Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 7, No. 12, Desember 2022
PENGARUH VARIETAS DAN
FREKUENSI PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG MERAH
Subandi Nur
Fakultas
Pertanian/SPs Unswagati Cirebon, Indonesia
E-mail:
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini
bertujuan mengidentifikasi lengas tanah/kadar air pada perlakuan frekuensi
penyiraman, mendapatkan varietas bawang merah yang menghasilkan pertumbuhan dan
hasil paling tinggi pada perlakuan frekuensi penyiraman, mengetahui adanya
interaksi antara varietas bawang merah dan frekuensi penyiraman yang diujikan
dilihat dari variabel pertumbuhan dan hasil bawang merah. Penelitian lapangan dilakukan
di Desa Pulosari Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes selama tiga bulan (Juni
sampai dengan Agustus 2020). Rancangan percobaan yang digunakan ialah rancangan
petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak utama ialah tiga varietas bawang
merah (V1 = Bima, V2 = Kuning dan V3 = Sumenep). Anak petak ialah frekuensi
penyiraman (F1 = satu kali sehari, F2 = dua kali sehari). Data yang diperoleh
dianalisa dengan menggunakan analisis sidik ragam pada taraf kesalahan 5 %,
apabila terjadi perbedaan nyata dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil
(BNT) taraf 5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kadar lengas tanah
tertinggi pada perlakuan frekuensi penyiraman dua kali sehari (36,05 mm.10 cm-1),
varietas bawang merah yang menghasilkan pertumbuhan dan hasil paling tinggi
pada perlakuan frekuensi penyiraman adalah Sumenep (V3) dan adanya interaksi
varietas dan frekuensi penyiraman terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah.
Kata Kunci: Varietas bawang
merah, Frekuensi penyiraman, hasil bawang merah.
Abstract
This study aims to identify soil moisture / moisture
content in watering frequency treatment, obtain onion varieties that produce
the highest growth and yield in watering frequency treatment, determine the
interaction between onion varieties and watering frequency tested in terms of
growth variables and onion yield. Field research was conducted in Pulosari
Village, Brebes District, Brebes Regency for three months (June to August
2020). The experimental design used was a separate plot design with three
repetitions. The main plots are three varieties of shallots (V1 = Bima, V2 =
Yellow and V3 = Sumenep). The plot is the frequency of watering (F1 = once a
day, F2 = twice a day). The data obtained were analyzed using fingerprint
analysis at an error level of 5%, if there was a real difference followed by
the Smallest Real Difference Test (BNT) at the level of 5%. The results showed
that the highest soil moisture content in the treatment frequency of watering
twice a day (36.05 mm.10 cm-1), the variety of shallots that produced the
highest growth and yield in the treatment of watering frequency was Sumenep
(V3) and the interaction of varieties and frequency of watering on the growth
and yield of shallots.
Keywords: onion variety, Watering frequency, onion yield.
Pendahuluan
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran
unggulan yang memiliki arti penting bagi masyarakat, baik dilihat dari
penggunaannya sebagai bumbu masak yang dibutuhkan sehari-hari ataupun dari
nilai ekonominya yang tinggi. Setiap tahun permintaan bawang merah untuk
konsumsi dan bibit dalam negeri mengalami peningkatan. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, maka produksi dan mutu hasil bawang merah harus selalu ditingkatkan.
Usaha tani bawang merah menyebar di hampir semua provinsi di Indonesia. Bawang
merah dapat diusahakan di dataran rendah sampai dataran tinggi, pada lahan
bekas sawah/padi, lahan kering dan lahan pekarangan (Sumarni
dkk., 2012).
�Pengembangan
varietas dan evaluasi varietas bawang merah yang tersedia adalah strategi
berkelanjutan untuk meningkatkan produktivitas dan produksi bawang
merah.Pengembangan varietas baru adalah proses yang panjang dan mahal yang juga
perlu penanganan khusus. Namun evaluasi varietas bawang merah yang ada untuk
beradaptasi dalam berproduksi pada kondisi lingkungan tertentu adalah cara yang
lebih cepat untuk meningkatkan produksi bawang merah. Para petani memilih
varietas untuk penanaman tergantung pada sejumlah faktor yang meliputi antara
lain potensi produksi, permintaan pasar, kemampuan beradaptasi pada lingkungan,
ketersediaan benih dan harga (Baliyan,
2014).
Dikatakan oleh Dawar (2007),
bahwa varietas dan spesies yang sama tumbuh di lingkungan yang sama sering
merespon yang berbeda.
�Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil
bawang merah ialah faktor genetik, antara lain penggunaan varietas. Kultivar
sebuah tanaman akan memberikan hasil yang tidak sama di bawah kondisi
agroklimat yang berbeda dan berbagai kultivar dari spesies yang sama dan tumbuh
di lingkungan yang sama dapat memberikan hasil yang berbeda, hal ini sebagai
kinerja kultivar yang terutama tergantung pada interaksi genetik dan lingkungan
(Sumarni
dkk., 2012 dan Kimani et al. 1993 dalam Baliyan, 2014).
Kelembaban
tanah merupakan faktor yang penting yang mempengaruhi hasil bawang merah, sebab
bawang merah sangat sedikit mengambil air dari kedalaman tanah 0,6 m, tetapi
lebih banyak mengambil air pada kedalaman 0,3 m dari permukaan tanah. Dengan
demikian area tanah bagian atas harus dijaga kelembabannya untuk merangsang
pertumbuhan akar dan menyediakan air yang cukup bagi tanaman (Roy
dkk., 2014; Mutetwa dkk., 2014). Dikatakan oleh Suwandi
dan Hilman (1995)
bahwa, faktor lingkungan yang ikut menentukan keberhasilan tanaman bawang merah
adalah ketersediaan air. Jumlah dan waktu pengairan yang harus diberikan pada
tanaman bergantung pada keadaan iklim, kandungan air tanah, tingkat pertumbuhan
tanaman dan sifat perakaran tanaman. Pada tanaman bawang merah kekurangan air
umumnya terjadi pada periode pembentukan umbi, sehingga dapat menurunkan
produksi, padahal pembentukan umbi merupakan periode kritis bagi tanaman bawang
merah. Untuk menanggulangi masalah ini perlu adanya pengaturan ketinggian muka
air tanah.
Dikatakan
oleh Gwari (2014)
bahwa, bawang sangat sensitif terhadap cekaman kekurangan air terlepas dari
sistem irigasi yang digunakan, hal ini menyebabkan hasil dan kualitas biasanya
di bawah harapan jika tanaman bawang mengalami kekurangan air. Singh dan
Alderfer (1996)
dalam Zayton (2007)
melaporkan bahwa, tanah yang mengalami cekaman kekurangan air selama
tahap-tahap pertumbuhan mengarah pada pengurangan hasil bawang merah.
Ditambahkan bahwa bawang merah lebih sensitif terhadap cekaman kekurangan air
selama pembentukkan dan pembesaran umbi dari pada selama tahap pertumbuhan
vegetatif. Tanaman bawang merah yang diairi dengan interval cukup lama (30 hr)
pertumbuhan dan hasilnya kurang baik dibandingkan dengan tanaman bawang merah
yang diairi dengan interval lebih pendek (10 hr, 15 hr dan 20 hr).
Ketersediaan
air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman sangat penting. Air
merupakan komponen vital bagi setiap kehidupan serta gizi yang sangat penting
bagi tanaman. Peranan air bagi tanaman sebagai pelarut berbagai senyawa molekul
organik (unsur hara) dalam tanah kedalam tanaman, medium untuk transport zat
terlarut organik dan anorganik, menjaga turgiditas sel, bahan baku fostosintesis,
proses hidrolisis dan reaksi-reaksi kimia lainnya dalam tanaman serta pengatur
suhu bagi tanaman. Karena adanya kebutuhan air yang tinggi dan pentingnya air,
tanaman memerlukan sumber air yang tetap untuk tumbuh dan berkembang. Bahkan
untuk jenis tanah yang cukup porous, penyiraman bisa dilakukan minimal setiap
hari satu kali. Apabila ketersediaan air tanah kurang bagi tanaman, maka
akibatnya air sebagai bahan baku fotosintesis, transportasi unsur hara ke daun
akan terhambat, sehingga akan berdampak pada produksi yang dihasilkan oleh
tanaman (Gardner
et.al., 1991, Salisbury dan Ross, 1995, Saidi, 2006 dan Murwati dan Sutardi,
2016).
Salah
satu cara untuk meningkatkan produksi bawang merah adalah dengan menggunakan
varietas, terpenuhinya persyaratan tumbuh dan melakukan perbaikan teknik
budidaya (Sumarni
dan Hidayat, 2005).
Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni
sampai dengan bulan Agustus 2020. Penelitian ini dilaksanakan dilahan sawah di
desa Pulosari Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes. Ketinggian tempat kurang lebih
3 m di atas permukaan laut, jenis tanah Aluvial, curah hujan rata-rata pertahun
1.708 mm. Dengan jumlah hari hujan 129 hh.
�Bahan yang diperlukan
antara lain benih tiga varietas bawang merah (Bima, Kuning dan Sumenep), pupuk
anorganik (ZA, Urea, SP-36 dan KCl ), air dan pestisida. Adapun alat yang
diperlukan antara lain timbangan, alat tulis, penggaris, cangkul, glampeng,
ember, hand sprayer, gembor, termometer tanah dan termohygrometer.
Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan petak
terpisah dengan 3 (tiga) ulangan.Petak utama ialah varietas bawang merah (V),
terdiri V1 = Bima, V2 = Kuning dan V3 = Sumenep. Anak petak ialah frekuensi
penyiraman (F), terdiri F1 = satu kali sehari dan F2 = dua kali sehari (Gomes
KA. dan AA. Gomes, 1995). Berdasarkan rancangan
tersebut terdapat 6 kombinasi perlakuan, dengan 3 kali ulangan, maka akan
terdapat 18 petak percobaan yang berasal dari (3 X 2 X 3). Luas petak percobaan
1 m X 2 m = 2 m2. Jarak tanam 20 cm X 20 cm (50 tanaman per petak
perlakuan). Pemeliharaan tanaman (pemupukan, penyiangan, pengendalian OPT)
dilakukan secara intensif. Pengamatan dilakukan terhadap variabel penelitian
yaitu : a. Lengas tanah, b. Tinggi tanaman, c. Jumlah daun, d. Luas daun, e.
Panjang akar, f. Jumlah anakan, g. Bobot umbi segar tiap rumpun (gr/rumpun) dan
h. Bobot umbi kering tiap rumpun (gr/rumpun).
�Data yang diperoleh
dianalisa dengan menggunakan analisis sidik ragam pada taraf kesalahan 5 %,
apabila terjadi perbedaan nyata dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil
(BNT) 5 %.
Hasil
dan Pembahasan
Hasil analisis statistik
pada Tabel 1. menunjukkan bahwa varietas mempunyai respon nyata terhadap tinggi
tanaman dan sangat nyata terhadap jumlah daun, luas daun, panjang akar, laju
pertumbuhan, jumlah anakan, bobot umbi segar dan bobot umbi kering. Frekuensi
penyiraman berpengaruh pada jumlah daun, panjang akar, laju pertumbuhan, bobot
umbi segar dan bobot umbi kering. Adapun interaksi varietas dengan frekuensi
penyiraman berpengaruh pada tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar dan bobot
umbi kering.
�
Tabel
1
Hasil
Analisis Berbagai Pengamatan Pada Berbagai Perlakuan
Variabel |
Sumber
Keragaman |
||
F |
V |
FV |
|
Lengas
tanah |
** |
ns |
ns |
Tinggi Tanaman |
ns |
* |
** |
Jumlah Daun |
* |
** |
* |
Luas Daun |
ns |
** |
ns |
Panjang akar |
* |
** |
** |
Laju Pertumbuhan |
** |
** |
ns |
Jumlah Anakan |
ns |
** |
ns |
Bobot Umbi Segar |
* |
** |
ns |
Bobot Umbi
Kering |
** |
** |
* |
Keterangan
:
** : Berpengaruh sangat
nyata
* : Berpengaruh nyata
ns : Tidak berpengaruh
nyata
F : Frekuensi penyiraman
V : Varietas
FV : Interaksi Frekuensi
penyiraman dengan Varietas
Pertumbuhan
Tanaman
Tabel 2. menunjukkan
bahwa, varietas Bima (V1) memiliki pertumbuhan tertinggi pada tinggi tanaman
(35,18 cm), kemudian diikuti oleh varietas Sumenep (V3) dengan tinggi tanaman
(33,33 cm) dan varietas Kuning (V2) dengan tinggi tanaman (32,51 cm). Untuk
jumlah daun (Tabel 3), varietas Sumenep (V3) memiliki jumlah daun tertinggi
(25,03 helai), kemudian diikuti oleh varietas Bima (V1) dengan jumlah daun
(22,06 helai) dan varietas Kuning (V2) dengan jumlah daun (21,25 helai).
Perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah daun tersebut kemungkinan
disebabkan oleh faktor genetis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Putrasamedja
dan Suwandi (1996),
bahwa varietas Kuning mempunyai pertumbuhan tinggi tanaman relatif lebih rendah
dengan varietas Bima. Dikatakan juga oleh Sumarni dkk. (2013),
bahwa tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman bawang merah lebih banyak
ditentukan oleh faktor genetis.
Tabel
2
Pengaruh
Varietas dan Frekuensi Penyiraman
Terhadap
Tinggi Tanaman Bawang Merah
Perlakuan |
Umur tanaman
(MST) |
||
4 |
6 |
8 |
|
Varietas
(V) |
|
|
|
Bima
(V1) |
20,95 b |
35,18 b |
33,25 a |
Kuning
(V2) |
17,72 a |
32,51 a |
31,82 a |
Sumenep
(V3) |
16,80 a |
33,33 a |
32,85 a |
Frekuensi
Penyiraman (F) |
|
|
|
Penyiraman
1 kali sehari (F1) |
27,25 a |
33,18 a |
32,46 a |
Penyiraman
2 kali sehari (F2) |
27,61 a |
34,17 a |
32,68 a |
Sedangkan
frekuensi penyiraman tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman bawang merah.
Tinggi tanaman bawang merah varietas Bima, Kuning dan Sumenep pada perlakuan
frekuensi penyiraman pada umur 8 MST berkisar 32,46 � 32,68 cm. Hasil
penelitian Biswas dkk. (2013),
bahwa tanaman bawang merah yang interval pengairannya cukup lama dilaporkan
pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah kurang baik dibandingkan dengan
pengairan yang intervalnya relatif lebih pendek. Akan tetapi perlakuan
frekuensi penyiraman yang diterapkan belum bisa meningkatkan pertumbuhan tinggi
tanaman.
Pada
Tabel 3. juga dapat dilihat, bahwa penyiraman dua kali sehari (F2) mempunyai
pengaruh terhadap pertumbuhan jumlah daun lebih banyak (23,69 helai)
dibandingkan dengan penyiraman satu kali sehari (F1) dengan jumlah daun (21,87
helai). Perbedaan ini kemungkinan disebabkan untuk tanaman bawang merah yang
disiram dua kali sehari, maka dalam pertumbuhannya lebih baik karena mendapatkan
lingkungan yang relatif lebih sesuai. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh
Gwari (2014),
bahwa tanaman bawang sangat sensitif terhadap cekaman kekurangan air, hal ini
dapat menyebabkan hasil dan kualitas biasanya dibawah harapan
Tabel
3
Pengaruh
Varietas dan Frekuensi Penyiraman
Terhadap
Jumlah Daun Tanaman Bawang Merah
Perlakuan |
Umur tanaman
(MST) |
||
4 |
6 |
8 |
|
Varietas (V) |
|
|
|
Bima (V1) |
10,39 b |
14,15 b |
22,06 a |
Kuning (V2) |
8,86 a |
13,50 a |
21,25 a |
Sumenep (V3) |
10,57 b |
15,84 c |
25,03 b |
Frekuensi Penyiraman (F) |
|
|
|
Penyiraman 1 kali sehari (F1) |
14,46 a |
19,71 a |
21,87 a |
Penyiraman 2 kali sehari (F2) |
15,36 a |
22,78 b |
23,69 a |
�
Pengaruh varietas dan frekuensi penyiraman
terhadap luas daun bawang merah ditunjukkan pada Tabel 4. Varietas Sumenep
memiliki luas daun tertinggi dan berbeda nyata dengan luas daun varietas Bima
dan varietas Kuning. Sedangkan frekuensi penyiraman tidak menghasilkan luas
daun bawang merah berbeda. Hal ini diduga variabel luas daun merupakan variabel
yang sangat dipengaruhi oleh factor genetis. Dikatakan oleh Azmi C. dkk. (2011),
bahwa penampilan (fenotipik) tanaman ditentukan oleh interaksi antara genetic
dan lingkungan.
Tabel
4
Pengaruh
Varietas dan Frekuensi Penyiraman
Terhadap
Luas Daun Tanaman Bawang Merah
Perlakuan |
Luas Daun |
Varietas (V) |
|
Bima (V1) |
21,24 a |
Kuning (V2) |
21,81 a |
Sumenep (V3) |
24,50 b |
Frekuensi Penyiraman (F) |
|
Penyiraman 1 kali sehari (F1) |
22,49 a |
Penyiraman 2 kali sehari (F2) |
22,55 a |
Pengaruh interaksi varietas
dan frekuensi penyiraman terhadap jumlah daun bawang merah ditunjukkan pada
Tabel 5. Jumlah daun varietas Bima dn varietas Kuning memiliki jumlah daun yang
meningkat dan berbeda dengan adanya frekuensi penyiraman. Sedangkan jumlah daun
varietas Sumenep dengan adanya frekuensi penyiraman tidak berbeda. Namun
demikian, jumlah daun tertinggi dimiliki oleh interaksi varietas Sumenep denga
frekuensi penyiraman dua kali yaitu 25,10 helai. Hal ini diduga karena variabel
jumlah daun merupakan variabel yang sangat dipengaruhi oleh faktor genetis dan
lingkungan. Dikatakan Sumarni dkk. (2013),
bahwa jumlah daun tanaman bawang merah lebih banyak ditentukan oleh faktor
genetis.
Tabel
5
Pengaruh
Interaksi Varietas dan Penyiraman
Terhadap
Jumlah Daun Bawang Merah
Penyiraman |
||
|
Satu
kali |
Dua
kali |
Bima |
20,82 a |
23,31 b |
Kuning |
A 19,82 a |
AB 22,67 b |
Sumenep |
A 24,97 a |
AB 25,10 a B |
�Panjang akar akibat pengaruh interaksi
varietas dan frekuensi penyiraman ditunjukkan pada Tabel 6. Panjang akar bawang
merah varietas Bima dan varietas Kuning tidak berbeda pada frekuensi
penyiraman. Sedangkan varietas Sumenep panjang akar pada frekuensi penyiraman
dua kali sehari lebih tinggi dibandingkan dengan penyiraman satu kali sehari.
Hal ini kemungkinan varietas Sumenep relatif lebih adaptif dibandingkan
varietas Bima dan Kuning pada lingkungan yang ada, sehingga dengan meningkatnya
frekuensi penyiraman diikuti peningkatan panjang akar. Dikatakan oleh
Baswarsiati (2009),
bahwa setiap varietas bawang merah mempunyai daya adaptasi yang lebih khusus
pada agroekologi tertentu. Karakteristik akar secara kuantitatif dikendalikan
oleh sejumlah gen, perbedaan genetik ini kemudian berinteraksi dengan
lingkungan tanah (Gardner
dkk, 1991).
Tabel
6
Pengaruh
Interaksi Varietas dan Penyiraman
Terhadap
Panjang Akar Bawang Merah
|
Penyiraman |
|
|
Satu
Kali |
Dua
Kali |
Bima |
25,46 a |
26,24 a |
|
A |
A |
Kuning |
26,60 a |
27,56 a |
|
B |
B |
Sumenep |
30,01 a |
31,96 b |
|
C |
C |
Hasil Tanaman
Tabel 7. menunjukkan bahwa, jumlah anakan
tertinggi dimiliki oleh varietas Sumenep (V3) dengan jumlah anakan (7,55 buah),
selanjutnya diikuti oleh varietas Bima (V1) sejumlah (6,59 buah) dan varietas
Kuning (V2) dengan jumlah anakan (6,58 buah). Sedangkan frekuensi penyiraman
tidak menghasilkan jumlah anakan bawang merah berbeda. Perbedaan jumlah anakan
ini kemungkinan disebabkan oleh factor genetis. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sumarni dkk. (2013),
bahwa tinggi tanaman, jumlah anakan dan jumlah daun tanaman bawang merah lebih
banyak ditentukan oleh faktor genetis.
Tabel
7
Pengaruh
Varietas dan Frekuensi Penyiraman
Terhadap
Jumlah Anakan Tanaman Bawang Merah
Perlakukan |
Umur Tanaman
(MST) |
||
4 |
6 |
8 |
|
Varietas
(V) |
4,16 a |
5,31 a |
6,59 a |
Bima
(V1) |
4,17 a |
5,20 a |
6,58 a |
Kuning
(V2) Sumenep
(V3) Frekuensi
Penyiraman (F) |
5,55 a 4,78 a |
6,58 b 5,95 a |
7,55 a 7,01 a |
Penyiraman
1 kali sehari (F1) |
4,47 a |
5,44 a |
6,80 a |
Penyiraman
2 kali sehari (F2) |
|
|
|
�
�Tabel 8. menunjukkan adanya perbedaan antar
varietas pada variabel bobot umbi segar dan bobot umbi kering. Perbedaan untuk
variabel tersebut yang tertinggi dimiliki oleh varietas Sumenep (V3) dan
diikuti oleh varietas Bima (V1) dan varietas Kuning (V2). Hal ini diduga bahwa
varietas Sumenep (V3) relatif lebih bisa memanfatkan kondisi lingkungan yang
ada dibandingkan varietas yang lain, sehingga dapat berkembang lebih optimal.
Dikatakan oleh Azmi dkk. (2011),
bahwa fenotipik tanaman ditentukan oleh interaksi antara faktor genetik dan
lingkungan, dan varietas yang toleran terhadap lingkungan memiliki mekanisme
pertahanan diri agar pertumbuhan dan produksinya tidak terpengaruh.
Tabel
8
Pengaruh Varietas dan Frekuensi Penyiraman Terhadap
Bobot Umbi Segar
dan
Bobot Umbi Kering Tanaman Bawang Merah
Perlakuan Kering |
Bobot Umbi
Tanaman |
|
Bobot Segar |
Bobot |
|
Varietas (V) |
|
|
Bima (V1) |
62,72 a |
50,97 a |
Kuning (V2) |
61,09 a |
49,35 a |
Sumenep (V3) |
63,35 b |
54,37 b |
Frekuensi
Penyiraman (F) |
|
|
Penyiraman 1
kali sehari (F1) |
60,46 a |
50,70 a |
Penyiraman 2
kali sehari (F2) |
64,31 a |
52,43 a |
Perlakuan
frekuensi penyiraman, untuk bobot umbi segar, penyiraman dua kali sehari (F2)
memiliki bobot umbi segar (64,31 g) dan lebih tinggi tetapi tidak berbeda nyata
dibandingkan bobot umbi segar yang dimiliki penyiraman satu kali sehari (F1)
yaitu seberat (60,46 g). Hal ini kemungkinan disebabkan untuk tanaman bawang
merah yang disiram dua kali sehari, maka dalam pertumbuhannya relatif lebih
baik karena mendapatkan lingkungan yang relatif lebih sesuai. Hal ini sesuai
dengan yang dikatakan oleh Gwari (2014),
bahwa tanaman bawang merah relatif sensitif terhadap cekaman kekurangan air,
hal ini dapat menyebabkan hasil dan kualitasnya dibawah harapan.
�Pengaruh interaksi varietas dan frekuensi
penyiraman terhadap bobot umbi kering bawang merah ditunjukkan pada tabel 9.
Bobot umbi kering varietas Bima dan Sumenep tidak berbeda pada frekuensi
penyiraman satu kali sehari dan dua kali sehari. Sedangkan bobot kering
varietas Kuning berbeda pada frekuensi penyiraman. Bobot kering umbi tertinggi
dimiliki varietas Sumenep pada frekuensi penyiraman dua kali sehari (54,87 g),
diikuti frekuensi penyiraman satu kali sehari (53,88 g). Hal ini kemungkinan
disebabkan varietas Sumenep relatif lebih dapat menyesuaikan dengan lingkungan,
sehingga penimbunan hasil fotosintesis lebih tinggi dibandingkan varietas Bima
dan varietas Kuning. Dikatakan oleh Baswarsiati (2009),
bahwa setiap varietas bawang merah mempunyai daya adaptasi yang lebih khusus
pada agroekologi tertentu.
Tabel
9
Pengaruh
Interaksi Varietas dan Penyiraman
Terhadap
Bobot Umbi Kering Bawang Merah
Penyiraman |
||
|
Satu
Kali |
Dua
Kali |
Bima |
50,44 a |
51,55 a |
|
B |
A |
Kuning |
47,79 a |
50,92 b |
|
A |
A |
Sumenep |
53,88 a |
54,87 a |
|
C |
B |
Kesimpulan
Kadar lengas tanah
tertinggi pada perlakuan frekuensi penyiraman dua kali sehari (36,06 mm.10 cm-1)
disusul kadar lengas tanah pada perlakuan frekuensi penyiraman satu kali sehari
(34,46 mm.10 cm-1). Varietas bawang merah yang menghasilkan
pertumbuhan dan hasil paling tinggi pada perlakuan frekuensi penyiraman adalah varietas
Sumenep (V3). Frekuensi penyiraman satu kali sehari (F1) tidak banyak yang
berbeda nyata dengan penyiraman dua kali (F2) pada variabel pertumbuhan dan
variabel hasil tanaman bawang merah. Adanya interaksi varietas dan frekuensi
penyiraman terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah.
BIBLIOGRAFI
Asdak C., 2010.
Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Awas
G., Abdisa T., Tolesa K. dan Chali A., 2010. Effect of Intra-Row Spacing on
Yieldof Three Onion (Allium cepa L.)
Varieties at Adami Tulu Agricultural ResearchCenter (Mid Rift Valley of
Ethiopia). Journal of Horticulture and Forestry Vol. 2 (1) pp. 007 � 011.
Azmi,
C., I. M. Hidayat dan G. Wiguna, 2011. Pengaruh Varietas dan Ukuran Umbi
terhadap Produktivitas Bawang Merah. J. Hort. 21(3):206-213.
Baswarsiati,
2009. Budidaya Bawang Merah dan Penanganan Permasalahannya. BPTP Jawa Timur.
Biswas
SK., Sarker PK., Islam AKM., Buiyan MA. dan Kundu BC., 2003. Effect of
Irrigation on Onion Production, Pakistan Journal of Biological Sciences 6 (20)
: 1725 � 1728.
Baliyan
SP., 2014. Evaluation of Onion Varieties for Productivity Performance in
Botswana. World Journal of Agricultural Research, 2014 2 (3), pp 129 � 135.
Dawar
NM, Wazir FK, Dawar MD and Dawar SH., 2007. Effect of Planting Density on
Growth and Yield of Onion Varieties Under Climatic Conditions of Peshawar.
Sarhad J. Agric. Vol. 23 No. 4.
DPKKTKab.
Brebes, 2007. Profil Bawang Merah. Fasilitas Terpadu Investasi Hortikultura.
Brebes.
Gardner
FP., Pearce RB. dan Mitchel RL., 1991. Physiology of Crop Plant. (Terjemahan
Susilo H., 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya). Universitas Indonesia-Press.
Gomes,
KA. dan AA. Gomes, 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian.
Sjamsudin, E. Dan JS. Baharsyah, Pent. UI � Press. Jakarta. 698 hal.
�
Gwari
EY, Gambo BA. danKabura BH., 2014. Effect of Organic Manures and Irrigation
Interval on the Growth ang Yield of Onion (Allium
cepa L.) in Central and Southern Borno State, Nigeria. International
Journal of Advance Agricultural Research (IJAAR) 2 : 106-111.
Haris
FA., Anna F. Dan Netti T., 2015. Analisis Profitabilitas Usaha Tani Bawang
Merah Berdasarkan Musim di Tiga Kabupaten Sentra Produksi di Indonesia. SEPA :
Vol. II No. 2. 249 � 260.
Mutetwa
M. dan Mtaita T., 2014. Effect of Mulching and Fertilizer Sources on Growth and
Yield of Onion. J. Glob. Innov. Agric. Soc. Sci., 2 (3) : 102 � 106.
Murwati
dan Sutardi, 2016. Peluang Pengembangan Bawang Merah di Lahan Pasir Pantai
Daerah Istimewa Yogyakarta. BPTP. Yogyakarta.
Roy
DP., Biswas SK., Akanda AR., Sarker KK. dan Khatun A., 2014. Effect of
Irrigation at Different Growth Stage on Yield, Water Productivity and Seed
Production of Onion (Allium cepa L.).
American Journal of Agriculture and Forestry. 2 (6) : 256 � 261.
Sumarni
N. dan Hidayat A., 2005. Budidaya Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman
Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Lembang Bandung.
Saidi
A., 2006. Fisika Tanah dan Lingkungan. Andalas University Press. Padang.
Sumarni
N., Suwandi, Gunaeni N. dan Putrasamedja S., 2013. Pengaruh Varietas dan Cara
Aplikasi GA3 terhadap Pembungaan dan Hasil Biji Bawang Merah di
Dataran Tinggi Sulawesi Selatan. J. Hort. 22(2):130-138.
Sumarni,
N., Rosliani, R., Basuki, RS. dan Hilman, Y., 2012. Respon Tanaman Bawang Merah
terhadap Pemupukan Fosfat pada Beberapa Tingkat Kesuburan Lahan (Status
P-Tanah). J. Hort. 22 (2) : 130 � 138.
Zayton
AM., 2007. Effect of Soil-Water Stress on Onion Yield and Quality in Sandy
Soil. Misr. J. Ag. Eng., 24 (1) : 141 � 160.
Copyright
holder: Subandi Nur (2022) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is
licensed under: |