Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 4, April 2023

 

PERTEMUAN ANIES BASWEDAN DAN GIBRAN RAKABUMING DALAM KAJIAN ANALISIS WACANA NORMAN FAIRCLOUGH

 

Lela Nurlatifah, Agus Hamdani Surel

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Institut Pendidikan Indonesia Garut

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Dalam dunia politik, mengkritisi merupakan bagian dari kebebasan berpendapat. Hal ini tak terkecuali pada setiap tindakan yang dilakukan oleh para politisi. Pada pertemuan Anies Baswedan dan Gibran Rakabuming juga menuai banyak pro-kontra yang dilayangkan. Tujuan penelitian adalah mengkaji bagaimana analisis analisis kritis pada berita pertemuan Anies Baswedan dan Gibran Rakabuming dengan menggunakan metode Norman Fairclough. Metode penelitian ini merupakan metode penelitian diskriptif kualitatif. Peneliti mengambil pemberitaan mengenai pertemuan Anies Baswedan dan Gibran Rakabuming pada media online Detik News, Liputan6, Tempo, dan Tribun menggunakan kajian analisis Norman Fairclough dengan mengambil tiga aspek, yakni aspek analisis teks, analisis diskursif, dan analisis sosial kultural. Penelitian ini menggunakan Research Document. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberitaan pada setiap media tentang pertemuan Anies Baswedan dan Gibran Rakabuming sudah menyampaikan teks berita yang ditulis dengan kaidah jurnalistik serta berperan netral dalam memproduksi dan menyebarkan teks melalui wartawan dan penempatan narasumber yang sesuai.

 

Kata Kunci: Analisis Wacana; Norman Fairclough; Pro-Konta.

 

Abstract

In politics, criticizing is part of freedom of opinion. This is no exception to every action taken by politicians. At the meeting Anies Baswedan and Gibran Rakabuming also reaped many pros and cons raised. The purpose of the study was to examine how to analyze critical analysis on the news of the meeting between Anies Baswedan and Gibran Rakabuming using the Norman Fairclough method. This research method is a qualitative discriptive research method. Researchers took news about the meeting between Anies Baswedan and Gibran Rakabuming on the online media Detik News, Liputan6, Tempo, and Tribun using Norman Fairclough's analytical studies by taking three aspects, namely aspects of text analysis, discursive analysis, and socio-cultural analysis. This study used Research Document. The results of the study can be concluded that the news in each media about the meeting of Anies Baswedan and Gibran Rakabuming has conveyed news texts written with journalistic principles and played a neutral role in producing and disseminating texts through journalists and the placement of appropriate sources.

 

Keywords: Discourse Analysis; Norman Fairclough; Pro-Contact

 

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara yang berkiblat pada sistem Demokrasi (Pamungkas & Arifin, 2019). Sebagaimana yang tercantum dalam UUD 194 Pasal 1 Ayat (2) yang menyebutkan �Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar,�.

Secara konseptual, negara hukum dan sistem demokrasi sangat menjunjung tinggi perlindungan dan pemenuhan terhadap HAM, termasuk hak kebebasan berpendapat. Hak kebebasan berpendapat sendiri telah memiliki legal framework, baik pada tingkat internasional maupun nasional yang berlaku secara kolektif dalam yuridiksi tertentu (Nasution, 2018). Oleh karena itu, setiap negara yang menganut negara hukum dan sistem demokrasi memiliki tanggung jawab dalam melindungi dan memenuhi hak kebebasan berpendapat tersebut, termasuk Indonesia sebagaimana yang telah diamanatkan oleh konstitusi terkhusus melalui pasal 28, pasal 28E ayat (3), pasal 28I ayat (4) (Pradana et al., 2022).

Sepasca Orde Baru, Indonesia mengalami perubahan dalam penerapan sistem politik, dari sistem politik otoritarian ke sistem politik demokratis (Jadidah, 2020). Dengan diterapkan sistem demokratis memberikan perubahan terhadap dinamika kehidupan politik. Di antara perubahan yang terjadi adalah jaminan kebebasan berekspresi dan berpendapat (Romli, 2016). Hal ini sangat dapat dirasakan pada praktisi politisi dan media masa. Hal ini karena politik dan media dalam aktivitasnya sama-sama berhubungan dengan orang banyak. Aktivitas peliputan berita-berita kampanye merupakan bagian dari proses rekonstruksi realitas politik ke dalam bentuk teks berita (Siregar, 2012). Dalam dunia politik, mengkritisi merupakan bagian dari kebebasan berpendapat. Terkhusus pada ajang pemilihan umum, baik Pilkada atau Pilpres, setiap partai yang bersaing akan mengupayakan berbagai cara dalam menyusun narasi yang meningkatkan citra calon pilihannya dan menjatuhkan citra calon yang diusung lawannya (Heryanto, 2011).

Saat ini, atmosfer perpolitikan di Indonesia sudah mulai membahas mengenai Pilpres 2024 meskipun ajang tersebut baru akan dimulai 2 (dua) tahun lagi. Hal-hal yang mengidentifikasi adanya persaingan Pilpres yang terbilang sangat dini ini bisa diketahui dari adanya beberapa partai atau lapisan masyarakat yang sudah mulai mengusung bakal calon presiden untuk 2024, seperti Ganjar Pranowo, Puan Maharani, hingga Anies Baswedan.

Karier politik Anies Baswedan dimulai saat ia mengikuti ajang kompetisi Pilkada Jakarta pada tahun 2017. Masuknya Anies Baswedan dalam bursa calon Gubernur DKI Jakarta membuat dirinya menjadi lawan politik Petahana Basuki Tjahja Purnama atau biasa dikenal dengan sapaan Ahok. Beradunya Anies Basewedan dengan Ahok yang notabene diusung oleh PDI Perjuangan dan PSI, membuat Anies sering sekali mendapat serangan kritik dan tak jarang kampanye negatif.

Ketika Anies Baswedan menjadi calon Gubernur DKI Jakarta, ia sudah mendapat kritik dan kampanye negatif seperti kinerjanya yang buruk Ketika menjadi Menteri Pendidikan di era Jokowi-Jusuf Kalla, di-cap sebagai orang yang hanya pandai berkata-kata saja, Bapak politik identitas, hingga menyinggung soal partai Gerindra yang mengusungnya yang notabene pada tahun 2014 ketua umumnya, Prabowo Subianto, sering ia kritisi. Hingga ketika ia menjabat, ia sering kali mendapat kritikan, yang notabene berasal dari anggota dan simpatisan partai PDI P dan PSI, seperti kedekatannya dengan ormas terlarang HTI dan FPI, program kerja DP 0% yang tidak sesuai janjinya, hingga banyak anggaran RAPBD yang dianggap ganjil.

Kritikan tersebut tidak berhenti di situ, namun hingga ia selesai menyelesaikan masa jabatannya dan beriringan dengan namanya yang resmi diusung sebagai calon presiden 2024 oleh partai NasDem. Pengusungan tersebut merupakan awal �perselisihan� antara Anies Baswedan dengan PDI Perjuangan dan para partai koalisinya. Kritikan utamanya dilayangkan dari partai PDIP, seperti kritik yang diberikan oleh Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengatakan jika selama menjabat Gubernur DKI Jakarta sejak 2017, program Anies Baswedan yang terealisasi hanya 5 dari 23 butir program yang ada (Alfarizi, 2020).

Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono, menyebut Anies memiliki kinerja buruk. Bahkan, dianggapnya hanya menggunting pita tanpa melihat proyek tersebut sudah selesai atau belum. Banyak janji dan program yang tidak jelas wujudnya dan kinerjanya sangat buruk. Bahkan ia mengatakan jika Anies Baswedan adalah Gubernur 0 persen. Dia juga menilai, Anies Baswedan tidak dapat menyelesaikan tanggungjawabnya sebagai gubernur. Karenanya, Gembong Warsono menyebut, jika Anies Baswedan tidak layak diberikan tanggung jawab lebih besar lagi, yang mana ini mengisyaratkan jika Anies Baswedan tidak cocok menjadi Presiden RI.

Kritikan tersebut semakin �keras� terasa ketika Anies Baswedan bertemu dengan Walikota Solo, Gibran Rakabuming, yang notabene merupakan anak sulung dari Presiden Joko Widodo pada 25 November 2022. Dalam menanggapi hal tersebut, Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Said Abdullah, mengatakan jika maksud Anies Baswedan menemui Gibran Rakabuming tidak lain adalah untuk mendongkrak suaranya karena Anies tidak memiliki kinerja yang baik. Said Abdullah juga mengatakan jika tujuan Anies Baswedan memuji Gibran memiliki tujuan yang terselubung (ada udang di balik batu).

Dari uraian di atas, diketahui jika fenomena pertemuan Anies Baswedan dengan Gibran Rakabuming telah menuai pro-kontra yang menarik untuk diberitakan. Hal ini tidak terlepas dari �pertarungan� Panjang kubu Anies Baswedan dengan Ahok yang notabene usungan PDIP pada Pilgub Jakarta 2017. Kini, publik tengah menunggu-nunggu seperti apa koalisi partai yang akan terbentuk di Pilpres 2024, serta menerka-nerka apakah Anies Baswedan �headtohead� kembali dengan calon usungan PDIP, atau bahkan sebaliknya.

Fenomena tersebutlah yang dimanfaatkan oleh media berita untuk mewartakannya kepada masyarakat. Namun, dalam melakukan pemberitaan, setiap media memiliki perbedaan dalam menampilkan judul, cara pemilihan bahasa, serta cara mengambil sudut pandang. Seperti berita yang diedarkan Tribun News yang memberi judul �PDIP Tuding Anies Baswedan Berupaya Memecah Partai Saat Temui Gibran Rakabuming di Solo�, Tempo yang memberi judul �Anies Baswedan Bertemu Gibran Rakabuming di Solo, PDIP: Ada Udang di Balik Batu�, Detik News dengan judul �Puan soal Pertemuan Gibran dan Anies: Silaturahmi Nggak Masalah�, dan Liputan 6 dengan judul �Anies Soal Pertemuannya dengan Gibran Disebut Pecah Belah PDIP: Kenapa Jadi Khawatir?�.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai fenomena tersebut dengan Analisis menggunakan Wacana Kritis Norman Fairclough. Analisis wacana kritis Fairclough dilakukan dalam tiga tahap yaitu analisis teks, praktik wacana, dan praktik sosiokultural. Latar belakang masalah ini mendorong penulis untuk mengangkat penelitian berjudul �Analisis Kritis Norman Fairclough Pada Berita Suara Sumbang Untuk Anies Baswedan�.

Kartikasari (2020) berpendapat bahwa analisis wacana kritis adalah mengacu kepada penggunaan bahasa yang menyebabkan kelompok sosial bertarung dan mengajukan ideologinya masingmasing. Konsep ini berasumsi bahwa wacana dapat saja memproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan minoritas yang perbedaan itu direpresentasikan dalam praktik sosial (Erawati et al., 2022).

Analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai faktor penting, yakni bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat terjadi. Oleh karena itu, analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa: batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik yang dibicarakan. Dengan pandangan semacam ini, wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam masyarakat (Erawati et al., 2022).

Analisis wacana kritis melihat wacana penggunaan bahasa dalam tuturan dan tulisan- sebagai suatu bentuk praktik sosial. Pendeskripsian wacana sebagai praktik sosial mengimplikasikan sebuah hubungan dialektis antara peristiwa wacana khusus dengan situasi, isntitusi, dan struktur sosial yang melatarinya (Sumarti, 2010). Yang dimaksud dengan hubungan dialektis di sini adalah hubungan dua hal yaitu peristiwa kewacanaan dibentuk dan membentuk situasi, institusi, dan struktur sosial (Erawati et al., 2022).

Penelitian sejenis tentang bahasan analisis Norman Fairclough sudah pernah dilakukan, diantaranya yang pertama adalah penelitian yang ditulis oleh Cenderamata (2020) dengan judul �Analisis Wacana Kritis Fairclough Pada Pemberitaan Selebriti Di Media Daring� pada tahun 2019. Dalam penelitian tersebut disimpulkan jika Dilihat dari aspek Kajian Norman Fairclough, Mulan Jamela dijadikan sebagai objek berita. Liputan6.com memfokuskan pada profesi dan perekonomian, Detik.com memfokuskan pada peristiwa hijrah, Tempo.co memfokuskan pada sisi positif Mulan Jamela dan Tribunnews.com memfokuskan pada profesi dan spiritual Mulan Jamela.

Penelitian kedua dilakukan oleh Sinta Kartikasari dengan judul �Analisis Wacana Kritis Nourman Fairclough Terhadap Pemberitaan Jokowi Naikkan Iuran BPJS Ditengan Pandemi� pada tahun 2020. Penelitian tersebut berhasil menyimpulkan jika pemberitaan yang ditampilkan SCTV, Indosiar, Kompas, Tribunnews dan CNN Indonesia lebih mengarah ke citra negatif, sedangkan TV One mengarah ke sisi positif.

Dari dua penelitian di atas, diketahui jika penelitian pertama mencoba meneliti berita politik yang dikaji dari 4 berita online berbeda dengan tema yang sama namun dengan objek penelitian yang kurang berbobot, sedangkan berita kedua membahas mengenai fenomena politik yang terjadi di Indonesia, namun berita yang dikaji bersumber dari media televisi sehingga sulit dikaji analisis tekstualnya. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik memaduan keduanya untuk melakukan penelitian dengan objek kajian politik yang dihimpun dari 4 media cetak online yang berbeda.

 

Metode Penelitian

Untuk dapat mengeksplor lebih jauh, penulisan pada artikel ini mengadopsi pendekatan kualitatif serta menggunakan data sekunder. Pendekatan kualitatif sendiri berfokus dengan mengandalkan analisis secara mendalam terhadap suatu fenomena yang dilakukan hingga ke akar permasalahannya (Sari et al., 2022). Melalui gaya penelitian kualitatif, penulis berusaha mengkonstruksi realitas dan memahami maknanya. Sehingga, penelitian kualitatif biasanya sangat mengedepankan proses, peristiwa, dan otentisitas. Apabila dipandang dari segi epistemologis, penelitian kualitatif memiliki sikap dengan menjalin interaksi secara intens dengan realitas yang ditelitinya.

Guna menambah kesahihan artikel serta memperluas pisau analisis, penulis menggunakan pengetahuan maupun teori yang diperoleh melalui data sekunder. Data sekunder sendiri ialah data yang diperoleh melalui orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada (Abrori, 2018). Adapun data sekunder yang digunakan dalam artikel ini yakni berupa buku, jurnal, dan portal berita. Sedangkan untuk kajian utama penelitian, penulis mengambil tayangan dari laman internet.

Oleh karenanya, peristiwa yang dianalisis pada artikel ini ialah narasi pada pemberitaan mengenai pertemuan Anies Baswedan dengan Gibran Rakabuming yang diterbitkan oleh 4 media kredibel, yaitu Detik, Liputan 6, Tempo, dan Tribun. Dari pemberitaan tersebut, akan dikaji menjadi suatu fenomena yang menarik untuk ditelaah secara lebih mendalam sebab dapat membawa isu populisme di tengah perspektif yang berbeda terkait suatu kebijakan yang sedang dikritisi. Melalui adanya fenomena ini, penulis membedah secara lebih dalam secara khusus dengan turut mengadopsi pendekatan analisis wacana kritis dari Norman Fairclough.

 

 

 

Hasil dan Pembahasan

Fenomena saling mengkritik dalam perpolitikan menjadi salah satu topik yang selalu saja hangat untuk dibahas. Kembali pada hasil temuan analisis, penulis menggunakan analisis kritis dari Norman Fairclough guna melihat bagaimana perbedaan media berita online Detik, Tempo, Liputan 6, dan Tribun dalam memberitakan pertemuan antara Anies Baswedan dan Gibran Rakabuming di Solo, Jawa Tengah, pada 15 November 2022. Pada hasil analisis kali ini, penulis akan membagi kajian narasi sesuai ketiga dimensi kritis dari Fairclough. Dalam melakukan analisis kritis Fairclough akan dilakukan dengan tiga tahap, yaitu anlaisis teks berita, analisis praktik diskursif, dan analisis sosial budaya.

 

A. Analisis Teks Berita

Pada bagian ini penulis akan menguraikan konstruksi berita yang sudah dijabarkan di atas dengan teori analisis Fairclough. Analisis Fairclough menempatkan representasi teks bagian penting dari analisis. Dalam model Fairclough, teks di sini dianalisis secara linguistik, dengan melihat kosakata, semantik, dan tata kalimat. Ia juga memasukkan koherensi dan kohesivitas, bagaimana antarkata atau kalimat tersebut digabung sehingga membentuk pengertian. Semua elemen yang dianalisis tersebut dipakai untuk melihat tiga masalah berikut. Pertama, ideasional yang merujuk pada representasi tertentu yang ingin ditampilkan dalam teks, yang umumnya membawa muatan ideologis tertentu.

 

1)  Representasi

Pada pemberitan yang dilakukan oleh Detik News, mereka memberikan judul berita dengan �Puan soal Pertemuan Gibran dan Anies: Silaturahmi Nggak Masalah�. Judul tersebut mencoba memberi kesan jika Puan Maharani selaku anak dari Ketua Umum PDIP dan juga yang tengah digadang-gadang akan menjadi Capres 2024 tidak akan berpengaruh signifikan terhadap hasil Pilpres 2024. Penulis sengaja menyebut �Puan� ditimbang �PDIP� yang seakan dapat dianalisis jika berita ini sengaja ditulis dengan memberi keterkaitan antara pertemuan Puan dan Anies di Pilpres 2024. Judul semacam ini kurang lebih sama dengan judul yang diberikan oleh Liputan 6 dengan judul �Anies Soal Pertemuannya dengan Gibran Disebut Pecah Belah PDIP: Kenapa Jadi Khawatir?�. Hanya saja judul tersebut menginisiasi jika sudut padang berita berada dari sisi Anies Baswedan. Liputan 6 memberi judul tersebut seakan memberi kesan jika PDIP sebagai partai besar kenapa terlalu mengkhawatirkan pertemuan dirinya dengan Gibran Rakabuming, sehingga ia mempertanyakan kenapa PDIP begitu khawatir?

Kedua berita di atas, berbanding dengan judul yang dipilih oleh Tribun dan Tempo. Pada laman online-nya, Tribun memberi judul �PDIP Tuding Anies Baswedan Berupaya Memecah Partai Saat Temui Gibran Rakabuming di Solo�. Judul ini lebih mengesankan nauansa negatif atau kontra terhadap pertemun tersebut. Tribun juga menggunakan kata �PDIP� dalam judul, yang padahal opini tersebut hanya dilontarkan oleh Said Abduillah, selaku Ketua DPP PDIP. Jika dilihat dari pemberitaan lain, diketahui bahwa opini Said Abduillah berbeda dengan opini Puan Maharani, yang dapat disimpulkan jika opini Said Abduillah tidak mewakili keseluruhan kader PDIP. Tribun sengaja memilih menggunakan kata �PDIP� untuk memperkuat kesan jika Anies Baswedan adalah �musuh� dari PDIP.

Cara serupa juga dilakukan oleh Tempo yang memberi judul �Anies Baswedan Bertemu Gibran Rakabuming di Solo, PDIP: Ada Udang di Balik Batu�. Tempo, sama seperti Tribun, juga memilih menggunakan kata �PDIP�. Namun, perbedaan Tempo dengan Tribun ialah terletak pada inti dari kritikan Said Abduillah. Tribun lebih menekankan pada �pemecahbelahan partai� sedangkan Tempo lebih pada �maksud terselubung Anies Baswedan�. Baik judul yang diberikan Tempo maupun Tribun, lebih dapat diintepretasikan pada bahaya Anies Baswedan bagi PDIP. Sedangkan Detik dan Liputan 6 lebih mengintepretasikan jika pertemuan tersebut bukanlah apa-apa dan tidak terlalu berkaitan dengan politik atau Pilpres.

Dalam proses menguraikan kalimat langsung dari narasumber menjadi kalimat tidak langsung, Detik melakukan beberapa intepretasi sendiri, seperti pada kalimat: �Kan cuma makan pagi ya, saya juga kemarin makan siang sama Mas Gibran. Sekarang makan siang lagi sama Mas Gibran. Itu sama, saya ketemu kayak kemarin ada ketua umum partai yang lain, calon-calon yang sekarang sudah menyatakan dirinya mau maju atau siap maju,� ujarnya. Detik melakukan penulisan ulang berupa: Puan menyebut pertemuan antara Gibran dan Anies itu layaknya pertemuan dirinya dengan para petinggi partai politik lain yang sudah siap maju Pilpres 2024. Menurutnya, hal tersebut merupakan suatu hal yang harus dilakukan. Padahal dalam kalimat yang diutarakan Puan, ia tidak menyebut jika dirinya maju sebagai Capres 2024, ia hanya mengakatakan jika pertemuan itu sama seperti pertemuannya ketika bertemu ketua umum partai lain. Hal ini mengisyaratkan jika Detik menggunakan asumsi, yang bisa jadi itu benar, jika Puan juga tengah menyiapkan diri sebagai Capres 2024.

Berbeda dengan cara penulisan Liputan 6 yang lebih memperbanyak kalimat langsung serta tidak melakukan intepretasi dari kalimat naras umber. Hanya saja, dalam mendeksripsikan siapa Anies Baswedan, Liputan 6 menggunakan istilah �Bakal Calon Presiden (Capres) Partai NasDem 2024� bukan �Mantan Gubernur DKI Jakarta�, sehingga dapat diintepretasikan jika Liputan 6 sendiri berasumsi atau mengkaitkan pertemuan ini dengan Pilpres 2024. Berbeda dengan Liputan 6, Tempo lebih memilih mendeskripsikan Anies sebagai �Mantan Gubernur DKI Jakarta�, bahkan dalam berita tersebut tidak disebutkan nama partai lain selain PDIP, termasuk NasDem sebagai partai yang mengusung Anies sebagai Capres 2024. Hal ini bisa diintepretasikan jika Tempo �sepakat� jika pertemuan ini hanya pertemuan antara dua pemimpin daerah, yang tidak ada kaitannya dengan Pilres. Bahkan Tempo juga menguraikan mengenai pembahasan Anies dan Gibran.

Dibandingkan semua media yang dianalisis, Tribun merupakan media yang paling �tebal� dalam mendeskripsikan setiap subjek yang dibahas. Ia menyebut Anies selain sebagai Calon Presiden Nasdem dan juga mantan Gubernur DKI Jakarta. Ia bahkan juga mendeskripsikan Gibran sebagai Putra Sulung Presiden Joko Widodo, Walikota Solo, dan Ayah Jan Ethes. Hal ini sesuai dengan karakter Tribun yang selalu �gemuk� dalam menulis berita, yang terkadang mencantumkan paragraf yang melenceng atau tidak sesuai dengan judul atau bertele-tele, seperti: Sejak diusung Capres, Anies menemui Habib Novel bin Muhammad Alaydrus, Jumat (28/10/2022) lalu. Kemudian bertandang ke pendiri Mega Bintang, Mudrick M Sangidu, Senin (14/11/2022). Kini selesai bertemu Gibran, Anies akan menghadiri Haul ke-111 Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi di Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo.

Paragraf di atas jelas sudah tidak berkaitan dengan topik yang dibahas. Pun jika diharuskan untuk diintepretasikan, Tribun mencoba memberi argumen jika Anies Baswedan saat ini memang sedang melakukan safari politik sebagai bekal suara Pilpres 2024.

 

2)    Relasi

Unsur relasi di sini dimaksudkan untuk menemukan pola hubungan pada partisipan teks berita. Dalam teks berita pertama ini, para partisipan yang diidentifikasi dalam teks berita tersebut. Dari teks masing-masing berita yang dianalisis, partisipan yang ditampilkan dalam teks yaitu dari banyak kalangan seperti, para pengkritisi, yaitu Puan Maharani selaku ketua DPP PDIP, Anies Baswedan, Said Abdullah selaku selaku ketua DPP PDIP, dan Gibran Rakabuming selaku Walikota Solo.

Dalam teks berita yang dimuat oleh Detik News, yang menjadi informan hanya Puan Maharani. Dalam relasinya dengan Anies Baswedan, Puan diposisikan sebagai kubu �musuh� politik, meskipun ia tidak menempatkan diri sebagai posisi kontra pada fenomena pertemuan antara Anies Baswedan dengan Gibran Rakabuming. Penulis Detik News, memposisikan diri pada posisi yang netral dengan tidak menambahkan opini apapun mengenai pertemuan Anies Baswedan dengan Gibran Rakabuming. Dalam berita yang diterbitkan Liputan 6, Tempo, dan Tribun, yang menjadi informan terdiri dari Anies Baswedan dan Said Abdullah. Penulis mencoba membagi porsi secara adil untuk memuat pernyataan Anies Baswedan dan pernyataan Said Abdullah yang kontra terhadap pertemuan tersebut.

Namun, dari ketiga tersebut, terdapat perbedaan wartawan dalam merelasikan narasumber dengan pembaca. Hal ini diketahui dari cara wartawan mendeskripsikan atau memperkenalkan narasumber, terkhusus Anies Baswedan dan Gibran Rakabuming.

Liputan 6 memperkenalkan Anies Baswedan dengan julukan Bakal Calon Presiden (Capres) Partai NasDem 2024, sedangkan Tempo memperkenalkannya dengan julukan Mantan Gubernur DKI Jakarta, sedangkan Tribun menggunakan keduanya. Hal ini dapat diidentifikasi jika Liputan 6 mencoba membangun relasi dengan pembaca yang mendukung Anies Baswedan sebagai Capres. Hal ini diperkuat dengan sudut pandang berita yang menjadikan Anies Baswedan sebagai narasumber terhadap berita pertemuannya dengan Gibran.

Sedangkan Tempo menggunakan julukan Mantan Gubernur DKI Jakarta untuk mengenalkan Anies Baswedan kepada pembaca. Hal ini mengidentifikasi jika Tempo mencoba memambangun relasi dengan pembacanya yang memandang fenomena tersebut sebagai fenomena politik biasa. Berbeda dengan keduanya Tribun mendeskripsikan Anies Baswedan sebagai Calon Presiden Nasdem dan juga mantan Gubernur DKI Jakarta. Tribun juga mendeskripsikan Gibran sebagai Putra Sulung Presiden Joko Widodo, Walikota Solo, dan Ayah Jan Ethes. Hal ini mengidentifikasi jika Tribun bermaksud membangun relasi dengan pembaca yang ingin begitu banyak informasi atau pembaca yang awam.

 

3)    Identitas

Analisis identitas dimaksudkan untuk melihat bagaimana wartawan menempatkan dirinya ke dalam teks berita. Penempatan ini dilakukan oleh wartawan dengan cara mengidentifikasikan dirinya kepada aktor-aktor yang terlibat dalam berita.

Wartawan Detik News dalam hal ini menempatkan dirinya sebagai masyarakat yang menanggap jika masyarakat harus bersikap dewasa dalam menanggapi fenomena tersebut. Wartawan memposisikan diri sebagai masyarakat yang menginginkan adanya kedewasan dalam politik Indonesia, terkhusus berdiskusi dengan orang yang dianggap lawan. Hal ini diketahui dari cara wartawan mengemas kalimat berikut:

Puan bahkan menyebut pertemuan itu bisa membuat Indonesia jadi adem.

Pada kutipan kalimat tersebut, wartawan mencoba merumuskan ucapan Puan dengan menyelipkan ideologinya sebagai media yang neteral. Wartawan Liputan 6 dalam hal ini menempatkan dirinya sebagai masyarakat yang mendukung Anies Baswedan. Hal ini bisa diketahui dari cara wartawan mengambil sudut pandang berita, memilih narasumber, dan memilih judul. Wartawan pun mengutip setiap pernyataan Anies tanpa memberi intepretasi.

�Wartawan Tempo dalam hal ini menempatkan dirinya sebagai masyarakat yang mencoba neteral dan tengah mencari informasi mengenai hal tersebut. Hal ini diidentifikasi dari cara Tempo memberi judul yang ambigu sehingga mengundang masyarakat untuk membaca lebih lanjut. Selain itu, wartawan Tempo juga mengawali berita dengan tudingan adanya �niat lain� Anies bertemu Gibran dan bahaya terhadap PDIP. Namun di akhir berita, wartawan mencoba menjelaskan apa maksud, tujuan, dan isi pembicaraan dalam pertemuan tersebut dari sisi Anies Baswedan. Wartawan mengemasnya secara berimbang sehingga bisa memberikan informasi yang utuh kepada pembacanya.

Wartawan Tribun dalam hal ini menempatkan dirinya sebagai masyarakat yang sangat ingin mengetahui informasi yang tidak hanya mengenai informasi pertemuan antara Anies Baswedan dengan Gibran Rakabuming, tapi juga informasi yang lebih rinci dari itu.

 

B.  Praktik Diskursif

Praktik Diskursif merupakan dimensi yang berhubungan dengan proses produksi dan konsumsi teks. Sebuah teks berita pada dasarnya dihasilkan lewat proses produksi teks yang berbeda, seperti bagaimana pola kerja, bagan kerja, dan rutinitas dalam menghasilkan berita.

 

1.   Produksi Teks

Teks pemberitaan berjudul �Puan soal Pertemuan Gibran dan Anies: Silaturahmi Nggak Masalah� yang ditulis Tara Wahyu pada laman Detik News. Berita berikutnya berjudul �Anies Soal Pertemuannya dengan Gibran Disebut Pecah Belah PDIP: Kenapa Jadi Khawatir?� yang ditulis Winda Nelfira pada laman Liputan 6. Berita ketiga berjudul �Anies Baswedan Bertemu Gibran Rakabuming di Solo, PDIP: Ada Udang di Balik Batu� yang ditulis Irma Dina pada laman Tempo. Berita terakhir berjudul �PDIP Tuding Anies Baswedan Berupaya Memecah Partai Saat Temui Gibran Rakabuming di Solo� yang ditulis oleh Igman Ibrahim pada laman Tribun.

 

2.     Penyebaran Teks

Teks pemberitaan berjudul �Puan soal Pertemuan Gibran dan Anies: Silaturahmi Nggak Masalah� diterbitkan pada Senin, 21 Nov 2022 18:42 WIB. Berarti, berita ini dimuat 6 hari setelah pertemuan Anies dan Gibran di Solo. Berita berikutnya berjudul �Anies Soal Pertemuannya dengan Gibran Disebut Pecah Belah PDIP: Kenapa Jadi Khawatir?� diterbitkan pada 18 Nov 2022, 16:35 WIB. Berarti, berita ini dimuat 3 hari setelah pertemuan Anies dan Gibran di Solo. Berita terakhir berjudul �DIP Tuding Anies Baswedan Berupaya Memecah Partai Saat Temui Gibran Rakabuming di Solo� diterbitkan pada Selasa, 15 November 2022 14:09 WIB. Berarti, berita ini dimuat ketika hari terjadinya pertemuan Anies dan Gibran di Solo.

 

C.    Analisis Sosial Budaya

Analisis praktik sosial budaya berhubungan dengan situasional, instituasional dan sistem sosial.

 

1.   Situasional

Di era modern, proses menerima dan menyebarluaskan informasi sangat cepat melalui perantara media baik cetak maupun online dengan menggunkan sarana internet. Aktivitas mengkritik dan saling memberi opini kepada tokoh politik merupakan hal yang lumrah dalam praktik politik praktis, tak terkecuali dalam fenomena pertemuan Anies Baswedan dengan Gibran Rakabuming. Dalam merespon hal tersebut, banyak kritik dan opini yang diberikan dari para politisi lain sehingga menghangatkan kembali dunia perpolitikan di Indonesia yang diekspos di berbagai media. Hal ini menjadikan pembaca atau masyarakat juga ikut beropini dan menerka-nerka akan pesta demokrasi di 2024. Perbedaan dalam pemuatan berita dikarenakan setiap media massa pasti akan berupaya mengangkat cerita sebuah peristiwa, menguak isu yang jadi perhatian massa, bahkan menggali informasi sesuai dengan ideologi dan tujuan pribadinya.

 

2.   Institusional

Pada pemberitaan yang dianalisis keseluruhan memuat hasil wawancara dari Puan Maharani selaku ketua DPP PDIP, Abdillah selaku ketua DPP PDIP, Anies Baswedan, dan Gibran Rakabuming. PDIP saat ini merupakan partai penguasa dan sekaligus partai yang menempati posisi startegis dalam pemerintahan Indonesia, seperti Presiden dan ketua DPR. Karena posisinya tersebut, PDIP merupakan koalisi yang sangat menguntungkan dan di sisi lain merupakan lawan yang berat. Hal tersebut yang membuat PDIP sangat mempertimbangkan siapa yang akan menjadi calonnya dalam pilpres 2024. Hingga saat ini, sudah ada dua nama yang diketahui, seperti Ganjar Pranowo dan Puan Maharani. Kedua kader PDIP tersebut sama-sama belum memiliki restu secara terang-terangan, baik dari Megawati selaku Ketua Umum PDIP dan Joko Widodo sebagai presiden RI.

Joko Widodo sebagai presiden yang berhasil memenangkan 2 pilpres pastinya sangat mempengaruhi elektabilitas setiap politisi, tak terkecuali anak yang berhasil memenangkan pemilihan walikota Solo. Sebagai anak sulung Joko Widodo, Gibran juga memiliki cukup banyak pemilih militan dan bahkan digadang-gadang menjadi next Jokowi.

Anies Baswedan sebagai mantan Gubernur DKI Jakarta, pastinya juga memiliki cukup elektabilitas, meski di lain sisi, juga memiliki banyak haters atau musuh politik, terkhusus PDIP. Sehingga pertemuannya dengan Gibran merupakan hal yang kontroversial dan memantik banyak pertanyaan.

 

 

3.   Sistem Sosial

Tingkat sosial sangat berpengaruh terhadap wacana yang terdapat dalam sebuah pemberitaan dan menurut Fairclough wacana yang muncul dalam media ditentukan oleh perubahan masyarakat (Samsuri et al., 2022). Dalam teks pemberitaan ditulis oleh media online Detik News, Liputan 6, Tempo, dan Tribun memberikan informasi kepada pembaca mengenai pro-kontra pada pertemuan Anies Baswedan dengan Gibran Rakabuming. Pada hakikatnya sebenarnya pendapat yang dikeluarkan oleh para politisi yang memberi kritik merupakan bagian dari sistem demokrasi yaitu kebebasan berpendapat.

 

Kesimpulan

Setiap warga negara Indonesia berhak untuk mengeluarkan pendapat. Pengaturan hukum di Indonesia mengenai hak kebebasan berpendapat terdapat dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945) dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (selanjutnya disingkat UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum). Tak terkecuali melayangkan sebuah kritik kepada lawan politik.

Dari segi analisis yang dilakukan, didapati bahwa dalam mewacanakan pemberitaan setiap media memiliki cara yang berbeda-beda. Detik News lebih banyak melakukan intepretasi ulang dari hasil wawancara narasumber dan menggunakan diksi yang memperkuat pertarungan PDIP vs Anies Baswedan di Pilpres 2024, sedangkan Liputan 6 lebih memperbanyak kalimat langsung serta tidak melakukan intepretasi dari kalimat nara sumber dan juga menggunakan diksi yang memperkuat pertarungan PDIP vs Anies Baswedan di Pilpres 2024. Tempo lebih menggunakan diksi yang mengisyaratkan jika pertemuan ini hanya pertemuan antara dua pemimpin daerah, yang tidak ada kaitannya dengan Pilres. Sedangkan Tribun lebih memilih diksi jika Anies Baswedan saat ini memang sedang melakukan safari politik sebagai bekal suara Pilpres 2024.

Segi Analisis Praktik diskursif pada pemberitaan ini menyajikan berita sesuai dengan kaidah jurnalistik yakni unsur 5W+ 1H. Keselarasan antara judul dan isi berita sesuai sehingga dapat menghasilkan informasi yang dapat dikonsumsi oleh khalayak. Sedangkan untuk segi Analisis Sosial Budaya, setiap media dalam mengemas berita ini menjadikan suatu kebutuhan informasi masyarakat setiap hari mengenai pro-kontra pada pertemuan tersebut. Adanya fenomena ini membuat pihak lain yang mulai juga bereaksi dengan membenarkan kritik tersebut atau membantah kritik tersebut

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Abrori, H. (2018). Humas Sebagai Method of Commucation Dalam Membentuk Image Madrasah. Al-Tanzim: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 2(2), 161�166.

 

Alfarizi, M. F. M. (2020). Analisis Wacana Kritis Pemberitaan Anies Baswedan Mengenai Banjir Jakarta 2020 Dalam Republika. co. id. Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif ï¿½.

 

Cenderamata1, R. C., & Darmayanti, N. (2020). Analisis Wacana Kritis Fairclough Pada Pemberitaan Selebriti Di Media Daring (Fairclough�s Critical Discourse Analysis Of Celebrity News On Online Media).

 

Erawati, A., Surif, M., & Dalimunthe, S. F. (2022). Analisis Wacana Kritis Nourman Fairclough terhadap Jokowi yang Menyentil Menterinya Mengenai Kenaikan Harga Minyak Goreng. Jurnal Pendidikan Tambusai, 6(2), 10653�10662.

 

Heryanto, G. G. (2011). Komunikasi politik pasangan Hj. Airin Rachmi Diany dan Drs. H. Benyamin Davnie dalam Pilkada Tangsel Tahun 2011. Jakarta: Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah.

 

Jadidah, F. (2020). Perubahan Konstitusi Dalam Transisi Orde Baru Menuju Reformasi Di Indonesia. Jurnal Ilmiah Mandala Education, 6(1).

 

Kartikasari, S. (2020). Analisis Wacana Kritis Nourman Fairclough terhadap Pemberitaan Jokowi Naikkan Iuran BPJS di Tengah Pandemi. An-Nida: Jurnal Komunikasi Islam, 12(2), 113�124.

 

Nasution, A. R. (2018). Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat melalui Pengadilan Nasional dan Internasional serta Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Jurnal Mercatoria, 11(1), 90�126.

 

Pamungkas, A. D., & Arifin, R. (2019). Demokrasi dan Kampanye Hitam dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum di Indonesia (Analisis atas Black Campaign dan Negative Campaign). DIKTUM: Jurnal Syariah Dan Hukum, 17(1), 16�30.

 

Pradana, S. A., Sudirman, R., & Alvian, M. A. (2022). Kemelitan Penegakan Hukum Terhadap Hak Kebebasan Berpendapat. DIKTUM: Jurnal Syariah Dan Hukum, 20(1), 156�168.

 

Romli, L. (2016). Reformasi partai politik dan sistem kepartaian di indonesia. Jurnal Politica Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri Dan Hubungan Internasional, 2(2).

 

Samsuri, A., Mulawarman, W. G., & Hudiyono, Y. (2022). Ideologi Penggunaan Istilah-Istilah Covid-19 di Berita Online: Analisis Wacana Kritis Model Norman Fairclough. Diglosia: Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya, 5(3), 603�618.

 

Sari, I. N., Lestari, L. P., Kusuma, D. W., Mafulah, S., Brata, D. P. N., Iffah, J. D. N., Widiatsih, A., Utomo, E. S., Maghfur, I., & Sofiyana, M. S. (2022). Metode penelitian kualitatif. UNISMA PRESS.

 

Siregar, Z. (2012). Analisis Wacana Kritis Berita Kampanye Pasangan Rahudman Harahap-Dzulmi Eldin dan Sofyan Tan-Nelly Armayanti pada Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Medan 2010 di Harian Analisa dan Harian Sumut Pos. Universitas Sumatera Utara.

 

Sumarti, E. (2010). analisis wacana kritis strategi politik penggunaan Bahasa dalam Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Litera, 9(1).

 

Copyright holder:

Lela Nurlatifah, Agus Hamdani Surel (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: