Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.
4, April 2023
PERTEMUAN ANIES BASWEDAN
DAN GIBRAN RAKABUMING DALAM KAJIAN ANALISIS WACANA NORMAN FAIRCLOUGH
Lela Nurlatifah,
Agus Hamdani Surel
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Institut Pendidikan Indonesia Garut
Email: [email protected],
[email protected]
Abstrak
Dalam dunia politik, mengkritisi merupakan bagian dari kebebasan berpendapat. Hal ini tak terkecuali pada setiap tindakan yang dilakukan oleh para politisi. Pada pertemuan Anies Baswedan dan Gibran Rakabuming juga menuai banyak pro-kontra yang dilayangkan. Tujuan penelitian adalah mengkaji bagaimana analisis analisis kritis pada berita pertemuan Anies Baswedan dan Gibran Rakabuming dengan menggunakan metode Norman Fairclough. Metode penelitian ini merupakan metode penelitian diskriptif kualitatif. Peneliti mengambil pemberitaan mengenai pertemuan Anies Baswedan dan Gibran Rakabuming pada media online Detik News, Liputan6, Tempo, dan Tribun menggunakan kajian analisis Norman Fairclough dengan mengambil tiga aspek, yakni aspek analisis teks, analisis diskursif, dan analisis sosial kultural. Penelitian ini menggunakan Research Document. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberitaan pada setiap media tentang pertemuan Anies Baswedan dan Gibran Rakabuming sudah menyampaikan teks berita yang ditulis dengan kaidah jurnalistik serta berperan netral dalam memproduksi dan menyebarkan teks melalui wartawan dan penempatan narasumber yang sesuai.
Kata Kunci: Analisis Wacana; Norman Fairclough; Pro-Konta.
Abstract
In politics, criticizing is part
of freedom of opinion. This is no exception to every action taken by
politicians. At the meeting Anies Baswedan
and Gibran Rakabuming also reaped many pros and cons
raised. The purpose of the study was to examine how to analyze critical
analysis on the news of the meeting between Anies Baswedan and Gibran Rakabuming
using the Norman Fairclough method. This research method is a qualitative discriptive research method. Researchers took news about
the meeting between Anies Baswedan
and Gibran Rakabuming on the online media Detik News, Liputan6, Tempo, and Tribun
using Norman Fairclough's analytical studies by taking three aspects, namely
aspects of text analysis, discursive analysis, and socio-cultural analysis.
This study used Research Document. The results of the study can be concluded
that the news in each media about the meeting of Anies
Baswedan and Gibran Rakabuming
has conveyed news texts written with journalistic principles and played a
neutral role in producing and disseminating texts through journalists and the
placement of appropriate sources.
Keywords: Discourse Analysis; Norman
Fairclough; Pro-Contact
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang berkiblat pada sistem Demokrasi (Pamungkas & Arifin,
2019). Sebagaimana yang tercantum dalam UUD 194 Pasal 1 Ayat (2) yang menyebutkan
�Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar,�.
Secara konseptual, negara hukum dan sistem demokrasi sangat menjunjung tinggi perlindungan dan pemenuhan terhadap HAM, termasuk hak kebebasan
berpendapat. Hak kebebasan berpendapat sendiri telah memiliki legal framework, baik pada tingkat internasional maupun nasional yang berlaku secara kolektif dalam yuridiksi tertentu (Nasution, 2018). Oleh karena itu, setiap negara yang menganut negara hukum dan sistem demokrasi memiliki tanggung jawab dalam melindungi
dan memenuhi hak kebebasan berpendapat tersebut, termasuk Indonesia sebagaimana yang telah diamanatkan oleh konstitusi terkhusus melalui pasal 28, pasal 28E ayat (3), pasal 28I ayat (4) (Pradana et al., 2022).
Sepasca Orde Baru, Indonesia mengalami perubahan dalam penerapan sistem politik, dari sistem politik
otoritarian ke sistem politik demokratis (Jadidah, 2020). Dengan diterapkan sistem demokratis memberikan perubahan terhadap dinamika kehidupan politik. Di antara perubahan yang terjadi adalah jaminan kebebasan berekspresi dan berpendapat (Romli, 2016). Hal ini sangat dapat dirasakan pada praktisi politisi dan media masa.
Hal ini karena politik dan media dalam aktivitasnya sama-sama berhubungan dengan orang banyak. Aktivitas peliputan berita-berita kampanye merupakan bagian dari proses rekonstruksi realitas politik ke dalam
bentuk teks berita (Siregar, 2012). Dalam dunia politik, mengkritisi merupakan bagian dari kebebasan berpendapat. Terkhusus pada ajang pemilihan umum, baik Pilkada
atau Pilpres, setiap partai yang bersaing akan mengupayakan
berbagai cara dalam menyusun narasi yang meningkatkan citra calon pilihannya
dan menjatuhkan citra calon yang diusung lawannya (Heryanto, 2011).
Saat ini, atmosfer
perpolitikan di Indonesia sudah
mulai membahas mengenai Pilpres 2024 meskipun ajang tersebut baru akan
dimulai 2 (dua) tahun lagi. Hal-hal yang mengidentifikasi adanya persaingan Pilpres yang terbilang sangat dini ini bisa diketahui
dari adanya beberapa partai atau lapisan masyarakat
yang sudah mulai mengusung bakal calon presiden untuk 2024, seperti Ganjar Pranowo, Puan Maharani, hingga Anies Baswedan.
Karier politik Anies
Baswedan dimulai saat ia mengikuti
ajang kompetisi Pilkada Jakarta pada tahun 2017. Masuknya Anies Baswedan dalam bursa calon Gubernur DKI Jakarta membuat dirinya menjadi lawan politik
Petahana Basuki Tjahja Purnama atau biasa
dikenal dengan sapaan Ahok. Beradunya Anies Basewedan dengan Ahok yang notabene diusung oleh PDI Perjuangan dan
PSI, membuat Anies sering sekali mendapat
serangan kritik dan tak jarang kampanye
negatif.
Ketika Anies Baswedan
menjadi calon Gubernur DKI Jakarta, ia sudah mendapat kritik dan kampanye negatif seperti kinerjanya yang buruk Ketika menjadi Menteri Pendidikan di era Jokowi-Jusuf Kalla,
di-cap sebagai orang yang hanya
pandai berkata-kata saja, Bapak politik identitas, hingga menyinggung soal partai Gerindra yang mengusungnya yang notabene pada tahun 2014 ketua umumnya, Prabowo Subianto, sering ia kritisi.
Hingga ketika ia menjabat, ia
sering kali mendapat kritikan, yang notabene berasal dari anggota
dan simpatisan partai PDI P
dan PSI, seperti kedekatannya
dengan ormas terlarang HTI dan FPI, program kerja
DP 0% yang tidak sesuai janjinya, hingga banyak anggaran RAPBD yang dianggap ganjil.
Kritikan tersebut tidak
berhenti di situ, namun hingga ia selesai
menyelesaikan masa jabatannya
dan beriringan dengan namanya yang resmi diusung sebagai calon presiden 2024 oleh partai NasDem. Pengusungan tersebut merupakan awal �perselisihan� antara Anies Baswedan dengan PDI Perjuangan dan para partai koalisinya. Kritikan utamanya dilayangkan dari partai PDIP, seperti kritik yang diberikan oleh Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengatakan jika selama menjabat
Gubernur DKI Jakarta sejak
2017, program Anies Baswedan
yang terealisasi hanya 5 dari 23 butir program yang ada (Alfarizi, 2020).
Ketua Fraksi PDI Perjuangan
DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono,
menyebut Anies memiliki kinerja buruk. Bahkan, dianggapnya hanya menggunting pita tanpa melihat proyek tersebut sudah selesai atau belum.
Banyak janji dan program yang tidak
jelas wujudnya dan kinerjanya sangat buruk. Bahkan ia mengatakan
jika Anies Baswedan adalah Gubernur 0 persen. Dia juga menilai, Anies Baswedan tidak dapat menyelesaikan
tanggungjawabnya sebagai gubernur. Karenanya, Gembong Warsono menyebut, jika Anies Baswedan tidak layak diberikan
tanggung jawab lebih besar lagi,
yang mana ini mengisyaratkan
jika Anies Baswedan tidak cocok menjadi Presiden
RI.
Kritikan tersebut semakin
�keras� terasa ketika Anies Baswedan
bertemu dengan Walikota Solo, Gibran Rakabuming,
yang notabene merupakan anak sulung dari Presiden Joko Widodo pada 25 November 2022. Dalam menanggapi hal tersebut, Ketua
DPP PDI Perjuangan (PDIP), Said Abdullah, mengatakan jika maksud Anies Baswedan
menemui Gibran Rakabuming tidak lain adalah untuk mendongkrak suaranya karena Anies tidak memiliki
kinerja yang baik. Said
Abdullah juga mengatakan jika
tujuan Anies Baswedan memuji Gibran memiliki tujuan yang terselubung (ada udang di balik batu).
Dari uraian di atas, diketahui jika fenomena pertemuan
Anies Baswedan dengan Gibran Rakabuming telah menuai pro-kontra yang menarik untuk diberitakan. Hal ini tidak terlepas
dari �pertarungan� Panjang kubu Anies Baswedan
dengan Ahok yang notabene usungan PDIP pada Pilgub Jakarta
2017. Kini, publik tengah menunggu-nunggu seperti apa koalisi partai
yang akan terbentuk di Pilpres 2024, serta menerka-nerka apakah Anies Baswedan �headtohead� kembali dengan calon usungan
PDIP, atau bahkan sebaliknya.
Fenomena tersebutlah yang dimanfaatkan oleh media berita untuk mewartakannya kepada masyarakat. Namun, dalam melakukan
pemberitaan, setiap media memiliki perbedaan dalam menampilkan judul, cara pemilihan
bahasa, serta cara mengambil sudut pandang. Seperti berita yang diedarkan Tribun News yang memberi judul �PDIP Tuding Anies Baswedan
Berupaya Memecah Partai Saat Temui
Gibran Rakabuming di Solo�, Tempo yang memberi judul �Anies Baswedan Bertemu Gibran Rakabuming di
Solo, PDIP: Ada Udang di Balik
Batu�, Detik News dengan judul �Puan soal Pertemuan Gibran dan Anies: Silaturahmi Nggak Masalah�, dan Liputan 6 dengan judul �Anies
Soal Pertemuannya dengan Gibran Disebut Pecah Belah PDIP: Kenapa Jadi Khawatir?�.
Berdasarkan uraian di atas,
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai fenomena tersebut dengan Analisis menggunakan Wacana Kritis Norman Fairclough. Analisis
wacana kritis Fairclough dilakukan dalam tiga tahap yaitu
analisis teks, praktik wacana, dan praktik sosiokultural. Latar belakang masalah ini mendorong
penulis untuk mengangkat penelitian berjudul �Analisis Kritis Norman Fairclough Pada Berita
Suara Sumbang Untuk Anies Baswedan�.
Kartikasari (2020) berpendapat bahwa analisis wacana kritis adalah
mengacu kepada penggunaan bahasa yang menyebabkan kelompok sosial bertarung dan mengajukan ideologinya masingmasing. Konsep ini berasumsi bahwa
wacana dapat saja memproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara
kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan minoritas yang perbedaan itu direpresentasikan dalam praktik sosial
(Erawati et al., 2022).
Analisis wacana kritis
melihat bahasa sebagai faktor penting, yakni bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat terjadi. Oleh karena itu, analisis
wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa: batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik yang dibicarakan. Dengan pandangan semacam ini, wacana melihat
bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam masyarakat (Erawati et al., 2022).
Analisis wacana kritis
melihat wacana penggunaan bahasa dalam tuturan dan tulisan- sebagai suatu bentuk
praktik sosial. Pendeskripsian wacana sebagai praktik sosial mengimplikasikan sebuah hubungan dialektis antara peristiwa wacana khusus dengan situasi,
isntitusi, dan struktur sosial yang melatarinya (Sumarti, 2010). Yang dimaksud dengan hubungan dialektis di sini adalah hubungan dua hal yaitu peristiwa
kewacanaan dibentuk dan membentuk situasi, institusi, dan struktur sosial (Erawati et al., 2022).
Penelitian sejenis tentang
bahasan analisis Norman
Fairclough sudah pernah dilakukan, diantaranya yang pertama adalah penelitian yang ditulis oleh Cenderamata (2020) dengan judul �Analisis Wacana Kritis Fairclough Pada Pemberitaan Selebriti Di Media
Daring� pada tahun 2019. Dalam
penelitian tersebut disimpulkan jika Dilihat dari aspek
Kajian Norman Fairclough, Mulan Jamela dijadikan sebagai objek berita. Liputan6.com memfokuskan pada profesi dan perekonomian, Detik.com memfokuskan
pada peristiwa hijrah,
Tempo.co memfokuskan pada sisi
positif Mulan Jamela dan
Tribunnews.com memfokuskan pada profesi
dan spiritual Mulan Jamela.
Penelitian kedua dilakukan
oleh Sinta Kartikasari dengan
judul �Analisis Wacana Kritis Nourman
Fairclough Terhadap Pemberitaan
Jokowi Naikkan Iuran BPJS Ditengan Pandemi� pada tahun 2020. Penelitian tersebut berhasil menyimpulkan jika pemberitaan yang ditampilkan
SCTV, Indosiar, Kompas, Tribunnews
dan CNN Indonesia lebih mengarah
ke citra negatif, sedangkan TV One mengarah ke sisi
positif.
Dari dua penelitian di atas, diketahui jika penelitian pertama mencoba meneliti berita politik yang dikaji dari 4 berita online berbeda dengan tema yang sama namun dengan objek
penelitian yang kurang berbobot, sedangkan berita kedua membahas
mengenai fenomena politik yang terjadi di
Indonesia, namun berita
yang dikaji bersumber dari media televisi sehingga sulit dikaji analisis tekstualnya. Berdasarkan hal tersebut, maka
peneliti tertarik memaduan keduanya untuk melakukan penelitian dengan objek kajian politik
yang dihimpun dari 4 media cetak online yang berbeda.
Metode Penelitian
Untuk dapat mengeksplor
lebih jauh, penulisan pada artikel ini mengadopsi pendekatan kualitatif serta menggunakan data sekunder. Pendekatan kualitatif sendiri berfokus dengan mengandalkan analisis secara mendalam terhadap suatu fenomena yang dilakukan hingga ke akar
permasalahannya (Sari et al., 2022). Melalui gaya penelitian kualitatif, penulis berusaha mengkonstruksi realitas dan memahami maknanya. Sehingga, penelitian kualitatif biasanya sangat mengedepankan
proses, peristiwa, dan otentisitas.
Apabila dipandang dari segi epistemologis,
penelitian kualitatif memiliki sikap dengan menjalin interaksi secara intens dengan realitas
yang ditelitinya.
Guna menambah kesahihan
artikel serta memperluas pisau analisis, penulis menggunakan pengetahuan maupun teori yang diperoleh melalui data sekunder. Data sekunder sendiri ialah data yang diperoleh melalui orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada (Abrori, 2018). Adapun data sekunder
yang digunakan dalam artikel ini yakni
berupa buku, jurnal, dan portal berita. Sedangkan untuk kajian utama penelitian,
penulis mengambil tayangan dari laman
internet.
Oleh karenanya, peristiwa yang dianalisis pada artikel ini ialah
narasi pada pemberitaan mengenai pertemuan Anies Baswedan dengan Gibran Rakabuming yang diterbitkan oleh 4 media kredibel,
yaitu Detik, Liputan 6, Tempo, dan Tribun.
Dari pemberitaan tersebut, akan dikaji menjadi
suatu fenomena yang menarik untuk ditelaah
secara lebih mendalam sebab dapat membawa isu
populisme di tengah perspektif yang berbeda terkait suatu kebijakan
yang sedang dikritisi. Melalui adanya fenomena ini, penulis
membedah secara lebih dalam secara
khusus dengan turut mengadopsi pendekatan analisis wacana kritis dari
Norman Fairclough.
Hasil dan Pembahasan
Fenomena saling mengkritik
dalam perpolitikan menjadi salah satu topik yang selalu saja hangat untuk
dibahas. Kembali pada hasil
temuan analisis, penulis menggunakan analisis kritis dari Norman Fairclough guna melihat bagaimana perbedaan media berita online Detik, Tempo, Liputan 6, dan Tribun dalam memberitakan
pertemuan antara Anies Baswedan dan Gibran Rakabuming di Solo, Jawa Tengah,
pada 15 November 2022. Pada hasil analisis
kali ini, penulis akan membagi kajian
narasi sesuai ketiga dimensi kritis dari Fairclough. Dalam melakukan analisis kritis Fairclough akan dilakukan dengan tiga tahap,
yaitu anlaisis teks berita, analisis
praktik diskursif, dan analisis sosial budaya.
A. Analisis Teks Berita
Pada bagian
ini penulis akan menguraikan konstruksi berita yang sudah dijabarkan di atas dengan teori
analisis Fairclough. Analisis
Fairclough menempatkan representasi
teks bagian penting dari analisis.
Dalam model Fairclough, teks
di sini dianalisis secara linguistik, dengan melihat kosakata, semantik, dan tata kalimat. Ia juga memasukkan koherensi dan kohesivitas, bagaimana antarkata atau kalimat tersebut digabung sehingga membentuk pengertian. Semua elemen yang dianalisis tersebut dipakai untuk melihat
tiga masalah berikut. Pertama, ideasional yang merujuk pada representasi tertentu yang ingin ditampilkan dalam teks, yang umumnya membawa muatan ideologis tertentu.
1) Representasi
Pada pemberitan
yang dilakukan oleh Detik
News, mereka memberikan judul berita dengan
�Puan soal Pertemuan Gibran
dan Anies: Silaturahmi Nggak Masalah�. Judul tersebut mencoba memberi kesan jika Puan Maharani selaku anak dari
Ketua Umum PDIP dan juga
yang tengah digadang-gadang
akan menjadi Capres 2024 tidak akan berpengaruh signifikan terhadap hasil Pilpres 2024. Penulis sengaja menyebut �Puan� ditimbang �PDIP�
yang seakan dapat dianalisis jika berita ini sengaja
ditulis dengan memberi keterkaitan antara pertemuan Puan dan Anies di Pilpres 2024. Judul semacam ini
kurang lebih sama dengan judul
yang diberikan oleh Liputan
6 dengan judul �Anies Soal Pertemuannya
dengan Gibran Disebut Pecah Belah PDIP: Kenapa Jadi Khawatir?�. Hanya saja judul tersebut
menginisiasi jika sudut padang berita
berada dari sisi Anies Baswedan.
Liputan 6 memberi judul tersebut seakan memberi kesan jika PDIP sebagai partai besar kenapa terlalu
mengkhawatirkan pertemuan dirinya dengan Gibran Rakabuming, sehingga ia mempertanyakan kenapa PDIP begitu khawatir?
Kedua berita di atas, berbanding dengan judul yang dipilih oleh Tribun dan Tempo.
Pada laman online-nya, Tribun memberi judul �PDIP Tuding Anies Baswedan Berupaya Memecah Partai Saat Temui
Gibran Rakabuming di Solo�. Judul
ini lebih mengesankan nauansa negatif atau kontra
terhadap pertemun tersebut. Tribun juga menggunakan kata �PDIP� dalam judul, yang padahal opini tersebut hanya dilontarkan oleh Said Abduillah, selaku Ketua DPP PDIP. Jika dilihat dari pemberitaan lain, diketahui bahwa opini Said Abduillah berbeda dengan opini Puan Maharani, yang dapat disimpulkan jika opini Said Abduillah tidak mewakili keseluruhan kader PDIP. Tribun sengaja memilih menggunakan kata �PDIP� untuk memperkuat kesan jika Anies Baswedan
adalah �musuh� dari PDIP.
Cara serupa
juga dilakukan oleh Tempo yang memberi
judul �Anies Baswedan Bertemu Gibran Rakabuming di Solo, PDIP: Ada Udang
di Balik Batu�. Tempo, sama
seperti Tribun, juga memilih menggunakan kata �PDIP�. Namun, perbedaan Tempo dengan Tribun ialah
terletak pada inti dari kritikan Said Abduillah. Tribun lebih menekankan
pada �pemecahbelahan partai�
sedangkan Tempo lebih pada
�maksud terselubung Anies Baswedan�. Baik judul yang diberikan Tempo maupun Tribun, lebih dapat
diintepretasikan pada bahaya
Anies Baswedan bagi PDIP. Sedangkan Detik dan Liputan 6 lebih mengintepretasikan jika pertemuan tersebut bukanlah apa-apa dan tidak terlalu berkaitan dengan politik atau Pilpres.
Dalam proses menguraikan kalimat langsung dari narasumber menjadi kalimat tidak langsung, Detik melakukan beberapa intepretasi sendiri, seperti pada kalimat: �Kan cuma makan pagi ya,
saya juga kemarin makan siang sama
Mas Gibran. Sekarang makan siang lagi sama
Mas Gibran. Itu sama, saya ketemu kayak kemarin ada ketua
umum partai yang lain, calon-calon yang sekarang sudah menyatakan dirinya mau maju
atau siap maju,� ujarnya. Detik melakukan penulisan ulang berupa: Puan menyebut pertemuan antara Gibran dan Anies itu layaknya
pertemuan dirinya dengan para petinggi partai politik lain yang sudah siap maju
Pilpres 2024. Menurutnya, hal tersebut merupakan
suatu hal yang harus dilakukan. Padahal dalam kalimat
yang diutarakan Puan, ia tidak menyebut jika dirinya maju
sebagai Capres 2024, ia hanya mengakatakan
jika pertemuan itu sama seperti
pertemuannya ketika bertemu ketua umum
partai lain. Hal ini mengisyaratkan jika Detik menggunakan
asumsi, yang bisa jadi itu benar,
jika Puan juga tengah menyiapkan diri sebagai Capres 2024.
Berbeda dengan cara penulisan Liputan 6 yang lebih memperbanyak kalimat langsung serta tidak melakukan intepretasi dari kalimat naras umber. Hanya saja, dalam mendeksripsikan siapa Anies Baswedan,
Liputan 6 menggunakan istilah �Bakal Calon Presiden (Capres) Partai NasDem 2024� bukan �Mantan Gubernur
DKI Jakarta�, sehingga dapat
diintepretasikan jika Liputan 6 sendiri berasumsi atau mengkaitkan pertemuan ini dengan Pilpres
2024. Berbeda dengan Liputan 6, Tempo lebih memilih mendeskripsikan Anies sebagai �Mantan Gubernur DKI Jakarta�, bahkan dalam berita
tersebut tidak disebutkan nama partai lain selain PDIP, termasuk NasDem sebagai partai yang mengusung Anies sebagai Capres 2024. Hal ini bisa diintepretasikan
jika Tempo �sepakat� jika pertemuan ini hanya pertemuan
antara dua pemimpin daerah, yang tidak ada kaitannya dengan
Pilres. Bahkan Tempo juga menguraikan mengenai pembahasan Anies dan Gibran.
Dibandingkan semua media yang dianalisis, Tribun merupakan media yang paling �tebal�
dalam mendeskripsikan setiap subjek yang dibahas. Ia menyebut
Anies selain sebagai Calon Presiden Nasdem dan juga mantan Gubernur DKI Jakarta. Ia bahkan juga mendeskripsikan
Gibran sebagai Putra Sulung Presiden
Joko Widodo, Walikota Solo, dan Ayah Jan Ethes. Hal ini sesuai dengan karakter
Tribun yang selalu �gemuk� dalam menulis
berita, yang terkadang mencantumkan paragraf yang melenceng atau tidak sesuai dengan
judul atau bertele-tele, seperti: Sejak diusung Capres,
Anies menemui Habib Novel
bin Muhammad Alaydrus, Jumat
(28/10/2022) lalu. Kemudian
bertandang ke pendiri Mega Bintang, Mudrick M Sangidu, Senin (14/11/2022). Kini
selesai bertemu Gibran, Anies akan menghadiri
Haul ke-111 Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi di Kecamatan Pasar Kliwon, Kota
Solo.
Paragraf di atas jelas sudah tidak
berkaitan dengan topik yang dibahas. Pun jika diharuskan untuk diintepretasikan, Tribun mencoba memberi argumen jika Anies Baswedan
saat ini memang sedang melakukan
safari politik sebagai bekal suara Pilpres
2024.
2) Relasi
Unsur relasi di sini dimaksudkan untuk menemukan pola hubungan pada partisipan teks berita. Dalam teks
berita pertama ini, para partisipan yang diidentifikasi dalam teks berita tersebut.
Dari teks masing-masing berita
yang dianalisis, partisipan
yang ditampilkan dalam teks yaitu dari
banyak kalangan seperti, para pengkritisi, yaitu Puan Maharani selaku ketua DPP PDIP, Anies Baswedan, Said Abdullah selaku selaku ketua DPP PDIP, dan Gibran
Rakabuming selaku Walikota Solo.
Dalam teks berita yang dimuat oleh Detik News, yang menjadi informan hanya Puan Maharani. Dalam relasinya dengan Anies Baswedan,
Puan diposisikan sebagai kubu �musuh� politik,
meskipun ia tidak menempatkan diri sebagai posisi
kontra pada fenomena pertemuan antara Anies Baswedan dengan Gibran Rakabuming. Penulis Detik News, memposisikan diri pada posisi yang netral dengan tidak menambahkan
opini apapun mengenai pertemuan Anies Baswedan dengan Gibran Rakabuming. Dalam berita yang diterbitkan Liputan 6, Tempo, dan
Tribun, yang menjadi informan terdiri dari Anies Baswedan
dan Said Abdullah. Penulis mencoba
membagi porsi secara adil untuk
memuat pernyataan Anies Baswedan dan pernyataan Said Abdullah yang kontra
terhadap pertemuan tersebut.
Namun, dari ketiga tersebut, terdapat perbedaan wartawan dalam merelasikan narasumber dengan pembaca. Hal ini diketahui dari
cara wartawan mendeskripsikan atau memperkenalkan narasumber, terkhusus Anies Baswedan dan Gibran Rakabuming.
Liputan 6 memperkenalkan Anies Baswedan dengan julukan Bakal Calon Presiden (Capres) Partai NasDem 2024, sedangkan Tempo memperkenalkannya dengan julukan Mantan Gubernur DKI Jakarta, sedangkan Tribun menggunakan keduanya. Hal ini dapat diidentifikasi jika Liputan 6 mencoba membangun relasi dengan pembaca
yang mendukung Anies Baswedan sebagai Capres. Hal ini diperkuat dengan sudut pandang berita
yang menjadikan Anies Baswedan sebagai narasumber terhadap berita pertemuannya dengan Gibran.
Sedangkan Tempo menggunakan julukan Mantan Gubernur DKI Jakarta untuk mengenalkan Anies Baswedan kepada pembaca. Hal ini mengidentifikasi jika Tempo mencoba memambangun relasi dengan pembacanya
yang memandang fenomena tersebut sebagai fenomena politik biasa. Berbeda dengan keduanya Tribun mendeskripsikan Anies Baswedan sebagai Calon Presiden Nasdem dan juga mantan Gubernur DKI Jakarta. Tribun juga
mendeskripsikan Gibran sebagai
Putra Sulung Presiden Joko Widodo, Walikota Solo, dan Ayah Jan Ethes.
Hal ini mengidentifikasi jika Tribun bermaksud
membangun relasi dengan pembaca yang ingin begitu banyak
informasi atau pembaca yang awam.
3) Identitas
Analisis identitas dimaksudkan untuk melihat bagaimana wartawan menempatkan dirinya ke dalam
teks berita. Penempatan ini dilakukan oleh wartawan dengan cara mengidentifikasikan
dirinya kepada aktor-aktor yang terlibat dalam berita.
Wartawan Detik News dalam hal ini
menempatkan dirinya sebagai masyarakat yang menanggap jika masyarakat harus bersikap dewasa dalam menanggapi fenomena tersebut. Wartawan memposisikan diri sebagai masyarakat
yang menginginkan adanya kedewasan dalam politik Indonesia, terkhusus berdiskusi dengan orang yang dianggap lawan. Hal ini diketahui dari
cara wartawan mengemas kalimat berikut:
Puan bahkan
menyebut pertemuan itu bisa membuat
Indonesia jadi adem.
Pada kutipan
kalimat tersebut, wartawan mencoba merumuskan ucapan Puan dengan menyelipkan ideologinya sebagai media yang neteral. Wartawan Liputan 6 dalam hal ini menempatkan
dirinya sebagai masyarakat yang mendukung Anies Baswedan. Hal ini bisa diketahui
dari cara wartawan mengambil sudut pandang berita,
memilih narasumber, dan memilih judul. Wartawan pun mengutip setiap pernyataan Anies tanpa memberi
intepretasi.
�Wartawan Tempo dalam hal ini
menempatkan dirinya sebagai masyarakat yang mencoba neteral dan tengah mencari informasi mengenai hal tersebut. Hal ini diidentifikasi dari cara Tempo memberi judul yang ambigu sehingga mengundang masyarakat untuk membaca lebih
lanjut. Selain itu, wartawan Tempo juga mengawali berita dengan tudingan adanya �niat lain� Anies bertemu Gibran dan bahaya terhadap PDIP. Namun di akhir berita, wartawan mencoba menjelaskan apa maksud, tujuan,
dan isi pembicaraan dalam pertemuan tersebut dari sisi
Anies Baswedan. Wartawan mengemasnya secara berimbang sehingga bisa memberikan
informasi yang utuh kepada pembacanya.
Wartawan Tribun dalam hal ini
menempatkan dirinya sebagai masyarakat yang sangat ingin mengetahui informasi yang tidak hanya mengenai informasi pertemuan antara Anies Baswedan
dengan Gibran Rakabuming, tapi juga informasi yang lebih rinci dari
itu.
B. Praktik Diskursif
Praktik Diskursif merupakan dimensi yang berhubungan dengan proses produksi dan konsumsi teks. Sebuah teks
berita pada dasarnya dihasilkan lewat proses produksi teks yang berbeda, seperti bagaimana pola kerja, bagan kerja,
dan rutinitas dalam menghasilkan berita.
1. Produksi Teks
Teks pemberitaan
berjudul �Puan soal Pertemuan Gibran dan Anies: Silaturahmi Nggak Masalah� yang ditulis Tara Wahyu
pada laman Detik News. Berita berikutnya berjudul �Anies Soal Pertemuannya dengan Gibran Disebut Pecah Belah PDIP: Kenapa Jadi Khawatir?� yang ditulis Winda Nelfira
pada laman Liputan 6. Berita ketiga berjudul
�Anies Baswedan Bertemu Gibran Rakabuming di
Solo, PDIP: Ada Udang di Balik
Batu� yang ditulis Irma Dina pada laman
Tempo. Berita terakhir berjudul �PDIP Tuding Anies Baswedan Berupaya Memecah Partai Saat Temui
Gibran Rakabuming di Solo� yang ditulis
oleh Igman Ibrahim pada laman
Tribun.
2. Penyebaran Teks
Teks pemberitaan
berjudul �Puan soal Pertemuan Gibran dan Anies: Silaturahmi Nggak Masalah� diterbitkan pada Senin, 21 Nov 2022 18:42 WIB. Berarti,
berita ini dimuat 6 hari setelah
pertemuan Anies dan Gibran
di Solo. Berita berikutnya berjudul �Anies Soal Pertemuannya dengan Gibran Disebut Pecah Belah PDIP: Kenapa Jadi Khawatir?� diterbitkan pada 18 Nov 2022, 16:35 WIB. Berarti, berita ini dimuat 3 hari
setelah pertemuan Anies dan Gibran di Solo. Berita terakhir berjudul �DIP Tuding Anies Baswedan
Berupaya Memecah Partai Saat Temui
Gibran Rakabuming di Solo� diterbitkan
pada Selasa, 15 November 2022 14:09 WIB. Berarti, berita ini dimuat ketika
hari terjadinya pertemuan Anies dan Gibran di
Solo.
C. Analisis Sosial Budaya
Analisis praktik sosial budaya berhubungan
dengan situasional, instituasional dan sistem sosial.
1. Situasional
Di era modern, proses menerima dan menyebarluaskan informasi sangat cepat melalui perantara media baik cetak maupun
online dengan menggunkan sarana internet. Aktivitas mengkritik dan saling memberi opini kepada
tokoh politik merupakan hal yang lumrah dalam praktik
politik praktis, tak terkecuali dalam fenomena pertemuan Anies Baswedan dengan Gibran Rakabuming. Dalam merespon hal tersebut,
banyak kritik dan opini yang diberikan dari para politisi lain sehingga menghangatkan kembali dunia perpolitikan di
Indonesia yang diekspos di berbagai
media. Hal ini menjadikan pembaca atau masyarakat
juga ikut beropini dan menerka-nerka akan pesta demokrasi di 2024. Perbedaan dalam pemuatan berita dikarenakan setiap media massa pasti akan
berupaya mengangkat cerita sebuah peristiwa,
menguak isu yang jadi perhatian massa, bahkan menggali
informasi sesuai dengan ideologi dan tujuan pribadinya.
2. Institusional
Pada pemberitaan
yang dianalisis keseluruhan
memuat hasil wawancara dari Puan Maharani selaku ketua DPP PDIP, Abdillah selaku ketua DPP PDIP, Anies Baswedan, dan Gibran Rakabuming.
PDIP saat ini merupakan partai penguasa dan sekaligus partai yang menempati posisi startegis dalam pemerintahan Indonesia, seperti Presiden dan ketua DPR. Karena posisinya tersebut, PDIP merupakan koalisi yang sangat menguntungkan
dan di sisi lain merupakan lawan yang berat. Hal tersebut yang membuat PDIP sangat
mempertimbangkan siapa yang
akan menjadi calonnya dalam pilpres 2024. Hingga saat ini, sudah
ada dua nama yang diketahui, seperti Ganjar Pranowo dan Puan Maharani.
Kedua kader PDIP tersebut sama-sama belum memiliki restu secara terang-terangan,
baik dari Megawati selaku Ketua Umum
PDIP dan Joko Widodo sebagai presiden
RI.
Joko Widodo sebagai
presiden yang berhasil memenangkan 2 pilpres pastinya sangat mempengaruhi elektabilitas setiap politisi, tak terkecuali
anak yang berhasil memenangkan pemilihan walikota Solo. Sebagai anak sulung Joko Widodo, Gibran juga memiliki
cukup banyak pemilih militan dan bahkan digadang-gadang menjadi next Jokowi.
Anies Baswedan sebagai mantan Gubernur DKI Jakarta, pastinya
juga memiliki cukup elektabilitas, meski di lain sisi, juga memiliki banyak haters atau musuh politik, terkhusus PDIP. Sehingga pertemuannya dengan Gibran merupakan hal yang kontroversial dan memantik banyak pertanyaan.
3. Sistem Sosial
Tingkat sosial
sangat berpengaruh terhadap
wacana yang terdapat dalam sebuah pemberitaan
dan menurut Fairclough wacana
yang muncul dalam media ditentukan oleh perubahan masyarakat (Samsuri et al., 2022). Dalam teks pemberitaan ditulis oleh media online Detik
News, Liputan 6, Tempo, dan Tribun
memberikan informasi kepada pembaca mengenai pro-kontra pada pertemuan Anies Baswedan dengan Gibran Rakabuming. Pada hakikatnya sebenarnya pendapat yang dikeluarkan oleh para politisi
yang memberi kritik merupakan bagian dari sistem demokrasi
yaitu kebebasan berpendapat.
Kesimpulan
Setiap warga negara Indonesia berhak untuk mengeluarkan
pendapat. Pengaturan hukum di Indonesia mengenai hak kebebasan berpendapat
terdapat dalam Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya
disingkat UUD 1945) dan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (selanjutnya disingkat UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum). Tak terkecuali melayangkan sebuah kritik kepada
lawan politik.
Dari segi analisis
yang dilakukan, didapati bahwa dalam mewacanakan
pemberitaan setiap media memiliki cara yang berbeda-beda. Detik News lebih banyak melakukan
intepretasi ulang dari hasil wawancara
narasumber dan menggunakan diksi yang memperkuat pertarungan PDIP vs Anies Baswedan di Pilpres 2024, sedangkan Liputan 6 lebih memperbanyak kalimat langsung serta tidak melakukan
intepretasi dari kalimat nara sumber
dan juga menggunakan diksi
yang memperkuat pertarungan
PDIP vs Anies Baswedan di Pilpres 2024. Tempo lebih menggunakan diksi yang mengisyaratkan jika pertemuan ini hanya
pertemuan antara dua pemimpin daerah, yang tidak ada kaitannya
dengan Pilres. Sedangkan Tribun lebih memilih diksi
jika Anies Baswedan saat ini
memang sedang melakukan safari politik sebagai bekal suara
Pilpres 2024.
Segi Analisis Praktik
diskursif pada pemberitaan ini menyajikan berita sesuai dengan
kaidah jurnalistik yakni unsur 5W+ 1H. Keselarasan antara judul dan isi berita
sesuai sehingga dapat menghasilkan informasi yang dapat dikonsumsi oleh khalayak. Sedangkan untuk segi Analisis Sosial
Budaya, setiap media dalam mengemas berita ini menjadikan
suatu kebutuhan informasi masyarakat setiap hari mengenai
pro-kontra pada pertemuan tersebut. Adanya fenomena ini membuat
pihak lain yang mulai juga bereaksi dengan membenarkan kritik tersebut atau membantah
kritik tersebut
BIBLIOGRAFI
Abrori, H. (2018). Humas Sebagai Method of
Commucation Dalam Membentuk Image Madrasah. Al-Tanzim: Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam, 2(2), 161�166.
Alfarizi, M. F. M. (2020). Analisis Wacana Kritis
Pemberitaan Anies Baswedan Mengenai Banjir Jakarta 2020 Dalam Republika. co. id.
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri
Syarif �.
Cenderamata1, R. C., & Darmayanti, N.
(2020). Analisis Wacana Kritis Fairclough Pada Pemberitaan Selebriti Di Media
Daring (Fairclough�s Critical Discourse Analysis Of Celebrity News On Online
Media).
Erawati, A., Surif, M., & Dalimunthe,
S. F. (2022). Analisis Wacana Kritis Nourman Fairclough terhadap Jokowi yang
Menyentil Menterinya Mengenai Kenaikan Harga Minyak Goreng. Jurnal
Pendidikan Tambusai, 6(2), 10653�10662.
Heryanto, G. G. (2011). Komunikasi politik pasangan
Hj. Airin Rachmi Diany dan Drs. H. Benyamin Davnie dalam Pilkada Tangsel Tahun
2011. Jakarta: Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah.
Jadidah, F. (2020). Perubahan Konstitusi
Dalam Transisi Orde Baru Menuju Reformasi Di Indonesia. Jurnal Ilmiah
Mandala Education, 6(1).
Kartikasari, S. (2020). Analisis Wacana Kritis Nourman
Fairclough terhadap Pemberitaan Jokowi Naikkan Iuran BPJS di Tengah Pandemi. An-Nida:
Jurnal Komunikasi Islam, 12(2), 113�124.
Nasution, A. R. (2018). Penyelesaian Kasus Pelanggaran
HAM Berat melalui Pengadilan Nasional dan Internasional serta Komisi Kebenaran
dan Rekonsiliasi. Jurnal Mercatoria, 11(1), 90�126.
Pamungkas, A. D., & Arifin, R. (2019). Demokrasi
dan Kampanye Hitam dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum di Indonesia (Analisis
atas Black Campaign dan Negative Campaign). DIKTUM: Jurnal Syariah Dan Hukum,
17(1), 16�30.
Pradana, S. A., Sudirman, R., & Alvian, M. A.
(2022). Kemelitan Penegakan Hukum Terhadap Hak Kebebasan Berpendapat. DIKTUM:
Jurnal Syariah Dan Hukum, 20(1), 156�168.
Romli, L. (2016). Reformasi partai politik dan sistem
kepartaian di indonesia. Jurnal Politica Dinamika Masalah Politik Dalam
Negeri Dan Hubungan Internasional, 2(2).
Samsuri, A., Mulawarman, W. G., & Hudiyono, Y.
(2022). Ideologi Penggunaan Istilah-Istilah Covid-19 di Berita Online: Analisis
Wacana Kritis Model Norman Fairclough. Diglosia: Jurnal Kajian Bahasa,
Sastra, Dan Pengajarannya, 5(3), 603�618.
Sari, I. N., Lestari, L. P.,
Kusuma, D. W., Mafulah, S., Brata, D. P. N., Iffah, J. D. N., Widiatsih, A.,
Utomo, E. S., Maghfur, I., & Sofiyana, M. S. (2022). Metode penelitian
kualitatif. UNISMA PRESS.
Siregar, Z. (2012). Analisis Wacana Kritis Berita
Kampanye Pasangan Rahudman Harahap-Dzulmi Eldin dan Sofyan Tan-Nelly Armayanti
pada Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Medan 2010 di Harian Analisa
dan Harian Sumut Pos. Universitas Sumatera Utara.
Sumarti, E. (2010). analisis wacana kritis strategi
politik penggunaan Bahasa dalam Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Litera,
9(1).
Copyright holder: Lela
Nurlatifah, Agus Hamdani Surel
(2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |