Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.
5, Mei 2023
KAJIAN KARAKTERISTIK
PRODUK CHOCOLATE COMPOUND DENGAN PENAMBAHAN INULIN (FAT REPLACER) DAN STEVIA
(SWEETENER)
Fadjar Ramadhan, Tien Muchtadi, Edy Subroto
Fakultas Teknik, Universitas Pasundan, Indonesia, Fakultas Teknologi Industri Universitas Padjajaran, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Produk cokelat merupakan salah satu produk konfeksionari yang menggandung lemak dan gula yang tinggi. Adanya komponen tersebut dapat memicu gangguan kesehatan pada tubuh. Oleh karena itu perlu dilakukan inovasi terhadap penggunaan komponen bahan baku yang bertujuan untuk mengurangi kandungan lemak dan rendah kalori. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik produk cokelat imitasi/compound yang dihasilkan dengan menggunakan inulin sebagai fat replacer dan stevia sebagai sweetener pada berbagai taraf. Penelitian yang dilakukan meliputi 2 tahapan yaitu tahap pertama dengan pembuatan produk chocolate compound menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan analisis yang meliputi respon kimia (kadar air bebas, kadar lemak, Solid Fat Content � SFC), respon fisik (tekstur), dan respon sensoris (uji hedonik untuk parameter warna, aroma, rasa manis dan kelelehan) dengan tujuan untuk mengetahui respon terbaik terhadap produk yang dihasilkan. Penelitian tahap kedua adalah melakukan analisa terhadap mikrostruktur kristal yang terbentuk pada produk dengan respon terbaik melalui pengujian Differencial Scanning Calorimeter (DSC), Polarized Light Microscope (PLM), dan Scanning Electorn Microscope (SEM). Hasil pengamatan terhadap respon terbaik memiliki nilai kadar air bebas sebesar 0,81-0,91%, kadar lemak sebesar 18,80 � 19,19%; Solid Fat Content (SFC) 0% (meleleh sempurna) pada suhu 400C, kekerasan sebesar 30,19-31,63N; atribut warna 3,30-3,42; aroma 2,80 � 2,84; rasa manis 3,08-3,15; kelelehan 2,78-2,82 dan memiliki struktur yang padat, berukuran kecil dengan celah aliran lemak terbatas dan tidak ada bunga kristal tajam yang terbentuk (indicator fat bloom).
Kata kunci: inulin,
stevia, senyawa cokelat, karakteristik, mikrostrukturtur
Abstract
Chocolate products are part of the
confectionary product with the high fat and sugar composition. The presence of
these components could be problem for health. Therefore, it is necessary to
innovate the use of raw material components for reduce fat and low calorie. The
aim of the research was to determine the characterictic
of chocolate compound using inulin as a fat replacer and stevia as a sweetene at various levels. This research consist of two stages, for the first stage by making
chocolate compound using the Randomized Block Design (RBD) method and analysis
with chemical properties (free moisture content, fat content, Solid Fat Content
� SFC), physical properties (texture), and sensory properties (hedonic test for
color, aroma, sweetness and melting) with the purpose to know the best response
from product. The second stage of the research was to analyze the
microstructure crystal formed in the best response through Differencial
Scanning Calorimeter (DSC), Polarized Light Microscope (PLM), and Scanning Electorn Microscope (SEM). The result of observations on
the best response have a free water content value of� 0,81-0,91%, fat content of 18,80 �
19,19%; Solid Fat Content (SFC) 0% (melt completely) at temperature 400C,
texture of 30,19-31,63N; color 3,30-3,42; aroma 2,80 � 2,84; sweeteness 3,08-3,15; melting 2,78-2,82 and has a dense
structure, small particle with limited flow gaps and no sharps crystal are
formed (fat bloom indicator).
Keywords: inulin, stevia, chocolate
compound, characteristic, microstructur
Pendahuluan
Obesitas di Indonesia meningkat
dengan angka kenaikan yang mengkhawatirkan. Menurut Riset Kesehatan Dasar Riskesdas (2018), prevalensi obesitas di kalangan orang dewasa Indonesia meningkat hampir dua kali lipat dari 19,1% pada tahun 2007 menjadi 35,4% pada tahun 2018. Obesitas merupakan suatu kondisi dimana
tubuh seseorang memiliki kadar lemak yang tinggi sehingga dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Salah satu risiko yang dihadapi oleh orang
yang obesitas adalah penyakit diabetes melitus (Masi & Oroh, 2018). Bukti ilmiah menunjukan bahwa nutrisi dan perubahan kebiasaan makan adalah salah satu faktor risiko terpenting
dalam perkembangan penyakit kronis yang membuat konsumen semakin peduli tentang konsumsi makanan yang lebih sehat dalam beberapa
tahun terakhir dalam bentuk pangan
fungsional (Kiokias & Varzakas,
2017).
Implikasi lemak pada makanan berperan besar terkait kesehatan, oleh karena itu lipid menjadi salah satu functional
food yang paling sering dipelajari
khusus nya terkait dengan penerapan pada produk yang lebih sehat baik
secara kuantitatif maupun kualitatif. Salah satu cara untuk
mengatasi atau mencegah terjadi peningkatan hal tersebut dengan cara mengurangi kandungan lemak dan sukrosa di dalam konsumsi makanan sehari � hari (Wu et al., 2015).
Produk konfeksionari yang memiliki tinggi kandungan lemak dan karbohidrat nya adalah cokelat.
Menurut data statistik, konsumsi kakao dalam 2 tipe yakni
kakao bubuk dan kakao instan per kapita cenderung meningkat dari 33,89 gram/kapita/tahun pada tahun 2002 menjadi 65,18 gram/kapita/tahun pada tahun 2017. Salah satu kandungan pada produk cokelat adalah lemak kakao yang didominasi oleh trigliserida meliputi asam stearat (34%), palmitat (27%), dan oleat (34%) Beckett
(2011) yang sebagian besar merupakan lemak jenuh yang menjadi tantangan terhadap efek kesehatan tubuh.
Inulin adalah
salah satu fat replacer yang merupakan
campuran oligo dan polisakarida
yang terdiri dari unit fruktosa yang dihubungkan oleh ikatan ꞵ(2-1). Inulin banyak
diminati untuk pengembangan produk sehat karena kaya akan serat, prebiotik,
rendah lemak dan rendah
gula (Aidoo et al., 2014).
Stevia merupakan
pemanis alami yang memiliki tingkat kemanisan 200 � 400 kali dibandingkan
dengan gula sukrosa serta menghasilkan kalori yang rendah. Menurut Wuryantoro dan Susanto (2014) rasa manis pada
stevia disebabkan oleh tiga
komponen yaitu steviosida (3-10% berat kering daun), reboudiosida
(2-3%), dan dulcosida (0,5-1%). Steviosida
mempunyai keunggulan dibandingkan pemanis buatan lainnya, yaitu stabil pada suhu tinggi (1000C), pH 3-9, dan tidak menimbulkan warna gelap pada saat proses pemasakan.
Pembuatan produk chocolate
compound dengan penggunaan
inulin sebagai fat replacer dan stevia sebagai sweetener merupakan salah
satu langkah inovatif di dalam menghadirkan produk yang sehat. Produk yang dihasilkan dari penggunaan bahan tersebut diharapkan mampu menghasilkan karakteristik yang mirip dengan produk sejenis
dan mampu diterima oleh konsumen.
Di dalam pengembangan produk cokelat perlu memperhatikan
kualitas khususnya mengenai pembentukan fat bloom. Fenomena ini terjadi
karena pembentukan kristal ꞵVI yang dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti proses tempering, penggunaan
campuran lemak yang tidak sesuai, pendinginan, suhu dan lama penyimpanan. Oleh sebab itu perlu
dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan kristal tersebut akibat penggunaan bahan baku inulin dan stevia.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium
R&D QC PT. IndoAgri DaitoCacao,
Purwakarta. Waktu penelitian
dilaksanakan mulai bulan Juni 2022 hingga Agustus 2022. Bahan � bahan yang digunakan pada penelitian meliputi Inulin (Orafti Beneo, Belgia), gula stevia (MH Food,
Yunani) dan bahan baku lainnya seperti Cacao Liquor
(Guan Chong Cocoa, Malaysia), Cocoa Butter Substitute (CBS) (Wilmar,
Indonesia), Soy Lecithin (Imcosoy, Brazil) sebagai emulsifier, dan vanilin (Borregaard, USA) sebagai flavor. Bahan � bahan yang digunakan dalam analisis respon kimia meliputi n-Hexana (Merck), kapas bebas lemak, dan cellulose thimbles ukuran
33x80 mm.
Alat � alat yang digunakan dalam penelitian untuk pembuatan produk chocolate
compound meliputi mixer (AICOH), refiner three rolls
(Buhler), conching machine (Stephan Food Processing),
lemari pendingin
(Fukushima), cetakan cokelat
(Polikarbon). Alat � alat
yang digunakan untuk analisa produk meliputi texture analyzer (Brookfield CT3 10K), Solid Fat
Content (SFC) (NMR Bruker Minispec Mq One), Scanning Electron Microscope (SEM) JSM-6510LA, Differencial Scanning Calorimeter (DSC) DSC-60 Plus
Shimadzu, Polarized Light Microscope (PLM) Olympus BX41, Fat Extractor (Velp Scientifica).
Penelitian ini terbagi
menjadi dua tahapan. Penelitian tahap pertama adalah pembuatan produk chocolate
compound menggunakan metode
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan faktorial 3 x 3 dengan 3 kali pengulangan sehingga diperoleh 27 satuan percobaan ulangan. Variable bebas pada percobaan ini adalah penggunaan
inulin sebagai fat replacer yang terdiri
dari 3 taraf (a1 = 40%, a2
= 50% dan a3 = 55%) dan gula stevia sebagai sweetener
yang terdiri dari 3 taraf (b1=1%, b2=2%, b3=3%). Matriks
percobaan Rancangan Acak Kelompok Faktorial
3x3 dan denah (lay out) Rancangan
Acak Kelompok Faktorial dengan 3 kali ulangan dapat dilihat
pada pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1
Matriks Percobaan� Rancangan Acak Kelompok Faktorial
3x3
Konsentrasi Inulin |
Konsentrasi Gula Stevia |
Kelompok |
||
1 |
2 |
3 |
||
a1 (40%) |
b1
(1%) b2
(2%) b3
(3%) |
a1b1 a1b2 a1b3 |
a1b1 a1b2 a1b3 |
a1b1 a1b2 a1b3 |
a2 (50%) |
b1
(1%) b2
(2%) b3
(3%) |
a2b1 a2b2 a2b3 |
a2b1 a2b2 a2b3 |
a2b1 a2b2 a2b3 |
a3 (55%) |
b1
(1%) b2
(2%) b3
(3%) |
a3b1 a3b2 a3b3 |
a3b1 a3b2 a3b3 |
a3b1 a3b2 a3b3 |
Tabel 2
Denah (layout) Rancangan
Acak Kelompok Faktorial 3x3
Kelompok I |
||
a3b2 |
a1b2 |
a2b2 |
a1b1 |
a3b1 |
a3b3 |
a2b3 |
a1b3 |
a2b1 |
Kelompok II |
||
a3b1 |
a2b2 |
a1b3 |
a1b2 |
a3b2 |
a1b1 |
a2b3 |
a2b1 |
a3b3 |
Kelompok III |
||
a2b2 |
a1b1 |
a2b1 |
a3b1 |
a2b3 |
a1b2 |
a3b3 |
a3b2 |
a1b3 |
Produk chocolate compound
yang dihasilkan dari beberapa kombinasi formula pada penelitian ini dilakukan analisa yang meliputi : (1) analisa kimia seperti analisis
kadar air bebas (SNI :
01-2891-1992), analisis kadar
lemak (Soxhlet Extractor - Randall), analisis Solid
Fat Content (AOCS Cd 166-93), (2) analisa fisik seperti analisis
tekstur produk (Texture
Analysis- Brookfield) dan, (3) analisa sensoris meliputi uji hedonik (kesukaan) dengan atribut warna, rasa manis, aroma, dan
melting di dalam mulut (SNI
: 01-2346-2006).
Uji hedonik
panelis terhadap respon produk yang diuji dengan skala
hedonic yang ditransformasikan ke
dalam skala numerik. Produk chocolate
compound akan diuji secara sensori kepada 30 orang (semi panelis terlatih). Kriteria penilaian uji ini seperti dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3
Kriteria Skala Hedonik
Skala
Hedonik |
Skala
Numerik |
1 2 3 4 5 |
Sangat
Tidak Suka Tidak Suka Netral
Suka Sangat
Suka |
Data hasil
pengamatan cokelat dianalisa dengan menggunakan ANOVA (Analysis of Variances) dengan bantuan software SPSS. Suatu variabel respon dinyatakan signifikan pada taraf signifikansi 5% jika nilai �Fhitung > Ftabel� sedangkan jika nilai �Fhitung
< Ftabel� maka dinyatakan tidak berbeda signifikan.� Apabila hasil yang berbeda ditemukan, maka dilanjutkan dengan menggunakan uji Duncan (Duncan Multile
Range Test) untuk mengetahui
mana yang berbeda nyata/signifikan (Gaspersz,
1995).
Penelitian tahap
kedua adalah melakukan pengamatan terhadap mikrostruktur kristal pada produk chocolate
compound pada respon terbaik
sebagai salah satu indikasi pembentukan fat bloom. Pengujian yang dilakukan pada tahap ini meliputi,
Differencial Scanning Calorimeter (DSC), Polarized
Light Microscope (PLM), Scanning Electron Microscope (SEM).
Hasil dan Pembahasan
A. Kadar Air
Bebas
Kadar air merupakan faktor penting dalam produk
cokelat karena sangat berhubungan dengan sifat � sifat tekstur
dari produk tersebut (Aidoo
et al., 2014). Dalam
penelitian ini dilakukan pengukuran terhadap kadar air yang tidak terikat oleh komponen bahan pangan yang sering disebut kadar air bebas. Re rata kadar air bebas pada produk yang dihasilkan berkisar diantara 0,81 � 0,07% - 1,27 � 0,16%. Pengaruh
penggunaan stevia dan inulin terhadap
kadar air produk dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4
Pengaruh Penggunaan
Inulin dan Stevia Terhadap Kadar Air Bebas
Perlakuan |
Re rata kadar air bebas (%) |
Fhitung |
a1b1 |
1,27 � 0,16b |
5,353 |
a1b2 |
1,24 � 0,28b |
|
a1b3 |
1,24 � 0,21b |
|
a2b1 |
0,91 � 0,29a |
|
a2b2 |
0,84 � 0,15a |
|
a2b3 |
0,86 � 0,24a |
|
a3b1 |
0,81 � 0,07a |
|
a3b2 |
0,91 � 0,25a |
|
a3b3 |
0,87 � 0,26a |
Keterangan:
-Setiap
data merupakan re rata tiga
kali ulangan
-Angka � angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata
pada Uji Duncan pada tingkat kepercayaan
95%�
Hasil analisa ANOVA (Analysis of Variance) menunjukkan
bahwa penggunaan inulin dan
stevia pada pembuatan produk
chocolate compound memberikan pengaruh
yang nyata (Fhitung > Ftabel) terhadap kadar air bebas produk. Secara keseluruhan hasil kadar air bebas yang didapatkan dari perlakuan yang telah ditetapkan masih berada pada batas yang dapat diterima (< 3%). Penggunaan
inulin menurut Franck (2002), dapat
tanpa mengurangi tekstur dan rasa di mulut karena sifatnya yang mengikat air disebabkan oleh adanya gugus hidrofilik
yang ada. Penambahan jumlah penggunaan bahan baku inulin ternyata dapat menurunkan persentase kadar air bebas pada produk. Hal ini karena inulin mampu mengikat air dengan kuat sehingga air yang terikat semakin banyak sedangkan air bebasnya menjadi sedikit yang menyebabkan kadar air bebas rendah.
Dapat disimpulkan bahwa penggunaan inulin dan stevia yang berbeda
mempengaruhi kadar air bebas yang terkandung di dalam produk chocolate compound. Penggunaan inulin pada perlakuan
50% dan 55% dengan stevia 1%, 2% dan 3% mampu menghasilkan nilai kadar air bebas yang terbaik (kurang dari 1%) (Aidoo
et al., 2015).
Kadar
Lemak
Secara umum lemak didefinisikan
sebagai trigliserida yang dalam kondisi ruang
akan membentuk padatan. Kandungan lemak dalam produk pangan
adalah lemak kasar dan merupakan kandungan total lipid dalam jumlah yang sebenarnya (La
Ode Muhammad Fajrul, 2017).�
Re rata kadar lemak pada produk
yang dihasilkan berkisar diantara 18,80 � 0,01% - 28,41 � 0,03%. Pengaruh
penggunaan stevia dan inulin terhadap
kadar lemak produk dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5
Pengaruh Penggunaan
Inulin dan Stevia Terhadap Kadar Lemak
Perlakuan |
Re rata kadar lemak (%) |
Fhitung |
a1b1 |
27,77 � 0,03c |
28,201 |
a1b2 |
28,41 � 0,03c |
|
a1b3 |
27,70 � 0,01c |
|
a2b1 |
22,16 � 0,01b |
|
a2b2 |
23,14 � 0,01b |
|
a2b3 |
22,39 � 0,00b |
|
a3b1 |
19,03 � 0,01a |
|
a3b2 |
18,80 � 0,01a |
|
a3b3 |
19,19 � 0,01a |
Keterangan:
-Setiap data merupakan re rata tiga kali ulangan
-Angka � angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata
pada Uji Duncan pada tingkat kepercayaan
95%.
Hasil analisa ANOVA (Analysis of Variance) menunjukkan
bahwa penggunaan inulin dan
stevia pada pembuatan produk
chocolate compound memberikan� pengaruh
yang nyata (Fhitung > Ftabel) terhadap kadar lemak produk. Tabel 5 menunjukkan bahwa penggunaan inulin dan
stevia memberikan pengaruh nyata (p-value < 0.05) terhadap
kadar lemak produk. Kandungan kadar lemak yang semakin menurun disebabkan oleh semakin berkurangnya penggunaan cocoa
butter substitute (CBS) pada formulasi yang ada. Penggunaan inulin sebesar 55% mampu memberikan nilai kadar lemak yang lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan 40% dan 50% terhadap produk chocolate
compound.
Semakin meningkatnya kadar
lemak dipengaruhi oleh semakin
tingginya jumlah lemak yang
digunakan (Sutrisno,
2018). Hal ini dapat dilihat
bahwa penggunaan inulin sebesar 55% dan berkurang nya penggunaan CBS menghasilkan kadar lemak berkisar 18,80 � 0,01% - 19,19 � 0,01%. Lemak cokelat berasal dari penambahan lemak kakao atau lemak kakao pengganti yang dicampurkan pada produk cokelat. Lemak cokelat biasanya mengandung komponen trigliserida yang meliputi asam stearate, palmitat, oleat dan laurat. Salah satu komponen tersebut berpotensi pemicu kenaikan kadar kolesterol dalam darah.
Penambahan inulin pada produk tidak
memberikan kontribusi terhadap kadar lemak produk cokelat sehingga mampu mendorong produk yang dihasilkan memiliki kadar lemak yang rendah (low
fat). Hal ini disebabkan karena inulin sendiri merupakan polisakarida yang memiliki gugus atau monomer fruktosa bukan lipid. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Furl�n (2017) melaporkan
bahwa penambahan inulin sebesar 10% (b/b) mampu mengurangi kandungan lemak bebas dari sampel
dan meningkatkan nilai viskositas. Selain itu peran inulin sebagai fat replacer lainnya adalah memberikan pengaruh tekstur pada produk yang dihasilkan. Menurut Franck (2002) dapat memungkinkan pengembangan makanan rendah lemak tanpa mengurangi tekstur dan rasa di mulut. Studi penelitian lainnya disampaikan bahwa kadar lemak dari produk cokelat
khususnya dark chocolate akan
mengalami peningkatan sebesar 5% sampai 7% pada setiap penambahan konsentrasi lemak kakao sebagai bahan baku
(Ikrawan
et al., 2020).
Solid Fat Content (SFC)
Solid Fat Content merupakan salah satu parameter khas yang sangat diperlukan. Industri cokelat sendiri membutuhkan parameter sebagai indikasi sifat pencairan lemak kakao dalam proses pengolahan lemak dan penggunaannya
pada industri pangan khusus konfeksionari (Indarti
et al., 2013). Pengujian
SFC pada minyak dan lemak pada produk
chocolate compound hasil penelitian
di berbagai tingkat suhu observasi (0�C sampai dengan 40�C). Kandungan padatan lemak atau Solid Fat Content (SFC) merupakan
proporsi padatan lemak yang
terkandung di dalam suatu minyak pada suhu observasi tertentu. Menurut Mirna (2015), lemak padat
terdiri dari campuran berbagai komponen padatan lemak yang membentuk matriks kristal. Pengaruh penggunaan stevia dan inulin terhadap
Solid Fat Content (SFC) dapat dilihat
pada Gambar 1.
Gambar
1
Pengaruh Penggunaan
Inulin dan Stevia Terhadap SFC
Pada grafik tersebut dapat dilihat bahwa
persentasi SFC dari produk chocolate compound mulai menurun secara signifikan dimulai dari suhu 30�C menuju suhu 40�C pada seluruh kombinasi formulasi yang ada. Hasil analisa ANOVA (Analysis of Variance) menunjukkan
bahwa penggunaan inulin dan
stevia pada pembuatan produk
chocolate compound tidak memberikan
pengaruh yang nyata (Fhitung < Ftabel) terhadap Solid Fat Content (SFC). Pengaruh
penggunaan inulin dan stevia terhadap
Solid Fat Content (SFC) produk dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6
Pengaruh Penggunaan
Inulin dan Stevia Terhadap Solid Fat Content (SFC)
Perlakuan |
Re rata SFC suhu 40�C
(%) |
Fhitung |
a1b1 |
0,07 � 0,12 |
0,490 |
a1b2 |
0,11 � 0,11 |
|
a1b3 |
0,08 � 0,03 |
|
a2b1 |
0,07 � 0,03 |
|
a2b2 |
0,11 � 0,10 |
|
a2b3 |
0,14 � 0,17 |
|
a3b1 |
0,19 � 0,07 |
|
a3b2 |
0,07 � 0,11 |
|
a3b3 |
0,09 � 0,06 |
Berdasarkan hasil
penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa penambahan inulin dan
stevia tidak mempengaruhi nilai SFC pada produk. Nilai SFC hanya dipengaruhi oleh komposisi asam lemak dalam trigliserida pada suatu produk. Pada penelitian ini lemak yang digunakan hanya satu jenis Cocoa Butter
Substitute (CBS) sehingga tidak
berpengaruh terhadap persentase nilai SFC pada kombinasi produk yang dihasilkan.
Tekstur
Tekstur pada produk cokelat dapat diamati melalui
parameter kekerasan. Kekerasan
merupakan besarnya gaya yang diberikan hingga terjadi perubahan bentuk (deformasi) pada sampel. Semakin tinggi nilai kekerasan, maka semakin besar
gaya yang dibutuhkan untuk menekan sampel
tersebut. Re rata nilai kekerasan pada produk yang dihasilkan berkisar diantara 23,88 � 1,23N - 31,63 � 1,47N. Pengaruh
penggunaan stevia dan inulin terhadap
kekerasan produk dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7
Pengaruh Penggunaan
Stevia dan Inulin Terhadap Kekerasan
Perlakuan |
Re rata kekerasan (N) |
Fhitung |
a1b1 |
24,36 � 0,38a |
24,494 |
a1b2 |
23,88 � 1,23a |
|
a1b3 |
24,27 � 1,23a |
|
a2b1 |
27,26 � 1,93b |
|
a2b2 |
27,51 � 0,64b |
|
a2b3 |
27,12 � 1,07b |
|
a3b1 |
30,19 � 0,96c |
|
a3b2 |
30,65 � 1,07c |
|
a3b3 |
31,63 � 1,47c |
Keterangan:
-Setiap
data merupakan re rata tiga
kali ulangan
-Angka � angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata
pada Uji Duncan pada tingkat kepercayaan
95%
Hasil analisa ANOVA (Analysis of Variance) menunjukkan
bahwa penggunaan inulin dan
stevia pada pembuatan produk
chocolate compound memberikan� pengaruh
yang nyata (Fhitung > Ftabel) terhadap kekerasan produk. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan inulin dan
stevia memberikan pengaruh nyata (p-value < 0.05) terhadap
kekerasan pada produk. Hal ini terjadi karena
adanya perbedaan penggunaan bahan baku inulin pada produk yang dihasilkan. Inulin mampu menyerap kelembaban dan menyebabkan kekerasan pada produk.
Kekerasan pada produk cokelat harus berada pada kisaran tertentu karena apabila nilai dari parameter ini terlalu kecil
maka cokelat akan lengket dan apabila terlalu tinggi maka cokelat
sulit dikunyah (Alvis
et al., 2011). Menurut
Roberfroid (1999) inulin dapat
meningkatkan tekstur dari produk yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena inulin membentuk mikrokristal halus dalam keadaan
terdispersi sehingga mempengaruhi tekstur yang ada.
Hasil penelitian sebelumnya melaporkan bahwa terjadi peningkatan nilai kekerasan dimana penggunaan inulin sebanyak 5% menghasilkan nilai kekerasan 12,48 � 2,30 N
dan meningkat sebesar 14,50
� 2,61 N pada saat inulin digunakan
sebanyak 10% pada sampel
yang diamati (Furl�n
et al., 2017). Penelitian
sebelumnya telah melaporkan bahwa penggantian total sukrosa dengan inulin di dalam cokelat mampu menghasilkan
cokelat yang paling keras (Aidoo
et al., 2014). Pada penelitian ini disimpulkan bahwa penggunaan inulin sebesar 55% dapat memberikan nilai kekerasan pada produk chocolate compound paling tinggi
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini dapat dijadikan
sebagai referensi apabila ingin memperbaiki
tekstur produk cokelat khususnya chocolate
compound dengan menggunakan
bahan baku inulin sebagai alternatif.
Warna
Warna merupakan komponen
yang sangat penting di dalam
menentukan kualitas atau derajat penerimaan
dari suatu produk pangan segar dan olahan. Selain masuk ke dalam
parameter mutu yang dinilai,
warna juga mampu mempengaruhi kemampuan konsumen untuk mengidentifikasi jenis flavor maupun kemampuannya untuk mengestimasi intensitas dan kualitas dari flavor tersebut (Winarno,
1997). Menurut
Aido (2014), atribut
visual yang dapat digunakan
untuk menggambarkan penampilan produk cokelat meliputi kilap, bentuk, kehalusan atau kekasaran permukaan, dan warna.
Penentuan mutu bahan pangan yang pertama kali dilakukan adalah dengan pengamatan secara visual. Apabila secara kenampakan tidak sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan akan memberikan kesan adanya penyimpangan pada kualitas produk yang dihasilkan (Winarno,
1997). Pada penelitian ini re rata penilaian warna pada uji hedonic produk yang dihasilkan berkisar diantara 3,26 � 0,02 -
3,42 � 0,27. Berdasarkan hasil
penilaian dari 30 orang panelis terhadap warna produk chocolate compound dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan
cenderung netral atau memiliki skor
3. Hal ini meyakinkan bahwa penggunaan inulin dan
stevia terhadap warna produk masih dapat
diterima.
Aroma
Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium oleh syaraf � syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung
ketika makanan masuk ke dalam
mulut (Mariani,
2003). Aroma bersifat subyektif serta sulit diukur
karena setiap orang memiliki sensitifitas dan kesukaan yang berbeda � beda sehingga diperlukan
dalam sebuah analisa sensorik untuk menilai suatu
produk. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa volatil yang mudah menguap. Pada penelitian ini re rata penilaian aroma pada
uji hedonic produk yang dihasilkan
berkisar diantara 2,67 �
0,04 - 2,87 � 0,04. Berdasarkan hasil
penilaian dari 30 orang panelis terhadap aroma produk chocolate compound dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan cenderung tidak menyukai atau memiliki
skor 2. Perlu dilakukan upaya tambahan untuk menghasilkan produk chocolate
compound agar memiliki aroma yang disukai.�
Rasa
Manis
Rasa merupakan sensasi yang dideteksi oleh indera pengecap terhadap komposisi dan pencampuran bahan makanan. Penilaian terhadap rasa menjadi salah satu pertimbangan yang penting bagi konsumen di dalam memilih atau
menolak suatu produk yang ditawarkan. Menurut Wahyudi (2008), rasa manis
adalah sifat rasa yang mempengaruhi cita rasa keseluruhan dari produk cokelat yang dihasilkan. Rasa manis ini timbul akibat
adanya penambahan padatan gula atau sukrosa di dalam suatu formulasi produk.� Pada penelitian ini re rata penilaian rasa manis pada uji
hedonic produk yang dihasilkan
berkisar diantara 2,83 �
0,09 - 3,15 � 0,11. Inulin merupakan polisakarida yang tersusun atas monomer � monomer fruktosa sehingga dapat memberikan rasa manis pada produk akhir dan juga stevia merupakan pemanis natural yang memiliki tingkat kemanisan 200 � 300 kali lebih manis dari gula sukrosa. Penelitian banyak dilakukan dengan menggunakan stevia pada produk cokelat sebagai pengganti sukrosa.
Pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa produk cokelat yang mengandung stevia menyajikan karakteristik sensorik terbaik dalam hal
aroma herbal, rasa manis, dan rasa di mulut . Dalam studi lainnya
pencampuran stevia dengan
bulking agent seperti inulin berpotensi
tinggi untuk memenuhi peran sukrosa dalam sifat
rheologi dan sensoris dari cokelat yang diformulasikan (Rad
et al., 2019). Pada penelitian lainnya menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi antara inulin dan stevia mampu mendekati tingkat penerimaan pada produk control (Fernandes
et al., 2013).
Berdasarkan hasil penilaian dari 30 orang panelis terhadap rasa manis produk chocolate compound dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan terbagi menjadi 2 bagian yakni tidak
menyukai atau memiliki skor 2 (dikarenakan rasa yang diterima adalah rasa pahit) dan cenderung netral atau memiliki skor
3 (rasa manis masih dapat diterima).
Kelelehan/Melting
Salah satu parameter yang perlu dilakukan pengamatan pada produk cokelat adalah kemudahan meleleh/melting pada saat dikonsumsi. Sifat � sifat leleh cokelat merupakan
faktor penting untuk mendefinisikan kualitas cokelat dimana cokelat memiliki bentuk yang padat pada suhu ruang (20�C � 25�C) dan akan meleleh pada suhu tubuh yaitu sekitar
37�C. Proses cokelat meleleh
di dalam mulut merupakan suatu proses yang dinamis dan melibatkan fase transisi dari
kondisi padat pada suhu ruang menjadi
suatu suspensi padat yang halus pada suhu tubuh. Pada penelitian ini re rata penilaian kelelehan pada uji hedonik produk yang dihasilkan berkisar diantara 2,60 � 0,19 sd 2,82 �
0,17. Pada penelitian ini, jenis lemak pengganti kakao tidak memiliki
perbedaan pada setiap perlakukan produk sehingga tingkat kelelehannya tidak berbeda nyata. Hal ini diperkuat juga dengan nilai Solid Fat Content
(SFC) yang diamati bahwa variasi perlakukan yang ada memiliki titik
leleh yang tidak berbeda nyata.
Berdasarkan hasil penilaian dari 30 orang panelis terhadap melting produk chocolate
compound yang dihasilkan dapat
disimpulkan bahwa tingkat kesukaan cenderung tidak menyukai atau memiliki
skor 2. Perlu dilakukan upaya tambahan untuk menghasilkan produk chocolate
compound agar memiliki melting yang disukai. Secara keseluruhan hasil dari uji hedonic yang meliputi warna, aroma, rasa manis dan kelelehan pada produk chocolate
compound yang telah dibuat dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8
Hasil
Uji Hedonik Produk
Chocolate Compound
Perlakuan |
Warna |
Aroma |
Rasa Manis |
Melting |
a1b1 |
3,29 � 0,10 |
2,67 � 0,04 |
2,83 � 0,09 |
2,73 � 0,17 |
a1b2 |
3,42 � 0,11 |
2,76 � 0,12 |
2,89 � 0,38 |
2,77 � 0,23 |
a1b3 |
3,37 � 0,07 |
2,75 � 0,13 |
2,94 � 0,08 |
2,63 � 0,12 |
a2b1 |
3,26 � 0,02 |
2,78 � 0,05 |
3,06 � 0,22 |
2,64 � 0,25 |
a2b2 |
3,30 � 0,07 |
2,87 � 0,04 |
3,08 � 0,09 |
2,74 � 0,12 |
a2b3 |
3,32 � 0,28 |
2,86 � 0,08 |
3,05 � 0,11 |
2,60 � 0,19 |
a3b1 |
3,42 � 0,27 |
2,82 � 0,05 |
3,09 � 0,13 |
2,80 � 0,12 |
a3b2 |
3,30 � 0,17 |
2,84 � 0,05 |
3,08 � 0,02 |
2,78 � 0,09 |
a3b3 |
3,34 � 0,22 |
2,80 � 0,03 |
3,15 � 0,11 |
2,82 � 0,17 |
Melihat dari
hasil uji hedonik yang ada, dapat disimpulkan
bahwa perlakuan atau formulasi yang terbaik pada respon sensoris adalah a3b1, a3b2, dan
a3b3. Pada perlakuan tersebut
bahan baku inulin yang digunakan sebesar 55% dan stevia sebesar 1%, 2%, dan 3%.
Profil Melting
�Perubahan komposisi produk dapat memodifikasi suhu kristalisasi yang diperlukan untuk menginduksi pembentukan struktur polimorfik V yang diinginkan dan kelelehannya, oleh
karena itu perlu dilakukan pengamatan terhadap sifat leleh dan kristalisasi. Polimorfik V
(32-34�C) merupakan bentuk
yang paling diinginkan dan meleleh
pada suhu tubuh. Bentuk kristal IV dan V dapat berubah selama
proses penyimpanan yang berlangsung
lama menjadi bentuk VI
(34-36�C) yang merupakan bentuk
yang paling stabil (Furl�n
et al., 2017). Bentuk
VI mampu mendorong pembentukan fat bloom pada cokelat
dan dapat mempengaruhi umur simpan produk.
Analisis sifat
kelelehan produk cokelat dianalisa salah satu nya dengan
menggunakan Differencial
Scanning Calorimeter (DSC) dengan parameter �
parameter termal yang diamati
meliputi Tonset, Tendset, Tpeak, ΔHmelt, dan Area. Suhu onset
(Tonset) merupakan suhu dimana suatu
bentuk kristal yang spesifik mulai meleleh, suhu puncak
(Tpeak) atau suhu maksimum (Tmax) merupakan suhu dimana titik
pelelehan maksimum terjadi, suhu akhir
(Tendset) merupakan suhu dimana pelelehan
sampai telah selesai, entalpi pelelehan (ΔHmelt) merupakan jumlah energi yang diperlukan untuk melelehkan sampel dan Area merupakan panas yang diambil oleh sampel selama proses pelelehan. Hasil analisa sifat leleh produk
chocolate compound yang terpilih dilihat
pada Tabel 9 dan Gambar 2.
Tabel 9
Hasil
analisa DSC terhadap sifat leleh produk
chocolate compound
Sampel |
Tonset (�C) |
Tpeak (�C) |
Tendset (�C) |
ΔHmelt (J/g) |
Area (mJ) |
a3b1,
a3b2 dan a3b3 |
29,83 |
35,35 |
41,87 |
32,93 |
137,31 |
Gambar
2
Thermal Analysis Result untuk perlakuan
a3b1, a3b2 dan a3b3
Dari hasil analisa DSC terhadap sifat leleh produk chocolate compound untuk perlakuan a3b1, a3b2 dan
a3b3 menunjukkan bahwa suhu kristal spesifik
akan mulai meleleh pada suhu 29,83�C (Tonset), kemudian meleleh secara maksimum pada suhu 35,35�C (Tpeak) dan selesai pada suhu 41,87�C (Tendset). Jumlah energi yang diperlukan untuk melelehkan produk sebesar 32,93 J/g dengan Area sebesar 137,31 mJ (reaksi berlangsung secara eksoterm). Nilai Tendset juga memberikan gambaran mengenai titik leleh suatu
produk dan dapat digunakan untuk mengukur status polimorfik. Komposisi TAG lemak kakao akan menentukan titik leleh cokelat
(Kadivar
et al., 2016).
Nilai Tendset yang didapatkan pada penelitian ini memiliki kesamaan dengan hasil Solid Fat Content
(SFC) yang didapatkan pada penelitian
tahap 1 yakni sebesar 0% (meleleh sempurna) suhu 40�C. Kombinasi antara lemak pengganti kakao dengan inulin memiliki peran penting dalam
menghasilkan nilai entalpi melting (ΔHmelt).
Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Furl�n (2017) yang menyatakan
bahwa kombinasi produk cokelat dengan menggunakan cocoa butter
replacer sebesar 20% dan inulin sebesar
10% mampu menghasilkan nilai entalpi sebesar
53,52 J/g serta lebih besar dari kontrol
sampel yang ada. Hal ini terjadi akibat
adanya mikrokristal inulin
yang lebih tahan panas dibandingkan dengan mikrokristal lemak kakao sehingga membutuhkan energi panas yang lebih besar Selain itu
studi sebelumnya melaporkan bahwa formulasi cokelat yang mengandung 100% inulin memiliki kristal yang besar dengan banyak ruang
kosong antar partikel sehingga mempengaruhi sifat leleh produk (Aidoo
et al., 2014).
Furl�n (2017) juga menyatakan
bahwa sampel cokelat yang membutuhkan energi lebih tinggi
untuk meleleh akan memberikan stabilitas yang lebih baik terhadap fluktuasi
suhu selama penyimpanan sehingga dapat menghambat melelehnya cokelat dan pembentukan fat bloom pada permukaan
produk cokelat.
Mikrostrukur
Mikrostruktur adalah variabel dasar yang mempengaruhi fenomena lajur alir/transportasi
dan sifat fisik produk serta menentukan
kualitas berdasarkan atribut mekanikal dan sensorik. Bentuk partikel, ukuran dan kekuatan interaksi antar partikel merupakan bagian penting di dalam struktur akhir produk cokelat.
Jaringan kristal lemak yang terbentuk
mudah dikarakterisasi dengan menggunakan Polarized
Light Microscope (PLM). Mikroskopi digunakan untuk memahami dengan baik struktur makanan
dan interaksi pada tingkat molekuler serta pengaruhnya terhadap sifat makroskopik. Untuk produk berbasis
lemak dan minyak, faktor � faktor seperti morfologi kristal lemak dan distribusi ukuran partikel non lemak merupakan pertimbangan penting bagi pengembangan produk (Rousseau
& Smith, 2008).
Dilakukan pengamatan terhadap perlakuan produk yang terpilih dengan menggunakan alat mikroskop Polarized Light Microscope (PLM) Olympus BX41. Sumber sinar yang digunakan berasal dari cahaya dengan
pembesaran 4 � 40x. Pada pengamatan
sampel tersebut. Hasil analisa PLM pada produk chocolate
compound dengan perlakuan terpilih dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar
3
Hasil
Pengamatan PLM produk
chocolate compound (A) perlakuan a3b1, (B) perlakuan a3b2 dan (C) perlakuan
a3b pada pembesaran 40x
Pada gambar tersebut dapat terlihat adanya bentuk kristal
kecil yang padat dengan bintik hitam
(dark spot) pada ikatan antar
partikel. Bintik hitam yang diamati merupakan padatan kakao. Dengan bentuk
struktur yang padat tersebut mengakibatkan celah aliran lemak menjadi terbatas (indikator pembentukan fat bloom).
Pengembangan bunga kristal diprakarsai oleh pergerakan lemak cair dan tidak stabil ke
permukaan produk oleh kapilaritas yang diciptakan oleh gaya hidrodinamik dalam pori � pori
dan celah antar partikel, diikuti oleh pertumbuhan lemak yang direkristalisasi
oleh gradien difusi di seluruh cokelat sampai mekar penuh.
Studi sebelumnya melaporkan
bahwa struktur kristal yang terbentuk dengan adanya penggunaan
inulin pada produk cokelat memiliki ukuran yang kecil dan padat dibandingkan dengan penggunaan sukrosa yang menghasilkan struktur kristal besar (Aidoo
et al., 2017).
Morfologi Permukaan
Cokelat
Scanning
Electron Microscope (SEM) merupakan teknik analisis yang dapat digunakan untuk mengamati mikrostruktural sampel cokelat. SEM menggunakan sinar elektron dan dapat memperlihatkan morfologi sampel cokelat dengan pembesaran yang tinggi (500 �
1000x). SEM memiliki kedalaman
bidang yang besar sehingga memungkinkan sejumlah besar sampel menjadi fokus pada satu waktu dan menghasilkan gambar yang merupakan representasi yang baik (tiga dimensi).
Dilakukan pengamatan terhadap perlakuan produk yang terpilih dengan menggunakan alat mikroskop Scanning Electron Microscope (SEM) JSM-6510LA. Sumber sinar yang digunakan berasal dari elektron dengan
pembesaran 200 � 3000x pada pengamatan
sampel tersebut. Hasil analisa SEM pada produk chocolate
compound dengan perlakuan terpilih dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar
4
Hasil
Analisa SEM pada Produk Chocolate Compound
Fat bloom
yang terjadi pada produk cokelat adalah cacat kualitas yang dapat mempengaruhi warna cerah, kilap
dan tampilan halus (Furl�n
et al., 2017). Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa
penggunaan inulin sebesar
55% dan stevia sebesar 1%, 2% dan 3% tidak memunculkan adanya bunga kristal
tajam penyebab fat bloom (polimorfik VI). Morfologi sampel menunjukkan bentuk yang relatif homogen dimana partikel � partikel padatan bergabung dengan baik dalam
lemak sebagai fase kontinyu.
Mikrostruktur produk cokelat dipengaruhi oleh lemak, partikel padat (gula, cocoa
powder dan atau susu bubuk)
dan pengemulsi yang digunakan.
Cocoa butter terdiri dari tiga komponen trigliserida
(TAG) dan merupakan lemak utama
yang digunakan dalam produk cokelat. Kristalisasi lemak memainkan peran penting dalam
pengembangan mikrostruktur produk berbasis lemak seperti cokelat. Proses terjadinya kristalisasi lemak terdiri dari beberapa
tahapan yakni pembentukan inti kristal lemak
yang disebut nukleasi lalu dan pertumbuhan kristal berikutnya. Pada tahap selanjutnya pada perkembangan mikrostruktur terjadi agregasi kristal lemak yang mengarah pada pembentukan pembentukan kluster kristal sementara nukleasi dan pertumbuhan kristal masih berlangsung. Kemudian jaringan kristal tiga dimensi
terus menerus terbentuk dan lemak cair terperangkap di dalam jaringan. Migrasi tersebut dapat berhenti apabila komposisi trigliserol (TAG) dari produk cokelat
sudah dalam keadaan setimbang.
Pada penelitian ini, lemak yang digunakan adalah campuran antara cocoa butter
substitute (CBS) dengan inulin sebagai
fat replacer sehingga mampu
meminimalkan terjadi fat
bloom pada produk chocolate compound.� Studi penelitian sebelumnya melaporkan bahwa penggunaan inulin sebesar 10% dan
digabungkan dengan minyak terhidrogenasi mampu menghasilkan kristal lemak yang lebih kecil daripada sampel kontrol yang ditetapkan (Furl�n
et al., 2017). Karakterisasi
kristal lemak dalam industri pengolahan cokelat merupakan hal yang penting untuk menentukan sifat fisik dan sensorisnya, sebagai hasil kristalisasi lemak kakao bersama dengan
penyusunan struktur yang akan mempengaruhi sifat mekanis, sifat reologis, sifat leleh cokelat
dan umur simpan cokelat.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang penggunaan inulin dan stevia pada produk
chocolate compound dapat disimpulkan
bahwa: (a) Penggunaan bahan baku inulin sebesar 55% dan stevia sebesar
1%, 2%, dan 3% memiliki respon
terbaik dengan hasil pengamatan meliputi kadar air sebesar 0,81-0,91%, kadar lemak sebesar 18,80 � 19,19%; Solid Fat Content (SFC) 0% (meleleh sempurna) pada suhu 40�C, kekerasan sebesar 30,19-31,63N; serta respon sensoris berupa atribut warna 3,30-3,42; aroma 2,80 � 2,84; rasa manis 3,08-3,15; kelelehan
2,78-2,82 yang masuk ke dalam kategori diterima oleh panelis. (b) Mikrostruktur yang diamati pada
chocolate compound dengan perlakuan
terbaik memiliki struktur yang padat, partikel berukuran kecil dengan celah
aliran lemak terbatas dan tidak adanya bunga
kristal tajam pembentuk fat bloom.
BIBLIOGRAFI
Aidoo, R. P., Afoakwa, E. O., &
Dewettinck, K. (2014). Optimization of inulin and polydextrose mixtures as
sucrose replacers during sugar-free chocolate manufacture�Rheological,
microstructure and physical quality characteristics. Journal of Food
Engineering, 126, 35�42.
Aidoo, R. P., Afoakwa, E. O., & Dewettinck, K.
(2015). Rheological properties, melting behaviours and physical quality
characteristics of sugar-free chocolates processed using inulin/polydextrose
bulking mixtures sweetened with stevia and thaumatin extracts. LWT-Food
Science and Technology, 62(1), 592�597.
Aidoo, R. P., Appah, E., Van Dewalle, D., Afoakwa, E.
O., & Dewettinck, K. (2017). Functionality of inulin and polydextrose as
sucrose replacers in sugar‐free dark chocolate manufacture�effect of fat
content and bulk mixture concentration on rheological, mechanical and melting
properties. International Journal of Food Science & Technology, 52(1),
282�290.
Alvis, A., P�rez, L., & Arrazola, G. (2011).
Determination of textural properties of chocolate tablets by instrumental
techniques. Informaci�n Tecnol�gica, 22(3), 11�18.
Beckett, S. T. (2011). Industrial
chocolate manufacture and use. John Wiley & Sons.
Fernandes, V. A., M�ller, A. J., & Sandoval, A. J.
(2013). Thermal, structural and rheological characteristics of dark chocolate
with different compositions. Journal of Food Engineering, 116(1),
97�108.
Franck, A. (2002). Technological functionality of
inulin and oligofructose. British Journal of Nutrition, 87(S2),
S287�S291.
Furl�n, L. T. R., Baracco, Y., Lecot, J., Zaritzky,
N., & Campderr�s, M. E. (2017). Influence of hydrogenated oil as cocoa
butter replacers in the development of sugar-free compound chocolates: Use of
inulin as stabilizing agent. Food Chemistry, 217, 637�647.
Gaspersz, V. (1995). Teknik
analisis dalam penelitian percobaan. Tarsito. Bandung, 718.
Ikrawan, Y., Afrianti, L. H., & Ulfah, T. (2020). Pengaruh
Konsentrasi Inulin Dan Lemak Kakao (Cacao Butter) Terhadap Karakteristik Produk
Dark Chocolate 60%-70%.
Indarti, E., Arpi, N., & Budijanto, S. (2013).
Kajian pembuatan cokelat batang dengan metode tempering dan tanpa tempering. Jurnal
Teknologi Dan Industri Pertanian Indonesia, 5(1).
Isyanti, M., Sudibyo, A., Supriatna, D., &
Suherman, A. H. (2015). Penggunaan Berbagai Cocoa Butter Substitute (CBS) Hasil
Hidrogenasi dalam Pembuatan Cokelat Batangan. Warta Industri Hasil Pertanian,
32(01), 33�44.
Kadivar, S., De Clercq, N., Mokbul, M., &
Dewettinck, K. (2016). Influence of enzymatically produced sunflower oil based
cocoa butter equivalents on the phase behavior of cocoa butter and quality of
dark chocolate. LWT-Food Science and Technology, 66, 48�55.
Kiokias, S., & Varzakas, T. (2017). Innovative
applications of food-related emulsions. Critical Reviews in Food Science and
Nutrition, 57(15), 3165�3172.
La Ode Muhammad Fajrul, A. (2017). Pengaruh Asal
Bahan Baku Biji Kakao (Theobroma cacao L.) dan Lama Koncing Terhadap
Karakteristik Tekstur dan Sifat Sensoris Dark Chocolate. Universitas
Brawijaya.
Mariani, M. (2003). Evaluasi Mutu Minuman
Fungsional Daun Cincau Hijau (Premna oblongifolia merr.) Selama Penyimpanan.
Masi, G., & Oroh, W. (2018). Hubungan Obesitas
Dengan Kejadian Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Ranomut Kota
Manado. Jurnal Keperawatan, 6(1).
Rad, A. H., Pirouzian, H. R., Toker, O. S., &
Konar, N. (2019). Application of simplex lattice mixture design for
optimization of sucrose-free milk chocolate produced in a ball mill. Lwt,
115, 108435.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2018). Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018. Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas).
Roberfroid, M. B. (1999). Concepts in functional
foods: the case of inulin and oligofructose. The Journal of Nutrition, 129(7),
1398S-1401S.
Rousseau, D., & Smith, P. (2008). Microstructure
of fat bloom development in plain and filled chocolate confections. Soft
Matter, 4(8), 1706�1712.
Sutrisno, A. D. (2018). Karakteristik Cokelat Filling
Kacang Mete Yang Dipengaruhi Jenis dan Jumlah Lemak Nabati. Pasundan Food
Technology Journal (PFTJ), 5(2), 91�101.
Wahyudi, T., Pangabean, T. R., & Pujianto, P.
(2008). Panduan lengkap kakao manajemen agribisnis dari hulu hingga hilir. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Winarno, F. G. (1997). Kimia Pakan dan Gizi. PT
Gramedia. Jakarta.
Wu, Y., Zhang, D., Jiang, X., & Jiang, W. (2015).
Fruit and vegetable consumption and risk of type 2 diabetes mellitus: a
dose-response meta-analysis of prospective cohort studies. Nutrition,
Metabolism and Cardiovascular Diseases, 25(2), 140�147.
Wuryantoro, H., & Susanto, W. H. (2014).
Penyusunan Standard Operating Procedures Industri Rumah Tangga Pangan Pemanis
Alami Instan Sari Stevia (Stevia Rebaudiana)[In Press Juli 2014]. Jurnal
Pangan Dan Agroindustri, 2(3), 76�87.
Copyright holder: Fadjar
Ramadhan, Tien Muchtadi, Edy Subroto (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |