Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia� p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 12, Desember 2022
OPINI
FUNGSIONARIS PEREMPUAN TERHADAP KOMUNIKASI ORGANISASI PARTAI GOLKAR BALI MENYONGSONG
PEMILIHAN LEGISLATIF 2024
I Gusti Agung Ayu Sri Puspa Dewi
Pasca
Sarjana Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR, Jakarta, Indonesia
E-mail
: [email protected]
Abstrak
Menyongsong Pemilu
Serentak 2024, organisasi Partai Golkar Bali sebagai peserta pemilu melakukan
komunikasi internal dan eksternal organisasi untuk meningkatkan elektabilitas
guna meraih kemenangan secara keseluruhan dalam pemilu legislatif dan presiden.
Penelitian ini mencoba mencari tahu standpoint
atau sudut pandang fungsionaris perempuan non anggota legislator Partai Golkar
Bali yang sedang bersiap berpartisipasi dalam pemilihan legislatif 2024, mengenai
komunikasi organisasi internal. Tidak mudah berada dalam sebuah organisasi
bersama para legislator yang pada titik tertentu kompetitif. Komunikasi
internal organisasi perlu diteliti untuk mengetahui pendapat para fungsionaris
perempuan yang memiliki tugas membesarkan organisasi Partai Golkar Bali, di
sisi lain fungsionaris perempuan berperan dalam kehumasan partai politik.
Penelitian ini menganalisis variasi respon fungsionaris pada pendapat yang
terbentuk dari pengalaman nyata dan sumber informasi dari organisasi Partai
Golkar Bali. Untuk membahas permasalahan penelitian ini digunakan penelitian
kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Paradigma penelitian ini adalah
fenomenologis. Tradisi penelitian yang digunakan adalah sosiopsikologis. Sumber
data penelitian diperoleh dari sumber primer dan sumber sekunder. Teknik
pengumpulan data dilakukan melalui beberapa metode yaitu wawancara langsung dan
dokumentasi yang terdapat di internet.
Kata Kunci: Komunikasi organisasi; Partai Golkar Bali;
fungsionaris perempuan; standpoint.
Abstract
Welcoming the 2024 Simultaneous Elections,
the Golkar Bali Party organization as an election participant conducts internal
and external organizational communication to increase electability to achieve
overall victory in the legislative and presidential elections. This study tried
to find out the standpoints of female functionaries who are non-legislators of
the Golkar Bali Party and are preparing to participate in the 2024 legislative
elections on internal organizational communications. It is not easy to be in an
organization alongside legislators who at some points are competitive,
especially in the run-up to legislative elections. The internal communication
of the organization needs to be researched to find out the opinions of these
female functionaries who have the task of raising the Golkar Bali Party, on the
other hand, female functionaries are the public relations of political parties.
This study analyzes the variations in functionary responses from drawn opinions
formed from real experiences and sources of information from the Golkar Bali
Party organization. To discuss the problem of this research, qualitative
research with a descriptive approach is used. The paradigm of this research is
phenomenological. The research tradition used is sociopsychological. Research
data sources are obtained from primary sources and secondary sources. Data
collection techniques are carried out through several methods, namely,
in-person interviews and documentation found on the internet.
Keywords: Organizational communication; Golkar Bali Party; female
functionaries; standpoint.
Pendahuluan
Agenda politik
nasional yang terdekat adalah Pemilu Serentak 2024. Komisi Pemilihan Umum (KPU)
RI telah menetapkan pemilihan umum (Pemilu) Serentak diselenggarakan pada hari
Rabu, 14 Februari 2024 yaitu : (1) Pemilihan Legislatif (Pileg) : DPRD
kabupaten/kota, DPRD provinsi, DPR RI, dan DPD RI, (2) Pemilihan Presiden (Pilpres).
Partai Golongan Karya (Partai Golkar) merupakan
salah satu organisasi peserta
Pemilu Serentak 2024. Dalam menyongsong agenda politik tersebut organisasi
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai
Golkar mengintruksikan konsolidasi dilakukan dari tingkat terbawah, kelurahan,
kecamatan, kota, kabupaten, dan provinsi, secara intensif melakukan komunikasi organisasi
kepada publiknya internal dan eksternal. Partai Golkar mengelola komunikasi
melalui struktur kepengurusan dari tingkat pusat (DPP) ke daerah-daerah (Dewan
Pimpinan Daerah atau DPD)
kabupaten dan kota melalui
surat-menyurat, pertemuan langsung, dan menggunakan media massa serta media
online.
Memanfaatkan WhatsApp Group, organisasi Partai
Golkar mengkoordinir informasi dua
arah, memperkuat rutinitas
rapat pengurus, serta
koordinasi kegiatan-kegiatan lainnya. Kegiatan penggalangan massa atau
sosialisasi disebarluaskan melalui WhatsApp Group pengurus. Ini menjadi
konten yang disebarluaskan kembali melalui akun-akun pribadi para pengurus atau
kader serta akun-akun ormas di bawah Partai Golkar. Partai Golkar menggunakan
media massa yaitu surat kabar dan televisi untuk kegiatan-kegiatan tertentu
yang lebih besar. Dokumentasi ini disebarluaskan juga melalui akun-akun media
sosial. Para pengurus DPD diwajibkan memiliki akun media sosial dan
diinventaris oleh DPP.
Dalam persiapan pemenangan Pemilu Serentak 2024,
Partai Golkar telah memiliki daftar nama fungsionaris di tingkat kabupaten,
kota, provinsi yang akan disaring menjadi calon legislatif. Dengan kata lain
fungsionaris adalah sebanyak 200% dari bakal calon legislatif atau bacaleg.
Para fungsionaris sebagian besar merupakan pengurus Partai Golkar dan atau
ormas-ormas Partai Golkar. Fungsionaris memiliki harapan, melakukan kerja-kerja
politik, dan memiliki opini masing-masing yang tidak selalu ter-expose
di media massa. Mereka aktif dalam kegiatan-kegiatan organisasi Partai Golkar
dan memiliki akun media sosial. Sebagai non anggota legislatif mereka memiliki
profesi dan aktivitas yang berbeda dengan keseharian para pengurus Partai
Golkar yang merupakan anggota legislatif. Mereka memiliki massa pendukung dan
loyalis. Dalam rapat pengurus harian atau pengurus pleno, mereka memiliki hak
untuk mengajukan pendapat dan mengkritisi. Dalam kegiatan-kegiatan organisasi,
fungsionaris diberikan kesempatan aktif dalam kepanitiaan, sedangkan
fungsionaris yang merupakan anggota legislatif diberi porsi lebih berat dalam
hal memfasilitasi dan memobilisasi massa. Publikasi personal fungsionaris
dilakukan secara mandiri di tengah persaingan dengan fungsionaris lainnya yang
berasal dari satu daerah pemilihan (dapil) yang sama menuju perhelatan pemilihan
legislatif selanjutnya. Tidak jarang dalam organisasi timbul ketersisihan
fungsionaris �yang belum jadi� ini dengan fungsionaris �incumbent� atau
yang memiliki posisi lebih tinggi dalam struktur organisasi. Sebaliknya seorang
fungsionaris dapat saja memiliki posisi lebih tinggi dalam struktur
kepengurusan DPD Partai Golkar atau ormasnya dari fungsionaris lainnya yang
merupakan anggota legislatif.
Organisasi Partai Golkar Bali melakukan konsolidasi dengan
para pengurus, relawan,
simpatisan, serta kelompok pemangku kepentingan. Selama ini mengenai komunikasi politik banyak dilakukan
studi penelitian berupa polling (kuantitatif). Penulis ingin melakukan
penelitian melalui wawancara mendalam mengenai opini fungsionaris perempuan berkaitan
dengan persiapannya menyongsong pemilihan legislatif 2024 yang mana mereka
menjadi komunikator politik bahkan juru kampanye untuk organisasi dan diri
sendiri.
Pembahasan komunikasi
organisasi Partai Golkar Bali
memiliki berbagai dimensi, oleh karena itu peneliti berfokus pada rumusan permasalahan berikut : (1) Bagaimana opini para fungsionaris perempuan
terhadap komunikasi organisasi
Partai Golkar Bali menyongsong pemilihan legislatif
2024?, (2) Bagaimana peran kehumasan
fungsionaris perempuan Partai Golkar Bali dalam membentuk opini publik mengenai
upaya pemenangan pemilu legislatif Partai Golkar Bali?
Penelitian ini
memiliki tujuan sebagai berikut : (1) Untuk mengetahui opini
para fungsionaris perempuan dari komunikasi organisasi Partai Golkar Bali
menyongsong pemilihan legislatif 2024.
(2)
Untuk mengetahui bagaimana peran kehumasan fungsionaris perempuan
mengenai keseriusan Partai Golkar Bali dalam mendukung pemenangan pemilihan
legislatif untuk caleg perempuan.
Ruang lingkup penelitian ini yaitu opini
fungsionaris perempuan terhadap komunikasi internal organisasi Partai Golkar
provinsi Bali menjelang Pemilu Serentak 2024. Objek penelitian terbatas pada para fungsionaris perempuan Partai Golkar yang berdomisili di wilayah provinsi Bali yang sudah pernah mengikuti pemilihan
legislatif pada Pemilu Serentak 2019 namun tidak terpilih dan bersiap kembali mengikuti
pemilihan legislatif pada Pemilu Serentak 2024 yang akan datang.
Kajian Teoritis
Dengan melakukan tinjauan terhadap beberapa literatur
dari artikel
jurnal dan penelitian thesis,
peneliti dapat memahami fenomena menggunakan konsep dan teori yang berkaitan dengan penelitian ini. Menurut hasil penelitian Yuningsih (2020), dalam berkomunikasi organisasi
parpol membutuhkan penemuan fakta-fakta di lapangan, teknik komunikasi
informatif, edukatif dan persuasif dapat digunakan parpol dalam menjalankan
aktivitas komunikasi politiknya serta membentuk citra dan image. Penelitian
tentang peranan humas Partai Golkar
membantu para aktor-aktor politik
dalam meningkatkan pandangan positif di masyarakat serta untuk
kepentingan-kepentingan khusus (Saragih, M. A. et al, 2022) terkait
dengan komunikasi organisasi dan fungsionaris. Dari penelitian mengenai kasus kekalahan Partai Golkar dalam pemilihan
walikota Bengkulu tahun 2018 (Sasilo, H. et al., 2020) disarankan sebaiknya Partai Golkar mengoptimalkan pendekatan dan komunikasi
antara para kader, memperluas
jaringan ke masyarakat luas, dan
memanfaatkan media sosial dalam jangka panjang bukan terbatas pada pemilu saja
(p.10). Suryani, E. I. (2019) menyatakan bahwa yang lebih mampu menyampaikan
pesan kepada masyarakat adalah para tokoh di pinggiran politik yaitu para
selebritis yang terlibat dalam politik.
Menurut Perdana (2012) dalam
penelitiannya, politisi perempuan merupakan figur yang tidak terlalu
dipentingkan, dibuktikan dengan penempatan narasumber perempuan tidak berada di
paragraf awal berita dan
diliput sebagai pelengkap pemberitaan. Politisi perempuan merupakan kelas bawah
(proletar), berada di bawah hegemoni kaum elit (penguasa).
Penelitian Muchtar, K. (2016) membahas tentang bagaimana cara Partai Golkar berupaya mendongkrak citranya
yang pernah terpuruk, bagaimana
upaya-upaya Partai Golkar mempertahankan eksistensi dalam membentuk citra
positif sehingga dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat. Sedangkan Budiyono (2015) membahas tentang
media sosial khususnya Facebook dimanfaatkan sebagai media komunikasi politik.
Teori Utama
1.
Teori
Komunikasi Lasswell
Lasswell berfokus pada: siapa mengatakan apa kepada siapa melalui saluran
mana dengan efek apa? Perhatian difokuskan kepada pengirim dan penerima pesan,
pada pesan tersebut, salurannya melalui media mana, dan apa efeknya. Menurut
teori Lasswell, komunikasi harus memiliki efek seperti perubahan perilaku
antara lain:
a.
Adanya perubahan kognitif
atau perubahan tingkat pengetahuan.
b.
Adanya perubahan emosi
atau perasaan.
c.
Adanya perubahan tingkah
laku.
Menurut Sudirjo dan Alif (2021) konsep komunikasi Lasswell memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a.
Komunikasinya linier atau
berlangsung satu arah.
b.
Tidak ada umpan balik.
c.
Dipandang sangat umum dan
hanya mengandung tema komunikasi tradisional.
d.
Merupakan analisis
propaganda, menitikberatkan pada hasil keluaran.
e.
Menggunakan media massa.
2. Teori Komunikasi Excellent PR
Menurut Grunig & Hunt (1984) teori komunikasi Excellent dalam Public
Relations mencakup pengembangan dari 4 model antara lain:
a.
Model Press Agentry
atau Publisitas
Merupakan
model komunikasi 1 arah (one way communication) dari organisasi terhadap
publiknya. Humas cenderung melakukan kampanye atau propaganda dengan publisitas
media untuk meraih perhatian dan liputan media. Model ini seringkali
disalahgunakan antara lain untuk mengabaikan suatu isu atau kebenaran informasi
untuk menutupi hal negatif dari seseorang atau suatu organisasi.
b.
Model Public
Information
Merupakan
model komunikasi 1 arah seperti juga Press Agentry, untuk memberikan
informasi produk atau jasa suatu organisasi kepada publik tetapi tidak mementingkan
persuasif untuk mengubah perilaku atau feedback dari publiknya
c.
Model Two-Way
Asymmetric
Merupakan
komunikasi 2 arah antara organisasi dengan publiknya, untuk mempengaruhi publik
agar beradaptasi dengan organisasi, tetapi tidak sebaliknya. Model ini berasumsi
bahwa praktisi humas dapat membantu organisasi memberikan persuasi publik agar
berpikir dan bertindak seperti yang diharapkan oleh organisasi. Organisasi
tidak berusaha untuk mengubah sikap atau pendiriannya namun berusaha mengubah
sikap dan pendirian publiknya.
d.
Model Two-Way
Symmetric
Merupakan
model komunikasi yang dianggap paling ideal karena organisasi mengutamakan
komunikasi penuh dengan publiknya, sangat memperhatikan feedback,
berfokus pada membangun hubungan dengan pemahaman bersama bukan melalui cara
persuasif kepada publiknya dengan segala cara (Kriyantono, 2014). Terjadi
proses pertukaran peran sebagai sumber informasi dan penerima informasi yang
melakukan dialog antara organisasi dan publiknya.
3. Teori Opini Publik Lippmann
Lippmann (1922) mengidentifikasikan media massa memiliki peran dalam
pembentukan opini publik di sebuah negara demokrasi. Lippmann adalah analis
utama propaganda, opini publik dan agenda-setting dari media massa,
Lippmann bersama Lasswell kemudian melakukan analisis propaganda dan opini
publik.
Opini publik merupakan kumpulan pendapat orang atau individu terhadap
suatu hal tertentu yang dapat mempengaruhi sikap atau perilaku kelompok.
Semakin kuat opini yang muncul dapat semakin kuat memunculkan terbentuknya
sikap masyarakat (Ardianto, 2011). Istilah opini publik tidak memiliki definisi
yang baku.
Kekuatan persuasif opini publik dapat berpengaruh terhadap pencitraan
organisasi atau perusahaan. Dalam organisasi, humas menjadi penghubung antara
opini publik yang berkembang dengan organisasi atau perusahaan tersebut. Demikian
pula penggunaan media sangat berpengaruh pada pembentukan opini publik (Kaid,
p.539). Opini publik mempengaruhi citra. Opini publik digunakan sebagai
indikator dalam penilaian citra suatu organisasi dalam pengenalan produk atau
jasanya kepada khalayak.
4.
Teori
Feminist Standpoint
Terinspirasi dari Marxisme, feminist standpoint theory Harstock
menyatakan adanya pemikiran kaum laki-laki dan kaum perempuan terlibat dalam
pekerjaan yang berbeda melahirkan pembagian tugas yang berbeda-beda berdasarkan
jenis kelamin, termasuk mengeksploitasi perempuan dengan menuntut kerja tanpa
pemberian upah sekaligus memberikan perempuan tanggungjawab pemeliharaan yang
tidak digaji dan reproduksi dari tenaga kerja masa kini dan masa depan
(Chafestz, 1997:104). Perempuan dalam kelas ekonomi merupakan kelas bawah dalam
sistem patriarki.
������� Dalam teori Standpoint
terdapat konsep-konsep utama yaitu:
a. Lokasi;
Lokasi sosial menentukan
posisi yang terlihat oleh grup parsial.
b. Pengetahuan
Tersituasi (Situated Knowledges);
Pengetahuan setiap orang
berdasarkan konteks dan keadaan. Apa yang kita ketahui dan lakukan tidak
berasal dari dalam melainkan merupakan hasil pembelajaran dari pengalaman kita.
c. Sexual
Division of Labor;
Posisi peran sosial
laki-laki biasanya lebih dominan di sektor publik yang bersifat produktif,
sedangkan peran sosial perempuan di sektor domestik dengan peran reproduksi,
namun pada kenyataannya tidak pernah dihargai dengan sejumlah material tertentu
karena hal-hal tersebut dianggap memang kewajiban kaum perempuan.
Teori Pendukung
1.
Komunikasi
Organisasi
Komunikasi adalah proses seseorang atau sekelompok orang yang menciptakan
serta menggunakan informasi agar saling terhubung dengan lingkungan yang ada di
sekitarnya. Menurut Louis Forsdale (1981) komunikasi merupakan suatu proses
memberikan sinyal menurut aturan tertentu sehingga suatu sistem dapat
didirikan, dipelihara, dan diubah.
Organisasi adalah dua atau lebih orang yang berada dalam satu wadah yang
memiliki satu tujuan bersama yang dicapai oleh seluruh orang yang berada dalam
wadah tersebut melalui kerjasama kedua belah pihak atau lebih tersebut.
Organisasi merupakan kesatuan hidup yang dinamis di mana sekumpulan orang
bersama-sama berorientasi pada suatu tujuan (Harris dan Nelson, 2008, p.19). Anggota
organisasi memiliki hak dan kewajiban yang diikat dalam aturan-aturan
organisasi, menyesuaikan tugas dan fungsi personal di dalamnya, mengikuti
ketentuan reward and punishment, dan berpedoman pada keputusan-keputusan
organisasi.� Aktivitas komunikasi dalam organisasi
bersifat formal, resmi, struktural, mengutamakan prinsip efisiensi dalam
kegiatan komunikasinya.
Komunikasi organisasi dapat dipergunakan untuk mengkoordinasikan
individu-individu yang terdapat di dalam organisasi agar tetap berada di jalan
menuju tujuan bersama. Menurut Pace dan Faules, definisi komunikasi organisasi
adalah proses pertukaran pesan antara komunikator dengan komunikan dalam sebuah
organisasi atau antar organisasi untuk kepentingan organisasi tersebut. Sementara
itu Frank Jefkins berpendapat bahwa komunikasi organisasi merupakan suatu
bentuk komunikasi yang direncanakan oleh suatu organisasi terhadap publik atau
masyarakat luas di mana organisasi tersebut berada untuk mencapai suatu tujuan
tertentu.
Komunikasi organisasi meliputi :
a.
Komunikasi internal (intra-organizational
communication) yaitu aktivitas komunikasi yang terjadi di dalam lingkungan
suatu organisasi baik pimpinan dengan bawahan atau sebaliknya (vertical),
antara pimpinan dengan pimpinan (horizontal), antara bawahan dengan
bawahan (horizontal), antara staf suatu bagian dengan staf bagian lain
(diagonal). Semua alur komunikasi ini dapat berjalan sendiri-sendiri atau
secara serempak dilakukan oleh anggota sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya
dalam organisasi sebagai bentuk kerja.
b.
Komunikasi antar
organisasi (inter-organizational communication) yaitu aktivitas
komunikasi yang terjadi antara satu organisasi dengan organisasi lainnya.
Bersifat horizontal apabila organisasi-organisasi yang
melakukan aktivitas komunikasi tersebut kedudukannya setara. Bersifat vertikal
apabila organisasi-organisasi yang melakukan aktivitas komunikasi tersebut struktural,
misalnya komunikasi antara kantor pusat dengan kantor perwakilan di daerah.
Bersifat diagonal apabila yang berkomunikasi secara lintas bagian adalah dari
dua organisasi yaitu bagian dari perusahaan A berkomunikasi dengan bagian dari
perusahaan B.
Berikut ini teori-teori komunikasi organisasi menurut para ahli antara
lain:
a.
Teori Struktural Klasik
atau teori Organisasi Klasik atau teori Mesin.
Berkembang
sejak tahun 1800-an menjelaskan bahwa organisasi merupakan lembaga sentral akan
tugas-tugasnya yang terspesialisasi, menunjukkan mekanisme yang struktural,
bersifat kaku, monoton, tidak kreatif, tanpa inovasi. Disebut teori mesin
karena mesin menggambarkan sesuatu yang dapat bergerak sendiri apabila sudah
ditetapkan. Terdapat empat kondisi pokok dalam teori ini yaitu kekuasaan,
saling melayani, doktrin, dan disiplin.
b.
Teori Neo Klasik atau
hubungan manusiawi.
Lahir
karena ketidakpuasan akan teori struktural klasik dan menyempurnakan teori struktural
klasik tersebut. Menjelaskan bahwa aspek sosiologi dan psikologis karyawan
sebagai individu dan kelompok kerja sangat penting untuk diperhatikan oleh
pimpinan untuk meningkatkan produktivitas kerjanya (Elton Mayo, 1924).
c.
Teori Fusi
Menjelaskan
bahwa dalam suatu organisasi terdapat minat individu yang berbeda-beda, pada
tahap-tahap tertentu organisasi berpengaruh pada individu-individu, di saat
yang sama pula individu-individu memberikan pengaruh terhadap organisasi. Fusi
yang dimaksud yaitu mengingat setiap individu dan jabatan dapat dimodifikasi
sesuai dengan minat dan bakat individu (Bakke, 1950). Argyris (1957) menyempurnakan
pendapat Bakke bahwa terdapat ketidaksesuaian mendasar antara kebutuhan pegawai
yang matang dengan persyaratan organisasi.
d.
Teori Sistem Sosial
Menjelaskan
hubungan antar manusia ��memungkinkan suatu
organisasi dapat bertahan lebih lama dibandingkan orang-orang yang terdapat di
dalamnya. Organisasi berusia panjang dan berkelanjutan sekalipun orang-orang di
dalamnya telah meninggal dunia karena digantikan oleh orang-orang baru karena
adanya regenerasi.
e.
Teori Public Relations
f.
Teori Kepemimpinan
Menjelaskan
pemimpin suatu organisasi merupakan sosok penting yang membantu anggota
memenuhi kebutuhan untuk mencapai tujuan organisasi secara bersama-sama.
2. Partai Politik
Berdasarkan UU No. 31 Tahun 2020, partai politik (parpol) adalah
organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik
Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk
memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui
pemilihan umum.
Menurut Yuningsih
(2003) strategi kehumasan parpol
bermakna sebagai strategi komunikasi politik. Sasaran dan komunikatornya adalah semua publik
yang terkait dengan parpol, yang dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori
yaitu :
a.
Publik internal, antara
lain : pengurus parpol yang tercatat dalam struktur organisasi yang sah,
anggota parpol, kader parpol, donatur, simpatisan.
b.
Publik eksternal, antara
lain : parpol lain, pers, pemerintah (eksekutif, legislatif, yudikatif), LSM,
pengamat politik, berbagai kelompok pemangku kepentingan.
Wayne Steger (1999) meneliti keyakinan bahwa organisasi berita semakin
kritis dan dogmatis bukannya melaporkan berita secara obyektif. Kepercayaan pemilih
sangat dipengaruhi oleh media selama pemilihan pendahuluan ketika pemilih
memiliki informasi sangat sedikit. Kenneth Dautrich dan Thomas H. Hartley
(1999) menyatakan bahwa menurunnya sikap partisan dan ketersediaan multimedia
meningkatkan arti penting organisasi berita sebagai sumber utama informasi
pemilih dalam pemilu.
Positioning calon merupakan proses yang diawali calon menilai
kelemahan dan kekuatan diri serta lawan. Merupakan wahana yang memungkinkan
bagi calon untuk menyampaikan citra diri mereka kepada pemilih dalam sorotan
terbaik (Bainesm, 1999). Setelah citra terbentuk, citra ditampilkan dalam media
dengan menekankan suatu isu.
Internet penting sebagai sarana iklan politik karena kemampuan untuk
calon yang kurang dikenal atau yang tidak mampu membayar biaya kampanye iklan
televisi besar (Kern, 1997) dan adanya anggapan merupakan underdog (Keid,
2015, p.229).
3.
Citra
Citra adalah sesuatu yang
direncanakan maupun tidak direncanakan oleh suatu organisasi mengenai elemen
visual maupun verbal yang memberikan persepsi tertentu kepada publiknya
(Harahap, 2003). Manajemen kesan (impression
management) artinya citra dipandang sebagai kesan seseorang atau organisasi
terhadap orang lain atau organisasi lain.
Menurut Nimmo (2000: pp. 6-7) citra tentang politik yang terjalin melalui
pikiran, perasaan, dan kemurnian subjektif memiliki 3 kegunaan antara lain:
a.
Kelengkapan ataupun
ketidaklengkapan data, pengetahuan politik, memberikan jalan kepada seseorang
untuk memahami sebuah peristiwa politik.
b.
Kesukaan ataupun
ketidaksukaan pada citra seseorang mengenai politik menyajikan dasar untuk
menilai objek politik.
c.
Citra diri seseorang
memberikan cara menghubungkan dirinya dengan orang lain.
Gunter Schweiger dan Michaela Adami (1999) menyatakan bahwa citra
merupakan gambaran menyeluruh yang ada di benak pemilih mengenai kandidat dan
programnya. Citra merupakan negosisi, evaluasi, dan konstruksi oleh kandidat
dan pemilih berdasarkan interaksi atau adanya saling ketergantungan antara
kandidat dan pemilih.
Metode Penelitian
����������������������� Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini
adalah paradigma fenomenologis
di mana peneliti melakukan
pendekatan untuk memahami pengalaman hidup fungsionaris perempuan. Fokus penelitian ini adalah memeriksa dan
mempelajari esensi dari pengalaman sadar individu (Tuffour, 2017). Paradigma
fenomenologis ini digunakan sebab penelitian ini menyangkut fenomena komunikasi
suatu pesan yang disampaikan oleh organisasi DPD Partai Golkar provinsi Bali sebagai pemberi pesan kepada komunikan atau penerima pesannya yaitu
para fungsionaris perempuan,
melibatkan organisasi partai politik dan stakeholder baik itu aktor politik dan aktor non politik, memiliki
tujuan politik, melalui aplikasi digital berbasis internet yang diakses oleh
masing-masing individu melalui telepon seluler. Peneliti ingin melihat dan mendengarkan lebih detail dan
dekat dengan penerima pesan dari kabupaten dan kota yang berbeda-beda, secara
terperinci memperoleh penjelasan, keluh kesah, permasalahan serta hambatan yang
ditemui dan pemahaman dari pengalamannya yang tentunya berbeda-beda dari
masing-masing individu penerima pesan. Mengacu pada kenyataan dan keterkaitan
orang-orang yang berada dalam situasi tertentu maka dari penelitian ini dapat
ditemukan dan dikembangkan strategi-strategi untuk memecahkan permasalahan,
yang mana makna pesan tidak selalu sama tergantung pada sudut pandang yang
mereka pahami.
Tradisi dari
penelitian ini menggunakan tradisi komunikasi sosiopsikologis yaitu tradisi
mengenai pendekatan individualis manusia sebagai mahluk sosial menyangkut
perilaku sosial individu, psikologis, sifat, kepribadian, persepsi, dan kognisi
(Littlejohn, 2009, p.63).
Merupakan teori komunikasi di mana komunikasi merupakan interaksi
interpersonal, berfokus pada reaksi, hubungan sebab akibat di dalam proses
komunikasi dan pengaruh. Dalam tradisi sosiopsikologis, komunikasi merupakan
interaksi interpersonal dan pengaruhnya (Griffin, 2012, p.38) di mana variabel psikologi sangat kuat dalam
mempengaruhi ekspektasi (p. 477).
Gagasan utama dari
tradisi sosiopsikologis adalah bagaimana mengkaji proses komunikasi yang
diawali dari individu-individu yang terlibat dalam aktivitas komunikasi
meliputi :
1.
Bagaimana komunikator (pemberi
pesan) membuat rencana/merancang strategi pesan.
2. Bagaimana
komunikan (penerima pesan) memproses isi pesan.
3. Bagaimana
efek pesan dalam individu. Penerima pesan dalam hal ini para informan menangkap
pesan, berperilaku sosial berdasarkan psikologis, kepribadian, sifat, persepsi,
serta kognisi.
Dalam ranah
konseptual sosiopsikologi, komunikasi diteorikan sebagai interaksi, ekspresi,
dan pengaruh, baik itu melalui tatap muka maupun melalui teknologi media
digital, satu orang terhadap satu orang, satu orang terhadap banyak orang, dan
atau banyak orang terhadap banyak orang (Littlejohn & Foss, 2009). Para
pakar psikologis menilai bahwa watak seseorang menunjukkan kepribadian dan
sikapnya, misalnya terbuka, demokrasi, fanatis, dan lain sebagainya.
Untuk membahas
permasalahan penelitian ini digunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif, yaitu :
1.
Bersifat alamiah.
Peneliti harus mendatangi langsung ke lapangan untuk melakukan observasi
mendalam dan melakukan wawancara terperinci.
2.
Bersifat deskriptif, menjabarkan
suatu fenomena.
3.
Batasan penelitian
menentukan fokus
4. agar tidak melebar.
5. d)
Kriteria untuk informan atau pemberi informasi menjadi tolok ukur bahwa data
yang diperoleh dapat diverifikasi dan bersifat objektif.
Teknik Pengumpulan Data
Peneliti menekankan pada aspek detail yang kritis,
terfokus dan mendalam. Mendetail ke bawah permukaan yang belum tampak, misalnya
untuk menemukan teori baru atau konsep baru. Data primer dikumpulkan sendiri
oleh peneliti dan peneliti terlibat langsung sebagai pengobservasi di lapangan
untuk memperoleh data yang diperlukan menggunakan dan menjaga setting alamiah
(natural), di mana fenomena dan perilaku yang diamati terjadi.
Teknik Analisis Data
Teknik yang akan digunakan untuk menguji
kredibilitas dalam penelitian ini adalah teknik triangulasi data (data
triangulation). Penelitian dimulai sejak awal Januari 2022 hingga akhir Februari 2023 di wilayah provinsi Bali.
Keterbatasan Penelitian
Objek penelitian terbatas pada para fungsionaris perempuan
Partai Golkar yang berdomisili di
wilayah provinsi Bali yang sudah pernah mengikuti pemilihan legislatif pada
Pemilu Serentak 2019 namun tidak terpilih dan bersiap mengikuti pemilihan legislatif pada
Pemilu Serentak 2024 yang akan datang.
Hasil dan Pembahasan
Fungsionaris
Perempuan Partai Golkar Bali Bersiap Menjadi Calon Legislatif Pemilu 2024
Partai Golkar menekankan kampanye digital
menggunakan media sosial bagi para calon legislatif yang berkontestasi. Dalam proses
komunikasi organisasi internal, para fungsionaris sebagai komunikan juga
sekaligus komunikator, di mana mereka menyebarluaskan komunikasi
organisasi melalui akun media sosial
dan setelah terlibat dalam kegiatan
mereka menyebarluaskan dokumentasinya disertai narasi-narasi masing-masing.
Fungsionaris Perempuan Partai Golkar Bali Menyukai
Keterlibatan sebagai Humas Organisasi (Excellent PR)
Para fungsionaris perempuan
sejak 10 tahun terakhir mengenal dan menggunakan media sosial melalui akun
pribadinya di Facebook, di tahun 2022 juga aktif di Instagram, TikTok, dan
status WhatsApp untuk personal branding. Dalam 5 tahun terakhir mereka
secara rutin mempublikasi keterlibatan dirinya dalam kegiatan-kegiatan
organisasi Partai Golkar. Selain meningkatkan popularitas personal juga
bertujuan menaikkan citra Partai Golkar. Adanya dokumentasi berupa foto, video,
link berita mengenai kegiatan-kegiatan organisasi, rapat, konsolidasi yang
kerap diadakan pada tahun 2022 dan dilanjutkan pada 2023 ini. Terutama momentum
istimewa yaitu kedatangan ketua umum DPP Partai Golkar ke Bali beserta
pengurus-pengurus pusat. Juga kegiatan berombongan ke daerah-daerah seperti
tirtayatra (kegiatan persembahyangan ke pura), simakrama (dialog dengan
kelompok masyarakat), melayat, menghadiri resepsi, dll. Bidang Media dan
Penggalangan Opini (MPO) menghadirkan link berita sebanyak 3 sampai 5 berita di
media online. Namun aroma politik dan persaingan kental pemilihan
legislatif memperlihatkan adanya dominasi personal branding ketua DPD
Partai Golkar provinsi Bali yang berniat maju berkontestasi menuju DPR RI.
Sementara saat ini Partai Golkar Bali memiliki 2 orang anggota DPR RI yang akan
maju kembali berkontestasi. Hal ini menjadikan para fungsionaris perempuan
merasakan sensitivitas untuk menjaga kondusivitas di tahun politik dengan tidak
memperlihatkan kedekatan pribadi kepada para fungsionaris pusat. Di sisi lain
para perempuan dalam organisasi merasa membutuhkan suatu posisi kepemimpinan
perempuan untuk duduk di kursi DPR RI.
Pemenuhan kuota perempuan
sebanyak 30% dalam daftar caleg justru menimbulkan ketidaknyamanan para
fungsionaris perempuan. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kepercayaan kepada
organisasi berkaitan dengan kurangnya dukungan serius terutama dalam bentuk
penyediaan APK (Alat Peraga Kampanye) sebagai sarana kampanye nanti. Di sisi
lain mereka tidak menyukai iklim persaingan di mana kemudian teman berubah menjadi
musuh terutama karena berada dalam dapil yang sama. Formalitas tampilnya
nama-nama caleg perempuan yang berjuang mencari suara saat pemilihan legislatif
membuat fungsionaris perempuan non anggota legislatif ini cenderung ingin
menarik diri untuk tidak menjadi caleg namun tetap bersedia ikut dalam
kegiatan-kegiatan organisasi bahkan hingga pasca pemilu 2024. Mereka
berkomitmen pada pakta integritas sebagai pengurus parpol/ormas tidak terbatas
hanya dengan alasan ingin menjadi anggota dewan.
Komunikasi organisasi
bersisian lekat dengan komunikasi personal ketua. Sedangkan bagi para
fungsionaris perempuan ini loyalitas, pengabdian yang ikhlas sebagai bentuk
kebaikan moralitas dan elegan, merupakan komunikasi kepada lingkungan pribadi
para fungsionaris yang berasal dari keluarga Golkar (anak kader). Ideologi
menjadikannya tidak mempermasalahkan siapa dan bagaimana ketuanya tetapi
peranan sejarah organisasi Partai Golkar telah membawa kepada gaya hidup masa
kini yang dinamis, modern, dan mampu menunjukkan kualitas sebuah parpol besar
di Indonesia.
Teori Sistem Sosial dalam
komunikasi ditunjukkan dari sisi keibuan para fungsionaris perempuan yang mana
sebagai penerus pengurus organisasi juga dalam urusan domestik di rumah tangga
melakukan kaderisasi, mempersiapkan regenerasi demi kemajuan organisasi yang
membutuhkan SDM terbaik kelak untuk menggantikan dirinya dalam organisasi
Partai Golkar Bali. Organisasi parpol ini dapat berusia panjang sekalipun
orang-orangnya dapat datang dan pergi kapan saja.
Fungsionaris perempuan
lebih memikirkan fenomena sulitnya lapangan pekerjaan di mana terjadi money
politic para pencari kerja, tidak murni karena hasil seleksi berdasarkan
kemampuan atau prestasi.
Fungsionaris perempuan
jarang dilibatkan dalam simakrama (pertemuan dengan kelompok masyarakat).
Budaya patriarki dan egoisme menutup strategi parpol lainnya yang menggunakan
kuota perempuan sebagai tiket meraih kursi. Adanya ketakutan bersaing dengan
perempuan yang tampil lebih menawan, memiliki simpati dan empati, serta keseriusan
untuk memperhatikan kualitas kesejahteraan dan jauh dari isu korupsi. Selain
itu iklim politik dalam organisasi cenderung panas ketika ada beberapa kandidat
memperebutkan kursi panas. Pada saat ini fungsionaris perempuan cenderung dapat
melakukan pendekatan komunikasi two-way symmetric kepada publik
eksternal sehingga menaikkan dukungan kepada organisasi sekaligus kepada
dirinya.
Berdasarkan latar belakang
pendidikan, karir, pengalaman dan peran serta dalam organisasi lainnya para
fungsionaris perempuan memiliki pemahaman gender. Emansipasi bukan hanya untuk
digemakan atau digaungkan, bukan hanya untuk dijadikan ikon atau influencer,
namun kepentingan perempuan ikut dalam perjuangan pemenuhan hak-haknya agar
mulai setara seperti pada parlemen negara-negara tetangga. Idealnya ini
dilakukan kaum perempuan melalui partai politik.
Berdasarkan
teori PR, fungsionaris perempuan menyukai terlibat langsung melalui praktik menjelaskan
upaya terencana dan berkesinambungan organisasi Partai Golkar Bali untuk menciptakan
dan memelihara hubungan baik antara organisasi dengan publiknya. Sesuai dengan
Teori Fusi dalam komunikasi, dalam
internal organisasi hubungan saling
mempengaruhi antara personal dengan organisasi. Ketersisihan (standpoint) dapat
berguna menciptakan kreativitas dan penemuan fenomena strategi baru.
Kesimpulan
Melalui akun media sosial pribadi, para fungsionaris
perempuan melakukan komunikasi personal branding untuk memberikan awareness dan
menaikkan citra pribadi dalam partisipasi aktif mengikuti kegiatan-kegiatan
organisasi Partai Golkar Bali. Komunikasi organisasi Partai Golkar Bali masih
membingungkan antara komunikator organisasi parpol yang akan berkontestasi
dalam pemilihan legislatif dengan komunikasi pribadi. Komunikan merasa canggung
untuk berkreativitas dan membuat semangat berorganisasi menurun di tengah
persaingan para caleg laki-laki yang telah menunjukkan ambisi tinggi sementara
perempuan hanya dimanfaatkan sebagai pemenuhan kuota 30%. Framing ketua DPD
Partai Golkar Bali yang akan maju dalam pemilihan legislatif 2024, intensitas
dan pengulangan berita yang sama dengan judul yang berbeda-beda menimbulkan
kejenuhan akan one man show di Partai Golkar, yang mana tercatat dalam sejarah
pernah jatuh akibat kekuasaan yang kelewatan.�
Hal ini dirasakan oleh para fungsionaris Partai Golkar Bali bahwa
komunikasi organisasi yang tidak tepat justru dapat menjauhkan dengan tujuan
politik gender apabila menyongsong kontestasi pemilihan legislatif 2024
organisasi menyisihkan caleg-caleg perempuan hanya untuk �dipinjam nama saja�.
Sebagai komunikan sekaligus kemudian komunikator, para fungsionaris perempuan
Partai Golkar Bali menyukai perannya sebagai humas organisasi di era digital
layaknya excellent PR. Pendidikan politik yang diaplikasikan dengan keaktifan
dan ketekunan yang terorganisir diharapkan memberikan hasil signifikan pada pemilihan
legislatif 2024.
BIBLIOGRAFI
Basri, Hasan (2021). Strategi Komunikasi Politik DPD
Partai Golkar pada Pemilu Legislatif Aceh Tengah 2019. Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol.
10. No. 1. pp. 22 � 32.
Cangara, Hafied (2009). Komunikasi Politik: Konsep,
Teori, dan Strategi. Jakarta: Rajawali Pers.
Cresswell, J. W. (1994). Research Design: Qualitative,
Quantitative, and Mixed Methods Approaches. 4th Edition. Singapore:
SAGE Publisher.
Griffin, E. (2012). A First Look at Communication
Theory. 8th Edition. New York: McGraw-Hill.
Kaid, Lynda Lee (2015). Handbook Penelitian Komunikasi
Politik. Bandung: Penerbit Nusa Media.
Littlejohn, S. W. & Foss, Karen A.� (2009). Encyclopedia of Communication Theory.
New York: SAGE Publisher.
Miller, K. (2002). Communication Theories, Perspective,
Process, and Contexts. 2nd Edition. New York: McGraw-Hill.
Kurniawan, Nalom (2014). Keterwakilan Perempuan di
Dewan Perwakilan Rakyat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008.
Jurnal Konstitusi. Vol. 11. No. 4. pp. 714 - 736.
Mirin, Mesakh (2022). Strategi Komunikasi Politik
Politisi Perempuan. Jurnal Ilmiah Indonesia. Vol. 7. No. 9. pp. 13486 - 13495.
Neuman, W. Laurence (2013). Social Research Methods:
Qualitative and Quantitative Approaches. Boston: Pearson Education, Inc.
Perdana, Putri (2012). Suara Perempuan di Media Cetak
sebagai Komunikasi Politik (Analisis Framing Suara Politisi Perempuan dalam
Kasus Hukum Pancung TKI Ruyati di Kompas). Depok: Thesis Fisip UI.
Utami, Lusia Savitri Setyo., Xiang, Clara Felicia.
Aktivitas Komunikasi Organisasi sebagai Upaya Keberhasilan Implementasi Program
Kerja di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Koneksi. Vol. 6. No. 2. pp. 226 - 235..
Copyright holder: I Gusti Agung Ayu Sri Puspa Dewi
(2022) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |