Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.
4, April 2023
PENGARUH
KEDALAMAN PARIT, DOSIS PUPUK ORGANIK DAN����
FREKUENSI PENYIRAMAN PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL������ TANAMAN BAWANG MERAH
Subandi
Nur
Fakultas Pertanian/SPs Unswagati Cirebon
Email: [email protected]
Abstrak
Teknik budidaya bawang
merah yang umum dilakukan oleh petani di Kabupaten Brebes dan
sekitarnya antara lain dalam pembuatan parit antar bedengan
dengan lebar parit 50 cm. dan kedalaman parit 60 � 70 cm. Dengan kedalaman
parit 60 � 70 cm., maka petani harus mengeluarkan biaya pengolahan tanah yang
relatif besar dan membutuhkan waktu yang relatif lebih lama. Salah satu cara
untuk memperbaiki kualitas
tanah adalah dengan pupuk organik,
sehingga dapat menyebabkan tanaman tumbuh dengan baik. Tujuan penelitian yang
akan dicapai adalah : Mengetahui respon morfo-fisiologi tanaman bawang merah pada perlakuan variasi kedalaman parit, dosis pupuk
organik dan frekuensi penyiraman serta mengetahui
adanya interaksi antara variasi kedalaman parit dan
frekuensi penyiraman yang diujikan dilihat dari
variabel pertumbuhan dan hasil bawang merah. Penelitian
dilakukan di Desa Pulosari Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes selama tiga bulan (April
sampai dengan Juni
2022). Penelitian dilakukan dengan
menggunakan Rancangan Petak Terbagi
(Split Split Plot
Dsign) dengan rancangan dasar RAKL dan diulang 3 (tiga) kali. Faktor yang dicoba
adalah : 1. Petak Utama : Kedalaman Parit (P) : P1 = 30 cm., P2 =50 cm. dan P3
= 70 cm. 2. Anak Petak : Pupuk
Organik
(O) : O1= 0 ton/ha, O2 = 17,5 ton/ha dan O3 = 35
ton/ha. Anak-anak Petak : Frekuensi
Penyiraman (F) : F1 : 1 kali sehari
dan F2 : 2 kali sehari.� �Data yang diperoleh dianalisa dengan
menggunakan analisis sidik ragam pada taraf kesalahan 5 %, apabila terjadi
perbedaan nyata dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5 %. Hasil
penelitian menunjukkan : Kadar lengas tanah tertinggi pada interaksi perlakuan kedalaman parit 70 cm, pupuk organik 35 ton/ha dan frekuensi penyiraman dua kali sehari (P3O3F2) (38,55 mm.10 cm-1).�
Kata kunci: Bawang merah, Kedalaman parit, Pupuk organik,
Frekuensi penyiraman, morfo-fisiologi.
Abstract
Common
onion cultivation techniques carried out by farmers in Brebes
and surrounding areas include making trenches between beds with a trench width
of 50 cm. and a trench depth of 60 - 70 cm. With a trench depth of 60-70 cm.,
The farmer must spend a relatively large amount of land cultivation costs and
require a relatively longer time. One way to improve soil quality is with
organic fertilizer, which can cause plants to grow well. The research
objectives to be achieved are: Knowing the morpho-physiological response of
onion plants in the treatment of variations in depth of the trench, the dose of
organic fertilizer and the frequency of watering and knowing the interaction
between variations in the depth of the trench and the frequency of watering
tested were seen from the growth and yield variables of onions. The study was conducted
in Pulosari Village, Brebes
District, Brebes Regency for three months (April to
June 2022). The study was conducted using a Split Split
Plot Design with the basic RAKL design and repeated 3 (three) times. The
factors that were tried were: 1. Main plot: Trench depth (P): P1 = 30 cm., P2 =
50 cm. and P3 = 70 cm. 2. Small Breeds: Organic Fertilizer (O): O1 = 0 tons /
ha, O2 = 17.5 tons / ha and O3 = 35 tons / ha. Plot Children: Watering
Frequency (F): F1: 1 time a day and F2: 2 times a day. The data obtained were
analyzed using analysis of variance at 5% error level, if there is a real
difference followed by the Least Significant Difference Test (LSD) level 5%.
The results showed: The highest soil moisture content at the interaction interaction was 70 cm trench depth, 35 tons / ha of organic
fertilizer and twice daily watering frequency (P3O3F2) (38.55mm.10cm-1).
Keywords: Shallot, Depth of trench,
Organic fertilizer, Watering frequency, morpho-physiology.
Pendahuluan
Kabupaten Brebes memiliki luas wilayah 166.296 ha dengan luas tanah sawah 62.703 ha dan didukung oleh agroklimat untuk budidaya tanaman bawang merah (Susanti, 2017).� Pada tahun
2014 produksi bawang merah mencapai 375,97 ribu ton dengan produksi rata-rata per hektar 9,3
ton atau sebesar 30,62 % dari produksi nasional
yang mencapai 1,228 juta
ton dan di tingkat propinsi
Jawa Tengah kontribusinya sebesar 72,39 % dari produksi sebesar 519,36 ribu ton (Haris Fatori Aldila, Fariyanti, & Tinaprilla,
2017). Dengan demikian Kabupaten Brebes dikenal sebagai sentra produksi bawang merah di Propinsi Jawa Tengah bahkan nasional. Kawasan bawang merah di Kabupaten Brbes terdiri dari berbagai
lokasi sentra produksi yang tersebar di 11 kecamatan dengan jenis tanah alluvial. Pada umumnya tanah alluvial memiliki kandungan bahan organik dan N total tergolong sangat rendah (Firmansyah, Lukman, Khaririyatun, & Yufdy, 2015). Di Kabupaten Brebes
kedudukan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi masih diandalkan, hal ini karena
kontribusinya terhadap penyediaan pangan, penyediaan bahan baku industri, penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan petani menempati urutan teringgi dibandingkan dengan sektor lain (Nur, 2021). Namun demikian,
produktivitas bawang merah di Kabupaten Brebes relatif masih rendah. Dihawatirkan
apabila tidak dilakukan perbaikan teknik budidaya, usaha tani bawang
merah di wilayah Kabupaten Brebes tidak memberikan
hasil yang optimal (Nurvala & Ida Suraida, 2022).
Teknik budidaya bawang merah yang umum dilakukan oleh petani di Kabupaten Brebes antara lain dalam pembuatan parit antar bedengan
dengan lebar parit 50 cm. dan kedalaman parit 60 � 70 cm. Adapun manfaat parit tersebut salah satunya untuk menampung
air yang digunakan untuk mengairi tanaman bawang merah. Penyiraman
tanaman bawang merah dilakukan dengan menggunakan alat tradisional yang disebut embrat, air dari parit diambil
dengan embrat kemudian disiramkan pada tanaman bawang merah. Dengan kedalaman
parit 60 � 70 cm. yang dibuat
oleh petani di Kabupaten Brebes, maka petani
harus mengeluarkan biaya pengolahan tanah yang relatif besar dan membutuhkan waktu yang relatif lebih lama. Dari hasil analisis, biaya terbesar untuk budidaya bawang merah adalah untuk
pembelian benih kurang lebih 43 %, diikuti biaya tenaga
kerja kurang lebih 41 %. Khusus biaya untuk pembuatan
parit dan penyiraman kurang lebih 53 % dari biaya tenaga
kerja. Total biaya yang dikeluarkan untuk budidaya bawang merah per hektar kurang lebih mencapai� Rp. 56.918.272,- (Haris F Aldila, Fariyanti, & Tinaprilla, 2015). Dengan besarnya
biaya pengolahan tanah dan penyiraman tersebut, maka biaya produksi akan semakin besar,
hal ini akan
berpengaruh pada keuntungan� yang diterima
petani. Dan dengan waktu pengolahan tanah semakin lama, maka masa panennya akan mundur, hal
ini dapat mempengaruhi pemasaran. Dikatakan oleh (Swasono, 2012) bahwa, pengairan
hingga saat ini masih membebani
petani ditinjau dari segi tenaga
kerja maupun biaya yang dikeluarkan. Menurut Djauhari
(1985) dalam (Swasono, 2012) tenaga
yang diperlukan untuk penyiraman tanaman bawang merah masih
membebani petani dan bahkan menjadi pekerjaan utama petani di atas kegiatan sehari-hari.
���������� Ketersediaan air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman sangat penting. Air merupakan komponen vital bagi setiap kehidupan serta gizi yang sangat penting bagi tanaman. Karena adanya kebutuhan air yang tinggi dan pentingnya air, tanaman memerlukan sumber air yang tetap untuk tumbuh dan berkembang. Apabila ketersediaan air tanah kurang bagi tanaman, maka akibatnya air sebagai bahan baku fotosintesis, transportasi unsur hara ke daun akan terhambat, sehingga akan berdampak pada produksi yang dihasilkan oleh tanaman (Darmestawan, 2022).
Salah satu cara untuk meningkatkan produksi bawang merah adalah dengan menggunakan varietas, terpenuhinya persyaratan tumbuh, melakukan perbaikan teknik budidaya serta pemberian pupuk organik. Pemberian pupuk organik memiliki kelebihan diantaranya memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Tanah yang kaya bahan organik bersifat lebih terbuka, sehingga aerasi tanah lebih baik dan tidak mudah mengalami pemadatan dibandingkan tanah yang mengandung bahan organik rendah. Pupuk organik mempunyai manfaat meningkatkan jumlah air yang dapat ditahan di dalam tanah dan jumlah air yang tersedia bagi tanaman serta sebagai sumber energi bagi jazad mikro (Sumarni Sumarni & Andriani, 2019).
����������� Penelitian bertujuan untuk mengetahui respon morfo-fisiologi tanaman bawang merah pada perlakuan variasi kedalaman parit, mengetahui respon morfo-fisiologi tanaman bawang merah pada perlakuan dosis pupuk organik, mengetahui respon morfo-fisiologi tanaman bawang merah pada perlakuan frekuensi penyiraman dan mengetahui adanya interaksi antara variasi kedalaman parit, dosis pupuk organik dan frekuensi penyiraman yang diujikan dilihat dari variabel pertumbuhan dan hasil bawang merah.
Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juni 2022. Penelitian ini dilaksanakan dilahan sawah di desa Pulosari Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes. Ketinggian tempat kurang lebih 3 m di atas permukaan laut, jenis tanah Aluvial, curah hujan rata-rata pertahun 1.708 mm. Dengan jumlah hari hujan 129 hh. Bahan yang diperlukan antara lain pupuk organik, pupuk anorganik� (ZA, Urea, SP-36 dan KCl ), air dan pestisida. Adapun alat yang diperlukan antara lain timbangan, alat tulis, penggaris, cangkul, glampeng, ember, hand sprayer, gembor, termometer tanah dan termohygrometer (Unaradjan, 2019).
�� ������Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan perlakuan Rancangan Petak Terbagi (Split Split Plot Dsign)� dengan rancangan lingkungan RAKL dan diulang 3 (tiga) kali. Faktor yang dicoba adalah :
1. Petak
Utama : Kedalaman Parit (P), P1 : 30 cm., P2 : 50 cm. dan P3 : 70 cm.
2. Petak
: Pupuk Organik (O), O1 : 0 ton/ha,� O2 :
17,5 ton/ha dan O3 : 35 ton/ha.
3. Anak-anak
Petak : Frekuensi Penyiraman (F), F1 : 1 kali sehari dan F2 : 2 kali sehari.
�������� Berdasarkan rancangan tersebut
terdapat 18 kombinasi perlakuan, dengan 3 kali ulangan, maka akan terdapat 54
petak percobaan yang berasal dari (3 X 3 X 2 X 3). Pengamatan variabel pertumbuhan
dan hasil, pengukuran dilakukan pada tanaman sampel yang jumlahnya 5 tanaman
tiap ��petak �dengan sistem diagonal. Adapun pengamatan
dilakukan terhadap :� a. Tinggi tanaman,
b. Jumlah daun, c.�� Luas daun, d.� Jumlah anakan, e.�� Panjang akar, f. Bobot umbi segar tiap petak
(gr/petak) dan �g. Bobot umbi kering tiap
petak� (gr/petak). Data yang diperoleh
dianalisa dengan menggunakan analisis sidik ragam pada taraf kesalahan 5 %,
apabila terjadi perbedaan nyata dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil
(BNT) 5.
Hasil dan Pembahasan
A. Respon Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Variasi Kedalaman
Parit, Dosis Pupuk Organik dan Frekuensi Penyiraman.
Tabel
1
Respon Morfo-fisiologi Bawang Merah
pada Perlakuan Variasi Kedalaman Parit, Dosis Pupuk Organik dan Frekuensi
Penyiraman.
Variabel |
Sumber Keragaman |
|
|
|
|
||
P |
O |
F |
PO |
PF |
FO |
POF |
|
Tinggi
Tanaman |
** |
ns |
** |
** |
** |
** |
** |
Jumlah Daun������������ |
ns |
ns |
ns |
ns |
ns |
** |
ns |
Luas Daun���������������� |
* |
ns |
ns |
** |
** |
ns |
** |
Panjang Akar������������ |
** |
ns |
ns |
ns |
ns |
ns |
ns |
Jumlah Anakan��������� |
ns |
ns |
ns |
ns |
ns |
ns |
ns |
Bobot Umbi Segar����� |
ns |
ns |
ns |
ns |
ns |
ns |
ns |
Bobot Umbi Kering��� |
ns |
ns |
ns |
ns |
ns |
ns |
ns |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan :��������������������������������������������������������������������������������
**�������
:� Berpengaruh sangat nyata
*���������
:� Berpengaruh nyata
ns�������
:� Tidak berpengaruh nyata
P���������
:� Kedalaman parit
O��������
:� Pupuk organik
F���������
:� Frekuensi penyiraman
PO������
:� Interaksi Kedalaman parit
dengan Pupuk organik
PF�������
:� Interaksi Kedalaman parit
dengan Frekuensi penyiraman
OF������
:� Interaksi Pupuk organik dengan
Frekuensi penyiraman
PFO�� ��:�
Interaksi Kedalaman parit, Pupuk organik
dan Frekuensi penyiraman
Tabel 1. Menunjukkan hasil analisis statistik bahwa kedalaman parit mempunyai pengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, luas daun dan panjang
akar. Perlakuan pupuk organik mempunyai
pengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, luas daun
dan� panjang akar. Interaksi antara kedalaman parit dan pupuk organik berpengaruh
pada tinggi tanaman dan luas daun. Interaksi
kedalaman parit dengan frekuensi penyiraman berpengaruh nyata pada tinggi tanaman dan luas daun. Selanjutnya pengaruh interaksi pupuk organik dengan
frekuensi penyiraman berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman dan berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Adapun pengaruh interaksi kedalaman parit, pupuk organik� dan frekuensi penyiraman berpengaruh sangat nyata pada tinggi tanaman.
Uji lanjut untuk
membedakan nilai rerata pengamatan pada variabel pengamatan ditunjukkan pada Tabel 5. Pada Tabel 5. menunjukkan bahwa, perlakuan kedalaman parit� 70 cm (P3) memiliki pertumbuhan tertinggi pada tinggi tanaman (33,67 cm), kemudian diikuti perlakuan kedalaman parit 50 cm (P2) dengan tinggi tanaman
(31,32 cm) dan kedalaman parit
30 cm (P1) dengan tinggi tanaman (29,57 cm). Untuk luas daun kedalaman
parit 70 cm (P3) memiliki luas daun tertinggi
(20,39 cm2), kemudian diikuti
oleh kedalaman parit 50 cm
(P2) dengan luas daun (19,31 cm2) dan kedalaman parit 30 cm (P1) dengan luas daun (17,60 cm2). Adapun panjang akar tertinggi
dimiliki kedalaman parit 30 cm (P1) dengan panjang akar (24,87 cm), selanjutnya diikuti oleh kedalaman parit 50 cm (P2) sepanjang (23,88 cm) dan kedalaman
parit 70 cm (P3) dengan panjang akar (23,67 cm). Perbedaan pertumbuhan� tinggi
tanaman dan luas daun tersebut kemungkinan
disebabkan pada kedalaman parit 70 cm merupakan kondisi relatif paling sesuai yang dibutuhkan oleh tanaman bawang merah untuk pertumbuhannya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan (Nani Sumarni & Hidayat,
2005), bahwa tanaman
bawang merah walaupun tidak menghendaki banyak hujan, tetapi tanaman
bawang merah memerlukan air yang cukup selama pertumbuhannya.
B. Interaksi Variasi Kedalaman Parit, Dosis Pupuk Organik dan
Frekuensi Penyiraman terhadap Tanaman Bawang Merah
a. Tinggi Tanaman
Tabel 2
Pengaruh kedalaman parit, pupuk
organik dan frekuensi penyiraman terhadap tinggi tanaman bawang merah
���������������������������� 30 cm���������������������� �������������50 cm�������������� ���������������70 cm |
����������� Satu kali� ��������Dua kali���
�����Satu kali��
�����Dua kali������ Satu kali� ���Duakali |
O1�� ����27.56 a������ 27,66
a����������� 26,43 a������� ��29,23 b������� 31,26 a������� 33.60 b �� ��������A���������������� ��A���������������� ���A���������������� �A������������������ A���������������� A O2� ����30.23 b������� 27.96
a������ ����29,60
a�������� �33.73 b������� 33.90 a������� 33.63 a ��������� ��B�����������
�������A�������������� ��B������������������� �B����������������� B�������������������� A O3���� 32.63 a������� ��31,33 a����������� 33,23 a�������� �35,66 b������� 35,00 a������� 34.60 a ���������� C����������������� �B��������������� �����C�������������� ����C������������������ B������������������ A ���������
|
Keterangan : Huruf kecil yang berbeda dalam satu
baris menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan setelah diuji BNT 5%. Huruf besar yang berbeda dalam satu
kolom menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan setelah diuji BNT 5%.
Pengaruh kedalaman parit,
pupuk organik dan frekuensi penyiraman terhadap tinggi tanaman ditunjukkan pada
tabel 2. Tinggi tanaman pada kedalaman parit 30 cm, 50 cm dan 70 cm meningkat
pada pupuk organik 0 ton/ha, 17,5 ton/ha dan 35 ton/ha dengan meningkatnya
frekuensi penyiraman. Perbedaan tinggi tanaman bawang merah disebabkan
pemberian pupuk organik dapat memperbaiki kondisi tanah dan relatif dapat
menyimpan air yang dapat memenuhi kebutuhan tanaman untuk pertumbuhannya.
Menurut (Aryanto,
Chuzaemi, & IPU, 2022), pupuk organik adalah bahan paling umum diterapkan dalam
manajemen pertanian untuk meningkatkan kualitas tanah dan produktivitas
tanaman. Dengan kandungan bahan organik yang cukup dalam tanah dapat berperan
dalam perbaikan fisik tanah, kimia dan sifat biologis.���
b. Jumlah Daun
Pengaruh kedalaman parit,
pupuk organik dan frekuensi penyiraman terhadap jumlah daun bawang merah
ditunjukkan pada tabel 3. Jumlah daun pada kedalaman parit 30 cm, 50 cm dan 70
cm tidak meningkat pada semua dosis pupuk organik dengan meningkatnya frekuensi
penyiraman.
Tabel 3
Pengaruh kedalaman
parit, pupuk organik dan frekuensi penyiraman terhadap jumlah daun bawang
merah.
���������������������������� 30 cm���� ���������������������������50 cm������ ��������������������������70 cm |
��������
��Satu kali�� �����Dua kali�
������Satu kali�� ����Dua kali������ ��Satu kali�
����Dua kali |
O1������ 19.66 a������� �21.33 a��������� 20.33 a��������� 21.00 a������������� 23,66 a��������� 23.33 a ��������� ��A������������������� ��A������������ ���A����������� ������A��������������������� ���A��������������������� A�� ������������ O2��� ���22.33�
a������� 21.66 a��������� 24,00 a���������� 24,33 a������������� 24.00 a��������� 24.33 a ����������� A������������������� �A������������� ���B���������������������� B������������������ ��A���������������������� A ������������������ O3���� ��22.66 a���� ���22.66 a���������� 25.66 a��������� 24.66 a������������� 25,00 a���������� 24.33 a ����������� B���������������������� �A���������������������� B��������������������� B����������������������� A���������������������� A ���������� |
Jumlah daun pada kedalaman
parit 30 cm dan 50 cm meningkat pada frekuensi penyiranaman satu kali dan dua
kali dengan meningkatnya dosis pupuk organik. Hal ini disebabkan tanaman bawang
merah untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik membutuhkan kondisi
lingkungan tertentu yang sesuai. Dikatakan oleh (Nani Sumarni & Hidayat, 2005), bahwa
tanaman bawang merah walaupun tidak menghendaki banyak hujan, tetapi tanaman
bawang merah memerlukan air yang cukup selama pertumbuhannya.
Tabel 4
Pengaruh interaksi
perlakuan dosis pupuk organik dan frekuensi penyiraman terhadap jumlah daun bawang merah
������������������������������������������������������������������
Penyiraman |
���������������������������������� Satu
kali�������������� ���������������������������Dua kali |
O1����������������������������� 21.33 a�����������������������������������������������������
22,33 a ���������������������������������� A������������������������������������������������������������
��A�������������������������������������������� ���������������������� O2�������� ���������������������23.33
a�����������������������������������������������������
23.00 a �������������������� ��������������A�������������������������������������� �������������������������A������������ O3�������� ���������������������24.44 a�����������������������������������������������������
23.88 a ������������������������������������� B������������������������� ��������������������������������������A ������ |
Keterangan : Huruf kecil yang berbeda dalam satu
baris menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan setelah diuji BNT 5%. Huruf besar yang berbeda dalam satu
kolom menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan setelah diuji BNT 5%.
Pengaruh interaksi dosis pupuk
organik dan frekuensi penyiraman terhadap jumlah daun�� tanaman�
bawang merah ditunjukkan pad Tabel 4. Jumlah daun tanaman bawang merah� pada frekuensi penyiraman satu kali dan dua
kali meningkat dengan meningkatnya� dosis
pupuk organik. Jumlah daun tanaman bawang merah�
tertinggi dimiliki oleh perlakuan F1O3 (24,44 helai) dan berbeda nyata
dengan perlakuan F2O3 (23,33 helai) dan perlakuan F1O3 (21,33 helai).
Peningkatan dosis pupuk organik meningkatkan jumlah daun tanaman bawang merah
pada semua taraf frekuensi penyiraman. Hal ini dikarenakan dengan
meningkatnya� dosis pupuk organik akan
memperbaiki sifat fisik tanah, dengan sifat fisik tanah yang baik, maka tanaman
bawang merah mampu� memanfaatkan kondisi
lingkungan dengan lebih baik. Tanaman bawang merah memerlukan tanah
bersetruktur remah, tekstur sedang sampai liat, aerasi baik dan mengandung
bahan organik yang cukup (Nani Sumarni & Hidayat, 2005).Dikatakan
oleh, bahwa (Sirait,
2008) kemampuan beradaptasi baik secara morfologi maupun fisiologi pada
akhirnya berpengaruh terhadap produksi tanaman.��
c. Luas Daun
Pengaruh kedalaman parit,
dosis pupuk organik dan frekuensi penyiraman terhadap luas daun tanaman bawang
merah ditunjukkan pada Tabel 5. Luas daun tanaman
bawang merah� pada kedalaman� parit 30 cm, 50 cm dan 70 cm pada frekuensi
penyiraman satu kali dan dua kali mengalami peningkatan yang nyata dengan
meningkatnya� dosis pupuk organik. Hal
ini disebabkan tanaman bawang merah yang dicoba mempunyai respon yang baik pada
kondisi lingkungan yang ada, sehingga tanaman bisa tumbuh dengan baik. Tanaman
bawang merah memerlukan tanah bersetruktur remah, tekstur sedang sampai liat,
aerasi baik dan mengandung bahan organik yang cukup (Nani Sumarni & Hidayat, 2005).��
Tabel 5
Pengaruh kedalaman parit,
pupuk organik dan frekuensi penyiraman terhadap luas daun
bawang merah
���������������������������� 30 cm���� ���������������������������50 cm������ ��������������������������70 cm |
����������
Satu kali�� �����Dua kali�
������Satu kali�� ����Dua kali������ ��Satu kali�
����Dua kali |
�������������������������������������� O1������ 16.30 a��������� 16.30 a������� �17.64 a����������� 17.42 a���������� 18,76 a����������� 20.32 b ���� ����������A����������������� A���������������� A���������������� ����A��������������� ���A����������������� A� ���������������������������������� O2�� �����18.09 b������� 16.52 a���������� 18,74 a����������� 20.32 b���������� 20,54 a���������� 20.32 a � �������������B����������������� A���������������� B�� �������������������B���������� ��������BC���������������� A���� ������������������ O3 ������19.65 a����� ���18.76 a���������� 20,10 a����������� 21.66 b������ ���21,44 a���������� 20.99 a �������� �������C���������������� B�������������������� C���������������� �C������������������� C����������������� �A ����������� |
Keterangan : Huruf kecil yang berbeda dalam satu
baris menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan setelah diuji BNT 5%. Huruf besar yang berbeda dalam satu
kolom menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan setelah diuji BNT 5%.
Pengaruh interaksi kedalaman
parit dan dosis pupuk organik� terhadap
luas daun�� tanaman� bawang merah ditunjukkan pada Tabel 6. Luas
daun tanaman bawang merah� pada kedalaman
parit� 30 cm, 50 cm dan 70 cm meningkat
dengan meningkatnya� dosis pupuk organik.
Luas daun tanaman bawang merah� tertinggi
dimiliki oleh perlakuan P3O3 (20,88 cm2) dan berbeda nyata dengan perlakuan
P3O1 (19,54 cm2) dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan P3O2 (19,24 cm2).
Tabel 6
Pengaruh interaksi
kedalaman parit dan dosis pupuk organik
terhadap luas daun bawang merah
�����������������������������������������������
������������Kedalaman
Parit |
���������������������� 30 cm�������������������������� 50 cm��������������������������� 70 cm |
�������������������� O1����������� ���17.30 a���������������������������� 17.53 a���������������������������� 19,54 b ������������� ������A���������������������� �����������A��������������������������� �������A O2������������� �17.53 a������������������������ ���20.20 b����������������������������� 20,77 b ��������������� ���A����������������������������� ����B���������������������� �������������B O3������������ ��17.97 a��������������������������� 20.21 b����������������������������� 20.88 b ����������������� ��A������������������������ ���������B������������������������ �����������B � |
Keterangan : Huruf kecil yang berbeda dalam satu baris menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan setelah diuji BNT 5%. Huruf besar yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan setelah diuji BNT 5%.
Peningkatan dosis pupuk
organik meningkatkan luas daun tanaman bawang merah pada semua taraf kedalaman
parit. Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya�
dosis pupuk organik akan memperbaiki sifat fisik tanah, dengan sifat
fisik tanah yang baik, maka tanaman bawang merah mampu� memanfaatkan kondisi lingkungan dengan lebih
baik. Dikatakan oleh (Tando, 2017), bahwa
peran bahan organik yang paling besar dan penting adalah kaitannya dengan
kesuburan fisik tanah. Tanaman bawang merah memerlukan tanah bersetruktur
remah, tekstur sedang sampai liat, aerasi baik dan mengandung bahan organik
yang cukup (Nani Sumarni & Hidayat, 2005). Dikatakan
oleh (Sirait,
2008), bahwa kemampuan beradaptasi baik secara morfologi maupun
fisiologi pada akhirnya berpengaruh terhadap produksi tanaman.�
Tabel 7
Pengaruh interaksi
kedalaman parit dan frekuensi penyiraman terhadap luas daun
bawang merah
�����������������������������������������������
������������Kedalaman
Parit |
�������������� ���������������30 cm�������������������������� 50 cm��������������������������� 70 cm |
������������������������������������� F1������������������������ 17.19 a�������������������� ����18.83 b������������ ��������������20.24 c ����������������������������� A��������� ������������������������A�������������� ���������������������A�� F2������������������������ 18.01 a������������������
������19.80 b������������������������ ��20.54 b ������������������������������� A�������������������������������� A������������������
����������������A��� |
Keterangan : Huruf kecil yang berbeda dalam satu
baris menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan setelah diuji BNT 5%. Huruf besar yang berbeda dalam satu
kolom menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan setelah diuji BNT 5%.
�
Pengaruh kedalaman parit dan
frekuensi penyiraman terhadap luas daun��
tanaman� bawang merah ditunjukkan
pad Tabel 7. Luas daun tanaman bawang merah�
pada kedalaman parit 30 cm, 50 cm dan 70 cm meningkat dengan
meningkatnya� frekuensi penyiraman. Luas
daun tanaman bawang merah� tertinggi
dimiliki oleh perlakuan P3F2 (20,54 cm2) dan berbeda tidak nyata dengan
perlakuan P3F1 (20,24 cm2). Peningkatan frekuensi penyiraman meningkatkan luas
daun tanaman bawang merah pada semua taraf kedalaman parit. Hal ini dikarenakan
dengan meningkatnya� frekuensi penyiraman
air lebih tersedia bagi tanaman dan merupakan kondisi yang relatif sesuai,
sehingga tanaman bisa tumbuh dengan baik. Dikatakan oleh Fatideh dan (Fatideh & Asil, 2012), bahwa jumlah dan frekuensi penyiraman serta kelembaban tanah dan
pemupukan N mempengaruhi hasil dan kualitas bawang merah.
Kesimpulan
Adanya respon morfologi tanaman bawang merah, yaitu luas daun pada perlakuan kedalaman parit, adanya respon morfologi �tanaman bawang merah yaitu tinggi tanaman �pada perlakuan dosis pupuk organik, tidak adanya respon morfologi tanaman bawang merah pada perlakuan frekuensi penyiraman, adanya interaksi kedalaman parit, dosis pupuk organik dan frekuensi penyiraman terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah.
BIBLIOGRAFI
Aldila, Haris F, Fariyanti, Anna, &
Tinaprilla, Netti. (2015). Analisis Profitabilitas Usahatani Bawang Merah
Berdasarkan Musim Di Tiga Kabupaten Sentra Produksi Di Indonesia. Sepa:
Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis, 11(2), 249�260.
Aldila, Haris Fatori, Fariyanti, Anna, &
Tinaprilla, Netti. (2017). Daya Saing Bawang Merah Di Wilayah Sentra Produksi
Di Indonesia. Jurnal Manajemen & Agribisnis, 14(1), 43.
Aryanto, S. Pt, Chuzaemi, Ir Siti, & Ipu, M. S.
(2022). Leguminosa Pohon. Media Nusa Creative (Mnc Publishing).
Darmestawan, Muhammad Shaffanafi. (2022). Pengaruh
Pemberian Pupuk Urin Domba Dan Biochar Tempurung Kelapa Terhadap Serapan N Dan
P Tanaman Pakcoy Di Lahan Pasir Pantai Samas. Upn�veteran" Yogyakarta.
Fatideh, Mohammad Mohammadi, & Asil, Moazzam
Hassanpour. (2012). Onion Yield, Quality And Storability As Affected With
Different Soil Moisture And Nitrogen Regimes. South Western J. Hortic. Biol.
Environ, 3, 145�165.
Firmansyah, Imam, Lukman, Liferdi, Khaririyatun, Nur,
& Yufdy, Muhammad Prama. (2015). Pertumbuhan Dan Hasil Bawang Merah
Dengan Aplikasi Pupuk Organik Dan Pupuk Hayati Pada Tanah Alluvial.
Nur, Subandi. (2021). Ekofisiologi Beberapa
Varietas Bawang Merah Pada Variasi Tinggi Permukaan Air Parit Dan Dosis Pupuk
Organik. Universitas Jenderal Soedirman.
Nurvala, Niva, & Ida Suraida, S. E. (2022). Pengaruh
Fungsi Pelaksanaan Audit Internal Dan Penerapanwhistleblowing System Terhadap
Efektivitas Pencegahan Kecurangan (Studi Pada Bbpp (Balai Besar Pelatihan
Pertanian) Lembang). Fakultas Ekonomi Dan Bisnis.
Sirait, Juniar. (2008). Luas Daun, Kandungan Klorofil
Dan Laju Pertumbuhan Rumput Pada Naungan Dan Pemupukan Yang Berbeda. Jitv,
13(2), 109�116.
Sumarni, Nani, & Hidayat, Achmad. (2005). Budidaya
Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Sumarni, Sumarni, & Andriani, Dina. (2019).
Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Dispepsia. Jurnal Keperawatan Dan
Fisioterapi (Jkf), 2(1), 61�66.
Susanti, Hera. (2017). Analisis Pengaruh
Faktor-Faktor Produksi Terhadap Produksi Usahatani Bawang Merah Di Kecamatan
Wanasari Kabupaten Brebes. Program Studi S1 Agribisnis Departement
Pertanian.
Swasono, F. Didiet Heru. (2012). Karakteristik
Fisiologi Toleransi Tanaman Bawang Merah Terhadap Cekaman Kekeringan Di Tanah
Pasir Pant. Jurnal Agrisains, 3(4).
Tando, Edi. (2017). Peningkatan Produktivitas Tebu
(Saccarum Officinarum L.) Pada Lahan Kering Melalui Pemanfaatan Bahan Organik
Dan Bahan Pelembab Tanah Sintesis. Biotropika: Journal Of Tropical Biology,
5(3), 90�96.
Unaradjan, Dominikus Dolet. (2019). Metode Penelitian
Kuantitatif. Penerbit Unika Atma Jaya Jakarta.
Copyright holder: Subandi Nur (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |