Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia� p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 11, November 2022

 

DISRUPSI TEKNOLOGI TANGGUNG JAWAB GURU BAGI PELAKU DAN KORBAN CYBERBULYLING

 

Hendrik Legi, Semi Darius Kainara

Sekolah Tinggi Agama Kristen Diaspora Wamena Papua

Sekolah Tinggi Teologi Arastamar Wamena

[email protected], [email protected]

 

Abstrak

Di era digital, perkembangan teknologi telah memberikan pengaruh besar pada munculnya cyberbullying. Cyberbullying adalah tindakan merugikan dan berdampak negatif terhadap korban yang dapat memicu masalah psikologis dan emosional dalam jangka panjang. Oleh karena itu, tanggung jawab guru sangat penting dalam mengatasi masalah ini. Guru harus memberi pemahaman kepada peserta didik tentang bahaya cyberbullying, membuat kebijakan sekolah, menciptakan lingkungan belajar yang aman, menyelesaikan masalah cyberbullying, dan memperbaiki hubungan antara korban dan pelaku. Beberapa solusi lain untuk mengatasi cyberbullying yaitu pelatihan penggunaan teknologi untuk guru, �sekolah dapat berkolaborasi dengan orang tua, pelatihan dan bimbingan untuk siswa, mengembangkan sikap positif kepada siswa, perlindungan dan dukungan bagi korban, dan pengembangan dan penerapan teknologi terbarukan. Dengan tindakan dan solusi yang tepat, cyberbullying dapat dicegah dan diatasi. Penelitian ini mengunakan metode Studi literatur dan pendekatan deskriptif analitik digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya cyberbullying dan bagaimana tanggung jawab guru dalam mengatasi masalah tersebut. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pendidik memainkan peran penting dalam memerangi cyberbullying dan peran lingkungan belajar yang aman dan positif dapat menekan terjadinya perilaku cyberbullying. Kecanduan �teknologi dapat �berpengaruh� signifikan terhadap perkembangan cyberbullying. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak, termasuk pendidik, orang tua, dan siswa, untuk berkolaborasi dan memperhatikan hal-hal tersebut guna menciptakan lingkungan belajar yang aman dan positif bagi semua. Tindakan dan solusi yang tepat dapat membantu mengatasi dan mencegah cyberbullying.

 

Kata kunci: Distrupsi Teknologi, Cyberbullying, dan Tanggung Jawab Guru.

 

Abstrack

In the digital age, technological developments have had a major influence on the emergence of cyberbullying. Cyberbullying is an act of harm and negative impact on the victim that can trigger psychological and emotional problems in the long term. Therefore, the responsibility of the teacher is very important in addressing this issue. Teachers should create awareness about the dangers of cyberbullying, create school policies, create a safe learning environment, resolve cyberbullying issues, and improve the relationship between victims and perpetrators. Some other solutions to overcome cyberbullying include technology education for teachers, collaboration with parents, training and guidance for students, promotion of positive attitudes, protection and support for victims, and development and application of new technologies. With the right actions and solutions, cyberbullying can be prevented and addressed. Literature studies and analytical descriptive approaches were used to identify the factors that lead to cyberbullying and the responsibility of teachers in addressing this problem. Research findings suggest that instructors play an important role in combating cyberbullying and fostering a safe and positive learning environment. Technological disruption has a significant influence on the development of cyberbullying. Therefore, it is important for all parties, including instructors, parents, and students, to collaborate and pay attention to these matters in order to create a safe and positive learning environment for all. Appropriate measures and solutions can help address and prevent cyberbullying.

 

Keywords: technology disruption, Cyberbullying, and teacher responsibility.

 

Pendahuluan

Dalam era teknologi modern saat ini, teknologi telah berkembang dengan pesat. Ada berbagai macam alat dan teknologi yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai aktivitas sehari-hari. Salah satu dampak positif dari perkembangan teknologi ini adalah kemudahan dan efisiensi dalam berkomunikasi dan memperoleh informasi. Namun, di sisi lain, dampak negatifnya adalah munculnya fenomena cyberbullying. Cyberbullying adalah tindakan agresif yang dilakukan secara elektronik, seperti pengiriman pesan teks atau komentar yang tidak diinginkan, yang bertujuan untuk merendahkan atau menakut-nakuti orang lain (Bawamenewi et al., 2022).

Cyberbullying dapat menyebabkan kerusakan emosional, sosial, bahkan fisik pada korbannya. Cyberbullying dapat menyebabkan korban mengalami melankolis, kecemasan, dan tekanan mental yang parah, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik mereka. Selain itu, cyberbullying dapat berdampak negatif pada pendidikan dan karier seseorang, karena mungkin sulit bagi mereka untuk berkonsentrasi dan belajar jika mereka terus menerus merasa tertekan dan tidak aman.

Guru memainkan peran penting dalam mencegah dan menangani cyberbullying dalam konteks pendidikan. Guru dapat memainkan peran penting dalam membantu siswa memahami dampak cyberbullying, serta memberikan dukungan dan bimbingan kepada mereka yang menjadi korban. Selain itu, merupakan tanggung jawab pendidik �untuk mencegah siswa terlibat dalam cyberbullying. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap peran guru dalam cyberbullying di sekolah. (Fauziyah, 2022).

Guru memiliki peran penting dalam mencegah dan menangani cyberbullying di lingkungan sekolah. Sebagai pengajar, guru harus memastikan bahwa siswa memahami dampak cyberbullying dan bagaimana tindakan mereka dapat berdampak pada orang lain. Guru dapat memberikan pelajaran tentang cyberbullying dan mengajarkan siswa bagaimana cara berkomunikasi dengan baik dan menghormati orang lain. Dalam pelajaran ini, guru juga dapat memperkenalkan cara-cara untuk mengatasi konflik secara positif dan memberikan contoh yang baik dalam membangun hubungan yang sehat.

Selain itu, guru dapat menciptakan lingkungan yang aman dan positif di kelas. Ini termasuk membangun hubungan yang kuat dengan siswa dan memastikan bahwa semua siswa merasa didengar dan dihargai. Guru dapat memfasilitasi supaya terjadinya diskusi kelas tentang topik-topik yang sensitif, termasuk cyberbullying, dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk berbicara tentang pengalaman mereka dan menemukan solusi bersama terkait dengan perilaku cyberbullying �(Santika, 2021).

Guru juga dapat bekerja sama dengan orang tua dan staf sekolah lainnya untuk mencegah cyberbullying. Guru dapat melakukan kegiatan-kegiatan �sekolah dan forum orang tua sebagai wadah untuk membahas masalah cyberbullying serta bagaimana orang tua dapat membantu mencegah tindakan tersebut. Selain itu, guru dapat bekerja sama dengan staf sekolah lainnya, seperti konselor dan administrator sekolah, untuk memastikan bahwa ada prosedur yang jelas dan efektif dalam menangani kasus cyberbullying. Salah satu hal terpenting lainnya yaitu penerapan aturan yang jelas dan konsekuensi yang tegas bagi siswa yang melakukan tindakan cyberbullying (Ali & Perdana, 2020).

Guru juga mempunyai �tanggung jawab yang besar untuk membantu korban cyberbullying. Guru dapat memberikan dukungan dan bimbingan bagi siswa yang telah menjadi korban, termasuk membantu mereka untuk menghadapi stres dan tekanan yang mereka alami. Guru juga dapat membantu siswa yang telah menjadi korban untuk memahami tindakan yang tepat yang dapat mereka lakukan, seperti melaporkan tindakan cyberbullying pada orang yang berwenang(Ahmadi & Ibda, 2019).

Selain itu, guru dapat bekerja sama dengan konselor sekolah untuk memberikan dukungan yang lebih terfokus bagi siswa yang telah menjadi korban cyberbullying. Konselor sekolah dapat membantu siswa untuk mengatasi stres dan tekanan yang mereka alami, serta memberikan dukungan emosional bagi mereka. Konselor sekolah juga dapat membantu siswa untuk menemukan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah cyberbullying yang mereka hadapi.

Guru juga memiliki tanggung jawab untuk mengatasi siswa yang melakukan tindakan cyberbullying. Guru dapat mengambil tindakan yang tepat untuk memastikan bahwa tindakan tersebut tidak terjadi lagi. Tindakan ini dapat meliputi pembicaraan pribadi dengan siswa tersebut, memberikan sanksi disiplin, atau bahkan melibatkan orang tua siswa dalam upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Namun, dalam mengatasi siswa yang melakukan tindakan cyberbullying, guru harus tetap memastikan bahwa hak siswa dihormati. Guru harus memastikan bahwa setiap tindakan yang mereka ambil sesuai dengan aturan dan prosedur yang ada di sekolah, dan bahwa tindakan yang diambil tidak merugikan atau merendahkan siswa tersebut (Legi, Riwu, et al., 2022)

Guru memiliki peran penting dalam mencegah dan menanggapi cyberbullying, tetapi ada kendala yang harus diatasi. Salah satu kendala terbesar adalah sulitnya mendeteksi dan mengidentifikasi insiden cyberbullying. Karena cyberbullying terjadi secara online, sulit untuk menentukan kapan dan di mana hal itu terjadi. Hal ini menyulitkan pendidik untuk menangani kasus cyberbullying secepat mungkin.

Selain itu, mengatasi kasus cyberbullying dapat diperumit oleh masalah privasi. Siswa mungkin tidak ingin mengungkapkan bahwa mereka telah menjadi korban cyberbullying karena mereka takut informasi pribadi mereka akan diungkapkan. Hal ini dapat mempersulit guru untuk mengidentifikasi contoh cyberbullying dan mempersulit upaya untuk mengatasi masalah tersebut. (Indradi & Hendryanto, 2022).

Kendala lainnya adalah kurangnya pemahaman tentang masalah cyberbullying dan cara mengatasinya. Guru mungkin kurang memiliki pengetahuan yang memadai tentang teknologi dan media sosial yang digunakan oleh muridnya, sehingga menyulitkan mereka untuk memahami bagaimana cyberbullying terjadi. Hal ini juga dapat mempersulit pendidik �untuk mengelola kasus cyberbullying secara efektif.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini metode yang digunakan adalah studi literatur. Studi literatur adalah metode penelitian yang melibatkan analisis dan sintesis berbagai sumber yang terkait dengan topik tertentu, seperti artikel, buku, jurnal, dan dokumen lainnya. Metode ini digunakan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang topik tertentu, serta untuk mengevaluasi penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh orang lain.

Selain itu, pendekatan yang digunakan penulisan ini adalah pendekatan deskriptif analitik. Pendekatan deskriptif analitik adalah pendekatan yang digunakan untuk menggambarkan fenomena yang diamati secara sistematis dan terperinci. Pendekatan ini melibatkan pengumpulan data yang sistematis, analisis data secara sistematis, dan penyajian data dalam bentuk deskriptif.

pendekatan deskriptif analitik digunakan untuk menggambarkan fenomena yang terkait dengan cyberbullying, seperti definisi, jenis, penyebab, dan dampak. Pendekatan ini juga digunakan untuk menganalisis tantangan yang dihadapi oleh guru dalam menangani cyberbullying, serta solusi yang dapat diterapkan untuk mengatasi masalah tersebut.

Dengan menggunakan metode studi literatur dan pendekatan deskriptif analitik, pembuatan latar belakang tersebut dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang masalah cyberbullying, serta membantu dalam mengidentifikasi solusi yang dapat diterapkan untuk mengatasi masalah tersebut.

 

Hasil dan Pembahasan

Perkembangan teknologi telah membawa dampak signifikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk di bidang pendidikan. Dalam bidang ini, teknologi telah memungkinkan guru untuk mengembangkan metode pengajaran yang lebih efektif, serta memfasilitasi akses siswa terhadap sumber belajar yang lebih luas. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, muncul pula masalah baru, salah satunya adalah cyberbullying (Suhendar, 2021).

Cyberbullying adalah tindakan intimidasi, degradasi, atau pelecehan yang dilakukan melalui media sosial atau bentuk teknologi informasi lainnya. Tindakan tersebut, yang dapat dilakukan oleh individu atau kelompok, berdampak parah pada kesehatan mental dan emosional korban. Cyberbullying juga dapat berdampak negatif pada kinerja akademis dan sosial para korban, serta pada hubungan interpersonal dan komunitas.

Guru memainkan peran penting dalam mencegah dan menangani cyberbullying dalam kapasitas mereka sebagai pendidik. Guru dapat memainkan peran penting dalam mendidik siswa tentang bahaya cyberbullying dan membantu mereka menyelesaikan masalah yang terkait dengan tindakan tersebut. Namun, guru menghadapi kendala yang signifikan dalam menjalankan tanggung jawab ini, seperti kurangnya keterampilan dan pengetahuan teknologi serta sumber daya yang terbatas untuk mengatasi masalah tersebut. (Rahmawati & Rusdiyani, 2018).

Dalam konteks ini, tulisan ini akan membahas distrupsi teknologi, tanggung jawab guru dalam mengatasi cyberbullying, dan solusi-solusi yang dapat diterapkan untuk mengatasi masalah ini.

Distrupsi Teknologi

Dalam konteks pendidikan, distrupsi teknologi merujuk pada perubahan yang signifikan baik hal yang terkait dengan konten pendidikan, metode atau cara Pendidikan �disampaikan dan bagaiman Pendidikan dapat diakses melalui teknologi digital. Distrupsi ini terjadi karena kemajuan teknologi yang yang berkembangan dengan cepat sehingga �memungkinkan penggunaan media sosial dan teknologi informasi lainnya dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran. Di sisi lain, distrupsi teknologi juga membawa dampak pada perkembangan serta hubungan sosial antara siswa dengan guru, siswa dengan sesama siswa siswa. Oleh karena arus informasi dalam pemanfaatan teknologi tidak dapat dihindari hal ini memberi peluang besar terjadinya perundungan atau �cyberbullying �baik yang dilakukan oleh guru kepada siswa atau atar peserta didik itu sendiri.

Dalam konteks ini, para guru harus mengakui bahwa perubahan teknologi telah mempengaruhi cara siswa berinteraksi dan belajar. Hal ini juga berarti bahwa para guru harus terus mengembangkan keterampilan dan pengetahuan teknologi yang dibutuhkan untuk mendukung siswa dalam prose belajar dan mengembangkan kemampuan teknologi yang mereka butuhkan untuk menghadapi tantangan di masa depan.(Legi, Giban, et al., 2022). Guru yang tidak bisa memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran lambat laun akan ditinggalkan oleh peserta didik yang umumnya mereka adalah generasi native generasi yang dekat dengan teknologi. Distrupsi teknologi harusnya menjadi peluang bagi guru yang mana guru dapat memanfaatkan teknologi sebagai media dan sarana pembelajaran. Di sisi lain distrupsi teknologi dapat menjadi ancaman bagi guru dan siswa, oleh sebab itu guru harunya bijak menyikapi distrupsi teknologi tersebut karena merupakan sebuah keniscayaan dalam dunia Pendidikan.

Namun, distrupsi teknologi juga memunculkan tantangan baru dalam pengajaran dan pembelajaran, salah satunya adalah cyberbullying. Cyberbullying terjadi karena adanya kesenjangan antara penggunaan teknologi oleh siswa dan pengetahuan tentang teknologi yang dimiliki oleh guru. Kesenjangan ini dapat mempengaruhi kemampuan guru dalam mengidentifikasi dan menangani tindakan cyberbullying yang dilakukan oleh siswa. Kesenjangan yang penulis maksudkan telah penulis uraikan pada bagian sebelumnya di mana distrupsi teknologi dapat memberi peluang terjadinya cyberbullying di dunia yang serba digital. Yang menjadi pertanyaan besar adalah bagaimana tanggung jawab Pendidikan dalam mengatasi perilaku cyberbullying �di lingkungan Pendidikan yang tidak hanya kepada korban cyberbullying �tetapi juga kepada pelaku cyberbullying �hal ini menjadi penting dan serius. Tidak dapat dipungkiri perilaku cyberbullying �tidak hanya terjadi di kota besar tetapi juga terjadi di desa yang telah memiliki akses internet yang baik. Guru dan tenaga kependidikan perlu melakukan mitigasi sehingga perilaku cyberbullying �tidak berkembang dilingkungan pendidikan.

Tanggung Jawab Guru dalam Mengatasi Cyberbullying

Sebagai pengajar dan pemimpin, guru memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengatasi cyberbullying. Tanggung jawab ini meliputi (Awalia et al., 2022):

1.     Membuat kesadaran tentang bahaya cyberbullying

Guru harus mendidik siswa tentang bahaya dan konsekuensi dari Tindakan cyberbullying. pendidik harus memberikan menjelaskan kepada siswa apa yang dimaksud dengan cyberbullying dan bagaimana mengamankan diri mereka sendiri dan orang lain. Siswa harus dididik tentang konsekuensi hukuman dari �tindak cyberbullying dan siswa diajarkan pelajaran yang menekankan kesadaran sosial, mengahargai orang lain dan bijak dalam bermedia social.

2.     Membuat kebijakan sekolah

Guru juga harus membuat kebijakan sekolah yang melarang tindakan �cyberbullying. Kebijakan ini harus memberikan definisi yang jelas tentang apa yang dianggap sebagai perilaku cyberbullying, dan menjelaskan bagaimana pelanggaran akan dihukum. Kebijakan ini juga harus mencakup perlindungan bagi korban tindak cyberbullying dan memberikan sanksi tegas bagi pelaku cyberbullying dilingkungan sekoh.

3.     Membuat lingkungan belajar yang aman

Guru harus menciptakan lingkungan belajar yang aman dan terbuka untuk siswa. Pendidik harus memfasilitasi diskusi terbuka tentang isu-isu yang berkaitan dengan cyberbullying dan menanamkan nilai-nilai pendidikan yang menghargai keberagaman dan toleransi. Guru juga harus memastikan bahwa siswa merasa aman dan nyaman ketika melaporkan tindakan cyberbullying.

4.     Menyelesaikan masalah cyberbullying

Guru harus menyelesaikan masalah cyberbullying yang mungkin terjadi di kelas atau di luar kelas. Mereka harus memberikan dukungan kepada korban dan memperbaiki hubungan antara korban dan pelaku. Guru harus mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menyelesaikan masalah cyberbullying dan memastikan bahwa pelaku memahami dampak negatif dari tindakan mereka.

Solusi-Solusi untuk Mengatasi Cyberbullying

Selain tindakan yang diambil oleh guru, ada beberapa solusi lain yang dapat diterapkan untuk mengatasi cyberbullying. Solusi-solusi ini mencakup (Afdal et al., 2021):

1.     Pendidikan Teknologi untuk Guru

Sebagai pengajar, guru harus memiliki pengetahuan teknologi yang memadai untuk mengatasi cyberbullying. Guru harus terus mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam teknologi dan internet agar dapat mengidentifikasi tindakan cyberbullying dan memberikan dukungan yang tepat kepada siswa.(Legi & Wamo, 2023)

2.     Kolaborasi dengan Orang Tua

Orang tua memainkan peran penting dalam mencegah cyberbullying. Guru harus bekerja sama dengan orang tua untuk memastikan bahwa siswa memahami dampak negatif dari tindakan mereka dan bagaimana mereka dapat memainkan peran yang positif dalam lingkungan sosial dan digital.

3.     Pelatihan dan Bimbingan untuk Siswa

Siswa juga membutuhkan pelatihan dan bimbingan untuk menghindari dan menangani cyberbullying. Siswa harus diberikan pelatihan tentang cara-cara untuk menghindari cyberbullying dan bagaimana mengidentifikasi tindakan yang tidak pantas di media sosial dan internet.

4.     Promosi Sikap Positif

Siswa harus diberi kesempatan untuk mempraktikkan sikap yang positif dan inklusif dalam lingkungan digital. Guru dapat memfasilitasi diskusi terbuka tentang bagaimana siswa dapat membantu teman-teman mereka yang mungkin mengalami cyberbullying atau situasi yang sulit lainnya di lingkungan digital. Promosi sikap positif dapat membantu mencegah tindakan cyberbullying dan mengubah norma-norma yang tidak sehat.

5.     Perlindungan dan Dukungan bagi Korban

Korban cyberbullying harus diberikan perlindungan dan dukungan yang memadai. Korban harus diberikan akses ke sumber daya yang dapat membantu mereka mengatasi stres dan kecemasan yang mungkin mereka alami sebagai akibat dari tindakan cyberbullying. Korban juga harus diberikan bantuan dalam melaporkan tindakan cyberbullying kepada pihak berwenang dan mendapatkan dukungan dari teman dan keluarga.

6.     Pengembangan dan Penerapan Teknologi Baru

Pengembangan teknologi baru dapat membantu mencegah cyberbullying. Beberapa inovasi teknologi baru, seperti fitur kontrol privasi, filter spam, dan sensor bahasa kasar, dapat membantu mengidentifikasi dan menghilangkan konten yang mungkin merugikan dan membantu membangun lingkungan online yang lebih aman dan positif.

Dampak Cyberbullying

Kesejahteraan emosional dan sosial remaja sangat dipengaruhi oleh cyberbullying. Penelitian Beran (2012) menunjukkan bahwa pengalaman negatif korban cyberbullying saat ditegur secara online dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan, atau mereka sendiri dapat menjadi cyberbullies atau terus menjadi korban. Selain itu, Beran dkk. (2012) melaporkan bahwa korban cyberbullying menangis, merasa terhina, kehilangan teman sekolah, menjadi depresi, mengalami insomnia, dan bunuh diri.

Spears dkk (2009) juga melaporkan bahwa beberapa korban takut akan keamanan dan potensi terganggunya hubungan mereka dengan lingkungan sosial komunitasnya sehingga menyebabkan mereka memutuskan hubungan dengan orang lain. Hoff dan Mitchell (2008) melaporkan bahwa ketika korban tidak menyadari adanya serangan, ketakutan dan kemarahan meningkat. Namun, mereka mungkin tidak melaporkan intimidasi meskipun situasinya menjadi sangat berbahaya.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Kaspersky Lab dan icon Kids & Youth (2015) menemukan bahwa cyberbullying merupakan ancaman yang jauh lebih berbahaya daripada yang diperkirakan banyak orang tua. Ada penurunan 30% dalam pembelajaran anak-anak di sekolah, dan bahkan 28% orang tua mengatakan anak-anak mereka putus asa. Selain itu, 25% orang tua melaporkan bahwa cyberbullying telah mengganggu pola tidur anak-anak mereka dan bahkan memicu mimpi buruk (21%). 26% orang tua korban menemukan bahwa anak-anak mereka mulai menghindari kontak dengan anak-anak lain, dan 20% menemukan bahwa anak-anak mereka menderita anoreksia. Menurut statistik, 20% anak mengamati anak lain diintimidasi secara online, dan dalam 7% kasus, mereka ikut serta dalam intimidasi. Anak-anak yang mengalami tindak cyberbullying �umumnya akan menutup diri, mereka mera tidak nyaman, selalu gelisa yang berlebihan dan takut bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Hal ini disebabkan karena rasa trauma karena telah mengalami tindakan cyberbullying.

Kekerasan yang dialami oleh anak - anak atau remaja dan dilakukan oleh teman sebayanya melalui media siber atau internet cyberbullying seringkali disertai dengan perasaan depresi, keterasingan, perlakuan yang tidak manusiawi, dan ketidakberdayaan, serta kekerasan siber lebih menyiksa daripada kekerasan fisik. Cyberbullying yang berkepanjangan dapat merusak harga diri anak, menyebabkan mereka menjadi mudah tersinggung, cemas, selalu merasa bersalah, atau gagal karena tidak mampu mengatasi gangguannya. Umumnya, korban cyberbullying mengalami masalah kesehatan fisik dan mental. Gejala fisik antara lain kehilangan nafsu makan, sulit tidur/gangguan tidur, keluhan kulit, dispepsia, dan jantung berdebar-debar. Kecemasan, depresi, kelelahan, harga diri rendah, sulit berkonsentrasi, lekas marah, dan kemurungan adalah gejala psikologis. Ada korban cyberbullying yang menganggap bunuh diri karena tidak bisa lagi menoleransi pelecehan tersebut. Remaja korban cyberbullying akan mengalami stres, yang dapat mendorong mereka untuk terlibat dalam perilaku rawan masalah seperti selingkuh, membolos, kawin lari, atau bahkan penggunaan alkohol atau narkoba.

Tindak cyberbullying �di lingkungan sekolah memiliki dampak yang besar terhadap tumbuh Kembangan anak. Akibat dari perilaku cyberbullying �ini dapat menyebabkan menurunya motivasi pesertad didik dalam belajar dan akan berpengaruh signifikan terhadap hasil belajarnya. Cyberbullying �merupakan Tindakan yang tidak dibenarkan dalam dunia Pendidikan.

Kesimpulan

Dapat disimpulkan dari pembahasan sebelumnya bahwa disrupsi teknologi berdampak signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan cyberbullying. Korban dirugikan dan terkena dampak negatif dari cyberbullying. Cyberbullying dapat mengakibatkan kesulitan psikologis dan emosional yang berlangsung lama.

Tanggung jawab guru sangat penting untuk memerangi cyberbullying. Guru harus meningkatkan kesadaran tentang bahaya cyberbullying, mengembangkan kebijakan sekolah, membangun lingkungan belajar yang aman, menyelesaikan masalah cyberbullying, dan meningkatkan hubungan antara korban dan pelanggar. Strategi lain untuk memerangi cyberbullying termasuk mendidik guru tentang teknologi, berkolaborasi dengan orang tua, melatih dan membimbing siswa, mempromosikan sikap positif, memberikan perlindungan dan dukungan bagi para korban, serta mengembangkan dan menerapkan teknologi baru.

Cyberbullying dapat dicegah dan diatasi dengan tindakan dan solusi yang tepat. Sangat penting bagi semua pihak, termasuk guru, orang tua, dan siswa, untuk berkolaborasi dan memperhatikan isu-isu tersebut guna menciptakan lingkungan belajar yang aman dan positif bagi semua. Cyberbullying �merupakan Tindakan yang salah dan tidak dapat dibenarkan karena dampak dari perilaku cyberbullying �sangat besar terhadap tumbuh kembang seorang anak.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Afdal, A., Ningsih, T. P., Maharani, U. K., & ... (2021). Perbedaan Kecendrungan Melakukan Ujaran Kebencian (Hate Speech) Antara Laki-Laki Dan Perempuan. In � : Kajian Teori dan �. scholar.archive.org.

 

Ahmadi, F., & Ibda, H. (2019). Konsep dan aplikasi literasi baru di era revolusi industri 4.0 dan society 5.0. books.google.com.

 

Ali, N., & Perdana, J. A. (2020). Kemitraan Orangtua: Memperkuat Eksistensi Karakter Islami di Era Revolusi Industri 4.0. Al-Mudarris (Jurnal Ilmiah �.

 

Awalia, H., Hamdi, S., & Nasrullah, A. (2022). Penyuluhan Literasi Keuangan Digital Pada Perempuan di Desa Wisata Banyumulek, Kabupaten Lombok Barat. JILPI: Jurnal Ilmiah �.

 

Bawamenewi, Y., Stefani, P., & ... (2022). Guru Kristiani Mengatasi Cyberbullying Anak Remaja Usia 13-18 tahun. � Agama Kristen Duta �.

 

Fauziyah, N. (2022). Program Program Layanan Bimbingan dan Konseling sebagai Pencegahan Bullying di Sekolah. � Qulub: Jurnal Bimbingan Dan Konseling Islam.

 

Indradi, A. H., & Hendryanto, Y. D. (2022). Analisis hukum terhadap instrumen kebijakan pemerintah dalam mewujudkan akselerasi literasi digital. repository.unigal.ac.id.

 

Legi, H., Giban, Y., & Hermanugerah, P. (2022). Virtual Reality Education In Era 5.0. Journal Research of Social, Science, Economics, and Management, 2(04), 504�510.

 

Legi, H., Riwu, M., & Djoweni, I. S. H. (2022). Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah dalam Pengelolaan Kurikulum untuk Mewujudkan Sekolah Unggul. Jurnal Basicedu, 6(6), 9499�9507.

 

Legi, H., & Wamo, A. (2023). MERDEKA MENGAJAR DI ERA DIGITAL. PEDAGOG Jurnal Ilmiah, 1(1), 16�20.

 

Rahmawati, F. P., & Rusdiyani, E. (2018). Pola Penguatan Karakter Siswa Sekolah Dasar dengan Sinergi Sekolah, Masyarakat, dan Keluarga. publikasiilmiah.ums.ac.id.

 

Santika, I. G. N. (2021). Grand Desain Kebijakan Strategis Pemerintah Dalam Bidang Pendidikan Untuk Menghadapi Revolusi Industri 4.0. Jurnal Education and Development.

 

Suhendar, A. (2021). Guru Pendidik 4.0: Menjadi Guru Kreatif, Inovatif, dan Adaptif di Era Disruptif. books.google.com.

 

Sulasmi, E., Sibuea, M. B., Eriska, P., & ... (2020). COVID 19 &KAMPUS MERDEKA Di Era New Normal. Kumpulan Buku �.

 

Copyright holder:

Hendrik Legi, Semi Darius Kainara (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: