Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 4, April 2023

 

METODE PENANGANAN MUD PUMPING PADA JALAN REL WILAYAH UPT RESOR JALAN REL III.3 PAYAKABUNG

 

Ageng Trisno Sugita, Yulindasari Sutejo, Edi Kadarsa

Program Studi Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya, Bukit

Besar, Palembang, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Mud pumping adalah salah satu alasan penurunan efisiensi kereta api. Berkurangnya fungsi lapisan balas sebagai filter tanah dasar dapat menyebabkan proses pemompaan lumpur jika air tidak dialirkan dengan baik sehingga menyebabkan ketidakstabilan struktur rel. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan metode perawatan yang efektif untuk menangani jalan rel kereta api lokal yang terindikasi mud pumping, yaitu melalui pemasangan geotekstil woven dan penggantian material sub balas. Pengamatan dilakukan di UPT Resor Jalan Rel III.3 Payakabung pada km 371.000/100 hilir dan km 375.400/500 hulu. Berdasarkan klasifikasi tanah, tanah di dua tempat tersebut tergolong pasir bergradasi buruk/SP. Substrat di lokasi A memiliki Gs = 1,82 kg/cm3, ϕ = 12,71� dan Phi = 0,29 kg/cm2, sedangkan di lokasi B memiliki Gs = 2,33 kg/cm3, ϕ = 17, 43� dan Phi = 0,5 kg/ cm2. Hasil uji lapisan balas menunjukkan batu berukuran 25-60 mm sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalur kereta api, dengan berat jenis 2.688 gr/cm3. Berdasarkan klasifikasi tanah, tanah di dua tempat tersebut tergolong pasir bergradasi buruk/SP. Pemasangan geotekstil dan penggantian sebagian balas meningkatkan nilai safety factor. Hasil yang diperoleh dari analisis Slope/W adalah ketebalan bagian lapisan balas optimal yang memenuhi persyaratan safety factor adalah 15 cm. Hasil implementasi lapangan menunjukkan bahwa penggantian sub balas dan pemasangan geotekstil woven dapat mengembalikan fungsi penyaringan dan drainase struktur bawah jalan rel, sehingga untuk mengatasi kerusakan akibat mud pumping pada jalan rel metode ini memiliki kinerja yang efektif.

 

Kata kunci: Mud pumping; tanah dasar; sub balas, safety factor, skilu.

 

Abstract

Mud pumping is one of the reasons for the decreased efficiency of trains. The lack of ballast layer function as a subgrade filter can cause the process of mud pumping if the water is not channeled properly, causing instability of the rail structure. The aim of this research is to develop an effective treatment method for dealing with local railroads with indications of mud pumping, namely through the installation of woven geotextiles and replacement of sub ballast material. Observations were made at UPT Railroad Resort III.3 Payakabung at km 371,000/100 downstream and km 375,400/500 upstream. Based on soil classification, the soil in the two places is classified as sand with poor grades/SP. The substrate at location A has Gs = 1.82 kg/cm3, ϕ = 12.71� and Phi = 0.29 kg/cm2, while at location B it has Gs = 2.33 kg/cm3, ϕ = 17.43� and Phi = 0.5 kg/cm2. The results of the ballast coating test showed that stones measuring 25-60 mm were in accordance with Minister of Transportation Regulation No. 60 of 2012 concerning technical requirements for railroads, with a specific gravity of 2,688 gr/cm3. Based on soil classification, the soil in the two places is classified as sand with poor grades/SP. Installing geotextiles and replacing some of the balls increases the safety factor. The results obtained from the Slope/W analysis are that the optimal thickness of the spherical layer that meets the safety factor requirements is 15 cm. The results of field implementation show that replacing sub ballast and installing woven geotextiles can restore the function of filtering and drainage of the structure under the railroad, so that to overcome damage caused by mud pumping on the railroad this method has an effective performance.

 

Keywords: Mud pumping; subgrade; subballast safety factor, skilu.

 

Pendahuluan

Jalan rel kereta api merupakan konstruksi yang terdiri dari material baja, beton atau konstruksi lain yang berfungsi mengarahkan jalannya kereta api. Struktur atas terdiri dari rel, bantalan, dan komponen alat penambat, sedangkan struktur bawah terdiri dari balas, sub balas dan tanah dasar (subgrade) (Nguyen et al., 2019). Semua komponen menjadi satu kesatuan yang disebut jalur kereta yang membentang membentuk alinemen vertikal dan horizontal di atas permukaan tanah baik tanah timbunan maupun tanah galian (Menteri Perhubungan, 2011) (Zhang et al., 2019).

Bekurangnya fungsi sub balas mengakibatkan terjadinya proses pemompaan lumpur atau mud pumping yang ada pada tanah dasar ke lapisan� balas, sehingga menyebabkan balas kotor (ballast fouling) (R. P. Singh et al., 2019). Mud pumping menyebabkan menurunnya kinerja jalan lokal ketika terdapat rongga saat materi subgrade terbawa ke balas dan mengendap di celah balas, sehingga menyebabkan goyangan saat kereta melintas (Hudson et al., 2016). Hilangnya pengaruh lapisan sub balas juga menyebabkan berkurangnya tegangan induksi di atas tanah dasar (Nguyen & Indraratna, 2021). Gambar 1 menampilkan contoh indikasi mud pumping yang dapat dilihat secara visual.

 

Gambar 1

Lokasi Terindikasi Mud Pumping

 

Beberapa upaya penanganan mud pumping dilakukan oleh peneliti dibidang geoteknik diantaranya, dilakukan secara kimiawi maupun mekanis yaitu dengan pencampuran zat pengikat (Yonghui et al., 2017), seperti pada penelitian Wan et al. (2020) menggunakan polyurethane, F. Wang et al. (2021) menggunakan semen sebagai stabilisator (F. Wang et al., 2021). Beberapa metode dengan memanfaatkan material geotekstil maupun geogrid seperti pada penelitian M. Singh, et al. (2019) dan Chawla & Shahu (2016). Metode penanganan pada penelitian tersebut dapat menjadi dasar, namun harus ada data langsung pada lokasi tinjauan yang tentunya akan mempengaruhi variabel tertentu dan kemudahan pada pelaksanaannya di lapangan.�

Wilayah UPT Resor Jalan Rel III.3 Payakabung, Divisi Regional III Palembang yang memiliki panjang lintas 29.539 m�sp. Kondisi jalan rel pada lokasi tertentu masih terdapat mud pumping dan menjadi kendala dalam stabilitas jalan rel. Maka perlu penelitian lebih lanjut untuk menganalisis material konstruksi bawah jalan rel agar metode penanganan mud pumping bisa efektif.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kondisi struktur bawah yang ada pada titik lokasi kasus terjadinya mud pumping. Analisis dilakukan dengan bantuan program numerik Slope/W untuk memperoleh nilai Safety Factor (SF) pada struktur jalan rel dengan permodelan pada metode penanganan mud pumping dengan cara penggantian material sub balas dan penggunaan geotekstil (Gradkowski, 2016). Metode yang direncanakan pada penelitian ini didukung dari penelitian terdahulu dengan memanfaatkan lembaran geotekstil dalam mereduksi tegangan sekaligus pemisah antara tanah dasar dan sub balas (Chawla & Shahu, 2016). Penanganan sub balas yang tercampur dengan material tanah dasar akibat mud pumping dilakukan dengan cara mengganti dengan sub balas yang baru untuk memperpanjang waktu ketahanan (durability time) atau bahkan menghilangkan gangguan pada eks lokasi mud pumping.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan tiga tempat, yaitu di Wilayah UPT Resor Jalan Rel III.3 Payakabung, Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya dan Laboratorium Uji Bahan Politeknik Negeri Sriwijaya. Metode penelitian yang dilakukan adalah observasi lapangan, pengujian laboratorium dan analisis numerik dengan program Slope/W. Pengambilan sampel tanah pada lokasi terjadinya mud pumping. Setelah sampel tanah, material balas dan sub balas jalan rel diperoleh selanjutkan pengujian dilakukan di laboratorium Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya dan Laboratorium Uji Bahan Politeknik Negeri Sriwijaya.

Lokasi observasi adalah daerah rawan mud pumping yang ada di wilayah Jalan Rel Payakabung yang dilakukan perawatannya oleh UPT Resor Jalan Rel III.3 Payakabung yang berada di Divisi Regional III. 3 Palembang. Panjang lintas wilayah perawatan UPT Resor Jalan Rel III.3 Payakabung adalah 29.539 m�sp yaitu dari Km 370+000 sampai dengan Km 380+000 yang dapat dilihat pada Gambar 2. Titik pengamatan dan pengambilan sampel dilakukan di dua lokasi, yaitu Lokasi A di Km 375+000/100 jalur hulu koridor Payakabung - Simpang dan Lokasi B di Km 371+400/500 jalur hilir koridor Payakabung - Serdang.

 

Gambar 2

Ilustrasi Lokasi Penelitian di Wilayah UPT Resor JR III.3 Payakabung

�

Sampel tanah dasar atau subgrade yang diambil adalah lapisan di bawah sub balas. Tanah dasar menerima beban dari keseluruhan beban hidup dan beban mati yang disalurkan dari komponen di atasnya, sehingga harus mampu medukung beban yang diterima (M. Singh, 2019). Pengambilan sampel dilakukan dengan metode sampel tanah terganggu (disturbed) dan tidak terganggu (undisturbed). Sampel tanah disturbed digunakan dalam beberapa pengujian properties tanah, yaitu pemeriksaan kadar air (ASTM D2216-98), batas-batas atterberg (ASTM D-4318), berat jenis (ASTM D 854, 2002), analisis saringan (ASTM D 422-63, 2002) dan hidrometer (ASTM D 1140, 2000), pemadatan tanah standar (ASTM D 698, 2009) dan pengujian CBR (ASTM D1883, 2021) (F. Wang et al., 2021) (Indraratna et al., 2020). Sedangkan sampel tanah (undisturbed) digunakan untuk pengujian triaksial Unconsolidated Undrained (UU) (ASTM D2850, 2017) untuk memperoleh parameter kuat geser tanah, yaitu kohesi tanah (c) dan sudut geser dalam (ϕ) (T. Wang et al., 2021). Proses pengambilan sampel tanah dan pengujian tanah yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.

 

Gambar 3

Pengambilan Sampel Tanah Disturbed dan Undisturbed

 

 

 

Gambar 4

Pengujian Tanah Dasar

 

Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No : PM 60 Tahun 2012 lapisan balas adalah material batu pecah (agregat) dengan ukuran 25-60 mm yang mengalami konsentrasi tegangan terbesar akibat lalu lintas pada jalan rel. Balas berfungsi sebagai penahan beban utama untuk mendistribusikan dan mengurangi beban roda ke tingkat yang dapat ditoleransi untuk lapisan sub balas (M. Singh, 2019). Sampel balas yang diambil adalah batu pecah 25-60 mm yang digunakan pada lokasi penelitian. Pengujian batu balas yang dilakukan meliputi, pemeriksaan berat jenis dan penyerapan air agregat kasar (ASTM C 127), analisis saringan agregat kasar (ASTM C 136), �uji keausan dengan los angeles� (ASTM C 131) (Fernandes et al., 2008). Proses pengujian agregat batu balas dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.

 

Gambar 5

Pengujian Material Balas

 

Sub balas adalah lapisan yang berfungsi sebagai filter antara tanah dasar dan balas yang harus dapat mengalirkan air dengan baik dan sebagai pengurang tegangan� (Trani, L. D., 2009). Material sub balas diperoleh dari penyuplai material, Pengujian sub balas meliputi, analisis saringan (ASTM C 136), uji berat isi dan rongga agregat (ASTM C 29) (Touqan et al., 2020). Proses pengujian material sub balas yang direncanakan dapat dilihat pada Gambar 6 berikut.

Gambar 6

Pengujian Material Sub Balas

 

Selain data material tanah dasar dan agregat balas atau sub balas, data properties geotekstil juga diperlukan sebagai stabilisator pada metode penanganan mud pumping. Geotekstil yang digunakan sebagai material perbaikan tanah harus memiliki spesifikasi yang jelas untuk memperoleh manfaat teknis. Data properties diperoleh dari produsen produk geotekstil yang telah melakukan uji laboratorium sesuai dengan standar ASTM dalam uji material tekstil.

Setelah data laboratorium dan geotekstil diperoleh selanjutnya akan dilakukan analisis numerik dengan bantuan program Slope/W. Metode analisis yang digunakan pada program Slope/W adalah metode Morgenstern-Price, metode Spencer, dan metode Bishop. Data inpu�t adalah hasil pengujian parameter berat jenis, kohesi dan sudut geser dalam (Mohr Coulomb), pembebanan struktur jalan rel dan properties geotekstil, sedangkan hasil output berupa grafik bidang gelincir dan nilai Safety Factor (SF) minimum sebagai syarat aman adalah SF ≥ 1,5 (R. R. Pratama, 2021). Analisis disimulasikan berdasarkan kondisi-kondisi yang direncanakan, yaitu:

1.       Kondisi eksisting (awal tanpa perkuatan/stabilisator).

2.       Kondisi perbaikan dengan pemasangan lembaran geotekstil woven 250 gr.

3.       Kondisi perbaikan dengan pemasangan geotektil woven 250 gr dan penggantian lapisan sub balas tebal 5 cm.

4.       Kondisi perbaikan dengan pemasangan geotektil woven 250 gr dan penggantian lapisan sub balas tebal 10 cm.

5.       Kondisi perbaikan dengan pemasangan geotektil woven 250 gr dan penggantian lapisan sub balas tebal 15 cm.

6.       Kondisi perbaikan dengan pemasangan geotektil woven 250 gr dan penggantian lapisan sub balas tebal 20 cm.

7.       Kondisi perbaikan dengan pemasangan geotektil woven 250 gr dan penggantian lapisan sub balas tebal 25 cm.

Lenturan track (creep of rail) menurut Komite Nasional Keselamatan Transportasi (2005) disebut juga genjotan yang merupakan pergerakan longitudinal pada jalan rel. Lenturan track adalah hal yang sangat wajar pada jalan kereta api, namun besarannya mampu membuat efek yang berbeda. Lenturan yang sangat besar dapat menyebabkan skilu pada jalan kereta api. Salah satu penyebab skilu adalah adanya mud pumping yang terjadi pada jalan rel ketika ada ruang kosong di bawah bantalan akibat materi sub balas dan tanah dasar yang jenuh air naik ke permukaan balas ketika ada jalan rel dilewati kereta api (Nguyen et al., 2021).

Pengamatan dilakukan secara periodik untuk mengukur lenturan dan skilu pada jalan rel setelah dilakukan penanganan terhadap mud pumping di lokasi pengamatan. Pengamatan dilakukan selama 50 hari dengan kondisi jalan rel aktif dilalui kereta api. Alat ukur yang digunakan adalah densometer yang dipasang per 3 meter dengan konfigurasi seperti Gambar 7. Batasan skilu ditentukan berdasarkan kecepatan maksimum kereta dengan ketentuan berikut:

1.     4 mm/m atau 12 mm/3 m (6 bantalan), V < 60 Km/Jam

2.     3 mm/m atau 9 mm/3 m (6 bantalan), 60 Km/Jam < V < 90 Km/Jam

3.     2,5 mm/m atau 7 mm/3 m (6 bantalan), V > 90 Km/Jam

 

Gambar 7

Konfigurasi pemasangan alat ukur densometer

 

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan beban gandar dan data stamformasi KA di Divre III Palembang yang melewati wilayah pemeliharaan jalan rel UPT Resor Jalan Rel III.3 Payakabung, rangkaian yang memiliki beban gandar terbesar adalah KA Barasimpang. Stamformasi KA Barasimpang terdiri dari 1 lokomotif penarik (CC 206) dan 30 gerbong datar (GD 54 T). Berdasarkan rangkaian KA Barasimpang tersebut perhitungan distribusi beban pada gandar menggunakan beban rencana lokomotif sebagai berat paling besar yaitu 90 ton. Sehingga besarnya beban statis roda pada gandar adalah sebesar 7,5 ton. Jadi distribusi beban akibat lokomotif yang digunakan pada penelitian ini adalah Proda adalah 7,5 ton atau 73,55 kN.

Hasil dari uji laboratorium material tanah dasar pada lokasi A dan B termasuk kedalam klasifikasi tanah berpasir bergradasi buruk atau sedikit menganduk butir halus (Sand poor graded/SP). Tanah dasar pada lokasi A memiliki berat jenis sebesar� 1,819 kg/cm3, sudut geser dalam (ϕ) 12,71� dan kohesi (phi) 0,29 kg/cm2, sedangkan pada lokasi B memiliki berat jenis sebesar 2,33 kg/cm3, sudut geser dalam (ϕ) 17,43� dan kohesi (phi) 0,5 kg/cm2. Secara rinci hasil pengujian laboratorium tanah dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

 

Tabel 1

Rekapitulasi Hasil Pengujian Material Tanah Dasar

Parameter

Satuan

Lokasi A

Lokasi B

Syarat

Analisis saringan

-

Sand poor graded (SP)

Sand poor graded (SP)

Hindari tanah berbutir halus / alluvial

-

Liquid limit (LL)

40,21

31,36

Plastic limit (PL)

34,20

25,56

Plasticity Index (PI)

6,01

5,80

Kadar air disturbe

%

51,40

45,87

Kadar air undisturbe

%

25,59

26,31

Kadar air optimum

%

19,30

19,53

-

Berat jenis

gr/cm3

1,819

2,33

-

Nilai CBR

%

11,09

12,64

≥ 8%

Sudut geser dalam

(�)

12,71

17,43

-

Kohesi

kg/cm2

0,29

0,50

-

 

Berdasarkan hasil pengujian laboratorium material balas atau agregat batu pecah ukuran 25-60 mm yang digunakan di Wilayah UPT Resor Jalan Rel III.3 Payakabung, material batu pecah telah memenuhi syarat standar batu balas yang tercantum PM Perhubungan Nomor 60 Tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalur kereta api. Nilai berat jenis batu pecah material balas adalah 2,688 gr/cm3. Hasil pengujian material balas dirangkum dalam Tabel 2 berupa rekapitulasi parameter dan hasil pengujian di laboratorium sebagai berikut.

 

Tabel 2

Rekapitulasi Hasil Pengujian Material Balas

Parameter

Satuan

Hasil

Syarat

Keausan Agregat

%

17,56

� 25%

Berat Jenis

gr/cm3

2,688

≥ 2,6

Penyerapan Agregat

%

0,8

-

Kadar Air Agregat

%

0,23

-

Kadar Lumpur

%

0,1

≤ 0,5%

 

Agregat sub balas rencana yang diuji pada penelitian ini ada dua jenis, yaitu sampel kerikil atau pasir sungai dan batu pecah atau split. Berdasarkan pengujian diperoleh hasil bahwa material kerikil dan pasir sungai memenuhi persentase batas atas dan bawah syarat teknis jalur kereta api, sedangkan material batu pecah tidak memenuhi. Berikut adalah Gambar 8 gradasi butiran kerikil dan pasir sungai yang memenuhi syarat.

 

Gambar 8

Gradasi Butiran Kerikil dan Pasir Sungai Rencana Sub Balas

 

Berdasarkan tabel hasil uji berat isi diperoleh bahwa berat isi kerikil dan pasir sungai adalah sebesar 1,583 gr/cm3, sedangkan pada agregat batu pecah diperoleh sebesar 1,553 gr/cm3. Hasil uji analisis saringan yang memenuhi spesifikasi adalah material kerikil atau pasir sungai, sehingga material tersebut digunakan dalam perhitungan rencana metode perbaikan di lokasi mud pumping dengan menggunakan program Slope/W.

Geotekstil woven dipilih karena dapat meningkatkan stabilitas tanah dasar dan memiliki nilai tahan tarik lebih tinggi dibandingkan dengan geotekstil nonwoven (tidak dianyam) serta mempunyai nilai resapan (permeability) yang baik (R. T. Pratama, 2021). Menurut Indian Railways (RDSO, 2007) bahwa ketebalan sub balas pada jalan rel dapat dikurangi dengan penggunaan geotekstil woven, karena memiliki ketahanan terhadap tarik dan geser serta memberikan solusi ekonomis. Berdasarkan data spesifikasi produk geotekstil woven dari PT. Indotex Bangun Mandiri (2021), geotekstil ini lebih cocok digunakan untuk konstruksi jalan rel yang memiliki geseran dinamis akibat beban kereta api. Berikut adalah Tabel 3� berisi rangkuman data propertis hasil pengujian material geotekstil woven 250 gr yang digunakan pada penelitian ini.

 

Tabel 3

Hasil Pengujian Geotekstil Woven 250 Gr

Jenis Uji

Hasil Uji

Acuan Uji

Berat, g/m2

257

ASTM D5261-10

Tebal, mm

1,05

ASTM D5199-12

Kuat tarik, kN/m

51,9

ASTM D 4595-11

Kekuatan sobek, N

769

ASTM D 4533/D4533M-15

Mulur, %

36,9

ASTM D 4595-11

Indeks tusukan, N

625

ASTM D 4833/ D483-07(2013)

Permitivitas, detik-1

0,0392

ASTM D4491/D4491M-17

Ukuran pori O95, mm

0,352

ASTM D4751-16

Sumber : PT. Indotex Bangun Mandiri (2021)

 

Besaran nilai parameter yang diisi pada input program Slope/W diperoleh dari hasil pengujian material di laboratorium dan data properties material lainnya. Besaran nilai parameter input disajikan dalam Tabel 4 berikut ini.

 

Tabel 4

Rekapitulasi Data Input Slope/W


Material

Parameter

Besaran

Satuan

Tanah A

Model

Mohr-Coulomb

-

Berat jenis

17,84

kN/m3

Phi

28,43

Kpa

ϕ

12,71

(�)

Tanah B

Model

Mohr-Coulomb

-

Berat jenis

22,86

kN/m3

Phi

49,03

Kpa

ϕ

17,43

(�)

Balas

Model

Mohr-Coulomb

-

Berat jenis

26,36

kN/m3

Phi

-

Kpa

ϕ

35

(�)

Sub balas

Model

Mohr-Coulomb

-

Berat jenis

15,52

kN/m3

Phi

-

Kpa

ϕ

20

(�)

Geotekstil

Kap. tarik

51,9

kN

Beban

Terpusat

73,5

kN

Merata

23,5

Kn/m3

 

Masing-masing kondisi disesuaikan dengan data input pada parameter yang diperlukan. Slope/W kemudian di-running hingga memperoleh hasil Safety Factor (SF) atau nilai faktor keamanan terhadap bidang gelincir. Hasil running pada kertas kerja (worksheet) menampilkan grafik garis keruntuhan atau gelincir pada sturuktur jalan rel, dengan garis simulasi tension crack serta nilai Safety Factor (SF) kritis dibandingkan dengan syarat SF minimum yaitu 1,5 (Nalgire et al., 2020). Berikut adalah contoh pada Gambar 9 grafik nilai faktor keamanan dan Tabel 5 yang menampilkan rekapitulasi nilai Safety Factor (SF) kritis pada output program Slope/W pada lokasi A dan B.

 

Gambar 9

Grafik Output Slope/W pada Lokasi A dan B

�

 

Tabel 5

Rekapitulasi Data Output Slope/W

No.

Metode Analisis

Kondisi/Metode penanganan

SF kritis

Status

SF kritis

Status

Lokasi A

Lokasi B

1

M-P

Eksisting

0,814

Tidak aman

1,067

Tidak Aman

 

2

M-P

Geotekstil

3,589

Aman

8,225

Aman

 

3

M-P

Geotekstil+Sub balas 5 cm

3,739

Aman

9,973

Aman

 

4

M-P

Geotekstil+Sub balas 10 cm

3,98

Aman

9,526

Aman

 

5

M-P

Geotekstil+Sub balas 15 cm

4,360

Aman

10,494

Aman

 

6

M-P

Geotekstil+Sub balas 20 cm

4,666

Aman

0,729

Tidak Aman

 

7

M-P

Geotekstil+Sub balas 25 cm

0,878

Tidak aman

0,728

Tidak Aman

 

8

Spencer

Eksisting

0,813

Tidak aman

1,076

Tidak Aman

 

9

Spencer

Geotekstil

3,602

Aman

8,292

Aman

 

10

Spencer

Geotekstil+Sub balas 5 cm

3,925

Aman

9,972

Aman

 

11

Spencer

Geotekstil+Sub balas 10 cm

3,98

Aman

9,54

Aman

 

12

Spencer

Geotekstil+Sub balas 15 cm

4,417

Aman

10,48

Aman

 

13

Spencer

Geotekstil+Sub balas 20 cm

5,09

Aman

0,727

Tidak Aman

 

14

Spencer

Geotekstil+Sub balas 25 cm

0,876

Tidak aman

0,727

Tidak Aman

 

15

Bishop

Eksisting

0,82

Tidak aman

1,117

Tidak Aman

 

16

Bishop

Geotekstil

3,547

Aman

8,16

Aman

 

17

Bishop

Geotekstil+Sub balas 5 cm

3,691

Aman

9,974

Aman

 

18

Bishop

Geotekstil+Sub balas 10 cm

3,945

Aman

9,514

Aman

 

19

Bishop

Geotekstil+Sub balas 15 cm

4,333

Aman

10,512

Aman

 

20

Bishop

Geotekstil+Sub balas 20 cm

4,648

Aman

0,738

Tidak Aman

 

21

Bishop

Geotekstil+Sub balas 25 cm

0,903

Tidak aman

0,738

Tidak Aman

 

 

Berdasarkan Tabel 5, nilai SF dibawah 1,5 tidak memenuhi standar desain untuk metode penanganan mud pumping, berikut adalah grafik yang menggambarkan perubahan setiap ketebalan sub balas terhadap nilai Safety Factor (SF) pada Gambar 10 di berikut ini.

 

Gambar 10

Grafik Safety Factor (SF) Kritis Terhadap Ketebalan Sub Balas

Title: Grafik Hubungan Ketebalan Sub Balas dan Safety Factor

Pada kondisi eksisiting lokasi A dan B memiliki nilai SF kritis yang rendah. Apabila dilakukan perbaikan dengan pemasangan geotekstil nilai SF akan bertambah, dan juga ketika penggantian sub balas dilakukan dengan penambahan 5 cm pada setiap tahapannya hingga 25 cm, nilai SF berubah naik dan turun kembali pada titik melewati ketebalan optimum. Pada lokasi A nilai SF maksimum hingga mencapai ketebalan 20 cm, sedangkan untuk lokasi B nilai SF maksimum berada pada ketebalan sub balas 15 cm.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2012 yang menyatakan tebal maksimum sub balas 15 cm, pada penelitian ini diperloleh hasil bahwa dengan pemasangan geotekstil dapat mengoptimalkan tebal lapisan sub menjadi optimum 15 cm. Metode penanganan mud pumping ini diterapkan di lokasi Km 375+000/100 jalur hulu. Perbaikan dilakukan pada track sepanjang 180 cm dengan material sub balas baru yaitu kerikil atau pasir sungai dengan ketebalan 10-15 cm. Selain penggantian sub balas juga dipasang lapisan geotekstil woven 250 gr lebar 4 meter yang memiliki kuat geser 51,9 Kpa yang diperhitungkan mampu menerima tegangan akibat beban overburden di atasnya.

Berdasarkan kecepatan maksimum kereta yang melewati petak jalan tersebut adalah 80 km/jam sehingga termasuk kategori kecepatan 60 Km/Jam < V < 90 Km/Jam yaitu dengan batas 3 mm/m atau 9 mm/3 (6 bantalan). Berikut adalah grafik hasil pengukuran lenturan dan skilu yang dilakukan di lokasi mud pumping Km 375+000/100 jalur hulu yang ditampilkan pada Gambar 11 dan Gambar 12.

 

Gambar 11

Grafik Lenturan Track pada Pengamatan Selama 50 Hari

 

 

 

Gambar 12

Grafik Hasil Pengukuran Skilu Pada Pengamatan Selama 50 Hari

 

 

Berdasarkan hasil pengujian lenturan track diperoleh bahwa lenturan tertinggi terjadi pada hari ke-5 sebesar 4,48 mm. hasil pengolahan data lenturan track, maka diperoleh nilai skilu tertinggi di lokasi perbaikan mud pumping adalah pada hari ke-5 dengan besaran skilu 2,06 mm yang terjadi antara titik tinjau terhadap jarak 3 meter setelahnya. Nilai tersebut tergolong aman dengan toleransi pada kecepatan 80 Km/Jam adalah 9 mm per 3 meter (Menteri Perhubungan, 2011). Masih terdapat lenturan yang terjadi namun masih dalam batas aman dan wajar selama tidak melebihi toleransi skilu (KNST, 2005).

Pengamatan visual yang dilakukan selama 50 hari menunjukkan tidak ada indikasi mud pumping yang terjadi setelah dilakukan penanganan. Berdasarkan analisis tersebut disimpulkan bahwa penggantian sub balas dan pemasangan geotekstil woven dapat mengembalikan fungsi filtasi dan dranase pada struktur bawah jalan. Sesuai dengan pernyataan Aw & Eng Sew, (2007) bahwa pasir merupakan filter yang dapat menjaga tanah agar tidak perpindah ke lapisan balas sekaligus dapat mengalirkan air dan pemasangan geotekstil woven yang juga cara yang efektif sebagai saparator atau pemisah tanah dasar dan lapisan diatasnya yang dapat meloloskan air (Pratama (2021). Sehingga metode ini mampu mengatasi kerusakan mud pumping dan menambah durability time dalam upaya penstabilan tanah dasarnya serta dapat menjaga keamanan perjalanan kereta api sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 23 tahun 2011.

 

Kesimpulan

Hasil pengujian material eksisting tanah dasar dan balas yang dilakukan di lokasi A Km 375+ 000/100 PYK-SIG dan lokasi B Km 371+ 400/500 PYK-SDN diperoleh bahwa pada lokasi A dan B tanah termasuk jenis tanah� pasir bergradasi buruk dan sedikit mengandung butir halus. Tanah dasar pada lokasi A memiliki Gs = 1,819 gr/cm3, ϕ = 12,71�dan phi = 0,29 kg/cm2, sedangkan pada lokasi B memiliki Gs = 2,33 gr /cm3, ϕ = 17,43� dan phi = 0,5 kg/cm2.

Berdasarkan hasil analisis numerik menggunakan program Slope/W. Pemasangan geotekstil dan penggantian sub balas akan menambah nilai SF. Ketebalan sub balas optimum untuk mencapai syarat SF aman pada lokasi A adalah 20 cm, sedangkan pada lokasi B adalah 15 cm. Apabila ketebalan ditambah lagi maka output SF kembali menjadi tidak aman.

Metode penggantian sub balas dan pemasangan geotekstil woven dapat mengembalikan fungsi filtasi dan dranase pada struktur bawah jalan. Metode efektif mengatasi kerusakan mud pumping dan menambah durability time. Pengukuran skilu selama 50 hari setelah perbaikan diperoleh hasil aman dengan skilu tertinggi adalah 2,06 mm (toleransi = 9 mm/3m) dan lenturan tertinggi 4,48 mm.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Aw, & Eng Sew. (2007). Low Cost Monitoring System to Diagnose Problematic Rail Bed: Case Study at a Mud Pumping Site (Issue 2001). Massachusetts Institute Of Technology.

 

Chawla, S., & Shahu, J. T. (2016). Reinforcement and mud-pumping benefits of geosynthetics in railway tracks: Model tests. Geotextiles and Geomembranes, 44(3), 366�380. https://doi.org/10.1016/j.geotexmem.2016.01.005

 

Fernandes, G., Palmeira, E. M., & Gomes, R. C. (2008). Performance of geosynthetic-reinforced alternative sub-ballast material in a railway track. Geosynthetics International, 15(5), 311�321. https://doi.org/10.1680/gein.2008.15.5.311

 

Gradkowski, K. (2016). Interaction Extent of the Planar Geotextile Reinforcement Subgrade of Roads and Rail Routes. Procedia Engineering, 153, 203�207. https://doi.org/10.1016/j.proeng.2016.08.103

 

Hudson, A., Watson, G., Le Pen, L., & Powrie, W. (2016). Remediation of Mud Pumping on a Ballasted Railway Track. Procedia Engineering, 143(Ictg), 1043�1050. https://doi.org/10.1016/j.proeng.2016.06.103

 

Indraratna, B., Singh, M., Nguyen, T. T., Leroueil, S., Abeywickrama, A., Kelly, R., & Neville, T. (2020). Laboratory study on subgrade fluidization under undrained cyclic triaxial loading. Canadian Geotechnical Journal, 57(11), 1767�1779. https://doi.org/10.1139/cgj-2019-0350

 

KNST. (2005). Laporan Investigasi Kecelakaan Kereta Api. Komite Nasional Keselamatan Transportasi Departeman Perhubungan Republik Indonesia 2005 2005.

 

Menteri Perhubungan. (2011). Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 32 Tahun 2011 Tentang Standar dan Tata Cara Perawatan Prasarana Perkeretaapian. Menteri Perhubungan Republik Indonesia.

 

Nalgire, T., Dahale, P. P., Mehta, A. A., & Hiwase, P. D. (2020). Slope Stability Analysis by GeoSlope. 10, 71�75. https://doi.org/https://doi.org/10.29042/2020-10-1-71-75

 

Nguyen, T. T., & Indraratna, B. (2021). Rail track degradation under mud pumping evaluated through site and laboratory investigations. International Journal of Rail Transportation, 00(00), 1�28. https://doi.org/10.1080/23248378.2021.1878947

 

Nguyen, T. T., Indraratna, B., Kelly, R., Phan, N. M., & Haryono, F. (2019). Mud pumping under railtracks: Mechanisms, assessments and solutions. Australian Geomechanics Journal, 54(4), 59�80.

 

Nguyen, T. T., Indraratna, B., & Singh, M. (2021). Dynamic parameters of subgrade soils prone to mud pumping considering the influence of kaolin content and the cyclic stress ratio. Transportation Geotechnics, 29. https://doi.org/10.1016/j.trgeo.2021. 100581

 

Pratama, R. R. (2021). Analisis stabilitas lereng dengan perkuatan dinding penahan tanah berjenjang tipe concrete cantilever menggunakan program plaxis 8.6. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia.

 

Pratama, R. T. (2021). Analisis Perbaikan Tanah Menggunakan Geotekstil Pada Lapisan Subgrade Proyek Pekerjaan Jalan ( Studi Kasus : Peningkatan Jalan G . Obos XXIV Kota Palangka Raya ). 4(2), 148�154.

 

PT. Indotex Bangun Mandiri. (2021). Geotextile Woven. Indotexbangunmandiri.com.

 

RDSO. (2007). Guidelines For Blanket Layer Provision On Track Formation With Emphasis On Heavy Axle Load Train Operation. Government Of India Ministry Of Railways.

 

Singh, M. (2019). Subgrade Instability and Fluidisation Under Cyclic Railway Loading. University of Wollongong School.

 

Singh, R. P., Nimbalkar, S., Singh, S., & Choudhury, D. (2019). Field assessment of railway ballast degradation and mitigation using geotextile. Geotextiles and Geomembranes, 48(3), 275�283. https://doi.org/10.1016/j.geotexmem.2019. 11.013

 

Touqan, M., Ahmed, A., El, H., & Stark, T. (2020). Static and cyclic characterization of fouled railroad sub-ballast layer behaviour. Soil Dynamics and Earthquake Engineering, 137(May), 106293. https://doi.org/10.1016/j.soildyn.2020.106293

 

Trani, L. D. (2009). Application of constriction size based filtration criteria for railway subballast under cyclic conditions. University of Wollongong.

 

Wan, Z., Bian, X., Li, S., Chen, Y., & Cui, Y. (2020). Remediation of mud pumping in ballastless high-speed railway using polyurethane chemical injection. Construction and Building Materials, 259, 120401. https://doi.org/10.1016/j.conbuildmat.2020.120401

 

Wang, F., Pang, W., Qin, X., Han, L., & Jiang, Y. (2021). Durability-aimed design criteria of cement-stabilized loess subgrade for railway. Applied Sciences (Switzerland), 11(11). https://doi.org/10.3390/app11115061

 

Wang, T., Luo, Q., Zhang, L., Xiao, S., & Fu, H. (2021). Dynamic response of stabilized cinder subgrade during train passage. Construction and Building Materials, 270(xxxx), 121370. https://doi.org/10.1016/j.conbuildmat.2020.121370

 

Yonghui, S., Linrong, X., Ying, Z., Yali, H., & Ning-Yi, O. U. (2017). Experimental study on the dynamic features of cement-stabilized expansive soil as subgrade filling of heavy haul railway. Journal of Engineering Science and Technology Review, 10(6), 136�145. https://doi.org/10.25103/jestr.106.18

 

Zhang, X., Zhao, C., & Zhai, W. (2019). Importance of load frequency in applying cyclic loads to investigate ballast deformation under high-speed train loads. Soil Dynamics and Earthquake Engineering, 120 (August 2018), 28�38. https://doi.org/10.1016/ j.soildyn.2019.01.023

Copyright holder:

Ageng Trisno Sugita, Yulindasari Sutejo, Edi Kadarsa (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: