Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 4, April 2023

 

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS MEREK TERDAFTAR PADA DJKI

 

Angie Octavia Susanto, Jeane Neltje Saly

Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara, Dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara, Indonesia

E-mail : [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Merek terdaftar adalah suatu simbol atau nama yang telah didaftarkan pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual untuk mengidentifikasi produk atau jasa yang ditawarkan oleh pemilik merek tersebut. Perlindungan hukum atas merek terdaftar merupakan hal yang penting bagi pemilik merek guna mencegah penggunaan merek oleh pihak lain tanpa izin. Perlindungan hukum tersebut dapat dilakukan dengan cara mengajukan gugatan melalui pengadilan atau badan hukum terkait, baik di tingkat nasional maupun internasional. Pada tingkat nasional, pemilik merek terdaftar dapat memperoleh perlindungan hukum melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Undang-Undang ini memberikan hak eksklusif bagi pemilik merek terdaftar untuk menggunakan merek tersebut dan melarang pihak lain menggunakan atau memalsukan merek tersebut tanpa izin. Jika terjadi pelanggaran, pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Niaga. Dalam praktiknya, perlindungan hukum atas merek terdaftar sangat penting bagi pemilik merek guna melindungi kepentingannya dan mempertahankan citra mereknya di mata konsumen. Oleh karena itu, pemilik merek terdaftar perlu memahami ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memperoleh perlindungan hukum yang maksimal.

 

Kata kunci: Perlindungan Hukum, Merek Terdaftar, Pelanggaran Merek.

 

Abstract

A registered mark is a symbol or name that has been registered with the Directorate General of Intellectual Property to identify the products offered by the owner of the trademark. Legal protection for registered marks is important for trademark owners to prevent the use of the trademark by other parties without permission. This legal protection can be done by filing a lawsuit through a court or related legal entity, both at the national and international levels. At the national level, registered mark owners can obtain legal protection through Law Number 20 of 2016 about Marks and Geographical Indications. This law gives exclusive rights to registered mark owners to use the trademark and prohibits other parties from using or counterfeiting the trademark without permission. If there is a violation, the owner of the registered mark can file a lawsuit through the Commercial Court. In practice, legal protection of registered marks is very important for trademark owners to protect their interests and maintain their brand image in the eyes of consumers. Therefore, registered trademark owners need to understand the applicable legal provisions and take the necessary steps to obtain maximum legal protection.

 

Keywords: Legal Protection, Registered Mark, Trademark Infringement


 

Pendahuluan

Perlindungan atas Kekayaan Intelektual di Indonesia terutama yang memfokuskan dalam bidang merek, diawali dengan dikeluarkannya undang-undang pertama di bidang Hak Kekayaan Intelektual pada tahun 1961 yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, pemerintah Indonesia terus menyesuaikan bentuk-bentuk pelaksanaan perlindungan kekayaan intelektual hingga yang terakhir adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, merek merupakan sebuah tanda berupa grafis yang memuat gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna bisa dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, bahkan suara maupun hologram (Rifai, 2016).

Unsur-unsur ini bertujuan untuk membedakan setiap barang maupun jasa yang diproduksi dalam kegiatan perdagangan barang maupun jasa dan menjadi identitas setiap barang maupun jasa yang didagangkan. Dengan tujuan ini, perlindungan atas merek diperlukan karena merek digunakan konsumen dalam membuat pertimbangan saat melaksanakan aktivitas transaksi atas barang dan/atau jasa pada kehidupan sehari-harinya. Hal ini ditujukan untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat dari barang-barang hasil tiruan/bajakan. Merek bagi konsumen sendiri, merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan saat melaksanakan aktivitas transaksi atas barang dan/atau jasa. Dalam pertimbangannya, konsumen memperhatikan beberapa faktor seperti kualitas dari barang dan/atau jasa yang dihasilkan, dimana hal ini dibahas oleh Schmitt bahwa terdapat hubungan antara merek dan konsumen yang terbagi menjadi 3 (tiga) level. Level pertama yang menggambarkan nilai kegunaan yang ditawarkan dari merek. Level kedua menunjukan kebutuhan personal konsumen dengan merek sedangkan level ketiga menggambarkan hubungan sosial dengan merek. Hal tersebut menandakan semakin tinggi levelnya semakin bermakna juga sebuah merek bagi konsumennya (Schmitt, 2012).

Oleh karena itu merupakan suatu keharusan merek dimiliki oleh pemilik merek dan mendaftarkannya secara resmi mereknya pada DJKI (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual) dalam Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia agar mereknya terlindungi. Perlindungan hukum atas merek yang terdaftar yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis memang melindungi keberadaan merek namun besar pemahaman masyarakat dan rasa masyarakat dalam menghargai keberadaan sebuah merek yang dapat menimbulkan adanya pelanggaran atas merek (Wijaya & Kansil, 2018). Menurut Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia Tahun 2020, data perlindungan atas merek dalam jenjang tahun 2015-2020 mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 2015 terdapat 284.032 merek yang mendapatkan perlindungan sedangkan pada tahun 2020 terdapat 411.458 merek yang mendapatkan perlindungan (Sahratullah, 2021). Dari data tersebut dapat disimpulkan, telah terjadi kenaikan kasus pelanggaran hak atas merek sebesar 45% dalam 5 tahun. Salah satu kasus pelanggaran hak atas merek yang menarik perhatian penulis terjadi pada tahun 2022 antara PS Glow dan MS Glow.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis dengan didasarkan pada data sekunder dimana penulis akan memberikan penjelasan variabel dari penelitian ini dengan didasarkan pada teori-teori hukum yang akan dijabarkan oleh penulis pada salah satu bagian penelitian ini. Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif yang dilengkapi dengan wawancara. Menurut Peter Mahmud Marzuki (2016), penelitian ini merupakan penelitian yang memaparkan sistem dari sebuah peraturan dan analisis dari hubungan antara peraturan tersebut dengan tindakan yang menyimpang dari aturan yang berlaku (Marzuki, 2013). Penulis menggunakan 2 (dua) pendekatan dalam penelitian ini yaitu, pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan meneliti undang-undang yang ada dan peraturan yang menyangkut dengan isu hukum yang sedang diteliti. Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan penelitian lebih lanjut pada kasus-kasus yang menyangkut dengan isu yang diteliti yang telah menjadi putusan dalam pengadilan.

 

Hasil dan Pembahasan

Hukum menjadi dasar sesuatu yang penting dan sangat berguna untuk mengintegrasikan serta menghubungkan kepentingan-kepentingan akan suatu aktivitas diantara satu sama lain, untuk menghindari konflik yang terjadi akibat adanya benturan-benturan seperti kepentingan berbentuk peraturan baik nasional maupun adat yang telah disahkan oleh pemerintah, Undang-Undang, Peraturan dan sebagainya untuk mengatur pola perjalanan hidup masyarakat. Hal tersebut membentuk makna perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum karena hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian bagi subjek hukum.

Menurut seorang ahli bernama Satjipto Rahardjo (2010), perlindungan hukum dapat terjadi akibat adanya upaya untuk melindungi kepentingan seseorang yang bisa dilakukan dengan mengalokasikan suatu Hak Asasi Manusia berupa kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Menurut Muchsin (2019), perlindungan hukum dilaksanakan untuk melindungi individu dengan adanya suatu hubungan maupun nilai-nilai atau juga dengan kaidah-kaidah yang menjadi sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam kehidupan antar sesama manusia.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000), perlindungan berasal dari kata lindung yang berarti mempertahankan, mencegah, membentengi, mengayomi, sedangkan perlindungan berarti konservasi, pemeliharaan, penjagaan, dan bunker. Secara umum, perlindungan berarti mengayomi sesuatu dari hal-hal yang berbahaya, sesuatu itu bisa saja berupa kepentingan maupun benda atau barang. Selain itu, perlindungan juga mengandung arti pengayoman yang diberikan oleh seseorang terhadap orang yang lebih lemah. Perlindungan hukum dapat diartikan perlindungan oleh hukum atau perlindungan dengan menggunakan sarana hukum. Dalam hukum, pengertian perlindungan hukum adalah segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah, swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan pemenuhan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis merupakan hukum yang sedang berlaku dan menjadi dasar hukum dari Merek. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, pemilik merek bisa mendapatkan hak atas mereknya dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diatur dan mendaftarkannya kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis memberikan perlindungan kepada merek yang sesuai dengan definisi yang tertulis pada Pasal 1 yaitu, Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis menggunakan gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa (Rifai, 2016).

Perlindungan atas sebuah merek terdaftar memberikan hak atas merek pada pemilik merek yang merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh negara untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya dengan adanya lisensi (Septarina & Salamiah, 2020). Hak atas merek tersebut dapat diperoleh setelah merek tersebut terdaftar, merek dapat disebut terdaftar adalah setelah permohonan melalui proses pemeriksaan formalitas, proses pengumuman, dan proses pemeriksaan substantif serta mendapatkan persetujuan Menteri untuk diterbitkan sertifikat. Perlindungan yang diberikan atas merek terdaftar untuk dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaaan dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.

Perlindungan hukum atas merek yang diberikan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis juga didasarkan pada asas First to File dan Prinsip Kewilayahan (Martini et al., 2017). Asas first to file merupakan sistem dimana orang yang pertama mendaftarkan permohonan merek, mendapatkan perlindungan hak atas merek, tanpa memperhatikan tanggal penggunaan Merek yang sebenarnya. Sedangkan untuk prinsip kewilayahan merupakan perlindungan merek hanya berlaku di negara dimana permohonan itu diajukan dan diberikan. Maka, seseorang atau badan hukum perlu mendaftarkan Mereknya ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual agar mendapatkan perlindungan hukum atas Mereknya di Indonesia. Sedangkan untuk dinegara lain, maka pihak tersebut harus mendaftarkannya di negara bersangkutan.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, pelanggaran yang menyangkut hak atas merek dapat terjadi jika merek terdaftar tersebut (Nugraha & Krisnamurti, 2019):

1.      Memiliki persamaan pada pokoknya dan/atau keseluruhannya dengan Indikasi Geografis,

2.      Bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum,

3.      Memiliki kesamaan pada keseluruhannya dengan ekspresi budaya tradisional, warisan budaya tak benda, atau nama atau logo yang sudah merupakan tradisi turun temurun.

�Kesamaan pada pokoknya� diperjelas dalam bagian Penjelasan atas Rancangan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis Pasal 21 ayat (1) berupa kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur yang dominan antara merek yang satu dengan merek yang lain sehingga menimbulkan kesan adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur, maupun persamaan bunyi ucapan, yang terdapat dalam merek tersebut. Dari pelanggaran tersebut, DJKI memberikan pilihan dalam menyelesaikan sengketa tersebut bisa melalui proses mediasi atau arbitrase. Jika melalui proses tersebut para pihak tidak menemukan jalan keluar, dapat dilanjutkan melalui tindakan hukum. Tindakan hukum ini berupa seperti gugatan perdata untuk menghentikan penggunaan merek dagang yang melanggar dengan mengajukan penghapusan dan/atau pembatalan. Pengajuan penghapusan merek dapat diajukan kepada menteri berdasarkan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yaitu Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Sedangkan untuk pembatalan atas merek yang terdaftar dapat diajukan kepada Pengadilan Niaga terhadap pemilik merek terdaftar berdasarkan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Selain dari penghapusan dan/atau pembatalan, pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang menggunakan mereknya tanpa hak atas merek tersebut berupa (Mayana, 2017):

1.      Gugatan ganti rugi

2.      Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.

Pengajuan gugatan pada Pengadilan Niaga salah satunya kasus PS Glow dan MS Glow dimana pihak PS Glow mengajukan gugatan penggunaan merek tanpa hak atas pihak MS Glow di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya yang telah diputuskan oleh Majelis Hakim bahwa pihak PS Glow yang memiliki hak eksklusif atas merek dagangnya dan menyatakan bahwa pihak MS Glow yang secara tanpa hak dan melawan hukum menggunakan merek dagang MS GLOW yang memiliki kesamaan pada pokoknya dengan merek dagang PS GLOW. Perlindungan yang diberikan kepada PS Glow sebagai pihak penggugat pada kasus ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Muchsin bahwa perlindungan hukum dilaksanakan untuk melindungi individu dengan adanya suatu hubungan maupun nilai-nilai atau juga dengan kaidah-kaidah yang menjadi sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam kehidupan antar sesama manusia (M. Muchsin, 2003). Gugatan yang diajukan oleh PS Glow pada Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Surabaya sendiri yaitu gugatan ganti rugi karena PS Glow merasa dirugikan dengan keberadaaan MS Glow yang memiliki kesamaan pada pokoknya merupakan perlindungan yang diberikan dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yaitu pada Pasal 83 ayat (1) yang mengatur mengenai tuntutan ganti rugi atas� merek yang memiliki kemiripan pada pokoknya (Ridla, 2019). Putusan yang telah diputuskan oleh Majelis Hakim di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya juga merupakan salah satu bentuk keadilan yang sesuai dengan teori Aristoteles yang digunakan oleh Hyronimus Rhiti dimana keadilan merupakan keseimbangan dan sesuai dengan salah satu pembagian keadilannya yaitu keadilan korektif dimana keadilan yang berhubungan dengan membetulkan atau membenarkan sesuatu yang salah, memberikan kompensasi bagi pihak yang dirugikan atau memberikan hukuman yang pantas bagi pelaku kejahatan (Rhiti, 2016).

 

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah penulis sampaikan, dapat disimpulkan perlindungan hukum atas merek terdaftar pada DJKI telah tercantum pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Perlindungan hukum yang diberikan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis atas merek yang terdaftar pada DJKI sendiri dapat dilihat dari contoh konkrit yaitu kasus PS Glow dan MS Glow yang telah diputuskan oleh Majelis Hakim di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya dengan Putusan Nomor 2/Pdt.Sus.HKI/Merek/2022/Pn. Niaga Sby.�

Perlindungan hukum terhadap merek terdaftar pada DJKI contohnya PS Glow dan MS Glow berupa pengajuan gugatan oleh pihak PS Glow yang mengalami kerugian ke Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Surabaya, perlindungan yang diberikan Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis mengenai gugatan ganti rugi atas kerugian yang telah dialami pihak PS Glow dan gugatan penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek dagang MS Glow yang memiliki kesamaan pada pokoknya dengan merek dagang PS Glow dan perlindungan yang diberikan dari putusan Majelis Hakim yang didasarkan keadilan dari bukti-bukti yang menguatkan pihak PS Glow untuk mendapatkan hak eksklusif atas merek dagangnya dan bukti-bukti bahwa MS Glow yang secara tanpa hak dan melawan hukum menggunakan merek dagangnya yang memiliki kesamaan pada pokoknya dengan merek dagang PS Glow.

 

 

 


 

BIBLIOGRAFI

 

Indonesia, K. B. B., Uchino, M., Indonesia, U., Indonesia, L. F., Viemilawati, J., Anna, N. N., INDONESIA, I., Kasim, U., Rana, D., & Sul-Teng, L. P. (2000). Tim Penyusun. Jakarta.

 

Martini, D., Haq, H., & Sutrisno, B. (2017). Perlindungan hukum terhadap pengetahuan obat-obatan tradisional dalam rezim Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Indonesia (Studi pada Masyarakat Tradisional Sasak). Jurnal Hukum Dan Peradilan, 6(1), 67�90.

 

Marzuki, P. M. (2013). Penelitian hukum.

 

Marzuki, P. M. (2016). Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Cetakan Ke-12. Jakarta: Kencana.

 

Mayana, R. F. (2017). Perlindungan Merek Non Tradisional Untuk Produk Ekonomi Kreatif Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek, Indikasi Geografis dan Perspektif Perbandingan Hukum. Jurnal Bina Mulia Hukum, 2(1), 26�41.

 

Muchsin, A., Rukiah, R., & Sabir, M. (2019). Legalitas Perkawinan yang Tidak Tercatat pada Masyarakat Pinrang: Analisis Perma No. 1 Tahun 2015 tentang Pelayanan Terpadu Pencatatan Nikah. DIKTUM: Jurnal Syariah Dan Hukum, 17(1), 31�48.

 

Muchsin, M. (2003). Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia. Universitas Sebelas Maret.

 

Nugraha, R., & Krisnamurti, H. (2019). Sengketa Merek Terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis. Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum, 18(2), 97�114.

 

Rahardjo, S. (2010). Penegakan Hukum Progresif. Penerbit Buku Kompas.

 

Rhiti, H. (2016). Landasan Filosofis Hukum Progresif. Justitia Et Pax, 32(1).

 

Ridla, M. A. (2019). Perlindungan Indikasi Geografis terhadap Kopi Yang Belum Terdaftar Menurut First-To-Use-System. Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune, 2(2), 116�125.

 

Rifai, T. P. (2016). Kesiapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean. Fiat Justisia: Jurnal Ilmu Hukum, 10(4), 733�776.

 

Sahratullah, S. (2021). Pengusulan HKI (Hak Kekayaan Intelektual) untuk Petunjuk Praktikum Bioteknologi Berbasis Guided Inquiry. Jurnal Ilmiah Mandala Education, 7(4).

 

Schmitt, B. (2012). The consumer psychology of brands. Journal of Consumer Psychology, 22(1), 7�17.

 

Septarina, M., & Salamiah, S. (2020). Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Pelanggaran Merek Terkenal Yang Tidak Terdaftar Di Indonesia Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis. Al-Adl: Jurnal Hukum, 12(1), 89�100.

 

Wijaya, W., & Kansil, C. S. T. (2018). Analisis Kekuatan Unsur Itikad Baik Pada Pelaksanaan Pendaftaran Merek Di Indonesia (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 364k/Pdt. Sus-Hki/2014) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016. Jurnal Hukum Adigama, 1(1), 937�961.

�

Copyright holder:

Angie Octavia Susanto, Jeane Neltje Saly (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: