Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.
5, Mei 2023
ANALISIS KINERJA PELAKSANAAN PROGRAM
TUBERKULOSIS DI PROVINSI DKI JAKARTA PADA MASA PANDEMI COVID-19
Janita Ristianti, Puput Oktamianti, Septy Zahrawi Kirana, Hadiah Ardiani, Lisa Ubai Sulistiani
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam penanggulangan TB adalah melalui penetapan program TB sebagai salah satu Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah, yakni 100% terduga TB mendapat pelayanan sesuai standar. Akibat pandemi COVID-19, pada tahun 2020 diperkirakan terdapat 1,4 juta orang yang tidak menerima pelayanan kesehatan TB yang dibutuhkan dibandingkan tahun sebelumnya. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan wawancara mendalam untuk menilai kinerja pelaksanaan program TB pada masa pandemi Covid-19. Penelitian ini dilakukan di Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Mei- Juni 2022. Pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah dengan pengumpulan data primer. Data primer diperoleh berdasarkan hasil indepth interview (wawancara mendalam). Hasil: Pada faktor struktur yang paling berperan dalam perubahan capaian Program TB pada masa pandemi COVID-19 di Kepulauan Seribu dan Jakarta Utara adalah faktor Sumber Daya manusia Kesehatan (SDMK). Pada faktor proses secara umum berjalan dengan baik walaupun mengalami beberapa kendala pada pelaksanaannya terkait dengan Active Case Finding (ACF). Kesimpulan: Terdapat penurunan capaian program TB di masa pandemi COVID-19, namun faktor-faktor yang berperan telah di tindaklanjuti dan diharapkan dapat meningkatkan kembali capaian program TB.
Kata kunci: TB, COVID-19, Kinerja.
Abstract
One of the efforts of the Indonesian government in tackling
TB is through establishing the TB program as one of the Minimum Service
Standards (SPM) in the Health sector that must be met by local governments,
namely 100% of TB suspects receive services according to standards. As a result
of the COVID-19 pandemic, it is estimated that in 2020 there will be 1.4
million people who will not receive the TB health services they need compared
to the previous year. Method: This research was conducted using in-depth
interviews to assess the performance of the TB program during the Covid-19
pandemic. This research was conducted at the DKI Jakarta Provincial Health
Office. The time of the research will be carried out in May-June 2022. The data
collection carried out by researchers is by collecting primary data. Primary
data obtained based on the results of in-depth interviews (in-depth
interviews). Results: The structural factor that played the most role in
changing TB Program achievements during the COVID-19 pandemic in the Thousand
Islands and North Jakarta was the Human Resources for Health (HRK) factor. In
terms of process factors, in general, it went well even though it experienced
several obstacles in its implementation related to Active Case Finding (ACF).
Conclusion: There was a decrease in the achievements of the TB program during
the COVID-19 pandemic, but the factors that played a role have been followed up
and are expected to increase the achievements of the TB program again.
Keywords: TB, COVID-19, Performance.
Pendahuluan
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian dan penyebab utama kematian akibat agen infeksius. Pada September 2018 Majelis Umum PBB mengadakan the United Nations General Assembly convened the first-ever UN High Level Meeting (UNHLM) yang menghasilkan deklarasi politik untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) dan mengakhiri TB pada tahun 2030. Mengacu pada WHO Global TB Report tahun 2020, 10 juta orang di dunia menderita TB dan menyebabkan 1,2 juta orang meninggal setiap tahunnya. (WHO Global TB Report, 2020).
TB merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh berbagai faktor (multifaktorial). Sebagian besar faktor risiko TB berhubungan dengan kemiskinan, kesenjangan sosio-ekonomi dan gender serta kondisi tempat tinggal (Kusumawati, 2019). Salah satu dari 17 tujuan SDGs yaitu �memastikan kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan untuk semua usia� (Tujuan 3), dimana salah satu targetnya adalah mengakhiri epidemi tuberkulosis pada tahun 2030.
Akibat pandemi COVID-19, pada tahun 2020 diperkirakan terdapat 1,4 juta orang yang tidak menerima pelayanan kesehatan TB yang dibutuhkan dibandingkan tahun sebelumnya, terdapat penurunan level pengobatan sebesar 21%. (UN, 2021). Di Indonesia sendiri terjadi peningkatan insidensi TB pada tahun 2020 menjadi 312 per 100.000 penduduk (target 272 per 100.000 penduduk) yang dipengaruhi oleh pandemi COVID-19 (Aminah & Siregar, 2021).
Saat ini kasus COVID-19 di Indonesia termasuk di DKI Jakarta masih cukup tinggi. Kasus positif COVID-19 secara total per tanggal 16 Maret 2022 di Indonesia sebanyak 5.927.550 kasus dan di DKI Jakarta sebanyak 1.222.584, dengan jumlah kematian di Indonesia sebanyak 152.975 (2,6%) dan di DKI Jakarta sebanyak 15.031 (1,2%). Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia dengan tingkat kepadatan penduduk paling tinggi. Kepadatan penduduk DKI Jakarta tahun 2020 mencapai 16.704 jiwa/km�. Bila Kepulauan Seribu dikeluarkan dari perhitungan, maka kepadatan penduduk DKI Jakarta di wilayah perkotaan menjadi 16.882 jiwa/km�. Data ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kepadatan penduduk Indonesia yang hanya 141 jiwa/km� (hasil dari proyeksi penduduk tahun 2020 dibagi dengan luas daratan Indonesia). Sebagai salah satu kota terpadat di Indonesia, DKI Jakarta menghadapi tantangan tersendiri baik dalam penanggulangan TB maupun dalam penanggulangan COVID-19.�
Salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam penanggulangan TB adalah melalui penetapan program TB sebagai salah satu Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah, yakni 100% terduga TB mendapat pelayanan sesuai standar (Kusumawati, 2017). Capaian SPM program TB Provinsi DKI Jakarta tahun 2020 yakni sebesar 41,7% dan tahun 2021 sebesar 45%. Capaian ini masih belum mencapai target yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan yakni sebesar 100%. Wilayah dengan capaian SPM paling rendah yakni wilayah Jakarta Utara, pada tahun 2020 sebesar 30,2% dan tahun 2021 sebesar 33%. Sedangkan capaian SPM tertinggi pada tahun 2020 adalah wilayah Jakarta Timur (51,1%) dan pada tahun 2021 adalah wilayah Kepulauan Seribu (106%). Puskesmas merupakan penanggung jawab wilayah memegang peranan penting dalam pelaksanaan program TB, baik dalam upaya kesehatan masyarakat maupun dalam upaya kesehatan perorangan.
Berdasarkan latar belakang diatas, jelas bahwa TB
merupakan masalah multifaktorial yang berdampak luas bagi masyarakat dan
negara. Pandemi COVID-19 mempengaruhi pelaksanaan penanggulangan TB baik di
dunia maupun di Indonesia, termasuk di Provinsi DKI Jakarta. Capaian indikator
SPM program TB di DKI Jakarta pada tahun 2020 dan 2021 masih belum mencapai
target. Capaian SPM terendah yakni di wilayah Jakarta Utara dan tertinggi di
wilayah Kepulauan Seribu. Dalam upaya meningkatkan kinerja program TB di DKI
Jakarta maka perlu dilakukan analisis kinerja program TB selama masa Pandemi
COVID-19 di DKI Jakarta.
Metode Penelitian
Pada penelitian ini berfokus pada analisis kinerja program penanggulangan TB pada masa Pandemi COVID-19. Dari kerangka konsep yang digunakan yaitu mengadaptasi kerangka teori dari Donabedian, dapat menggambarkan adanya keterkaitan antar variabel. Pada variabel struktur dan proses, mempengaruhi variabel output. Berangkat dari kerangka teori yang digunakan, peneliti mencoba membuat konsep yang akan digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan penelitian ini.� Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain studi kasus yang bertujuan untuk mengidentifikasi masalah cakupan program TB di DKI Jakarta pada masa pandemi Covid-19 dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Untuk menjawab pertanyaan penelitian, penelitian ini menggunakan kerangka teori Donabedian, yaitu dengan melihat struktur, process, dan outputnya (Hariyoko et al., 2021). Pada struktur akan dilihat SDMK, anggaran, sarana prasarana, dan petunjuk program. Pada process akan dilihat pelaksanaan program TB selama pandemi Covid-19. Pada output akan dilihat penilaian tercapainya indikator SPM program TB pada masa pandemi Covid19.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan wawancara mendalam untuk menilai kinerja pelaksanaan program TB pada masa pandemi Covid-19. Penelitian ini dilakukan di Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Mei- Juni 2022. Pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah dengan pengumpulan data primer. Selama proses pengumpulan data, peneliti menggunakan panduan wawancara mendalam yang berisi daftar pertanyaan yang berkaitan dengan topik yang akan diteliti. Selama proses wawancara, peneliti merekam dengan fitur recorder pada aplikasi Zoom Meeting upaya tidak ada informasi yang terlewatkan.
Hasil dan
Pembahasan
Sumber Daya
Manusia Kesehatan
Pelaksanaan program penanggulangan TB di Provinsi DKI Jakarta pada masa pandemi COVID-19 mengalami beberapa. adapun hal-hal terkait efektivitas pelaksanaan program penanggulangan TB pada masa pandemi COVID-19 mengalami beberapa kendala, diantaranya kekurangan SDM. hal demikian disampaikan pada hasil wawancara mendalam oleh informan yang berbicara bahwa Sumber daya manusia dalam penanggulangan TB sangat kurang dan terbatas, hal ini disebabkan SDM tersebut banyak dialihkan ke penanganan pasien COVID-19 (Nasution et al., 2023). Kemudian ditambah lagi dengan tidak tercapainya target penjaringan pasien terduga TB, akan tetapi hal tersebut dapat diatasi melalui imovasi sobat TB sebagai screening digital TB (MUFIDHA et al., 2021). Namun, kendala yang dihadapi dalam hal efektivitas pelaksanaan program penanggulangan TB pada masa pandemi COVID-19 telah dilakukan beberapa penyesuaian dalam hal ini adalah dengan membentuk tim kerja. Hal ini disampaikan pada hasil wawancara yang berbicara bahwa Penyesuaian mulai dilakukan pada tahun 2021 yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (perawat) dengan cara melakukan pencatatan seluruh pelaporan, semua dapat berjalan dengan efektif sebab selain hal diatas juga terdapat tim penanggulangan di puskesmas (dokter, perawat, laboran).
Kompetensi SDM pada pelaksanaan program TB di Provinsi DKI Jakarta sejauh ini sudah berjalan cukup baik dengan adanya pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan. Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada informan mengenai kompetensi SDM, yang berbicara bahwa Pelaksaaan kemampuan dan kompensi SDM yang ada saat ini tidak memiliki GAP atau jarak hal ini disebabkan karena banyaknya pelatihan-pelatihan yang diikuti sehingga dalam implementasinya berjalan dengan baik.
Saat pandemi, pembekalan dilaksanakan secara online. Kompetensi SDM yang memiliki sedikit gap, namun sudah disiasati dengan beberapa strategi dan upaya, hasil wawancara kepada informan yang berbicara bahwa Kepulauan seribu kompetensi sumber daya manusia yang dimiliki berada kategori yang baik akan tetapi masih ada beberapa tenaga kesehatan yang belum mendapatkan pelatihan terkait dengan TB, tenaga kesehatan tersebut tersebar di seluruh jenjang puskesmas. Oleh sebab itu strategi penanggulangnnya yaitu dilakukannya siang klinik beberapa kali.
Sarana dan
Prasarana
Sarana dan Prasarana layanan program penanggulangan TB yang tersedia di Provinsi DKI Jakarta dalam masa Pandemi COVID-19 memiliki penilaian berbeda dari sudut pandang dinas terkait. Secara garis besar tidak ada kendala dalam hal sarana dan prasarana. Hal ini disampaikan pada hasil wawancara mendalam yang berbicara bahwa secara umum kendala terkait dengan sarana dan prasarana tidak ditemukan hal ini dikarenakan seluruh fasilitas tersebut telah dipenuhi oleh kementerian kesehatan, pendonor dari global fund berupa laptop, alat tulis kantor dan yang lainnya. Akan tetapi beberapa fasilitas pada poli TB digunakan menjadi poli ISPA sehingga pelayanan menjadi terganggu.
Untuk fasilitas pendukung pemeriksaan TB seperti booth sputum juga belum maksimal terkait permasalah dana yang belum mencukupi untuk pembuatan booth sputum. Sedangkan di puskesmas melakukan penyesuaian dengan menggunakan ruangan yang telah tersedia sebelumnya menjadi booth sputum.
Fasilitas TB yakni booth sputum belum maksimal hal ini
dikarena ruangan yang tersedia di fasilitas kesehatan juga terbatas, akhirnya
beberapa fasilitas kesehatan merubah fungsi ruangan menjadi booth sputum yang
memang fasilitasnya belum maksimal dan pelayanan juga belum sepenuhnya di
maksimalkan. ��������� �����������������������
Dalam hal ketersediaan bahan habis pakai (BMHP) dinyatakan tidak mengalami kendala karena suplai dari Dinas Kesehatan hal ini disampaikan pada hasil wawancara mendalam yang berbicara bahwa ketersediaan BMHP tidak mengalami kendala yang signifikan hal ini dikarenakan beberapa bahan habis pakai tersebut menggunakan anggaran DAK Fisik dan di tahun 2022 kemudian dalam hal pengadaan, perencanaan dan distribusi sudah dilakukan oleh masing - masing suku dinas kesehatan kabupaten/kota.
Strategi yang digunakan dalam memastikan kondisi farmalkes mempunyai mutu yang sesuai standar, disampaikan pada saat wawancara mendalam yakni dengan melakukan pemeliharaan secara mandiri.
Pada pelaksanaan program TB ada sistem informasi yang
digunakan dan pemanfaatan sistem informasi tersebut cukup membantu penanggung
jawab program TB sampai dengan tingkat pimpinan dalam membuat dan memonitor
pelaporan layanan program TB. Hal ini disampaikan pada saat wawancara mendalam
yang berbicara bahwa Sistem Informasi TB (SITB) yang telah ada sudah cukup baik
dalam hal screening, pencatatan dan pelaporan hal ini dkarenakan sudah
difasilitasi oleh kementerian kesehatan terkait dengan kelengkapan 16 form yang
harus diisi puskesmas dan beberapa puskesmas telah menggunakan rekam medis
elektronik ENA, kemudian di program TB terdapat sistem SITB.������� �����������
�����������������������������������
Petunjuk Program
Pelaksanaan program penanggulangan TB di Provinsi DKI Jakarta tidak memiliki kendala dalam hal petunjuk program pelaksanaan. Pedoman pelaksanaan penanggulangan TB yang digunakan oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan jajarannya mengacu pada Peraturan yang berlaku. Seperti yang disampaikan beberapa informan yakni terkait pedoman pelaksaan program secara hampir keseluruhan telah diberikan oleh kementerian kesehatan dan menjadi dasar setiap kebijakan yang di ambil sampai tingkat suku dinas masing-masing.
Selama pandemi COVID-19, agar pelaksanaan program penanggulangan TB di DKI Jakarta dapat berjalan dengan efektif dilakukan penyesuaian baik dalam hal pedoman maupun teknis pelaksanaan seperti yang disampaikan beberapa informan yakni terkait aturan-aturan atau program dan kebijakan bersumber dari kementerian kesehatan telah diatur secara keseluruhan akan tetapi aturan tersebut hanya mengatur secara garis besar, sehingga� perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian di tingkat provinsi seperti adanya kolaborasi TB DM maupun surat edaran untuk miskoroskopis TB sehingga dapat berjalan secara efektif.
Namun menurut informan lain, petunjuk pelaksanaan program penanggulangan TB terlalu banyak sehingga dinilai kurang efektif, seperti yang disampaikan oleh informan yakni terkait aturan yang dibuat terlalu banyak dan cenderung sama dengan peraturan yang lain sehingga banyak redaksi yang terdapat didalamnya hanya mengulang maka pentingnya penyederhanaan aturan tersebut.
Anggaran
Pelaksanaan program TB di Provinsi DKI Jakarta tidak memiliki kendala dalam pembiayaan, dengan sumber pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), anggaran Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), Dana Alokasi Khusus (DAK), serta pembiayaan dari donor internasional (antara lain Global Fund dan USAID). Hal ini seperti yang disampaikan oleh informan yakni,� Pembiayaan terkait dengan pelaksanaan program TB di Provinsi DKI Jakarta tidak memiliki kendala hal ini dikarenakan seluruh fasilitas telah diberikan Kementerian Kesehatan. Dan jika dari pihak kementerian kesehatan tidak terdapat programnya akan di fasilitasi dari Dinas Kesehatan.
Selama pandemi COVID-19 di tahun 2020 � 2021 terdapat refocusing anggaran, sehingga terjadi efisiensi di berbagai bidang termasuk di program TB. Beberapa kegiatan program TB tidak dapat terlaksana. Namun saat ini kegiatan sudah berjalan dengan normal.� Hal ini seperti yang disampaikan oleh informan yang berbicara bahwa Pandemic COVID-19 yang saat ini terjadi telah memberikan dampak terhadap anggaran yang seharusnya ada pada setiap pos-pos pelayanan, seperti anggaran dalam pelayanan TB yang semula besar akibat pandemic ini dialihkan ke penanganan pandemic sehingga berdampak pada berkurangnya anggaran yang seharusnya.
Dukungan dana dari donor internasional terutama digunakan untuk kegiatan di masyarakat maupun untuk kader, namun dana ini tidak tersedia rutin bagi Kepulauan Seribu. Hal ini seperti yang disampaikan oleh informan yang berbicara bahwa Pengalihan anggaran ke pandemic yang mengurangi anggaran yang seharusnya berlangsung sampai saat ini sehingga diperlukan dukungan dari pihak lain seperti dukungan dana dari GF (Global Fund) untuk pertemuan TBPS (TB private sector) dan USAID. Akan tetapi khusus di Pulau Seribu yang tidak menjadi prioritas wilayah, dana yang bersumber dari GF (Global Fund) dan USAID tidak mendapatkan dan prosesnya hanya berasal dari� APBD dan BLUD.
�����������������������������������������������
Proses
Pelaksanaan program penanggulangan TB di Provinsi DKI Jakarta secara umum sudah berjalan dengan baik, Hal ini seperti yang disampaikan oleh informan yang berbicara bahwa Secara umum Pelaksanaan program penanggulangan TB di Provinsi DKI Jakarta sudah berjalan dengan baik walaupun ada kendala akan tetapi dapat diatasi dengan baik. Seperti Pada awal pandemi capaian menurun, tahun 2021 sudah mulai naik capaiannya terjadi peningkatan penemuan kasus 3.000 orang dari tahun sebelumnya.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penanggulangan TB semua faktor berpengaruh menurut informasi karena saling mendukung, namun ada beberapa informan yang menjawab faktor yang berpengaruh adalah SDM dan sarana prasarana, Hal ini seperti yang disampaikan oleh informan yang berbicara bahwa dalam pelaksanaan penanggulangan TB Semua faktor berpengaruh termasuk didalamnya adalah kualitas sumber daya manusia.���������������������������������������������
Peran lintas
sektor dalam penanggulangan TB sangat penting untuk keberhasilan program
penanggulangan TB, Hal ini seperti yang disampaikan oleh informan yang
berbicara bahwa peran lintas sector saat ini telah dilakukan dan dasar
dilaksanakannyapun telah ada yakni peraturan gubernur akan tetapi dalam
pelaksanaannya dilapangan masih belum sepenuhnya dilakukan.�����
PEMBAHASAN
Sumber Daya
Manusia
Salah satu unsur yang berperan dalam percepatan pembangunan kesehatan adalah terpenuhinya tenaga kesehatan yang bertugas di sarana pelayanan kesehatan di masyarakat (Aminah & Siregar, 2021). Keberhasilan kebijakan pada SDM yaitu tersedianya sumber daya manusia yang yang cukup, baik dari segi kuantitas maupun kualitas (Faradis & Indarjo, 2018).� Tantangan yang dihadapi pelayanan TB paru di era pandemi COVID-19 sangat mengganggu program pengendalian TB paru yang telah direncanakan. Berdasarkan data SITB per 16 Juli 2020, jumlah kasus TB di Indonesia mengalami tren penurunan cukup besar. Beberapa alasan penurunan penemuan kasus TB diantaranya: penutupan fasilitas dan laboratorium kesehatan, petugas kesehatan terpapar, dan stok persediaan medis terbatas (Zachariah et al., 2015).
Pada pelaksanaan program TB di Provinsi DKI Jakarta efektivitas pelaksanaan program penanggulangan TB pada masa pandemi COVID-19 mengalami tren penurunan pada berbagai wilayah. Di DKI Jakarta, khususnya di kecamatan Kepulauan Seribu dan Jakarta Utara telah melakukan penyesuaian dalam rangka menjaga kompetensi SDM dalam melakukan pelaksanaan program penanggulangan TB secara efektif pada masa pandemi COVID-19 dengan dibentuknya satuan tim kerja yang terdiri dari 1 orang dokter, 1 orang perawat dan 1 orang laboran yang bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan penanggulangan TB. Hasil yang diharapkan dari adanya tim yang terbentuk tersebut tentu berkaitan dengan terjaganya kualitas pelaksanaan program sesuai dengan pedoman yang ada dan tetap melakukan pelayanan kesehatan sesuai standar.
Dalam rangka meningkatkan mutu, profesionalisme dan kompetensi tenaga kesehatan diperlukan berbagai upaya, diantaranya melalui pendidikan dan pelatihan. Pelatihan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan (Arisanti & Suryaningtyas, 2021). Dinas Kesehatan dan Suku Dinas Kesehatan DKI Jakarta telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga mutu, profesionalisme dan kompetensi tenaga kesehatan khususnya dalam pelaksanaan program penanggulangan TB selama pandemi melalui adanya pelatihan secara daring baik dalam lingkup yang besar seperti webinar atau pelatihan nasional, lalu diadakan on job training, serta konsultasi melalui group whatsapp yang berisikan antar anggota tim TB untuk saling membaharui ilmu. Sesuai dengan penelitian (Saomi et al., 2015), menunjukkan ada hubungan antara pelatihan dengan penemuan kasus TB paru.
Sarana dan
Prasarana
Menurut PMK No. 67 tahun 2016 tentang penanggulangan TB, Jumlah kasus TB di Indonesia menurut Laporan WHO tahun 2015, diperkirakan ada 1 juta kasus TB baru per tahun (399 per 100.000 penduduk) dengan 100.000 kematian pertahun (41 per 100.000 penduduk). DKI Jakarta sebagai pusat negara pun menghadapi permasalahan pemenuhan sarana dan prasarana yang memadai, dalam hal ini khususnya adalah sarana pendukung pemeriksaan seperti booth sputum, yang belum seluruh FKTP memiliki fasilitas tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Winda (2020) menyatakan bahwa pentingnya sebuah layanan kesehatan memiliki fasilitas booth sputum guna meminimalisir angka penularan. Winda (2020) juga menyatakan bahwa fasilitas booth sputum seharusnya tersedia di setiap fasyankes yang diletakkan pada lahan terpisah dengan ukuran ruang minimal 1,50 m x 1.50 m (Deswinda et al., 2019). Adapun keterbatasan lain yang berpengaruh terhadap capaian program penanggulangan TB di masa Pandemi COVID-19 di DKI Jakarta khususnya di Kepulauan Seribu dan Jakarta Utara adalah belum memadainya tatalaksana TB sesuai dengan standar baik khususnya dalam pencatatan dan pelaporan (Sutinbuk et al., 2012).
Terkait dengan pemenuhan BMHP dan non-BMHP program penanggulangan TB yang sudah cukup baik di wilayah DKI Jakarta khususnya di wilayah Kepulauan Seribu dan Jakarta Utara, tak lepas dari koordinasi berbagai komponen mulai dari pelaksana di lapangan yaitu puskesmas, suku dinas kesehatan hingga dinas kesehatan. hal ini terkait dengan kebijakan pemenuhan BMHP dan non-BHMP seperti yang tertuang pada PMK No. 8 th 2021 tentang Petunjuk Program Operasional Penggunaan DAK Fisik Bidang Kesehatan tahun 2021, yaitu adanya prosedur yang jelas untuk setiap permintaan kebutuhan BMHP dan non-BMHP terkait pelaksanaan Program TB dengan memenuhi salah satu syaratnya adalah membuat rencana penyediaan BMHP dengan memperhatikan kondisi teraktual dan menyampaikan permohonan persetujuan kepada Dinas Kesehatan Provinsi dengan melampirkan rencana kebutuhan BMHP program, TOR yang mencakup justifikasi serta data dukung lainnya.
Petunjuk Program
Metode merupakan peraturan standar pelayanan dan kebijakan yang ada di suatu organisasi. Dalam hal ini metode dapat dikatakan sebagai pedoman yang digunakan dalam penyelenggaraan penanggulangan program TB di DKI Jakarta (Inayah & Wahyono, 2019).� Untuk mendukung percepatan eliminasi tuberkulosis 2030, pemerintah menguatkan komitmen salah satunya mengembangkan kebijakan rencana aksi dengan menyusun pedoman strategis bertujuan memperkuat kapasitas pemerintah di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dalam penerapan rencana aksi penanggulangan tuberkulosis yang berkesinambungan (Arisanti & Suryaningtyas, 2021). Kebijakan penanggulangan TB di Provinsi DKI Jakarta berpedoman kepada Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 Tentang Penanggulangan TB, Kementerian Kesehatan sebagai pemerintahan pusat, yang mengacu kepada Permenkes nomor 67 tahun 2016 serta Peraturan Gubernur Nomor 28 Tahun 2018 sebagai pemerintah provinsi menjadi pedoman dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan TB.
Pelaksanaan program penanggulangan TB di Provinsi DKI Jakarta sudah� menggunakan pedoman� tuberkulosis� nasional, hal ini sejalan dengan informasi dari para informan. Pedoman ini sudah dilaksanakan dan diterapkan di DKI Jakarta dan sampai saat ini berjalan dengan lancar dan sampai saat ini belum ada kendala (Setiawati & Nurrizka, 2019). Pada masa pandemi Covid-19 Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan beberapa regulasi sebagai penyesuaian pelaksanaan penanggulangan TB sehingga tetap efektif dan sehingga dapat meningkatkan capaian program. Agar tercapai target eliminasi TB pada tahun 2030 sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 diperlukan strategi nasional yang salah satunya melakukan peningkatan peran serta komunitas dan pemangku kepentingan. Menurut informan kegiatan ini belum berjalan dengan baik� hal ini disebabkan karena belum adanya penguatan dalam bentuk regulasi yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan sebagai turunan dari Perpres penanggulangan TB (Hutami et al., 2021).
Anggaran
Sumber pembiayaan pelaksanaan program TB di Provinsi DKI Jakarta terutama berasal dari APBD. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang menetapkan tuberkulosis menjadi salah satu penyakit prioritas nasional yang antara lain tertuang dalam penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan. Data gambaran pendanaan kesehatan untuk program tuberkulosis nasional saat ini menunjukkan adanya pergeseran sumber pendanaan, dimana sebelum tahun 2017 pendanaan terbesar untuk program TB bersumber dari pendanaan hibah donor (Global Fund). Setelah 2017 muncul komitmen yang tinggi dari pemerintah untuk mendanai kebutuhan biaya program TB (Faradis & Indarjo, 2018).
Dalam hal pembiayaan tidak ada kendala dalam pelaksanaan program TB, meskipun beberapa informan mengungkapkan adanya efisiensi anggaran saat pandemi COVID di tahun 2020 � 2021. Hal ini sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan COVID-19 di Lingkungan Pemerintah Daerah. Pada tahun 2020, hasil alokasi anggaran tertentu (refocusing) dan realokasi APBD DKI Jakarta sebesar Rp. 10,6 triliun untuk penanganan COVID-19, dimana Rp.1,6 triliun dari anggaran tersebut dialokasikan untuk penanganan kesehatan COVID-19. Realokasi APBD DKI Jakarta merupakan realokasi yang terbesar karena APBD DKI Jakarta juga paling besar (Akbar, 2020).
Pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan RI juga menyokong pendanaan program TB melalui pemberian paket obat antituberkulosis (OAT) ke fasilitas kesehatan dan pemberian cartridge alat TCM. Sehingga untuk OAT dan cartridge TCM tidak lagi dianggarkan oleh APBD ataupun BLUD. Sumber pembiayaan program TB yang berasal dari anggaran BLUD Puskesmas juga mengalami penyesuaian sesuai dengan pembatasan kegiatan. Besaran anggaran BLUD berbeda pada tiap Puskesmas.
Sumber pembiayaan dari donor internasional yang diterima oleh Provinsi DKI Jakarta berasal dari Global Fund (GF) dan USAID. Namun tidak seluruh wilayah di DKI Jakarta memperoleh dana hibah ini, seperti diungkapkan oleh salah seorang informan bahwa Kabupaten Kepulauan Seribu tidak menerima dana hibah dari GF, kecuali di tahun 2021, terdapat anggaran dari GF untuk penemuan kasus aktif oleh kader. Dukungan dana dari donor ini diperuntukkan untuk honor data officer di Dinas Kesehatan dan Sudinkes, untuk kader dan penguatan peran swasta dalam program TB (Setiawan et al., 2016).
Proses
Sejak Coronavirus Disease-19 (Covid-19) dinyatakan sebagai pandemi oleh badan Kesehatan dunia (WHO), seluruh dunia memberikan fokus untuk mengatasi merebaknya virus ini. Pandemi Covid-19 dapat mempengaruhi strategi global untuk mengakhiri TB pada tahun 2035 dalam berbagai cara. Beberapa strategi perlu diterapkan untuk mengurangi dampak Covid-19 yang mengganggu diagnosis dan pengobatan TB. (Gurzawska-comis et al., n.d.).
Masa pandemi Covid-19 ini akan sangat mempengaruhi pelayanan kesehatan TB, menimbulkan banyak tantangan dalam diagnostik Covid-19 maupun diagnostik TB yang tumpang tindih, begitu pula pasca insiden pandemi Covid-19 ini yang dikarenakan fibrosis paru dapat dengan cepat meningkatkan kejadian TB (Muflihah & Martha, 2022). Menjadi satu dari banyak negara yang terkena Covid-19. Indonesia menerapkan beberapa strategi untuk memenuhi akses kepelayanan kesehatan pada pengobatan TB. Petugas puskesmas melakukan kunjungan rumah untuk mendistribusikan OAT, melakukan pemantauan secara virtual. Namun, pemeriksaan lanjutan pada pasien TB tetap dilaksanakan di puskesmas dan perlu kunjungan pasien secara langsung. Namun, sayangnya banyak pasien yang tidak melakukannya (Napitupulu & Prasetyo, 2021).
Percepatan penanggulangan TB telah diatur dalam Peraturan presiden nomor 67 tahun 2021, dimana diatur beberapa hal yaitu target dan strategi nasional eliminasi TB, pelaksanaan strategi nasional eliminasi TB, tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah, koordinasi percepatan penanggulangan TB, peran serta masyarakat, pemantauan, evaluasi dan pelaporan serta pendanaan. Pada masa pandemi Covid-19 Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan beberapa regulasi sebagai penyesuaian pelaksanaan penanggulangan TB. Sempat terjadi kendala di awal pandemi karena covid19 merupakan penyakit baru dan belum jelas cara pencegahan dan pengobatannya, namun seiring berjalannya waktu, pandemi covid19 dapat lebih terkendali dan terbitnya regulasi-regulasi yang membantu program TB untuk dapat berjalan membuat pelaksanaan penanggulangan program TB di Provinsi DKI Jakarta dapat berjalan lebih baik dari awal pandemi hingga saat ini, walaupun saat ini masih pandemi namun program TB telah memperlihatkan perbaikan di berbagai aspek diantaranya capaian mulai meningkat, kasus lost of follow berkurang dari tahun sebelumnya.
Kesimpulan
Pada faktor struktur yang
paling berperan dalam perubahan capaian Program TB pada masa pandemi COVID-19
di Kepulauan Seribu dan Jakarta Utara adalah faktor SDM. Pada faktor proses
secara umum berjalan dengan baik walaupun mengalami beberapa kendala pada
pelaksanaannya terkait dengan Active Case Finding (ACF). Terdapat penurunan
capaian program TB di masa pandemi COVID-19, namun faktor-faktor yang berperan
telah di tindaklanjuti dan diharapkan dapat meningkatkan kembali capaian
program TB.
BIBLIOGRAFI
akbar, A. (2020). Berapa Kepadatan Penduduk Dki
Jakarta Saat Ini. Portal Statistik Sektoral Provinsi Dki Jakarta.
Aminah,
S., & Siregar, M. T. (2021). Penyuluhan Kader Tuberkulosis Pada Kegiatan:
Refreshment Community Cadre For Updating Contact Investigation. Jurnal
Pengabdian Kesehatan Beguai Jejama, 2(3).
Arisanti,
M., & Suryaningtyas, N. H. (2021). Kejadian Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di
Indonesia Tahun 2010-2019. Spirakel, 13(1), 34�41.
Deswinda,
D., Rasyid, R., & Firdawati, F. (2019). Evaluasi Penanggulangan
Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Dalam Penemuan Penderita Tuberkulosis Paru Di
Kabupaten Sijunjung. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(2), 211�219.
Faradis,
N. A., & Indarjo, S. (2018). Implementasi Kebijakan Permenkes Nomor 67
Tahun 2016 Tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Higeia (Journal Of Public
Health Research And Development), 2(2), 307�319.
Gurzawska-Comis,
K., Becker, K., & Brunello, G. (N.D.). Recommendations For Dental Care
During Covid-19 Pandemic. 19(June 2020).
Hariyoko,
Y., Jehaut, Y. D., & Susiantoro, A. (2021). Efektivitas Pelayanan Kesehatan
Masyarakat Oleh Puskesmas Di Kabupaten Manggarai. Jurnal Good Governance.
Hutami,
S. P., Mahendradata, Y., & Puspandari, D. A. (2021). Supervisi Virtual
Program Pengendalian Tuberkulosis Paru Era Pandemi Covid-19 Di Kabupaten Oku
Timur. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 24(03), 102�108.
Inayah,
S., & Wahyono, B. (2019). Penanggulangan Tuberkulosis Paru Dengan Strategi
Dots. Higeia (Journal Of Public Health Research And Development), 3(2),
223�233.
Kusumawati,
E. (2017). Dan Teknologi Komputer Iklim Etika , Ethical Behavior Planned.
2(2), 156�164.
Kusumawati,
E. (2019). Minat Beli Produk Ramah Lingkungan Sebagai Dampak Dari Implementasi
Green Advertising. Jurnal Kajian Ilmiah, 19(1), 57.
Https://Doi.Org/10.31599/Jki.V19i1.394
Mufidha,
I. D., Maulida, M. N., & Fitri, E. Y. (2021). Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Melalui Media Audiovisual Terhadap Pengetahuan Mengenai Effleurage Massage
Untuk Mengatasi Nyeri Punggung Ibu Hamil. Sriwijaya University.
Muflihah,
A. I., & Martha, E. (2022). Systematic Review: Tantangan Pelayanan
Pengobatan Pasien Tb Saat Pandemi Covid-19. Jurnal Kesehatan, 13(1),
209�218.
Napitupulu,
T. F., & Prasetyo, S. (2021). Akses Pelayanan Pengobatan Tuberkulosis Pada
Masa Pandemi Covid-19 Di Puskesmas Abadijaya Kota Depok Tahun 2021. Nersmid:
Jurnal Keperawatan Dan Kebidanan, 4(2), 207�226.
Nasution,
J. D., Yustina, I., Sudaryati, E., & Rochadi, R. K. (2023). Family-Based
Prevention Of Pulmonary Tuberculosis Transmission In Deli Serdang District
North Sumatra. Journal Of Population Therapeutics And Clinical Pharmacology,
30(6), 344�355.
Saomi,
E. E., Cahyati, W. H., & Indarjo, S. (2015). Hubungan Karakteristik
Individu Dengan Penemuan Kasus Tb Paru Di Eks Karesidenan Pati Tahun 2013. Unnes
Journal Of Public Health, 4(1).
Setiawan,
E., Sucahya, P. K., Thabrany, H., & Komaryani, K. (2016). A Comparative
Budget Requirements For Tb Program Based On Minimum Standard Of Services (Spm)
And Budget Realization: An Exit Strategy Before Termination Of Gf Atm. Jurnal
Ekonomi Kesehatan Indonesia, 1(1).
Setiawati,
M. E., & Nurrizka, R. H. (2019). Evaluasi Pelaksanaan Sistem Rujukan
Berjenjang Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional. Jurnal Kebijakan
Kesehatan Indonesia: Jkki, 8(1), 35�40.
Sutinbuk,
D., Mawarni, A., & Wulan, L. R. K. (2012). Analisis Kinerja Penanggung Jawab
Program Tb Puskesmas Dalam Penemuan Kasus Baru Tb Bta Positif Di Puskesmas
Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Media Kesehatan
Masyarakat Indonesia, 11(2), 142�150.
Zachariah,
R., Ortuno, N., Hermans, V., Desalegn, W., Rust, S., Reid, A. J., Boeree, M.
J., & Harries, A. D. (2015). Ebola, Fragile Health Systems And Tuberculosis
Care: A Call For Pre-Emptive Action And Operational Research. The
International Journal Of Tuberculosis and Lung Disease, 19(11),
1271�1275.
Copyright holder: Janita Ristianti, Puput
Oktamianti (2023) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |