Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 8, Agustus 2022

 

PROGRAM RETURN TO WORK SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN DAN PELATIHAN JAMINAN KECELAKAAN KERJA BAGI PEKERJA

Setyo Pambudi, Siti Hajati Hoesin

Fakultas Hukum, Universitas Indonesia Jakarta, Indonesia

E-mail: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Dalam pelaksanaan perlindungan bagi para tenaga kerja yang berupa Jaminan Sosial Ketenagakerjaan masih banyak para pekerja yang belum terlindungi, Sehingga sangat rawan terjadinya risiko kecelakaan kerja ataupun kematian yang nantinya merugikan pekerja dan ahli waris. Dalam Undang Undang Ketenagakerjaan dan juga Perlindungan Jaminan Sosial sudah dijelaskan bahwa perlindungan bagi para tenaga kerja wajib dimiliki oleh setiap pekerja baik sektor formal maupun informal,� terlebih Untuk melindungi hak tersebut, pemerintah memberikan jaminan sosial berupa Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) bagi pekerja yang mengalami penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja dapat menimbulkan dampak yang serius seperti cacat atau berpotensi cacat yang tentunya mempengaruhi kemampuan bekerja. Return to Work merupakan perluasan manfaat pada jaminan kecelakaan kerja, yaitu berupa pendampingan kepada peserta yang mengalami kecelakaan kerja yang menimbulkan cacat atau berpotensi cacat, mulai dari terjadinya musibah kecelakaan sampai dengan dapat kembali bekerja. Tujuan program ini adalah untuk memastikan pekerja yang mengalami kecelakaan kerja dapat mendapatkan pelatihan dan kembali bekerja tanpa takut menghadapi risiko pemutusan hubungan kerja karena kecacatan yang dialaminya.

 

Kata Kunci: Jaminan Kecelakaan Kerja, Return To Work, Pelatihan Kerja.

 

Abstract

In the implementation of protection for workers in the form of Employment Social Security, there are still many workers who have not been protected, so it is very vulnerable to the risk of work accidents or death which will harm workers and heirs. In the Manpower Law and also Social Security Protection, it has been explained that protection for workers must be owned by every worker, both formal and informal sectors, especially To protect this right, the government provides social security in the form of Work Accident Insurance (JKK) for workers who experience occupational diseases and work accidents. Work accidents can cause serious impacts such as disability or potential disability which certainly affects the ability to work. Return to Work is an expansion of benefits on work accident insurance, which is in the form of assistance to participants who experience work accidents that cause disability or potential disability, starting from the occurrence of accidents to being able to return to work. The purpose of this program is to ensure that workers who have work accidents can get training and return to work without fear of facing the risk of termination due to their disability.�

 

Keywords: Work Accident Insurance, Return To Work, Job Training.

 

Pendahuluan

Setiap warga negara berhak untuk mendapat jaminan sosial dari negara sebagai hak konstitusionalnya (Pakpahan & Sihombing, 2018). Hal ini sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasal 34 ayat (2) yang menyatakan bahwa, �Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan seluruh masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan� (Indonesia, 2007). Oleh karena itu, pemerintah wajib membuat suatu kebijakan untuk menyelenggarakan jaminan sosial nasional agar hak konstitusional warga terpenuhi. Wujud dari pelaksanaan kewajiban pemerintah tersebut dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) (Astuti, 2020). Berdasarkan undang-undang tersebut, sistem jaminan sosial nasional harus diselenggarakan dengan berdasarkan pada asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan social (Pahlefi et al., 2021).

Secara garis besar penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional dilakukan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu jaminan sosial di bidang kesehatan dan jaminan sosial di bidang ketenagakerjaan (Sholikin & Herawati, 2020). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), jaminan sosial di bidang ketenagakerjaan diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan yang bertujuan untuk melindungan dan memberikan kesejahteraan bagi para pekerja dan pemberi kerja (Nurhalimah, 2018).

Kesejahteraan memang perlu diberikan namun yang perlu dikembangkan bukan hanya bagi tenaga kerja itu sendiri, melainkan juga bagi keluarganya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam arti luas, yang harus tetap dipelihara termasuk pada saat pekerja kehilangan sebagian atau seluruh penghasilannya sebagai akibat terjadinya risiko ekonomi dan risiko sosial antara lain kecelakaan kerja, sakit, meninggal dunia, cacat akibat kecelakaan kerja dan hari tua. Dalam keadaan hilang sama sekali, kehilangan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi dirinya dan keluarganya. Oleh karena risiko ini bersifat universal, maka perlu dipecahkan secara sistematis, terencana, bertahap dan berkelanjutan (Adillah et al., 2021).

Dengan adanya setiap pekerja yang memiliki risiko mengalami kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaannya, dengan kondisi akhir yang beragam bahkan terindikasi mengalami kecacatan (Yovi, 2019). Kondisi akhir pekerja yang mengalami kecelakaan kerja terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu sembuh, cacat total sebagian, cacat total tetap, cacat fungsi, atau bahkan meninggal dunia. Pada kondisi akhir yang mengakibatkan pekerja mengalami kecacatan (disabilitas) akan berdampak pada sulitnya pekerja untuk kembali bekerja seperti semula, bahkan terdapat banyak kasus di mana pekerja penyandang disabilitas akibat kecelakaan kerja diberhentikan dari tempatnya bekerja karena dipandang tidak produktif lagi oleh perusahaan.

Berdasarkan pengertian tersebut, jaminan sosial bagi pekerja adalah salah satu bentuk yang diberikan kepada pekerja karena adanya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja sendiri memiliki dampak yang ringan hingga berat bagi para pekerja yang mengalaminya. Salah satunya yaitu dari akibat kecelakaan kerja yaitu berkurangnya fungsi organ tubuh atau bahkan mengakibatkan kecacatan permanen yang berimbas pada produktifitas dalam bekerja, sehingga dengan contoh tersebut maka jaminan kecelakaan kerja diperlukan terlebih mengenai pelatihan atau rehabilitasi setelah mengalami kecelakaan kerja dimana pekerja perlu mendapatkan hak bekerja nya kembali melalui program Return To Work di BPJS Ketenagakerjaan.

Penelitian ini merupakan hasil penelitian teoritis mengenai bagaimana keberlangsungan program pelatihan Return To Work bagi para pekerja yang mengalami musibah saat bekerja. Apakah terdapat ketidaksesuaian dalam pelaksanaan nya, lalu apakah masih terdapat ketidakadilan yang di dapatkan oleh pekerja terutama tidak adanya komitmen dari pemberi kerja untuk melaporkan kepada BPJS Ketenagakerjaan apabila terdapat pekerjanya yang mengalami kecelakaan kerja, hal ini menunjukkan adanya tanda tanya besar atas komitmen pemberi kerja untuk melaksanakan anjuran perintah negara mengenai kesejahteraan bagi para pekerja.

Berdasarkan uraian di atas, masalah pokok dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimana pengaturan Jaminan Kecelakaan Kerja Return To Work sebagai bentuk perlindungan dan kesejahteraan bagi para pekerja? (2) Bagaimana implementasi program Jaminan Kecelakaan Kerja Return To Work dalam memberikan pelatihan dan rehabilitasi bagi pekerjanya? dalam hal ini contoh Kantor Cabang Jakarta Salemba.

 

Metode Penelitian

Kajian ini sepenuhnya menggunakan metode penelitian hukum normatif (normative law research). Kajian ini melihat bagaimana suatu regulasi atas satu tema tertentu Implementasi program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) Return To Work. Kehadiran JKK Return To Work sebagai bentuk aktualisasi dari regulasi mengenai pengembangan pelatihan kepada para pekerja yang tertimpa kecelakaan kerja untuk dapat kembali produktif bekerja di tempat semula bekerja atau di tempat lain.

Berdasarkan hubungan pilihan rumusan masalah dan metode penelitian, penelitian ini menggunakan pendekatan intertekstualitas teks hukum sebagai alat bantu analisisnya. Tahapan analisis kualitatif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, peneliti mendeskripsikan secara verbatim atas teks hukum yang menjadi fokus penelitian. Dalam hal ini, peneliti hanya mendeskripsikan bagaimana bunyi ketentuan dalam pasal sekian dan seterusnya. Kedua, peneliti melakukan pembacaan terhadap teks hukum dengan mengajukan premis-premis berdasarkan nalar berpikir. Dalam hal ini, peneliti sudah mulai melakukan analisis.

Dalam penelitian normatif ini menggunakan pendekatan perundangundangan (statute approach) dengan contoh kasus yang didukung dengan bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bahan hukum sekunder berupa buku-buku hukum yang relevan dengan isu hukum serta bersifat deskriptif analitis Sumber bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan yang bersumber dari perundang-undangan atau dari bahan hukum, baik itu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Bagaimana Pengaturan Jaminan Kecelakaan Kerja Return To Work Sebagai Bentuk Perlindungan dan Kesejahteraan Bagi Para Pekerja

Jaminan Kecelakaan Kerja merupakan salah satu dari jaminan sosial yang diatur dalam UU SJSN. UU SJSN tidak memberikan pengertian khusus terhadap istilah jaminan kecelakaan kerja. UU SJSN memberikan pengertian atas pengertian dua istilah yang berkaitan langsung dengan jaminan kecelakaan kerja, yaitu jaminan sosial dan kecelakaan kerja (Muthoharoh & Wibowo, 2020). Pasal 1 angka 1 UU SJSN memberikan pengertian atas jaminan sosial sebagai pengertian atas jaminan sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Sedangkan kecelakaan kerja diartikan sebagai kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya (Nugraha & Yulia, 2019).

Definisi kecelakaan kerja menurut Pasal 1 Angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian adalah kecelakaan yang terjadi di dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju Tempat Kerja atau sebaliknya dan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Adapun pengertian Jaminan Kecelakaan Kerja yang selanjutnya disingkat JKK menurut Pasal 1 Angka 1 Peraturan Pemerintah tersebut adalah manfaat berupa bantuan uang tunai dan/atau pelayanan kesehatan yang diberikan pada saat peserta mengalami Kecelakaan Kerja atau penyakit-penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja (Muthoharoh & Wibowo, 2020).

Dalam jaminan kecelakaan kerja terdapat identifikasi jenis jenis apa saja yang dapat memperoleh manfaat jaminan tersebut diantaranya yaitu Penyakit Akibat Kerja atau biasa disingkat (PAK). Penyakit Akibat Kerja (PAK) diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2019 tentang Penyakit Akibat Kerja. Dalam peraturan itu yang dimaksud dengan PAK ialah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja. Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan yang diselenggarakan oleh International Labour Organization di Linz, Austria, dihasilkan definisi menyangkut PAK sebagai berikut (Endartiwi & Kusumaningrum, 2020):

  1. Penyakit akibat kerja (Occupational Disease)

Yakni penyakit yang sebabnya spesifik atau terasosiasi kuat dengan pekerjaan yang mana pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.

  1. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (Work Related Disease)
    Yakni penyakit yang memiliki beberapa agen penyebab, dimana� faktor pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor risiko lain dalam berkembangnya penyakit dengan etimologi yang kompleks.
  2. Penyakit populasi kerja (Disease of Fecting Working Populations)
    Yakni penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab di tempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang memberi efek buruk bagi kesehatan.

Oleh sebab itu para pekerja yang mengalami kecelakaan kerja dilindungi hak hak dan perlindungan nya dalam program JKK Return To Work yang memiliki maksud dan tujuan yaitu sebagai program bagi pekerja yang mengalami kecelakaan kerja dimungkinkan untuk tetap bekerja. Program ini juga diharap mendorong secara psikologis pekerja yang mengalami cacat berpeluang produktif. Kemudian teruntuk peserta yang tidak memungkinkan untuk bekerja kembali di perusahaan, pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan akan memberi pelatihan kepada peserta untuk berwirausaha dengan bekerjasama bersama Balai Latihan Kerja (BLK) sebagai bentuk pelatihan kerja dan rehabilitasi bagi pekerja yang mengalami kecelakaan kerja. Return to Work BPJS Ketenagakerjaan hanya memberikan pelatihan bagi peserta. Perusahaan tempat peserta bekerja harus mencari posisi pekerjaan yang cocok ditempati oleh peserta setelah mengikuti program.

Regulasi pelaksanaan terkait return to work �diatur dalam UU No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional kemudian di Peraturan Pemerintah no 44 tahun 2015 pasal 49 mengenai penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian dan di Permenaker No 10 Tahun 2016 tentang Pemberian Program Kembali Bekerja serta Kegiatan Promotif dan Preventif akibat Penyakit Akibat Kerja (Sudirman, 2014). Bisa dilihat bahwa peraturan yang mengatur pelaksanaan program return to work sudah tersedia dikarenakan setiap pekerja berhak memperoleh haknya kembali.

Bila mengkaji lebih lanjut mengenai Undang-Undang No 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas di pasal 11 huruf c s/d huruf f dan peraturan mengenai pekerja yang mengalami kecelakaan kerja maka, Setiap penyandang cacat berhak memperoleh pekerjaan dan penghidupan layak serta kesempatan mendapatkan pekerjaan dan juga perusahaan swasta juga harus memberikan kesempatan yang sama di perusahaannya. Pengusaha juga dilarang melakukan PHK untuk kasus pekerja dalam keadan cacat total tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan (Mairida & Fahlevi, 2022). Pengusaha yang mempekerjakan penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya sehingga setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama.

Beberapa hal dalam proses pemberian manfaat JKK return to work harus sesuai dengan Ketentuan pelaksanaan Pasal 49 ayat (2) dan Pasal 50 ayat (2) PP No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian, agar semua pekerja dapat memperoleh manfaat perlindungan tersebut Pertama, pekerja harus terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan dalam program JKK. Kedua, pemberi kerja tertib membayar iuran. Ketiga, pekerja nyata-nyata mengalami kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja yang mengakibatkan kecacatan. Keempat, ada rekomendasi dokter penasehat bahwa pekerja perlu difasilitasi dalam Program Kembali Kerja. Kelima, pemberi kerja dan pekerja bersedia menandatangani surat persetujuan mengikuti Program Kembali Kerja. Sesuai ketentuan Pasal 6 Permenaker No. 10, beban pelaporan terjadinya kecelakaan kerja ada di pundak pemberi kerja. Laporan itu harus disampaikan ke Dinas Ketenagakerjaan setempat paling lambat 2 x 24 jam sejak kecelakaan terjadi. Selama peserta mengikuti Program Return To Work, maka santunan sementara tidak mampu bekerja tetap dibayarkan BPJS Ketenagakerjaan sampai peserta selesai mengikuti pelatihan (Nisa et al., 2019).

B.  Bagaimana Implementasi Program Jaminan Kecelakaan Kerja Return To Work dalam Memberikan Pelatihan Dan Rehabilitasi Bagi Pekerjanya? dalam Hal Ini Contoh Kantor Cabang Jakarta Salemba.

Implementasi program JKK-RTW tidak dapat berjalan dengan sendirinya dikarenakan� berkaitan dengan beberapa unsur yang terlibat dalam pelaksanaannya, Pertama adalah jejaring fasilitas kesehatan yang memberikan fasilitas kesehatan pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat. Jejaring Balai Latihan Kerja (BLK) yaitu institusi milik pemerintah atau swasta yang menyediakan jasa pelatihan agar peserta dapat bekerja kembali. Kedua adalah Manajer kasus (Case Manajer) yaitu petugas pelayanan BPJS Ketenagakerjaan yang berkompetensi dan bertugas melakukan monitoring pendampingan tenaga kerja dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam rangka mempersiapkan tenaga kerja dapat bekerja kembali pasca kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja. Ketiga adalah pemberi kerja yaitu perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Keempat yaitu peserta atau tenaga kerja yaitu peserta termasuk orang asing yang bekerja singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Kelima yaitu instansi atau lembaga terkait dalam hal ini adalah Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) yang menerima laporan kecelakaan kerja dari pemberi kerja. Selain itu, BPJS Ketenagakerjaan juga harus menjamin penggantian kompensansi akibat kecelakaan kerja tidak terbatas alias unlimited sesuai dengan peraturan yang berlaku, dimana segala pembiayaan rehabilitasi akan ditanggung BPJS Ketenagakerjaan. Dengan persyaratan, sebelumnya perusahaan sudah menandatangani kesepakatan dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk menerima pekerja kembali bekerja di perusahaannya. Program ini memberikan pelayanan komprehensif dimulai dari sejak perawatan setelah kecelakaan, pemulihan baik fisik maupun secara psikologis, sampai akhirnya pekerja dapat kembali mandiri

Dalam Keberhasilan implementasi program JKK-RTW sangat membutuhkan komitmen dari seluruh pihak yang terlibat. Keterkaitan setiap unsur tersebut satu sama lain memiliki peranan yang sangat penting (Hartoyo et al., 2015). Salah satu keberhasilan manfaat program JKK-RTW adalah seberapa banyak pekerja penyandang disabilitas akibat kecelakaan kerja dapat kembali bekerja dibandingkan dengan total keseluruhan kasus cacat. Namun kenyataan di lapangan berbeda, ditemukan beberapa kasus kecelakaan kerja yang terjadi pada karyawan perusahaan yang terdaftar sebagai peserta jaminan sosial di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Jakarta Salemba, namun tidak diikutsertakan dalam program JKK-RTW. Berdasarkan data dari BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Jakarta Salemba pada tahun 2020 tercatat sebanyak 150 (seratus lima puluh) kasus, tahun 2019 sebanyak 230 (dua ratus tiga puluh) kasus, dan tahun 2018 sebanyak 291 (dua ratus sembilan puluh satu) kasus kecelakaan kerja. Sementara itu, beberapa sample� perusahaan yang terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Jakarta Salemba. Meskipun terjadi penurunan jumlah dalam hal perusahaan yang tidak mendaftarkan �peserta program JKK-RTW, hal tersebut belum dapat dipandang sebagai perkembangan yang diharapkan. Dikatakan demikian mengingat kepesertaan perusahaan dalam program JKK-RTW merupakan kewajiban sebagai pemberi upah.

Pelaksanaan program JKK Return To Work ini diharapkan mampu meminimalisir Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang kerapkali dilakukan oleh perusahaan karena tidak mau menanggung beban pekerja. Selain itu dapat menjadi solusi bagi pekerja penyandang disabilitas untuk dapat bekerja kembali di perusahaannya setelah diberikan pelatihan. Adapun biaya pengobatan dan perawatan yang diberikan kepada tenaga kerja akibat kecelakaan kerja tidak dibatasi (unlimited). Pendampingan diberikan mulai dari menghadirkan tenaga konseling sampai pengadaan alat bantu atau pengganti anggota tubuh yang cacat dan tidak ada penambahan iuran bagi perusahaan.

Kemudian dalam pelaksanaan implementasi JKK Return To Work BPJS Ketenagakerjaan Cabang Salemba melakukan beberapa penilaian guna mempermudah proses pelatihan dan rehabilitasi yang akan diberikan kepada pekerja yang mengalami kecelakaan kerja, Pertama berupa melakukan Penilaian Kapasitas Fungsi yang berdasarkan data aktual hasil simulasi aktifitas kerja lalu menentukan kapasitas pekerja tersebut sesuai dengan persyaratan dari berbagai tugas pekerjaan yang mungkin dilakukan bila kembali bekerja. Penilaian tersebut mencakup perbandingan kinerja individu dengan langkah-langkah umum dan langkah-langkah yang dirancang bagi individu untuk bekerja di kondisi tersebut. Dilanjutkan dengan menentukan kesiapan untuk melakukan tugas yang diubah atau partisipasi dalam kerja kembali atau kembali bekerja secara bertahap dan melakukan pengembangan rekomendasi pekerjaan atau tempat kerja atau modifikasi apabila memerlukan alat bantu.

Dilanjutkan yang Kedua, dilakukan penilaian vocasional yang dilakukan oleh profesional terlatih dan terampil dalam menilai kejuruan minat, kemampuan, bakat dan keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan pekerja jaminan kecelakaan kerja Return To Work. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi permasalahan atau GAP terkait keahlian sebelum kecelakaan dan saat akan melakukan Return To Work sehingga dapat meneerima pelatihan yang tepat sesuai dengan latar belakang, pendidikan, pengalaman, informasi pekerjaan dan penilaian teknis yang nantinya pekerja tersebut mendapatkan Sertifikasi.

Perlu diingat dalam perlindungan para pekerja tidak serta merta hanya mengandalkan peran pemerintah para pemberi kerja atau pengusaha juga memiliki peran yang penting dalam perlindungan pekerjanya, selain mendaftarkan dalam program perlindungan jaminan nasional atau asuransi yang bekerja sama dengan tempat bekerja, Pengusaha atau pemberi kerja meiliki tanggung jawab untuk melakukan pencegahan risiko kecelakaan kerja melalui pelaksanaan syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang merupakan kewajiban manajemen perusahaan dan juga lingkungan kerja yang menyediakan alat Health Safety bagi pekerja yang memiliki risiko tinggi.

 

Kesimpulan

Dalam pelaksanaannya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial bidang Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan). Dengan program JKK Return To Work bagi pekerja yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan akan mendapatkan pendampingan ketika mengalami kecelakaan kerja yang berakibat cacat atau berpotensi cacat. Pendampingan bermula sejak terjadinya musibah kecelakaan kerja hingga pekerja dapat bekerja kembali. Return to Work merupakan perluasan manfaat pada jaminan kecelakaan kerja, yaitu berupa pelatihan kepada peserta yang mengalami kecelakaan kerja yang menimbulkan cacat atau berpotensi cacat, mulai dari terjadinya musibah kecelakaan sampai dengan dapat kembali bekerja. Tujuan program ini adalah untuk memastikan pekerja yang mengalami kecelakaan kerja dapat kembali bekerja tanpa menghadapi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) karena kecacatan yang dialaminya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Adillah, S. U., Purnawan, A., & Istina, S. R. D. (2021). Penyuluhan Hukum dan Pendampingan Kepesertaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Sektor Informal Kelompok Tani �Sumber Rejo� Desa Tuwang Kecamatan Karanganyar Kabupaten Demak. Empowerment: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 4(01), 1�9.

 

Astuti, E. K. (2020). Peran BPJS Kesehatan Dalam Mewujudkan Hak Atas Pelayanan Kesehatan Bagi Warga Negara Indonesia. Penelitian Hukum Indonesia.

 

Endartiwi, S. S., & Kusumaningrum, I. D. (2020). Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Alat Kontrasepsi Peserta BPJS Kesehatan di Masa Pandemi COVID-19. Prosiding Seminar Nasional Kesehatan 2020 �Strategi Terobosan Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit No-COVID-19 Pasca Adanya Kebijakan Refocusing Kegiatan Dan Realokasi Anggaran COVID-19, 112�119.

 

Hartoyo, E., Sholihah, Q., Fauzia, R., & Rachmah, D. N. (2015). Sarapan pagi & produktivitas. Universitas Brawijaya Press.

 

Indonesia, P. N. R. (2007). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan.

 

Mairida, M., & Fahlevi, M. I. (2022). Kembali Bekerja Sebagai Bentuk Jaminan Kecelakaan Kerja Pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerja Cabang Meulaboh. PREPOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6(3), 1985�1992.

 

Muthoharoh, D. A. N., & Wibowo, D. A. (2020). Return to Work sebagai Bentuk Jaminan Kecelakaan Kerja di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Jurnal Hukum Lex Generalis, 1(2), 1�21.

 

Nisa, F., Marlya Fatira, A. K., SE, M., Seri, E., & Hum, M. (2019). Pengaruh Prinsip 5c+ S Terhadap Keputusan Bank Dalam Memberikan Pembiayaan Mikro. PROSIDING, 166.

 

Nugraha, H., & Yulia, L. (2019). Analisis Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dalam Upaya Meminimalkan Kecelakaan Kerja Pada Pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero): Studi kasus pada Depo Lokomotif Daop 2 Bandung PT. KAI. Coopetition: Jurnal Ilmiah Manajemen, 10(2), 93�101.

 

Nurhalimah, S. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Indonesia. �ADALAH. https://doi.org/10.15408/adalah.v1i1.8200

 

Pahlefi, P., Herlina, N., & Manik, H. (2021). Asas Penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional Oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kota Jambi. Wajah Hukum, 5(1), 195�201.

 

Pakpahan, R. H., & Sihombing, E. N. A. M. (2018). Tanggung Jawab Negara Dalam Pelaksanaan Jaminan Sosial Responsibility State In The Implementation Of Sosial Security. Jurnal Legislasi Indonesia, 9(2), 163�174.

 

Sholikin, M. N., & Herawati. (2020). Aspek Hukum Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Bagi Tenaga Medis Dan Kesehatan Di Masa Pandemi. Majalah Hukum Nasional, 50(2), 163�182. https://doi.org/10.33331/mhn.v50i2.74

 

Sudirman, S. (2014). Pembangunan Jalan Tol di Indonesia: Kendala Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan Bagi Kepentingan Umum dan Gagasan Upaya Penyelesaiannya. BHUMI: Jurnal Agraria Dan Pertanahan, 40, 522�544.

 

Yovi, E. Y. (2019). Status ergonomi pekerja sektor kehutanan di Indonesia: Kelelahan fisik-mental-sosial, kepuasan kerja, konsep sumber bahaya, dan konsep biaya kecelakaan. Jurnal Ilmu Kehutanan, 13(2), 137�150.

 

Copyright holder:

Setyo Pambudi, Siti Hajati Hoesin (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: