Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 5, Mei 2023

 

IMPLEMENTASI PROBLEM CENTERED-DESIGN CURRICULUM BAGI PEMUDA KRISTEN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DI GEREJA

 

Aliyono, Januarius Naingalis Dwi Juanto, Kevin Samuel Kamagi

Universitas Kristen Indonesia

Email: [email protected], [email protected],

[email protected]

 

Abstrak

Pemuda merupakan kelompok usia yang dipandang sudah mampu untuk ikut serta memecahkan permasalahan sosial. Akan tetapi, dalam pendidikan agama Kristen khususnya di gereja kurang melibatkan pemuda dalam menyelesaikan permasalahan sosial. Akibatnya dalam proses pendidikan, pemuda cenderung pasif dan kurang optimal dalam berpikir kritis. Hal yang perlu dipikirkan para ahli dan praktisi pendidikan adalah memampukan para pemuda untuk terlibat aktif memecahkan masalah-masalah sosial dengan merancang kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mendesain kurikulum pemuda Kristen yang berpusat pada pemecahan masalah (problem centered-design curriculum). Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan kajian pustaka. Hasil penelitian ini ialah penulis menguraikan tujuan dari kurikulum ini, menyusun materi yang sesuai berdasarkan problematika yang sedang terjadi, pengalaman belajar yang diperoleh peserta didik di dalam dan di luar kelas, metode yang digunakan serta evaluasi di akhir kegiatan. Maka, problem-centered design kurikulum ini sangat sesuai untuk diaplikasikan kepada Pemuda Kristen.

 

Kata kunci: Pemuda Kristen, PAK, Problem-Centered Design

 

Abstract

Youth is an age group that is considered capable of participating in solving social problems. However, in Christian religious education, especially in the church, youth are less involved in solving social problems. As a result, in the educational process, youth tend to be passive and less than optimal in critical thinking. What education experts and practitioners need to think about is enabling youth to be actively involved in solving social problems by designing a curriculum that fits these needs. The purpose of writing this article is to design a problem-centered-design curriculum for Christian youth. The method used in this research is a qualitative research method with a literature review approach. The results of this study are the authors describe the purpose of this curriculum, compile appropriate materials based on the current problems, the learning experiences gained by students inside and outside the classroom, the methods used and the evaluation at the end of the activity. So, this problem-centered curriculum design is very appropriate to be applied to Christian Youth.

 

Keywords: Christian Youth, PAK, Problem-Centered Design

 

Pendahuluan

Pemuda merupakan kelompok usia yang krusial dalam fase perkembangan manusia. Menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 1 mendefenisikan, pemuda di Indonesia merupakan individu penting yang bertumbuh dan berkembang di rentang usia 16-30 Tahun.� Pemuda merupakan tahap perkembangan yang sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial. Karena pemuda, menurut Yudaswhara adalah seseorang yang memiliki terobosan-terobosan dalam mewujudkan cita-cita yang baik di masyarakat (Januarharyono, 2019). Penting untuk memberdayakan pemuda dalam masyarakat. Akan tetapi sangat disayangkan, dalam kehidupan khususnya di Gereja pemuda tidak diberdayakan dan dioptimalkan perannya di kehidupan termasuk dalam gereja. Di gereja, pemuda hanya dianggap sebagai kelompok umur yang dianggap tidak penting dan tidak diperhitungkan pendapatnya karena sosok yang penting dalam Gereja masih dilihat dari segi senioritas sehingga orang yang lebih tua yang dianggap penting. banyak juga pemuda yang terjebak dengan situasi yang tidak mencerminkan karakter pemuda yang sebenarnya, Seperti: pecandu narkoba, free sex, kriminalitas, dsb. Menurut Ratna, peran pemuda dalam kehidupan sangat berarti karena kehadiran mereka dapat mengatasi kompleksitas masalah yang terjadi disekitar (Anggo, 2011).� Penjelasan ini juga ditekankan oleh Paulus dalam 1 Timotius 4 : 12 yang berbunyi �Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu�. Paulus menasehati, bahwa pemuda dapat menjadi pengaruh dan teladan bagi orang-orang di masyarakat (Istriyani, 2015).

Dalam taksonomi Bloom, khususnya ranah kognitif di tahap C4 tentang analisis, dijelaskan bahwa analisis adalah kemampuan yang dapat memecahkan setiap elemen-elemen persoalan dan mencari kesatuan sebagai solusinya. Tentu melihat tahap ini, relevansi yang sesuai dengan karakteristik tahap dari taksonomi bloom tentu ada pada usia pemuda. Hal ini dikarenakan usia pemuda dari segi intelektual masuk dalam Ranah Higher Order Thinking Skills (HOTS) (Pratisti et al., 2013). Pemuda mempunyai model pemikiran tingkat tinggi (HOTS) yang dapat memecahkan masalah dalam persoalan diberbagai macam fenomena, sehingga dalam menjawab karakteristisk Pemuda dalam berpikir, khususnya untuk perkembangan potensial Pemuda (Azizah et al., 2017). Pendidikan dalam hal ini kurikulum, bisa merancang Kurikulum yang dimana Desain Kurikulum tersebut membuat pemuda dapat menganalisis masalah sosial dan mencari pemecahannya. Maka dari itu, perlu mengoptimalkan karakteristik Pemuda yang dapat memecahkan masalah di masyarakat termasuk gereja (Samarenna & Siahaan, 2019).

�Maka perlu dirancang model kurikulum yang tepat bagi mereka agar potensi dalam diri pemuda dapat terasah dan berguna bagi kehidupan pribadinya dan masyarakat dalam memecahkan masalah. Akan tetapi, kurikulum kepada pemuda seringkali kurang mendapat perhatian, termasuk dalam gereja. Pendidikan kepada pemuda berjalan secara monoton dan pasif tanpa melibatkan pemuda. Salah satu contoh yang terlihat di beberapa gereja, Persekutuan pemuda hanya dilakukan seminggu sekali dengan metode khotbah ceramah tanpa melibatkan pemuda untuk berdiskusi dan menyalurkan isi pikiran dalam persekutuan. gereja harus hadir untuk memfasilitasi perkembangan pemuda melalui pendidikan baik secara intelektual maupun spiritual.� Karena jika tidak, pada akhirnya itu akan membentuk pemuda gereja menjadi pribadi yang apatis dan cuek terhadap masalah-masalah yang terjadi di masyarakat. Padahal, fase pemuda merupakan fase yang mengimplementasikan berpikir secara kritis dan problem solving. Tetapi sangat disayangkan bahwa potensi ini tidak diberdayakan secara maksimal. Pendidikan harus hadir dalam kehidupan pemuda lewat perancangan desain kurikulum yang merupakan bentuk pembelajaran yang terstrukur untuk mengarahkan peserta didik kepada hasil pembelajaran yang efektif (Sugiarto, 2017).

Menurut Fred Percival dan Henry Ellington dalam Huma, desain kurikulum merupakan pengembangan proses perencanaan, validasi, implementasi, dan evaluasi dalam belajar (R. G. Gunawan & Putra, 2019). Desain kurikulum dapat didefinisikan sebagai rencana atau susunan dari unsur-unsur kurikulum yang terdiri atas tujuan, isi, pengalaman belajar, dan evaluasi.� Menurut Sukmadinata, desain kurikulum adalah suatu pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen belajar. Jadi, desain kurikulum berbicara tentang rancangan dalam menentukan model pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh pendidik dan peserta didik agar dapat memperoleh hasil atau tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Oleh karena itu, menurut penulis, desain kurikulum yang tepat bagi pemuda dalam konteks Pendidikan Agama Kristen yakni Problem-Centered Design.

 

 

Metode Penelitian

Dalam penulisan artikel ilmiah ini, metode yang digunakan yaitu penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya dan bertujuan mengungkapkan gejala secara holistik-kontekstual melalui pengumpulan data dari�� latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci. Jadi, penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang dilakukan tidak menggunakan prosedur statistik dan bertujuan untuk mengungkapkan gejala secara holistik-kontekstual dengan mengumpulkan data berupa��� referensi kepustakaan, dokumen-dokumen dan sebagainya yang�� terkait�� dengan judul penelitian. Teknik pengumpulan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode teknik pengumpulan data dengan menggunakan kajian pustaka (library research). Teknik pengumpulan data ini memanfaatkan sumber-sumber pustaka seperti buku, artikel jurnal penelitian dan beberapa sumber yang kredibel lainnya. Studi pustaka atau kepustakaan��� merupakan serangkaian� kegiatan� penelitian� dimana data-data� yang diolah� dengan� memilih� data-data yang relevan dengan topik penelitian� yang dibahas.

 

Hasil dan Pembahasan

Tinjauan Teologis Pemuda dalam memecahkan masalah

Dalam pandangan Teologis, aktivitas memecahkan masalah merupakan karakteristik yang ada dalam pemuda. Seperti kisah tentang Daud melawan Goliat (Hasugian, 2019). Daud yang pada saat itu masih dalam umur yang muda harus mencari cara agar supaya dapat keluar dari masalah yang di mana pada saat itu bangsa Israel harus terpojok dalam melawan Goliat (1 Sam. 17:40-58). Atau cerita dari Timotius yang dipercayakan oleh Paulus untuk melayani jemaat Efesus karena permasalahan yang terjadi disana adanya ajaran sesat yang berkembang di jemaat Efesus (1 Tim. 1:3). Tentu ini merupakan sebuah petunjuk. bahwasanya pemuda harus hadir untuk menghadapi masalah yang terjadi dalam lingkungannya. Karena itulah yang membedakan fase pemuda dan anak-anak, dimana mereka harus bisa menganalisa permasalahan fenomena yang terjadi dan segera mencari solusinya.

 

Penerapan Problem-Centered Design Kurikulum bagi Pemuda di Gereja

Dalam menyusun suatu kurikulum, ada 8 prinsip yang perlu menjadi acuan dalam mendesain kurikulum tersebut. Prinsip-prinsipnya sebagai berikut:

(1)�� Kurikulum yang dirancang mampu memudahkan, mendorong, dan mengembangkan pengalaman belajar yang utama dari berbagai pengalaman yang tujuannya agar peserta didik mampu mencapai hasil yang diharapkan dan mencapai prestasi belajar.

(2)�� Kurikulum memuat segala bentuk pengalaman belajar yang mampu mencapai tujuan penddidikan, khususnya bagi kelompok-kelompok belajar dalam bimbingan pendidik.

(3)�� Kurikulum harus memberikan peluang bagi pendidik untuk menggunakan prinsip-prinsip belajar dalam menentukan, mengarahkan dan mengembangkan segala macam kegiatan di sekolah/institusi/kelompok belajar.

(4)�� Kurikulum harus memberikan pendidik sebuah ruang agar mampu menyesuaikan pengalaman sebelumnya dengan kebutuhan, kapasitas dan tingkat kematangan peserta didik.

(5)�� Kurikulum harus bisa memotiviasi pendidik dalam mempertimbangkan pengalaman belajar yang akan diperoleh atau dialami oleh peserta didik di luar sekolah dan kemudian peserta didik mampu membawa pengalaman tersebut pada saat proses belajar di sekolah.

(6)�� Kurikulum diharapkan mampu memberi peserta didik pengalaman belajar yang saling terkait dan berkelanjutan. Hal ini bertujuan agar peserta didik ketika proses pembelajaran berlangsung, peserta didik mampu menghubungkan pengalamannya yang sebelumnya dan pengalaman berikutnya yang terus berlanjut.

(7)�� Kurikulum yang dirancang perlu mempertimbangkan kemampuan peserta didik dalam mengembangkan karakter, kepribadian, nilai-nilai demokrasi, kultur, watak dan pengalaman.

(8)�� Kurikulum tersebut harus dapat diterima dan realistis.

Prinsip-prinsip di atas menjadi acuan agar mampu merancang dan mendesain kurikulum sesuai kebutuhan peserta didik atau pun kelompok/institusi tertentu. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa Desain kurikulum yang disusun dalam penelitian ini ialah dengan menggunakan Problem-Centered Design (Wijaya, 2013). Desain kurikulum ini ditujukan untuk para pemuda Kristen dalam menghadapi fenomena-fenomena sosial dan berbagai macam problematika di dalamnya. Di bawah ini, akan diuraikan komponen-komponen atau langkah-langkah (tujuan, materi, pengalaman belajar, metode dan evaluasi) dalam menyusun kurikulum bagi para pemuda Kristen dengan menerapkan model kurikulum Problem-Centered Design.

a)��� Tujuan Kurikulum

Tujuan merupakan sebuah komponen yang menjadi dasar dalam kurukulum agar mampu memberikan arah dan fokus untuk seluruh program pendidikan. Tujuan kurikulum merupakan tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada suatu bidang studi. Dalam usaha menuju pencapaian tersebut, peserta didik diharapkan mampu menguasai bidang studi yang dipelajari (Lestari & Ilhami, 2022). Oleh karena itu, tujuan desain kurikulum ini bagi pemuda Kristen ialah, agar mereka mampu memecahkan berbagai macam problematika sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat. Tidak hanya mengingat dan memahami melainkan mereka mampu menganalisis dan mengevaluasi dan bahkan menciptakan sebuah solusi yang tepat terhadap problematika tersebut. Solusi dapat menjadi acuan untuk saat ini dan yang akan datang.

b)��� Materi

Materi kurikulum disusun berdasarkan prosedur tertentu. Hal ini merupakan salah satu bagian dari proses pengembangan kurikulum secara keseluruhan. Materi ini berkaitan dengan kegiatan memilih, menilai dan menentukan jenis bidang studi apa yang harus diajarkan pada suatu institusi tertentu. Kemudian termasuk juga pokok-pokok dan subpokok pembahasan serta uraian materi secara garis besar, termasuk ruang lingkup (scope) dan urutannya (sequence). Adapun patokan kegiatan tersebut ditentukan oleh tujuan-tujuan dari jenis dan jenjang sekolah yang bersangkutan (Irawan, 2018).�

Dalam hal menyusun materi ini dikenal istilah scope dan sequence. Scope atau disebut juga ruang lingkup menyangkut kedalaman dan keluasan materi kurikulum. Scopenya agak sulit untuk disusun karena materi suatu ilmu pengetahuan setiap waktu mengalami perkembangan dan belum ada kriteria yang tepat mengenai materi apa yang perlu diajarkan dan pengorganisasian bahan yang dapat diterima oleh semua pihak. Ada beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam memilih materi kurikulum yakni: (1) tujuan apa yang ingin dicapai dari materi kurikulum tersebut; (2) materi kurikulum dipilih karena bermanfaat bagi penguasaan suatu disiplin ilmu; (3) bermanfaat bagi kehidupan manusia sebagai bekal hidup di masa sekarang dan masa depan; (4) sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik dan juga kebutuhan masyarakat.

Berdasarkan prinsip dari Problem-Centered Design, berikut adalah materi Pendidikan Agama Kristen bagi pemuda dalam menghadapi masalah-masalah sosial yang terjadi di linkungan masyarakat. Penyusunan materi ini berdasarkan kurun waktu 1 Tahun (1 Bulan, 1 Topik/Permasalahan) :

-����� Peran Pemuda Kristen dalam Menampilkan Karakter Kristen di tengah Masyarakat

-����� Peran Pemuda Kristen dalam menciptakan hubungan keluarga Kristen yang harmonis

-����� Peran Pemuda Kristen menemukan solusi terhadap Liturgi Ibadah yang efektif

-����� Peran Pemuda Kristen dalam memilih pasangan yang tepat

-����� Peran Pemuda Kristen dalam menganalisis dan menilai kasus LGBT di Indonesia

-����� Peran Pemuda Kristen dalam Merancang kegiatan Go Green

-����� Peran Pemuda Kristen dalam mengaitkan hubungan Gereja dan Negara

-����� Peran Pemuda Kristen dalam mengkritisi Kinerja Pemerintah

-����� Peran Pemuda Kristen dalam menelaah kebijakan tentang PPKM

-����� Peran Pemuda Kristen dalam mengoreksi pencegahan korupsi di Indonesia

-����� Peran Pemuda Kristen dalam Mendiagnosa permasalahan Intoleransi di Indonesia

-����� Peran Pemuda Kristen dalam membangun semangat Patriotisme

c)��� Pengalaman Belajar

Pengalaman belajar diartikan sebagai sebuah kegiatan belajar tentang atau bagaimana untuk disiplin berpikir atau segala aktivitas peserta didik dalam berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Pengalaman belajar dapat dilakukan dengan berbagai macam pendekatan, metode dan teknik yang disesuaikan dengan tujuan materi yang diberikan. Pengalaman tersebut dapat bersumber dari pengalaman suara, visual atau dengan kata lain disebut pengalaman indera. Pengalaman belajar yang dipilih harus sesuai dengan minat peserta didik, sesuai dengan tingkat perkembangannya dan menstimulus mereka agar aktif dan kreatif.

Pengalaman belajar yang dapat dilakukan oleh para pemuda Kristen berdasarkan desain kurikulum ini ialah aktivitas peserta didik dalam mengamati problematika sosial yang terjadi di lingkungannya. Pengalaman belajar ini dapat diperoleh melalui aktivitas di dalam kelas maupun di luar kelas. Di dalam kelas, peserta didik mampu mengamati persoalan/problematika sosial yang sedang terjadi di masa sekarang melalui diskusi kelompok. Dalam diskusi tersebut, masing-masing memberikan pendapat/argumen terhadap problematika yang diangkat dalam proses pembelajaran. Namun, aktivitas ini tidak cukup dilakukan di dalam kelas, melainkan dapat juga dilaksanakan melalui aktivitas di luar kelas. Diskusi yang dibangun di dalam kelas dapat dikembangkan lagi melalui observasi atau penelitian lapangan, sehingga peserta didik mampu menemukan solusi yang tepat dalam memecahkan persoalan tersebut (Kusumawati, 2017).

Desain kurikulum yang digunakan ini mengharapkan agar peserta didik mampu melakukan lebih banyak observasi atau aktivitas di luar kelas dengan mengamati berbagai macam masalah-masalah sosial. Materi-materi yang diberikan dalam kurikulum untuk pemuda ini adalah berbagai macam persoalan sosial yang terjadi di masa sekarang. Dengan bersinergi, para pemuda mampu menyelesaikan problematika sosial yang menjadi materi yang disajikan dalam kurikulum tersebut. Sehingga melalui pengalaman belajar ini, peserta didik membangun interaksi sosial di luar kelas. Pengalaman belajar ini merupakan hasil yang diperoleh oleh peserta didik tersebut. Jadi, peran peserta didik begitu vital dalam proses pembelajaran ini, sedangkan pendidik hanya menjadi fasilitator maupun motivator.

d)��� Metode Kurikulum

Terdapat tiga Metode ayng dapat diterapkan dalam pembelajaran berdasarkan Problem-Centered Design yaitu� kolaboratif, aktif & kontekstual.

a.��� Kolaboratif

Problem-Centered Design, menuntut peserta didik untuk menjadi seorang pelajar yang cerdas, kritis dan dapat mengadakan kerja sama� dalam� memecahkan masalah hidup.� Ini merupakan suatu respon, untuk menjelaskan bahwa manusia sebagai makhluk sosial yang harus saling berkolaborasi satu dengan yang lain dalam menciptakan kesejahteran dalam kehidupan bersosial. Karena sifat yang individualistis, merupakan sikap yang kurang baik yang dimiliki peserta didik karena hanya membuat peserta didik untuk memperoleh nilai semata bukan mencari cara dalam menemukan jawaban dari setiap permasalahan yang terjadi disekitar (I. Gunawan & Paluti, 2017). permasalahan dalam masyarakat yang beragam peserta didik memerlukan keberadaan orang lain sebagai rekan bertukar pikiran agar supaya dapat memikirkan solusi secara Bersama-sama. Penekanan dalam problem-centered design tentang bagaimana masalah yang terjadi untuk dicari jalan keluarnya, tentu dibutuhkan kerja sama satu dengan yang lain dari peserta didik dalam memecahkan masalah tersebut. Kolaboratif hadir dalam kehidupan peserta didik. Ketika dipercayakan sebuah masalah yang terjadi untuk dicari permasalahannya, disinilah peserta didik memikirkan apa yang menjadi konsep dan prinsip yang merupakan jalan penyelesaian dalam permasalhan.� Dalam implementasi kepada PAK Pemuda, hal ini bisa diberlakukan dengan melakukan diskusi� antar peserta didik baik di gereja maupun di sekolah, karena diskusi memungkinkan kolaboratif terjadi dalam suatu masalah.

b.��� Aktif

Kemampuan memecahkan masalah adalah kemampuan yang penting untuk dimiliki peserta didik (Kusumawati, 2022). Oleh karena itu, Problem-Centered Design hadir sebagai suatu bentuk pembelajaran yang menekankan pemecahan masalah sebagai metode pembelajaran yang berlangsung. Akan tetapi, hal ini akan menjadi percuma ketika dalam proses belajar peserta didik hanya bertindak pasif. Peserta didik harus memandang bahwa bertindak aktif dalam memecahkan masalah, adalah bentuk perbaikan diri siswa ke arah yang lebih baik. Pengajar/pendidik yang adalah fasilitator dalam desain kurikulum harus membangun suasana yang memicu keaktifan peserta didik dalam berlangsungnya proses pembelajaran. Keaktifan peserta didik bisa dalam bentuk fisik maupun mental.� Hal ini karena keaktifan peserta didik akan menyebabkan banyaknya terjadi interaksi di antara mereka dan pemahaman yang mendalam mengenai materi yang diajar. Sehingga dengan banyaknya interaksi yang berlangsung, semakin besar peluang untuk masalah dapat dipecahkan (Yusri, 2017). Bentuk penerapan dalam PAK pemuda, agar supaya pengajar/pendidik dalam gereja maupun sekolah tidak melakukan ceramah sampai selesai pengajaran, akan tetapi pengajar/pendidik harus memberikan waktu dan kesempatan kepada peserta didik untuk menjelaskan dan memberi kesempatan untuk mengungkapkan buah pikirannya.

c.��� Kontekstual

Metode belajar secara kontekstual adalah metode belajar� yang membuat peserta didik mengalami sendiri sesuatu yang diajari dan bukan hanya sekedar memahami akan tetapi merasakan� secara langsung konsumen (Adiwiharja & Riyandi, 2022). Bukan hanya sekedar perpindahan ilmu dari pendidik kepada peserta didik, tetapi juga tentang bagaimana peserta didik mengambil makna dalam pembelajaran tersebut. Metode menurut (Widyana, 2022), kontekstual merupakan metode yang selaras, yang dapat diterapkan dalam problem-centered design. Hal ini karena dalam desain kurikulum ini, peserta didik memikirkan jalan keluar tentang permasalahan di masyarakat yang sedang berlangsung. Karena hal itu, dapat membuat peserta didik mengkonsepkan dan menganilisis setiap problema yang terjadi dan dipaparkan solusinya (Rosyada, 2014). Sehingga tepat bahwa metode belajar yang kontektstual diterapakan dalam problem-centered design, mengingat keselarasan yang ada dalam metode belajar ini dengan desain kurikulum tersebut. Implementasinya ini juga dilakukan bagi PAK Pemuda. Dimana seorang Pemuda Kristen harus dipercayakan suatu masalah yang relevan pada saat itu dan mencari pemecahan berdasarkan sudut pandang Kristiani. Karena banyak sekali masalah yang terjadi dalam lingkup Gereja atau Sekolah yang kontekstual sehingga Pemuda Kristen dapat memberikan kotribusi (Huma, 2021).

 

Kesimpulan

Problem Centered Desain merupakan salah satu desain kurikulum yang dapat diterapkan bagi Pemuda Kristen. Desain ini berfokus pada aktivitas pemecahan masalah. Subjek yang tepat dalam aktivitas tersebut ialah para pemuda, di mana mereka merupakan kelompok usia yang tepat dalam berpikir kritis dan menganalisis serta memecahkan problematika sosial. Maka dari itu, dapat menjadi perhatian bagi instansi pendidikan (baik di gereja maupun sekolah) dan para pendidik agar dapat menerapkan desain kurikulum ini kepada pemuda. Jadi,� hasil penelitian ini penulis menguraikan tujuan dari kurikulum, menyusun materi yang tepat berdasarkan problematika yang sedang terjadi, pengalaman belajar yang diperoleh peserta didik di dalam dan di luar kelas, metode yang digunakan serta evaluasi di akhir kegiatan. Maka, problem-centered design kurikulum ini sangat tepat untuk diaplikasikan kepada Pemuda Kristen.

 

 

������������������������������������������������������������������������������

 

\

BIBLIOGRAFI

 

Adiwiharja, A., & Riyandi, A. (2022). Penerapan Metode Moora dalam Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Aggregator Food Delivery Service. Journal Locus Penelitian Dan Pengabdian, 1(8), 671�682. https://doi.org/10.58344/locus.v1i8.229

 

Anggo, M. (2011). Pemecahan masalah matematika kontekstual untuk meningkatkan kemampuan metakognisi siswa. Edumatica: Jurnal Pendidikan Matematika.

 

Azizah, A., Aeni, A. N., & Maulana, M. (2017). Pengaruh Pendekatan Problem-Centered Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Disposisi Matematis Siswa. Jurnal Pena Ilmiah, 2(1), 861�870.

 

Gunawan, I., & Paluti, A. R. (2017). Taksonomi Bloom�Revisi Ranah Kognitif. E-Journal. Unipma, 7 (1), 1�8.

 

Gunawan, R. G., & Putra, A. (2019). Pengaruh strategi belajar aktif sortir kartu terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis. Jurnal Cendekia: Jurnal Pendidikan Matematika, 3(2), 362�370.

 

Hasugian, J. W. (2019). Kurikulum Pendidikan Kristen bagi Orang Dewasa di Gereja. KURIOS (Jurnal Teologi Dan Pendidikan Agama Kristen), 5(1), 36�53.

 

Huma, H. (2021). Desain Pengembangan Kurikulum. Jurnal Pendidikan Islam Al-Ilmi, 4(1).

 

Irawan, E. (2018). Faktor-faktor penyebab infeksi saluran kemih (ISK)(literature review). Prosiding Seminar Nasional Dan Penelitian Kesehatan 2018, 1(1).

 

Istriyani, R. (2015). Kontribusi Pemuda dalam Menjawab Permasalahan Sosial Ekonomi Pascabencana. Jurnal Studi Pemuda, 4(2), 315�329.

 

Januarharyono, Y. (2019). Peran Pemuda Di Era Globalisasi. Jurnal Ilmiah Magister Administrasi, 13(1).

 

Kusumawati, E. (2017). Dan Teknologi Komputer Iklim Etika , Ethical Behavior Planned. 2(2), 156�164.

 

Kusumawati, E. (2022). Analisis SWOT Faktor Penyebab Penurunan Jumlah Peserta Didik Lembaga PAUD di Kabupaten Bogor. Tarbiatuna: Journal of Islamic Education Studies, 2(2), 88�96. https://doi.org/10.47467/tarbiatuna.v2i2.660

 

Lestari, I., & Ilhami, A. (2022). PENERAPAN MODEL PROJECT BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP: SYSTEMATIC REVIEW. LENSA (Lentera Sains): Jurnal Pendidikan IPA, 12(2), 135�144.

 

Pratisti, W. D., Agung, A., & Ardeliaputri, A. (2013). Potret Strategi Pemecahan Masalah pada Mahasiswa yang Aktif Berorganisasi. Ikat. Psikol. Perkemb. Indones.

 

Rosyada, D. (2014). Pendidikan Multikultural Di Indonesia Sebuah Pandangan Konsepsional. SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education Journal, 1(1). https://doi.org/10.15408/sd.v1i1.1200

 

Samarenna, D., & Siahaan, H. E. R. (2019). Memahami Dan Menerapkan Prinsip Kepemimpinan Orang Muda Menurut 1 Timotius 4: 12 Bagi Mahasiswa Teologi. BIA�: Jurnal Teologi Dan Pendidikan Kristen Kontekstual, 2(1), 1�13.

 

Sugiarto, E. (2017). Menyusun proposal penelitian kualitatif: Skripsi dan tesis: Suaka media. Diandra Kreatif.

 

Widyana, I. M. (2022). Penanganan Polri terhadap Tindak Pidana Perbankan Berdasarkan Restorative Justice. Jurnal Impresi Indonesia, 1(12), 1282�1288. https://doi.org/10.58344/jii.v1i12.1314

 

Wijaya, D. N. (2013). Mentalitas Pemuda pada Masa Pergerakan dan Masa Reformasi di Indonesia: Dari Berani Berpengetahuan hingga Takut Berpengetahuan. SUSURGALUR, 1(1).

 

Yusri, R. (2017). Pengaruh Pendekatan Problem Centered Learning Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas X SMA Negeri Kabupaten Solok. Lemma, 3(2), 232881.

 

 

Copyright holder:

Aliyono, Januarius Naingalis Dwi Juanto, Kevin Samuel Kamagi (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: