Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 5, Mei 2023

 

 

EFEKTIVITAS PENERAPAN APLIKASI PELAPORAN BAHAYA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA PADA PT X

 

Adinda Mouza Salsabila, Anik Setyo Wahyuningsih

Universitas Negeri Semarang

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Berdasarkan dokumen HIRADC, penilaian risiko dan data laporan bahaya pada pekerja PT X, terdapat proses produksi dengan potensi bahaya tinggi namun dengan pelaporan yang rendah dari tahun 2020 sampai 2022 diantaranya: proses Major Inspection di generator area bahaya fisik benda terjatuh dan terbang, dengan nihil pelaporan, pencucian penstock di pipa penstock area bahaya jatuh dari ketinggian antara 2 sampai 5 meter,dengan 3 pelaporan dan pemeliharaan pesawat angkat/crane bahaya jatuh dari ketinggian hingga 10 meter, dengan 2 pelaporan.� Hal ini erat dengan kejadian near miss yang merupakan kejadian hampir celaka dan dapat menimbulkan kecelakaan dan dapat menyebabkan kerugian lebih besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan Aplikasi pelaporan bahaya sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja pada PT X sekaligus upaya mempertahankan penghargaan zero accident yang telah diperoleh berturut-turut sejak tahun 2015. Jenis penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pengambilan sampel menggunakan Proportionate Stratified Random Sampling dan kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan observasi, wawancara dengan 39 informan dari dalam perusahaan dan luar perusahaan serta studi dokumentasi. Uji keabsahan data menggunakan teknik triangulasi sumber dari 2 ahli IT dan 2 Depnaker. Hasil penelitian menunjukan penerapan aplikasi Nearmiss telah memenuhi model kesuksesan sistem informasi DeLone daan McLean (2013) terdiri dari 6 variabel dan 11 indikator; kemudahan 66,7% mudah; kecepatan akses 79,5% cepat; keandalan sistem 71,8% handal; kelengkapan 64,1% lengkap; keakuratan 20% kesalahan; jaminan 87,2% terjamin; total 135 laporan tahun 2022; efisiensi 77,0% efisien; efektivitas 82,1% efektif; dan kegunaan 77,0% berguna.

 

Kata kunci: Aplikasi; Near miss; Zero accident

 

Abstract

Based on HIRADC document, risk assesment, and hazard report on PT X workers, there are production processes with high hazard potential but low reporting from 2020 to 2022 including: Major inspection process in the generator area for physical hazards of falling and fliying object, wih zero reporting, washing penstock in the penstock pipe in the danger area of falling from a height between 2 to 5 meters with 3 reporting, and maintenance of lifting equipment/cranes falling from a height of up to 10 meters, with 2 reporting. This is closely related to near miss which can cause an accidents that will lead greater losses later. The research aims to determine the effectiviness of implementing the application as an effort to prevent work accidents in PT X as well as efforts to maintain the zero accident award that has been obtained continued since 2015. This type of research uses qualitative methods by taking samples using proportionate stratified ransom sampling and then analyzing descriptive qualitative by observation, interviews with 39 informants from within the company and outside the company and documentation studies. Test the validity of the data using a triangulation technique of source from 2 IT experts and 2 Department of Labor. The results show that the application of nearmiss meets the information system success model of DeLone and McLean (2013) consisting of 6 variabls and 11 indicators; easiness 66,7% easy; access speed 79,5% fast; system reliability 71,8% reliable; completeness 64,1% complete; accuracy 20% error; guarantee 87,2% guaranteed; total 135 report in 2022; efficiency 77,0% efficient; effectiviness 82,1 effective; and utility 77,0% useful.

 

Keywords: Application;Near miss; Zero accident.

 

Pendahuluan

Kecelakaan kerja yakni kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan dalam perusahaan, dimana menurut Putra (2017) kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tak terduga yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda. Sedangkan menurut Widodo (2021) kecelakaan kerja ialah kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan sering kali tak terduga serta dapat menimbulkan kerugian waktu, harta benda, maupun properti, bahkan korban jiwa yang terjadi di dalam suatu proses kerja.

Keselamatan dan keamanan pekerja memiliki banyak pengaruh terhadap faktor kecelakaan, pekerja harus memiliki standar operasional prosedur keselamatan dan keamanan perusahaan agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan bagi pekerja ataupun perusahaan. Terjadinya suatu kecelakaan kerja juga terjadi dari beberapa pekerja yang tidak melaporkan kejadian near miss dan menganggap remeh suatu insiden kecelakaan kerja yang nyaris atau hampir saja terjadi pada pekerja. Kenyataannya jika kejadian near miss banyak terjadi dan tidak dilaporkan, bahkan terus menerus dianggap remeh akan dapat menimbulkan kecelakaan yang akan menyebabkan kerugian lebih besar nantinya.

Near miss sendiri atau hampir celaka menurut ASSE (American Society of Safety Engineers) Near miss atau dikenal dengan berbagai nama seperti close shave, close calls, incident, near hits, ialah kejadian yang tidak diinginkan dan dapat mengakibatkan bahaya cedera pada manusia, kerusakan properti, serta kerugian sumber daya yang tidak diinginkan. Dengan kata lain Near miss ialah suatu kondisi atau situasi dimana kecelakaan hampir terjadi (ASKA, 2020).

Menurut Frank Bird (1990) dalam Practical Loss Control Leadership, kecelakaan tidak langsung terjadi tanpa ada kejadian sebelumnya yang memicu kecelakaan. Prinsipnya kecelakaan yang terjadi memiliki pola di mana semua jenis kecelakaan diawali dengan near miss. Setiap cedera serius dari kecelakaan kerja terdapat beberapa cedera ringan, banyak kejadian rusaknya properti dan jumlah kejadian near miss mempunyai rasio 1:10:30:600. Artinya terdapat 600 near miss di permukaan, 30 kerusakan properti, dan 10 cedera ringan untuk setiap 1 cedera serius.

Menurut Canfora & Ottmann (2018) dengan menganalisis perilaku berisiko (at-risk behaviors), near miss, kecelakaan yang mengakibatkan cedera ringan, serta kecelakaan yang mengakibatkan cedera serius hingga kematian, hasil studi menunjukkan bahwa pada setiap kematian tunggal paling sedikit berasal dari 300.000 perilaku yang berisiko. Kecelakaan menunjukkan bahwa near miss lebih sering terjadi daripada kecelakaan dan sering menjadi petunjuk awal kecelakaan.

Manajemen pada perusahaan dan pekerja haruslah dapat memastikan pengendalian risiko serta saling bekerja sama untuk dapat berjalan dengan baik. Salah satu program yang dapat diterapkan dalam perusahaan untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja ialah dengan pelaporan. Near miss atau Near miss report (McClellan et al., 2012).

Menurut National Safety Council (NSC), pelaksanaan near miss report termasuk bagian dari pekerjaan berbasis K3. National Safety Council juga mengatakan bahwa banyak dari aktivitas K3 yang ada di perusahaan merupakan tindakan yang bersifat reaktif dan bukan proaktif, pada pelaksanaan near miss report diharapkan dapat membantu suatu perusahaan menjadi proaktif, dimana menjadi tindakan pencegahan sebelum terjadinya kecelakaan (Mauludi, 2020).

Penerapan aplikasi pelaporan bahaya sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja juga di implementasikan pada PT Borneo Indobara dengan membentuk aplikasi yang dengan nama I-Safe. Pelaporan dengan menggunakan formulir secara manual memiliki kekurangan yang memang menjadi kendali dalam evaluasi data bahaya, yaitu memerlukan waktu input data yang cenderung lama ke dalam database. Dibentuknya Aplikasi I-Safe telah memberi kemudahan pada pengawas operasional untuk melaporkan bahaya yang ada. Penggunaan aplikasi tersebut dapat meningkatkan pelaporan bahaya sebesar 15%, serta telah menurunkan angka Total Incident Frequency Rate (TIFR) di area Pit Operation (Sinaga et al., 2019).

Penelitian Ghoni (2013) menunjukkan penggunaan Near-Miss Management System (NMSs) tersebar luas di sektor-sektor yang dicirikan oleh bahaya kecelakaan yang besar, NMS merupakan alat yang efektif untuk menerapkan konsep Learning From Experience (LFE) dalam manajemen keselamatan kerja, dimana ditandai dengan jumlah total pekerja yang terlibat sekitar 750 orang, sehingga aplikasi tersebut dinyatakan efektif karena tingkat partisipasi pekerja cukup tinggi. Adanya aplikasi tersebut dapat mengevaluasi setiap sumber bahaya, serta jenis bahaya utama sehingga dapat memberikan kontribusi besar untuk mengendalikan tingkat risiko keselamatan dan berkontribusi untuk mengurangi potensi bahaya yang ada.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja PER.05/MEN/1996 dalam Pedoman Penerapan SMK3 bagian 3 Penerapan, bahwa dalam mencapai tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, perusahaan harus menunjuk personel yang mempunyai kualifikasi yang sesuai dengan sistem yang diterapakan. Penerapan terdiri dari 3 kegiatan yaitu pelaporan bahwa prosedur pelaporan internal perlu ditetapkan untuk menangani a) pelaporan terjadinya insiden b) pelaporan ketidaksesuaian c) pelaporan kinerja K3 dan d) pelaporan identifikasi sumber bahaya, identifikasi sumber bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko, serta tindakan pengendalian.

Dilansir berdasarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, jumlah kasus kecelakaan kerja di Indonesia tercatat 234.270 pada 2021. Angka tersebut naik 5,65% dari tahun 2020 yaitu sebanyak 221.740 kasus. Jumlah tersebut jika dilihat terus naik dalam lima tahun terakhir, sejak 2017 dimana jumlah kasus kecelakaan kerja di Indonesia yakni sebanyak 123.040 kasus. Jumlahnya naik 40,94% menjadi 173.415 kasus pada 2018. Setahun setelahnya, angka kecelakaan kerja kembali meningkat 5,43% dengan 182.835 kasus.

PT X memiliki proses produksi yang bergerak di bidang tenaga listrik dan sebagai penyedia jasa operasi dan pemeliharaan yang tersebar di Indonesia. Saat ini PT X berupaya mempertahankan penghargaan zero accident yang telah diperoleh berturut-turut sejak tahun 2015. Dalam mempertahankan penghargaan tersebut keselamatan kerja menjadi hal terpenting yang perlu diperhatikan. Hal ini sesuai dengan komitmen manajemen PT X bahwa keselamatan kerja menjadi yang utama. Untuk itu diperlukan perbaikan berkelanjutan yang terus menerus dilaksanakan guna mendukung operasional tetap aman dan selamat.

Diantara proses produksi terdapat berbagai macam potensi bahaya, yang berasal dari unsafe action serta unsafe condition. Berdasarkan hasil observasi dan dokumen HIRADC PT X terkait potensi bahaya yang ada, terdapat beberapa proses yang memiliki potensi bahaya yang tinggi, diantaranya: proses Major Inspection di generator area dimana memiliki bahaya fisik benda yang terjatuh dan terbang, pencucian penstock di pipa penstock area yang memiliki bahaya jatuh dari ketinggian antara 2 sampai 5 meter, terdapat pemeliharaan pesawat angkat/crane yang memiliki bahaya jatuh dari ketinggian hingga 10 meter. Berdasarkan data pelaporan bahaya pada tahun 2022, pada proses Major Inspection dengan potensi bahaya paling tinggi di generator area nihil pelaporan, pencucian penstock di pipa penstock area terdapat 3 pelaporan, dan pemeliharaan pesawat angkat/crane sebanyak 2 pelaporan.

Hal ini perlu menjadi perhatian, dimana dengan proses produksi yang memiliki potensi bahaya paling tinggi, seharusnya pengawasan dapat ditingkatkan dari seluruh pekerja dan manajemen. Salah satu upayanya dengan penerapan aplikasi pelaporan bahaya yang merupakan pelaporan kejadian potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja PT X. Pelaporan berisi deskripsi bahaya yang dilaporkan dan sampai pada akhir tahap dimana akan ditindak lanjuti.

Penggunaan Aplikasi bertujuan sebagai bentuk pelaporan untuk semua pegawai agar bisa melaporkan segala sesuatu yang bahaya di lingkungan kerja serta mencegah kefatalan akibat Unsafe action serta Unsafe condition yang dikelola secara sistematis berdasarkan aplikasi yang lebih efisien serta dapat meningkatkan awareness dari seluruh pekerja agar dapat melaporkan bahaya di sekitarnya. Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui efektivitas aplikasi pelaporan bahaya sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja pada PT X.

 

Metode Penelitian

Jenis penelitian menggunakan metode kualitatif dengan stratified random sampling, yang merupakan teknik pengambilan sampel pada populasi yang heterogen dengan mengambil sampel dari tiap sub populasi dan jumlahnya disesuaikan dengan jumlah anggota secara acak. Informan berasal dari dalam perusahaan dan informan luar perusahaan dengan jumlah 39 informan, dengan rincian 27 informan dalam perusahaan, dan 12 informan luar perusahaan. Menggunakan teori DeLone dan McLean (2003) dengan 6 variabel dan 10 indikator. Uji keabsahan data menggunakan teknik triagulasi sumber yang merupakan ahli di bidang IT pekerja ahli K3 masing-masing sebanyak 2 informan. Selanjutnya akan dilakukan analisis data dengan pendekatan deskriptif kualitatif melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Teknik observasi dilakukan berdasarkan pengamatan serta penerapan aplikasi di lapangan pada PT X. Pada penelitian ini peneliti telah menyusun pokok wawancara, dimana dibutuhkan sebagai gambaran proses, dan isi wawancara agar seluruh pokok yang tersusun dapat mencakup seluruhnya. Dokumentasi diperoleh melalui foto-foto selama observasi serta catatan pelaporan yang ada di perusahaan. Teknik analisis data dalam penelitian menurut Miles dan Hubberman yakni Sugiyono (2018), pertama dengan pengumpulan data dari berbagai sumber, reduksi data dengan merangkum dan memfokuskan hal-hal yang pokok, penyajian data serta penarikan kesimpulan.

 

Hasil dan Pembahasan

PT X merupakan perusahaan yang bergerak di bidang tenaga listrik serta penyedia jasa operasi dan pemeliharaan yang tersebar di Indonesia. Peran dari perusahaan sendiri untuk melindungi pekerja sekaligus sebagai sarana pelaporan bahaya itu sendiri diharapkan dapat meningkatkan kondisi aman serta meningkatkan produktivitas para pekerja.

Selain itu dengan adanya aplikasi, pekerja juga akan lebih mudah untuk melaporkan insiden sekecil apapun ke dalam aplikasi, dengan adanya aplikasi diharapkan bisa membantu untuk memonitor atau mengawasi kondisi potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja dikarenakan terbatasnya personel K3 yang tidak memungkinkan untuk dapat selalu mengawasi kondisi lapangan. Aplikasi itu sendiri dikelola oleh pekerja bagian K3 yang akan me monitor berdasarkan data yang masuk dalam aplikasi.

Input dalam Aplikasi ini adalah open, lalu laporan bahaya oleh pekerja kemudian kategori potensi bahaya, lokasi, tingkat probability, tingkat severity, keterangan lokasi, kronologi, dan foto. Proses dalam aplikasi adalah peninjauan ulang dari bidang K3 terhadap laporan yang masuk, lalu monitor dari masing-masing bidang. Output sebagai tindak lanjut pelaporan, yaitu dengan mitigasi, hirarki pengendalian risiko, dan terakhir close sebagai tanda penindak lanjutan telah selesai.

Pertama halaman depan aplikasi, pekerja PT X akan dapat masuk (log in)� ke dalam aplikasi tersebut dengan memasukkan username dan password, untuk username dan password yang digunakan untuk log in adalah email dan password dari perusahaan. Setelah pekerja dapat masuk ke dalam aplikasi tersebut, maka untuk dapat melakukan pelaporan bahaya yang ada di lingkungan kerja tersebut pekerja akan dapat mengisi beberapa indikator pelaporan.

Fitur aplikasi ini ditampilkan pada satu menu bar pada pekerja yang akan diisi sesuai indikator tersebut, dari memilih kategori� diantaranya: ( near miss, unsafe action, unsafe condition, personal accident, property damage/loss, environmental damage, security, penyimpangan higiensi, dan keluhan K3), kemudian memilih unit lokasi keadian, lalu mengisi tingkat probability (low-medium-high), lalu tingkat severity (low-medium-high), kemudian ditambahkan keterangan lokasi secara detail serta kronologis temuan bahaya nya, dan yang terakhir melakukan input foto secara real time di lokasi kejadian. Untuk detail pelaporan, hanya dapat dilihat oleh pekerja bagian K3, dimana berisi Foto potensi bahaya, jenis kategori bahaya, hasil resiko (low-medium-high), nomor lapor, tanggal, status, dan bidang yang berwenang, lokasi di unit serta berisi juga deskripsi laporan bahaya tersebut.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam efektivitas penerapan aplikasi pelaporan bahaya sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja pada PT X didapatkan hasil analisis berikut menggunakan teori model kesuksesan sistem informasi DeLone dan McLean. Model DeLone dan McLean (2003) merupakan suatu model yang digunakan untuk mengukur kesuksesan sistem informasi, model ini dikenal sebagai model yang sederhana tetapi dianggap cukup valid oleh para peneliti. Menurut DeLone dan McLean kesuksesan dari suatu sistem informasi terdiri dari 6 variabel:

A.    Kualitas Sistem (system quality)

Menurut DeLone (2003) system quality merupakan kualitas dari kombinasi hardware dan software dalam suatu sistem. Memfokuskan pada performa yang mengacu pada seberapa baik kemampuan hardware, software, kebijakan, prosedur, dari suatu sistem untuk dapat memenuhi kebutuhan penggunanya. Dalam penelitian ini kualitas sistem yang dimaksud ialah mudah, cepat, dan handal sesuai indikator pengukuran kualitas yang telah digunakan dalam penelitian, diantaranya:

1.     Mudah digunakan (easy of use)

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan diketahui lebih dari setengah total responden yakni 26 pekerja (66,7%) merasa aplikasi mudah digunakan. Dengan adanya aplikasi, pekerja merasa lebih familiar saat menggunakannya. Fitur dalam aplikasi juga font jelas, ringkas, tertata dengan baik, selain itu ukuran huruf cukup besar dan warna kontras dengan latar belakang. Selain itu bagian teks diidentifikasi dengan benar sehingga pengucapan yang baik oleh teknologi bantuan terjamin serta alur aplikasi yang mudah dipahami dengan mudah dibaca oleh semua yang dituju sesuai sasaran.

Alur yang mudah dimengerti, dokumen dan konten yang memenuhi standar memang dapat dipahami dan digunakan (mudah dibaca) oleh semua yang dituju dan untuk semua sasaran yang ditentukan (van der Geest & Velleman, 2014). Wawancara dengan salah satu pekerja mengatakan bahwa �dengan adanya aplikasi ini tentunya salah satu terobosan baru yang memudahkan kami semua, ndak ribet, semua berhak melaporkan, dan tinggal kirim saja.�.

Hal ini sesuai dengan teori model kesuksesan DeLone dan McLean pada variabel Kualitas Sistem pada indikator mudah digunakan (easy to use) bahwa suatu sistem dibentuk untuk memenuhi kepuasan pengguna melalui kemudahan dalam penggunaannya, selain itu aplikasi Nearmiss juga memudahkan tugas pekerja dalam bekerja dibandingkan dikerjakan secara manual.

 

2.     Kecepatan akses (response time)

Berdasarkan hasil wawancara dengan pekerja, diketahui 31 informan (79,5%) merasa aplikasi memiliki akses yang cepat dan optimal namun tetap tergantung pada akes internet yang ada, karena aplikasi ini tidak bisa melakukan pelaporan bahaya jika diluar jaringan. Pekerja merasa belum optimal dalam hal pelaporan diantaranya yang bekerja pada area pembangkit dimana di beberapa area tidak terdapat akses internet yang memadai. Kecepatan akses mengacu pada implementasi waktu yang cepat dengan waktu respons harus secepat mungkin dalam interval 0,1-1 detik, yang berarti tidak merasakan gangguan apapun (Nam et al., 2016).

Menurut ahli, �sistem aplikasi harus dapat menyelesaikan tugas dengan waktu yang sesingkat mungkin tanpa mengorbankan kualitas hasil akhir, serta standar kecepatan akses yang dikatakan cepat dalam merespons suatu permintaan, yakni tidak lebih dari 10 detik.� Hal ini telah sejalan pada indikator kecepatan akses, dimana jika akses suatu sistem memiliki kecepatan yang optimal maka layak dikatakan bahwa sistem yang diterapkan tersebut memiliki kualitas yang baik.

 

3.     Keandalan sistem (reliability)

Berdasarkan hasil wawancara diketahui 28 informan (71,8%) merasa aplikasi Nearmiss yang telah diterapkan handal. Keandalan sistem dibuktikan dengan dapat dijalankannya sistem sesuai tujuan pekerjaan dan kebutuhan pengguna, hal ini dilihat dari aplikasi yang layak digunakan dan tidak terdapat masalah baru yang ditimbulkan. Dikatakan bahwa, sejauh memenuhi persyaratan keandalan yang bersangkutan, dalam hal ini memenuhi kebutuhan penggunanya, dapat dikatakan sistem handal (Bedford, T., Quigley, J., & Walls, L., 2006).

Seperti wawancara dengan salah satu pekerja K3 mengatakan �mumpuni dalam hal mampu melaksanakan sesuai tujuannya ya, dan sejauh ini belum ada masalah terkait aplikasinya, karena data pelaporan juga masuk ke dalam sistem database, jadi jika tidak terjadi masalah bisa dipastikan aman tersimpan dan hanya pekerja K3 yang memiliki data tersebut.� Menurut ahli, �sistem yang handal ialah sistem yang dapat beroperasi dengan konsisten, stabil, dan efektif selama waktu yang lama, serta dapat menyesuaikan diri dengan dengan kebutuhan bisnis atau organisasi, selain itu juga dapat digunakan setiap saat tanpa terjadi gangguan atau kerusakan.�

Hal ini telah memenuhi teori berdasarkan indikator keandalan sistem, bahwa jika sistem tersebut dapat diandalkan maka sistem tersebut layak digunakan, dalam konteks ini yakni tahan dari kerusakan, selain itu dapat melayani kebutuhan pengguna tanpa adanya masalah saat menggunakannya.

 

B.    Kualitas Informasi (Information Quality)

Kualitas informasi merupakan suatu output dari penggunaan suatu sistem oleh pengguna (user). Variabel yang dapat mencerminkan kualitas dari informasi yang dipersepsikan oleh pengguna dan kemudian diukur dengan kelengkapan informasi (completeness) dan keakuratan informasi (accuracy).

a.     Kelengkapan (Completeness)

Berdasarkan hasil wawancara, didapatkan 25 informan (64,1%) merasa komponen atau indikator pada aplikasi telah lengkap sehingga mudah dipahami saat menggunakannya. Sisanya informan merasa komponen atau indikator pada aplikasi cukup dan kurang dapat dipahami, hal ini dikarenakan di dalam aplikasi belum terdapat penjelasan mengenai masing-masing istilah dalam komponennya dimana banyak dari inikator merupakan istilah asing. Informan yang tidak memiliki basic safety akan cenderung lebih kesulitan untuk dapat memahami.

Selain itu pada aplikasi juga belum tersedia indikator pelaporan bahaya psikologi untuk para pekerja. Kelengkapan mencakup seluruh informasi dari aplikasi tersebut dalam penggunaannya, pernyataan kelengkapan akan mengatakan bahwa database berisi semua item data yang memenuhi persyaratan tertentu. Menurut Varga (2019) Informasi mencakup seluruh informasi dari aplikasi tersebut dalam penggunannya. Kelengkapan menjelaskan kumpulan item data yang memenuhi persyaratan tertentu, pernyataan kelengkapan akan mengatakan bahwa database berisi semua item data yang memenuhi persyaratan tertentu.

Menurut ahli, pengukuran dan pengendalian lingkungan kerja berdasarkan pasal 5, Permenaker tahun 2018, meliputi faktor fisika, kimia, biologi, ergonomi, dan psikologi. Berdasarkan hasil tersebut, indikator kelengkapan pada variabel kualitas informasi telah sebanding bahwa suatu informasi yang dihasilkan oleh sistem dapat dikatakan berkualitas jika informasi yang dihasilkan telah lengkap, dan juga harus mencakup seluruh informasi yang dibutuhkan pengguna dalam menggunakan sistem tersebut.

 

b.     Akurat (Accuracy)

Berdasarkan hasil wawancara dengan pekerja K3, masih terdapat beberapa kesalahan dalam hal pelaporan bahaya oleh pekerja, kesalahan sebesar 20% dari seluruh pelaporan yang masuk, beberapa diantaranya kurang tepat dalam memilih kategori bahaya, serta keliru dalam menilai potensi bahayanya. Hal ini dikarenakan adanya pekerja yang belum memahami betul mengenai safety di lingkungan kerja. Sebuah informasi haruslah tidak bias dan tidak menyesatkan serta bebas dari kesalahan.

Pekerja K3 dalam hal ini menjadi eksekutor untuk menindaklanjuti laporan mengatakan �tentunya tidak semua akurat, karena beberapa pekerja kan ada yang belum paham betul mengenai safety kan apalagi laporan bahaya, banyak juga istilah-istilah yang mereka tentunya belum paham, oleh karena itu sebetulnya perlu menjadi tanggung jawab kami sebagai K3 untuk lebih men sosialiasikan aplikasi ini beserta komponen-komponen atau indikator nya.�

Menurut ahli, �sistem aplikasi harus dapat menghasilkan output yang akurat setiap kali digunakan, hal yang perlu dilakukan dalam memastikan keakuratan data yakni validasi data, verifikasi data, sinkronisasi data, serta backup data.

Hal ini sesuai dengan indikator akurat dalam variabel kualitas informasi, bahwa suatu informasi harus akuratkarena sangat berperan bagi pengambilan keputusan. Informasi yang akurat berarti bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak bias. Informasi juga harus akurat dari sumber informasi sampai ke penerima informasi sehingga tidak dapat merubah atau merusak informasi tersebut.

 

C.    Kualitas Layanan (Service Quality)

Kualitas layanan dari suatu sistem merupakan suatu pelayanan yang didapatkan pengguna dari pengembang suatu sistem, layanan ini dapat berupa update sistem informasi dan respons dari pengembang jika terjadi masalah dengan sistem. Indikator pada kualitas layanan ialah:

a.     Jaminan (Assurance)

Berdasarkan hasil wawancara didapatkanlebih dari total informan, yakni 34 informan (87,2%) merasa aplikasi dapat menjamin kelancaran pelaporan bahaya di lingkungan perusahaan. Aplikasi telah dirancang dengan sederhana dan mudah. Dalam membangun sistem yang memiliki kualitas, berarti sistem tersebut haruslah mampu menjamin kelancaran pengguna saat menggunakan (Holl & Elberzhager, 2019).

Hasil telah sesuai dengan indikator jaminan yang berhubungan dengan kemampuan teknisi dalam membangun suatu sistem yang berkualitas, dimana sistem tersebut mampu menjamin kelancaran pekerjaan pengguna. Perlu menjadi perhatian bagi K3 untuk dapat lebih lagi melakukan sosialisasi berkala terhadap pekerja mengenai aplikasi secara keseluruhan termasuk komponen-komponen dan indikatornya.

 

D.    Penggunaan (use)

Penggunaan mengacu pada frekuensi pengguna memakai sistem informasi.

a.     Frekuensi penggunaan (Frequency of use)

Berdasarkan hasil wawancara, penggunaan aplikasi dihimbau untuk seluruh pekerja dalam pelaporan bahaya di lingkungan perusahaan. Selama tahun 2022 terdapat 135 laporan. Hal ini sesuai dengan indikator frekuensi penggunaan yang menunjukkan seberapa sering pengguna menggunakan sistem tersebut.

Perlu menjadi perhatian untuk pekerja K3 supaya dapat melakukan sosialisasi secara berkesinambungan kepada seluruh pekerja untuk dapat meningkatkan keaktifan dalam pelaporan bahaya yang ada di sekitar lingkungan kerja.

 

E.    Kepuasan Pengguna

Variabel kepuasan pengguna dapat tercapai jika suatu sistem dapat membantu pekerjaan pengguna secara efisien dan efektif, memiliki dua indikator sebagai berikut:

a.     Efisiensi (Efficiency)

Berdasarkan hasil wawancara, didapatkan 30 informan (77,0%) merasa aplikasi setelah efisien dalam hal penggunannya. Aplikasi berbasis sistem, telah berperilaku tepat waktu dengan menyediakan respons yang sesuai, dan menyediakan waktu pemrosesan yang sesuai dan tidak terjadi penundaan yang lama dari setiap permintaan pada aplikasi. Sesuai dnegan penelitian, bahwa waktu respons sistem berpengaruh terhadap kepuasan pengguna, dengan meningkatnya waktu respons, pengguna merasa bahwa sistem lenih efisien.

Efisien juga berarti berperilaku tepat waktu (menyediakan respons yang sesuai,menyediakan waktu pemrosesan yang sesuai yakni haruslah mengontrol waktu respons agar tidak terjadi penundaan yang lama dari setiap permintaan pada aplikasi (Ismagilova et al., 2019). Sesuai dengan hasil penelitian, bahwa waktu respons sistem berpengaruh terhadap kepuasan pengguna. Dengan meningkatnya waktu respons, pengguna merasa bahwa sistem lebih efisien (Durachman, 2016).

Menurut ahli, �sistem aplikasi juga haruslah efisien dalam penggunaan sumber daya, sehingga tidak memperlambat kinerja perangkat keras.� Hasil tersebut telah sesuai dengan variabel Kepuasan Pengguna dengan indikator efisensi. Bahwa efisien dapat digambarkan dari sistem yang mampu memberikan solusi terhadap pekerjaan pengguna yang berkaitan dengan aktivitas pelaporan data secara efisien. Suatu sistem informasi dapat dikatakan efisien jika suatu tujuan yang dimiliki pengguna dapat tercapai dengan melakukan hal yang tepat.

 

b.     Keefektivan (effectiviness)

Berdasarkan hasil wawancara didapatkan sebagian besar informan atau sebanyak 32 informan (82,1%) merasa penerapan aplikasi Nearmiss telah efektif, dilihat dari tercapainya tujuan seperti yang ditargetkan, hal ini dapat memberikan nilai kualitas dari aplikasi itu sendiri. Efektivitas dari sisi pengelolaan data lebih cepat dan lebih mudah dikelola, serta tindak lanjut laporan bisa ditangani lebih cepat. Sesuai dengan hasil wawancara dengan pekerja bahwa �sampai saat ini menurut saya sudah cukup efektif ya mba, kami juga merasa terbantu dan laporan yang masuk bisa ditangani dengan cepat, kami juga hanya perlu melakukan cek secara rutin pada sistem aplikasi laporan-laporan mana yang harus kami setujui setelah kami riview dan memenuhi kriteria.� Menurut Whitehead (2016), Banyaknya aplikasi yang kini telah tersedia, aplikasi haruslah dapat dijalankan sesuai harapan yang diinginkan, hal ini dapat memberikan nilai kualitas dari aplikasi itu sendiri.

Hal ini telah sejalan dengan indikator keefektivan yakni keefektivan dalam suatu sistem dalam memenuhi kebutuhan pengguna dapat meningkatkan kepuasan pengguna terhadap sistem tersebut. Keefektivan juga dapat terlihat dari kebutuhan atau tujuan yang dimiliki pengguna dapat tercapai sesuai harapan atau target yang diinginkan.

 

F.    Manfaat-manfaat bersih (net-benefit)

a.     Kegunaan (usefullness)

Berdasarkan hasil wawancara, 30 informan (77,0%) menyatakan bahwa aplikasi dapat digunakan dan membantu pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya sesuai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini sesuai indikator kegunaan yang merupakan dampak (impact) keberadaan dan pemakaian sistem terhadap kualitas kinerja pengguna.

Penggunaan Aplikasi ini telah sesuai dengan PP Republik Indonesia no 50 tahun 2012 pasal 7 yakni perusahaan harus melakukan identifikasi potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko berdasarkan langkah-langkah pelaporan sampai pada akhir proses yang akan dilakukan penindak lanjutan laporan. Bentuk tindak lanjut pelaporan bahaya merupakan tindakan pengendalian risiko yang merupakan upaya bagi suatu aktivitas kerja yang dapat mengakibatkan bahaya, dan memuat tata cara pengendalian proses kerja dari bahan, alat, proses kerja dan area kerja. Hal ini sesuai definisi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang menggambarkan bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, serta produktif (PP No.50 Tahun 2012).

Upaya dari tindak lanjut pelaporan potensi bahaya yang ada pada aplikasi dilakukan dengan hirarki pengendalian risiko, berdasarkan wawancara dengan pekerja K3 bentuk upaya tindak lanjut tersebut juga berdasarkan segitiga pengendalian risiko serta mengupayakan mitigasi lainnya seperti substistusi, kontrol teknik,kontrol administrasi, dan APD. Hal ini sesuai dengan OHSAS 18001:2007 dimana penilaian risiko dan pengendalian risiko merupakan salah satu syarat elemen Manajemen Keselamatan Kerja, pada OHSAS 18001 dijelaskan pengendalian risiko berdasarkan pada hirarki berikut: (1) Eliminasi (menghilangkan sumber/aktivitas yang berbahaya). (2) Substitusi (mengubah sumber/alat/mesin/bahan/material/aktivitas/area menjadi lebih aman. (3) Kontrol Teknik (instalasi/modifikasi sumber/alat/mesin/bahan/material/aktivitas/area supaya aman). (4) Administrasi (pelaksanaan prosedur atau aturan kerja, pelatihan dan pengendalian visual di tempat kerja). (5) APD APD (penyediaan alat pelindung diri).

 

Kesimpulan

Hasil efektivitas penggunaan Aplikasi didapatkan telah memenuhi teori kesuksesan suatu sistem dari DeLone dan McLean dengan variabel System Quality� pada indikator mudah digunakan, 26 informan (66,7%) pekerja merasa mudah; indikator kecepatan akses 31 informan (79,5%) merasa cepat dan 8 informan (18,5%) merasa cukup; keandalan sistem, 28 informan (71,8%) merasa aplikasi telah handal dan sisanya cukup; pada variabel Information Quality dengan indikator kelengkapan, 25 informan (64,1%) merasa lengkap dan sisanya merasa cukup dan kurang tahu; indikator akurat, masih terdapat 31 kesalahan dari 135 pelaporan bahaya selama tahun 2022 (20%); variabel Service Quality pada indikator jaminan,� 34 informan (87,2%) merasa terjamin; variabel use pada indikator frekuensi penggunaan total terdapat 135 laporan selama tahun 2022; variabel kepuasan pengguna dengan indikator efisiensi, 30 (77,0%) informan merasa aplikasi telah efisien, dan indikator efektivitas 32 informan (82,1%) telah merasa aplikasi telah efektif; serta variabel net-benefit dengan indikator kegunaan 30 informan (77,0%) merasa aplikasi dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai tujuan.

Diharapkan dengan diterapkannya aplikasi ini dapat membangun dan mendorong kepedulian, serta perilaku sehat dan selamat yang akan membentuk budaya (health and safety culture) di lingkungan pekerja. Namun demikian penggunaan aplikasi� ini juga masih belum maksimal dikarenakan pelaporan aplikasi yang melibatkan seluruh pekerja berimbas kepada beberapa dari pekerja yang melaporkan namun tidak sesuai kaidah K3 yang baik dan benar karena belum adanya basic safety, selain itu kurangnya sosialisasi penggunaan aplikasi kepada seluruh pegawai, serta penggunaan aplikasi ini yang harus memerlukan koneksi internet memadai, mengingat wilayah kerja PT X yang luas dan terdapat beberapa pekerja yang merasa kesulitan untuk mendapatkan koneksi internet yang memadai.

Menurut ahli, �penting bagi suatu perusahaan untuk dapat menjangkau secara menyeluruh area pekerja sehingga tidak kesulitan mendapatkan akses internet yang memadai, serta pentingnya indikator psikologi dalam pelaporan bahaya menurut pasal 24 angka 5, Permenaker No.5 tahun 2018 berdasarkan pengukuran dan pengendalian lingkungan kerja yang termasuk faktor; fisika, kimia, biologi, ergonomi, dan psikologi yang dapat meliputi: konflik peran, ketidakjelasan peran, beban kerja berlebih secara kuantitatif dan kualitatif, pengembangan karir, dan tanggung jawab terhadap orang lain.�

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

ASKA, A. (2020). Optimalisasi Sistem Pelaporan Near Miss Guna Mencapai Zero Accident Di Pt. Mitrabahtera Segara Sejati Jakarta. POLITEKNIK ILMU PELAYARAN SEMARANG.

 

Bird, F. E., Germain, G. L., & Clark, M. D. (1990). Practical loss control leadership. International Loss Control Institute Loganville, GA.

 

Canfora, C., & Ottmann, A. (2018). Of ostriches, pyramids, and Swiss cheese: Risks in safety-critical translations. Translation Spaces, 7(2), 167�201.

 

DeLone, W. H., & McLean, E. R. (2003). The DeLone and McLean model of information systems success: a ten-year update. Journal of Management Information Systems, 19(4), 9�30.

 

Durachman, Y. (2016). The user satisfaction perspectives of the information system projects. Indonesian Journal of Electrical Engineering and Computer Science, 4(1), 215�223.

 

Gnoni, M. G., Andriulo, S., Maggio, G., & Nardone, P. (2013). �Lean occupational� safety: An application for a Near-miss Management System design. Safety Science, 53, 96�104.

 

Holl, K., & Elberzhager, F. (2019). Mobile application quality assurance. In Advances in Computers (Vol. 112, pp. 1�77). Elsevier.

 

Ismagilova, E., Hughes, L., Dwivedi, Y. K., & Raman, K. R. (2019). Smart cities: Advances in research�An information systems perspective. International Journal of Information Management, 47, 88�100.

 

Mauludi, A. A. (2020). Rancangan Sistem Informasi Berbasis Website pada Program Observasi Keselamatan Kerja dan Pelaporan Nearmiss di PT. Pertamina Geothermal Energy (PT. PGE) Area Ulubelu Lampung Tahun 2015-2016.

 

McClellan, W. M., Warnock, D. G., Judd, S., Muntner, P., Patzer, R. E., Bradbury, B. D., McClure, L. A., Newsome, B. B., & Howard, G. (2012). Association of family history of ESRD, prevalent albuminuria, and reduced GFR with incident ESRD. American Journal of Kidney Diseases, 59(1), 25�31.

 

Nam, J., Oh, H., & Jang, G. (2016). Externally leveraged resonant piezoelectric actuator with fast response time for smart devices. IEEE/ASME Transactions on Mechatronics, 21(6), 2764�2772.

 

Putra, D. P. (2017). Penerapan inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja. HIGEIA (Journal of Public Health Research and Development), 1(3), 73�83.

 

Sinaga, B. R., Werdana, K. P., Irwanto, D., & Hanafi, N. (2019). Penggunaan Aplikasi I-Safe Dalam Penerapan Keselamatan Pertambangan Pt. Borneo Indobara Kalimantan Selatan. Prosiding Temu Profesi Tahunan PERHAPI, 1(1), 663�672.

 

Sugiyono, P. D. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: CV. ALFABETA.

 

van der Geest, T., & Velleman, E. (2014). Easy-to-read meets accessible web in the e-government context. Procedia Computer Science, 27, 327�333.

 

Varga, S., Barreto, G., & Battaglin, P. D. (2019). Increasing Information Systems Availabiliy Through Accuracy, Awareness, Completeness and Manageability of ITSM. 2019 14th Iberian Conference on Information Systems and Technologies (CISTI), 1�4.

 

Whitehead, L., & Seaton, P. (2016). The effectiveness of self-management mobile phone and tablet apps in long-term condition management: a systematic review. Journal of Medical Internet Research, 18(5), e97.

 

Widodo, I. D. S. (2021). Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja. Sibuku.

 

Copyright holder:

Adinda Mouza Salsabila, Anik Setyo Wahyuningsih (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: