Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 5, Mei 2023

 

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN SUHU DAN KALOR BERBASIS METAKOGNISI TERINTEGRASI DENGAN KARAKTER PROFIL PELAJAR PANCASILA DI SMP ISLAM TERPADU AT-TAQWA SURABAYA

 

Djamilah, Atiqoh, Suhari

Universitas PGRI Adi������������ Buana Surabaya, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Pembelajaran di sekolah dirancang dengan mempertimbangkan tahap perkembangan dan tingkat pencapaian peserta didik saat ini, sesuai kebutuhan dan karakteristik mereka yang beragam, sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan menyenangkan. Bahan ajar sebagai media pembelajaran, memiliki beragam bentuk. Bentuk tersebut dapat berupa perangkat pembelajaran, lembar kerja peserta didik (LKPD), modul, dan buku. Modul sebagai bagian bahan ajar, memiliki keunggulan dibanding bahan ajar lainnya. Keunggulan utamanya yakni modul dapat dugunakan secara mandiri oleh peserta didik. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di SMP IT AT-TAQWA Surabaya, modul pembelajaran IPA yang memuat instruksi metakognisi dalam memecahkan masalah fisika, dan terintegrasi dengan karakter Profil Pelajar Pancasila peserta didik, perlu dikembangkan. Oleh karena itulah penelitian ini dirancang untuk mengembangkan media modul pembelajaran yang berbasis Berbasis Metakognisi Terintegrasi dengan Karakter Profil Pelajar Pancasila di SMP Islam Terpadu At-Taqwa Surabaya. Pengembangan yang digunakan mengacu pada model ADDIE dengan melewatiproses perencanaan, uji materi oleh ahli materi, dan uji media oleh ahli media, revisi, produk diujicobakan pada peserta didik.Hasil penelitian ini adalah media modul pembelajaran dianyatakan layak untuk digunakan������ berdasarkan hasil validasi ahli materi sebesar 81% dengan kategori sangat layak dan ahli desainsebesar 86% dengan kategori sangat layak. Penilaian teman sejawat juga dilakukan danmendapatan hasil 94% dengan kategori sangat layak. Sedangkan untuk uji coba kelompok kecil medapatkan hasil 85,4% dan uji coba kelompok besar sebesar 80,17 %. Maka berdasarkan hasil penelitian tesebut dinyatakan bahwa media Modul Pembelajaran Suhu dan Kalor Berbasis Metakognisi Terintegrasi dengan Karakter Profil Pelajar Pancasila di SMP Islam Terpadu At-Taqwa Surabaya dinyatakan sangat layak dan dapat digunakan dalampembelajaran.

 

Kata kunci: modul pembelajaran, metakognisi, karakter profil pelajar pancasila

 

Abstract

Learning in schools is designed taking into account the stages of development and the current level of achievement of students, according to their various needs and characteristics, so that learning becomes meaningful and enjoyable. Teaching materials as learning media, have various forms. These forms can be in the form of learning tools, student worksheets (LKPD), modules, and books. Modules as part of teaching materials have advantages over other teaching materials. The main advantage is that the module can be used independently by students. Based on the results of previous research and the results of observations made by researchers at SMP IT AT-TAQWA Surabaya, the science learning module which contains metacognition instructions in solving physics problems, and is integrated withprofil pelajar pancasila�s character needs to be developed. That's why this research was designed to develop learning module media based on Integrated Metacognition with profil pelajar pancasila�s character at SMP Islam Terpadu At-Taqwa Surabaya. The development used refers to the ADDIE model by going through the planning process, material testing by material experts, and media testing by media experts, revisions, products are tested on students. The results of this study are that the learning module media is declared feasible to use based on the validation results of material experts by 81% in the very feasible category and design experts by 86% in the very feasible category. Peer assessment was also carried out and the result was 94% in the very decent category. Meanwhile, for the small group trials, the results were 85.4% and the large group trials were 80.17%. So based on the results of this study it was stated that the Integrated Metacognition-Based Heat and Temperature Learning Module with Pancasila Student Profile Characters at At-Taqwa Integrated Islamic Middle School Surabaya was declared very feasible and could be used in learning..

 

Keywords: Learning Modules, Metacognition, Character of Pancasila Student Profile

 

Pendahuluan

Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 pasal 3, Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Salah satu tujuan pendidikan nasional tersebut, yakni menjadikan manusia kreatif. Manusia kreatif adalah manusia yang mampu menghasilkan ide-ide baru, produk baru, dan memiliki kemampuan memecahkan masalah (Hadiya, Halim, & Adlim, 2015a)

Profil Pelajar Pancasila berdasarkan Visi dan Misi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 mengenai Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024 yang berbunyi: �Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif�.

Pemecahan masalah erat kaitannya dengan metakognisi. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Fitria, 2016) bahwa pemecahan masalah adalah satu-satunya mediator antara metakognisi umum dan kinerja pembelajaran. (Hadiya, Halim, & Adlim, 2015b) menyatakan adanya korelasi signifikan antara faktor pemikiran metakognitif dan kemampuan untuk memecahkan masalah. Korelasi tersebut yaitu pengetahuan prosedural, evaluasi, kesalahan memilih, dan mengelola pengetahuan. Peneliti lain menyatakan bahwa refleksi metakognisi membangun kesadaran terhadap tugas dan strategi, terutama melalui perencanaan serta pemantauan sehingga dapat mengumpulkan keterampilan metakognisi yang diperlukan untuk pemecahan masalah (Giatman, Rahmad, & Zuwida, 2016)

Metakognisi adalah pengetahuan tentang sistem kognitif, berpikir tentang berpikirnya, dan keterampilan esensial dalam belajar untuk belajar. Metakognisi merupakan pengetahuan atau aktivitas yang meregulasi kognisi (Suryadi, 2016). Secara lebih ringkas, metakognisi dapat didefinisikan sebagai pengetahuan atau kesadaran seseorang terhadap proses, kemampuan memantau, mengarahkan proses, mengevaluasi proses, dan hasil berpikirnya sendiri.

Metakognisi memiliki peran penting terhadap keberhasilan dalam proses pemecahan masalah. Metakognisi membantu memecahkan masalah untuk menentukan bagaimana mencapai tujuan dan bagaimana menyesuaikan tindakannya dalam mencapai tujuan tersebut (Yerizon, 2016). Hal ini menjadi alasan bahwa peserta didik dituntut untuk menguasai metakognisi (Nurajizah et al., 2018).

Peserta didik diharapkan memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skill) untuk memecahkan masalah yang kompleks (Smith, 2017)

Penguasaan peserta didik terhadap metakognisi untuk memecahkan masalah, perlu diimbangi dengan spiritual yang kuat. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yakni menjadikan manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Tujuan tersebut menyiratkan makna bahwa setiap proses pembelajaran yang terjadi di sekolah, harus mampu membentuk peserta didik menjadi pribadi yang religius. Hal ini dapat dicapai, diantaranya dengan mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan agama sebagaimana mandat pemerintah (Abdussakir & Rosimanidar, 2017). Integrasi tersebut dapat berupa integrasi materi keagamaan dan integrasi nilai- nilai keagamaan. Selain untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, integrasi materi dan nilai-nilai keagamaan serta budaya juga penting untuk mewujudkan program pemerintah yakni Berkarakter Profil Pelajar Pancasila. Dengan mewabahnya teknologi maka keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia semakin terkikis. Oleh sebab itu, diperlukan inovasi pembelajaran yang bermakna dan terintegrasi dengan materi maupun nilai-nilai kehidupan spiritual peserta didik

Menurut (Tatan Sukwika, n.d.), karakter peserta didik dalam proses pembelajaran dapat dibentuk melalui bahan ajar yang terintegrasi dengan agama dan budaya.

Hal ini sesuai dengan pernyataan (Indah Wigati, n.d.) yang menyatakan bahwa nilai-nilai adalah inti dari pembelajaran semua materi, tetapi sangat jarang ditunjukkan secara eksplisit dalam buku-buku pembelajaran IPA. Dengan demikian, nilai-nilai dan materi keagamaan dapat diintegrasikan melalui materi- materi pembelajaran IPA di sekolah.

Sains fisika merupakan ilmu pengetahuan alam yang telah pasti kebenarannya melalui pembuktian eksperimental yang tidak terbantahkan dan diterima masyarakat luas sehingga menjadi sebuah aksioma dan dapat diterapkan dalam kemajuan teknologi, adalah hukum alam ciptaan Allah SWT (Q.S. Al-Furqan 25:2). Fisika merupakan salah satu pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian peserta didik. Peserta didik beranggapan fisika terlalu banyak hitungan dengan rumus-rumus yang sulit untuk dipahami dan terasa membosankan. Tujuan sesuai dengan yang tercantum dalam Dekdiknas yaitu:Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah, mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi dan menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Artinya pembelajaran fisika harus menjadikan peserta didik tidak sekedar tahu dan hafal tentang konsep fisika melainkan harus menjadikan peserta didik. Dengan demikian, materi suhu dan kalor sebagai masalah. Masalah tersebut terkait pemahaman konseptual (Rakhman, Suryadi, & Prabawanto, 2019), dan pemecahan masalah (Wisudawati & Sulistyowati, 2022)

Bahan ajar sebagai media pembelajaran, memiliki beragam bentuk. Bentuk tersebut dapat berupa perangkat pembelajaran, lembar kerja peserta didik (LKPD), modul, dan buku. Modul sebagai bagian bahan ajar, memiliki keunggulan dibanding bahan ajar lainnya. Keunggulan utamanya yakni modul dapat digunakan secara mandiri oleh peserta didik (Dwi Yulianti & Munaris, 2017)

Berdasarkan kondisi yang ada di lapangan. Hal ini diketahui peneliti dari observasi pada salah satu SMP Islam Terpadu dan wawancara kepada guru IPA di SMP IT At-Taqwa di Kota Surabaya. Hasil observasi tersebut melaporkan lima hal. Pertama, modul pembelajaran suhu dan kalor belum tersedia di SMP Islam Terpadu At-Taqwa Surabaya. Kedua, buku cetak Elektronik kemdikbud / BSE telah tersedia di SMP Islam Terpadu At-Taqwa Surabaya. Ketiga, bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran materi suhu dan kalor belum melatih metakognisi peserta didik. Keempat, pembelajaran materi suhu dan kalor dapat dikatakan belum bermakna. Kelima, masih ditemukan masalah dalam pembelajaran materi suhu dan kalor terkait kemampuan pemecahan masalah peserta didik.

Hasil pertama, menyatakan bahwa modul pembelajaran suhu dan kalor belum tersedia. Hal ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa pengembangan modul materi suhu dan kalor telah dilakukan (Suryani et al., 2020). Hal ini berarti pengembangan modul belum sampai pada SMP IT At-Taqwa Surabaya di wilayah observasi peneliti. Hal ini ditunjukkan dengan bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran. Bahan ajar yang digunakan berupa buku siswa, buku sekolah elektronik (BSE), serta lembar kerja peserta didik yang dibuat oleh guru. Bahan ajar yang tersedia tersebut belum ada yang dapat digunakan secara mandiri oleh peserta didik.

Hasil kedua, Handbook terintegrasi dengan learning Cycle telah tersedia di SMP IT At-Taqwa Surabaya namun belum terintegrasi dengan Profil Pelajar Pancasila. Hal ini menunjukkan perlu adanya modul yang berbeda dengan bahan ajar yang tersedia, sehingga lebih menarik untuk digunakan (Aras, 2022)

Hasil ketiga, menyatakan bahwa bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran materi suhu dan kalor belum melatih metakognisi peserta didik. Hal ini ditunjukkan dengan bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran. Terdapat proses pemecahan masalah pada contoh soal dalam buku siswa. Akan tetapi, proses pemecahan masalah tersebut hanya sampai pada menemukan jawaban tanpa melakukan pengecekan. Hal ini menunjukkan bahwa proses pemecahan masalah pada buku siswa tersebut belum tuntas. Selain itu, proses pemecahan masalah pada buku siswa tersebut belum berfokus pada metakognisi.

Lembar kerja peserta didik yang dibuat oleh guru di SMP masih sangat sederhana, belum melatih metakognisi. LKS yang digunakan di SMP IT At-Taqwa Surabaya, bukan lembar kerja yang dibuat sendiri oleh guru.LKS tersebut berisi ringkasan materi dan kumpulan soal, sehingga sangat jauh dari melatih metakognisi peserta didik. Buku sekolah elektronik hanya digunakan sebagai bahan ajar suplemen, bukan sebagai bahan ajar utama. Hal ini tentu memberikan tantangan untuk mengembangkan bahan ajar yang melatih metakognisi, karena metakognisi berperan penting dalam pemecahan masalah.

Hasil keempat, menyatakan bahwa pembelajaran materi suhu dan kalor��������������������� dapat dikatakan belum bermakna. Hal ini ditunjukkan dengan belum adanya integrasi materi maupun nilai-nilai Karakter Profil Pancasila pada bahan ajar. Bahan ajar tersebut terutama pada materi suhu dan kalor berfokus pada kompetensi pengetahuan dan keterampilan, IPA di SMP IT At-Taqwa Surabaya, juga belum terintegrasi dengan nilai-nilai Karakter Profil Pelajar Pancasila. Meskipun demikian, peserta didik sudah dibiasakn salah satu profil pelajar pancasila yakni bertaqwa dan berakhlak sesuai dengan nilai-nilai Islam melalui proses pembelajaran tidak langsung seperti kegiatan pembiasaan. Contoh kegiatan pembiasaan, berdo�a sebelum dan sesudah belajar, mengucap dan menjawab salam, bersyukur dengan membaca tahmid. Kondisi tersebut, dapat menciptakan anggapan bahwa materi dan nilai-nilai Islam merupakan hal yang terpisah dari pembelajaran IPA (Mustopo, 2017), karena tidak termuat dalam bahan ajar.

Hasil kelima, menyatakan bahwa masih ditemukan masalah dalam pembelajaran materi suhu dan kalor. Salah satu masalah tersebut, yaitu peserta didik belum mampu memecahkan soal pemecahan masalah. Peserta didik hanya mampu menyelesaikan masalah menggunakan rumus suhu dan kalor. Belum ditemukan peserta didik yang melakukan pengecekan atas kebenaran jawabannya. Hal ini tampak dari hasil penyelesaian terkait masalah suhu dan kalor. Peserta didik berhenti menyelesaikan masalah setelah menemukan jawaban. Tidak ditemukan langkah pemeriksaan kembali terhadap kebenaran jawabannya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu oleh Sabaniatun et al. (2019). Masalah lain, yakni peserta didik masih sering keliru dalam menentukan konversi suhu dan kalor.

Kondisi lapangan sebagaimana dipaparkan pada hasil kelima yang������� sesuai dengan penelitian Sabaniatun et al. (2019) menunjukkan bahwa level metakognisi peserta didik dalam memecahkan masalah terkait suhu dan kalor berada pada level strategic use. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahromah (2013). Fokus materi yang diambil dalam penelitian������ Mahromah (2013) berkaitan dengan keliling persegi dan keliling persegi panjang. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa level metakognisi peserta didik dengan skor matematika tinggi tergolong pada level metakognisi������� strategic use.

Salam & Misu (2018) dalam Swartz dan Perkins membagi level metakognisi dalam proses berpikir menjadi empat kategori, yaitu: tacit use, aware use, strategic use, dan reflective use. Selanjutnya, Laurens (2010) menyatakan bahwa level metakognisi siswa terdiri dari tacit use, aware use, semi strategic use, strategic use, semi reflective use, dan reflective use. Jika dicermati level metakognisi yang dikemukakan oleh dua ahli tersebut, maka perbedaannya terletak pada adanya level semi strategic use dan semi reflective use pada pembagian level metakognisi Laurens (2010). Laurens menambahkan dua level tersebut karena pada penelitian pendahuluan yang dilakukannya, ada siswa yang tidak dapat dikategorikan menurut level metakognisi yang dikemukakan oleh Swartz dan Perkins. Selanjutnya, dari hasil penelitian yang dilakukan, Laurens memperoleh penjenjangan level metakognisi yang baru.

 

Metode Penelitian

Pengembangan modul pada penelitian ini menggunakan model ADDIE. Model ADDIE merupakan singkatan dari Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaluation (Wisudawati & Sulistyowati, 2022). Model ADDIE dalam mendesain sistem instruksional menggunakan pendekatan sistem. Esensi dari pendekatan sistem adalah membagi proses perencanaan pembelajaran ke beberapa langkah, untuk mengatur langkah-langkah ke dalam urutan-urutan logis, kemudian menggunakan output dari setiap langkah sebagai input pada langkah berikutnya. Model pengembangan ADDIE dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1 Model Pengembangan ADDIE (Martin & Betrus, 2019).

 

Hasil dan Pembahasan

A.            Analisis Data

��������� Data hasil yang didapatkan dari ahli isi/materi pembelajaran, ahli desainmedia pembelajaran, teman sejawat dan uji terhadap peserta didik yang dilihat dari isi materi, teknologi dan desain pesan terhadap modul pembelajaran adalah sebagai berikut:

1.   Rekap penilaian dari ahli isi/materi pembelajaran dapat diperoleh data uji kelayakan modul pembelajaran dengan validasi ahli materi memenuhi kriteria �����yang diharapkan dengan hasil sebesar 81 % yaitu dengan kategori sangat layak/ sangat valid (pada rentang skor 76-100 %) Banyak masukan yang didapat dari ahli materi terkait konten atau isi dari modul pembelajaran. Masukan tersebut sudah ditindak lanjuti oleh pengembang sehingga menjadi lebih baik dan dapat digunakan untuk pembelajaran.

2.   Rekap penilaian dari ahli desain media pembelajaran diperoleh hasil bahwa nilai atau skor rata-rata terhadap komponen-komponen penilaian desain modul pembelajaran yakni mendapatkan nilai sebesar 86 % (pada rentang skor 76 100 %) yaitu dengan kategori sangat layak/sangat valid. Masukan atau saran dari ahli desain juga menjadi pertimbangan untuk perbaikan modul pembelajaran ke depan baik bagi pengembang sendiri maupun bagi pihak sekolah.

3.   Rekap penilaian dari teman sejawat dapat diperoleh data dari komponen-komponen pertanyaan yakni mendapatkan nilai sebesar 94% yaitu dengan kategori sangat layak/ sangat valid (pada rentang skor 80 100

%). Teman sejawat yang mengisi instrumen rata-rata sudah memahami konten modul pembelajaran setelah mendapat penjelasan dari pengembang.

4.   Rekap penilaian dari uji kelompok kecil dapat diperoleh data dari penilaian komponen pertanyaan pada instrumen yakni mendapatkan hasil sebesar 85,4% (pada rentang skor 80 � 100 %) yaitu dengan kategori sangat layak/ sangat valid. Peserta didik yang menjadi sampel uji kelompok kecil ini sudah mendapat sosialisasi terlebih dahulu sebelum mengisi instrumen.

5.   Rekap penilaian dari uji kelompok besar dapat diperoleh data sebesar sebesar 80,17 % yaitu dengan kategori sangat layak/ sangat valid. Peserta didik yang dijadikan sampel uji coba kelompok besar ini rata-rata sudah memahami modul pembelajaran.

����������� Dari semua data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa hasil semua uji validasi bisa dikatakan layak/valid dikarenakan berada pada kategori ini rentang nilai yaitu 70% - 100%, Oleh karena itu bisa diilustrasikan dengan model grafik seperti di bawah ini:

Gambar 2 Perolehan persentase nilai kelayakan modul pembelajaran

 

B.             Verifikasi/Revisi

1.          Ahli Isi/Materi

����������� Pada tahapan ini langkah selanjutnya yang dilakukan oleh pengembang adalah pembenahan pada produk modul pembelajaran sesuai dengan saran yang diberikan dari ahli isi kepada pengembang. Secara umum komentar atau saran yang diberikan oleh ahli isi/materi memberikan komentar baik. Berdasarkan hasil tanggapan, penilaian maupun ekspresi yang diberikan dan dilengkapi dari data hasil komentar baik yang berupa saran atau masukan dari ahli isi/materi terhadap pengembangan modul pembelajaran memerlukan sedikit sentuhan revisi ataupun perbaikan.

Revisi produk dapat disajikan dalam bentuk tabel berikut:

Tabel 3 Revisi produk pengembangan ahli isi/materi modul pembelajaran

No

Kategori

Masukan

Revisi

1

Isi Materi

Penyajian sudah cukup baik, sudah memiliki keakuratan dan kelengkapan pada materi, sehingga memiliki kejelasan uraian materi

Tidak ada revisi

2

Teknologi

1.  Saat pertama kali akses pada modul pembelajaran untuk masuk halaman memakan waktu cukup lama

2.   Beberapa tombol tidak mengarah pada materi modul pembelajaran

3.   Penyajian materi sudah cukup baik, namun tata letak halaman website perlu dioptimalkan

4.   Penyajian materi sebaiknya berada pada halaman website, sehingga memiliki keterpaduan

5.   Materi mengharuskan akses pada halaman web lainnya, hal tersebut memakan waktu yang lama

Sudah direvisi menjadi lebih optimal

3

Desain Pesan

Komponen gambar sudah baik, namun padavideo

pembelajaran memiliki kualitas yang kurang��� baik,��������� suara

yangjuga������������� tidak terdengar dengan jelas

Video sudah diganti dengan kualitas yang lebih baik

 

2.          Ahli Desain Media Pembelajaran

��������� Pada tahapan terakhir dari uji para ahli yang dilakukan oleh pengembang adalah pembenahan pada produk modul pembelajaran sesuai dengan saran yang diberikan dari ahli desain pembelajaran kepada pengembang, Secara umum komentar atau saran yang diberikan oleh ahli desain terhadap pengembangan elearning dilihat dari semua aspek memberikan komentar sangat baik. Terdapat saran dari ahli desain pembelajaran diantaranya adalah:

1.   Perlu�������������������������� pengelolaan�������������� secara��� khusus���� sehingga���������������� update dan monitoring modul selalu dilakukan,

2.   Perlu kerjasama yang baik antara guru sebagai pengguna untuk kelayakan modul agar lebih berdaya guna,

3.   Modul sangat layak digunakan.

 

C. Model Tampilan Produk Modul

����������� Adapun model tampilan dari modul pembelajaran ini bisa langsung diakses baik ���������oleh guru maupun peserta didik melalui internet dengan menginstall aplikasi Kodular dan menscan barcode seperti di bawah ini . Berikut ini tampilan modul pembelajaran yang dapat dilihat oleh pengguna.

Gambar 3 Tampilan barcode di Aplikasi Kodular

Gambar 4Tampilan modul pembelajaran menggunakan smartphone

 

 

Gambar 5 Tampilan modul pembelajaran

 

Pada halaman beranda pengguna akan dapat melihat berbagai menu yang bisa dipilih. Diantaranya Data modul pembelajaran yang berisi berbagai mata pelajaran yang ditempuh peserta didik.

Penggunaan modul pembelajaran secara rinci dapat dilihat pada lampiran tesis tentang pedoman/ tutorial penggunaan modul pembelajaran baik untuk guru maupun ������peserta didik.

 

Kesimpulan

Setelah seluruh hasil dari penjabaran bab VI yang dihasilkan dari deskripsi dan di bahas dalam sebuah produk yakni pengembangan buku ajar bisnis online kelas XI semester genap, berikut ini akan dikemukakan pokok-pokok dari kesimpulan sebagai berikut: Kajian Produk Yang Telah Direvisi.

1. Kajian Produk yang Telah Direvisi

Modul Pembelajaran telah dikembangkan dengan menggunakan model ADDIE. Buku ajar ini menggunakan kurikulum 2013 yang telah direvisi di tahun 2017. Pengembangan pada buku ini memiliki tujuan agar peserta didik mendapatkan pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi dasar yang dibutuhkan, pengetahuan dan ketrampilan peserta didik.

Sebelum digunakan buku ini telah ditelaah dan diuji coba melalui beberapa validasi seperti validasi ahli materi atau isi, validasi ahli desain, dan validasi rekan sejawat, dan uji coba peserta didik. Hasil yang didapatkan adalah sangat layak digunakan berdasarkan kriteria skala Likert pada selang 81 � 100%, meskipun ada perbaikan-perbaikan untuk menyempurnakan modul pembelajaran ini. Adapun beberapa kekuatan atau keunggulan dari modul pembelajaran sebagai berikut.

1.Modul pembelajaran yang dikembangkan merupakan sebuah media pembelajaran yang dapat mengintegrasikan metakognitif peserta didik dengan penguatan karakter profil pelajar pancasila

2.Modul pembelajaran dapat digunakan untuk pembelajaran secara blended sesuai karakteristik pembelajaran abad 21.

3.Produk pengembangan ini dapat digunakan kapanpun dan dimanapun oleh peserta didik maupun pendidik dengan menggunakan smartphone, laptop maupun komputer PC.

4.Produk modul pembelajaran yang dikembangkan ini memiliki identitas sebagai berikut:

Bentuk������������� : Web

 

Alamat������������� : Aplikasi Kodular dengan code pkvwck

 

Pengembang���� : Djamilah

 

Sasaran������������� : Pendidik dan peserta didik semua jurusan di SMP Islam Terpadu At-Taqwa Surabaya.

 


BIBLIOGRAFI

Aras, Latri. (2022). Jalan Menjadi Guru Profesional.

 

Dwi Yulianti, Dwi, & Munaris, Munaris. (2017). Kebutuhan Guru Dan Peserta Didik Pada Pembelajaran Baca Dan Tulis Tingkat Permulaan Di Sekolah Dasar.

 

Fitria, Yanti. (2016). Penguatan Pengajaran Guru Sains Level Dasar Dengan Strategi Pendidikan Karakter Berbasis Literasi Sains.

 

Giatman, Muhammad, Rahmad, Rusnardi, & Zuwida, Nidal. (2016). Pengembangan Shaking Table Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Pada Kuliah Teknik Gempa (Studi Kasus Di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Graha Nusantara).

 

Hadiya, Izkar, Halim, Abdul, & Adlim, Adlim. (2015a). Pengembangan Modul Pembelajaran Suhu Dan Kalor Berbasis Masalah Untuk Sma Dalam Upaya Meningkatkan Minat Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, 3(1), 81�92.

 

Hadiya, Izkar, Halim, Abdul, & Adlim, Adlim. (2015b). Pengembangan Modul Pembelajaran Suhu Dan Kalor Berbasis Masalah Untuk Sma Dalam Upaya Meningkatkan Minat Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, 3(1), 81�92.

 

Indah Wigati, Indah. (N.D.). Pembelajaran Elearning Responsif Gender.

 

Smith, Mardia Bin. (2017). Mardia Bin Smith: Prosiding Peran Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Peradaban Bangsa. Prosiding, 10(1271).

 

Suryadi, Bambang. (2016). Peran Bsnp Dalam Meningkatkan Kualitas Guru Melalui Pengembangan Standar Nasional Pendidikan Dan Implikasinya Terhadap Revitalisasi Lptk.

 

Tatan Sukwika, Tatan. (N.D.). Buku Evaluasi Pembelajaran.

 

Wisudawati, Asih Widi, & Sulistyowati, Eka. (2022). Metodologi Pembelajaran Ipa. Bumi Aksara.

 

Yerizon, Yerizon. (2016). Perbandingan Hasil Belajar Mahasiswa Calon Guru Berdasarkan Jalur Masuk Pada Matakuliah Kalkulus Lanjut Di Jurusan Matematika Fmipa Unp.

 

 

Copyright holder:

Djamilah, Atiqoh, Suhari (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: