Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 5, Mei 2023

PENGARUH VARIASI KEDALAMAN PARIT DAN FREKUENSI PENYIRAMAN PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TIGA VARIETAS BAWANG MERAH

Subandi Nur

Fakultas Pertanian/SPs Unswagati Cirebon

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi lengas tanah/kadar air pada perlakuan variasi dalamnya parit dan frekuensi penyiraman, mendapatkan varietas bawang merah yang menghasilkan pertumbuhan dan hasil paling tinggi pada perlakuan variasi dalamnya parit, mendapatkan varietas bawang merah yang menghasilkan pertumbuhan dan hasil paling tinggi pada perlakuan frekuensi penyiraman, mendapatkan varietas bawang merah yang menghasilkan pertumbuhan dan hasil paling tinggi pada perlakuan variasi dalamnya parit dan frekuensi penyiraman, mengetahui adanya interaksi antara varietas bawang merah, variasi dalamnya parit dan frekuensi penyiraman yang diujikan dilihat dari variabel pertumbuhan dan hasil bawang merah. Penelitian dilakukan di Desa Pulosari Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes selama tiga bulan (Juni sampai dengan Agustus 2019). Penelitianan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Petak Petak Terbagi (Split Split Plot Dsign) dengan rancangan dasar RAKL dan diulang 3 (tiga) kali. Faktor yang dicoba adalah :� Kedalaman Parit (P = 3), Varietas (V = 3) dan Frekuensi Penyiraman (F = 2). Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisis sidik ragam pada taraf kesalahan 5 %, apabila terjadi perbedaan nyata dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kadar lengas tanah tertinggi pada perlakuan kedalaman parit dan frekuensi penyiraman dimiliki oleh perlakuan kedalaman parit 70 cm dan frekuensi penyiraman dua kali sehari (37,06 mm.10 cm^-1), varietas bawang merah yang menghasilkan pertumbuhan dan hasil paling tinggi pada perlakuan variasi kedalaman parit dan frekuensi penyiraman adalah Sumenep (V3) dan adanya interaksi varietas, kedalaman parit dan frekuensi penyiraman terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah.�

Kata kunci: Kedalaman parit,Varietas bawang merah, Frekuensi penyiraman.

Abstract

This study aims to identify soil moisture / moisture content in the treatment of trench depth variation and watering frequency, obtain onion varieties that produce the highest growth and yield in trench depth variation treatment, obtain onion varieties that produce the highest growth and yield in watering frequency treatment, obtain onion varieties that produce the highest growth and yield in depth variation treatment Trenches and watering frequency, knowing the interaction between onion varieties, variations in trench depth and watering frequency tested seen from the growth and yield variables of shallots. The study was conducted in Pulosari Village, Brebes District, Brebes Regency for three months (June to August 2019). The research was conducted using the Split Split Plot Dsign with the basic design of RAKL and repeated 3 (three) times. The factors tried were: Trench Depth (P = 3), Variety (V = 3) and Watering Frequency (F = 2). The data obtained were analyzed using fingerprint analysis at an error level of 5%, if there was a real difference followed by the Smallest Real Difference Test (BNT) at the level of 5%. The results showed that the highest soil moisture content in trench depth treatment and watering frequency was owned by trench depth treatment of 70 cm and watering frequency twice a day (37.06 mm.10 cm-1), the onion variety that produced the highest growth and yield in the treatment of trench depth variations and watering frequency was Sumenep (V3) and the presence of varietal interactions, depth of trench and frequency of watering to the growth and yield of onions.

Keywords: Trench depth, Shallot varieties, Watering frequency.

Pendahuluan

�� Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang memiliki arti penting bagi masyarakat, baik dilihat dari penggunaannya sebagai bumbu masak yang dibutuhkan sehari-hari ataupun dari nilai ekonominya yang tinggi (Simangunsong, 2020). Setiap tahun permintaan bawang merah untuk konsumsi dan bibit dalam negeri mengalami peningkatan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka produksi dan mutu hasil bawang merah harus selalu ditingkatkan (Sutrisna & Dewi, 2016). Usaha tani bawang merah menyebar di hampir semua provinsi di Indonesia. Bawang merah dapat diusahakan di dataran rendah sampai dataran tinggi, pada lahan bekas sawah/padi, lahan kering dan lahan pekarangan (Pakpahan, 2020).

Teknik budidaya bawang merah yang umum dilakukan oleh petani di Kabupaten Brebes antara lain dalam pembuatan parit antar bedengan dengan lebar parit 50 cm, dan kedalaman parit 60 � 70 cm (Nur, 2023). Adapun manfaat parit tersebut salah satunya untuk menampung air yang digunakan untuk mengairi tanaman bawang merah (Subandi & Al-Hakim, n.d.). Penyiraman tanaman bawang merah dilakukan dengan menggunakan alat tradisional yang disebut embrat, air dari parit diambil dengan embrat kemudian disiramkan pada tanaman bawang merah. Dengan kedalaman parit 60 � 70 cm. yang dibuat oleh petani di Kabupaten Brebes, maka petani harus mengeluarkan biaya pengolahan tanah yang relatif besar dan membutuhkan waktu yang relatif lebih lama. Dari hasil analisis, biaya terbesar untuk budidaya bawang merah adalah untuk pembelian benih kurang lebih 43 %, diikuti biaya tenaga kerja kurang lebih 41 %. Khusus biaya untuk pembuatan parit dan penyiraman kurang lebih 53 % dari biaya tenaga kerja (Riyanti, 2011). Total biaya yang dikeluarkan untuk budidaya bawang merah per hektar kurang lebih mencapai� Rp. 56.918.272,-. (DPKKT Kab. Brebes, 2007 dan Haris dkk., 2015). Dengan besarnya biaya pengolahan tanah dan penyiraman tersebut, maka biaya produksi akan semakin besar, hal ini akan berpengaruh pada keuntungan� yang diterima petani. Dan dengan waktu pengolahan tanah semakin lama, maka masa panennya akan mundur, hal ini dapat mempengaruhi pemasaran (Aldila et al., 2015). Dikatakan oleh (Swasono, 2012) bahwa, pengairan hingga saat ini masih membebani petani ditinjau dari segi tenaga kerja maupun biaya yang dikeluarkan. Menurut (Swasono, 2012), tenaga yang diperlukan untuk penyiraman tanaman bawang merah masih membebani petani dan bahkan menjadi pekerjaan utama petani di atas kegiatan sehari-hari.

�� Dikatakan oleh (Dewi, n.d.) bahwa, salah satu masalah utama untuk produksi tanaman bawang merah adalah teknik budidaya yang kurang tepat yang dipraktekkan oleh petani, penerapan manajemen budidaya tanaman bawang merah yang tepat tidak diragukan dalam meningkatkan hasil panen tanaman bawang merah. Pengolahan tanah pada dasarnya dimaksudkan untuk menciptakan lapisan olah yang gembur dan cocok untuk budidaya bawang merah.

�� Pengolahan tanah umumnya diperlukan untuk menggemburkan tanah, sehingga pertumbuhan umbi bawang merah tidak terhambat karena sifat fisika tanah yang kurang optimal. Pengolahan tanah juga dilakukan untuk memperbaiki drainase, meratakan permukaan tanah dan pengendalian gulma (Amanda, n.d.).

�� Salah satu cara untuk meningkatkan produksi bawang merah adalah dengan menggunakan varietas, terpenuhinya persyaratan tumbuh dan melakukan perbaikan teknik budidaya (Cahyani, 2022).

Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2019. Penelitian ini dilaksanakan dilahan sawah di desa Pulosari Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes. Ketinggian tempat kurang lebih 3 m di atas permukaan laut, jenis tanah Aluvial, curah hujan rata-rata pertahun 1.708 mm. Dengan jumlah hari hujan 129 hh.

�� Bahan yang diperlukan antara lain benih tiga varietas bawang merah (Bima, Kuning dan Sumenep), pupuk anorganik� (ZA, Urea, SP-36 dan KCl ), air dan pestisida. Adapun alat yang diperlukan antara lain timbangan, alat tulis, penggaris, cangkul, glampeng, ember, hand sprayer, gembor, termometer tanah dan termohygrometer.

�� �Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan perlakuan Rancangan Petak Petak Terbagi (Split Split Plot Dsign)� dengan rancangan lingkungan RAKL dan diulang 3 (tiga) kali. Faktor yang dicoba adalah :

1. Petak Utama : Kedalaman Parit (P), P1 : 30 cm., P2 : 50 cm. dan P3 : 70 cm.

2. Anak Petak : Varietas (V), V1 : Bima,� V2 : Kuning dan V3 : Sumenep.

3. Anak-anak Petak : Frekuensi Penyiraman (F) : F1 : 1 kali sehari dan F2 : 2 kali sehari.

Berdasarkan rancangan tersebut terdapat 18 kombinasi perlakuan, dengan 3 kali ulangan, maka akan terdapat 54 petak percobaan yang berasal dari (3 X 3 X 2 X 3). Pengamatan dilakukan terhadap variabel� penelitian yaitu :

a. Tinggi tanaman

b. Jumlah daun

c. Luas daun

d. Jumlah anakan

e. Panjang akar

f. Bobot umbi segar tiap rumpun (gr/rumpun)

g. Bobot umbi kering tiap rumpun �(gr/rumpun)

h. Laju pertumbuhan tanaman.

�� ��Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisis sidik ragam pada taraf kesalahan 5 %, apabila terjadi perbedaan nyata dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkeil (BNT) 5 %.

Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis statistik pertumbuhan dan hasil tiga varietas bawang merah dengan perlakuan variasi kedalaman parit dan frekuensi penyiraman disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1

Hasil analisi berbagai pengamatan pada berbagai perlakuan

�� Sumber Keragaman��

Variabel��

�� P�� F�� V�� PV�� PF�� FV�� PFV

Tinggi Tanaman�� **�� ns�� *�� ns�� **�� **�� *

Jumlah Daun�� ns�� *�� **�� **�� **�� *�� *

Luas Daun�� *�� ns�� **�� **�� *�� ns�� *

Jumlah Anakan�� ns�� ns�� **�� ns�� ns�� ns�� ns

Bobot Umbi Segar�� *�� *�� **�� *�� ns�� ns ��ns

Bobot Umbi Kering�� ns�� **�� **�� **�� ns�� *�� *

Laju Pertumbuhan�� ns�� **�� **�� *�� ns�� ns�� ns��

Keterangan :

**�� :� Berpengaruh sangat nyata

*�� :� Berpengaruh nyata

ns�� :� Tidak berpengaruh nyata

P�� :� Kedalaman parit

F�� :� Frekuensi penyiraman

V�� :� Varietas��

PV�� :� Interaksi Kedalaman parit dengan Varietas

PF�� :� Interaksi Kedalaman parit dengan Frekuensi penyiraman

FV�� :� Interaksi Frekuensi penyiraman dengan Varietas

PFV�� :� Interaksi Kedalaman parit, Frekuensi penyiraman dan Varietas.

Hasil analisis statistik pada Tabel 1. menunjukkan bahwa varietas mempunyai respon nyata terhadap tinggi tanaman dan sangat nyata terhadap jumlah daun, luas daun, panjang akar, jumlah anakan, bobot umbi segar, bobot umbi kering dan laju pertumbuhan. Pengaruh interaksi antara varietas dengan kedalaman parit berpengaruh pada jumlah daun, panjang akar, luas daun, bobot umbi segar, bobot umbi kering dan laju pertumbuhan. Interaksi varietas dengan frekuensi penyiraman berpengaruh pada jumlah daun, panjang akar dan bobot umbi kering. Adapun pengaruh interaksi varietas, kedalaman parit dan frekuensi penyiraman berpengaruh pada tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun dan bobot umbi kering.

Uji lanjut untuk membedakan nilai rerata pengamatan pada variabel pengamatan ditunjukkan pada Tabel 2. Pada Tabel 2. menunjukkan bahwa, varietas Bima (V1) memiliki pertumbuhan tertinggi pada tinggi tanaman (35,18 cm), kemudian diikuti oleh varietas Sumenep (V3) dengan tinggi tanaman (33,33 cm) dan varietas Kuning (V2) dengan tinggi tanaman (32,51 cm). Untuk jumlah daun varietas Sumenep (V3) memiliki jumlah daun tertinggi (25,03 helai), kemudian diikuti oleh varietas Bima (V1) dengan jumlah daun (22,06 helai) dan varietas Kuning (V2) dengan jumlah daun (21,25 helai). Adapun jumlah anakan tertinggi dimiliki oleh varietas Sumenep (V3) dengan jumlah anakan (7,55 buah), selanjutnya diikuti oleh varietas Bima (V1) sejumlah (6,59 buah) dan varietas Kuning (V2) dengan jumlah anakan (6,58 buah). Perbedaan pertumbuhan� tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor genetis. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Putrasamedja et al., 2012), bahwa varietas Kuning mempunyai pertumbuhan tinggi tanaman relatif lebih rendah dengan varietas Bima dan varietas Philipine. Hal ini sesuai dengan penyataannya (Sumarni & Sumiati, n.d.), bahwa tinggi tanaman, jumlah anakan dan jumlah daun tanaman bawang merah lebih banyak ditentukan oleh faktor genetis.

Hasil sidik ragam varietas juga menunjukkan perbedaan pada variabel panjang akar, luas daun, bobot umbi basah, bobot umbi kering dan laju pertumbuhan. Perbedaan untuk variabel tersebut yang tertinggi dimiliki oleh varietas Sumenep (V3) dan diikuti oleh varietas Bima (V1) dan varietas Kuning (V2). Hal ini diduga bahwa varietas Sumenep (V3) relatif lebih bisa memanfatkan kondisi lingkungan yang ada dibandingkan varietas yang lain, sehingga dapat berkembang lebih optimal. Dikatakan oleh (Novitasari, 2022) bahwa fenotipik tanaman ditentukan oleh interaksi antara faktor genetik dan lingkungan, dan varietas yang toleran terhadap lingkungan memiliki mekanisme pertahanan diri agar pertumbuhan dan produksinya tidak terpengaruh.�

Kedalaman parit perpengaruh terhadap tinggi tanaman, luas daun dan bobot umbi basah. Kedalaman parit 30 cm (P1) menunjukkan tanaman bawang merah paling tinggi (35,03 cm), kemudian diikuti oleh kedalaman parit 50 cm (P2) dengan tinggi tanaman (33,12 cm) dan kedalaman parit 70 cm (P3) dengan tinggi tanaman (32,89 cm). Hal ini kemungkinan karena pada kedalaman parit (30 cm), maka jarak antara sumber air dan daerah perakaran tanaman bawang merah relatif lebih dekat dibandingkan jarak antara daerah perakaran tanaman bawang merah dengan kedalaman parit (50 cm) dan kedalaman parit (70 cm). Dengan kondisi seperti ini tanaman yang daerah perakarannya relatif lebih dekat dengan sumber air, maka akan lebih cepat untuk berkembang. Dikatakan oleh (Sutanto, 2015), bahwa kemampuan tanaman untuk mendapatkan air ditentukan oleh beberapa hal, antara lain kemampuan akar tanaman untuk menyerap dan menggunakan air dalam berkontak dan kecepatan air tanah bergerak masuk untuk menggantikan air yang digunakan oleh tanaman. Ditambahkan oleh (Subekti et al., 2019), bahwa air bergerak dari tempat dengan potensi kelembaban tinggi ketempat dengan potensi kelembaban rendah.

Tabel 2

Respon varietas terhadap perlakuan variasi kedalaman parit dan frekuensi penyiraman pada variabel pengamatan

Perlakuan�� TT�� JD�� LD�� PA�� JA�� BUS�� BUK�� LPT��

�� (cm)�� (helai)�� (cm²)�� (cm)�� (buah)�� (g)�� (g)�� (g.m^-2.mgg^-1)��

�� Kedalaman Parit

P1�� 35,03 b�� 22,24 a�� 23,94 b�� 28,54 a�� 6,91 a�� 321,25 b�� 254,75 a�� 146,65 a�

P2�� 33,12 a�� 23,39 a�� 21,07 a�� 27,65 a�� 6,76 a�� 307,50 a�� 258,7 a�� 147,41 a

P3� ��32,89 a�� 22,72 a�� 22,56 a�� 27,73 a�� 7,06 a�� 307,10 a�� 260,15 a�� 152,79 a

�� Frekuensi Penyiraman

F1�� 32,46 a�� 21,87 a�� 22,49 a�� 27,35 a�� 7,01 a�� 302,3 a�� 253,5 a�� 144,15 a

F2�� 32,68 a�� 23,69 b�� 22,55 a�� 28,59 b�� 6,80 a�� 321,55 b�� 262,13 a�� 153,75 b

Varietas

V1�� 35,18 b�� 22,06 a�� 21,24 a�� 17,23 a�� 6,59 a�� 313,6 a�� 254,85 a�� 150,48 b

V2�� 32,51 a�� 21,25 a�� 21,81 a�� 18,05 a�� 6,58 a�� 305,45 a�� 246,75 a�� 145,33 a

V3�� 33,33 a�� 25,03 b�� 24,50 b�� 20,65 b�� 7,55 b�� 316,75 b�� 271,85 b�� 151,04 b

Pada Tabel 2. juga dapat dilihat, bahwa penyiraman dua kali sehari (F2) mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan jumlah daun lebih banyak (23,69 helai) dibandingkan dengan penyiraman satu kali sehari (F1) dengan jumlah daun (21,87 helai). Penyiraman dua kali sehari (F2) juga berpengaruh terhadap panjang akar, dimana (F2) memiliki panjang akar (28,59 cm) sedangkan (F1) memiliki panjang akar (27,35 cm).� Untuk bobot umbi segar, penyiraman dua kali sehari (F2) memiliki bobot umbi segar (321,55 g) dan lebih tinggi dibandingkan bobot umbi segar yang dimiliki penyiraman satu kali sehari (F1) yaitu seberat (302,30 g). Demikian juga variabel laju pertumbuhan, laju pertumbuhan tanaman bawang merah pada penyiraman dua kali sehari (F2) memiliki nilai lebih tinggi (153,75 g.m^-2.mgg^-1) dibandingkan dengan laju pertumbuhan yang dimiliki penyiraman satu kali sehari (F1) yaitu sebesar (144,15 g.m^-2.mgg^-1). Perbedaan ini kemungkinan disebabkan untuk tanaman bawang merah yang disiram dua kali sehari, maka dalam pertumbuhannya lebih baik karena mendapatkan lingkungan yang relatif lebih sesuai. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh (Ramadhani, 2018), bahwa tanaman bawang sangat sensitif terhadap cekaman kekurangan air, hal ini dapat menyebabkan hasil dan kualitas biasanya dibawah harapan.

A. Interaksi Varietas, Kedalaman Parit dan Frekuensi Penyiraman terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah.

a. Tinggi tanaman

Pengaruh varietas, kedalaman parit dan frekuensi penyiraman terhadap tinggi tanaman ditunjukkan pada tabel 3. Tinggi tanaman pada varietas Bima dan varietas Kuning� meningkat pada kedalaman parit 30 cm, 50 cm dan 70 cm dengan meningkatnya frekuensi penyiraman. Adapun tinggi tanaman vrietas Sumenep tetap pada kedalaman parit 30 cm, 50 cm dan 70 cm dengan meningkatnya frekuensi penyiraman. Hal ini diduga karena variabel tinggi tanaman merupakan variabel yang sangat dipengaruhi oleh faktor genetis dan lingkungan.��

Tabel 3

Pengaruh varietas, kedalaman parit dan frekuensi penyiraman terhadap tinggi tanaman bawang merah

�� 30 cm�� 50 cm�� 70 cm

�� Satu kali�� Dua kali�� Satu kali�� Dua kali�� Satu kali�� Dua kali

Bima�� 34,6 a�� 38,73 b�� 32,9 a�� 36,36 b�� 32,56 a�� 35,96 b

�� A�� B�� C�� C�� A�� B

Kuning�� 33,56 a�� 34,90 a�� 29,9 a�� 31,33 a�� 31,4 a�� 34,0 b

�� A�� A�� B�� A�� A�� A��

Sumenep�� 33,7� a�� 34,7 a�� 32,9 a�� 33,93 a�� 32,03 a�� 32,73 a

�� A�� A�� A�� B�� A�� A

b. Jumlah daun

Pengaruh varietas, kedalaman parit dan frekuensi penyiraman terhadap jumlah daun bawang merah ditunjukkan pada tabel 4. Jumlah daun pada varietas Bima tetap pada kedalaman parit 30 cm, sedangkan pada kedalaman parit 50 cm dan 70 cm memiliki jumlah daun yang meningkat dengan meningkatnya frekuensi penyiraman.

Jumlah daun pada varietas Kuning tetap pada kedalaman parit 30 cm dan 50 cm, sedangkan pada kedalaman 70 cm memiliki jumlah daun yang meningkat dengan meningkatnya frekuensi penyiraman. Jumlah daun varietas Sumenep meningkat pada kedalaman parit 30 cm dan 50 cm, sedangkan pada kedalaman parit 70 cm memiliki jumlah daun yang tetap dengan meningkatnya frekuensi penyiraman. Hal ini diduga karena variabel jumlah daun merupakan variabel yang sangat dipengaruhi oleh faktor genetis dan lingkungan.��

Tabel 4

Pengaruh varietas, kedalaman parit dan frekuensi penyiraman terhadap jumlah daun bawang merah

�� 30 cm�� 50 cm�� 70 cm

�� Satu kali�� Dua kali�� Satu kali�� Dua kali�� Satu kali�� Dua kali

Bima�� 21,23 a�� 23,03 a�� 21,43 a�� 24,7 b�� 19,8 a�� 22,2 b

�� A�� A�� A�� AB�� A�� A

Kuning�� 19,8 a�� 21,1 a�� 21,6 a�� 23,7 a�� 18,06 a�� 23,16 b

�� A�� A�� A�� A�� A�� A��

Sumenep�� 22,36 a�� 25,93 b�� 22,53 a�� 26,33 b�� 26,46 a�� 26,60 a

�� B�� B�� A�� B�� B�� B��

�

�� Adapun pengaruh varietas dan kedalaman parit terhadap jumlah daun bawang merah ditunjukkan pada tabel 5. Jumlah daun varietas Bima pada kedalaman parit 30 cm, 50 cm dan 70 cm tidak berbeda. Adapun jumlah daun varietas Kuning pada kedalaman parit 50 cm memiliki jumlah daun terbanyak (22,68 helai), diikuti kedalaman parit 70 cm dengan jumlah daun (20,61 helai) kemudian kedalaman parit 30 cm dengan jumlah daun (20,45 helai). Sedangkan jumlah daun varietas Sumenep tertinggi pada kedalaman parit 70 cm (26,53 helai), kemudian diikuti kedalaman parit 50 cm (24,43 helai) dan kedalaman parit 30 cm (24,15 helai).��

Tabel 5

Pengaruh interaksi varietas dan kedalaman parit terhadap jumlah daun bawang merah

�� 30 cm�� 50 cm�� 70 cm

��

Bima�� 22,13� a�� 23,06 a�� 21,00 a

�� A�� A�� A

Kuning�� 20,45 a�� 22,68 b�� 20,61 a

�� A�� A�� A�

Sumenep�� 24,15 a�� 24,43 ab�� 26,53 b�

�� B�� A�� B

�� Pengaruh varietas dan kedalaman parit terhadap jumlah daun bawang merah ditunjukkan pada tabel 5. Jumlah daun varietas Bima dan varietas Kuning memiliki jumlah daun yang meningkat dan berbeda dengan adanya frekuensi penyiraman. Sedangkan jumlah daun varietas Sumenep dengan adanya frekuensi penyiraman tidak berbeda.

Tabel 6

Pengaruh interaksi varietas dan penyiraman terhadap jumlah daun bawang merah

�� Penyiraman

�� Satu kali�� Dua kali

Bima�� 20,82 a�� 23,31 b

�� A�� AB��

Kuning�� 19,82 a�� 22,67 b

�� A�� A

Sumenep�� 24,97 a�� 25,10 a

�� B�� B

�� Pengaruh kedalaman parit dan frekuensi penyiraman terhadap jumlah daun bawang merah ditunjukkan pada tabel 7. Jumlah daun tertinggi dimiliki pada interaksi antara kedalaman parit 50 cm dengan frekuensi penyiraman dua kali sehari (24,93 helai), kemudian diikuti oleh kedalaman parit 70 cm dengan frekuensi penyiraman dua kali sehari (23,98 helai) dan kedalaman parit 30 cm dengan frekuensi penyiraman dua kali sehari (22,16 helai). Sedangkan jumlah daun pada frekuensi penyiraman satu kali sehari tidak menunjukkan perbedaan pada pada interaksi dengan kedalaman parit 30 cm, 50 cm dan 70 cm.

Tabel 7

Pengaruh interaksi kedalaman parit dan penyiraman terhadap jumlah daun bawang merah

�� Penyiraman

�� Satu kali�� Dua kali

��

30 cm�� 22,32 a�� 22,16 a

�� A�� A��

50 cm�� 21,85 a�� 24,93 b

�� A�� B

70 cm�� 21,44 a�� 23,98 b

�� A�� AB

c. Luas daun

�� Pengaruh varietas, kedalaman parit dan frekuensi penyiraman terhadap luas daun bawang merah ditunjukkan pada tabel 8. Luas daun pada varietas Bima, Kuning dan varietas Sumenep tetap pada kedalaman parit 30 cm, 50 cm dan 70 cm memiliki luas daun yang tetap dengan meningkatnya frekuensi penyiraman. Hal ini diduga karena variabel luas daun merupakan variabel yang sangat dipengaruhi oleh faktor genetis. Dikatakan oleh (Kilmanun et al., 2020), bahwa penampilan (fenotipik) tanaman ditentukan oleh interaksi antara genetik dan lingkungan.�

Tabel 8

Pengaruh varietas, kedalaman parit dan frekuensi penyiraman terhadap luas daun bawang merah

�� 30 cm�� 50 cm�� 70 cm

�� Satu kali�� Dua kali�� Satu kali�� Dua kali�� Satu kali�� Dua kali

Bima�� 24,03 a�� 24,52 a�� 18,26 a�� 19,53 a�� 20,23 a�� 20,40 a

�� B�� B�� A ��A�� A�� A

Kuning�� 22,63 a�� 23,20 a�� 20,6 a�� 20,63 a�� 22,06 a�� 22,76 a

�� A�� A�� B�� B�� B�� B�

Sumenep�� 24,56 a�� 24,66 a�� 23,76 a�� 24,63 a�� 24,60 a�� 24,80 a

�� B�� B�� C�� C�� C�� C�

�� Pengaruh varietas dan kedalaman parit terhadap luas daun bawang merah ditunjukkan pada tabel 9. Kedalaman parit menunjukkan perbedaan pada luas daun bawang merah. Luas daun varietas Bima tertinggi pada kedalaman parit 30 cm (24,27 cm²), kemudian diikuti pada kedalaman parit 70 cm (20,56 cm²) dan kedalaman parit 50 cm (18,9 cm²).� Luas daun varietas Kuning terdapat perbedaan antar kedalaman parit, luas daun varietas Kuning tertinggi (22,91 cm²) pada kedalaman parit 30 cm, kemudian diikuti luas daun pada kedalaman parit 70 cm (22,41 cm²) dan luas daun pada kedalaman 50 cm (20,11 cm²). Luas daun pada varietas Sumenep tidak ada perbedaan antar kedalaman parit. Adapun luas daun tertinggi pada interaksi varietas dan kedalaman parit dimiliki pada interaksi varietas Sumenep (V3) dengan kedalaman parit 70 cm (P3) dengan luas daun (24,7 cm²).��

Tabel 9

Pengaruh interaksi varietas dan kedalaman parit terhadap luas daun bawang merah

�� 30 cm�� 50 cm�� 70 cm

��

Bima�� 24,27 c�� 18,9 a�� 20,56 b

�� B�� A�� A

Kuning�� 22,91 b�� 20,11 a�� 22,41 b

�� A�� B�� B��

Sumenep�� 24,61 a�� 24,2 a�� 24,7 a

�� B�� C�� C�

d. Bobot umbi kering

�� Pengaruh varietas, kedalaman parit dan frekuensi penyiraman terhadap bobot umbi kering bawang merah ditunjukkan pada tabel 6. Bobot umbi kering pada varietas Bima meningkat pada kedalaman parit 30 cm, sedangkan� pada kedalaman parit 50 cm dan 70 cm memiliki bobot umbi kering yang tetap dengan meningkatnya frekuensi penyiraman. Bobot umbi kering varietas Kuning dan varietas Sumenep tetap pada kedalaman parit 30 cm, 50 cm dan 70 cm dengan meningkatnya frekuensi pernyiraman. Bobot umbi kering tertinggi dimiliki oleh varietas Sumenep kemudian diikuti oleh varietas Bima dan varietas Kuning.�

Tabel 10

Pengaruh varietas, kedalaman parit dan frekuensi penyiraman terhadap bobot umbi kering bawang merah

�� 30 cm�� 50 cm�� 70 cm

�� Satu kali�� Dua kali�� Satu kali�� Dua kali�� Satu kali�� Dua kali

Bima�� 49,72 a�� 52,97 b�� 50,11 a�� 51,68 a�� 49,93 a�� 51,41 a

�� B�� B�� B�� A�� A�� A��

Kuning�� 43,97 a�� 49,60 a�� 49,50 a�� 51,68 b�� 49,90 a�� 51,48 a

�� A�� A�� A�� A�� A�� A��

Sumenep�� 54,61 a�� 54,78 a�� 53,21 a�� 54,23 a�� 53,81 a�� 55,60 a

�� C�� C�� C�� B�� B�� B��

�� Pengaruh varietas dan kedalaman parit terhadap bobot umbi kering bawang merah ditunjukkan pada tabel 11. Bobot umbi kering varietas Bima dan varietas Sumenep pada kedalaman parit 30 cm, 50 cm dan 70 cm tidak berbeda. Sedangkan bobot kering varietas Kuning tertinggi (50,69 g) pada kedalaman parit 70 cm, kemudian diikuti kedalaman parit 50 cm (50,59 g) dan kedalaman parit 30 cm (46,79 g). Adapun varietas yang memiliki bobot kering tertinggi adalah varietas Sumenep (54,37 g), kemudian diikuti varietas Bima (50,97 g) dan varietas Kuning (49,35 g). Hal ini kemungkinan disebabkan varietas Sumenep lebih relatif lebih dapat menyesuaikan dengan lingkungan, sehingga penimbunan hasil fotosintesis lebih tinggi dibandingkan varietas Bima dan varietas Kuning. Dikatakan oleh (Iriani, 2013), bahwa setiap varietas bawang merah mempunyai daya adaptasi yang lebih khusus pada agroekologi tertentu.�

�

Tabel 11

Pengaruh interaksi varietas dan kedalaman parit terhadap bobot umbi kering bawang merah

�� 30 cm�� 50 cm�� 70 cm

��

Bima�� 51,34 a�� 50,89 a�� 50,67 a

�� B�� A�� A

Kuning�� 46,79 a�� 50,59 a�� 50,69 b

�� A�� A�� A��

Sumenep�� 54,70 a�� 53,72 a�� 54,70 a�

�� C�� B�� B

�� Pengaruh varietas dan kedalaman parit terhadap bobot umbi kering bawang merah ditunjukkan pada tabel 12. Bobot umbi kering varietas Bima dan Sumenep tidak berbeda pada frekuensi penyiraman satu kali sehari dan dua kali� sehari. Sedangkan bobot kering varietas Kuning berbeda pada frekuensi penyiraman. Bobot kering umbi tertinggi dimiliki varietas Sumenep pada frekuensi penyiraman dua kali sehari (54,87 g), diikuti frekuensi penyiraman satu kali sehari (53,88 g).��

Tabel 12

Pengaruh interaksi varietas dan penyiraman terhadap bobot umbi kering bawang merah

�� Penyiraman

�� Satu kali�� Dua kali

Bima�� 50,44 a�� 51,55 a

�� B�� A

Kuning�� 47,79 a�� 50,92 b

�� A�� A

Sumenep�� 53,88 a�� 54,87 a

�� C�� B

�� Tabel 13. Menunjukkan bahwa panjang akar varietas Bima dan varietas Kuning tidak berbeda pada kedalaman parit 30 cm, 50 cm dan 70 cm. Sedangkan panjang akar varietas Sumenep tertinggi pada kedalaman parit 30 cm (32,35 cm), kemudian diikuti kedalaman parit 50 cm (30,88 cm) dan kedalaman parit 70 cm (29,73 cm).

Tabel 13

Pengaruh interaksi varietas dan kedalaman parit terhadap panjang akar bawang merah

�� 30 cm�� 50 cm�� 70 cm

��

Bima�� 26,08 a�� 25,35 a�� 26,13 a

�� A�� A�� A

Kuning�� 27,2 a�� 26,71 a�� 27,33 a�

�� B�� B�� B

Sumenep�� 32,35 c�� 30,88 b�� 29,73 a

�� C�� C�� C��

�� Panjang akar akibat pengaruh interaksi varietas dan frekuensi penyiraman ditunjukkan pada Tabel 14.� Panjang akar bawang merah varietas Bima dan varietas Kuning tidak berbeda pada frekuensi penyiraman. Sedangkan varietas Sumenep panjang akar pada frekuensi penyiraman dua kali sehari lebih tinggi dibandingkan dengan penyiraman satu kali sehari. Hal ini kemungkinan varietas Sumenep relatif lebih adaptif dibandingkan varietas Bima dan Kuning pada lingkungan yang ada, sehingga dengan meningkatnya frekuensi penyiraman diikuti peningkatan panjang akar.

Tabel 14

Pengaruh interaksi varietas dan penyiraman terhadap panjang akar bawang merah

�� Penyiraman

�� Satu kali�� Dua kali

Bima�� 25,46 a�� 26,24 a

�� A�� A

Kuning�� 26,60 a�� 27,56 a

�� B�� B��

Sumenep�� 30,01 a�� 31,96 b

�� C�� C��

Pengaruh varietas dan kedalaman parit terhadap bobot umbi segar bawang merah ditunjukkan pada tabel 15. Bobot umbi segar varietas Bima, Kuning dan varietas Sumenep pada kedalaman parit 30 cm, 50 cm dan 70 cm meningkat. Rata-rata bobot umbi segar tertinggi� pada perlakuan kedalaman parit 70 cm� adalah varietas Sumenep (63,35 g), kemudian diikuti varietas Bima (62,72 g) dan varietas Kuning (61,09 g).��

Tabel 15

Pengaruh interaksi varietas dan kedalaman parit terhadap bobot umbi segar bawang merah

�� 30 cm�� 50 cm�� 70 cm

��

Bima�� 62,71 a�� 62,05 a�� 63,4 a

�� B�� A�� A��

Kuning�� 57,99 a�� 61,33 ab�� 63,96 b

�� A�� A�� A

Sumenep�� 63,56 a�� 61,10 a�� 65,39 b

�� C�� A�� A

�� Pengaruh varietas dan kedalaman parit terhadap laju pertumbuhan bawang merah ditunjukkan pada tabel 16. Laju pertumbuhan untuk varietas Bima dan varietas Sumenep pada perlakuan kedalaman parit 30 cm, 50 cm dan 70 cm tidak menunjukkan perbedaan. Sedangkan laju pertumbuhan varietas Kuning meningkat dengan meningkatnya kedalaman parit. Pada kedalaman parit 30 cm, varietas Sumenep memiliki laju pertumbuhan tertinggi (151,54 mg.m^-1.mgg^-1), kemudian diikuti varietas Bima (150,45 mg.m^-1.mgg^-1) dan varietas Kuning (137,95 mg.m^-1.mgg^-1). Laju pertumbuhan untuk varietas Bima, Kuning dan varietas Sumenep tidak berbeda pada kedalaman parit 50 cm dan 70 cm.

Tabel 16

Pengaruh interaksi varietas dan kedalaman parit terhadap laju pertumbuhan bawang merah

�� 30 cm�� 50 cm�� 70 cm

��

Bima�� 150,45 a�� 146,87 a�� 152,12 a�

�� B�� A�� A

Kuning�� 137,95 a�� 145,79 ab�� 152,25 b

�� A�� A�� A

Sumenep�� 151,54 a�� 147,58 a�� 151,00 a

�� B�� A�� A

Kesimpulan

�� Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa, kadar lengas tanah tertinggi pada perlakuan kedalaman parit dan frekuensi penyiraman dimiliki oleh perlakuan kedalaman parit 70 cm dan frekuensi penyiraman dua kali sehari (37,06 mm.10 cm^-1). Varietas bawang merah yang menghasilkan pertumbuhan dan hasil paling tinggi pada perlakuan variasi kedalaman parit adalah varietas Sumenep (V3). Varietas bawang merah yang menghasilkan pertumbuhan dan hasil paling tinggi pada perlakuan frekuensi penyiraman adalah varietas Sumenep (V3). Varietas bawang merah yang menghasilkan pertumbuhan dan hasil paling tinggi pada perlakuan variasi kedalaman parit dan frekuensi penyiraman adalah Sumenep (V3). Adanya interaksi varietas, kedalaman parit dan frekuensi penyiraman terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah.�

BIBLIOGRAFI

Aldila, H. F., Fariyanti, A., & Tinaprilla, N. (2015). Analisis Profitabilitas Usahatani Bawang Merah Berdasarkan Musim Di Tiga Kabupaten Sentra Produksi Di Indonesia. Sepa: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis, 11(2), 249�260.

Amanda, U. D. (N.D.). Teknologi Budidaya Bawang Merah Ulima Darmania Amanda & Silvia Yuniarti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten.

Cahyani, I. S. (2022). Potensi Produksi Tanaman Bawang Merah (Allium Cepa L.) Di Dataran Tinggi Desa Bonto Marannu Kecamatan Uluere Kabupaten Bantaeng. Universitas Bosowa.

Dewi, C. A. (N.D.). Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pelatihan Diversifikasi Produk Olahan Jagung Untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan Di Labuapi Lombok Barat. Strategi Penanggulangan Pangan, Gizi Dan Stunting Dalam Mendukung Pencapaian Sdgs, 113.

Iriani, E. (2013). Prospek Pengembangan Inovasi Teknologi Bawang Merah Di Lahan Sub Optimal (Lahan Pasir) Dalam Upaya Peningkatan Pendapatan Petani. Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, 11(2), 231�243.

Kilmanun, J. C., Purbiaty, T., & Sugiarti, T. (2020). Pengembangan Kawasan Jeruk Berbasis Korporasi Di Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur The Development Of Citrus Area With Coorporation Based In Banyuwangi East Java. Prosiding Seminar Nasional, 96.

Novitasari, A. (2022). Cekaman Air Dan Kehidupan Tanaman. Universitas Brawijaya Press.

Nur, S. (2023). Pengaruh Kedalaman Parit, Dosis Pupuk Organik Dan Frekuensi Penyiraman Pada Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Bawang Merah. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 8(4), 2681�2693.

Pakpahan, T. (2020). Kajian Sifat Kimia Tanah Inceptisol Dengan Aplikasi Biochar Pada Pertumbuhan Dan Produksi Bawang Merah. Jurnal Penelitian Agrosamudra, 7(1), 1�8.

Putrasamedja, S., Setiawati, W., Lukman, L., & Hasyim, A. (2012). Penampilan Beberapa Klon Bawang Merah Dan Hubungannya Dengan Intensitas Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan.

Ramadhani, R. (2018). Respon Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Padi Hitam (Oryza Sativa L.) Pada Beberapa Tingkat Konsentrasi Garam Nacl Dengan Pemberian Antioksidan Alami.

Riyanti, L. (2011). Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Di Kabupaten Brebes.

Simangunsong, W. (2020). Analisis Pendapatan Efesiensi Serta Faktor Pendorong Petani Bawang Merah Bertahan Dan Beralih Ke Usaha Komoditi Lain Di Desa Saor Nauli Hatoguan Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir.

Subandi, M., & Al-Hakim, L. (N.D.). Konservasi Tanah Marginal Dan Air Cinambo. Digilib.

Subekti, S., Apriyanti, E., & Chasanah, U. (2019). Konservasi Badan Air Berkelanjutan Sebagai Upaya Ketersediaan Sumber Daya Air (Kabupaten Temanggung). Neo Teknika, 5(2).

Sumarni, N., & Sumiati, E. (N.D.). Pengaruh Kerapatan Tanaman Dan Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Produksi Umbi Bibit Bawang Merah Asal Biji Kultivar Bima.

Sutanto, T. (2015). Rahasia Sukses Budidaya Tanaman Dengan Metode Hidroponik. Bibit Publisher.

Sutrisna, I. K., & Dewi, M. K. (2016). Pengaruh Tingkat Produksi, Harga Dan Konsumsi Terhadap Impor Bawang Merah Di Indonesia. None, 5(1), 44592.

Swasono, F. D. H. (2012). Karakteristik Fisiologi Toleransi Tanaman Bawang Merah Terhadap Cekaman Kekeringan Di Tanah Pasir Pant. Jurnal Agrisains, 3(4).

Copyright holder:

Subandi Nur (2023)

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

This article is licensed under: