Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.
5, Mei 2023
PENGEMBANGAN
MODUL PEMBELAJARAN SUHU DAN KALOR BERBASIS METAKOGNISI TERINTEGRASI DENGAN
KARAKTER PROFIL PELAJAR PANCASILA DI SMP ISLAM TERPADU AT-TAQWA SURABAYA
Djamilah,
Atiqoh, Suhari
Universitas PGRI Adi������������
Buana Surabaya, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Pembelajaran di sekolah dirancang dengan mempertimbangkan tahap perkembangan dan tingkat pencapaian peserta didik saat ini, sesuai kebutuhan dan karakteristik mereka yang beragam, sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan menyenangkan. Bahan ajar sebagai media pembelajaran, memiliki beragam bentuk. Bentuk tersebut dapat berupa perangkat pembelajaran, lembar kerja peserta didik (LKPD), modul, dan buku. Modul sebagai bagian bahan ajar, memiliki keunggulan dibanding bahan ajar lainnya. Keunggulan utamanya yakni modul dapat dugunakan secara mandiri oleh peserta didik. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di SMP IT AT-TAQWA Surabaya, modul pembelajaran IPA yang memuat instruksi metakognisi dalam memecahkan masalah fisika, dan terintegrasi dengan karakter Profil Pelajar Pancasila peserta didik, perlu dikembangkan. Oleh karena itulah penelitian ini dirancang untuk mengembangkan media modul pembelajaran yang berbasis Berbasis Metakognisi Terintegrasi dengan Karakter Profil Pelajar Pancasila di SMP Islam Terpadu At-Taqwa Surabaya. Pengembangan yang digunakan mengacu pada model ADDIE dengan melewati� proses perencanaan, uji materi oleh ahli materi, dan uji media oleh ahli media, revisi, produk diujicobakan pada peserta didik.Hasil penelitian ini adalah media modul pembelajaran dianyatakan layak untuk digunakan������ berdasarkan hasil validasi ahli materi sebesar 81% dengan kategori sangat layak dan ahli desain� sebesar 86% dengan kategori sangat layak. Penilaian teman sejawat juga dilakukan dan� mendapatan hasil 94% dengan kategori sangat layak. Sedangkan untuk uji coba kelompok kecil medapatkan hasil 85,4% dan uji coba kelompok besar sebesar 80,17 %. Maka berdasarkan hasil penelitian tesebut dinyatakan bahwa media Modul Pembelajaran Suhu dan Kalor Berbasis Metakognisi Terintegrasi dengan Karakter Profil Pelajar Pancasila di SMP Islam Terpadu At-Taqwa Surabaya dinyatakan sangat layak dan dapat digunakan dalam� pembelajaran.
Kata kunci: modul pembelajaran, metakognisi, karakter profil pelajar pancasila
Abstract
Learning in schools is designed
taking into account the stages of development and the current level of
achievement of students, according to their various needs and characteristics,
so that learning becomes meaningful and enjoyable. Teaching materials as learning
media, have various forms. These forms can be in the form of learning tools,
student worksheets (LKPD), modules, and books. Modules as part of teaching
materials have advantages over other teaching materials. The main advantage is
that the module can be used independently by students. Based on the results of
previous research and the results of observations made by researchers at SMP IT
AT-TAQWA Surabaya, the science learning module which contains metacognition
instructions in solving physics problems, and is integrated with� profil pelajar pancasila�s character
needs to be developed. That's why this research was designed to develop
learning module media based on Integrated Metacognition with profil pelajar
pancasila�s character at SMP Islam Terpadu At-Taqwa Surabaya. The development
used refers to the ADDIE model by going through the planning process, material
testing by material experts, and media testing by media experts, revisions,
products are tested on students. The results of this study are that the
learning module media is declared feasible to use based on the validation
results of material experts by 81% in the very feasible category and design
experts by 86% in the very feasible category. Peer assessment was also carried
out and the result was 94% in the very decent category. Meanwhile, for the
small group trials, the results were 85.4% and the large group trials were
80.17%. So based on the results of this study it was stated that the Integrated
Metacognition-Based Heat and Temperature Learning Module with Pancasila Student
Profile Characters at At-Taqwa Integrated Islamic Middle School Surabaya was
declared very feasible and could be used in learning..
Keywords: Learning Modules, Metacognition,
Character of Pancasila Student Profile
Pendahuluan
Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 pasal 3, Pendidikan Nasional
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Salah satu tujuan pendidikan nasional tersebut, yakni
menjadikan manusia kreatif. Manusia kreatif adalah manusia yang mampu
menghasilkan ide-ide baru, produk baru, dan memiliki kemampuan memecahkan
masalah
Profil Pelajar Pancasila berdasarkan Visi dan Misi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 mengenai Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024 yang berbunyi: �Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif�.
Pemecahan masalah erat kaitannya dengan metakognisi. Hal ini sesuai
dengan pernyataan
Metakognisi adalah pengetahuan tentang sistem kognitif, berpikir
tentang berpikirnya, dan keterampilan esensial dalam belajar untuk belajar.
Metakognisi merupakan pengetahuan atau aktivitas yang meregulasi kognisi
Metakognisi memiliki peran penting terhadap keberhasilan dalam
proses pemecahan masalah. Metakognisi membantu memecahkan masalah untuk
menentukan bagaimana mencapai tujuan dan bagaimana menyesuaikan tindakannya
dalam mencapai tujuan tersebut
Peserta didik diharapkan memiliki keterampilan berpikir tingkat
tinggi (Higher Order Thinking Skill) untuk memecahkan masalah yang kompleks
Penguasaan peserta didik terhadap metakognisi untuk memecahkan masalah, perlu diimbangi dengan spiritual yang kuat. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yakni menjadikan manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Tujuan tersebut menyiratkan makna bahwa setiap proses pembelajaran yang terjadi di sekolah, harus mampu membentuk peserta didik menjadi pribadi yang religius. Hal ini dapat dicapai, diantaranya dengan mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan agama sebagaimana mandat pemerintah (Abdussakir & Rosimanidar, 2017). Integrasi tersebut dapat berupa integrasi materi keagamaan dan integrasi nilai- nilai keagamaan. Selain untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, integrasi materi dan nilai-nilai keagamaan serta budaya juga penting untuk mewujudkan program pemerintah yakni Berkarakter Profil Pelajar Pancasila. Dengan mewabahnya teknologi maka keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia semakin terkikis. Oleh sebab itu, diperlukan inovasi pembelajaran yang bermakna dan terintegrasi dengan materi maupun nilai-nilai kehidupan spiritual peserta didik
Menurut
Hal ini sesuai dengan pernyataan
Sains fisika merupakan ilmu pengetahuan alam yang telah pasti
kebenarannya melalui pembuktian eksperimental yang tidak terbantahkan dan diterima
masyarakat luas sehingga menjadi sebuah aksioma dan dapat diterapkan dalam
kemajuan teknologi, adalah hukum alam ciptaan Allah SWT (Q.S. Al-Furqan 25:2).
Fisika merupakan salah satu pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian peserta
didik. Peserta didik beranggapan fisika terlalu banyak hitungan dengan
rumus-rumus yang sulit untuk dipahami dan terasa membosankan. Tujuan sesuai
dengan yang tercantum dalam Dekdiknas yaitu:�
Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,mengembangkan
keterampilan, sikap dan nilai ilmiah, mempersiapkan peserta didik menjadi warga
negara yang melek sains dan teknologi dan menguasai konsep sains untuk bekal
hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Artinya pembelajaran fisika harus menjadikan peserta didik tidak sekedar tahu
dan hafal tentang konsep fisika melainkan harus menjadikan peserta didik. Dengan
demikian, materi suhu dan kalor sebagai masalah. Masalah tersebut terkait
pemahaman konseptual (Rakhman, Suryadi, & Prabawanto, 2019), dan pemecahan
masalah
Bahan ajar sebagai media pembelajaran, memiliki beragam bentuk.
Bentuk tersebut dapat berupa perangkat pembelajaran, lembar kerja peserta didik
(LKPD), modul, dan buku. Modul sebagai bagian bahan ajar, memiliki keunggulan
dibanding bahan ajar lainnya. Keunggulan utamanya yakni modul dapat digunakan
secara mandiri oleh peserta didik
Berdasarkan kondisi yang ada di lapangan. Hal ini diketahui peneliti dari observasi pada salah satu SMP Islam Terpadu dan wawancara kepada guru IPA di SMP IT At-Taqwa di Kota Surabaya. Hasil observasi tersebut melaporkan lima hal. Pertama, modul pembelajaran suhu dan kalor belum tersedia di SMP Islam Terpadu At-Taqwa Surabaya. Kedua, buku cetak Elektronik kemdikbud / BSE telah tersedia di SMP Islam Terpadu At-Taqwa Surabaya. Ketiga, bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran materi suhu dan kalor belum melatih metakognisi peserta didik. Keempat, pembelajaran materi suhu dan kalor dapat dikatakan belum bermakna. Kelima, masih ditemukan masalah dalam pembelajaran materi suhu dan kalor terkait kemampuan pemecahan masalah peserta didik.
Hasil pertama, menyatakan bahwa modul pembelajaran suhu dan kalor belum tersedia. Hal ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa pengembangan modul materi suhu dan kalor telah dilakukan (Suryani et al., 2020). Hal ini berarti pengembangan modul belum sampai pada SMP IT At-Taqwa Surabaya di wilayah observasi peneliti. Hal ini ditunjukkan dengan bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran. Bahan ajar yang digunakan berupa buku siswa, buku sekolah elektronik (BSE), serta lembar kerja peserta didik yang dibuat oleh guru. Bahan ajar yang tersedia tersebut belum ada yang dapat digunakan secara mandiri oleh peserta didik.
Hasil kedua, Handbook terintegrasi dengan learning Cycle telah
tersedia di SMP IT At-Taqwa Surabaya namun belum terintegrasi dengan Profil
Pelajar Pancasila. Hal ini menunjukkan perlu adanya modul yang berbeda dengan
bahan ajar yang tersedia, sehingga lebih menarik untuk digunakan
Hasil ketiga, menyatakan bahwa bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran materi suhu dan kalor belum melatih metakognisi peserta didik. Hal ini ditunjukkan dengan bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran. Terdapat proses pemecahan masalah pada contoh soal dalam buku siswa. Akan tetapi, proses pemecahan masalah tersebut hanya sampai pada menemukan jawaban tanpa melakukan pengecekan. Hal ini menunjukkan bahwa proses pemecahan masalah pada buku siswa tersebut belum tuntas. Selain itu, proses pemecahan masalah pada buku siswa tersebut belum berfokus pada metakognisi.
Lembar kerja peserta didik yang dibuat oleh guru di SMP masih sangat sederhana, belum melatih metakognisi. LKS yang digunakan di SMP IT At-Taqwa Surabaya, bukan lembar kerja yang dibuat sendiri oleh guru.LKS tersebut berisi ringkasan materi dan kumpulan soal, sehingga sangat jauh dari melatih metakognisi peserta didik. Buku sekolah elektronik hanya digunakan sebagai bahan ajar suplemen, bukan sebagai bahan ajar utama. Hal ini tentu memberikan tantangan untuk mengembangkan bahan ajar yang melatih metakognisi, karena metakognisi berperan penting dalam pemecahan masalah.
Hasil keempat, menyatakan bahwa pembelajaran materi suhu dan kalor��������������������� dapat dikatakan belum bermakna. Hal ini ditunjukkan dengan belum adanya integrasi materi maupun nilai-nilai Karakter Profil Pancasila pada bahan ajar. Bahan ajar tersebut terutama pada materi suhu dan kalor berfokus pada kompetensi pengetahuan dan keterampilan, IPA di SMP IT At-Taqwa Surabaya, juga belum terintegrasi dengan nilai-nilai Karakter Profil Pelajar Pancasila. Meskipun demikian, peserta didik sudah dibiasakn salah satu profil pelajar pancasila yakni bertaqwa dan berakhlak sesuai dengan nilai-nilai Islam melalui proses pembelajaran tidak langsung seperti kegiatan pembiasaan. Contoh kegiatan pembiasaan, berdo�a sebelum dan sesudah belajar, mengucap dan menjawab salam, bersyukur dengan membaca tahmid. Kondisi tersebut, dapat menciptakan anggapan bahwa materi dan nilai-nilai Islam merupakan hal yang terpisah dari pembelajaran IPA (Mustopo, 2017), karena tidak termuat dalam bahan ajar.
Hasil kelima, menyatakan bahwa masih ditemukan masalah dalam pembelajaran materi suhu dan kalor. Salah satu masalah tersebut, yaitu peserta didik belum mampu memecahkan soal pemecahan masalah. Peserta didik hanya mampu menyelesaikan masalah menggunakan rumus suhu dan kalor. Belum ditemukan peserta didik yang melakukan pengecekan atas kebenaran jawabannya. Hal ini tampak dari hasil penyelesaian terkait masalah suhu dan kalor. Peserta didik berhenti menyelesaikan masalah setelah menemukan jawaban. Tidak ditemukan langkah pemeriksaan kembali terhadap kebenaran jawabannya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu oleh Sabaniatun et al. (2019). Masalah lain, yakni peserta didik masih sering keliru dalam menentukan konversi suhu dan kalor.
Kondisi lapangan sebagaimana dipaparkan pada hasil kelima yang������� sesuai dengan penelitian Sabaniatun et al. (2019) menunjukkan bahwa level metakognisi peserta didik dalam memecahkan masalah terkait suhu dan kalor berada pada level strategic use. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahromah (2013). Fokus materi yang diambil dalam penelitian������ Mahromah (2013) berkaitan dengan keliling persegi dan keliling persegi panjang. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa level metakognisi peserta didik dengan skor matematika tinggi tergolong pada level metakognisi������� strategic use.
Salam & Misu (2018) dalam Swartz dan Perkins membagi level metakognisi dalam proses berpikir menjadi empat kategori, yaitu: tacit use, aware use, strategic use, dan reflective use. Selanjutnya, Laurens (2010) menyatakan bahwa level metakognisi siswa terdiri dari tacit use, aware use, semi strategic use, strategic use, semi reflective use, dan reflective use. Jika dicermati level metakognisi yang dikemukakan oleh dua ahli tersebut, maka perbedaannya terletak pada adanya level semi strategic use dan semi reflective use pada pembagian level metakognisi Laurens (2010). Laurens menambahkan dua level tersebut karena pada penelitian pendahuluan yang dilakukannya, ada siswa yang tidak dapat dikategorikan menurut level metakognisi yang dikemukakan oleh Swartz dan Perkins. Selanjutnya, dari hasil penelitian yang dilakukan, Laurens memperoleh penjenjangan level metakognisi yang baru.
Metode Penelitian
Pengembangan modul pada penelitian ini menggunakan model
ADDIE. Model ADDIE merupakan singkatan dari Analysis, Design, Development,
Implementation, dan Evaluation
Gambar 1 Model Pengembangan ADDIE (Martin &
Betrus, 2019).
Hasil dan Pembahasan
��������� Data hasil yang didapatkan dari ahli
isi/materi pembelajaran, ahli
desainmedia pembelajaran, teman sejawat dan uji terhadap peserta didik yang dilihat dari isi materi, teknologi
dan desain pesan terhadap modul
pembelajaran adalah sebagai
berikut:
1.
Rekap penilaian dari ahli
isi/materi pembelajaran dapat diperoleh data
uji kelayakan modul pembelajaran dengan validasi
ahli materi memenuhi
kriteria �����yang diharapkan
dengan hasil sebesar 81
% yaitu dengan kategori
sangat layak/
sangat valid (pada
rentang skor 76-100 %) Banyak masukan yang didapat dari ahli materi terkait
konten atau isi dari modul pembelajaran. Masukan
tersebut sudah ditindak lanjuti oleh pengembang sehingga menjadi lebih baik dan dapat digunakan
untuk pembelajaran.
2.
Rekap penilaian dari ahli
desain media pembelajaran diperoleh hasil bahwa nilai atau skor rata-rata terhadap
komponen-komponen penilaian desain modul pembelajaran yakni
mendapatkan nilai sebesar 86
% (pada rentang
skor 76 � 100 %) yaitu dengan kategori
sangat layak/sangat valid. Masukan atau saran dari ahli desain juga menjadi
pertimbangan untuk perbaikan
modul pembelajaran ke depan baik bagi pengembang sendiri
maupun bagi pihak sekolah.
3.
Rekap penilaian
dari teman sejawat
dapat diperoleh data dari komponen-komponen pertanyaan yakni
mendapatkan nilai sebesar 94% yaitu dengan kategori sangat layak/ sangat valid (pada rentang skor 80 � 100
%). Teman sejawat yang mengisi instrumen
rata-rata sudah memahami
konten modul pembelajaran
setelah mendapat
penjelasan dari pengembang.
4.
Rekap penilaian dari uji
kelompok kecil dapat diperoleh data dari penilaian
komponen pertanyaan pada instrumen yakni mendapatkan hasil sebesar 85,4% (pada
rentang skor 80 � 100 %) yaitu dengan kategori
sangat layak/
sangat valid. Peserta didik yang menjadi sampel
uji kelompok kecil ini sudah mendapat sosialisasi
terlebih dahulu sebelum mengisi �instrumen.
5.
Rekap penilaian
dari uji kelompok
besar dapat diperoleh
data sebesar sebesar 80,17 % yaitu dengan kategori sangat layak/ sangat valid. Peserta didik yang dijadikan sampel uji coba kelompok
besar ini rata-rata sudah memahami modul pembelajaran.
����������� Dari semua data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
hasil semua uji validasi bisa dikatakan layak/valid dikarenakan berada pada kategori
ini rentang nilai yaitu 70% - 100%, Oleh karena itu bisa diilustrasikan dengan
model grafik seperti di bawah ini:
Gambar 2 Perolehan persentase nilai kelayakan modul
pembelajaran
1.
Ahli Isi/Materi
����������� Pada tahapan ini langkah selanjutnya yang dilakukan oleh pengembang adalah pembenahan pada
produk modul pembelajaran sesuai dengan saran yang diberikan dari ahli isi kepada pengembang. Secara umum komentar atau
saran yang diberikan oleh ahli isi/materi memberikan komentar baik. Berdasarkan hasil tanggapan, penilaian maupun ekspresi yang diberikan dan dilengkapi dari data hasil komentar baik yang berupa
saran atau masukan
dari ahli isi/materi terhadap pengembangan modul
pembelajaran memerlukan sedikit
sentuhan revisi
�ataupun perbaikan.
Revisi produk
dapat disajikan dalam bentuk tabel berikut:
Tabel 3 Revisi produk pengembangan ahli isi/materi modul pembelajaran
No |
Kategori |
Masukan |
Revisi |
1 |
Isi Materi |
Penyajian sudah
cukup baik, sudah memiliki keakuratan dan kelengkapan
pada materi, sehingga memiliki
kejelasan uraian materi |
Tidak ada
revisi |
2 |
Teknologi |
1. Saat pertama kali akses pada modul pembelajaran
untuk
masuk halaman memakan waktu cukup lama 2. Beberapa tombol tidak
mengarah pada materi
modul pembelajaran 3. Penyajian materi
sudah cukup baik, namun tata
letak halaman website
perlu dioptimalkan 4. Penyajian materi
sebaiknya berada pada
halaman website, sehingga memiliki
keterpaduan 5. Materi mengharuskan akses pada halaman web lainnya,
hal tersebut memakan waktu yang lama |
Sudah direvisi menjadi lebih optimal |
3 |
Desain Pesan |
Komponen gambar
sudah baik, namun
pada� video pembelajaran memiliki kualitas yang �kurang��� baik,��������� suara yang� juga������������� tidak
terdengar dengan jelas |
Video sudah diganti dengan kualitas
yang lebih baik |
��������� Pada tahapan terakhir dari uji para ahli yang dilakukan oleh pengembang adalah pembenahan pada produk modul
pembelajaran
sesuai
dengan saran yang diberikan dari ahli desain pembelajaran kepada pengembang,
Secara
umum komentar atau saran yang diberikan oleh
ahli desain terhadap pengembangan elearning dilihat dari semua aspek memberikan komentar sangat baik.
Terdapat saran dari ahli desain pembelajaran diantaranya adalah:
1.
Perlu�������������������������� pengelolaan�������������� secara��� khusus���� sehingga���������������� update dan monitoring modul selalu dilakukan,
2.
Perlu kerjasama
yang baik antara guru sebagai
pengguna untuk kelayakan modul agar lebih berdaya guna,
3.
Modul sangat layak digunakan.
C. Model Tampilan
Produk Modul
����������� Adapun model tampilan dari modul pembelajaran
ini bisa langsung diakses baik
���������oleh guru maupun peserta
didik melalui internet
dengan menginstall aplikasi Kodular dan menscan barcode seperti di bawah ini . Berikut ini tampilan modul
pembelajaran yang dapat dilihat oleh pengguna.
Gambar
3
Tampilan barcode di Aplikasi Kodular
Gambar 4Tampilan modul pembelajaran menggunakan smartphone
Gambar 5 Tampilan modul pembelajaran
Pada halaman beranda
pengguna akan dapat melihat berbagai menu yang
bisa dipilih. Diantaranya Data modul
pembelajaran yang berisi berbagai
mata pelajaran yang ditempuh peserta didik.
Penggunaan modul pembelajaran secara
rinci dapat dilihat pada lampiran tesis tentang
pedoman/ tutorial penggunaan modul
pembelajaran
baik
untuk guru maupun �������peserta didik.
Kesimpulan
Setelah seluruh hasil dari penjabaran bab VI
yang dihasilkan dari deskripsi dan di bahas dalam sebuah produk yakni
pengembangan buku ajar bisnis online kelas XI semester genap, berikut ini akan
dikemukakan pokok-pokok dari kesimpulan sebagai berikut: Kajian Produk Yang
Telah Direvisi.
1. Kajian Produk yang Telah Direvisi
Modul Pembelajaran telah dikembangkan dengan
menggunakan model ADDIE. Buku ajar ini menggunakan kurikulum 2013 yang telah
direvisi di tahun 2017. Pengembangan pada buku ini memiliki tujuan agar peserta
didik mendapatkan pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi dasar yang
dibutuhkan, pengetahuan dan ketrampilan peserta didik.
Sebelum digunakan buku ini telah ditelaah dan
diuji coba melalui beberapa validasi seperti validasi ahli materi atau isi,
validasi ahli desain, dan validasi rekan sejawat, dan uji coba peserta didik.
Hasil yang didapatkan adalah sangat layak digunakan berdasarkan kriteria skala
Likert pada selang 81 � 100%, meskipun ada perbaikan-perbaikan untuk
menyempurnakan modul pembelajaran ini. Adapun beberapa kekuatan atau keunggulan
dari modul pembelajaran sebagai berikut.
1.� Modul
pembelajaran yang dikembangkan merupakan sebuah media pembelajaran yang dapat
mengintegrasikan metakognitif peserta didik dengan penguatan karakter profil
pelajar pancasila
2.� Modul
pembelajaran dapat digunakan untuk pembelajaran secara blended sesuai
karakteristik pembelajaran abad 21.
3.� Produk
pengembangan ini dapat digunakan kapanpun dan dimanapun oleh peserta didik
maupun pendidik dengan menggunakan smartphone, laptop maupun komputer PC.
4.� Produk
modul pembelajaran yang dikembangkan ini memiliki identitas sebagai berikut:
Bentuk������������� : Web
Alamat������������� : Aplikasi Kodular dengan code pkvwck
Pengembang���� : Djamilah
Sasaran������������� : Pendidik dan peserta didik semua jurusan di SMP Islam
Terpadu At-Taqwa Surabaya.
BIBLIOGRAFI
Aras, Latri. (2022). Jalan Menjadi Guru Profesional.
Dwi Yulianti, Dwi, & Munaris, Munaris. (2017). Kebutuhan Guru Dan Peserta Didik Pada Pembelajaran Baca Dan Tulis Tingkat Permulaan Di Sekolah Dasar.
Fitria, Yanti. (2016). Penguatan Pengajaran Guru Sains Level Dasar Dengan Strategi Pendidikan Karakter Berbasis Literasi Sains.
Giatman, Muhammad, Rahmad, Rusnardi, & Zuwida, Nidal. (2016). Pengembangan Shaking Table Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Pada Kuliah Teknik Gempa (Studi Kasus Di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Graha Nusantara).
Hadiya, Izkar, Halim, Abdul, & Adlim, Adlim. (2015a). Pengembangan Modul Pembelajaran Suhu Dan Kalor Berbasis Masalah Untuk Sma Dalam Upaya Meningkatkan Minat Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, 3(1), 81�92.
Hadiya, Izkar, Halim, Abdul, & Adlim, Adlim. (2015b). Pengembangan Modul Pembelajaran Suhu Dan Kalor Berbasis Masalah Untuk Sma Dalam Upaya Meningkatkan Minat Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, 3(1), 81�92.
Indah Wigati, Indah. (N.D.). Pembelajaran Elearning Responsif Gender.
Smith, Mardia Bin. (2017). Mardia Bin Smith: Prosiding Peran Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Peradaban Bangsa. Prosiding, 10(1271).
Suryadi, Bambang. (2016). Peran Bsnp Dalam Meningkatkan Kualitas Guru Melalui Pengembangan Standar Nasional Pendidikan Dan Implikasinya Terhadap Revitalisasi Lptk.
Tatan Sukwika, Tatan. (N.D.). Buku Evaluasi Pembelajaran.
Wisudawati, Asih Widi, & Sulistyowati, Eka. (2022). Metodologi Pembelajaran Ipa. Bumi Aksara.
Yerizon, Yerizon. (2016). Perbandingan Hasil Belajar Mahasiswa Calon Guru Berdasarkan Jalur Masuk Pada Matakuliah Kalkulus Lanjut Di Jurusan Matematika Fmipa Unp.
Copyright holder: Djamilah, Atiqoh, Suhari (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |