Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 5, Mei 2023

 

 

KAJIAN KARAKTERISTIK PRODUK CHOCOLATE COMPOUND DENGAN PENAMBAHAN INULIN (FAT REPLACER) DAN STEVIA (SWEETENER)

 

Fadjar Ramadhan, Tien Muchtadi, Edy Subroto

Fakultas Teknik, Universitas Pasundan, Indonesia, Fakultas Teknologi Industri Universitas Padjajaran, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Produk cokelat merupakan salah satu produk konfeksionari yang menggandung lemak dan gula yang tinggi. Adanya komponen tersebut dapat memicu gangguan kesehatan pada tubuh. Oleh karena itu perlu dilakukan inovasi terhadap penggunaan komponen bahan baku yang bertujuan untuk mengurangi kandungan lemak dan rendah kalori. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik produk cokelat imitasi/compound yang dihasilkan dengan menggunakan inulin sebagai fat replacer dan stevia sebagai sweetener pada berbagai taraf. Penelitian yang dilakukan meliputi 2 tahapan yaitu tahap pertama dengan pembuatan produk chocolate compound menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan analisis yang meliputi respon kimia (kadar air bebas, kadar lemak, Solid Fat Content � SFC), respon fisik (tekstur), dan respon sensoris (uji hedonik untuk parameter warna, aroma, rasa manis dan kelelehan) dengan tujuan untuk mengetahui respon terbaik terhadap produk yang dihasilkan. Penelitian tahap kedua adalah melakukan analisa terhadap mikrostruktur kristal yang terbentuk pada produk dengan respon terbaik melalui pengujian Differencial Scanning Calorimeter (DSC), Polarized Light Microscope (PLM), dan Scanning Electorn Microscope (SEM). Hasil pengamatan terhadap respon terbaik memiliki nilai kadar air bebas sebesar 0,81-0,91%, kadar lemak sebesar 18,80 � 19,19%; Solid Fat Content (SFC) 0% (meleleh sempurna) pada suhu 400C, kekerasan sebesar 30,19-31,63N; atribut warna 3,30-3,42; aroma 2,80 � 2,84; rasa manis 3,08-3,15; kelelehan 2,78-2,82 dan memiliki struktur yang padat, berukuran kecil dengan celah aliran lemak terbatas dan tidak ada bunga kristal tajam yang terbentuk (indicator fat bloom).

 

Kata kunci: inulin, stevia, senyawa cokelat, karakteristik, mikrostrukturtur

 

 

Abstract

Chocolate products are part of the confectionary product with the high fat and sugar composition. The presence of these components could be problem for health. Therefore, it is necessary to innovate the use of raw material components for reduce fat and low calorie. The aim of the research was to determine the characterictic of chocolate compound using inulin as a fat replacer and stevia as a sweetene at various levels. This research consist of two stages, for the first stage by making chocolate compound using the Randomized Block Design (RBD) method and analysis with chemical properties (free moisture content, fat content, Solid Fat Content � SFC), physical properties (texture), and sensory properties (hedonic test for color, aroma, sweetness and melting) with the purpose to know the best response from product. The second stage of the research was to analyze the microstructure crystal formed in the best response through Differencial Scanning Calorimeter (DSC), Polarized Light Microscope (PLM), and Scanning Electorn Microscope (SEM). The result of observations on the best response have a free water content value of� 0,81-0,91%, fat content of 18,80 � 19,19%; Solid Fat Content (SFC) 0% (melt completely) at temperature 400C, texture of 30,19-31,63N; color 3,30-3,42; aroma 2,80 � 2,84; sweeteness 3,08-3,15; melting 2,78-2,82 and has a dense structure, small particle with limited flow gaps and no sharps crystal are formed (fat bloom indicator).

 

Keywords: inulin, stevia, chocolate compound, characteristic, microstructur

 

Pendahuluan

Obesitas di Indonesia meningkat dengan angka kenaikan yang mengkhawatirkan. Menurut Riset Kesehatan Dasar Riskesdas (2018), prevalensi obesitas di kalangan orang dewasa Indonesia meningkat hampir dua kali lipat dari 19,1% pada tahun 2007 menjadi 35,4% pada tahun 2018. Obesitas merupakan suatu kondisi dimana tubuh seseorang memiliki kadar lemak yang tinggi sehingga dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Salah satu risiko yang dihadapi oleh orang yang obesitas adalah penyakit diabetes melitus (Masi & Oroh, 2018). Bukti ilmiah menunjukan bahwa nutrisi dan perubahan kebiasaan makan adalah salah satu faktor risiko terpenting dalam perkembangan penyakit kronis yang membuat konsumen semakin peduli tentang konsumsi makanan yang lebih sehat dalam beberapa tahun terakhir dalam bentuk pangan fungsional (Kiokias & Varzakas, 2017).

Implikasi lemak pada makanan berperan besar terkait kesehatan, oleh karena itu lipid menjadi salah satu functional food yang paling sering dipelajari khusus nya terkait dengan penerapan pada produk yang lebih sehat baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Salah satu cara untuk mengatasi atau mencegah terjadi peningkatan hal tersebut dengan cara mengurangi kandungan lemak dan sukrosa di dalam konsumsi makanan sehari � hari (Wu et al., 2015).

Produk konfeksionari yang memiliki tinggi kandungan lemak dan karbohidrat nya adalah cokelat. Menurut data statistik, konsumsi kakao dalam 2 tipe yakni kakao bubuk dan kakao instan per kapita cenderung meningkat dari 33,89 gram/kapita/tahun pada tahun 2002 menjadi 65,18 gram/kapita/tahun pada tahun 2017. Salah satu kandungan pada produk cokelat adalah lemak kakao yang didominasi oleh trigliserida meliputi asam stearat (34%), palmitat (27%), dan oleat (34%) Beckett (2011) yang sebagian besar merupakan lemak jenuh yang menjadi tantangan terhadap efek kesehatan tubuh.

Inulin adalah salah satu fat replacer yang merupakan campuran oligo dan polisakarida yang terdiri dari unit fruktosa yang dihubungkan oleh ikatan ꞵ(2-1). Inulin banyak diminati untuk pengembangan produk sehat karena kaya akan serat, prebiotik, rendah lemak dan rendah gula (Aidoo et al., 2014).

Stevia merupakan pemanis alami yang memiliki tingkat kemanisan 200 � 400 kali dibandingkan dengan gula sukrosa serta menghasilkan kalori yang rendah. Menurut Wuryantoro dan Susanto (2014) rasa manis pada stevia disebabkan oleh tiga komponen yaitu steviosida (3-10% berat kering daun), reboudiosida (2-3%), dan dulcosida (0,5-1%). Steviosida mempunyai keunggulan dibandingkan pemanis buatan lainnya, yaitu stabil pada suhu tinggi (1000C), pH 3-9, dan tidak menimbulkan warna gelap pada saat proses pemasakan.

Pembuatan produk chocolate compound dengan penggunaan inulin sebagai fat replacer dan stevia sebagai sweetener merupakan salah satu langkah inovatif di dalam menghadirkan produk yang sehat. Produk yang dihasilkan dari penggunaan bahan tersebut diharapkan mampu menghasilkan karakteristik yang mirip dengan produk sejenis dan mampu diterima oleh konsumen.

Di dalam pengembangan produk cokelat perlu memperhatikan kualitas khususnya mengenai pembentukan fat bloom. Fenomena ini terjadi karena pembentukan kristal ꞵVI yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti proses tempering, penggunaan campuran lemak yang tidak sesuai, pendinginan, suhu dan lama penyimpanan. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan kristal tersebut akibat penggunaan bahan baku inulin dan stevia.

 

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium R&D QC PT. IndoAgri DaitoCacao, Purwakarta. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2022 hingga Agustus 2022. Bahan � bahan yang digunakan pada penelitian meliputi Inulin (Orafti Beneo, Belgia), gula stevia (MH Food, Yunani) dan bahan baku lainnya seperti Cacao Liquor (Guan Chong Cocoa, Malaysia), Cocoa Butter Substitute (CBS) (Wilmar, Indonesia), Soy Lecithin (Imcosoy, Brazil) sebagai emulsifier, dan vanilin (Borregaard, USA) sebagai flavor. Bahan � bahan yang digunakan dalam analisis respon kimia meliputi n-Hexana (Merck), kapas bebas lemak, dan cellulose thimbles ukuran 33x80 mm.

Alat � alat yang digunakan dalam penelitian untuk pembuatan produk chocolate compound meliputi mixer (AICOH), refiner three rolls (Buhler), conching machine (Stephan Food Processing), lemari pendingin (Fukushima), cetakan cokelat (Polikarbon). Alat � alat yang digunakan untuk analisa produk meliputi texture analyzer (Brookfield CT3 10K), Solid Fat Content (SFC) (NMR Bruker Minispec Mq One), Scanning Electron Microscope (SEM) JSM-6510LA, Differencial Scanning Calorimeter (DSC) DSC-60 Plus Shimadzu, Polarized Light Microscope (PLM) Olympus BX41, Fat Extractor (Velp Scientifica).

Penelitian ini terbagi menjadi dua tahapan. Penelitian tahap pertama adalah pembuatan produk chocolate compound menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan faktorial 3 x 3 dengan 3 kali pengulangan sehingga diperoleh 27 satuan percobaan ulangan. Variable bebas pada percobaan ini adalah penggunaan inulin sebagai fat replacer yang terdiri dari 3 taraf (a1 = 40%, a2 = 50% dan a3 = 55%) dan gula stevia sebagai sweetener yang terdiri dari 3 taraf (b1=1%, b2=2%, b3=3%). Matriks percobaan Rancangan Acak Kelompok Faktorial 3x3 dan denah (lay out) Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 3 kali ulangan dapat dilihat pada pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1

Matriks Percobaan� Rancangan Acak Kelompok Faktorial 3x3

Konsentrasi Inulin

Konsentrasi Gula Stevia

Kelompok

1

2

3

a1

(40%)

b1 (1%)

b2 (2%)

b3 (3%)

a1b1

a1b2

a1b3

a1b1

a1b2

a1b3

a1b1

a1b2

a1b3

a2

(50%)

b1 (1%)

b2 (2%)

b3 (3%)

a2b1

a2b2

a2b3

a2b1

a2b2

a2b3

a2b1

a2b2

a2b3

a3

(55%)

b1 (1%)

b2 (2%)

b3 (3%)

a3b1

a3b2

a3b3

a3b1

a3b2

a3b3

a3b1

a3b2

a3b3

 

Tabel 2

Denah (layout) Rancangan Acak Kelompok Faktorial 3x3

Kelompok I

a3b2

a1b2

a2b2

a1b1

a3b1

a3b3

a2b3

a1b3

a2b1

Kelompok II

a3b1

a2b2

a1b3

a1b2

a3b2

a1b1

a2b3

a2b1

a3b3

Kelompok III

a2b2

a1b1

a2b1

a3b1

a2b3

a1b2

a3b3

a3b2

a1b3

 

Produk chocolate compound yang dihasilkan dari beberapa kombinasi formula pada penelitian ini dilakukan analisa yang meliputi : (1) analisa kimia seperti analisis kadar air bebas (SNI : 01-2891-1992), analisis kadar lemak (Soxhlet Extractor - Randall), analisis Solid Fat Content (AOCS Cd 166-93), (2) analisa fisik seperti analisis tekstur produk (Texture Analysis- Brookfield) dan, (3) analisa sensoris meliputi uji hedonik (kesukaan) dengan atribut warna, rasa manis, aroma, dan melting di dalam mulut (SNI : 01-2346-2006).

Uji hedonik panelis terhadap respon produk yang diuji dengan skala hedonic yang ditransformasikan ke dalam skala numerik. Produk chocolate compound akan diuji secara sensori kepada 30 orang (semi panelis terlatih). Kriteria penilaian uji ini seperti dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3

Kriteria Skala Hedonik

Skala Hedonik

Skala Numerik

1

2

3

4

5

Sangat Tidak Suka

Tidak Suka

Netral

Suka

Sangat Suka

 

Data hasil pengamatan cokelat dianalisa dengan menggunakan ANOVA (Analysis of Variances) dengan bantuan software SPSS. Suatu variabel respon dinyatakan signifikan pada taraf signifikansi 5% jika nilai �Fhitung > Ftabel� sedangkan jika nilai �Fhitung < Ftabel� maka dinyatakan tidak berbeda signifikan.� Apabila hasil yang berbeda ditemukan, maka dilanjutkan dengan menggunakan uji Duncan (Duncan Multile Range Test) untuk mengetahui mana yang berbeda nyata/signifikan (Gaspersz, 1995).

Penelitian tahap kedua adalah melakukan pengamatan terhadap mikrostruktur kristal pada produk chocolate compound pada respon terbaik sebagai salah satu indikasi pembentukan fat bloom. Pengujian yang dilakukan pada tahap ini meliputi, Differencial Scanning Calorimeter (DSC), Polarized Light Microscope (PLM), Scanning Electron Microscope (SEM).

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Kadar Air Bebas

Kadar air merupakan faktor penting dalam produk cokelat karena sangat berhubungan dengan sifat � sifat tekstur dari produk tersebut (Aidoo et al., 2014). Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran terhadap kadar air yang tidak terikat oleh komponen bahan pangan yang sering disebut kadar air bebas. Re rata kadar air bebas pada produk yang dihasilkan berkisar diantara 0,81 � 0,07% - 1,27 � 0,16%. Pengaruh penggunaan stevia dan inulin terhadap kadar air produk dapat dilihat pada Tabel 4.

 

Tabel 4

Pengaruh Penggunaan Inulin dan Stevia Terhadap Kadar Air Bebas

Perlakuan

Re rata kadar air bebas (%)

Fhitung

a1b1

1,27 � 0,16b

5,353

a1b2

1,24 � 0,28b

a1b3

1,24 � 0,21b

a2b1

0,91 � 0,29a

a2b2

0,84 � 0,15a

a2b3

0,86 � 0,24a

a3b1

0,81 � 0,07a

a3b2

0,91 � 0,25a

a3b3

0,87 � 0,26a

Keterangan:

-Setiap data merupakan re rata tiga kali ulangan

-Angka � angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada Uji Duncan pada tingkat kepercayaan 95%�

 

Hasil analisa ANOVA (Analysis of Variance) menunjukkan bahwa penggunaan inulin dan stevia pada pembuatan produk chocolate compound memberikan pengaruh yang nyata (Fhitung > Ftabel) terhadap kadar air bebas produk. Secara keseluruhan hasil kadar air bebas yang didapatkan dari perlakuan yang telah ditetapkan masih berada pada batas yang dapat diterima (< 3%). Penggunaan inulin menurut Franck (2002), dapat tanpa mengurangi tekstur dan rasa di mulut karena sifatnya yang mengikat air disebabkan oleh adanya gugus hidrofilik yang ada. Penambahan jumlah penggunaan bahan baku inulin ternyata dapat menurunkan persentase kadar air bebas pada produk. Hal ini karena inulin mampu mengikat air dengan kuat sehingga air yang terikat semakin banyak sedangkan air bebasnya menjadi sedikit yang menyebabkan kadar air bebas rendah.

Dapat disimpulkan bahwa penggunaan inulin dan stevia yang berbeda mempengaruhi kadar air bebas yang terkandung di dalam produk chocolate compound. Penggunaan inulin pada perlakuan 50% dan 55% dengan stevia 1%, 2% dan 3% mampu menghasilkan nilai kadar air bebas yang terbaik (kurang dari 1%) (Aidoo et al., 2015).

 

Kadar Lemak

Secara umum lemak didefinisikan sebagai trigliserida yang dalam kondisi ruang akan membentuk padatan. Kandungan lemak dalam produk pangan adalah lemak kasar dan merupakan kandungan total lipid dalam jumlah yang sebenarnya (La Ode Muhammad Fajrul, 2017).� Re rata kadar lemak pada produk yang dihasilkan berkisar diantara 18,80 � 0,01% - 28,41 � 0,03%. Pengaruh penggunaan stevia dan inulin terhadap kadar lemak produk dapat dilihat pada Tabel 5.

 

 

 

Tabel 5

Pengaruh Penggunaan Inulin dan Stevia Terhadap Kadar Lemak

Perlakuan

Re rata kadar lemak (%)

Fhitung

a1b1

27,77 � 0,03c

28,201

a1b2

28,41 � 0,03c

a1b3

27,70 � 0,01c

a2b1

22,16 � 0,01b

a2b2

23,14 � 0,01b

a2b3

22,39 � 0,00b

a3b1

19,03 � 0,01a

a3b2

18,80 � 0,01a

a3b3

19,19 � 0,01a

Keterangan:

-Setiap data merupakan re rata tiga kali ulangan

-Angka � angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada Uji Duncan pada tingkat kepercayaan 95%.

Hasil analisa ANOVA (Analysis of Variance) menunjukkan bahwa penggunaan inulin dan stevia pada pembuatan produk chocolate compound memberikan� pengaruh yang nyata (Fhitung > Ftabel) terhadap kadar lemak produk. Tabel 5 menunjukkan bahwa penggunaan inulin dan stevia memberikan pengaruh nyata (p-value < 0.05) terhadap kadar lemak produk. Kandungan kadar lemak yang semakin menurun disebabkan oleh semakin berkurangnya penggunaan cocoa butter substitute (CBS) pada formulasi yang ada. Penggunaan inulin sebesar 55% mampu memberikan nilai kadar lemak yang lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan 40% dan 50% terhadap produk chocolate compound.

Semakin meningkatnya kadar lemak dipengaruhi oleh semakin tingginya jumlah lemak yang digunakan (Sutrisno, 2018). Hal ini dapat dilihat bahwa penggunaan inulin sebesar 55% dan berkurang nya penggunaan CBS menghasilkan kadar lemak berkisar 18,80 � 0,01% - 19,19 � 0,01%. Lemak cokelat berasal dari penambahan lemak kakao atau lemak kakao pengganti yang dicampurkan pada produk cokelat. Lemak cokelat biasanya mengandung komponen trigliserida yang meliputi asam stearate, palmitat, oleat dan laurat. Salah satu komponen tersebut berpotensi pemicu kenaikan kadar kolesterol dalam darah.

Penambahan inulin pada produk tidak memberikan kontribusi terhadap kadar lemak produk cokelat sehingga mampu mendorong produk yang dihasilkan memiliki kadar lemak yang rendah (low fat). Hal ini disebabkan karena inulin sendiri merupakan polisakarida yang memiliki gugus atau monomer fruktosa bukan lipid. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Furl�n (2017) melaporkan bahwa penambahan inulin sebesar 10% (b/b) mampu mengurangi kandungan lemak bebas dari sampel dan meningkatkan nilai viskositas. Selain itu peran inulin sebagai fat replacer lainnya adalah memberikan pengaruh tekstur pada produk yang dihasilkan. Menurut Franck (2002) dapat memungkinkan pengembangan makanan rendah lemak tanpa mengurangi tekstur dan rasa di mulut. Studi penelitian lainnya disampaikan bahwa kadar lemak dari produk cokelat khususnya dark chocolate akan mengalami peningkatan sebesar 5% sampai 7% pada setiap penambahan konsentrasi lemak kakao sebagai bahan baku (Ikrawan et al., 2020).

 

Solid Fat Content (SFC)

Solid Fat Content merupakan salah satu parameter khas yang sangat diperlukan. Industri cokelat sendiri membutuhkan parameter sebagai indikasi sifat pencairan lemak kakao dalam proses pengolahan lemak dan penggunaannya pada industri pangan khusus konfeksionari (Indarti et al., 2013). Pengujian SFC pada minyak dan lemak pada produk chocolate compound hasil penelitian di berbagai tingkat suhu observasi (0�C sampai dengan 40�C). Kandungan padatan lemak atau Solid Fat Content (SFC) merupakan proporsi padatan lemak yang terkandung di dalam suatu minyak pada suhu observasi tertentu. Menurut Mirna (2015), lemak padat terdiri dari campuran berbagai komponen padatan lemak yang membentuk matriks kristal. Pengaruh penggunaan stevia dan inulin terhadap Solid Fat Content (SFC) dapat dilihat pada Gambar 1.

 

Gambar 1


Pengaruh Penggunaan Inulin dan Stevia Terhadap SFC

 

Pada grafik tersebut dapat dilihat bahwa persentasi SFC dari produk chocolate compound mulai menurun secara signifikan dimulai dari suhu 30�C menuju suhu 40�C pada seluruh kombinasi formulasi yang ada. Hasil analisa ANOVA (Analysis of Variance) menunjukkan bahwa penggunaan inulin dan stevia pada pembuatan produk chocolate compound tidak memberikan pengaruh yang nyata (Fhitung < Ftabel) terhadap Solid Fat Content (SFC). Pengaruh penggunaan inulin dan stevia terhadap Solid Fat Content (SFC) produk dapat dilihat pada Tabel 6.

 

Tabel 6

Pengaruh Penggunaan Inulin dan Stevia Terhadap Solid Fat Content (SFC)

Perlakuan

Re rata SFC suhu 40�C (%)

Fhitung

a1b1

0,07 � 0,12

0,490

a1b2

0,11 � 0,11

a1b3

0,08 � 0,03

a2b1

0,07 � 0,03

a2b2

0,11 � 0,10

a2b3

0,14 � 0,17

a3b1

0,19 � 0,07

a3b2

0,07 � 0,11

a3b3

0,09 � 0,06

 

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa penambahan inulin dan stevia tidak mempengaruhi nilai SFC pada produk. Nilai SFC hanya dipengaruhi oleh komposisi asam lemak dalam trigliserida pada suatu produk. Pada penelitian ini lemak yang digunakan hanya satu jenis Cocoa Butter Substitute (CBS) sehingga tidak berpengaruh terhadap persentase nilai SFC pada kombinasi produk yang dihasilkan.

 

Tekstur

Tekstur pada produk cokelat dapat diamati melalui parameter kekerasan. Kekerasan merupakan besarnya gaya yang diberikan hingga terjadi perubahan bentuk (deformasi) pada sampel. Semakin tinggi nilai kekerasan, maka semakin besar gaya yang dibutuhkan untuk menekan sampel tersebut. Re rata nilai kekerasan pada produk yang dihasilkan berkisar diantara 23,88 � 1,23N - 31,63 � 1,47N. Pengaruh penggunaan stevia dan inulin terhadap kekerasan produk dapat dilihat pada Tabel 7.

 

Tabel 7

Pengaruh Penggunaan Stevia dan Inulin Terhadap Kekerasan

Perlakuan

Re rata kekerasan (N)

Fhitung

a1b1

24,36 � 0,38a

24,494

a1b2

23,88 � 1,23a

a1b3

24,27 � 1,23a

a2b1

27,26 � 1,93b

a2b2

27,51 � 0,64b

a2b3

27,12 � 1,07b

a3b1

30,19 � 0,96c

a3b2

30,65 � 1,07c

a3b3

31,63 � 1,47c

Keterangan:

-Setiap data merupakan re rata tiga kali ulangan

-Angka � angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada Uji Duncan pada tingkat kepercayaan 95%

Hasil analisa ANOVA (Analysis of Variance) menunjukkan bahwa penggunaan inulin dan stevia pada pembuatan produk chocolate compound memberikan� pengaruh yang nyata (Fhitung > Ftabel) terhadap kekerasan produk. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan inulin dan stevia memberikan pengaruh nyata (p-value < 0.05) terhadap kekerasan pada produk. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan penggunaan bahan baku inulin pada produk yang dihasilkan. Inulin mampu menyerap kelembaban dan menyebabkan kekerasan pada produk.

Kekerasan pada produk cokelat harus berada pada kisaran tertentu karena apabila nilai dari parameter ini terlalu kecil maka cokelat akan lengket dan apabila terlalu tinggi maka cokelat sulit dikunyah (Alvis et al., 2011). Menurut Roberfroid (1999) inulin dapat meningkatkan tekstur dari produk yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena inulin membentuk mikrokristal halus dalam keadaan terdispersi sehingga mempengaruhi tekstur yang ada.

Hasil penelitian sebelumnya melaporkan bahwa terjadi peningkatan nilai kekerasan dimana penggunaan inulin sebanyak 5% menghasilkan nilai kekerasan 12,48 � 2,30 N dan meningkat sebesar 14,50 � 2,61 N pada saat inulin digunakan sebanyak 10% pada sampel yang diamati (Furl�n et al., 2017). Penelitian sebelumnya telah melaporkan bahwa penggantian total sukrosa dengan inulin di dalam cokelat mampu menghasilkan cokelat yang paling keras (Aidoo et al., 2014). Pada penelitian ini disimpulkan bahwa penggunaan inulin sebesar 55% dapat memberikan nilai kekerasan pada produk chocolate compound paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini dapat dijadikan sebagai referensi apabila ingin memperbaiki tekstur produk cokelat khususnya chocolate compound dengan menggunakan bahan baku inulin sebagai alternatif.

 

Warna

Warna merupakan komponen yang sangat penting di dalam menentukan kualitas atau derajat penerimaan dari suatu produk pangan segar dan olahan. Selain masuk ke dalam parameter mutu yang dinilai, warna juga mampu mempengaruhi kemampuan konsumen untuk mengidentifikasi jenis flavor maupun kemampuannya untuk mengestimasi intensitas dan kualitas dari flavor tersebut (Winarno, 1997). Menurut Aido (2014), atribut visual yang dapat digunakan untuk menggambarkan penampilan produk cokelat meliputi kilap, bentuk, kehalusan atau kekasaran permukaan, dan warna.

Penentuan mutu bahan pangan yang pertama kali dilakukan adalah dengan pengamatan secara visual. Apabila secara kenampakan tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan akan memberikan kesan adanya penyimpangan pada kualitas produk yang dihasilkan (Winarno, 1997). Pada penelitian ini re rata penilaian warna pada uji hedonic produk yang dihasilkan berkisar diantara 3,26 � 0,02 - 3,42 � 0,27. Berdasarkan hasil penilaian dari 30 orang panelis terhadap warna produk chocolate compound dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan cenderung netral atau memiliki skor 3. Hal ini meyakinkan bahwa penggunaan inulin dan stevia terhadap warna produk masih dapat diterima.

 

Aroma

Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium oleh syaraf � syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung ketika makanan masuk ke dalam mulut (Mariani, 2003). Aroma bersifat subyektif serta sulit diukur karena setiap orang memiliki sensitifitas dan kesukaan yang berbeda � beda sehingga diperlukan dalam sebuah analisa sensorik untuk menilai suatu produk. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa volatil yang mudah menguap. Pada penelitian ini re rata penilaian aroma pada uji hedonic produk yang dihasilkan berkisar diantara 2,67 � 0,04 - 2,87 � 0,04. Berdasarkan hasil penilaian dari 30 orang panelis terhadap aroma produk chocolate compound dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan cenderung tidak menyukai atau memiliki skor 2. Perlu dilakukan upaya tambahan untuk menghasilkan produk chocolate compound agar memiliki aroma yang disukai.�

 

Rasa Manis

Rasa merupakan sensasi yang dideteksi oleh indera pengecap terhadap komposisi dan pencampuran bahan makanan. Penilaian terhadap rasa menjadi salah satu pertimbangan yang penting bagi konsumen di dalam memilih atau menolak suatu produk yang ditawarkan. Menurut Wahyudi (2008), rasa manis adalah sifat rasa yang mempengaruhi cita rasa keseluruhan dari produk cokelat yang dihasilkan. Rasa manis ini timbul akibat adanya penambahan padatan gula atau sukrosa di dalam suatu formulasi produk.� Pada penelitian ini re rata penilaian rasa manis pada uji hedonic produk yang dihasilkan berkisar diantara 2,83 � 0,09 - 3,15 � 0,11. Inulin merupakan polisakarida yang tersusun atas monomer � monomer fruktosa sehingga dapat memberikan rasa manis pada produk akhir dan juga stevia merupakan pemanis natural yang memiliki tingkat kemanisan 200 � 300 kali lebih manis dari gula sukrosa. Penelitian banyak dilakukan dengan menggunakan stevia pada produk cokelat sebagai pengganti sukrosa.

Pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa produk cokelat yang mengandung stevia menyajikan karakteristik sensorik terbaik dalam hal aroma herbal, rasa manis, dan rasa di mulut . Dalam studi lainnya pencampuran stevia dengan bulking agent seperti inulin berpotensi tinggi untuk memenuhi peran sukrosa dalam sifat rheologi dan sensoris dari cokelat yang diformulasikan (Rad et al., 2019). Pada penelitian lainnya menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi antara inulin dan stevia mampu mendekati tingkat penerimaan pada produk control (Fernandes et al., 2013).

Berdasarkan hasil penilaian dari 30 orang panelis terhadap rasa manis produk chocolate compound dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan terbagi menjadi 2 bagian yakni tidak menyukai atau memiliki skor 2 (dikarenakan rasa yang diterima adalah rasa pahit) dan cenderung netral atau memiliki skor 3 (rasa manis masih dapat diterima).

 

Kelelehan/Melting

Salah satu parameter yang perlu dilakukan pengamatan pada produk cokelat adalah kemudahan meleleh/melting pada saat dikonsumsi. Sifat � sifat leleh cokelat merupakan faktor penting untuk mendefinisikan kualitas cokelat dimana cokelat memiliki bentuk yang padat pada suhu ruang (20�C � 25�C) dan akan meleleh pada suhu tubuh yaitu sekitar 37�C. Proses cokelat meleleh di dalam mulut merupakan suatu proses yang dinamis dan melibatkan fase transisi dari kondisi padat pada suhu ruang menjadi suatu suspensi padat yang halus pada suhu tubuh. Pada penelitian ini re rata penilaian kelelehan pada uji hedonik produk yang dihasilkan berkisar diantara 2,60 � 0,19 sd 2,82 � 0,17. Pada penelitian ini, jenis lemak pengganti kakao tidak memiliki perbedaan pada setiap perlakukan produk sehingga tingkat kelelehannya tidak berbeda nyata. Hal ini diperkuat juga dengan nilai Solid Fat Content (SFC) yang diamati bahwa variasi perlakukan yang ada memiliki titik leleh yang tidak berbeda nyata.

Berdasarkan hasil penilaian dari 30 orang panelis terhadap melting produk chocolate compound yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan cenderung tidak menyukai atau memiliki skor 2. Perlu dilakukan upaya tambahan untuk menghasilkan produk chocolate compound agar memiliki melting yang disukai. Secara keseluruhan hasil dari uji hedonic yang meliputi warna, aroma, rasa manis dan kelelehan pada produk chocolate compound yang telah dibuat dapat dilihat pada Tabel 8.

 

Tabel 8

Hasil Uji Hedonik Produk Chocolate Compound

Perlakuan

Warna

Aroma

Rasa Manis

Melting

a1b1

3,29 � 0,10

2,67 � 0,04

2,83 � 0,09

2,73 � 0,17

a1b2

3,42 � 0,11

2,76 � 0,12

2,89 � 0,38

2,77 � 0,23

a1b3

3,37 � 0,07

2,75 � 0,13

2,94 � 0,08

2,63 � 0,12

a2b1

3,26 � 0,02

2,78 � 0,05

3,06 � 0,22

2,64 � 0,25

a2b2

3,30 � 0,07

2,87 � 0,04

3,08 � 0,09

2,74 � 0,12

a2b3

3,32 � 0,28

2,86 � 0,08

3,05 � 0,11

2,60 � 0,19

a3b1

3,42 � 0,27

2,82 � 0,05

3,09 � 0,13

2,80 � 0,12

a3b2

3,30 � 0,17

2,84 � 0,05

3,08 � 0,02

2,78 � 0,09

a3b3

3,34 � 0,22

2,80 � 0,03

3,15 � 0,11

2,82 � 0,17

 

Melihat dari hasil uji hedonik yang ada, dapat disimpulkan bahwa perlakuan atau formulasi yang terbaik pada respon sensoris adalah a3b1, a3b2, dan a3b3. Pada perlakuan tersebut bahan baku inulin yang digunakan sebesar 55% dan stevia sebesar 1%, 2%, dan 3%.

 

Profil Melting

�Perubahan komposisi produk dapat memodifikasi suhu kristalisasi yang diperlukan untuk menginduksi pembentukan struktur polimorfik V yang diinginkan dan kelelehannya, oleh karena itu perlu dilakukan pengamatan terhadap sifat leleh dan kristalisasi. Polimorfik V (32-34�C) merupakan bentuk yang paling diinginkan dan meleleh pada suhu tubuh. Bentuk kristal IV dan V dapat berubah selama proses penyimpanan yang berlangsung lama menjadi bentuk VI (34-36�C) yang merupakan bentuk yang paling stabil (Furl�n et al., 2017). Bentuk VI mampu mendorong pembentukan fat bloom pada cokelat dan dapat mempengaruhi umur simpan produk.

Analisis sifat kelelehan produk cokelat dianalisa salah satu nya dengan menggunakan Differencial Scanning Calorimeter (DSC) dengan parameter � parameter termal yang diamati meliputi Tonset, Tendset, Tpeak, ΔHmelt, dan Area. Suhu onset (Tonset) merupakan suhu dimana suatu bentuk kristal yang spesifik mulai meleleh, suhu puncak (Tpeak) atau suhu maksimum (Tmax) merupakan suhu dimana titik pelelehan maksimum terjadi, suhu akhir (Tendset) merupakan suhu dimana pelelehan sampai telah selesai, entalpi pelelehan (ΔHmelt) merupakan jumlah energi yang diperlukan untuk melelehkan sampel dan Area merupakan panas yang diambil oleh sampel selama proses pelelehan. Hasil analisa sifat leleh produk chocolate compound yang terpilih dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 2.

 

Tabel 9


Hasil analisa DSC terhadap sifat leleh produk chocolate compound

Sampel

Tonset (�C)

Tpeak (�C)

Tendset (�C)

ΔHmelt (J/g)

Area (mJ)

a3b1, a3b2 dan a3b3

29,83

35,35

41,87

32,93

137,31

Gambar 2 Thermal Analysis Result untuk perlakuan a3b1, a3b2 dan a3b3

 

Dari hasil analisa DSC terhadap sifat leleh produk chocolate compound untuk perlakuan a3b1, a3b2 dan a3b3 menunjukkan bahwa suhu kristal spesifik akan mulai meleleh pada suhu 29,83�C (Tonset), kemudian meleleh secara maksimum pada suhu 35,35�C (Tpeak) dan selesai pada suhu 41,87�C (Tendset). Jumlah energi yang diperlukan untuk melelehkan produk sebesar 32,93 J/g dengan Area sebesar 137,31 mJ (reaksi berlangsung secara eksoterm). Nilai Tendset juga memberikan gambaran mengenai titik leleh suatu produk dan dapat digunakan untuk mengukur status polimorfik. Komposisi TAG lemak kakao akan menentukan titik leleh cokelat (Kadivar et al., 2016).

Nilai Tendset yang didapatkan pada penelitian ini memiliki kesamaan dengan hasil Solid Fat Content (SFC) yang didapatkan pada penelitian tahap 1 yakni sebesar 0% (meleleh sempurna) suhu 40�C. Kombinasi antara lemak pengganti kakao dengan inulin memiliki peran penting dalam menghasilkan nilai entalpi melting (ΔHmelt). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Furl�n (2017) yang menyatakan bahwa kombinasi produk cokelat dengan menggunakan cocoa butter replacer sebesar 20% dan inulin sebesar 10% mampu menghasilkan nilai entalpi sebesar 53,52 J/g serta lebih besar dari kontrol sampel yang ada. Hal ini terjadi akibat adanya mikrokristal inulin yang lebih tahan panas dibandingkan dengan mikrokristal lemak kakao sehingga membutuhkan energi panas yang lebih besar Selain itu studi sebelumnya melaporkan bahwa formulasi cokelat yang mengandung 100% inulin memiliki kristal yang besar dengan banyak ruang kosong antar partikel sehingga mempengaruhi sifat leleh produk (Aidoo et al., 2014).

Furl�n (2017) juga menyatakan bahwa sampel cokelat yang membutuhkan energi lebih tinggi untuk meleleh akan memberikan stabilitas yang lebih baik terhadap fluktuasi suhu selama penyimpanan sehingga dapat menghambat melelehnya cokelat dan pembentukan fat bloom pada permukaan produk cokelat.

 

Mikrostrukur

Mikrostruktur adalah variabel dasar yang mempengaruhi fenomena lajur alir/transportasi dan sifat fisik produk serta menentukan kualitas berdasarkan atribut mekanikal dan sensorik. Bentuk partikel, ukuran dan kekuatan interaksi antar partikel merupakan bagian penting di dalam struktur akhir produk cokelat.

Jaringan kristal lemak yang terbentuk mudah dikarakterisasi dengan menggunakan Polarized Light Microscope (PLM). Mikroskopi digunakan untuk memahami dengan baik struktur makanan dan interaksi pada tingkat molekuler serta pengaruhnya terhadap sifat makroskopik. Untuk produk berbasis lemak dan minyak, faktor � faktor seperti morfologi kristal lemak dan distribusi ukuran partikel non lemak merupakan pertimbangan penting bagi pengembangan produk (Rousseau & Smith, 2008).

Dilakukan pengamatan terhadap perlakuan produk yang terpilih dengan menggunakan alat mikroskop Polarized Light Microscope (PLM) Olympus BX41. Sumber sinar yang digunakan berasal dari cahaya dengan pembesaran 4 � 40x. Pada pengamatan sampel tersebut. Hasil analisa PLM pada produk chocolate compound dengan perlakuan terpilih dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3


Hasil Pengamatan PLM produk chocolate compound (A) perlakuan a3b1, (B) perlakuan a3b2 dan (C) perlakuan a3b pada pembesaran 40x

 

Pada gambar tersebut dapat terlihat adanya bentuk kristal kecil yang padat dengan bintik hitam (dark spot) pada ikatan antar partikel. Bintik hitam yang diamati merupakan padatan kakao. Dengan bentuk struktur yang padat tersebut mengakibatkan celah aliran lemak menjadi terbatas (indikator pembentukan fat bloom). Pengembangan bunga kristal diprakarsai oleh pergerakan lemak cair dan tidak stabil ke permukaan produk oleh kapilaritas yang diciptakan oleh gaya hidrodinamik dalam pori � pori dan celah antar partikel, diikuti oleh pertumbuhan lemak yang direkristalisasi oleh gradien difusi di seluruh cokelat sampai mekar penuh.

Studi sebelumnya melaporkan bahwa struktur kristal yang terbentuk dengan adanya penggunaan inulin pada produk cokelat memiliki ukuran yang kecil dan padat dibandingkan dengan penggunaan sukrosa yang menghasilkan struktur kristal besar (Aidoo et al., 2017).

 

Morfologi Permukaan Cokelat

Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan teknik analisis yang dapat digunakan untuk mengamati mikrostruktural sampel cokelat. SEM menggunakan sinar elektron dan dapat memperlihatkan morfologi sampel cokelat dengan pembesaran yang tinggi (500 � 1000x). SEM memiliki kedalaman bidang yang besar sehingga memungkinkan sejumlah besar sampel menjadi fokus pada satu waktu dan menghasilkan gambar yang merupakan representasi yang baik (tiga dimensi).

Dilakukan pengamatan terhadap perlakuan produk yang terpilih dengan menggunakan alat mikroskop Scanning Electron Microscope (SEM) JSM-6510LA. Sumber sinar yang digunakan berasal dari elektron dengan pembesaran 200 � 3000x pada pengamatan sampel tersebut. Hasil analisa SEM pada produk chocolate compound dengan perlakuan terpilih dapat dilihat pada Gambar 4.

 

Gambar 4

Hasil Analisa SEM pada Produk Chocolate Compound

Fat bloom yang terjadi pada produk cokelat adalah cacat kualitas yang dapat mempengaruhi warna cerah, kilap dan tampilan halus (Furl�n et al., 2017). Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan inulin sebesar 55% dan stevia sebesar 1%, 2% dan 3% tidak memunculkan adanya bunga kristal tajam penyebab fat bloom (polimorfik VI). Morfologi sampel menunjukkan bentuk yang relatif homogen dimana partikel � partikel padatan bergabung dengan baik dalam lemak sebagai fase kontinyu.

Mikrostruktur produk cokelat dipengaruhi oleh lemak, partikel padat (gula, cocoa powder dan atau susu bubuk) dan pengemulsi yang digunakan. Cocoa butter terdiri dari tiga komponen trigliserida (TAG) dan merupakan lemak utama yang digunakan dalam produk cokelat. Kristalisasi lemak memainkan peran penting dalam pengembangan mikrostruktur produk berbasis lemak seperti cokelat. Proses terjadinya kristalisasi lemak terdiri dari beberapa tahapan yakni pembentukan inti kristal lemak yang disebut nukleasi lalu dan pertumbuhan kristal berikutnya. Pada tahap selanjutnya pada perkembangan mikrostruktur terjadi agregasi kristal lemak yang mengarah pada pembentukan pembentukan kluster kristal sementara nukleasi dan pertumbuhan kristal masih berlangsung. Kemudian jaringan kristal tiga dimensi terus menerus terbentuk dan lemak cair terperangkap di dalam jaringan. Migrasi tersebut dapat berhenti apabila komposisi trigliserol (TAG) dari produk cokelat sudah dalam keadaan setimbang.

Pada penelitian ini, lemak yang digunakan adalah campuran antara cocoa butter substitute (CBS) dengan inulin sebagai fat replacer sehingga mampu meminimalkan terjadi fat bloom pada produk chocolate compound.� Studi penelitian sebelumnya melaporkan bahwa penggunaan inulin sebesar 10% dan digabungkan dengan minyak terhidrogenasi mampu menghasilkan kristal lemak yang lebih kecil daripada sampel kontrol yang ditetapkan (Furl�n et al., 2017). Karakterisasi kristal lemak dalam industri pengolahan cokelat merupakan hal yang penting untuk menentukan sifat fisik dan sensorisnya, sebagai hasil kristalisasi lemak kakao bersama dengan penyusunan struktur yang akan mempengaruhi sifat mekanis, sifat reologis, sifat leleh cokelat dan umur simpan cokelat.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang penggunaan inulin dan stevia pada produk chocolate compound dapat disimpulkan bahwa: (a) Penggunaan bahan baku inulin sebesar 55% dan stevia sebesar 1%, 2%, dan 3% memiliki respon terbaik dengan hasil pengamatan meliputi kadar air sebesar 0,81-0,91%, kadar lemak sebesar 18,80 � 19,19%; Solid Fat Content (SFC) 0% (meleleh sempurna) pada suhu 40�C, kekerasan sebesar 30,19-31,63N; serta respon sensoris berupa atribut warna 3,30-3,42; aroma 2,80 � 2,84; rasa manis 3,08-3,15; kelelehan 2,78-2,82 yang masuk ke dalam kategori diterima oleh panelis. (b) Mikrostruktur yang diamati pada chocolate compound dengan perlakuan terbaik memiliki struktur yang padat, partikel berukuran kecil dengan celah aliran lemak terbatas dan tidak adanya bunga kristal tajam pembentuk fat bloom.

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Aidoo, R. P., Afoakwa, E. O., & Dewettinck, K. (2014). Optimization of inulin and polydextrose mixtures as sucrose replacers during sugar-free chocolate manufacture�Rheological, microstructure and physical quality characteristics. Journal of Food Engineering, 126, 35�42.

 

Aidoo, R. P., Afoakwa, E. O., & Dewettinck, K. (2015). Rheological properties, melting behaviours and physical quality characteristics of sugar-free chocolates processed using inulin/polydextrose bulking mixtures sweetened with stevia and thaumatin extracts. LWT-Food Science and Technology, 62(1), 592�597.

 

Aidoo, R. P., Appah, E., Van Dewalle, D., Afoakwa, E. O., & Dewettinck, K. (2017). Functionality of inulin and polydextrose as sucrose replacers in sugar‐free dark chocolate manufacture�effect of fat content and bulk mixture concentration on rheological, mechanical and melting properties. International Journal of Food Science & Technology, 52(1), 282�290.

 

Alvis, A., P�rez, L., & Arrazola, G. (2011). Determination of textural properties of chocolate tablets by instrumental techniques. Informaci�n Tecnol�gica, 22(3), 11�18.

 

Beckett, S. T. (2011). Industrial chocolate manufacture and use. John Wiley & Sons.

 

Fernandes, V. A., M�ller, A. J., & Sandoval, A. J. (2013). Thermal, structural and rheological characteristics of dark chocolate with different compositions. Journal of Food Engineering, 116(1), 97�108.

 

Franck, A. (2002). Technological functionality of inulin and oligofructose. British Journal of Nutrition, 87(S2), S287�S291.

 

Furl�n, L. T. R., Baracco, Y., Lecot, J., Zaritzky, N., & Campderr�s, M. E. (2017). Influence of hydrogenated oil as cocoa butter replacers in the development of sugar-free compound chocolates: Use of inulin as stabilizing agent. Food Chemistry, 217, 637�647.

 

Gaspersz, V. (1995). Teknik analisis dalam penelitian percobaan. Tarsito. Bandung, 718.

 

Ikrawan, Y., Afrianti, L. H., & Ulfah, T. (2020). Pengaruh Konsentrasi Inulin Dan Lemak Kakao (Cacao Butter) Terhadap Karakteristik Produk Dark Chocolate 60%-70%.

 

Indarti, E., Arpi, N., & Budijanto, S. (2013). Kajian pembuatan cokelat batang dengan metode tempering dan tanpa tempering. Jurnal Teknologi Dan Industri Pertanian Indonesia, 5(1).

 

Isyanti, M., Sudibyo, A., Supriatna, D., & Suherman, A. H. (2015). Penggunaan Berbagai Cocoa Butter Substitute (CBS) Hasil Hidrogenasi dalam Pembuatan Cokelat Batangan. Warta Industri Hasil Pertanian, 32(01), 33�44.

 

Kadivar, S., De Clercq, N., Mokbul, M., & Dewettinck, K. (2016). Influence of enzymatically produced sunflower oil based cocoa butter equivalents on the phase behavior of cocoa butter and quality of dark chocolate. LWT-Food Science and Technology, 66, 48�55.

 

Kiokias, S., & Varzakas, T. (2017). Innovative applications of food-related emulsions. Critical Reviews in Food Science and Nutrition, 57(15), 3165�3172.

 

La Ode Muhammad Fajrul, A. (2017). Pengaruh Asal Bahan Baku Biji Kakao (Theobroma cacao L.) dan Lama Koncing Terhadap Karakteristik Tekstur dan Sifat Sensoris Dark Chocolate. Universitas Brawijaya.

 

Mariani, M. (2003). Evaluasi Mutu Minuman Fungsional Daun Cincau Hijau (Premna oblongifolia merr.) Selama Penyimpanan.

 

Masi, G., & Oroh, W. (2018). Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Ranomut Kota Manado. Jurnal Keperawatan, 6(1).

 

Rad, A. H., Pirouzian, H. R., Toker, O. S., & Konar, N. (2019). Application of simplex lattice mixture design for optimization of sucrose-free milk chocolate produced in a ball mill. Lwt, 115, 108435.

 

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).

 

Roberfroid, M. B. (1999). Concepts in functional foods: the case of inulin and oligofructose. The Journal of Nutrition, 129(7), 1398S-1401S.

 

Rousseau, D., & Smith, P. (2008). Microstructure of fat bloom development in plain and filled chocolate confections. Soft Matter, 4(8), 1706�1712.

 

Sutrisno, A. D. (2018). Karakteristik Cokelat Filling Kacang Mete Yang Dipengaruhi Jenis dan Jumlah Lemak Nabati. Pasundan Food Technology Journal (PFTJ), 5(2), 91�101.

 

Wahyudi, T., Pangabean, T. R., & Pujianto, P. (2008). Panduan lengkap kakao manajemen agribisnis dari hulu hingga hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.

 

Winarno, F. G. (1997). Kimia Pakan dan Gizi. PT Gramedia. Jakarta.

 

Wu, Y., Zhang, D., Jiang, X., & Jiang, W. (2015). Fruit and vegetable consumption and risk of type 2 diabetes mellitus: a dose-response meta-analysis of prospective cohort studies. Nutrition, Metabolism and Cardiovascular Diseases, 25(2), 140�147.

 

Wuryantoro, H., & Susanto, W. H. (2014). Penyusunan Standard Operating Procedures Industri Rumah Tangga Pangan Pemanis Alami Instan Sari Stevia (Stevia Rebaudiana)[In Press Juli 2014]. Jurnal Pangan Dan Agroindustri, 2(3), 76�87.

Copyright holder:

Fadjar Ramadhan, Tien Muchtadi, Edy Subroto (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: