Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesiap�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 12, Desember 2022

 

PERAN KOMUNIKASI DALAM SUKSESI PERUSAHAAN KELUARGA

 

Eliza Susanto, Nova Murdhiana

London School Public Relations, Indonesia

E-mail : [email protected]

 

Abstrak

Bisnis keluarga, mewakili 80% dari struktur bisnis global, namun tingkat keberhasilan suksesi transgenerasinya rendah sehingga berimbas pada ancaman keberlangsungan perusahaan keluarga. Pekerja non keluarga disinyalir dapat membantu keberhasilan suksesi dalam perusahaan keluarga, namun masuknya mereka juga dihadapkan pada tantangan komunikasi dengan keluarga, hingga membutuhkan proses keselarasan komunikasi. Dalam prosesnya, suksesi juga dihadapkan pada tantangan komunikasi lintas generasi antara generasi petahana dengan kandidat generasi penerus.

 

Kata kunci: perusahaan keluarga, komunikasi, organisasi, suksesi.

 

Abstract

Family businesses represent 80% of the global business structure, but the success rate of transgenerational succession is low, which threatens the survival of family businesses. Non-family workers allegedly able to support the success of succession in family companies, but their presence facing communication challenges with families. Thus, requiring a process of harmonized communication. In the process, succession also facing intergenerational communication challenges, between the incumbent generation and the prospective next generation.

 

Keywords: family business, communication, organization, succession.

 

Pendahuluan

Studi tentang bisnis keluarga di Indonesia menunjukkan sekitar 78% perusahaan keluarga dimiliki dan dikendalikan oleh keluarga yang diwariskan turun temurun (Wahjono & Nirbito, 2014) dan keberlangsungan bisnisnya, bergantung pada strategi jangka panjang perencanaan suksesi (Wills & Englisch, 2018). Bisnis keluarga, mewakili 80% dari struktur bisnis global yang tingkat keberhasilan suksesi transgenerasinya rendah (Gagn� et al., 2021), sehingga berimbas pada ancaman keberlangsungan bisnis perusahaan keluarga (Laksitareni, 2015). Komunikasi menjadi salah satu kunci keberhasilan dari suksesi (Zehrer & Lei�, 2020). Dalam proses suksesi, terutama dalam transisi kepemimpinan, komunikasi lintas generasi memainkan peranan penting, dimana komunikasi yang terbuka, transparan, melibatkan diskusi ide, menanggapi ide, dan sebagai proses pembelajaran lintas generasi (Zehrer & Lei�, 2020, p. 519). Komunikasi dalam perusahaan keluarga merupakan sesuatu yang tidak umum, karena menyatukan komunikasi keluarga dan komunikasi organisasi (Walsh, 2014). Dalam komunikasi keluarga, terdapat dua dimensi orientasi yakni, percakapan (conversation) dan keselarasan atau kesesuaian (conformity) (Korner & Fitzpatrick, 2006). Komunikasi keluarga, sarat dengan nilai dan prinsip warisan yang diturunkan dari leluhur dan cenderung mengesampingkan kemampuan bertindak profesional dalam hal pengambilan keputusan (Walsh, 2014). Di sisi lain, manajemen non keluarga dalam komunikasi organisasi, dinilai lebih lugas dan tegas dalam berkomunikasi dan mengambil keputusan (Walsh, 2014). Organisasi dibangun dengan cara yang berbeda, tergantung pada tujuan, sikap, dan prinsip (Littlejohn et al., 2017, p. 303), sehingga komunikasi organisasi seperti yang dikemukakan oleh Rosmawati dalam (Wahjono, 2022), memiliki empat fungsi dan tujuan, yaitu (1) informatif, dengan tujuan untuk mencapai target perusahaan, (2) regulatif, berupa peraturan, kebijakan dan laporan, (3) persuasif, dengan tujuan untuk membujuk orang lain menjalankan gagasan dalam mencapai tujuan tertentu, dan (4) integratif, dengan tujuan untuk menghubungkan individu atau kelompok.

Dalam mempertahankan keberlangsungan perusahaan keluarga, dibutuhkan keterlibatan tenaga profesional non keluarga untuk mendukung tumbuh kembang bisnis yang meningkatkan ketahanan perusahaan keluarga (Susanto, 2019). Lebih dari 50% perusahaan keluarga melibatkan tenaga profesional yang bukan dari anggota keluarga dalam perencanaan suksesinya, karena tenaga profesional non keluarga dinilai mampu mendorong perusahaan keluarga untuk belajar bertindak profesional dalam menjalankan bisnis (Price Waterhouse Coopers Indonesia, 2014) yang berpotensi meningkatkan keberhasilan suksesi (Bozer et al., 2017). Dalam proses transisi kepemimpinan, diperlukan komunikasi yang baik dari para pelaku proses transisi antar generasi, guna mengatasi permasalahan kompleks yang mungkin terjadi selama prosesnya (Fuad et al., 2019). Namun faktanya, perusahaan keluarga dikenal tertutup dalam berkomunikasi dan mengambil keputusan, bahkan seringnya manajer non keluarga tidak dilibatkan dalam diskusi penting yang berkaitan dengan bisnis, padahal hubungan keduanya berperan penting dalam kesuksesan bisnis (Grytsaieva & Strandberg, 2016). Keberadaan tenaga profesional non keluarga dalam perusahaan keluarga seakan dituntut mampu memenuhi ragam syarat kualitas berperilaku, khususnya kualitas perilaku komunikatif eksekutif non-keluarga yang dituntut mampu menyeimbangkan kurangnya kualitas tersebut pada eksekutif keluarga (Neffe et al., 2020).

Keberlangsungan perusahaan keluarga, dihadapkan pada tantangan suksesi dan dalam prosesnya dibutuhkan tenaga profesional non keluarga untuk mendukung keberhasilannya. Komunikasi suksesi membutuhkan keselarasan komunikasi keluarga dengan komunikasi organisasi yang menyasar seluruh pelaku regenerasi yakni, (1) manajemen keluarga sebagai generasi petahana, (2) tenaga profesional non keluarga dan (3) kandidat generasi penerus keluarga. Komunikasi suksesi yang menyatukan dua tipe komunikasi dalam perusahaan keluarga menjadi hal krusial dalam proses suksesi. Namun, pada prakteknya, tidak ada strategi komunikasi yang �ideal�, karena setiap elemen unik, dinamis, dan menunjukkan perubahan pola komunikasi sepanjang masa suksesi, akan tetapi, bila keberhasilan suksesi dinilai dari kinerja bisnis dan kepuasan anggota keluarga yang terlibat didalamnya, dapat dilihat melalui tiga tahapan komunikasi suksesi (1) The intergenerational transmission of the family firm heritage, (2) The independent acquisition of the family firm heritage dan (3) The interdependent development of the family firm heritage (Lei� & Zehrer, 2018). Untuk menjawab hal tersebut, penelitian ini memiliki dua tujuan yaitu : (1) untuk memahami tipe komunikasi keluarga yang berperan dalam komunikasi suksesi perusahaan keluarga. (2) untuk memahami peran tenaga profesional non keluarga dalam menciptakan keselarasan komunikasi keluarga dengan komunikasi organisasi dalam komunikasi suksesi perusahaan keluarga.

Unsur kebaruan dalam penelitian ini adalah, objek penelitian merupakan perusahaan keluarga di Indonesia yang bergerak di bidang Industri Hasil Tembakau (IHT), berkiprah selama lebih dari sembilan puluh tahun, hingga kini, saham kepemilikan usahanya masih dikuasai penuh oleh keluarga sepanjang empat generasi. Suksesi dalam misi keberlangsungan bisnisnya dilakukan secara mandiri selama tiga generasi, namun memutuskan melibatkan tenaga profesional non keluarga dalam perencanaan suksesinya untuk generasi penerus keempat.

 

Metode Penelitian

Kajian ini menggunakan metode kualitatif sebagai upaya untuk menemukan dan menggambarkan secara naratif, tentang apa yang dilakukan orang-orang tertentu dalam kehidupan sehari-hari mereka, kemudian mencari arti perilakunya. Mengidentifikasi hal yang relevan dengan makna di dunia, seperti halnya jenis orang, jenis tindakan, jenis gagasan, dan minat. Fokusnya pada perbedaan yang membuat perbedaan makna (Denzin & Lincoln, 2018, p. 116). Makna kualitatif diterangkan sebagai kualitas esensial akan fenomena tertentu, dimana informasi data yang diperoleh dapat menjelaskan suatu fenomena secara holistik (Hengki Wijaya, 2019). Penelitian ini menggunakan studi kasus program management trainee (MT) di perusahaan keluarga bernama PT XYZ, dimana penelitian berbasis kasus, terkait dengan apa yang diteliti (Denzin & Lincoln, 2018, p. 600). Analisis dalam kasus yang menggunakan metode kualitatif, dikenal dengan proses penelusuran untuk mengidentifikasi dan menilai rantai sebab-akibat serta mekanisme antara penyebab potensial dengan efek atau hasil, dengan kata lain, ini adalah cara menguji hipotesis dari bentuk umum "X adalah penyebab Y dalam kasus Z� (Denzin & Lincoln, 2018, p. 600). Melalui pendekatan metode kualitatif dengan studi kasus, kajian ini akan mengulas secara holistik peran komunikasi tenaga profesional non keluarga dalam perencanaan dan proses suksesi di PT XYZ yang memberikan perubahan pola komunikasi perusahaan ke arah positif, dinilai dari program MTnya. Kajian ini menggunakan teknik analisa data kajian kualitatif, yang meliputi tiga model tahapan, yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi (Miles & Huberman, 1994, pp. 10�11). Teknik pemeriksaan kepercayaan menggunakan konsep triangulasi, yang dipertimbangkan dalam susunan konstruktivis, dibentuk dari (setidaknya) dua titik atau perspektif (Denzin & Lincoln, 2018, p. 779).

PT XYZ merupakan perusahaan keluarga yang bergerak di bidang Industri Hasil Tembakau (IHT) sejak tahun 1932. Berkiprah selama lebih dari sembilan dekade, perusahaan telah menunjukkan ketahanan bisnisnya yang dibuktikan melalui tingkat agilitasnya yang tinggi (Gozal, 2022). Langkah bisnis semakin dikuatkan dengan secara bertahap melakukan pembenahan bisnis perusahaan melalui tahapan transformasi. Tahap pertama, perusahaan berfokus pada kualitas produk yang dihasilkan untuk menciptakan kelangsungan eksistensi produk bertahan di pasar. Tahap kedua, pembenahan struktur organisasi, yakni di saat perusahaan mulai melibatkan tenaga ahli non keluarga sebagai karyawan dalam jajaran manajemen puncak. Tahap ketiga yaitu rencana diversifikasi bisnis di masa mendatang (Handayani, 2022). Berfokus pada tahap kedua agenda transformasi bisnis PT XYZ, pembenahan struktur organisasi memberikan kejelasan pemetaan fungsi dalam perusahaan, yang kemudian didapati adanya urgensi kebutuhan dalam mengisi posisi fungsional. Namun, kebutuhan posisi tersebut belum dapat terpenuhi, karena adanya kesenjangan usia antara generasi petahana dengan kandidat generasi penerus. Kendati demikian, perusahaan memutuskan untuk merekrut tenaga profesional non keluarga untuk mengisinya, sampai dengan generasi penerus siap menempati posisi petahana. Tenaga profesional non keluarga yang direkrut PT XYZ sebagai karyawan, sekaligus menandai langkah perusahaan yang siap menuju profesionalisme (Tempo.co, 2020). Karyawan non keluarga, ditempatkan pada jajaran manajemen puncak bersama manajemen puncak keluarga untuk bekerja sama mengelola dan merancangkan langkah strategi bisnis, termasuk didalamnya perencanaan regenerasi manajemen keluarga sebagai langkah awal memasuki suksesi kepemimpinan PT XYZ.

Tahapan dalam kajian ini dimulai dari yang pertama yakni mengkaji tipe komunikasi keluarga, merujuk pada teori pola komunikasi keluarga, yang mengarahkan peneliti berfokus pada bagaimana perilaku individu terpengaruh dengan lingkungan komunikasi tertentu dan, menjelaskan dampak pengaruh tersebut terhadap fungsi keluarga, namun bukan untuk berusaha menemukan perilaku yang cocok atau fungsional bagi semua keluarga (Korner & Fitzpatrick, 2006, p. 61). Kedua, mengkaji mengenai komunikasi organisasi yang diterapkan dalam perusahaan keluarga, merujuk pada teori komunikasi kendali concertive (Littlejohn et al., 2017, p. 322). Ketiga, menilai bila tahapan suksesi berjalan sesuai, merujuk pada konsep tipologi komunikasi suksesi (Lei� & Zehrer, 2018) yang didasari pola komunikasi keluarga berdasarkan interaksi interpersonal (Korner & Fitzpatrick, 2006, p. 51).

Kajian ini menemukan dua tantangan komunikasi di PT XYZ dalam menjalani proses suksesinya saat hadirnya keterlibatan karyawan non keluarga. Pertama, tantangan keselarasan komunikasi antara manajemen keluarga dengan non keluarga dalam perencanaan regenerasi. Kedua, tantangan komunikasi lintas generasi antara generasi petahana dengan kandidat generasi penerus keluarga saat proses regenerasi.

Identifikasi latar belakang tipe komunikasi dalam keluarga PT XYZ, yang diyakini memberikan pengaruh terhadap perencanaan dan proses suksesi.

 

 

 

 

Hasil dan Pembahasan

Komunikasi keluarga PT XYZ

Mengacu pada kajian (Korner & Fitzpatrick, 2006), komunikasi keluarga memiliki dua dimensi orientasi, yakni percakapan dan kesesuaian. Dari dua dimensi orientasi tersebut, peneliti menemukan pola komunikasi keluarga di PT XYZ termasuk dalam tipe konsensual, dimana orientasi percakapan dan kesesuaian tinggi, namun keputusan tetap dipegang oleh orang tua (Littlejohn et al., 2017, p. 232). Dalam membuat keputusan, keluarga besar PT XYZ merujuk pada generasi yang lebih tua, yang didalam manajemen perusahaan, mereka ditempatkan pada posisi direksi dan komisaris.

Kalau di keluarga saya kebetulan, yang paling banyak aktif memberikan suara adalah Bapak S, Bapak L, dan Ibu saya, yang sedikit banyak mereka mensupport saya untuk mencoba masuk ke program MT di perusahaan keluarga. Jadi ibu saya dan paman saya, tiga orang tadi pengambilan keputusan itu. Jadi tiga orang itu biasanya juga aktif memberikan pendapat dan keputusan. Ya, mereka generasi di atas. Ya, kami diberikan kebebasan untuk, memberikan pendapat, namun sekali lagi pendapat kami ini hanya sebagai additional buat pendapat yang sudah ada, buat tambahanlah. Keputusan ya ketiga orang tadi.(Kandidat generasi penerus, komunikasi pribadi, Januari 13, 2023)

����������� Tipe keluarga konsensual menghargai komunikasi terbuka dan menempatkan nilai � nilai sebagai pedoman, sehingga tingkat konflik terbilang rendah, kondisi demikian, mendorong pertumbuhan dan perubahan dalam keluarga (Littlejohn et al., 2017, p. 232). Konflik merupakan hal umum dalam perusahaan keluarga (Alderson, 2015), dan di keluarga PT XYZ sendiri, dan umumnya konflik disikapi dengan penjajakan melalui percakapan personal.

Ya, nilai keluarga menjadi benchmark. Tanpa sadar karena dididik demikian, itu jadi benchmark kami untuk bekerja dan berperilaku dalam kehidupan sehari hari ya. Tingkat konfliknya sih sebenarnya ga terlalu tinggi ya. Mostly semua masalah, semua konflik, ataupun misalkan ada yang slek gitu ya, itu semua bisa diselesaikan dengan ngobrol baik - baik sih sebenarnya. Mostly mereka berpatisipasi, tapi kadangkala ada keluarga yang kurang semangat berpatisipasi. Mereka punya hak untuk berpatisipasi, tapi kadangkala mereka memutuskan untuk lebih ikut terhadap keputusan yang diputuskan oleh keluarga ya. Karena kan memang keluarga kami, mungkin karena keluarga kami dari Jawa, dengan adat kekeluargaannya, jadi lebih mengiyakan. Jadi karena memang , kalau dalam keluarga masing - masing sudah saling tahu karakternya. Sebagai contoh, misalnya dalam suatu pembahasan ada yang tidak setuju, maka biarpun kadang - kadang orang ini ga ngomong, tapi dari gelagatnya itu kelihatan. itu akan dicari tahu dulu, apakah alasannya cukup relevan, apa kurang relevan atau apakah alasan itu sebenarnya hanya kekhawatiran semata dan, nanti ketika kekhawatiran atau masalah yang menjadi penghalang itu sudah di clear kan , biasanya keputusan itu akan diambil tiga orang itu sih.� (Kandidat generasi penerus, komunikasi pribadi, Januari 13, 2023)

Komunikasi Organisasi PT XYZ

Sejak awal generasi pertama hingga ketiga, proses regenerasi dilakukan tanpa adanya keterlibatan karyawan non keluarga. Hadirnya karyawan non keluarga, membawa warna baru bagi PT XYZ dalam proses regenerasi. Dikemas dalam program management trainee (MT) yang menjadi proses regenerasi, seluruh rangkaian program dijalankan dengan tata laksana profesional, dimana seluruh kandidat generasi penerus terpilih harus melalui rangkaian tahapan hingga akhirnya menempati posisi strategis.

Sebetulnya dulupun sama, waktu menyiapkan bapak � bapak kita ini. MT juga sebenernya, cuma gak formal, gak ada yang ngurusin. Programnya kita sampaikan, kita beberkan, dan keluarga setuju. Ya, karena dulu kan perusahaan masih kecil, ya itu orang tuanya sendiri yang membimbing. Nah sekarang kan sudah menjadi besar, kan sudah tidak bisa, harus organisasi.� (Manajemen non keluarga, komunikasi pribadi, Januari 12, 2023)

Program MT merupakan salah satu wujud langkah strategis gagasan karyawan non keluarga yang ditempatkan sebagai direktur SDM di manajemen puncak PT XYZ. Terwujudnya program MT tentu melalui proses keselarasan komunikasi. Merujuk pada pemahaman perbedaan tipe komunikasi keluarga (Walsh, 2014) dengan komunikasi organisasi (Neffe et al., 2020), maka dibutuhkan keselarasan dalam komunikasi antar keduanya guna mewujudkan keberhasilan suksesi PT XYZ melalui program MTnya. Dalam upaya mencapai keselarasan komunikasi, peneliti menemukan tenaga profesional non keluarga menyuguhkan strategi komunikasi organisasi dengan kendali concertive. Kendali concertive tercipta dari interaksi dengan identifikasi mutual, yang akhirnya membentuk identitas. Bila identifikasi organisasi diterima sebagai identitas individu, maka indvidu akan mulai menerima nilai dan tujuan organisasi, dengan demikian kendali concertive yang dijalani dengan persuasif, akan berjalan dengan baik (Littlejohn et al., 2017, p. 323). Kendali ini tercapai melalui normalisasi ragam perilaku, yang membuat cara � cara tertentu berjalan normal dan alami, sehingga anggota organisasi bersedia menerapkannya (Littlejohn et al., 2017, p. 322). Kendali concertive di PT XYZ mulanya dijalankan melalui upaya mutual identifikasi � identitas antara manajemen keluarga dan non keluarga, yang dimulai oleh tenaga profesional non keluarga. Upaya identifikasi akhirnya berhasil menciptakan keselarasan dalam rumusan visi dan misi perusahaan yang nilai dan prinsip keluarga menjadi bagiannya. Seterusnya, rumusan visi misi perusahaan sepakat diterapkan oleh seluruh pemangku kepentingan dalam perusahan.

Karena kan begitu saya masuk, supaya saya berhasil, saya harus mengenal dalam. Jadi saya interview semua yang sepuh - sepuh, juga yang sudah tidak menjabat. Saya datangi ke rumahnya, saya sowan. Semua saya datangi, sampai ke yang muda - muda, sampai yang profesional, ya manajer - manajer itu saya tanyain semua. Lalu, lahirlah itu strategic intent yang direjuvenasi. Ada visi misi values segala macam itu,� (Manajemen non keluarga, komunikasi pribadi, Januari 13, 2023)

Mengacu pada rumusan visi dan misi perusahaan yang telah disepakati bersama, perencanaan dan proses implementasi program MT juga dilandasi visi dan misi perusahaan yang mengandung pedoman nilai keluarga didalamnya. Ditemukan dalam prosesnya, periode MT yang dijalani selama 12 hingga 24 bulan, kandidat generasi penerus diberi peran memimpin dengan target khusus untuk melatih kemampuan memimpin, membina jejaring dan merintis kolaborasi, dengan pendampingan pembina atau mentor selama prosesnya. Manajemen generasi keluarga petahana juga turut dilibatkan, yakni dalam bentuk tanggung jawabnya sebagai pembina, dengan tujuan untuk berbagi pengalaman selama menjabat yang memberikan dampak pada perkembangan karakter dan kompetensi generasi penerus. Tentunya pembinaan ini dilandasi dengan pemahaman visi dan misi perusahaan serta nilai � nilai warisan keluarga didalamnya. Partisipasi manajemen generasi keluarga petahana sebagai pembina, sekaligus menjadi pembuktian dari bentuk kendali concertive yang bergantung pada teknik organisasi partisipatif (Littlejohn & Foss, 2009, p. 708)

Mentornya harus bertanggungjawab, kan mentornya juga beliau - beliau sendiri. Mereka terlibat. Penilaiannya ya sama dengan penilaian profesional, leadership competence plus teknikal competence di bidang yang nantinya dia akan diarahkan. Ya tergantung dari mentornya juga, kalo ga diajarin ya ga jadi apa - apa, tanggung jawabnya nanti waktu presentasi, kan semua nih, itu termasuk �oh iki mentornya gombal,� Nah itu makanya tanggung jawabnya renteng nih, ada dimana - mana,� (Manajemen non keluarga, komunikasi pribadi, Januari 12, 2023).

Juga ditambahkan dalam keterangannya,

Iya, tiap - tiap fungsi, selalu diulang - ulang (strategic intent). Jadi kami diarahkan untuk dalam setiap presentasi dan dalam berperilaku. Ketika program MT ini, kami diberikan semacam penyuluhan dan presentasi dan itu selalu ditempel di setiap presentasi kami, entah di awal atau di akhir, diarahkan demikian. Untuk nilai, visi misi perusahaan, kemudian goalnya, kemudian nilai -nilai perusahaan dan mottonya perusahaan, itu semua harus diulang, harus dibacakan, baru kita masuk ke inti dari presentasi kami,� (Kandidat generasi penerus , komunikasi pribadi, Januari 13, 2023).

Lebih lanjut dalam pembahasan berikutnya, yakni tantangan komunikasi lintas generasi antara generasi petahana dengan kandidat generasi penerus. Dalam proses regenerasi, komunikasi lintas generasi menjadi tantangan dalam keberhasilan suksesi, dimana komunikasi melibatkan diskusi ide, menanggapi ide, serta proses pembelajaran lintas generasi (Zehrer & Lei�, 2020, p. 519). Terutama dalam transisi kepemimpinan, komunikasi yang terbuka dan transparan memainkan peran penting, karena komunikasi individu dari generasi yang berbeda, memiliki harapan yang berbeda (Zehrer & Lei�, 2020, p. 519). Merujuk pada kajian Lei� dan Zehrer, komunikasi lintas generasi didasarkan pada empat dimensi komunikasi lintas generasi yakni relatedness, continuity, autonomy dan change, serta mencakup empat jenis komunikasi keluarga yang berbeda dalam proses suksesi, yakni Authoritarian Protection, Ambivalent Entanglement, Independent Reorientation dan Co-Evolutionary Development (Lei� & Zehrer, 2018). Suksesi bukanlah peristiwa tunggal, melainkan proses jangka panjang sampai akhirnya mencapai tahap komunikasi Co-Evolutionary Development, dimana komunikasi berjalan selaras antara generasi pendahulu dengan penerus (Lei� & Zehrer, 2018). Namun, seperti dijelaskan pada bagian pendahuluan, bahwa tidak ada strategi komunikasi yang �ideal�, karena setiap elemen unik dan dinamis, yang menunjukkan perubahan pola komunikasi sepanjang masa suksesi. Namun, bila keberhasilan suksesi dinilai dalam kinerja bisnis dan kepuasan anggota keluarga yang terlibat didalamnya, maka dapat dilihat melalui tiga tahapan, (1) The intergenerational transmission of the family firm heritage, (2) The independent acquisition of the family firm heritage dan (3) The interdependent development of the family firm heritage (Lei� & Zehrer, 2018). Gambar 1 menjelaskan urutan tahapan komunikasi yang digambarkan melalui angka 1, 2 dan 3. Tipologi atau golongan komunikasi, terdiri dari dua dikotomi, artinya terdapat dua hal yang saling bertentangan dalam satu golongan. Golongan pertama yakni, kontinuitas atau keberlangsungan (continuity vs change), dan keterkaitan yang bertentangan dengan otonomi atau kemandirian (relatedness vs autonomy). Axis atau garis vertikal, menggambarkan keluarga yang berorientasi pada percakapan. Axis atau garis horizontal, menggambarkan institusi yang berorientasi pada ketegasan (Lei� & Zehrer, 2018).

Tipologi komunikasi suksesi

Bila tahapan proses MT PT XYZ yang dijalani dengan kendali concertive dikaitkan dengan tahapan tipologi komunikasi Lei� & Zehrer, saat ini PT XYZ digambarkan berada dalam tahap awal Co-evolutionary development, diterangkan pada tabel 1 dan gambar 1.

 

Table 1. Tahapan komunikasi program MT di PT XYZ

No.

Tahap MT

Proses komunikasi

Penjelasan

1

Pra MT (proses seleksi kandidat)

The intergenerational transmission of the family firm heritage

Tahapan ini dimulai dengan manajemen non keluarga menjelaskan secara terbuka dan rinci pada rapat pimpinan kepada manajemen keluarga mengenai seluruh rangkaian tahap proses program MT , yang kemudian diteruskan kepada keluarga besar. Saat menerima informasi mengenai program MT dan rangkaian prosesnya. Mengingat keluarga PT XYZ masuk dalam tipe keluarga konsensual, keluarga dalam posisi generasi yang lebih tua memilih dan memutuskan beberapa kandidat, dengan penilaian subjektif dari karakter dan perilakunya yang dinilai sesuai dengan nilai keluarga yang selaras dengan visi mis perusahaan. Meskipun dalam proses pemilihan, semua anggota keluarga terbuka dalam berpendapat.

Tahap ini ditandai dengan gaya komunikasi perlindungan otoriter (Authoritarian protection). Warisan keluarga seperti nilai prinsip leluhur yang sudah diselaraskan dengan visi misi perusahaan disampaikan secara eksplisit saat keluarga memaparkan mengenai seluruh rangkaian program MT dan membuka kesempatan bagi seluruh anggota keluarga untuk bergabung dalam perusahaan.

Pada prosesnya, guna mengurangi penilaian subjektivitas dari seleksi kandidat generasi penerus yang dilakukan oleh keluarga, manajemen non keluarga dalam program MTnya memilih untuk menggunakan pihak ketiga yang diyakini mampu memberikan penilaian netral terhadap kandidat. Kendati demikian, dalam tahap Pra MT, pihak ketiga melakukan serangkaian test tertulis untuk menguji kecocokan kandidat generasi penerus, baik kompetensi dan karakternya dengan jabatan yang nantinya diemban. Penilaian meliputi tingkat pengetahuan, kemampuan, bakat, kepribadian dan kepemimpinan kandidat, yang disesuaikan dengan standardisasi kebutuhan dan nilai keluarga yang diterapkan perusahaan.

Tahap ini diakhiri dengan proses wawancara dengan BOD dan BOC PT XYZ untuk menyesuaikan hasil tes dengan keputusan akhir, bila kandidat generasi penerus dinyatakan lolos seleksi dan diperkenankan bergabung di perusahaan, diawali dengan masuk dalam proses MT .

2

Proses MT

The independent acquisition of the family firm heritage

Tahap ini terbagi dalam dua fase, fase pertama, dimana seluruh peserta MT ditempatkan lintas fungsi dalam perusahaan, guna mendapatkan pengetahuan yang lebih mendalam dari hulu ke hilir bisnis perusahaan. Fase ini sebagai proses integrasi dan adaptasi budaya sosial yang dimiliki kandidat generasi penerus dari pengalaman berkarier sebelumnya, karena rata � rata ditemui kandidat generasi penerus pernah mengalami perjalanan karier di luar perusahaan. Setelah fase pertama dilewati, kandidat generasi penerus sebagai peserta MT akan memasuki fase 2, yakni praktek kerja lapangan. Partisipasi generasi petahana keluarga yang menjabat juga dilibatkan dalam dua fase proses MT, yakni diposisikan sebagai pembina (mentor) yang berkontribusi dalam tumbuh kembang kandidat generasi penerus. Dengan kata lain, sifat partisipatif ini menandakan berjalannya kendali concertive.

Tahap ini ditandai dengan gaya komunikasi orientasi ulang kemandirian (Reorientation independent), dimana generasi petahana yang sekaligus menjadi pembina dalam program MT memberikan kemandirian bagi generasi penerus, namun tetap didalam pengawasan, hal ini untuk memastikan bila kemandirian generasi penerus memang sudah siap atau terbentuk.

Tahap ini diakhiri dengan presentasi proyek akhir yang disguhkan oleh peserta MT kepada BOD dan BOC yang berisikan rangkuman hasil yang ditemui di perusahaan dan upaya pembenahan serta peningkatan lintas fungsi yang dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan dan keberlangsungan PT XYZ.

3

Pasca MT

(Setelah lulus MT)

The interdependent development of the family firm heritage

Pasca MT menjadi tahapan lanjutan yang dilakukan manajemen perusahaan di saat kandidat generasi penerus sudah selesai menjalani program dan menempati tingkat jabatan tertentu dalam manajemen perusahaan.

Dalam tahap ini, seluruh kandidat generasi penerus dinilai secara profesional, sama dengan penilaian manajemen non keluarga.

PT XYZ saat ini masih menginjak di tahap awal tiplogi ini, ditandai dengan hasil karya kandidat generasi penerus hasil dari kolaborasi dengan manajemen petahana keluarga untuk. Salah satu karya hasil sumbangsihnya yakni, perusahaan berhasil melakukan ekspor perdana untuk salah satu produk unggulannya ke pasar Asia Tenggara.

Tahapan ini dapat disamakan dengan penyerahan tongkat estafet dalam gerakan lambat, dengan perubahan perspektif, sinkronisasi kegiatan, penentuan jalur untuk tujuan bersama (Lei� & Zehrer, 2018). Namun, dalam kasus program MT di PT XYZ, belum ada tindakan resmi yang menandai perguliran tingkat estafet kepemimpinan, hanya terbatas pada sudah terciptakanya keselarasan kerjasama generasi petahana dengan kandidat generasi penerus yang sudah memberikan hasil bagi perusahaan.

 

Gambar 1

Tipologi komunikasi PT XYZ

 

Text Box: PT XYZDiagram, radar chart

Description automatically generated

Sumber: (Lei� & Zehrer, 2018; Zehrer & Lei�, 2020)

Secara keseluruhan, hasil penelitian menemukan bahwa melalui program MT, beberapa tantangan yang dihadapi PT XYZ dalam proses suksesinya dijalankan dengan upaya langkah solutif. Pertama, mewujudkan keselarasan komunikasi keluarga dengan komunikasi organisasi dengan kendali concertive. Penelitian menemukan penggunaan kendali concertive menjadi pilihan aksi yang dilakukan tenaga profesional non keluarga dalam menciptakan keselarasan hubungan dengan manajemen keluarga. Kendali concertive dituangkan dalam rumusan visi misi perusahaan yang selaras dengan nilai keluarga hingga berperan terhadap rumusan program regenerasinya yakni program MT. Peran kendali concertive menciptakan keselarasan, dibuktikan dengan rumusan perencanaan suksesi didasari pedoman nilai keluarga dengan visi misi perusahaan diterapkan dalam setiap tahapan proses MT, dimana hal inipun dirasakan oleh seluruh peserta MT, meskipun penyampaiannya tidak selalu eksplisit.

Kedua, program MT yang dijalani PT XYZ, ditemukan dalam penelitian ini, berjalan sesuai dengan tahap komunikasi yang ideal dan, memberikan perubahan model komunikasi suksesi di NTI. Bila proses MT dikaitkan dengan urutan konsep model komunikasi lintas generasi, ditemukan bahwa PT XYZ menjalani tahapan komunikasi yang dijalankan sesuai arahnya, yakni ke arah yang positif, bahkan memasuki golongan komunikasi suksesi yang ideal. Perubahan ke arah positif menjadi kontribusi dari kendali concertive yang tercapai melalui normalisasi ragam perilaku, sehingga membuat cara � cara tertentu berjalan alami, sehingga anggota organisasi bersedia menerapkannya (Littlejohn et al., 2017, p. 322). Terlebih, penelitian ini juga menemukan bila PT XYZ merupakan perusahaan keluarga, yang memahami proses suksesi sebagai Co-evolutionary development, yang dicirikan oleh tingkat regenerasi yang tinggi. Hubungan lintas generasi didasarkan kerjasama dan komunikasi, serta saling menghargai yang menuai pengakuan antar generasi (Lei� & Zehrer, 2018).

Aspek terkuat yang ditemui dalam penelitian ini adalah peran kendali concertive yang sukses menjembatani komunikasi seluruh pelaku suksesi. Pertama, antara manajemen keluarga dengan tenaga profesional non keluarga, yakni dalam hal keselarasan identitas perusahaan yaitu visi misi perusahaan dengan kombinasi nilai keluarga. Kedua, menangani tantangan komunikasi lintas generasi saat proses regenerasi antara generasi petahana dengan kandidat generasi penerus keluarga.

 

Kesimpulan

Kesimpulan dari artikel tersebut adalah bahwa sebagian besar bisnis keluarga di Indonesia dimiliki dan dikendalikan oleh keluarga secara turun temurun, namun tingkat transgenerasinya rendah. Untuk mendukung suksesi perusahaan keluarga, kehadiran tenaga ahli profesional sangat penting. PT XYZ adalah salah satu perusahaan keluarga yang berhasil melakukan proses regenerasi melalui kolaborasi antara manajemen keluarga dan non-keluarga dengan menggunakan kendali concertive untuk menyelaraskan hubungan komunikasi antara keduanya. Meskipun masih dalam tahap awal, PT XYZ berhasil mengatasi tantangan komunikasi lintas generasi dan mengarah pada suksesi yang cukup baik. Penelitian lanjutan dibutuhkan untuk menambah pemahaman tentang topik ini, termasuk variabel tantangan komunikasi lainnya yang berpotensi mempengaruhi proses regenerasi, khususnya dengan menggunakan metode kuantitatif, serta membandingkan potensi tantangan komunikasi suksesi lainnya di bidang industri yang berbeda.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Alderson, K. (2015). Conflict management and resolution in family-owned businesses. Journal of Family Business Management, 34(1), 1�5.

 

Bozer, G., Levin, L., & Santora, J. C. (2017). Succession in family business: multi-source perspectives. Journal of Small Business and Enterprise Development, 24(4), 753�774. https://doi.org/10.1108/JSBED-10-2016-0163

 

Denzin, K. N., & Lincoln, S. Y. (2018). The SAGE Handbook of Qualitative Research (Fifth Edition).

 

Fuad, M., Sudarma, M., & Irianto, G. (2019). Exploration of obstacles faced by successors in the intergenerational transition process of family business. Jurnal aplikasi manajemen, 17(1), 20�29. https://doi.org/10.21776/ub.jam.2019.017.01.03

 

Gagn�, M., Marwick, C., Brun de Pontet, S., & Wrosch, C. (2021). Family Business Succession: What�s Motivation Got to Do With It? Family Business Review, 34(2), 154�167. https://doi.org/10.1177/0894486519894759

 

Gozal, R. P. (2022). Tunjukan Agilitas, Nojorono Kudus Raih Predikat Good pada Ajang IBTA 2022. Www.Kontan.Com. https://adv.kontan.co.id/news/tunjukan-agilitas-nojorono-kudus-raih-predikat-good-pada-ajang-ibta-2022

 

Grytsaieva, T., & Strandberg, J. (2016). Communication in family businesses Relationships between family and non- family managers.

 

Handayani, S. N. (2022, February). Transformasi Bisnis Nojorono Agar Tetap Eksis. https://swa.co.id/swa/trends/transformasi-bisnis-nojorono-agar-tetap-eksis

 

Hengki Wijaya, H. (2019). Analisis Data Kualitatif, Sebuah Tinjauan Teori & Praktik (1st, cetakan ke-1st ed.).

 

Korner, F. A., & Fitzpatrick, A. M. (2006). Family Communication Patterns Theory: A Social Cognitive Approach. In Engaging Theories in Family Communication: Multiple Perspectives (pp. 4�7).

 

Laksitareni, P. (2015). Suksesi Dalam Perusahaan Keluarga: Studi Kasus Tiga Perusahaan Keluarga Di Jawa Tengah.

 

Lei�, G., & Zehrer, A. (2018). Intergenerational communication in family firm succession. Journal of Family Business Management, 8(1), 75�90. https://doi.org/10.1108/JFBM-09-2017-0025

 

Littlejohn, W. S., & Foss, A. K. (2009). Communication Theory Encyclopedia of (Littlejohn W. Stephen & Foss A. Karen, Eds.).

 

Littlejohn, W. S., Foss, A. K., & Oetzel, G. J. (2017). Theories of Human Communication Eleventh Edition (Eleventh Edition). Waveland Press, Inc.

 

Miles, B. M., & Huberman, Michael. A. (1994). Qualitative Data Analysis.

 

Neffe, C., Wilderom, C. P. M., & Lattuch, F. (2020). Leader behaviours of family and non-family executives in family firms. Management Research Review, 43(7), 885�907. https://doi.org/10.1108/MRR-12-2018-0468

 

Price Waterhouse Coopers Indonesia. (2014). Survey Bisnis Keluarga 2014. In November 2014 (Issue November). https://www.pwc.com/id/en/publications/assets/indonesia-report-family-business-survey-2014.pdf

 

Schlepphorst, S., & Moog, P. (2014). Left in the dark: Family successors� requirement profiles in the family business succession process. Journal of Family Business Strategy, 5(4), 358�371. https://doi.org/10.1016/j.jfbs.2014.08.004

 

Susanto, A. (2019). JCG Pyramid of Leadership in Family Business. 64, 1010�1014. https://doi.org/10.2991/piceeba2-18.2019.94

 

Tempo.co. (2020, October). Nojorono, 88 Tahun Berkarya Lintas Generasi. https://nasional.tempo.co/read/1399263/nojorono-88-tahun-berkarya-lintas-generasi

 

Wahjono, S. I. (2022). Komunikasi di Perusahaan Keluarga.

 

Wahjono, S. I., & Nirbito, J. G. (2014). Succession Planning As An Economic Education To Improve Family Business Performance in East Java Province Of Indonesia Contribution/ Originality. Journal of Asian Scientific Research, 4(411), 649�663. http://www.aessweb.com/journals/5003

 

Walsh, M. (2014). Family Businesses: An In-Depth Look at Communicative Strategies Used by Firms to Implement a Shared Value System within the Work Environment. https://pilotscholars.up.edu/cst_studpubs/64/

 

Wills, D., & Englisch, P. (2018). The values effect.

 

Zehrer, A., & Lei�, G. (2020). Intergenerational communication barriers and pitfalls of business families in transition�a qualitative action research approach. Corporate Communications, 25(3), 515�532. https://doi.org/10.1108/CCIJ-03-2020-0056

 

Copyright holder:

Eliza Susanto, Nova Murdhiana (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: