Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No.5, Mei 2023

 

PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK YANG PENGHADAPNYA MENGGUNAKAN IDENTITAS PALSU

 

Desya Qotrannadha, Hanafi Tanawijaya

Universitas Tarumanagara

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Karena sangat jarang timbul masalah hukum karena pihak-pihak yang melaksanakan kejahatan terhadap akta otentik yang dikeluarkan oleh notaris, misalnya memberikan surat palsu dan keterangan palsu dalam akta, notaris wajib mengikuti prinsip kehati-hatian dalam cara pembuatan akta otentik. perbuatan. Oleh karena itu, Undang-undang tentang persyaratan dan standar Notaris perlu ditata ulang agar notaris bisa lebih berhati-hati dalam mengeluarkan akta yang sah alhasil mengurangi kemungkinan dituntut atas kejahatan yang dapat menyebabkan kejatuhannya. Penelitian ini mengkaji permasalahan hukum notaris yang menggunakan prinsip kehati-hatian dalam mengeluarkan akta asli terhadap orang yang dihadapannya dengan menggunakan identitas palsu. Notaris/PPAT mengemban tanggung jawab atas keabsahan akta sah yang diciptakannya, meskipun di dalamnya terdapat nama dan tanda tangan pihak yang terpalsukan. Perihal itu terjadi karena notaris kurang teliti mencocokkan identitas para pihak saat mengidentifikasi penghadap. Tanggung jawab ini dapat berupa tindakan administratif, litigasi perdata, atau tuntutan pidana. Akta jual beli yang seolah-olah asli tetapi ternyata palsu karena memuat keterangan palsu melanggar hukum sebab tidak terpenuhi kriteria aspek objektif perjanjian yang berhubungan terhadap alasan-alasan yang sah.

 

Kata kunci: Notaris, Akta, Palsu

 

Abstract

Because it is very rare for legal problems to arise due to parties committing crimes against authentic deeds issued by a notary, for example providing fake letters and false statements in the deed, the notary must follow the precautionary principle in the process of making an authentic deed. deed. Therefore, the Law on Notary requirements and standards needs to be rearranged so that notaries can be more careful in issuing legal deeds so as to reduce the possibility of being prosecuted for crimes that could lead to their downfall. This study examines the legal issues of notaries who use the precautionary principle in issuing original deed to people who use fake identities before them. The notary/PPAT is responsible for the validity of the legal deed he created, even though it contains the name and signature of the forged party. This happened because the notary was not careful in matching the identities of the parties when identifying the appearers. This liability may take the form of administrative action, civil litigation, or criminal prosecution. The deed of sale and purchase that pretends to be genuine but turns out to be fake because it contains false statements violates the law of causation

 

Keywords: Notary, Deed, Fake

 

Pendahuluan

����� Masyarakat yang berkembang membutuhkan kejelasan hukum terkait dengan pelayanan publik. Notaris ialah seorang profesional yang memberikan layanan yang berkaitan dengan hukum, paling sering hukum perdata. Profesi notaris, seperti pekerjaan berstatus tinggi lainnya, ialah unik. Itu berbeda dari profesi lain karena tujuan utamanya ialah untuk memberi manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan, daripada para praktisinya secara individu, sifat profesinya mensyaratkan bahwa motivasi utamanya bukanlah sebagai mata pencaharian, melainkan keinginan untuk mengabdi terhadap masyarakat yang membutuhkan. Saat ini, pendokumentasian tertulis otentik dari suatu tindakan publik yang dilakukan sejalan terhadap undang-undang menjadi semakin penting, meningkatkan kesadaran publik terhadap lembaga notaris. Meningkatnya kesejahteraan dan kepentingan masyarakat di bidang hukum mengharuskan penggunaan notaris dalam praktik hukum sehari-hari (Christian, 2020).

����� Kekuatan akta autentik yang diciptakan oleh notaris sebagai alat pembuktian yang sempurna dan sebab hal tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sangat kuat. Akibatnya, ada sejumlah aturan dan ketetapan yang mengamanatkan suatu akta asli untuk pelaksanaan perbuatan hukum tertentu. Notaris ialah pejabat umum yang cakap melaksanakan pembuatan akta-akta yang sah dan kuasa-kuasa lain yang tertulis pada UU ini atau berdasarkan UU lain, sesuai tercantum pada Pasal 1 angka 1 UU No. 2 Th 2014 tentang Perubahan atas UU No. 30 Th 2004 tentang Jabatan Notaris (�UUJN�). Setiap urusan hukum seseorang membutuhkan jasa notaris, sebab dalam melaksanakan hubungan hukum tersebut diperlukannya pembuktian tertulis yang berwujud akta autentik. Dalam upaya melindungi masyarakat dan memastikan kegiatan notaris yang telah dipercaya oleh UU dan masyarakat sekitar, maka keberadaan peraturan umum tentang pengendalian eksekutif notaris sangat berguna. Dengan adanya kode etik yang mengandung aturan-aturan etika, kepentingan masyarakat akan terjamin alhasil hal tersebut meningkatkan kepercayaan masyarakat. Dewasa ini, kebutuhan akan tumbuhnya ikatan ekonomi dan sosial nasional, regional, dan global sejalan dengan kebutuhan akan terciptanya kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang dapat ditegakkan. Tujuan kode etik ialah untuk memastikan bahwa suatu profesi dipraktikkan secara moral, bermartabat, dan termotivasi, dengan menekankan pada bakat intelektual, kemampuan berpikir logis dan kritis, serta komitmen untuk menjunjung tinggi cita-cita normatif. Untuk menjalankan tugasnya dengan baik, notaris harus berpegang teguh pada UU dan Kode Etik Notaris. Sejalan terhadap UUJN, asosiasi notaris mengembangkan dan menetapkan Kode Etik Notaris, yang mencakup prinsip-prinsip berikut:

1.              Anggota komunitas Notaris berkumpul secara berkelompok;

2.              Di Indonesia, notaris tergabung dalam Ikatan Notaris Indonesia.

������ Untuk menjalankan sebagian kewenangan negara di bidang hukum perdata, negara melembagakan sistem notaris yang bertugas melaksanakan pembuatan surat-surat hukum yang dapat diterima di pengadilan. Akte notaris diatur oleh Uniform Yurisdiction and Judgment Act (UUJN). Pekerjaan notaris, sebagai sebuah profesi, memiliki serangkaian tugas dan tanggung jawab yang berbeda, diatur oleh seperangkat UU yang unik, dan dianggap sebagai bagian masyarakat yang tetap dan berkelanjutan. Alhasil, jika seorang notaris bertindak diluar kewenangan yang sudah ditetapkan, maka hal tersebut bisa dianggap sebagai perbuatan melanggar (Tobing, 1983).

����� Saat menjalankan jabatannya, Notaris/PPAT harus memperhatikan pembuatan akta serta syarat-syaratnya. Saat membuat akta, notaris harus sejalan terhadap kehendak hukum dan hal-hal yang diinginkan para pihak yang terlibat dalam maksud yang sebenarnya, karena hal tersebut dilakukan sejalan terhadap aturan hukum yang mengatur profesinya dan tidak melebih-lebihkan atas akta yang dibuatnya serta harus menjelaskan atau membacakan dokumen sejalan terhadap tujuan yang disetujui oleh para pihak. Hal ini dikarenakan isi akta dipastikan harus sesuai, karena tidak sedikit kasus yang terjadi karena suatu pihak menggunakan identitas palsu saat menghadap notaris untuk melaksanakan pembuatan suatu akta. Oleh sebab itu, Notaris/PPAT diharuskan mengaplikasikan prinsip kehati-hatian Saat membuat aktanya serta memperhatikan dengan seksama bahwa isi dari akta yang dibuat sudah benar.

 

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam pemecahan permasalahan termasuk metode analisis. Keterangan gambar diletakkan menjadi bagian dari judul gambar (figure caption) bukan menjadi bagian dari gambar. Metode-metode yang digunakan dalam penyelesaian penelitian dituliskan di bagian ini.

Pada Metode Penelitian, Alat-alat kecil dan bukan utama (sudah umum berada di lab, seperti: gunting, gelas ukur, pensil) tidak perlu dituliskan, tetapi cukup tuliskan rangkaian peralatan utama saja, atau alat-alat utama yang digunakan untuk analisis dan/atau karakterisasi, bahkan perlu sampai ke tipe dan akurasi; Tuliskan secara lengkap lokasi penelitian, jumlah responden, cara mengolah hasil pengamatan atau wawancara atau kuesioner, cara mengukur tolok ukur kinerja; metode yang sudah umum tidak perlu dituliskan secara detail, tetapi cukup merujuk ke buku acuan. Prosedur percobaan harus dituliskan dalam bentuk kalimat berita, bukan kalimat perintah.

 

 

Hasil dan Pembahasan

Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Menjalankan Jabatan Notaris Terhadap Penghadap Yang Menggunakan Identitas Palsu

����� Sebagaimana tercantum pada UUD 1945, Indonesia ialah Negara Hukum. Negara hukum sederhananya merupakan negara yang pelaksanaan kewenangan pemerintahannya berpedoman atas hukum yang memiliki prinsip untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan keuntungan terbesar, dengan tujuan hukum dan ketertiban, perlakuan yang adil, dan kebaikan umum dalam pikiran. Sejalan terhadap Pancasila dan UU Dasar 1945, Indonesia ialah negara hukum yang setiap warga negaranya serta semua badan pemerintah dan non-pemerintah wajib bertindak sejalan terhadap peraturan perundang-undangan yang sudah ditentukan (Riyadi, Hermawan, & Sumarwan, 2015). Guna menunjang keberhasilan penegakkan hukum, sudah seharusnya aparat penegak hukum (hakim, jaksa, notaris, dan polisi) harus beritikad baik dan ikhlas dalam upaya menegakkan kebenaran dan keadilan, alhasil profesi hukum dipandang sebagai profesi yang terhormat dan mulia. Karena mulia dan terhormatnya, sudah seharusnya profesi hukum ini melihat profesinya sebagai pilihannya dan sekaligus sebagai panggilan hidupnya dalam upaya membantu sesama dalam bidang hukum (Mangku, 2020).

����� Pesatnya perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya dalam hubungan kemasyarakatan dalam kaitannya dengan hubungan hukum keperdataan antar individu, terutama dalam kaitannya dengan keinginan masyarakat untuk menyatakan kehendaknya dengan bukti-bukti yang autentik seperti terkait kondisi, kejadian, tindakan hukum di antara mereka yang di mana setiap masyarakat memerlukan seseorang yang kesaksiannya bisa dipertanggungjawabkan dan dipercaya, yang tanda tangan dan capnya memberikan jaminan serta pembuktianyang kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat yang tidak terdapat cacatnya yang bisa merahasiakan serta membentuk suatu perjanjian yang bisa melindungi mereka diwaktu mendatang (Anggraini, Muntaqo, & Syarifuddin, 2021).

����� Perlindungan terhadap masyarakat tersebut ialah salah satu ciri dan fungsi Notaris/PPAT sebagai Lembaga privat yang tidak dikuasai oleh profesi hukum yang lain (Ghansham Anand & Kn, 2018). Dengan demikian, Notaris/PPAT diberikan kekuasaan dalam upaya melaksanakan pembuatan akta autentik. Kegiatan notaris selalu didasarkan pada persyaratan peraturan perundang-undangan yang ada, yang menjamin keabsahan akta notaris. Menurut Pasal 1868 KUHPerdata, suatu akta bersifat otentik apabila perbuatan atau perkataan yang dikemukakan itu memberikan pembuktianyang tidak dapat dihapuskan, baik antara para pihak maupun terhadap pihak ketiga (Adam, 1985). Meskipun saling memiliki wewenang melaksanakan pembuatan dan mengeluarkan akta autentik, tetapi kedua pejabat (Notaris/PPAT) tersebut memiliki perangkat hukum berbeda (Syafrudin, 2000). Pasal 15 UUJN menjabarkan ruang lingkup kewenangan notaris, dan tanggung jawab khusus notaris yang terkodifikasi dalam berbagai anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan. Sedangkan tanggung jawab dan wewenang PPAT tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) PP Nomor 24 Th 2016 tentang Peraturan Kedudukan Pembuatan Akta Tanah. Ketentuan ini antara lain mengatur bahwa PPAT berwenang melaksanakan pembuatan akta jual beli yang berkaitan dengan tanah. Sesuai perkembangan dalam ranah bisnis atau usaha, tidak sedikit pihak yang terlibat dalam melaksanakan transaksi yang juga melibatkan PPAT, terutama dalam transaksi jual beli tanah. Keikutsertaan PPAT tersebut memiliki tujuan agar pelaksanaan jual beli memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap para pihak. Dengan demikian, PPAT bertugas memberikan pelayanan hukum terhadap pihak yang membutuhkan, dengan tetap mengedepankan prinsip kode etik, sejalan terhadap koridor standar pelayanan perkantoran yang diatur dalam KUHPerdata, PP No. 24 Th 2016, dan peraturan perundang-undangan lainnya (Waluyo & Umum, 2001).

����� Kewenangan notaris hanya disebutkan pada Pasal 15 UUJN. Jabatan notaris diangkat serta diberhentikan oleh pemerintah, yaitu menteri yang memiliki tanggung jawab di bidang kenotariatan. Walaupun secara administratif pemerintah mengangkat dan memberhentikan notaris, bukan berarti notaris menjadi subordinasi (bawahan) (Farazenia, 2020). Dengan demikian, notaris bersifat mandiri dalam melangsungkan tugasnya, tidak memihak dan tidak bergantung pada siapapun, yang berarti bahwa pihak yang mengangkatnya atau pihak lain tidak dapat mencampuri kedudukannya dalam menjalankan tugasnya sebagai notaris. Walaupun notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, mereka juga tidak memperoleh gaji serta pensiun dari negara. Notaris memperoleh bayaran hanya dari orang-orang yang mereka layani, atau menawarkan layanan gratis terhadap mereka yang kurang mampu. Apabila kehadiran Notaris diperlukan agar terpenuhi keperluan warga yang menuntut surat-surat sah yang asli dalam bidang hukum perdata, maka Notaris mempunyai tugas dalam usahanya melayani masyarakat dan harus berperilaku sejalan terhadap kepentingan masyarakat. Pasal 65 UUJN menyatakan bahwa notaris, notaris pengganti, notaris pengganti khusus, dan pejabat sementara bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan dalam jabatannya, terlepas dari apakah protokol notaris telah diserahkan atau tidak terhadap penanggung jawab protokoler. Karena tugas umum notaris, masyarakat dapat mengajukan gugatan perdata terhadap mereka untuk memulihkan kerugian dan bunga jika tindakan notaris tersebut di kemudian hari terbukti tidak sah.

Sedangkan menurut Pasal 1 Angka 1 PP No. 37 Th 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ialah pejabat umum yang berwenang melaksanakan pembuatan akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu yang berkaitan dengan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. Jika PPAT dilaksanakan sejalan terhadap UU, maka berpotensi menumbuhkan kepercayaan antara masyarakat dan negara, yang pada gilirannya harus menimbulkan rasa aman dan stabilitas di masyarakat. Tindakan yang tepat dan benar dari pihak PPAT dalam melaksanakan tanggung jawab dan wewenangnya mensyaratkan bahwa perbuatan yang dilakukan telah memenuhi ketentuan UU dan ketentuan pihak-pihak yang berkepentingan karena kedudukannya sejalan terhadap ketentuan hukum yang berlaku (Wibawa, 2018).

Peraturan akta ialah dokumen yang dibuat dengan sengaja, ditandatangani, dan kemudian digunakan sebagai pembuktiansesuatu (Iskasari, 2012). Akta notaris ialah surat resmi yang dikeluarkan oleh notaris yang mempunyai kekuatan hukum penuh sebagai alat pembuktiansejalan terhadap Pasal 1870 KUHPerdata, Pasal 165 Herzien Inlandsch Reglement, dan Rbg 285 Recht Reglement voor de Buitengewesten . Akta dapat diklasifikasikan sebagai "asli" atau "pribadi" tergantung pada terpenuhi atau tidaknya kriteria tertentu (Sunanda, Wahab, & Abubakar, 2013):

1.     Akta autentik, seorang pejabat yang mempunyai kapasitas untuk menyusun akta melaksanakannya sejalan terhadap aturan dan pedoman yang sudah ditentukan, dengan atau tanpa masukan dari para pihak dalam akta, dan dokumen yang dihasilkan memuat syarat-syarat yang telah disetujui oleh para pihak dalam akta. Akta asli akan mencakup keterangan tentang pejabat yang menyaksikannya, termasuk peristiwa yang mengarah pada tanda tangannya. Pasal 1868 Kitab UU Hukum Perdata (KUHPerdata) mendefinisikan akta otentik sebagai suatu yang ditentukan oleh UU Saat membuatnya dan dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang dalam hal itu di tempat dibuatnya akta itu (Subekti & Tjitrosudibio, 1999).

2.     Istilah mengenai akta yang hanya memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan saja ada kaitannya dengan kekuatan pembuktian terhadap suatu alat bukti, karena tanpa harus dibuktikan terlebih dahulu, akta tersebut bisa berakibat batal demi hukum (Adjie, 2011). Namun, akta bawah tangan masih terdapat nilai pembuktiannya, asalkan pembuatnya tidak mempermasalahkannya, dan kalaupun harus dibuktikan, pembuktian itu juga mesti disertai juga dengan saksi-saksi serta alat pembuktianyang lainnya. Akta bawah tangan merupakan akta berbentuk bebas, tidak harus dibuat di hadapan otoritas yang memiliki wewenang, alhasil biasanya 2 (dua) orang saksi yang sudah dewasa harus disertakan dalam akta ini untuk memperkuat bukti (Lubis, Sari, & Zuhdi, 2018).

Akta autentik ialah instrumen perlindungan hukum bagi pemiliknya. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam jual beli tanah, suatu akta harus dibuat oleh dan diperlihatkan terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Hal ini sudah disadari masyarakat bahwa legalitas berperan penting dalam prosedur perbuatan hukum yang akan dilaksanakan maupun telah dilaksanakan yang selanjutnya dituangkan dalam suatu dokumen berupa akta autentik (Hansun, 2016). Pemahaman masyarakat untuk bertindak dalam melaksanakan pembuatan akta di hadapan pejabat yang memiliki wewenang akan hal tersebut menandakan masyarakat sudah paham bahwa diperlukan alat pembuktianberbentuk akta autentik untuk memperoleh perlindungan dan kepastian atas objek yang dimilikinya. Notaris/PPAT wajib mengikuti aturan yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 24 Th 2016 dalam menjalankan tugasnya untuk melaksanakan pembuatan dokumen yang sah. Menurut Pasal 16 UUJN, PPAT harus bekerja secara jujur, teliti, mandiri, tidak memihak, dan melindungi kepentingan pihak yang berkepentingan dalam proses hukum. Notaris bersumpahbahwa saya akan melaksanakan pekerjaan saya dengan amanah, jujur, teliti, mandiri, dan tidak memihak�, sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 4 ayat (2) UUJN. Lebih lanjut, Notaris/PPAT sebagai pejabat umum harus mengamati perkembangan hukum yang ada untuk memberikan pelayanannya terhadap masyarakat, membantu mengelola dan menangani perkembangan kebutuhan hukum alhasil ia bisa menawarkan jalan keluar yang diperkenankan secara hukum. Dalam menawarkan jasa pun seorang notaris harus memperhatikan cita-cita profesi yang mulia dengan tuntutan kewajiban hati nurani (Muhammad, 2006).

Berdasarkan sumpah jabatan yang diucapkan oleh Notaris/PPAT tersebut, hal ini menjadikan PPAT memiliki peranan yang penting dalam menentukan tindakan mana yang dapat dimasukkan ke dalam akta atau tidak, oleh karena itu harus diterapkan prinsip kehati-hatian dalam prosedur penyusunan akta, salah satunya dengan melaksanakan identifikasi pada penghadap berdasarkan identitasnya yang ditunjukkan terhadap notaris. Hal ini karena akibat hukum yang ditimbulkan dari pembuatan dan penandatanganan akta PPAT akan berakibat terjadinya peralihan atau pemberian hak tanggungan atau pemberian hak kuasa membebankan hak tanggungan masyarakat, dan apabila PPAT tidak berhati-hati saat pembuatan akta maka akta tersebut akan berdampak batal demi hukum atau bisa dimintakan pembatalannya dan apabila akta PPAT batal, maka PPAT dapat dituntut pembayaran ganti kerugian oleh para pihak yang dirugikan .

Berdasarkan hal di atas, tidak jarang terjadi konflik hukum yang menyangkut keaslian akta jual beli yang dibuat di hadapan PPAT, apakah PPAT mengetahui atau tidak keaslian akta yang dibuatnya. Hal ini dikarenakan seringkali PPAT tidak tekun dalam melaksanakan tugasnya. Ini termasuk kurangnya kehati-hatian, yaitu notaris sangat mempermudah penghadap mengenai identitas. Penghadap yang akan menggunakan jasa notaris harus membuktikan identitasnya yang sebenarnya dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang asli dan mengirimkan fotokopinya terhadap notaris. Dalam praktiknya, meskipun wajib memberikan tanda pengenal, masih banyak konflik hukum dalam akta notaris karena adanya pemalsuan identitas, dokumen, surat atau keterangan yang akan merugikan pihak lain. Konflik tersebut umumnya disebabkan oleh kurangnya kehati-hatian PPAT dalam melaksanakan pembuatan dan menandatangani akta, termasuk tidak memperhatikan realitas identitas penampil dan ceroboh saat mengenali penampil.

Cara yang harus ditempuh oleh PPAT dalam melaksanakan pembuatan akta jual beli ialah dengan mencari surat-surat atau surat-surat yang wajib dicantumkan dalam akta. Fotokopi KTP klien PPAT atau bentuk identifikasi foto resmi lainnya akan diperlukan untuk dicantumkan dalam Minuta Akta (Akta Notaris asli). Penghadap wajib dipastikan oleh PPAT telah cakap dalam upaya melaksanakan perbuatan hukum terhadap akta yang akan dibuat. Dalam hal ini, UUJN menjelaskan bahwa penghadap dalam upaya melaksanakan pembuatan akta dengan notaris wajib memenuhi syarat sekurang-kurangnya berumur 18 Th atau telah menikah. Notaris juga harus mengenal penghadap atau telah dihadirkan terhadapnya oleh dua orang saksi identitas yang berusia sekurang-kurangnya 18 Th atau sudah menikah dan secara hukum cakap melaksanakan prosedur hukum. Harus ada sekurang-kurangnya dua orang saksi yang hadir pada waktu notaris membacakan suatu akta, kecuali ditentukan lain oleh UU. Semua tanda tangan dan paraf harus disaksikan oleh dua pihak yang berdiri sendiri dan tidak berkepentingan yang tidak memiliki hubungan perkawinan atau darah dalam garis tiga derajat langsung dan tidak terbatas atau lebih dekat dengan notaris atau pihak lain mana pun dalam akta tersebut. Saksi harus berusia minimal 18 Th atau sudah menikah. Identifikasi penghadap dilaksanakan dalam upaya mengetahui apakah para penghadap ialah pihak yang cakap, berkompeten, dan apakah mereka juga berhak dan memiliki wewenang dalam upaya melangsungan perbuatan hukum yang akan dimasukkan ke dalam akta. Lebih lanjut, ini membuktikan bahwa keaslian identitas subjek dalam akta (penghadap) ialah informasi pribadi yang valid dan untuk membuktikan validitas dan keutuhan dokumen-dokumen yang memiliki hubungan dengan objek perjanjian. Perbuatan hukum maupun akta autentik menjadi tidak sah apabila salah satu syarat ini tidak terwujud, karena akta tersebut menjadi cacat hukum di kemudian hari. Oleh karena itu, PPAT diwajibkan melaksanakan identifikasi terhadap penghadap (Sumaryono, 2009).

Menurut Pasal 66 ayat (1) UUJN, jika ada penghadir yang memalsukan identitasnya, penyidik, penuntut umum, atau hakim, melalui persetujuan Majelis Pengawas Daerah, dapat melakukan pengambilan fotokopi Berita Acara Akta aupun surat yang dilampirkan Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris, dan dapat juga melakukan pemanggilan Notaris agar menghadiri pada pemeriksaan yang berhubungan terhadap akta yang diciptakannya ataupun Protokol Notaris. Dalam pengawasan Notaris dibentuk Majelis Kehormatan Notaris sejalan terhadap Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 17 Th 2021. Majelis ini berwenang melaksanakan usaha membina Notaris dan kewajiban member kesepakatan maupun penolakan bagi kepentingan menyidik dan mengadili, terhadap pengambilan fotokopi Berita Acara Akta dan pemanggilan Notaris agar hadir pada saat pemeriksaan atau persidangan. Oleh karena itu, PPAT ialah notaris yang khusus melaksanakan pembuatan akta-akta yang sah untuk kegiatan hukum tertentu yang menyangkut hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.

������������������

Kesimpulan

Peran notaris ialah amanah, oleh karena itu notaris harus menjunjung tinggi standar perilaku yang diatur pada UU tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Tindakan notaris harus jujur, lengkap, dan tidak memihak. Karena masyarakat menderita kerugian ketika notaris tidak jujur, kejujuran sangat penting. Selain itu, notaris juga dituntut untuk mengaplikasikan prinsip kehati-hatian agar tidak terjadi konflik dalam pelaksanaan tugasnya, seperti pembuatan akta autentik. Dalam akta autentik, identitas klien atau penghadapnya harus diperiksa secara teliti agar tidak terjadi pemalsuan identitas dalam hal pembuatan akta. Terjadinya pemalsuan identitas akan melaksanakan pembuatan kekuatan akta itu jadi di bawah tangan ataupun batal demi hukum.

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

Adam, Muhammad. (1985). Asal-Usul Dan Sejarah Akta Notarial. Sinar Baru.

 

Adjie, Habib. (2011). Kebatalan Dan Pembatalan Akta Notaris. Refika Aditama.

 

Anggraini, Natasha Dian, Muntaqo, Firman, & Syarifuddin, Achmad. (2021). Penerapan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Yang Mengatur Kewajiban Penggunaan Bahasa Indonesia Dalam Pembuatan Perjanjian Dan Akta Notaris. Sriwijaya University.

 

Christian, Alfian. (2020). Konflik Norma Berkaitan Dengan Hak Ingkar Dalam Jabatan Notaris Ditinjau Dari Undang-Undang Jabatan Notaris Dan Kode Etik Notaris. Jurnal Education And Development, 8(1), 1�10.

 

Farazenia, Aulia. (2020). Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta Jual Beli Berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Lunas Yang Hasil Pembayarannya Dikembalikan Kepada Pihak Pembeli (Studi Kasus Putusan Majelis Pengawas Pusat Notaris Nomor 04/B/Mppn/Vii/2019). Indonesian Notary, 1(004).

 

Ghansham Anand, S. H., & Kn, M. (2018). Karakteristik Jabatan Notaris Di Indonesia. Prenada Media.

 

Hansun, Morrets Hendro. (2016). Kajian Yuridis Peralihan Hak Atas Tanah. Lex Administratum, 4(1).

 

Iskasari, Desny. (2012). Pembatalan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (Ppat) Dengan Putusan Pengadilan (Studi Kasus Di Pengadilan Tinggi Semarang). Universitas Muhammadiyah Surakarta.

 

Lubis, Irwansyah, Sari, Lubis Abidah, & Zuhdi, Lubis Muhammad. (2018). Taat Hukum Pajak. Jakarta: Mitra Wacana Media.

 

Mangku, Dewa Gede Sudika. (2020). Perlindungan Hukum Terhadap Anak-Anak Disabilitas Terkait Hak Pendidikan Di Kabupaten Buleleng. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 9(2), 353�365.

 

Muhammad, Abdul Kadir. (2006). Etika Profesi Hukum, Bandung: Pt. Citra Aditya Bakti, Cetakan Ke Iii.

 

Riyadi, Slamet, Hermawan, Aji, & Sumarwan, Ujang. (2015). Kepuasan Masyarakat Terhadap Kualitas Pelayanan Kantor Pertanahan Kabupaten Indramayu. Jurnal Ilmu Keluarga & Konsumen, 8(1), 49�58.

 

Subekti, Raden, & Tjitrosudibio, Raden. (1999). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Sumaryono, Sumaryono. (2009). Jual Beli Tanah Yang Dilakukan Tanpa Akta Jual Beli Pejabat Pembuat Akta Tanah (Ppat)(Analisis Kasus Perkara Nomor 220/Pdt. G/2006/Pn. Bks). Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.

 

Sunanda, Budi, Wahab, Amiruddin A., & Abubakar, Muzakkir. (2013). Pembatalan Perjanjian Jual Beli Tanah Meskipun Telah Memiliki Akta Jual Beli Tanah Dari Ppat Oleh Pengadilan Negeri. Jurnal Ilmu Hukum Issn, 2302(0180), 106�115.

 

Syafrudin, Ateng. (2000). Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Yang Bersih Dan Bertanggung Jawab. Jurnal Pro Justisia Edisi Iv, Universitas Parahyangan, Bandung.

 

Tobing, G. H. S. Lumban. (1983). Peraturan Jabatan Notaris (Notaris Regelement). Erlangga.

 

Waluyo, Dody Radjasa, & Umum, Kewenangan Notaris Selaku Pejabat. (2001). Media Notariat (Menor). Edisi Oktober-Desember.

 

Wibawa, Ida Bagus Putu Pramarta. (2018). Penggunaan Tanda Tangan Berubah-Ubah Oleh Penghadap Di Dalam Pembuatan Akta Notaris. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 3(3).

 

Copyright holder:

Desya Qotrannadha, Hanafi Tanawijaya (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: