Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No.
11, november 2022
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA
PEGAWAI PUSKESMAS JUATA KOTA TARAKAN
Putri Dian Vitasari, Bayu Kharisma, Meita Istianda
Universitas Terbuka Jakarta, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Kinerja pegawai suatu organisasi merupakan hasil sinergi dari beberapa faktor seperti budaya organisasi, komitmen organisasi, dan gaya kepemimpinan. Penelitian ini mencoba menganalisa pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap komitmen organisasi di Puskesmas Juata Kota Tarakan serta memberikan masukan mengenai implikasi kebijakan yang dapat dilakukan oleh manajemen Puskesmas Juata untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja pegawai. Penelitian dilakukan pada pegawai Puskesmas Juata dengan populasi berjumlah 81 orang baik itu ASN maupun non ASN. Sampel diambil sebanyak 67 responden yang memiliki masa kerja > 2 tahun dengan metode pengambilan sampel acak sederhana. Skala likert digunakan untuk mengukur variabel. Adapun untuk menganalisis data yaitu melalui metode analis jalur. Secara signifikan, komitmen organisasi dipengaruhi oleh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan, dengan demikian peningkatan dari penerapan budaya organisasi serta dukungan dari Kepala Puskesmas dapat secara bersama meningkatkan komitmen organisasi pegawai Puskesmas Juata. Selain itu, penelitian ini juga membuktikan bahwa budaya organisasi, gaya kepemimpinan, komitmen organisasi secara bersamaan berpengaruh signifikan pada variabel kinerja pegawai, sehingga peningkatan dari penerapan budaya organisasi, dukungan dari Kepala Puskesmas serta komitmen organisasi pegawai yang tinggi akan dapat secara bersama meningkatkan kinerja pegawai Puskesmas Juata.� Hal yang perlu menjadi perhatian, manajemen Puskesmas diharapkan menerapkan sistem yang konsisten dalam pengawasan untuk mengendalikan perilaku pegawai Puskesmas.
Kata kunci: Organisasi;Budaya Organisasi, Gaya Kepemimpinan, Komitmen
Organisasi, Kinerja Pegawai.
Abstract
Employee performance in an organization is the result of
the synergistic effect of multiple factors, including organizational culture,
organizational engagement, and leadership style. This study attempts to analyze
the impact of organizational culture and leadership style on organizational
commitment at the Puskesmas Juata,
Tarakan City, and to inform policy implications that could be implemented by
management of Puskesmas Juata
to improve and enhance employee performance. This research was conducted on employees
of the Puskesmas Juata with
a population of 81 people, both ASN and non ASN status. The sample used was 67
respondents who had worked for > 2 years using a simple random sampling
method. The Likert scale is used to measure variables. As for analyzing the
data, namely through the path analysis method. Significantly, organizational
commitment is influenced by organizational culture and leadership style, thus
increasing the application of organizational culture and support from the
leader of Puskesmas Juata
can jointly increase the organizational engagement of Puskesmas
Juata employees. In addition, this study also proves
that organizational culture, leadership style, organizational commitment
simultaneously have a significant effect on employee
performance variables, so that an increase in the application of organizational
culture, support from the Head of the Puskesmas and
high employee organizational commitment will be able to jointly improve the
performance of the Puskesmas Juata
employees. Things that need attention, the management of Puskesmas
is expected to implement a consistent system of supervision to control the
behavior of Puskesmas employees.
Keywords: Organization,
Organizational Culture Leadership Style, Organizational
Commitment, Employee Performance
.
Pendahuluan
Kesuksesan sebuah
organisasi dapat terlihat dari kecakapannya
dalam meraih tujuan yang sebelumnya telah ditentukan. Berbagai faktor pengaruh yang melekat pada kinerja organisasi sangat menentukan keberhasilan tersebut. Salah satu faktornya ialah kinerja pegawai dalam organisasi itu sendiri. Menurut
Priyadharsan & Nithiya (2020) kinerja pegawai adalah pencapaian dan kontribusi individu dalam istilah praktis
dan terukur. Secara lebih sederhana Sutrisno (2018) menyebutkan bahwa kinerja pegawai merupakan capaian atas tugas yang dilakukan oleh seseorang. Berhasilnya organisasi bergantung dari setiap kinerja individu yang bersangkutan. Maka dari itu,
diperlukan penilaian kinerja sumber daya manusia (SDM) yang objektif terhadap masing-masing
unit di dalam organisasi. Definisi lain menurut Wirawan (2015), kinerja organisasi
adalah sinergitas hasil dari berbagai
faktor. Faktor itu meliputi internal karyawan, lingkungan internal dan
eksternal organisasi.
Budaya organisasi,
yaitu salah satu dari faktor lingkungan
internal organisasi yang mempengaruhi
kinerja karyawan. Budaya ini dapat
diartikan pula sebagai bentuk asumsi yang terpola, dimana hal ini menjadi
dasar suatu kelompok mensosialisasikan pola asumsi nyata
(yang benar) dari hal-hal yang dipahami dan dipercayai sebelumnya untuk kemudian digunakan dalam memecahkan sejumlah permasalahan terkait penyatuan internal dan penyesuaian
eksternal yang pada akhirnya
memungkinkan basis pola asumsi dapat diajarkan
ke pegawai baru sehingga masalah
di dalam organisasi mampu dipahami, dipikirkan, dan diekspresikan secara tepat (Sobirin, 2018). Tujuan organisasi
dapat tercapai karena ada dukungan
dari budaya organisasi yang positif (kuat), namun sebaliknya,
terhambatnya suatu tujuan dalam organisasi
terjadi karena budaya organisasi yang negatif (lemah). Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Sutrisno (2018) bahwa perilaku dan
kinerja organisasi yang efektif dipengaruhi oleh budaya yang positif dan kuat. Terdapat 10 (sepuluh) karakteristik budaya organisasi, diantaranya inisiatif pegawai, identitas, penggabungan, petunjuk (arah), tenggang rasa atas risiko dan konflik, reward system, dan pengawasan.
Hakikatnya, antara
budaya dengan kepemimpinan di suatu organisasi tidak terpisahkan, hal ini mengingat pendiri
dan pemimpin organisasi
yang kuat berperan dalam menumbuhkan dan mengembangkan budaya organisasi. Menurut Wijono (2018), kepemimpinan adalah
fungsi berbasis kepribadian yang dapat dilihat dari perilaku
yang ditunjukkan seorang pemimpin ketika memimpin sebuah tim atau organisasi.
Memberikan motivasi kepada orang lain agar memiliki kemauan untuk bekerja
dalam menggapai tujuannya disebut kepemimpinan. Buku �The Art and Science of Leadership� karya Nahavandi menyebutkan dua tipe kepemimpinan yang berorientasi perubahan, yaitu kepemimpinan karismatik dan kepemimpinan transaksional-transformasional.
Salah satu pemahaman mendasar dari kepemimpinan
karismatik ialah konsepsi hubungan diantara pemimpin dengan pengikutnya sehingga tidak hanya menyangkut sifat maupun karakter
dari pribadi pemimpin saja. Seorang pemimpin yang berkharismatik dipandang sebagai seseorang yang memiliki dampak emosional secara mendalam pada pengikutnya. Kepemimpinan transaksional adalah jenis kepemimpinan
yang menekankan interaksi
interpersonal yang melibatkan hubungan
pertukaran antara pemimpin dan karyawan. Ketika karyawan mematuhi perintah pemimpin mereka, mereka menerima imbalan nyata langsung (Wiratama Putra, 2023). Sedangkan kepemimpinan
transformasional merupakan individu yang mempunyai karisma dan kemampuan menstimulasi bawahannya dengan ilmu pengetahuan,
dimana hal ini dapat digunakan
sebagai teknik baru bagi para bawahan ketika dihadapkan pada permasalahan dalam organisasi. Pemimpin transformasional memiliki karakter seperti inspiratif, karisma, pertimbangan individual,
dan simulasi intelektual.
Secara konseptual,
pada teori organisasi diuraikan bahwa terdapat sesuatu yang penting untuk mencapai
tujuan dan memelihara kesinambungan di dalam organisasi, yaitu komitmen organisasi seorang pegawai. Akan tetapi, dalam rangka
mendapatkan komitmen organisasi yang tinggi maka dibutuhkan situasi yang layak untuk meraihnya. Meyer J.F., Natalie J.Allen (1993) mendefinisikan komitmen
organisasi sebagai suatu kondisi sentimental psikologis yang memvisualisasikan
bukti diri seorang pegawai dengan organisasi. Kaitannya dengan komitmen organisasional, Sutrisno, (2018) mengidentifikasi tiga
tema berbeda dalam mendefinisikan komitmen, yaitu komitmen berkelanjutan, komitmen normative dan komitmen afektif
Puskesmas merupakan
fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) sebagai wujud dari
usaha pemerintah dalam membangun kesehatan melalui layanan kesehatan dasar. Derajat kesehatan warga masyarakat yang meningkat merupakan hasil dari kontribusi puskesmas yang berhasil sehingga dari keberhasilan
tersebut puskesmas pun dikenal sebagai pelayanan primer yang menjadi tumpuan pelayanan kesehatan (Indonesia, 2015). Selayaknya organisasi,
Puskesmas memiliki suatu sistem kerja
yang berdasarkan kepada pedoman manajemen Puskesmas dimana pedoman inilah yang dijadikan sebagai dasar budaya organisasi
yang diterapkan. Dalam rangka terselenggaranya upaya kesehatan yang bermutu bagi masyarakat
di wilayah kerjanya, seluruh
pegawai Puskesmas harus berkomitmen untuk bekerja secara
baik dan profesional, di bawah koordinasi dan pengawasan Kepala Puskesmas yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan baik dan tepat (Bambona et al., 2022).
Penilaian Puskesmas
atau FKTP adalah suatu bentuk kegiatan
integratif dan bertahap melalui pembinaan dan pengawasan dalam rangka melegalitaskan dan memberikan reward secara institusi ataupun per individual atas pencapaian beserta partisipasi FKTP dalam mendorong pembangunan kesehatan yang berhasil. Instrumen yang sebelumnya sudah ditentukan digunakan untuk menilai indikator kinerja Puskesmas. Terdapat kesenjangan pada pencapaian FKTP/Puskesmas Berprestasi di Kota Tarakan, dimana
terdapat puskesmas yang terus menerus menempati
peringkat 3 besar dan ada juga Puskesmas yang hampir tidak pernah
memasuki peringkat tersebut, bahkan cenderung memiliki nilai di peringkat bawah. Puskesmas Juata Permai selalu
mendapatkan nilai yang terendah dari hasil
penilaian kinerjanya di tahun 2016, 2017 maupun 2018. Saat tahun 2019 setelah terjadi penggabungan dan beroperasional dengan nama Puskesmas
Juata, penilaian kinerja Puskesmas ini pun hanya dapat
naik ke peringkat 5. Kesenjangan ini diperlihatkan pada berikut ini:
Tabel 1. Rekapitulasi
Hasil Penilaian FKTP Berprestasi
Kota Tarakan
Tahun 2016-2019
Nama Puskesmas
|
Total Nilai Penilaian
FKTP Berprestasi ( Nilai
Utama + Nilai Linsek) |
|||||||||
2016 |
2017 |
2018 |
2019 |
|
||||||
Nilai |
Peringkat |
Nilai |
Pering kat |
Nilai |
Peringkat |
Nilai |
Pering kat |
|
||
Juata Laut |
4224.61 |
4 |
3,127.64 |
6 |
1,560.40 |
6 |
|
|
|
|
Sebengkok |
4,818.44 |
1 |
4,834.69 |
2 |
3,175.48 |
3 |
4,315.97 |
3 |
|
|
Karang Rejo |
4683.29 |
3 |
5,181.52 |
1 |
3,190.77 |
2 |
4,351.64 |
2 |
|
|
Pantai Amal |
4129.94 |
5 |
3,733.23 |
3 |
2,951.40 |
5 |
3,654.48 |
6 |
|
|
Mamburungan |
3681.45 |
6 |
3,506.69 |
5 |
3,014.01 |
4 |
3,881.53 |
4 |
|
|
Juata Permai
/ Juata |
3366.77 |
7 |
2,666.88 |
7 |
1,529.26 |
7 |
3,702.22 |
5 |
|
|
Gunung Lingkas |
4762.67 |
2 |
3,710.39 |
4 |
3,199.77 |
1 |
4,468.10 |
1 |
|
|
Sumber : Rekapitulasi hasil
penilaian FKTP Berprestasi
Kota Tarakan pada Tahun 2016 � 2019.
Puskesmas Juata saat ini merupakan penggabungan
dari 2 Puskesmas di wilayah
Tarakan Utara yaitu Puskesmas
Juata Permai dan Puskesmas Juata Laut. Kedua Puskesmas
ini melebur pada April 2019
dan saat ini beroperasional dengan menggunakan nama Puskesmas Juata. Penggabungan dua Puskesmas dengan karakter budaya organisasi yang berbeda tentu memerlukan
waktu untuk dapat berintegrasi menjadi budaya organisasi baru. Kemungkinan terjadinya benturan dalam penciptaan budaya organisasi yang baru akan memberikan dampak pada kinerja pegawai. Setiap pegawai perlu menata
ulang hubungannya dengan organisasi, selanjutnya dibutuhkan waktu dalam penerimaan
dan penciptaan komitmen organisasi yang baik. Saat ini di Puskesmas
Juata, mekanisme pengawasan terhadap pegawai yang dilakukan oleh Kepala Puskesmas dan Kepala Subbagian Tata Usaha tidak cukup efektif
dijalankan, sehingga seringkali pelanggaran peraturan dan tata tertib sering diabaikan. Kecenderungan sikap pimpinan untuk memberikan toleransi terhadap pelanggaran tata tertib tentu bukan
hal baik dilakukan dalam sebuah organisasi. Kedisplinan dalam pelaksanaan waktu kerja di Puskesmas Juata terlihat masih sangat kurang, terlihat dengan sering terlambatnya beberapa pegawai puskesmas untuk masuk kerja dan pegawai yang tidak melakukan absensi jam pulang. Ini memperlihatkan
adanya permasalahan dalam budaya organisasi
Puskesmas Juata untuk dimensi pengawasan
dari manajemen Puskesmas. Berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan oleh penulis bersama beberapa pegawai, tergambarkan bahwa kelemahan Kepala Puskesmas Juata dalam membentuk
identitas organisasi merupakan tantangan besar bagi Puskesmas
saat ini. Kepala Puskesmas selaku role model seharusnya dapat membuktikan terlebih dahulu semangat dalam kesatuan yang menjadi contoh dan panutan bagi seluruh pegawai,
dalam rangka membentuk identitas organisasi bagi seluruh pegawainya. Secara umum terutama
bagi tenaga kontrak di Puskesmas Juata, dirasakan sangat kurang komitmennya pada organisasi. Hal ini dikarenakan pegawai merasa tidak memiliki
Puskesmas dan adanya kesempatan menarik untuk berkerja ditempat lain, dimana hal ini
tidak dapat dihindari.
Muis et al., (2018) dengan penelitiannya
pada PT Pegadaian (Persero) Kanwil
I � Medan menemukan budaya
dan komitmen organisasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai secara simultan. Disamping itu, terdapat juga penelitian yang membuktikan bahwa kinerja pegawai
di lingkungan organisasi secara positif dan signifikan dipengaruhi hanya oleh kepemimpinan suportif dan transformasional (Lor, 2017). Purwanto et al., (2020) dengan mengambil ranah penelitian pada Puskesmas di Pati Jawa Tengah mengungkapkan bahwa secara langsung maupun tidak, kepemimpinan
transformasional melalui inovasi hubungan sikap kerja ternyata
berdampak positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan di Puskesmas.
Merujuk kepada
beberapa permasalahan sebelumnya, penulis merasa terdorong untuk melangsungkan penelitian lebih mendalam terkait �Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai Puskesmas Juata Kota Tarakan�. Tujuan penelitian ini yakni untuk menganalisa
pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap komitmen organisasi pegawai Puskesmas Juata Kota Tarakan serta memberikan masukan mengenai implikasi kebijakan yang dapat dilakukan oleh manajemen Puskesmas Juata Kota Tarakan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja pegawai.
Bisa
dikatakan hal ini menjadi penelitian
kali pertama yang dilaksanakan
di Puskesmas Kota Tarakan untuk
menganalisis antara variabel budaya organisasi, gaya kepemimpinan, dan komitmen organisasi terhadap kinerja pegawai Puskesmas. Harapannya, penelitian ini dapat turut menyumbangkan
kontribusi yang berarti kepada manajemen Puskesmas di Kota Tarakan untuk mengatasi permasalahan organisasi yang dihadapi sebagai upaya mengoptimalkan
kinerja Puskesmas dan kualitas dalam melayani masyarakat di bidang kesehatan. Secara spesifik bagi pihak manajemen
Puskesmas Juata Kota
Tarakan bahwa hasil penelitian ini akan memberikan hasil yang empiris untuk menjadi dasar
petunjuk dan pertimbangan dalam mengambil keputusan guna memperbaiki dan meningkatkan kinerja karyawan.
Metode Penelitian
Penelitian ini
menggunakan disain kuantitatif. Data primer dikumpulkan
melalui instrumen penelitian berupa kuesioner, sementara data sekunder diperoleh dari rekapitulasi hasil penilaian FKTP Berprestasi Kota Tarakan pada Tahun
2016 � 2019, Profil Dinas Kesehatan Kota Tarakan Tahun 2016 � 2019 dan Profil Puskesmas Juata Kota Tarakan Tahun 2020. Populasi penelitian ini adalah 81 orang pegawai Puskesmas Juata Kota Tarakan baik yang berstatus ASN dan non
ASN. Jumlah sampel ditentukan melalui rumus Isaac dan Michael (Sugiyono, 2019)� dan didapatkan
jumlah sampel yang akan diambil dengan
metode sampel acak sederhana sebanyak 67 orang pegawai Puskesmas Juata yang sudah bekerja > 2 Tahun.
Tipe validitas yang digunakan adalah validitas konstruk dari rumus product� moment yang tingkat signifikansinya sebesar 5%. Rumus Alpha Chronbach digunakan untuk menguji realibilitas instrument, dimana jika α ≥ 0.700 maka reliabilitas dipandang telah cukup memuaskan. Adapun untuk menganalisis datanya menggunakan path analysis technique (teknik analisis jalur).
Hasil dan Pembahasan
Model
Struktural dan Matriks Korelasi antar Variabel
Model Hubungan Jalur Antar Variabel pada
Substruktur-1
Model ini meliputi Budaya Organisasi (X1) dan Gaya Kepemimpinan
(X2) sebagai variabel eksogenus, Komitmen Organisasi (X) selaku variabel endogenus, dan varibel residu (e1). Mengacu pada
hubungan tersebut maka model jalur pada substruktur-1:
X3
= rX3X1X1 + rX3X2X2 + e1
Berikut ini koefisien jalur pada substruktur-1 dari hasil kalkulasi menggunakan SPSS:
Tabel 2. Nilai Koefisien Jalur pada Substruktur-1
Model |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients |
t |
Sig. |
|
B |
Std.Error |
Beta |
|||
Konstanta |
24,207 |
6,424 |
|
3,768 |
.000 |
Budaya.Organisasi |
.191 |
.052 |
.328 |
3,696 |
.000 |
Gaya.Kepemimpinan |
.307 |
.048 |
.571 |
6,444 |
.000 |
Sumber : Hasil pengolahan data primer (2022)
Berdasarkan perhitungan Tabel
2. yang dihasilkan diperlihatkan
bahwa koefisien jalur ini memiliki
koefisien jalur X1 terhadap X3 adalah rX3X1 = 0,328 dan koefisien jalur X2 terhadap X3 adalah rX3X2 = 0,571.
Tabel 3. Model Summary Substruktur-1
R |
R Square |
Adjusted R Square |
Std. Error of the Estimate |
.783 |
.613 |
.601 |
5,03740 |
Sumber : Hasil olahan data primer (2022)
Dari hasil di atas ditemukan nilai koefisien determinasi R2 X3 X2 X1 adalah sebesar 0,613 (61,3%). Besar koefisien galat rX3 : e1 adalah �= 0,622 . Dengan dasar hasil perhitungan ini, maka pada substruktur-1 antara variabel X1, X2 terhadap X3 memiliki kerangka hubungan kausalitas empiris sebagai berikut:
X3 = 0,328 X1 + 0,571 X2 + 0,622
Adapun diagram jalur substruktur-1 dapat dilihat dari
bagan di bawah ini:
Bagan 1. Jalur
Substruktur-1
Sumber : Hasil pengolahan data primer (2022)
Pengaruh variabel bebas eksogenus budaya organisasi secara gabungan dengan gaya kepemimpinan terhadap komitmen organisasi dapat terlihat pada keluaran Tabel 3, dimana
didapatkan besarnya nilai R2 adalah 0,613
(61,3%). Hasil ini menunjukkan
bahwa variabilitas tingkat komitmen organisasi yang dapat dijelaskan melalui variabel Budaya Organisasi serta Gaya Kepemimpinan ialah sebesar 61,3%, sementara variabel eksternal lainnya mempengaruhi sebesar �38,7 % .
Tabel 4. Model Regresi Substruktur-1
Model |
Sum of Squares |
df |
Mean Square |
F |
Sig. |
Regresi |
2575,191 |
2 |
1287,596 |
50,742 |
.000 |
Residu |
1624,027 |
64 |
25,375 |
|
|
Total |
4199,219 |
66 |
|
|
|
Sumber : Hasil pengolahan
data primer (2022)
Melihat hasil perhitungan di
Tabel 4. diketahui Fhitung adalah 50,742 dengan taraf signifikansi 0,05 dan DK
yang aturan numerator / V1 = 3 � 1 = 2 dan denumerator / V2 = 67 - 3 = 64 maka
didapatkan nilai Ftabel = 3,14. Nilai Fhitung
> Ftabel artinya
variabel budaya organisasi dan gaya kepemimpinan secara gabungan berefek signifikan pada variabel komitmen organisasi.
Hasil perhitungan model regresi
ini sejalan dengan penelitian dari Paskauli dan Andreani, (2019) dimana didapatkan besarnya kontribusi variabel bebas eksogenus terhadap variabel terikat (komitmen organisasi) yang ditunjukan melalui nilai R square (R2) = 0,667. Maknanya,
variabel budaya organisasi dan gaya kepemimpinan berpengaruh kuat pada komitmen organisasional. Sementara itu, Jahan et al., (2022) juga menemukan hal serupa
pada penelitian yang dilakukan
terhadap 211 pegawai
Bangladesh Civil Service (BCS Administration). Studi ini membuktikan bahwa komitmen organisasi terpengaruh oleh budaya organisasi yang positif, dimana ditemukan bahwa pegawai memiliki tingkat komitmen sedang, dengan rata-rata komitmen afektif adalah 3,9566, rata-rata komitmen
berkelanjutan adalah 2,9376
dan rata-rata komitmen normatif
adalah 3,5711.
Model Hubungan Jalur Antar Variabel pada
Substruktur-2
Model kedua ini mencakup satu
variabel endogenus (Kinerja Pegawai (Y)), tiga
variabel eksogenus (Budaya Organisasi (X1), Gaya Kepemimpinan (X2) dan Komitmen Organisasi (X3)), dan e2 sebagai
variabel residu. Pada hubungan ini, model jalurnya, yaitu: Y
= rYX1 X1 + rYX2
X2 + rYX3X3 + e2
Berdasarkan Tabel 5. dapat terlihat penyajian koefisien jalur pada substruktur-2 yang telah
dihitung menggunakan SPSS:
Tabel 5. Nilai Koefisien Jalur pada Substruktur-2
Model |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients |
t |
Sig. |
|
B |
Std. Error |
Beta |
|||
Konstanta |
70,237 |
5,532 |
|
12,696 |
.000 |
Budaya.Organisasi |
.394 |
.044 |
.668 |
8,855 |
.000 |
Gaya.Kepemimpinan |
.071 |
.043 |
.130 |
1,652 |
.103 |
Komitmen Organisasi |
.144 |
.048 |
.222 |
2,972 |
.004 |
Sumber : Hasil pengolahan data primer (2022)
Dari data di atas memperlihatkan rYX1 = 0,668 (koefisien
jalur X1 terhadap Y), rYX2 = 0,130 (koefisien
jalur X2 terhadap Y), serta rYX3 = 0,222 (koefisien
jalur X3 terhadap Y) pada koefisien jalur pada
substruktur-2.
Tabel 6. Model Summary Substruktur-2
R |
R Square |
Adjusted R Square |
Std. Error of the Estimate |
.858 |
.736 |
.724 |
4.23963 |
Sumber : Hasil pengolahan data primer (2022)
Adapun dari pengukuran yang terdapat di Tabel 6. didapati nilai koefisien determinasi R2 Y X3 X2 X1 adalah sebesar 0,736 (73,6 %). Besar koefisien galat rY: e2 adalah �= 0,513. Atas kalkulasi
tersebut, rangka hubungan kausal empiris variabel X1, X2, X3 terhadap Y pada substruktur-2 adalah
Y = 0,668 X1 + 0,130 X2 + 0,222 X3 + 0,513
Berikut merupakan sajian diagram jalur substruktur-2:
Bagan 2. Diagram jalur substruktur-2
Sumber : Hasil pengolahan data primer (2022)
Secara simultan, variabel bebas eksogenus mempengaruhi kinerja pegawai dengan nilai
R2 adalah 0,736 (73,6%). Hasil ini menunjukkan bahwa keragaman tingkat kinerja pegawai yang dapat diterangkan oleh variabel budaya organisasi, gaya kepemimpinan, serta komitmen organisasi, yakni sebanyak 73,6%, sedangkan 26,4% lainnya dipengaruhi oleh sejumlah variabel lain yang sifatnya eksternal.�
Tabel 7. Model Regresi Substruktur-2
Model |
Sum of Squares |
df |
Mean Square |
F |
Sig. |
|||
Regresi |
3164,364 |
3 |
1054,788 |
58,682 |
.000 |
|
||
Residu |
1132,394 |
63 |
17,975 |
|
|
|
||
Total |
4296,757 |
66 |
|
|
|
|
||
Sumber : Hasil pengolahan
data primer (2022)
Bersandarkan perhitungan pada Tabel 7. diketahui
Fhitung adalah
58,682. Dengan menggunakan nilai 0,05 untuk taraf signifikansi dan DK dengan ketentuan denumerator / V2 = 67 - 4 = 63 dan numerator / V1 = 4 � 1 =
3 maka didapatkan nilai Ftabel = 2,75.
Nilai Fhitung > Ftabel
artinya variabel budaya, komitmen dan gaya kepemimpinan dalam organisasi secara gabungan mempunyai pengaruh signifikan pada variabel kinerja pegawai. Nilai tersebut sesuai pengujian serempak yang dikerjakan oleh Muis et
al., (2018) dimana
didapatkan pada penelitiannya
bahwa nilai Fhitung adalah 20,102 dengan sig 0,000 < 0,05 yang menunjukan
bahwa budaya organisasi dan komitmen organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai secara signifikan. Korelasi serupa juga terlihat pada penelitian terhadap 151 siswa pilot dan instruktur penerbangan yang bekerja di sekolah pelatihan penerbangan di Istanbul, Turki. Dibuktikan
bahwa ada korelasi positif dan signifikan diantara konsep kinerja penerbangan dengan sub-dimensi gaya kepemimpinan
dan budaya organisasi yang dinilai. Analisis statistik menunjukkan kesalahan pengambilan sampel 0,05 dengan tingkat kepercayaan 0,95 (G�kalp
& Soran, 2022).
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis
pertama
H0 : Tidak terdapat
pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen organisasi pegawai P
uskesmas Juata
Kota Tarakan.
H1 : Diduga budaya
organisasi berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi pegawai
Puskesmas Juata Kota Tarakan.
Berdasarkan pengukuran didapat
nilai koefisien jalur (rX3X1) = 0,328 dengan
thitung = 3,696 dan ttabel
= 1,997 pada taraf nyata
(α = 0,05), hal ini berarti thitung > ttabel, dimana H1 diterima dan Ho ditolak. Adapun nilai sig berdasarkan hasil perhitungan adalah 0,000, dimana jikalau nilai sig < 0,05 berarti dikatakan memiliki pengaruh yang signifikan. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan
ada pengaruh positif Budaya Organisasi (X1) terhadap Komitmen Organisasi (X3) secara langsung. Dengan demikian, bila budaya organisasi
yang diterapkan oleh Puskesmas
Juata Kota Tarakan semakin kuat maka akan
semakin kuat pula komitmen organisasi yang terbentuk pada pegawai Puskesmas Juata Kota Tarakan.
Hasil uji hipotesis ini selaras dengan penelitian Aranki et al., (2019) kepada 371 karyawan
perusahaan Teknologi Informasi (TI) di Yordania dan menemukan bahwa budaya organisasi pada perusahaan tersebut mempunyai keterkaitan positif dengan komitmen organisasi dan budaya memiliki fungsi krusial untuk melindungi karyawan.
Pengujian hipotesis
kedua
H0 : Tidak terdapat
pengaruh gaya kepemimpinan terhadap komitmen organisasi pegawai
�Puskesmas Juata Kota Tarakan.
H1 : Diduga gaya
kepemimpinan berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi pegawai
�� Puskesmas
Juata Kota Tarakan.
Perolehan nilai koefisien jalur (rX3X2) = 0,571 dengan
thitung = 6,444 serta
ttabel pada taraf
nyata α = 0,05 �yaitu 1,997 dari hasil perhitungan
yang dilakukan menunjukan thitung > ttabel
artinya Ho ditolak dan H1 diterima. Adapun nilai sig berdasarkan hasil perhitungan adalah 0,000, dimana apabila nilai sig < 0,05 maka dikatakan berpengaruh signifikan sehingga memungkinkan penarikan kesimpulan, yaitu terdapat pengaruh langsung positif variabel Gaya Kepemimpinan (X2) terhadap Komitmen Organisasi� (X3). Semakin
kuat gaya kepemimpinan yang diimplementasikan
oleh Kepala Puskesmas Juata Kota Tarakan maka akan semakin kuat
pula komitmen organisasi
yang terbentuk pada pegawai
Puskesmas Juata Kota Tarakan.
Hasil pengujian hipotesis ini sejalan dengan
Song & Thompson, (2011) dengan penelitiannya
yang bermaksud untuk melakukan pengujian hubungan antara kepemimpinan transformasional dan
komitmen organisasi di
level tim dalam konglomerat Korea.�
Dimana pada penelitian ini
hubungan positif kepemimpinan transformasional dan
komitmen organisasi ditemukan.
Pengujian hipotesis
ketiga
H0 : Tidak terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai Puskesmas Juata Kota
Tarakan.
H1 : Diduga budaya organisasi
berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai Puskesmas Juata
Kota
Tarakan.
Pada pehitungan ini didapatkan hasil nilai koefisien
jalur (rYX1) = 0,668, dimana
thitung = 8,855, sementara
ttabel = 1,997 dengan
α = 0,05 (taraf nyata)
berarti Ho ditolak dan H1 diterima. Adapun nilai sig berdasarkan hasil perhitungan adalah 0,000, dimana apabila nilai sig < 0,05 maka dinyatakan memiliki efek yang signifikan. Kesimpulannya ialah adanya pengaruh positif variabel Budaya Organisasi (X1) secara langsung terhadap Kinerja Pegawai (Y). Dengan kata lain, semakin kuat penerapan budaya organisasi oleh Puskesmas Juata Kota Tarakan maka akan meningkatkan
kinerja pegawai Puskesmas Juata Kota Tarakan. Penelitian yang dilakukan Priyadharsan & Nithiya (2020) memiliki hasil
yang sejalan dengan pengujian hipotesis ketiga ini. Penelitian
yang mengambil sampel 100 staf tingkat menengah
Institusi EPC Sri Lanka dengan
menggunakan analisis univariat serta korelasi ini menarik
kesimpulan bahwa pengelolaan dan peningkatan budaya organisasi dapat memberikan kontribusi terhadap kinerja staf Institusi
EPC Sri Lanka.
Pengujian hipotesis
keempat
H0 : Tidak terdapat pengaruh gaya kepemimpinan
terhadap kinerja pegawai Puskesmas Juata
Kota Tarakan.
H1 : Diduga gaya kepemimpinan
berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai Puskesmas Juata
�Kota Tarakan.
Dari perhitungan
yang dihasilkan diketahui nilai koefisien jalur (rYX2) = 0,130, dengan
thitung = 1,652, sedangkan
ttabel pada taraf
nyata α = 0,05 sebesar
1,997 sehingga thitung
< ttabel, dimana
H0 diterima dan H1 ditolak. Adapun nilai sig berdasarkan hasil perhitungan adalah 0,103 jika nilai sig > 0,05 maka diterangkan tidak adanya signifikansi
pengaruh. Maka dari itu, ditarik
kesimpulan bahwa tidak terdapat pengaruh langsung dari Gaya Kepemimpinan (X2) terhadap Kinerja Pegawai (Y). Hal
tersebut berarti implementasi dari gaya kepemimpinan oleh Kepala Puskesmas Juata Kota Tarakan tidak berpengaruh dalam meningkatkan kinerja pegawai Puskesmas Juata Kota Tarakan.
Pengujian hipotesis
kelima
H0 : Tidak terdapat pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja pegawai Puskesmas Juata
�Kota Tarakan.
H1 : Diduga komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai Puskesmas Juata
�Kota Tarakan.
Nilai koefisien
jalur (rYX3) dari pengukuran ini sebesar 0,222 dengan thitung = 2,972, adapun dalam taraf nyata
α = 0,05 diperoleh ttabel = 1,997 sehingga thitung
> ttabel yang berarti ditolaknya
H0 dan diterimanya H1. Adapun nilai sig berdasarkan hasil perhitungan
adalah 0,004, dimana kalau nilai sig < 0,05 maka dikatakan memengaruhi
secara signifikan. Dengan demikian dapat ditarik sebuah simpulan, yakni secara
langsung terdapat pengaruh dari variabel Komitmen Organisasi (X3) pada Kinerja
Pegawai (Y). Hal ini mengungkapkan bahwa semakin kuat komitmen organisasi yang ada
pada pegawai Puskesmas Juata Kota Tarakan maka kinerja pegawai Puskesmas Juata
Kota Tarakan juga semakin mengalami peningkatan. Penelitian dari Al-Fakeh et al., (2020) juga mendapatkan hasil bahwa adanya korelasi positif pada komitmen
organisasi dengan hubungan antara kepuasan dan kinerja karyawan di bank syariah
Yordania. Hasil ini menjelaskan bahwa komitmen positif karyawan di bank syariah
Yordania bermanfaat dan juga dapat mengarah pada hasil yang lebih baik dengan
peningkatan kinerja karyawan
Hasil Analisa Kualitatif
����������� Pada bagian ini akan disajikan dengan matriks
(Lampiran ) hasil wawancara�� peneliti
dengan setiap Koordinator Pelayanan Kesehatan (Kaur Yankes) dari tiap puskesmas
rawat inap yang diteliti. Koordinator Pelayanan Kesehatan (Kaur Yankes) atau
coordinator usaha kesehatan perorangan (UKP) adalah dijabat seorang dokter
dimana pelayanan kefarmasian yang ada pada puskesmas secara struktural berada
dibawah pelayanan UKP (Jiati, 2022).
Hasil wawancara yang diperoleh
dimaksudkan untuk mengetahui faktor yang mendukung penerapan pelayanan farmasi klinik di puskesmas rawat inap di wilayah Jakarta. Dukungan baik dari pimpinan
puskesmas, penanggung jawab/coordinator UKP, maupun tenaga professional kesehatan lainnya sangat mempengaruhi pelaksanaan pelayanan farmasi klinik khususnya dalam lingkup kerja puskesmas.
Oleh karenanya peneliti mengambil informan untuk diwawancarai adalah kaur yankes/coordinator
UKP. Berikut hasil rangkuman dari matriks wawancara delapan Kaur yankes/coordinator UKP Puskesmas rawat inap di Jakarta tahun
2015 bahwa :
� Dalam pelayanan kefarmasian yang terpenting adalah harus dilakukan
oleh apoteker. Hasil wawancara
ini menunjukkan bahwa penanggung jawab UKP atau kaur yankes pada masing-masing puskesmas sangat mendukung dan mengetahui pentingnya peran apoteker demi terselenggaranya pelayanan kefarmasian yang optimal.
� Pelayanan farmasi klinik di puskesmas telah dilakukan yang ditunjukkan dengan : medication error tidak terjadi, pelayanan obat selalu terpenuhi
selama 24 jam untuk layanan rawat inap,
zero complain selama pelayanan.
Hasil wawancara ini dapat memperlihatkan bahwa pelayanan farmasi klinik di puskesmas rawat inap telah berjalan
namun belum dilaksanakan secara menyeluruh yang dimaksudkan bahwa asuhan kefarmasian� dalam pelayanan pengobatan pasien belum bisa
dirasakan langsung oleh pasien. Hal ini dapat disebabkan oleh monitoring
yang belum optimal baik dari pimpinan maupun
coordinator pelayanan UKP tentang
bagaimana tanggung jawab apoteker dalam memberikan pelayanan farmasi klinik sehingga dapat mewujudkan suatu asuhan kefarmasian
(pharmaceutical care) yang juga memegang peranan penting dalam meningkatkan
kualitas hidup pasien.
� Dalam hal kecukupan SDM apoteker di puskesmas rawat inap sudah cukup
dan sesuai standard. Namun berdasarkan pengamatan langsung masih ada dua puskesmas yang hanya memiliki satu apoteker. Idealnya untuk puskesmas rawat inap harus memiliki
minimal dua orang apoteker sehingga
dalam memberikan pelayanan kefarmasian lebih optimal dan menyeluruh.
� Pendapat dengan adanya Permenkes 30 tahun 2014 berharap kedepannya tidak ada lagi kesalahan
obat, PIO lebih digiatkan serta apoteker menjadi lebih focus dalam pelayanan kefarmasian sehingga dapat meningkatkan kepuasan pasien
� Komunikasi dan kerjasama dengan tenaga kesehatan
lain berjalan baik utamanya tentang ketersediaan obat, ada kerjasama dalam
kegiatan berbagai program puskesmas misalnya kegiatan penyuluhan.
Gambaran factor yang mendukung
pelaksanaan pelayanan farmasi klinik ini menggambarkan bahwa atmosfer dalam tim
kesehatan terprediksi secara positif dan jika kondisi ini terjadi terus menerus
maka apoteker akan merasa mereka memiliki mekanisme untuk mendapatkan umpan
balik dari rekan seprofesi., sebab menurut Russel G et al bahwa kepemimpinan, klarifikasi peran, dan
komunikasi menjadi sangat penting dalam keberhasilan suatu organisasi inter-profesional.
Kesimpulan
Penerapan budaya organisasi serta terbentuknya komitmen organisasi pegawai terbukti secara langsung mempengaruhi peningkatan kinerja pegawai Puskesmas Juata. Sementara gaya kepemimpinan tidak berpengaruh positif secara langsung pada kinerja pegawai. Untuk kegiatan pelayanan Puskesmas, sebaiknya Kepala Puskesmas tidak hanya melihat
kepada proses kerja melainkan kepada keberhasilan pegawainya dalam mencapai hasil kerja (kinerja).
Karena ketika kinerja yang dihasilkan oleh seorang pegawai semakin tinggi maka akan
lebih meningkatkan kinerja Puskesmas. Diperlukan adanya kebijakan yang ditetapkan oleh Kepala Puskesmas untuk menetapkan target kinerja pelayanan serta konsisten dalam melakukan monitoring dan evaluasi pencapaian target kinerja oleh pegawai Puskesmas. Kepala Puskesmas diharapkan dapat bersikap lebih tegas dalam
hal pengawasan untuk mengendalikan perilaku pegawai Puskesmas. Kelalaian maupun pelanggaran tata tertib harus segera
diberikan tindak lanjut berupa teguran
lisan maupun tertulis agar tidak mengakibatkan penurunan kinerja pegawai. Upaya konsiderasi individual dalam bentuk penghargaan
atas kinerja pegawai yang baik juga perlu ditingkatkan oleh Kepala Puskesmas Juata.
BIBLIOGRAFI
Al-Fakeh, F. A., Padlee, S. F., Omar, K.,
& Salleh, H. S. (2020). The moderating effects of organizational commitment
on the relationship between employee satisfaction and employee performance in
Jordanian Islamic banks. Management Science Letters, 10(14),
3347�3356. https://doi.org/10.5267/j.msl.2020.6.002
Aranki, D. H., Suifan, T. S., & Sweis,
R. J. (2019). The Relationship between Organizational Culture and
Organizational Commitment. Modern Applied Science, 13(4), 137.
https://doi.org/10.5539/mas.v13n4p137
Bambona, N. R. B., Haniarti, H., &
Nurlinda, N. (2022). The Relationship Between Dietary Patterns and Total Blood
Cholesterol Levels at Lecturers Muhammadiyah University of Parepare. Indonesian
Health Journal, 1(2), 70�77.
G�kalp, P., & Soran, S. (2022).
ScienceDirect ScienceDirect The The Impact Impact of of Leadership Leadership
Styles Styles on on Performance Performance and and Mediating Mediating Effect
of Organizational Culture : Study in Flight Schools Effect of
Organizational Culture : A Study in . Transportation Research Procedia,
65, 304�317. https://doi.org/10.1016/j.trpro.2022.11.035
Indonesia, P. (2015). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2015 tentang Penilaian Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama Berprestasi. Sekretariat Negara.
Jahan, I., Huynh, T., & Mass, G.
(2022). The Influence of Organisational Culture on Employee Commitment: An
Empirical Study on Civil Service Officials in Bangladesh. South Asian
Journal of Human Resources Management, 9(2), 271�300.
https://doi.org/10.1177/23220937221113994
Jiati, J. (2022). Peningkatan Hasil Belajar
Pendidikan Kewarganegaraan Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Group
Investigation kelas XII IPS 4 di SMA Negeri 1 Tenggarong Kabupaten Kutai
Kartanegara Kalimantan Timur. Journal Locus Penelitian Dan Pengabdian, 1(8),
683�693. https://doi.org/10.58344/locus.v1i8.344
Lor, W. (2017). The influence of leadership
on employee perfromance among jewellery artisans in Malaysia. International
Journal of Accounting, Business & Management, 5(1), 14�33.
Meyer J.F., Natalie J.Allen,� dan C. A. S. (1993). Commitment to
Organization and Occupation Extension and Test of Three Component
Conceptualization.
Muis, M. R., Jufrizen, J., & Fahmi, M.
(2018). Pengaruh Budaya Organisasi Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja
Karyawan. Jesya (Jurnal Ekonomi & Ekonomi Syariah), 1(1), 9�25.
https://doi.org/10.36778/jesya.v1i1.7
Paskauli dan Andreani. (2019). Terhadap
Komitmen Organisasional Pada Divisi Produksi Pt Kievit Indonesia. Manajemen
Bisnis, 7(1).
Priyadharsan, S., & Nithiya, P. (2020).
Association between the Organizational Culture and Employees ‟
Performance. International Journal of Research and Innovation in Social
Science, 4(4), 692�696.
Purwanto, A., Asbari, M., Prameswari, M.,
Ramdan, M., & Setiawan, S. (2020). Dampak Kepemimpinan, Budaya Organisasi
dan Perilaku Kerja Inovatif Terhadap Kinerja Pegawai Puskesmas. Jurnal Ilmu
Kesehatan Masyarakat, 9(01), 19�27.
https://doi.org/10.33221/jikm.v9i01.473
Sobirin, A. (2018). Perilaku Organisasi
(2nd ed.). Universitas Terbuka.
Song, J. H., & Thompson, L. (2011). Ji
Hoon Song, PhD. 24(3), 55�76. https://doi.org/10.1002/piq
Sugiyono. (2019). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Alfabeta.
Sutrisno, E. (2018). Budaya Organisasi.
Prenadamedia Group.
Wijono, S. (2018). Kepemimpinan dalam
Perspektif Organisasi (1st ed.). Prenadamedia Group.
Wiratama Putra, A. (2023). Implementation
of Anesthesia Ethics to Improve Medical Professionalism. Indonesian Health
Journal, 2(1), 78�82.
https://doi.org/10.58344/indonesianhealthjournal.v2i1.25
Wirawan. (2015). Evaluasi Kinerja Sumber
Daya Manusia-Teori, Aplikasi dan Penelitian. Salemba Empat.
Copyright holder: Putri Dian Vitasari, Bayu Kharisma, Meita Istianda (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |