Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia� p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 11, November 2022

 

PERUBAHAN SOSIAL PIKUKUH KARUHUN MASYARAKAT SUKU BADUY DI TENGAH MODERNISASI

 

Donna Juliasa Nurdillah, Atik Catur Budiati, Saifuddin Zuhri

Universitas Sebelas Maret, Indonesia

E-mail: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Perubahan sosial Pikukuh Karuhun pada kehidupan masyarakat Suku Baduy dipengaruhi oleh wisatawan yang membawa pengaruh modern dan kebutuhan ekonomi masyarakat Baduy. Hal ini yang merubah cara pandang masyarakat Baduy dan menimbulkan perselisihan dengan kelompok yang terus memaksa mempertahankan status quo dan kelompok yang ingin adanya perubahan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perubahan sosial dan konflik yang meryertainya serta mengetahui peran apa yang dilakukan Jaro pemerintah baduy untuk mempertahankan adat mereka. Metode peneliatin menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dan mengkaji permasalahan dengan perspektif Teori Konflik Ralf Dahrendorf.

 

Kata Kunci: Perubahan Sosial, Pikukuh Karuhun, masyarakat, Suku Baduy, Modernisasi.

 

Abstract

Pikukuh Karuhun's social changes in the lives of the Baduy Tribe are influenced by tourists who bring modern influences and economic needs of the Baduy community. This changed the perspective of the Baduy people and led to disputes with groups that continue to insist on maintaining the status quo and groups that want change. The purpose of this study is to find out the social changes and conflicts that accompany them and find out what role the Baduy government Jaro plays in maintaining their customs. The research method uses qualitative research with a phenomenological approach and examines problems with the perspective of Ralf Dahrendorf's Conflict Theory.

 

Keywords: Social Change, Pikukuh Karuhun, Society, Baduy Tribe, Modernization.


��������������������������������

Pendahuluan

Suku Baduy bermukim di pegunungan Kendeng, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Suku Baduy terbagi menjadi dua kelompok yaitu Baduy Dalam (Tangtu) dan Baduy Luar (Penamping) (Edwar et al., 2021). Ciri khas Baduy Dalam adalah mengenakan pakaian hitam putih dan ikat kepala putih. Sedangkan untuk Baduy Luar mengenakan pakaian hitam biru dan ikat kepala biru. Dalam kehidupan masyarakat Baduy selalu berpegang teguh dengan ajaran Pikukuh Karuhun.

Pikukuh Karuhun merupakan pedoman hidup yang dipakai oleh masyarakat Suku Baduy. Pikukuh Karuhun mengandung norma dan nilai yang mengatur kehidupan masyarakat Suku Baduy baik dengan Tuhannya, Leluhur, Keluarga, Tetangga dan Alam. (Ahmad, 2020). Konsep inti dari Pikukuh Karuhun yaitu kejujuran, kedamaian, kesederhanaan dengan tidak melakukan perubahan apapun. Hal ini sesuai dengan bunyi pepatah karuhun �lojor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambungan� yang berarti panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung yang bermakna tidak mengubah sesuatu ataupun dan menerima apa adanya yang telah di berikan Tuhan (Setyanto & Anggarina, 2016).

Kearifan lokal masyarakat Baduy ditunjukan oleh penelitian yang dilakukan Nadroh (2018) tentang Pikukuh Karuhun Baduy kearifan lokal di tengah modernitas zaman. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa di tengah arus perubahan dan proses modernisasi yang kian massif. Masyarakat Baduy masih kuat dan mantap dengan �Jati dirinya�. kepribadian �Urang Baduy, antara lain menghormati karuhun (leluhur), menjaga dan melestarikan lingkungan.

Sumber ekonomi utama masyarakat Baduy ialah hasil pertanian. Dimana pertanian digarap dengan cara tradisional yaitu sistem huma (ladang). Umumnya hasil pertanian diperuntukan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri. Sebagian hasil panen seperti gula merah, buah � buahan, madu dan golok biasa diperdagangkan keluar. Hasil dagang tersebut digunakan mereka untuk membeli kebutuhan yang tidak dapat mereka hasilkan sendiri (Dunan et al., 2020).

Sebagai masyarakat tradisional yang memegang teguh adat istiadat dan hidup berdampingan dengan alam (Ansori et al., 2020). Membuat Baduy memiliki keunikan dan daya tarik tersendiri di mata wisatawan. Wisatawan yang datang setiap tahun semakin meningkat, memberikan dampak positif dalam peningkatan ekonomi masyarakat Suku Baduy seperti mudah menjual hasil pertanian mereka dan pendapatan sampingan dengan menyewakan jasa mereka menjadi guide, porter, sewa penginapan, dan berdagang souvenir khas Baduy (Bahrudin & Zurohman, 2021).

Namun disisi lain kehadiran wisatawan mempunyai sisi negatif sebab wisatawan membawa budaya modern seperti Tekhnologi (Rumbino et al., 2022). Perkembangan tekhnologi yang masuk secara perlahan mendorong masyarakat Baduy perlahan meninggalkan unsur tradisional (Cahyo et al., 2019). Keberadaan tekhnologi ditengah kehidupan masyarakat Suku Baduy menyebabkan perselisihan yang mengarah pada perubahan sosial budaya lunturnya nilai Pikukuh Karuhun. Menurut Bahrudin (2017) Perubahan sosial dan pergeseran budaya lokal terjadi karena perkembangan tekhnologi komunikasi, adanya keinginan untuk berubah, kurangnya sosialisasi tentang budaya lokal terhadap generasi muda, atau bahkan nilai baru yang kontras dengan budaya lokal tersebut.

Peneliti menemukan fakta dilapangan bahwa banyak dari masyarakat Baduy yang sudah melanggar aturan adat seperti memiliki Handphone, menggunakan alas kaki, tidak memakai baju adat, membangun banyak kamar mandi, dll. Jaro Pemerintah Baduy selalu menekankan pentingnya mematuhi aturan Pikukuh Karuhun. Dengan memberikan sanksi kepada setiap pelanggar. Pelanggaran terhadap aturan Pikukuh Karuhun menimbulkan Konflik pada masyarakat Baduy dan Ketua Adat, ini disebabkan oleh perbedaan pandangan tentang aturan � aturan didalam Pikukuh Karuhun ditengah arus modernisasi. Menurut Khusniati Rofi�ah (2016) Konflik dimanapun bentuknya merupakan sesuatu yang wajar terjadi. Konflik senantiasa ada dalam setiap sistem sosial.

�Dari penjabaran diatas peneliti mengkaji perubahan sosial Pikukuh Karuhun Suku Baduy di tengah Modernisasi dengan Teori Konflik Ralf Dahrendorf (Dahrendorf, 2017). Dimana masyarakat selalu berada dalam keadaan konflik menuju proses perubahan dan memandang masyarakat disatukan oleh ketidakbebasan yang dipaksakan (Nendissa, 2022). Dahrendorf mengakui bahwa masyarakat tidak mungkin ada tanpa konflik (Agung, 2015). Dahrendof juga menjelaskan bahwa perubahan sosial dan konflik selamanya tidak melulu menjadi suatu masalah yang negatif dan bersifat disfungsional (Nyoman & Gana, 2018).

Namun baginya konflik juga menimbulkan konsensus dan integrasi dalam perubahan sosial. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana perubahan sosial masyarakat Suku Baduy terkait dengan Pikukuh Karuhun di tengah pengaruh modernisasi, mengetahui konflik atau perselisihan apa yang pernah terjadi dimasyarakat Suku Baduy dan bagaimana peran atau upaya yang dilakukan Kepala Desa untuk mengatasi mempertahankan Pikukuh Karuhun.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. peneliti ingin memahami lebih mendalam dan mendeskripsikan secara terperinci tentang masalah yang ingin diangkat. Mengenai isu perubahan sosial masyarakat dalam perspektif Teori Konflik Ralf Dahrendorf (Agung, 2015). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan fenomenologi. Pedekatan ini merupakan pendekatan yang bertujuan untuk menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu maupun kelompok (Sugiyono, 2013). Pengumpulan data dalam penilitian ini dilakukan dengan observasi, wawancara dan studi kepustakaan dengan berbagai referensi.

 

Hasil dan Pembahasan

Masyarakat Suku Baduy memiliki Pedoman hidup yaitu Pikukuh Karuhun yang mengandung norma dan nilai yang mengatur kehidupan masyarakat Suku Baduy. Pikukuh Karuhun memiliki aturan tersendiri mereka dituntut harus sederhana. Masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar memiliki aturan yang sama namun untuk Baduy Luar peraturan yang dilaksanakan lebih longgar.

Aturannya antara lain: 1) Baduy Dalam tidak diperkenankan menggunakan kendaraan harus berjalan kaki, tidak boleh memakai bahan kimia untuk keperluan mandi dan mencuci. ���������2) Tidak diperkenankan menggunakan alas kaki. 3) Menggunakan baju adat sesuai kelompoknya. 4) Dilarang membangun kamar mandi yang tertutup dan disetiap kampung hanya boleh ada dua kamar mandi. 5) Larangan menggunakan alat elektronik dan tekhnologi.

Fakta yang ditemukan peneliti dilapangan ditemukan bahwa masyarakat Baduy sekarang banyak yang melanggar aturan � aturan tersebut. Menurut wawancara dengan Antawi sebagai masyarakat Baduy Luar ia mengatakan bahwa perubahan yang terjadi memang sudah terasa semenjak 10-15 tahun kebelakang setelah semakin banyak wisatawan yang berkunjung ke Baduy.

Kehadiran wisatawan memang memberikan dampak positif dalam peningkatan ekonomi masyarakat Suku Baduy mereka memiliki pendapatan sampingan dengan menyewakan jasa mereka menjadi guide, porter, sewa penginapan, dan berdagang souvenir khas Baduy.

Namun Kehadiran wisatawan juga memiliki dampak negatif yaitu wisatawan yang datang ke Baduy membawa budaya modern seperti Tekhnologi, hal ini yang mempengaruhi pola pikir masyarakat Baduy. Berawal dari rasa penasaran dengan tekhnologi yang dibawa wisatawan membuat mereka perlahan � lahan belajar dan terpengaruh budaya modern tersebut.

Perubahan sosial pasti terjadi disetiap masyarakat terlebih di zaman modern ini. Peneliti menemukan ada beberapa hal yang menjadi faktor adanya perubahan sosial di masyarakat Baduy, yaitu:

1.    Kontak dengan Kebudayaan Lain.

Kontak langsung dengan wisatawan telah mendorong terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan pada masyarakat Baduy. Pikukuh Karuhun Baduy sudah tidak dijalankan sesuai aturannya. Misalnya saja dalam hal berpakaian, setiap Suku Baduy memiliki pakaian khasnya masing � masing ini menjadi ciri yang membedakan mereka dengan masyarakat lain. Baduy Dalam dengan Baju hitam dengan ikat kepala putih dan Baduy Luar dengan baju hitam ikat kepala biru. Saat ini banyak yang tidak menggunakan pakaian adat tersebut apalagi Baduy Luar. Beberapa anggota dari Baduy Luar menganggap pakaian adat seperti pakaian dinas yang harus digunakan.

2.    Keinginan � keinginan ingin maju

Keterbukaan masyarakat Baduy dengan wisatawan yang membawa budaya modern, memberi kesempatan kepada masyarakat Baduy mempelajari budaya baru yang masuk, ini menimbulkan rasa ingin maju atas dasar kemampuanya sendiri mempelajari hal � hal baru yang berbau modern. Seperti Handphone masyarakat baduy pasti awalanya memiliki rasa penasaran, lalu keinginan untuk belajar mengenal tekhnologi tersebut.

3.    Kebutuhan ekonomi yang meningkat

Keterbatasan lahan garapan dan jenis pekerjaan homogen menjadi salah satu faktor masyarakat Baduy masih terus menerima wisatawan sampai saat ini. Walau pengaruh wisatawan yang dapat merubah kebudayaan lokal terjadi, namun ketua adat dan masyarakat Baduy tidak bisa menolak kehadiran wisatawan sebab kebutuhan ekonomi masyarakat yang meningkat. Penduduk baduy setiap tahun selalu meningkat pasti kebutuhan ekonomi juga mengingkat sedangkan lahan garapan dan hasil panen tidak selalu susai harapan.�

Pelanggaran aturan ini membuat perselisihan atau konflik seperti Perselisihan antara Jaro Pemerintah Baduy dengan warga Baduy, perselisihan antara Jaro dengan wisatawan, atau perselisihan warga Baduy dengn masyarakat umum di luar Baduy hal ini yang membawa perubahan. Penjabarannya sebagai berikut:

a.    Perselisihan Jaro Pemerintah dengan Wisatawan

Jaro merupakan kepala desa Baduy. Jaro bertugas menjaga keteraturan masyarakat Baduy agar selalu sesuai dengan aturan Pikukuh Karuhun. Namun wisatawan yang semakin deras datang ke Baduy membuat Jaro kesulitan membendung pengaruh modern yang dibawa oleh wisatawan dan tidak ada hukum pasti ke wisatawan jika ada yang melanggar aturan.

b.    Perselisihan Jaro Pemerintah dengan Masyarakat Baduy

Faktor perselisihan Jaro dengan Masyarakat Baduy ialah karena banyak masyarakat Baduy yang mulai melanggar aturan sedangkan Jaro ingin tetap sesuai dengan aturan. Selain itu keterbatasan lahan garapan kadang menjadi perselisihan antara Jaro dan Masyarakat Baduy. Sebab ada yang diam diam membuka lahan dan mengambil hasil dari hutan larangan itu. Jika ketauan biasanya akan ditegur Jaro dan tidak boleh menggunakan lahan tersebut lagi dan terkadang masyarakat Baduy nakal memasukan wisatawan kelingkungan Baduy padahal ada aturan � aturan tertentu: seperti tidak boleh membawa wisatawan mancanegara ke Baduy Dalam atau missal disaat waktu � waktu tertentu dilarang memasukan wisatawan, masyarakat Baduy yang nakal tetap membawanya.

c.    Perselisihan antara Masyarakat Baduy

Perselisihan yang terjadi antar masyarakat Baduy biasanya perebutan lahan garapan. Sebab lahan mereka biasanya hanya dipatok dengan pohon hanjuang jika pohon itu mati maka hilang patok lahan mereka, ini menjadi selisih berapa besar lahan garapan mereka. Namun perselisihan antar masyarakat Baduy ini tidak banyak terjadi dan Jaro biasanya sebagai penengah dan penentu penyelesaian masalah ini.

d.   Perselisihan Masyarakat Baduy dengan Masyarakat umum

Yang dimaksud dengan masyarakat umum yaitu bukan penduduk Baduy. Wilayah Baduy Luar dekat dengan terminal Ciboleger ini menjadi tempat pemberhentian kendaraan yang ingin masuk ke Baduy. Di Baduy tidak boleh ada kendaraan karena memang harus berjalan kaki. Di Ciboleger ini yang sering menjadi perselisihan mereka menyebutnya sebagai preman. Jadi wisatawan yang datang biasanya akan ditawarkan guide, dan jika preman tersebut yang mendapatkan wisatawan masyarakat Baduy suka berdebat karena bisa merusak nama dari Baduy.

Peran dari Jaro Pemerintah dalam mempertahankan Pikukuh Karuhun

Jaro selalu berusaha mempertahankan aturan � aturan Pikukuh Karuhun misalnya selalu mewajibkan masyarakat mengikuti aturan dan menegur masyarakat yang terlihat melanggar aturan. Setiap upacara selalu mewajibkan masyarakat mengikuti. Misal upacara Seba yang dilakukan di Serang, Jaro mewajibkan perwakilan setiap kampung mengikuti upacara Seba. Lalu sebelum upacara Seba dilakukan para Jaro menjelaskan upacara tersebut seperti apa agar anak � anak yang baru mengikuti upacara Seba tahu dan bisa mempertahankan Tradisi tersebut.

Mengkaji Perubahan Sosial Pikukuh Karuhun pada Masyarakat Suku Baduy dengan perspektif Teori Konflik Ralf Dahrendorf

Teori konflik menganggap kesatuan masyarakat dijaga oleh �kekuatan pemaksa� yaitu disatukan oleh ketidakbebasan yang dipaksakan. sama halnya yang terjadi di masyarakat Baduy dimana Jaro selalu memaksa Masyarakat Baduy untuk tetap melaksanakan ajaran leluhur tersebut. sebab inti dari Pikukuh Karuhun ialah hidup dengan sederhana bersama dengan alam dan menerima apa adanya yang diberikan Tuhan. Jika tidak dilaksanakan bisa diberi sanksi berupa teguran atau jika yang dilanggar besar bisa dikeluarkan dari Baduy.

Konflik terjadi karena kepentingan yang berbeda. Dimana menurut Dahrendorf ada dua kelompok kepentingan yaitu kelompok yang mempertahankan status quo dan kelompok yang berusaha berubah. Kelompok yang mempertahakan status quo ialah Pu�un dan Jaro Baduy. Lalu kelompok yang ingin berubah ialah masyaratakat Baduy yang melakukan pelanggaran aturan Baduy.

Namun memang sesuai yang dijelaskan Dahrendorf tidak akan ada masyarakat tanpa kehadiran konflik. Tetapi Dahrendorf berpandangan juga bahwa tidak setiap konflik mengarahkan pada perpecahan, tetapi juga mengarahkan pada perubahan sosial dan perkembangan. Ini sejalan dengan apa yang terjadi di masyarakat Baduy bahwa konflik atau perselisihan yang terjadi tidak berdampak perpecahan hanya merubah beberapa sisi kehidupan masyarakat dan pola pikir masyarakat.

Sebagian masyarakat Baduy perlahan mulai tepengaruh modernitas zaman. Terbukti dari temuan � temuan yang ditemukan peneliti yang sudah banyak melanggar aturan Baduy, namun mereka masih mempertahkan Pikukuh Karuhun karena paksaan dari Jaro yang selalu memaksa masyarakat mengikuti aturan dan memberikan sanksi jika ada pelanggaran.

 

 

 

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dan telah dijabarkan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa faktor perubahan sosial Pikukuh Karuhun masyarakat Baduy ialah: Pertama, terjadi karena pengaruh budaya modern yang dibawa wisatawan yang datang ke Suku Baduy. Pengaruh budaya modern menggeser budaya lokal seperti Pikukuh Karuhun hal ini yang membuat masyarakat Baduy saat ini tidak taat dan banyak melanggar aturan � aturan adat Baduy. Kedua ialah faktor kebutuhan ekonomi masyarakat Baduy, kebutuhan masyarakat yang setiap hari semakin meningkat tidak sejalan dengan penghasilan yang didapatkan dari berladang, hal ini yang membuat masyarakat tetap menerima wisatawan sebagai penghasilan tambahan menjadi guide, porter, menyewakan rumah, berjualan souvenerir dan kerjaninan khas Baduy.

Peneliti meilihat dan menemukan fakta dalam lapangan, bahwa banyak dari masyarakat Baduy sudah terpengaruh modernisasi zaman, namun terpaksa menjalankan aturan adat sesuai dengan terori konflik Ralf Dahrendorf yang mengatakan masyarakat di satukan oleh ketidakbebasan yang dipaksakan. Kemudian peran posisi otoritas seperti Jaro selaku pemelihara status quo selalu berusaha memaksa dan mengarahkan masyarakat Baduy untuk tetap mengikuti aturan Pikukuh Karuhun.

Peran dan upaya Jaro sebagai Kepala Desa dalam mempertahankan aturan Pikukuh Karuhun yaitu selalu berusaha mengajak para masyarakat mengambil peran dalam tradisi dan upacara adat, selalu berusaha menyelesaikan masalah dengan bersandar pada pedoman Pikukuh Karuhun dan selalu berusaha mengenalkan kepada anak � anak Baduy tentang nilai Pikukuh Karuhun dan tradisi yang ada di Baduy.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Agung, D. A. G. (2015). Pemahaman awal terhadap anatomi teori sosial dalam perspektif struktural fungsional dan struktural konflik. Sejarah Dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya, Dan Pengajarannya, 9(2), 162�170.

 

Ahmad, M. (2020). Deiksis dan Tindak Tutur Pada Syi�ir Karya Ali Ahmad Bakatsir Dalam Buku Drama �Audatul Firdaus�(Studi Analisa Pragmatik).

 

Ansori, F. M., Rusmana, D., & Hakim, A. (2020). Kehidupan Keberagamaan Masyarakat Kampung Adat Dukuh Cikelet-Garut Jawa Barat. Al-Tsaqafa: Jurnal Ilmiah Peradaban Islam, 17(2), 221�232.

 

Bahrudin, B., Masrukhi, M., & Atmaja, H. T. (2017). Pergeseran Budaya Lokal Remaja Suku Tengger di Desa Argosari Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang. Journal of Educational Social Studies, 6(1), 20�28.

 

Bahrudin, B., & Zurohman, A. (2021). Dinamika kebudayaan Suku Baduy dalam Menghadapi Perkembangan Global di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Journal Civics and Social Studies, 5(1), 31�47.

 

Cahyo, R. M., Mustapit, M., & Anggraeni, D. (2019). Motivasi Petani Dalam Menggunakan Benih Padi Varietas Lokal. Jurnal Agribisnis Terpadu, 12(2), 160�177.

 

Dahrendorf, R. (2017). On the origin of inequality among men. In Social policy and public policy (pp. 41�51). Routledge.

 

Dunan, H., Antoni, M. R., Redaputri, A. P., & Jayasinga, H. I. (2020). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penjualan �Waleu� Kaos Lampung di Bandar Lampung. JBMI (Jurnal Bisnis, Manajemen, Dan Informatika), 17(2), 167�185.

 

Edwar, A., Ulfah, M., & Maratusyolihat, M. (2021). Keagamaan Suku Baduy Lebak Banten: Antara Islam dan Islam Sunda Wiwitan. Alim| Journal of Islamic Education, 3(1), 39�54.

 

Nadroh, S. (2018). Pikukuh Karuhun Baduy dinamika kearifan lokal di tengah modernitas zaman. Jurnal Pasupati, 5(2), 196�216.

 

Nendissa, J. E. (2022). Teori Konflik Sosiologi Modern Terhadap Pembentukan Identitas Manusia. Jurnal Pendidikan Sosiologi Undiksha, 4(3), 69�76.

 

Nyoman, M. I. B., & Gana, K. D. G. A. (2018). Folktales As Meaningful Cultural And Linguistic Resources To Improve Students�reading Skills. Lingua Scientia, 25(2), 83�88.

 

Rofiah, K. (2016). Dinamika Relasi Muhammadiyah dan NU Dalam Perspektif Teori Konflik Fungsional Lewis A. Coser. Kalam, 10(2), 469�490.

 

Rumbino, G. S., Siregar, G. K., Pradnyana, I. P. H., & Simangunsong, F. (2022). Model Pengembangan BUMDES (Bada Usaha Milik Desa) Berbasis Teknologi di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Jurnal Administrasi Pemerintahan Desa, 3(1), 14�36.

 

Setyanto, Y., & Anggarina, P. T. (2016). Media Sosial sebagai Sarana Komunikasi Perusahaan dengan Media. Jurnal Komunikasi, 1, 1�3.

 

Sugiyono, D. (2013). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D. Alfabeta.

 

Copyright holder:

Donna Juliasa Nurdillah, Atik Catur Budiati, Saifuddin Zuhri (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: