotorik justru mendapat tempat istimewa dalam pembelajaran daring.��

 

Kompetensi Digital Psikomotoric dalam Pembelajaran Daring

Digital psikomotorik menjadi istilah kunci dalam artikel ini. Istilah ini merujuk pada suatu aktivitas pembelajaran yang memanfaatkan penguasaan internet dan keterampilan artifisial untuk memberi tempat pada sebuah ranah dalam pendidikan yakni ranah psikomotorik. Ranah psikomotorik dilaksanakan, dimonitoring dan dievaluasi melalui penggunaan perangkat digital yang terhubung dengan internet. Di titik ini, guru memberi ruang bagi siswa untuk melaksanakan pembelajaran, guru memonitoring kegiatan pembelajaran dan terakhir� mengevaluasi kegiatan pembelajaran terkait dengan satu ranah dalam pendidikan yakni aspek psikomotorik.�

Ada enam komponen dalam ranah psikomotorik. Seluruh komponen ini telah diterapkan oleh narasumber dengan mengandalkan kemampuan digital psikomotorik mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan penilaian atau evaluasi. Enam Komponen yang ada di dalam ranah psikomotorik akan dipakai untuk menganalisis hasil-hasil karya siswa dalam memanfaatkan ruang digital. Ranah Psikomotorik mencakup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan (skill) yang bersifat mutual dan motorik (Asih, 2019).�

Ranah psikomotorik menurut Simpson dapat diklasifikasikan atas: Persepsi, Kesiapan melakukan� suatu pekerjaan; Gerakan terbimbing, kemampuan melakukan gerakan dengan lancar, karena sudah dilatih sebelumnya; Gerakan terbiasa, meliputi kemampuan melakukan suatu rangkaian gerakan dengan lancar; Gerakan kompleks,� meliputi kemampuan untuk melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari beberapa komponen secara lancar, tepat dan efisien; Penyesuaian pola gerakan, kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan persyaratan; Kreativitas, meliputi kemampuan melahirkan pola gerak-gerik yang baru atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.�

(Asih, 2019) mengembangkan Kata Kerja Operasional (KKO) psikomotor yang digunakan dalam kurikulum 2013 revisi, terdiri dari 4 tahapan bagi guru dalam menilai aspek psikomotorik. Pertama, Imitasi (meniru) adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan sederhana dan sama persis dengan yang dilihat atau yang diperlihatkan sebelumnya. Dalam hal ini siswa mampu meniru apa yang diajarkan guru mengenai materi tertentu melalui media pembelajaran daring dan siswa juga mampu membuat konten yang persis sama dengan apa yang dipresentasikan oleh guru teristimewa melalui tayangan-tayangan video.

Kedua, manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihat sebelumnya tetapi berdasarkan pedoman atau petunjuk saja. Dalam hal ini guru membuat petunjuk secara verbal melalui aplikasi google classroom atau aplikasi pembelajaran apapun kemudian siswa mampu menangkap petunjuk tersebut dan melaksanakan suatu kegiatan berdasarkan petunjuk atau pedoman tersebut baik melalui aplikasi yang sama maupun melalui pembuatan video.�

Ke-tiga, pengalamiahan (naturalisasi) adalah kemampuan melakukan kegiatan secara refleks, yakni kegiatan yang melibatkan fisik saja sehingga efektivitas kerja tinggi. Penilaian pada tahap ini meliputi kemampuan siswa menginternalisasi seluruh aspek motorik dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini didukung dengan hasil wawancara yang menyatakan bahwa melalui pembelajaran daring mereka mampu menghasikan suatu gerakan dengan suatu kesadaran penuh, gerakan terbiasa dan kompleks.�

Ke-empat artikulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan yang kompleks umtuk menghasilkan produk yang mempunyai manfaat konkret. Produk yang dimaksudkan bukan hanya menyangkut benda fisik tetapi dapat juga berupa visualisasi dalam bentuk slide dan foto mengenai produk tertentu yang dikirim kepada guru sebagai bahan untuk evaluasi atau penilaian oleh guru. Jadi, penilaian pada tahap ini berkaitan dengan penyesuaian pola gerakan, kemampuan mengadakan perubahan dan kemampuan melahirkan pola gerak-gerik yang baru atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.�

Berdasarkan hasil wawancara dan dibandingkan dengan landasan teoritis maka disimpulkan bahwa aspek psikomotorik amat nampak dalam pembelajaran daring terutama melalui video pembelajaran, visualisasi berupa tampilann slide dan foto, baik yang ditayangkan terlebih dahulu oleh guru maupun terutama yang dikerjakan oleh siswa sebagai bagian dari imitasi, manipulasi, naturalisasi dan artikulasi� sebagai komponen-komponen penilaian dalam ranah psikomotorik.

 

Kesimpulan

Secara jelas dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara digital capital dan digital psikomotorik dalam pendidikan. Penguasaan digital capital memungkinkan para siswa dan guru-guru di sekolah mampu menghasilkan sebuah digital psikomotorik yang diduga tidak mendapat tempat dalam pembelajaran daring. Akan tetapi hasil riset membuktikan bahwa justru ranah psikomotorik mendapat tempat istimewa dalam pembelajaran daring. Penelitiann ini membuktikan bahwa ada kompetensi digital psikomotorik yang ditunjukkan oleh para siswa. Para siswa terampil dalam menggunakan platform digital untuk mengiplementasiknn ranah psikomotorik dalam pembelajaran daring sehingga muncullah istilah kompetensi digital psikomotorik.��

Riset ini amat terbatas karena hanya menyasar pada sekolah-sekolah dengan siswa dan para guru yang telah memiliki kemampuan pada tiga level digital capital yakni para siswa dan guru yang telah memiliki akses internet (first level of digital� divide), para siswa yang telah dengan efektif menggunakan internet (second level of digital divide) dan para siswa dan guru yang telah mampu memproduksi sebuah kegiatan atau pengalaman online ke dalam kehidupan konkret (third level of digital divide). Riset ini pasti akan amat berbeda hasilnya apabila dilakukan pada siswa dan guru yang belum terpenuhi kebutuhan capital digitalnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Asih, T. (2019). Perkembangan Psikomotorik Peserta Didik Di Kota Metro. BIOEDUKASI (Jurnal Pendidikan Biologi), 10(1), 100�111. https://doi.org/10.24127/bioedukasi.v10i1.2046

 

El-Rumi, U. (2022). The development of students� self-regulated learning through online learning design. Jurnal Kependidikan, 6(1). https://doi.org/10.21831/jk.v6i1.44980

 

Faried, A. I., Basmar, E., Purba, B., Dewi, I. K., Bahri, S., & Sudarmanto, E. (2021). Sosiologi ekonomi. Yayasan Kita Menulis.

 

George, G., & Bock, A. J. (2011). The business model in practice and its implications for entrepreneurship research. Entrepreneurship Theory and Practice, 35(1), 83�111.

 

Hariyanti, D., Mun�im, A. H., & Hidayat, N. (2020). Identifikasi hambatan mahasiswa dalam pelaksanaan pembelajaran biologi secara daring selama pandemi covid-19 di kabupaten jember. ALVEOLI: Jurnal Pendidikan Biologi, 1(1), 11�21. https://doi.org/10.35719/alveoli.v1i1.4

 

Jamaluddin, D., Ratnasih, T., Gunawan, H., & Paujiah, E. (2020). Pembelajaran daring masa pandemik Covid-19 pada calon guru: hambatan, solusi dan proyeksi. Karya Tulis Ilmiah UIN Sunan Gunung Djjati Bandung, 5(2), 1�10.

 

Kasenda, L. M., & Sentinuwo, S. (2016). Sistem monitoring kognitif, afektif dan psikomotorik siswa berbasis android. Jurnal Teknik Informatika, 9(1). https://doi.org/10.35793/jti.9.1.2016.14808

 

Kusumawati, E. (2016). Training Management Effectiveness. 6th International Conference on Educational, Management, Administration and Leadership, 59�62. https://doi.org/10.2991/icemal-16.2016.14

 

Kusumawati, E. (2023). Efektivitas Kerja Guru. JIIP-Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, 6(3), 1487�1492.

 

Lidyasari, A. T., Rachmawati, I., Costa, A. Da, & Wanyi, P. (2022). How are the Cognitive, Affective, and Psychomotor Levels of Primary School Learners Living in Suburban Area of Yogyakarta based on Career Development. Jurnal Prima Edukasia, 10(2), 130�137. https://doi.org/10.21831/jpe.v10i2.48061

 

Mastuti, E. (2016). PEMANFAATAN TEKNOLOGI DALAM MENYUSUN EVALUASI HASIL BELAJAR: KELEBIHAN DAN KELEMAHAN � �TES ONLINE� UNTUK MENGUKUR HASIL BELAJAR MAHASISWA. Jurnal Penelitian Psikologi, 7(1), 10�19.

 

Muntaha, L. (2021). Penerapan Teori Pembelajaran Konstruktivistik dalam Pembelajaran Akhlak Akidah Madrasah Tsanawiyah Negeri 7 Jember Tahun Pelajaran 2021/2022. IAIN Jember.

 

Sugiyono, D. (2010). Metode penelitian kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 26�33.

Tholibon, D. A., Nujid, M., Mokhtar, H., Rahim, J., Rashid, S., Saadon, A., Tholibon, D., & Salam, R. (2022). The factors of students� involvement on student-centered learning method. International Journal of Evaluation and Research in Education [Online], 11(4), 1637�1646.

 

Treybal, R. E., Weber, L. D., & Daley, J. F. (1946). The System Acetone�Water�1, 1, 2�Trichloroethane. Industrial & Engineering Chemistry, 38(8), 817�821.

 

Wijaya, R., Lukman, M., & Yadewani, D. (2020). Dampak Pandemi Covid19 Terhadap Pemanfaatan E Learning. Jurnal Dimensi, 9(2), 307�322.

 

Copyright holder:

Wilfridus F. Beo Dey, Albertus Magnus Rea (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: