Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 5, Mei 2023
EFEKTIVITAS ELECTROSURGERY
DIBANDINGKAN PISAU BEDAH
UNTUK TINDAKAN
GINGIVECTOMY
Nina Nilawati
RSUD Haji Provinsi Jawa Timur, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Gingivectomy adalah perawatan kelainan pada pembesaran gingiva dengan melakukan pemotongan gusi atau gingiva yang mengalami pembesaran. Pemotongan gingiva yang dilakukan menggunakan pisau bedah konvensional seringkali membuat pasien banyak mengeluarkan darah. Electrosurgery adalah alat bedah listrik dengan kemampuan menutup pembuluh darah yang terbuka di sekitar luka sehingga perdarahan saat pembedahan dapat diminimalisir. Penelitian ini bertujuan untuk melihat keberhasilan penyembuhan setelah gingivectomy menggunakan electrosurgery dibandingkan dengan pisau bedah konvensional. Penelitian ini adalah eksperimen klinik pada 16 pasien yang terbagi dalam 2 grup. Grup 1 dilakukan gingivectomy dengan pisau bedah, grup 2 dengan electrosurgery. Pengamatan dilakukan pada hari ke 1, ke 3 dan hari ke 7 setelah gingivectomy terhadap penyembuhan luka dan keluhan pasien. Analisa statistik menggunakan uji beda untuk 2 sampel bebas. (p < 0.05). Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan signifikan penyembuhan luka gingivectomy pada hari ke-1 dan hari ke-3 sedangkan hari ke-7 tidak ada perbedaan bermakna, demikian pula untuk keluhan pasien baik pada hari ke-1,�� ke-3, dan ke-7, tidak ada perbedaan bermakna antara pisau bedah dengan electrosurgery. Electrosurgery bisa dipakai sebagai alternatif dalam tindakan gingivectomy dengan hasil baik.
Kata Kunci: Electrosurgery, Pisau Bedah, Gingivectomy
Abstract
Gingivectomy is the treatment of abnormalities in gingival
enlargement by cutting the enlarged gums or gingiva. Gingival cutting which is
done using a conventional scalpel often makes the patient bleed a lot.
Electrosurgery is an electric surgical tool with the ability to close open
blood vessels around the wound so that bleeding during surgery can be
minimized. This study aims to see the success of healing after gingivectomy
using electrosurgery compared to conventional scalpels. This study is a
clinical experiment on 16 patients divided into 2 groups. Group 1 underwent
gingivectomy with a scalpel, group 2 underwent electrosurgery. Observations
were made on day 1, day 3 and day 7 after gingivectomy on wound healing and
patient complaints. Statistical analysis used a different test for 2
independent samples. (p < 0.05). The results showed that there was a
significant difference in gingivectomy wound healing on day 1 and day 3, while
on day 7 there was no significant difference, as well as for patient complaints
on day 1, 3 and 7. there is no significant difference between scalpel and
electrosurgery. Electrosurgery can be used as an alternative to gingivectomy
with good results.
Keywords: Electrosurgery, scalpel, Gingivectomy
Pendahuluan
Rumah Sakit Umum Daerah Haji Surabaya adalah rumah sakit tipe B yang menjadi rujukan regional untuk pasien dari fasilitas kesehatan tingkat I. Sebagai rujukan regional, pasien yang datang di Instalasi Gigi dan Mulut, biasanya sudah dalam keadaan lanjut, sehingga membutuhkan perawatan yang lebih kompleks. Salah satu penyakit yang ditangani adalah pembesaran gusi atau hiperplasi gingiva (�zkurt et al., 2010).
Pembesaran gusi jarang menyebabkan keluhan fungsional, namun yang sering dikeluhkan adalah estetika karena selain susunan gigi geligi yang rapi, bentuk dan kondisi gingiva sangat berpengaruh terhadap harmonisasi senyum. Walaupun tidak ada keluhan secara fungsional, namun apabila dibiarkan penyakit ini akan berdampak buruk bagi kesehatan tubuh secara umum dan berdampak pada keberlangsungan gigi pada khususnya, karena pembesaran gingiva akan menyulitkan dalam menjaga kebersihan gigi. Perawatan kelainan pada pembesaran gingiva adalah dengan melakukan pemotongan gingiva yang mengalami pembesaran, biasa disebut dengan istilah gingivectomy (Lanza et al., 2017).
Gingivectomy dilakukan dengan cara memotong jaringan gingiva dengan membuang dinding lateral poket yang bertujuan untuk menghilangkan poket dan keradangan gingiva, sehingga di dapatkan gingiva yang secara fisiologis, fungsional dan estetik baik. Pemotongan gingiva dilakukan menggunakan pisau bedah dan selanjutnya ditutup dengan periodontal pack dengan tujuan agar tidak terjadi perdarahan dan melindungi daerah operasi dari rangsangan luar (Newman et al., 2011). Pembedahan dengan pisau bedah konvensional seringkali membuat pasien banyak mengeluarkan darah, selain itu secara psikis pasien juga merasa takut.
Electrosurgery telah digunakan sejak tahun 1928 dalam kedokteran gigi untuk prosedur pada jaringan lunak seperti gingivectomy, gingivoplasty, eksisi pertumbuhan jaringan lunak, crown lengthening dll (Taheri et al., 2014). Electrosurgery adalah pisau listrik yang memiliki prinsip kerja merusak jaringan tertentu dengan memanaskan jaringan tersebut (Webster, 1984). Panas didapat dengan cara pemusatan arus listrik frekuensi tinggi pada jaringan tertentu dengan menggunakan elektroda sebagai medianya. Dengan menggunakan electrosurgery, perdarahan yang terjadi saat pembedahan dapat diminimalisir, karena pembuluh darah yang terbuka di sekitar luka dapat langsung tertutup. Dari sisi operator keadaan ini akan memudahkan prosedur gingivectomy, karena lapang pandangan yang jelas dari bidang operasi. Secara psikologis pasien juga lebih nyaman (Seow, 1993).
Meskipun electrosurgery memberi berbagai keuntungan, ada beberapa kerugian yang patut dipertimbangkan. Terjadinya nekrosis jaringan lunak dan terjadinya sequester pada tulang merupakan komplikasi serius yang pernah terjadi pada tindakan gingivectomy dengan electrosurgery (Gujjari, 2014). Penggunaaan arus listrik didalam pembedahan untuk mengurangi perdarahan, namun kerugiannya akan mengakibatkan terjadinya luka bakar, dan memungkinkan sel-sel jaringan disekitarnya mati. Dengan perangkat yang menciptakan energi panas untuk memotong atau mengkikis jaringan. Panas dapat hilang karena berdifusi ke dalam jaringan yang berdekatan, atau ke sirkulasi darah (Taheri et al., 2014). Akan tetapi dapat mengakibatkan cidera termal lateral ke jaringan sehingga mengakibatkan penyembuhan tertunda dan peningkatan risiko luka dehiscence atau akar terbuka (Gujjari, 2014).
Electrosurgery
memiliki macam dan fungsi dan tersedia di hampir semua cabang
kedokteran gigi, namun teknik ini
tidak banyak digunakan. Hal ini dikarenakan electrosurgery memiliki
keterbatasan di rongga mulut, termasuk ketidakmampuannya untuk menyentuh tulang atau logam, panas
tinggi dan penyebaran arus, dan kebutuhan hubungan dengan tanah (ground). Keterbatasan ini telah membatasi
banyak dokter gigi umum dan hampir
sepenuhnya dihindari oleh periodontis dan spesialis bedah mulut (Dewi et al., 2020). Karena itu peneliti
tertarik untuk meneliti apakah gingivectomy dengan menggunakan electrosurgery
lebih menguntungkan dibandingkan dengan pisau bedah konvensional
(Kusumawati, 2022). Tujuan penelitian
ini adalah membandingkan keberhasilan penyembuhan setelah gingivectomy menggunakan electrosurgery dengan
tindakan bedah memakai pisau bedah
konvensional (Rasyad, 2003). Sedangkan tujuan
khusus adalah menganalisis penyembuhan status
periodontal berupa perbaikan
kontur gingiva dan waktu penyembuhan setelah tindakan gingivectomy dengan
electrosurgery dan pisau bedah
konvensional. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat sebagai informasi
ilmiah pada� ilmu� kedokteran gigi khususnya periodontologi tentang keuntungan electrosurgery
dalam tindakan gingivectomy
(Kusumawati, 2017).
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian� eksperimental semu, dengan membandingkan penggunaan electrosurgery dan pisau bedah konvensional untuk pemotongan gingiva. Rancangan penelitian adalah post test group design. Data yang diambil berupa proses penyembuhan dengan melihat warna dan kontur gingiva, serta keluhan penderita. Waktu pengamatan dilakukan pada hari ke-1, hari ke-3, dan hari ke-7 dengan cara membandingkan penyembuhan setelah tindakan dan dibandingkan antara kedua kelompok. Selain itu dilakukan anamnesis untuk mengetahui ada tidaknya keluhan. Pengolahan data menggunakan Uji Mann-Whitney untuk mengetahui apakah ada perbedaan penyembuhan luka setelah gingivectomy menggunakan pisau bedah dan alat electrosurgery. Kemaknaan untuk parameter perdarahan menggunakan Uji beda untuk 2 sampel bebas. Penelitian eksperimen ini dilakukan pada populasi (N) yang tidak diketahui, sehingga sampel minimal untuk penelitian ini adalah 16 atau 8 pasien untuk setiap kelompok perlakuan.4 Penelitian dilakukan di poli gigi RSUD Haji Surabaya Waktu penelitian 3 (tiga) bulan, meliputi tahapan persiapan bahan dan alat, perlakuan, pemeriksaan dan penyusunan laporan.
Hasil dan Pembahasan
Perbedaan penyembuhan luka gingivectomy
memakai pisau bedah dibandingkan dengan electrosurgery dapat dilihat
pada Tabel 1 sampai Tabel 3. �Pada Tabel 1 yaitu hari ke-1 setelah tindakan, terlihat
ada perbedaan bermakna antara kedua alat (p<0,05).� Demikian juga pada Tabel 2 terlihat
perbedaan yang bermakna (p<0,05).� Sedangkan pada Tabel 3, yaitu pengamatan hari ke-7 tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05).
Ada atau
tidak adanya perbedaan keluhan setelah dilakukan gingivectomy dengan
alat pisau bedah dibandingkan dengan electrosurgery dapat
dilihat pada Tabel 4 sampai Tabel 6.
Pada hari ke-1, hari ke-3, maupun hari ke-7 terlihat ada perbedaan
antara kedua alat. Namun saat
dilakukan uji beda
Mann-Whitney nilai signifikansi
atau p-value adalah > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan signifikan adanya keluhan setelah dilakukan gingivectomy antara
pisau bedah dengan electrosurgery
(p>0,05)
Tabel 1. Perbedaan Penyembuhan Luka Gingivektomy Hari Ke-1 |
|
|||||||||||
|
Penyembuhan hari ke-1 |
Total |
|
|||||||||
1,00 |
2,00 |
3,00 |
|
|||||||||
Alat |
Pisau Bedah |
Count |
0 |
0 |
8 |
8 |
|
|||||
% of Total |
0,0% |
0,0% |
50,0% |
50,0% |
|
|||||||
Elektrosurgery |
Count |
4 |
4 |
0 |
8 |
|
||||||
% of Total |
25,0% |
25,0% |
0,0% |
50,0% |
|
|||||||
Total |
Count |
4 |
4 |
8 |
16 |
|
||||||
% of Total |
25,0% |
25,0% |
50,0% |
100,0% |
|
|||||||
Tabel 2. Perbedaan penyembuhan luka gingivectomy hari
ke-3 |
|
|||||||||||
|
Penyembuhanhari ke-3 |
Total |
||||||||||
1,00 |
2,00 |
|||||||||||
Alat |
Pisau Bedah |
Count |
4 |
4 |
8 |
|||||||
% of Total |
25,0% |
25,0% |
50,0% |
|||||||||
Elektrosurgery |
Count |
8 |
0 |
8 |
||||||||
% of Total |
50,0% |
0,0% |
50,0% |
|||||||||
Total |
Count |
12 |
4 |
16 |
||||||||
% of Total |
75,0% |
25,0% |
100,0% |
|||||||||
Tabel 3. Perbedaan
penyembuhan luka gingivectomy
hari ke-7 |
|||||
|
Penyembuhan hari
ke-7 |
Total |
|||
,00 |
1,00 |
||||
Alat |
Pisau Bedah |
Count |
2 |
6 |
8 |
% of Total |
12,5% |
37,5% |
50,0% |
||
Elektrosurgery |
Count |
0 |
8 |
8 |
|
% of Total |
0,0% |
50,0% |
50,0% |
||
Total |
Count |
2 |
14 |
16 |
|
% of Total |
12,5% |
87,5% |
100,0% |
Tabel 4. Perbedaan keluhan setelah gingivectomy hari ke-1 |
|||||
|
Keluhan hari-1 |
Total |
|||
,00 |
1,00 |
||||
Alat |
Pisau Bedah |
Count |
3 |
5 |
8 |
% of Total |
18,8% |
31,2% |
50,0% |
||
Elektrosurgery |
Count |
6 |
2 |
8 |
|
% of Total |
37,5% |
12,5% |
50,0% |
||
Total |
Count |
9 |
7 |
16 |
|
% of Total |
56,2% |
43,8% |
100,0% |
Tabel 5. Perbedaan keluhan setelah gingivectomy hari ke-3 |
|||||
|
Keluhan hari ke-3 |
Total |
|||
,00 |
1,00 |
||||
Alat |
Pisau Bedah |
Count |
4 |
4 |
8 |
% of Total |
25,0% |
25,0% |
50,0% |
||
Electrosurgery |
Count |
4 |
4 |
8 |
|
% of Total |
25,0% |
25,0% |
50,0% |
||
Total |
Count |
8 |
8 |
16 |
|
% of Total |
50,0% |
50,0% |
100,0% |
Tabel 6. Perbedaan keluhan setelah gingivectomy hari
ke 7 |
|||||||||
|
Keluhan hari ke-7 |
Total |
|||||||
,00 |
1,00 |
||||||||
Alat |
Pisau Bedah |
Count |
6 |
2 |
8 |
|
|||
% of Total |
37,5% |
12,5% |
50,0% |
|
|||||
Elektrosurgery |
Count |
7 |
1 |
8 |
|
||||
% of Total |
43,8% |
6,2% |
50,0% |
|
|||||
Total |
Count |
13 |
3 |
16 |
|
||||
% of Total |
81,2% |
18,8% |
100,0% |
|
|||||
Pembahasan
Pembesaran gusi atau hiperplasi gingiva bisa terkait dengan berbagai faktor baik lokal maupun
sistemik. Faktor lokal yang umum adalah karena trauma berulang misalnya adanya karang gigi
(Ernawati & Lusiani, 2019). Perawatan yang dilakukan
adalah�� gingivectomy dan gingivoplasty. Gingivectomy adalah pemotongan jaringan
gingiva dengan membuang dinding lateral poket yang bertujuan untuk
menghilangkan poket dan keradangan gingiva sehingga didapat gingiva yang
fisiologis, fungsional dan estetik baik. Keuntungan teknik gingivectomy adalah teknik
sederhana, dapat mengeliminasi poket secara sempurna, lapangan penglihatan
baik, morfologi gingiva dapat diramalkan sesuai keinginan (Moneim et al., 2017). Pada keadaan tertentu, gingiva perlu dibentuk dan dikontur yaitu dilakukan gingivoplasty agar terjadi harmonisasi bentuk gigi dan gusi (Ramisetti et al., 2014).
Secara umum pemotongan jaringan lunak dalam kedokteran gigi adalah dengan pisau bedah konvensional, electrosurgery atau laser, dimana terdapat perbedaan dari sudut pandang hemostasis, waktu penyembuhan, biaya pemakaian alat, lebar potongan, anestesi yang dibutuhkan, dan karakteristik lain seperti produksi asap dan bau terbakar. Demikian pula tindakan gingivectomy dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu menggunakan teknik konvensional menggunakan pisau bedah dan menggunakan alat yang dinamakan electrosurgery (Gomathi et al., 2020).
�Fase penyembuhan setelah gingivectomy adalah 12-24 jam, dimulai dari sel epitel
pinggiran luka mulai migrasi ke
atas jaringan granulasi. Epitelisasi pada umumnya selesai setelah 5-14 hari. Selama 28 hari pertama setelah gingivectomy keratinisasi akan berkurang. Keratinisasi permukaan mungkin tidak tampak hingga
hari ke 28-42 setelah operasi. Repair epitel selesai sekitar 30 hari, repair jaringan ikat selesai sekitar 21 hari setelah gingivectomy. Vasodilatasi
dan vascularisasi mulai berkurang setelah hari ke 4 dan tampak
hampir normal pada hari
ke-16. Enam minggu atau 42 hari setelah gingivectomy, biasanya gingiva sudah sehat, kontur normal, berwarna merah muda dan konsistensi kenyal (Eisen & Fazel, 2008).
Penelitian ini diamati hanya sampai hari
ke-7, sehingga tidak dapat melihat secara
lengkap fase penyembuhan setelah gingivectomy.
Hasil uji statistik penyembuhan hari ke-1 dan ke-3 setelah tindakan gingivectomy ada perbedaan signifikan antara dua kelompok perlakuan, dimana pada pasien yang dilakukan gingivectomy dengan electrosurgery penyembuhan lebih baik (Gomathi et al., 2020). Hal ini berlawanan dengan beberapa pendapat yang menyatakan bahwa penyembuhan lebih cepat terjadi bila pemotongan gusi dilakukan dengan pisau bedah konvensional (Kothari & Balaji Ganesh, 2019).
Hasil uji statistik penyembuhan hari ke-7 didapatkan tidak ada perbedaan
bermakna antara
gingivectomy menggunakan electrosurgery dibandingkan dengan pisau bedah. Hal ini tidak sesuai
dengan hasil penelitian Jacqueline (2017) pada hewan
coba yang menyatakan penggunaan electrosurgery saat
melakukan insisi akan mempercepat hemostasis dan waktu operasi, tetapi pada hari ke-7 penyembuhan akan terhambat dan komplikasi akan meningkat dibanding dengan pisau bedah
konvensional6. Dalam penelitian
ini tidak ditemukan adanya komplikasi dan terhambatnya penyembuhan pada hari ke-7.
Hasil penelitian ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa, jika electrosurgery diterapkan sesuai dengan prinsip, penyembuhan luka yang dapat diprediksi dan baik dapat dicapai, walaupun electrosurgery tidak dapat sepenuhnya menggantikan pisau bedah, alat ini kelebihannya lebih banyak daripada kerugiannya (Xu et al., 2022). Biaya unit electrosurgery juga jauh lebih murah dibandingkan dengan harga unit laser. Jika klinisi mempraktikkan teknik ini sesuai dengan prinsip, electrosurgery sangat bermanfaat dalam kedokteran gigi klinis (Ratajek-Gruda et al., 2017).
Hasil
uji statistik keluhan pasien hari ke-1, hari ke-3 dan hari ke-7 setelah
tindakan gingivectomy menggunakan
pisau bedah maupun menggunakan alat electrosurgery
tidak didapatkan perbedaan yang signifikan, artinya pasien sama-sama mengkonsumsi obat analgesik, dan mengeluh nyeri.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Shreya dan
Balaji (2019) yang menyatakan bahwa
diperlukan analgesik setelah tindakan gingivectomy, baik
yang menggunakan pisau bedah maupun memakai
electrosurgery.12
Hasil uji ststistik didapatkan hasil bahwa penyembuhan luka setelah gingivectomy hari ke-1 dan hari ke-3 menggunakan pisau bedah dengan alat electrosurgery didapatkan� perbedaan yang signifikan, artinya bahwa tingkat kecepatan proses penyembuhan luka pasca tindakan gingivectomy berbeda. Sedangkan pada� penyembuhan luka pasca gingivectomy hari ke-7 menggunakan pisau bedah dengan alat electrosurgery tidak didapatkan� perbedaan� yang signifikan, artinya pada hari ke-7 setelah gingivectomy, luka pada jaringan gingiva mulai menyembuh, ini ditandai dengan tidak adanya keluhan nyeri pada pasien dan obat nyeri sudah dihentikan pemakaiannya (Bashetty et al., 2009).
Kesimpulan
Tindakan
gingivectomy menggunakan pisau
bedah maupun menggunakan electrosurgery memberikan
tingkat kesembuhan yang sama baiknya pada jaringan gingiva. Terdapat keluhan yang sama pada pasien baik setelah
tindakan gingivectomy menggunakan
pisau bedah maupun alat electrosurgery.
Electrosurgery dapat dipakai
bebagai alternatif pilihan untuk tindakan
gingivectomy dengan pemakaian
yang hati hati dan pengetahuan tentang alat electrosurgery. Kombinasi pemakaian pisau bedah dan electrocsurgery, akan menghasilkan kontur dan bentuk gingiva yang baik, mengurangi perdarahan serta mempercepat proses operasi pada tindakan gingivectomy yang membutuhkan
gingivoplasty.
Gambar 1. Sebelum dan sesudah dilakukan gingivectomy menggunakan pisau bedah.
��
Gambar 2. Sebelum dan sesudah dilakukan gingivectomy menggunakan electrosurgery.
�
BIBLIOGRAFI
Bashetty, K., Nadig, G., &
Kapoor, S. (2009). Electrosurgery In Aesthetic And Restorative Dentistry: A
Literature Review And Case Reports. Journal Of Conservative Dentistry: Jcd,
12(4), 139.
Dewi, M. U. K., Mustika, D. N., & Kusumawati, E.
(2020). Penyuluhan Tentang Asi Eksklusif, Vitamin A, Dan Stunting Di Posyandu
Anggrek Rw 04 Dusun Teseh Kelurahan Meteseh Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Jurnal
Pengabdian Masyarakat Kebidanan, 2(2), 50�55.
Eisen, D. B., & Fazel, N. (2008). Treatment Of
Gingival Fibromas Using Co Laser And Electrosurgery In A Patient With Tuberous
Sclerosis. Dermatology Online Journal, 14(11).
Ernawati, E., & Lusiani, M. (2019). Studi
Fenomenologi: Pelaksanaan Patient Center Care Perspektif Pasien Dan Perawat Di
Rs Dr. Dradjat Prawiranegara Serang. Faletehan Health Journal, 6(3),
83�90.
Gomathi, P., Kavitha, J., Rajasekar, S., Srinivasan,
S., & Lakshmisree, S. (2020). Treatment Of Chronic Inflammatory Gingival
Enlargement Using Electrosurgery: A Case Report. Journal Of Dental And
Medical Sciences, 19(3), 17�20.
Gujjari, S. K. (2014). A Case Report Of Gingival And
Alveolar Bone Necrosis Following Gingivectomy By Electrosurgery. Indian
Journal Of Dental Sciences, 6(3).
Kothari, S., & Balaji Ganesh, S. (2019). Commonly
Prescribed Analgesics Post Surgical, Electrosurgical & Laser
Gingivectomy/Gingivoplasty-A Retrospective Study. Int J Dentistry Oral Sci.
S, 8, 61�65.
Kusumawati, E. (2017). Dan Teknologi Komputer Iklim
Etika , Ethical Behavior Planned. 2(2), 156�164.
Kusumawati, E. (2022). Analisis Swot Faktor Penyebab
Penurunan Jumlah Peserta Didik Lembaga Paud Di Kabupaten Bogor. Tarbiatuna:
Journal Of Islamic Education Studies, 2(2), 88�96.
Https://Doi.Org/10.47467/Tarbiatuna.V2i2.660
Lanza, A., Di Francesco, F., De Marco, G., Femiano,
F., & Itro, A. (2017). Clinical Application Of The Pes/Wes Index On Natural
Teeth: Case Report And Literature Review. Case Reports In Dentistry, 2017.
Moneim, R. A. A., El Deeb, M., & Rabea, A. A.
(2017). Gingival Pigmentation (Cause, Treatment And Histological Preview). Future
Dental Journal, 3(1), 1�7.
Newman, M. G., Takei, H., Klokkevold, P. R., &
Carranza, F. A. (2011). Carranza�s Clinical Periodontology. Elsevier
Health Sciences.
�zkurt, Z., Iseri, U., & Kazazoglu, E. (2010).
Zirconia Ceramic Post Systems: A Literature Review And A Case Report. Dental
Materials Journal, 29(3), 233�245.
Ramisetti, A., Mutthineni, R., Sunder, S., Chintala,
S., & Pabolu, C. (2014). Electrosurgery In Management Of Idiopathic
Gingival Enlargement With Chronic Periodontitis-A Case Report. Isra Medic J,
6(1), 38�41.
Rasyad, R. (2003). * Metode Statistik Deskriptif
Utk Umum. Grasindo.
Ratajek-Gruda, M., Osica, P., & Janas-Naze, A.
(2017). Massive Hard Palate Tumor Removed With An Electric Knife. Journal Of
Education, Health And Sport, 7(12), 206�211.
Seow, W. K. (1993). Trichodentoosseous (Tdo) Syndrome:
Case Report And Literature Review. Pediatric Dentistry, 15(5),
355�361.
Taheri, A., Mansoori, P., Sandoval, L. F., Feldman, S.
R., Pearce, D., & Williford, P. M. (2014). Electrosurgery: Part Ii.
Technology, Applications, And Safety Of Electrosurgical Devices. Journal Of
The American Academy Of Dermatology, 70(4), 607-E1.
Webster, J. G. (1984). Reducing Motion Artifacts And
Interference In Biopotential Recording. In Ieee Transactions On Biomedical
Engineering (Issue 12, Pp. 823�826). Ieee.
Xu, D., Wang, P., Liu, H., & Gu, M. (2022).
Efficacy Of Three Surgical Methods For Gingivectomy Of Permanent Anterior Teeth
With Delayed Tooth Eruption In Children. Head & Face Medicine, 18(1),
1�6.
Copyright holder: Nina Nilawati (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |