Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia �p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 5, Mei 2023

 

IMPLEMENTASI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR IMI. 1917-OT.02.01 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR PENDEPORTASIAN

 

Hibatul Aziz Garuda Kusuma, Siti Malikhatun Badriyah

Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, Indonesia

Email : [email protected]

 

Abstrak

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi NO IMI. 1917-OT. 02. 01 TAHUN 2013 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim), yang dimana dalam peraturan tersebut, mengatur pula perihal pendeportasian warga negara asing. Deportasi adalah suatu tindakan administratif keimigrasian yang dilakukan oleh pejabat imigrasi yang memiliki wewenang terhadap warga negara asing yang berada di wilayah Negara Indonesia yang melakukan tindakan atau kegiatan mengancam dan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menaati peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, deportasi adalah tindakan pengusiran ke luar suatu negeri sebagai hukuman atas perbuatan melawan hukum di suatu negeri. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI.1917-OT.02.01 Tahun 2013 dalam hal pendeportasian warga negara asing ke negara asal. Dalam penulisan, penulis menggunakan metode yuridis normatif. Metode ini dilakukan dengan cara meneliti dan mempelajari prosedur pendeportasian berdasarkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI.1917-OT.02.01 Tahun 2013.

 

Kata Kunci : Implementasi, Rumah Detensi Imigrasi, Deportasi.

 

Abstract

In carrying out its duties and functions, the Ministry of Law and Human Rights (Kemenkumham) issued a Regulation of the Director General of Immigration NO IMI. 1917-OT. 02. 01 YEAR 2013 concerning Standard Operating Procedures (SOP) of Immigration Detention Centers (Rudenim), which in the regulation, also regulates the deportation of foreign nationals. Deportation is an immigration administrative action carried out by immigration officials who have authority against foreign nationals residing in the territory of the State of Indonesia who carry out threatening and dangerous acts or activities and are reasonably suspected of endangering public security and order or disobeying laws and regulations. Dengan kata lain, deportasi adalah tindakan pengusiran ke luar suatu negeri sebagai hukuman atas perbuatan melawan hukum di suatu negeri. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI.1917-OT.02.01 Tahun 2013 dalam hal pendeportasian warga negara asing ke negara asal. Dalam penulisan, penulis menggunakan metode yuridis normatif. Metode ini dilakukan dengan cara meneliti dan mempelajari prosedur pendeportasian berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI.1917-OT.02.01 Tahun 2013.

 

Keywords: Implementation, Immigration Detention Center, Deportation.

 

Pendahuluan

Negara Indonesia merupakan negara terluas ke-14 sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah nya sebesar 1.910.931 KM� serta negara dengan pulau terbanyak ke-6 di dunia, dengan jumlah 17.504 pulau. Indonesia memiliki posisi geografis yang cukup startegis. Hal ini dapat dilihat dari letak geografisnya yang berada di antara dua samudera, yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan berada di antara dua benua, yaitu benua Asia dan benua Australia (Kusmana & Hikmat, 2015).

Indonesia memiliki perairan yang menjadi salah satu urat nadi perdagangan Internasional. Posisi ini menmpatkan Indonesia berbatasan laut dan darat secara langsung dengan sepuluh negara tetangga di Asia Tenggara. Di darat, Indonesia berbatasan dengan Malaysia, Papua New Guinea dan dengan Timor Leste, sedangkan di laut, Indonesia berbatasan dengan India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Papua New Guinea, Australia dan Timor-Leste (Sabarno, 2017).

Letak geografis suatu negara merupakan salah satu faktor yang menentukan masa depan dari suatu negara dalam melakukan interaksi yang disebut dengan hubungan internasional. Letak geografis sangat menentukan peristiwa-peristiwa yang memiliki pengaruh secara global, seperti perdagangan, wisata, dan politik. Robert Kaplan menuturkan bahwa pengaruh geografis secara luas akan menjadi faktor yang mempengaruhi berbagai peristiwa lebih daripada yang pernah terjadi sebelumnya (Soedarmo & Muslimin, 2019).

Dengan wilayah geografis yang strategis serta menguntungkan, menjadikan Indonesia menjadi tumpuan kunjungan warga negara asing, membuat Indonesia menjadi tempat transit bagi pengungsi lintas batas negara yang dimana para pengungsi masing-masing memiliki kewarganegaraan yang berbeda-beda. Kewarganegaraan merupakan hubungan yang paling sering dan kadang-kadang merupakan hubungan satu-satunya antara seorang individu dan suatu negara yang menjamin diberikannya hak-hak dan kewajiban-kewajiban itu pada hukum internasional (Rizaldi, 2020).

Dalam konvensi 1951 tentang status pengungsi, mendefinisikan pengungsi sebagai orang yang dikarenakan oleh ketakutan yang beralasan akan penganiayaan, yang disebabkan oleh alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan dalam kelompok sosial dan partai politik tertentu, berada diluar negara kebangsaannya dan tidak menginginkan perlindungan dari negara tersebut (Rosmawati, 2015).

Dengan adanya berbagai peristiwa lalu lintas warga negara asing yang masuk ke wilayah Indonesia, peran penting keimigrasian sangat diperlukan. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan dalam pengaturan keluar-masuk warga negara asing ke wilayah Indonesia, pemberian izin tinggal (stay permit) serta melakukan pengawasan terhadap warga negara asing selama berada di wilayah Indonesia. Pengawasan terhadap warga negara asing yang berada di wilayah Indonesia berupa warga negara asing yang masuk, keberadaan, kegiatan dan keluar dari wilayah Indonesia. Kegiatan warga negara asing yang berada di wilayah Indonesia dapat menimbulkan dua kemungkinan, antara lain warga negara asing menaati peraturan yang berlaku di Indonesia dan tidak melakukan kegiatan yang berbahaya bagi keamanan dan ketertiban umum, hal ini tidak menimbulkan masalah keimigrasian maupun kenegaraan dan warga negara asing yang tidak menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, hal ini menimbulkan masalah dan dapat dikenakan tindakan hukum (Indradewi & Arifiani, 2021).

����������� Bagi warga negara asing yang tidak menaati peraturan perundang-undangan atau berada di wilayah Indonesia tetapi tidak mempunyai izin masuk, maka berdasarkan dengan ketentuan Undang-Undang Keimigrasian, dapat dibatasi ruang geraknya, bahkan dapat dideportasi atau bahkan diserahkan kepada negara lain, terutama apabila melakukan suatu tindak pidana yang membahayakan keamanan negara. Keadaan ini berbeda dengan status sebagai warga negara Indonesia (yang mempunyai hak keluar masuk Indonesia), tetapi warga negara asing hanya mempunyai hak keluar wilayah Indonesia. Disamping itu warga negara asing harus mendaftarkan diri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (Hetharie, 2019).

����������� Rumah Detensi Imigrasi yang selanjutnya disebut dengan Rudenim adalah tempat penampungan sementara bagi orang asing yang melanggar peraturan perundang-undangan yang dikenakan tindakan keimigrasian dan menunggu proses pemulangan atau biasa disebut dengan deportasi (Primawardani & Kurniawan, 2018). Pengusiran atau deportasi adalah suatu tindakan mengeluarkan warga negara asing dari wilayah Indonesia karena keberadaannya tidak dikehendaki (Armansyah, 2019).

����������� Berdasarkan dalam Pasal 53 Undang-Undang Keimigrasian, berbunyi orang asing yang berada di wilayah Indonesia secara tidak sah atau yang pernah diusir atau dideportasi dan berada kembali di wilayah Indonesia secara tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 30.000.000,-.

����������� Dalam pelaksanaan menjaga ketertiban dan keamanan arus lalu lintas warga negara asing yang masuk ke wilayah Indonesia, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI. 1917-OT.02.01 Tahun 2013 tentang Standar Operasional Prosedur Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim). Ada 6 SOP yang diatur, antara lain : 1) Prosedur, pendetensian meliputi penerimaan dan registrasi, kemudian perawatan, penempatan dan pengamanan. 2) Pelayanan Deteni meliputi persediaan air bersih, penyediaan kebutuhan makanan dan minuman, kesehatan dan kebersihan ibadah, kunjungan, penyegaran dan hiburan. 3) Penjatuhan sanksi pelanggaran tata tertib. Yaitu teguran secara lisan, teguran secara tertulis. 4) Pemindagan deteni. Yaitu pemindahan antar kamar , antar rudenim, dari rudenim ketempat lain, dan dari rudenim ke direktorat jenderal imigrasi. 5) Penanganan kelahiran, kematian, pelanggaran, mogok makan, pemeriksaan kesehatan, dan melarikan diri. 6) Pemulangan dan deportasi. Yaitu persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan dan usulan penangkalan.

Rumah Detensi Imigrasi mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok dan fungsi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di bidang pendetensian orang asing yang melanggar peraturan perundang-undangan yang dikenakan tindakan keimigrasian yang telah mendapatkan keputusan pendetensian dalam rangka pemulangan atau deportasi.

 

Metode Penelitian

����������� Metode yang digunakan dalam artikel ini yaitu menggunakan metode yuridis normatif. Penelitian dengan menggunakan metode yuridis normatif adalah penelitian yang menekankan pada ilmu hukum, akan tetapi juga berusaha untuk menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di dalam masyarakat (Suteki, 2020). Penelitian hukum yuridis normatif mengutamakan cara meneliti bahan pustaka yang terdiri dari bahan hukum primer, berupa Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI. 1917-OT.02.01 Tahun 2013, Undang-Undang Keimigrasian, dan peraturan perundangan lainnya yang terkait dengan detensi imigrasi dan deportasi, bahan hukum sekunder terdiri dari buku-buku yang terkait, jurnal, artikel, serta penelitian-penelitian, dan bahan hukum tersier seperti internet, ataupun kamus hukum dan sejenisnya. Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam artikel ini bersifat Deskriptif-Analitis. Deskriptif digunakan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah untuk mempertegas hipotesa-hipotesa agar dapat membantu memperkuat teori-teori baru (Irianto, 2017). Artikel ini akan mengkaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum tersebut yang menjadi objek dari penelitian (Ali, 2021). Demikian pula hukum dalam pelaksanaannya secara das sollen dan das sein yang berkenaan dengan objek penelitian. Dalam penulisan artikel ini menggunakan teknik pengumpulan data secara studi kepustakaan. Studi kepustakaan berupa bahan hukum primer yang terkait dengan perundang-undangan ataupun aturan yang terkait dengan pembahasan dalam artiket ini, sedangkan bahan hukum sekunder berupa hasil penelitian dan bahan hukum tersier berupa sumber dari internet ataupun kamus besar bahasa Indonesia.

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Implementasi Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI. 1917-OT.02.01 Tahun 2013 Tentang Prosedur Pendeportasian

Istilah Imigrasi berasal dari bahasa latin migratio yang artinya perpindahan orang dari suatu tempat atau negara menuju ke tempat atau negara lain. Ada istilah emigratio yang mempunyai arti berbeda, yaitu perpindahan penduduk dari suatu wilayah atau negara keluar menuju wilayah atau negara lain. Sebaliknya, istilah imigratio dalam bahasa Latin mempunyai arti perpindahan penduduk dari suatu negara untuk masuk ke dalam negara lain (Widagdo, 2022).

Istilah hukum keimigrasian secara resmi digunakan oleh pemerintah pada tanggal 31 Maret 1992, tanggal di undangkan dan tanggal mulai berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, dimuat dalam lembaran Negara tahun 1992 Nomor 33. Penggunaan istilah hukum keimigrasian dapat ditemukan pada bagian umum dari penjelasan atas Undang-Undang Keimigrasian dalam tambahan lembaran negara Nomor 3474. Baik dalam Undang-Undang Keimigrasian maupun dalam penjelasannya tidak dijelaskan apa yang dimaksudkan dengan hukum keimigrasian, hanya dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Keimigrasian diberi batasan (Alfarizi, 2019).

Sejalan dengan perkembangan zaman, telah tumbuh pula berbagai cabang ilmu hukum sebagai disiplin hukum baru, seperti hukum administrasi negara, hukum agraria, hukum pajak, hukum lingkungan, hukum ekonomi, dan hukum keimigrasian. Apabila dikaitkan dengan ilmu hukum yang menjadi induknya, hukum keimigrasian adalah bagian dari ilmu hukum kenegaraan, khususnya merupakan cabang ilmu dari hukum administrasi negara (Putra, 2016).

Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian, terdapat dua unsur penting dalam mengatur arus lalu lintas warga negara asing yang masuk ke wilayah Indonesia, yaitu :

a.       Pengaturan tentang berbagai hal mengenai lalu-lintas orang keluar, masuk dan tinggal dari dan ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

b.      Pengaturan tentang berbagai hal mengenai pengawasan warga negara asing di wilayah Republik Indonesia (Muhlisa & Roisah, 2020).

Pada hakikatnya, keimigrasian merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam pemberian pelayanan dan penegakan hukum serta pengamanan terhadap lalu lintas keluar masuknya setiap orang dari dan ke dalam wilayah Republik Indonesia, serta pengawasan terhadap keberadaan warga negara asing di wilayah Republik Indonesia (Santoso & Harefa, 2015).

Di dalam perkembangan keimigrasian dapat dikatakan mengalami pergeseran pengertian fungsi keamanan dan penegakan hukum merupakan satu bagian yang tidak dapat terpisahkan karena penerapan penegakan hukum di bidang keimigrasian sama dengan menciptakan kondisi keamanan yang kondusif (Santoso & Harefa, 2015).

1.    Pelaksanaan Pendeportasian Warga Negara Asing di Rumah Detensi Imigrasi

Pelaksanaan pendeportasian warga negara asing di wilayah Indonesia adalah bagian dari yurisdiksi negara Indonesia. Yurisdiksi adalah lingkungan wewenang, hak dan kewajiban serta tanggung jawab dalam suatu wilayah atau lingkungan kerja tertentu (Martendi & Hardianty, 2021).

Dalam praktiknya yurisdiksi negara-negara atas orang, benda atau perbuatan-perbuatan, berbeda-beda berdasarkan faktor historis dan geografis masing-masing negara tersebut. Misalnya praktek yurisdiksi negara Inggris, yang dikelilingi batas-batas laut, secara historis sangat taat kepada asas yurisdiksi teritorial (Mirwanto & Kartiko, 2020).

Dalam pelaksanaan yurisdiksi tersebut, perlulah diciptakan suatu ketetapan pasti mengenai pendeportasian yang dikenal dengan Standar Operasional Prosedur. Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah serangkaian instruksi kerja tertulis yang telah dibakukan mengenai proses penyelenggaraan administrasi suatu perusahaan atau instansi, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan.

Tujuan daripada pembakuan standar operasisional prosedur adalah untuk menjelaskan perincian atau standar yang tetap atau dipatenkan mengenai segala aktivitas pekerjaan yang berulang-ulang yang diselenggarakan dalam suatu organisasi. Pembuatan standar operasional prosedur yang baik adalah suatu ketetapan tertulis yang mampu menjadikan arus kerja yang lebih baik, menjadi panduan untuk pegawai, penghematan biaya, memudahkan dalam pengawasan, serta menciptakan koordinasi yang baik antara bagian-bagian yang berlainan dan bersimbiosis dalam suatu instansi.

Menurut Bisma Nasution, Keimigrasian dalam hal implementasinya secara operasional yang memenuhi tuntutan perubahan zaman Reformasi. Begitu juga dalam hal sistem yang digunakan dan diperlukan suatu sistem hukum, yang jelas dengan prosedur yang sederhana, prinsip public accoountability yang berlandaskan pada asas transparansi. Penegakan hukum keimigrasian tidak berjalan sebagaimana diharapkan tanpa ada Sumber Daya Manusia yang sesuai, sistem hukum yang jelas dan sarana yang memadai, tanpa adanya aparat penegakan hukum yang bermoral dan berintegrasi tinggi maka tujuan dari pembentukan Undang-Undang Keimigrasian yang ada tidak akan tercapai secara optimal (Qalandy & Syahrin, 2021).

Rumah Detensi Imigrasi dibangun karena meningkatnya lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia berpotensi menimbulkan dampak negatif, terutama dalam hal pelanggaran keimigrasian. Dalam hal warga negara asing yang melakukan perbuatan melawan hukum di wilayah Indonesia, maka warga negara asing tersebut akan dikarantina di Rumah Detensi Imigrasi.

Deteni berdasarkan Pasal 1 ayat (35) Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2011 diartikan sebagai orang asing penghuni Rumah Detensi Imigrasi atau Ruang Detensi Imigrasi (penampungan orang asing yang berada di Direktorat Jenderal Imigrasi) yang telah mendapatkan keputusan pendetensian dari pejabat imigrasi.

Berdasarkan dengan ketentuan yang tertera pada Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01.PR.07.04 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Detensi Imigrasi menyebutkan bahwa Rumah Detensi Imigrasi mempunyai fungsi adalah melaksanakan tugas penindakan, pengisolasian dan pemulangan dan pengusiran atau deportasi (Ma�rus et al., 2022).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), deportasi berarti pembuangan, pengasingan, atau pengusiran seseorang ke luar suatu negeri sebagai hukuman, atau karena orang tersebut tidak berhakn tinggal di situ.

Pejabat Imigrasi berwenang menempatkan warga negara asing dalam Rumah Detensi Imigrasi. Pendetensian orang asing pada Rumah Detensi Imigrasi adalah wewenang Kepala Rumah Detensi Imigrasi sesuai surat keputusan tindakan keimigrasian yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Imigrasi, Kepala Divisi Keimigrasian atau Direktur Jenderal Imigrasi.

Kondisi penempatan warga negara asing ke Rumah Detensi Imigrasi dilakukan apabila melebihi kapasitas penempatan warga negara asing di Ruang Detensi Imigrasi dan untuk efektifitas dan efisiensi untuk sejak awal ditempatkan dalam Rumah Detensi Imigrasi.

Tindakan keimigrasian kepada warga negara asing yang melakukan kegiatan yang berbahaya untuk keamanan dan ketertiban umum, atau tidak menghormati atau tidak mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini Menteri Kehakiman berwenang untuk :

a.         Membatasi, mengubah, atau membatalkan izin keberadaan orang asing tersebut;

b.        Melarang wagra negara asing tersebut untuk berada di suatu atau beberapa tempat tertentu di wilayah Indonesia;

c.         Mengharuskan warga negara asing tersbut untuk bertempat tinggal di suatu tempat di wilayah Indonesia.

d.        Mengusir atau mendeportasi warga negara asing tersebut dari wilayah Indonesia atau menolaknya masuk ke wilayah Indonesia.

Apabila terdapat warga negara asing yang melakukan pelanggaran di Rumah Detensi Imigrasi, maka Kepala Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan, dan Deportasi atau Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban memberikan tindakan berupa :

a.       Teguran Lisan

1)      Deteni yang melakukan pelanggaran tata tertib dipanggil oleh Kepala Seksi Keamanan atau Kasubsi Keamanan untuk diberikan peringatan.

2)      Deteni yang melakukan pelanggaran lebih dari satu kali, dipanggil oleh Kepala Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan, dan Deportasi atau Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban untuk diberi peringatan dan menandatangani surat pernyataan tidak akan melakukan pelanggaran tata tertib.

b.      Teguran Tertulis

1)      Terhadap deteni yang melakukan pelanggaran berulang-ulang dan/atau pelanggaran berat, dilakukan pemeriksaan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh Kepala Seksi Keamanan atau Kepala Sub Seksi Keamanan.

2)      Hasil BAP ditindaklanjuti Kepala Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan dan Deportasi atau Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban dengan pembuatan Berita Acara Pendapat.

c.       Berita Acara Pendapat memuat rangkuman jenis perbuatan pelanggaran yang dilakukan deteni dan rekomendasi sanksi yang perlu dijatuhkan oleh Kepala Rumah Detensi Imigrasi.

d.      Kepala Rumah Detensi Imigrasi menjatuhkan sanksi sesuai rekomendasi dalam Berita Acara Pendapat atau berdasarkan pertimbangannya, yang dapat berupa teguran secara lisan atau teguran tertulis berupa pengisolasian (sel) atau pencabutan hak tertentu dalam waktu yang ditentukan.

e.       Dalam bentuk teguran tertulis berupa pengisolasian atau straf sel diajukan oleh Kepala Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan dan Deportasi atau Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban secara tertulis kepada Kepala Rumah Detensi Imigrasi.

Dalam hal pemberian sanksi deportasi kepada deteni yang melakukan pelanggaran berat, maka harus dilaporkan kepada Direktur Jenderal Imigrasi dan Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian dengan tembusan Kepala Divisi Keimigrasian. Pengusulan Penangkalan ditujukan kepada Direktur Jenderal Imigrasi dengan tembusan Direktur Penyidikan dan Penindakan.

Tahapan daripada pendeportasian terhadap deteni yang dilaksanakan dari pemangku jabatan Kepala Rumah Detensi Imigrasi, Kepala Seksi Registrasi, Administrasi dan Pelaporan (RAP), Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban, Kepala Subseksi Administrasi dan Pelaporan, Pejabat Fungsional, adalah sebagai berikut :

a.       Mengusulkan data deteni yang sudah siap untuk dilakukan pendeportasian.

b.      Memimpin pembahasan persiapan pendeportasian deteni.

c.       Menindaklanjuti hasil rapat dengan menyusun konsep surat keputusan deportasi, surat perintah pengawalan, surat bantuan pengawasan keberangkatan dan surat pengusulan penangkalan.

d.      Menindaklanjuti hasil rapat dengan menyusun konsep surat perintah pengeluaran deteni.

e.       Menandatangani: surat keputusan deportasi, surat perintah pengawalan, surat perintah pengeluaran deteni, surat bantuan pengawasan keberangkatan, surat pengusulan penangkalan serta memerintahkan untuk melanjutkan proses pendeportasian.

f.       Menginput data deteni dalam aplikasi Rumah Detensi Imigrasi.

g.      Menerakan cap deportasi pada dokumen perjalanan serta menyerahkan kepada Kepala Seksi Registrasi, Administrasi dan Pelaporan (RAP) untuk proses penandatanganan.

h.      Pengajuan penandatangan cap deportasi.

i.        Menandatangani cap deportasi dan memerintahkan pengeluaran deteni.

j.        Mengeluarkan deteni dari kamar dan serah terima kepada petugas pengawalan.

k.      Melakukan pengawalan deteni.

2.    Permasalahan Deportasi yang Terjadi di Rumah Detensi Imigrasi

Dalam era globalisasi dan perdagangan dewasa ini, arus lalu lintas internasional semakin mengalami kenaikan. Dampak yang ditimbulkan dari arus tersebut semakin beraneka ragam dan bervariasi. Masing-masing negara menyikapi dengan hati-hati agar tidak memiliki dampak yang negatif terhadap hubungan bernegara di kancah internasional. Pengawasan lalu lintas, singgah, dan tinggal warga negara asing di wilayah Indonesia semakin dirasakan penting dalam pelaksanannya.

Pengaturan lalu lintas masuk dan keluarnya warga negara asing ke wilayah Indonesia, dengan berdasar pada hukum internasional merupakan hak dan wewenang suatu negara serta merupakan salah satu bentuk dari perwujudan dan kedaulatan Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Untuk masuk dan keluar dari wilayah suatu negara, orang-orang yang akan memasuki wilayah tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku (Felix & Endar, 1997).

Pelaksanaan deportasi terhadap warga negara asing yang melakukan pelanggaran keimigrasian dan ditempatkan di Rumah Detensi Imigrasi tidak selalu berjalan mulus dikarenakan ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh petugas pada saat dilakukan proses pelaksanaan deportasi, antara lain:

a.       Deteni menolak untuk dideportasi ke negara asalnya dan mengancam akan melakukan aksi mogok makan dan bunuh diri dikarenakan deteni tersebut akan dikenakan tindakan persekusi di negara asalnya.

b.      Deteni yang tidak memiliki Dokumen Perjalanan mengalami kesulitan dalam penerbitan Dokumen Perjalanan karena tidak ada perwakilan negara asalnya di Indonesia

c.       Status kewarganegaraan deteni tidak diakui oleh perwakilan negara asalnya di Indonesia sehingga perwakilan negara asalnya tidak menerbitkan Dokumen Perjalanan berupa Emergency Travel Document (ETD).

d.      Deteni yang berada di Rumah Detensi Imigrasi dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun maka deportasi harus diupayakan sepanjang orang asing berstatus deteni tinggal di dalam atau luar Rumah Detensi Imigrasi. Dengan pemberian izin bagi deteni berada di luar Rumah Detensi Imigrasi menimbulkan permasalahan terkait kriteria penjamin (warga negara Indonesia) yang mampu dari segi bonafiditas untuk menjamin deteni yang diizinkan tinggal di luar Rumah Detensi Imigrasi dikarenakan hal tersebut belum diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

 

Kesimpulan

����������� Berdasarkan dengan uraian yang telah dipaparkan dalam penulisan ini, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan pendeportasian warga negara asing yang berada di wilayah Indonesia, khususnya di wilayah kerja Rumah Detensi Imigrasi memiliki Standar Operasional Prosedur yang telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI.1917-OT.02.01 Tahun 2013 dan berdasarkan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Proses administrasi Rumah Detensi Imigrasi telah diatur dan dilaksanakan sedemikian rupa agar kinerja dalam pendeportasian warga negara asing untuk kembali ke negara asal yang menyalahi peraturan Undang-Undang yang berlaku di Indonesia dapat dilakukan dengan baik dan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur yang telah ditetapkan. Namun dalam pelaksanaan pendeportasian warga negara asing, terdapat beberapa masalah. Salah satunya adalah deteni tidak mau dideportasi ke negara asalnya dan melakukan tindakan pengancaman dengan cara mogok makan, atau bunuh diri.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Alfarizi, M. A. (2019). Kebijakan Politik Hukum Indonesia Terhadap Tindak Pidana Keimigrasian Dalam Upaya Pemberantasan dan Pencegahan Penyelundupan Orang: Aksiologi Normatif�Empiris: Indonesian Legal Political Policies on Immigrated Criminal Action in The Eradication and Preven. Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian, 2(2), 33�48.

 

Ali, Z. (2021). Metode penelitian hukum. Sinar Grafika.

 

Armansyah, A. A. (2019). Penegakan Hukum Keimigrasian Terhadap Warga Negara Asing Anak Buah Kapal (ABK) Tangkap Ikan Secara Ilegal. Pleno Jure, 8(2), 17�36.

 

Hetharie, Y. (2019). Perjanjian Nominee sebagai Sarana Penguasaan Hak Milik atas Tanah oleh Warga Negara Asing (WNA) Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sasi, 25(1), 27�36.

 

Indradewi, A. A. S. N., & Arifiani, A. A. I. V. (2021). Efektifitas Penerapan Sanksi Administrasi terhadap Warga Negara Asing yang Melakukan Pelanggaran Visa di Bali. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 7(2), 891�906.

 

Irianto, S. (2017). Metode Penelitian Kualitatif dalam Metodologi Penelitian Ilmu Hukum. Jurnal Hukum & Pembangunan, 32(2), 155�172.

 

Kusmana, C., & Hikmat, A. (2015). Keanekaragaman hayati flora di Indonesia. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan (Journal of Natural Resources and Environmental Management), 5(2), 187. https://doi.org/10.29244/jpsl.5.2.187

 

Ma�rus, R. I., Pratama, F. S., & Dhiba, H. F. (2022). Policy Analysis of Foreign Dentences At Immigration Checkpoint: The Dilemma of Responsibility Between Immigration and Airlines. Journal of Law and Border Protection, 4(1), 45�55.

 

Martendi, A. Z., & Hardianty, I. K. (2021). Sudut Pandang Deportasi Pada Hukum Internasional. Jurnal Analisis Hukum, 4(1), 131�147.

 

Mirwanto, T., & Kartiko, A. Y. (2020). Point View of Deportasion on International Law. Jurnal Abdimas Imigrasi, 1(2), 76�96.

 

Muhlisa, A. N., & Roisah, K. (2020). Penegakan Hukum Keimigrasian Terhadap Penyalahgunaan Visa Izin Tinggal Kunjungan Lewat Batas Waktu (Overstay) Pada Warga Negara Asing. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, 2(2), 145�157.

 

Primawardani, Y., & Kurniawan, A. R. (2018). Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri oleh Petugas Rumah Detensi Imigrasi di Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, 12(2), 179�197.

 

Putra, R. D. (2016). Penegakan Hukum Pidana Terhadap Imigran atas Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Pasal 48 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian di Kalimantan Barat. Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura, 4(3).

 

Qalandy, M. R., & Syahrin, M. A. (2021). Instrumen Penegakan Hukum Bagi Tenaga Kerja Asing Yang Menyalahgunakan Izin Tinggal Keimigrasian. JLR-Jurnal Legal Reasoning, 4(1), 1�16.

 

Rizaldi, M. (2020). Makna �Pemilihan Yang Bersifat Ketatanegaraan� Sebagai Alasan Kehilangan Kewarganegaraan. Journal of Judicial Review, 22(2), 229�244.

 

Rosmawati, R. (2015). Perlindungan terhadap Pengungsi/Pencari Suaka di Indonesia (sebagai Negara Transit) menurut Konvensi 1951 dan Protokol 1967. Kanun Jurnal Ilmu Hukum, 17(3), 457�476.

 

Sabarno, H. (2017). Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan dan Pengelolaan Pulau-Pulau Indonesia di Wilayah Perbatasan. Jurnal Hukum & Pembangunan, 33(1), 67�75.

 

Santoso, C. W. B., & Harefa, H. (2015). Urgensi pengawasan organisasi kemasyarakatan oleh pemerintah. Jurnal Bina Praja: Journal of Home Affairs Governance, 7(1), 1�20.

 

Soedarmo, U. R., & Muslimin, R. S. (2019). Peranan Sjam Kamaruzzaman Dalam Gerakan 30 September Tahun 1965. Jurnal Artefak, 2(1), 59�76.

 

Suteki, & T. G. (2020). Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan Praktik). Jakarta: Raja Grafindo Persada.

 

Widagdo, C. D. (2022). Perbandingan Kebijakan Atau Hukum Imigrasi di Indonesia dengan Amerika Serikat. Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK), 4(5), 3442�3448.

 

Copyright holder:

Hibatul Aziz Garuda Kusuma, Siti Malikhatun Badriyah (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: