Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia� p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 7, No. 11, November
2022
PERUBAHAN SOSIAL PIKUKUH KARUHUN MASYARAKAT SUKU BADUY DI TENGAH MODERNISASI
Donna Juliasa Nurdillah, Atik Catur Budiati, Saifuddin
Zuhri
Universitas
Sebelas Maret, Indonesia
E-mail: [email protected],
[email protected], [email protected]
Abstrak
Perubahan sosial Pikukuh
Karuhun pada kehidupan masyarakat Suku Baduy dipengaruhi oleh wisatawan yang
membawa pengaruh modern dan kebutuhan ekonomi masyarakat Baduy. Hal ini yang
merubah cara pandang masyarakat Baduy dan menimbulkan perselisihan dengan
kelompok yang terus memaksa mempertahankan status quo dan kelompok yang ingin
adanya perubahan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perubahan sosial dan
konflik yang meryertainya serta mengetahui peran apa yang dilakukan Jaro
pemerintah baduy untuk mempertahankan adat mereka. Metode peneliatin
menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dan mengkaji
permasalahan dengan perspektif Teori Konflik Ralf Dahrendorf.
Kata Kunci: Perubahan Sosial, Pikukuh Karuhun, masyarakat, Suku Baduy, Modernisasi.
Abstract
Pikukuh Karuhun's
social changes in the lives of the Baduy Tribe are influenced by tourists who
bring modern influences and economic needs of the Baduy community. This changed
the perspective of the Baduy people and led to disputes with groups that
continue to insist on maintaining the status quo and groups that want change.
The purpose of this study is to find out the social changes and conflicts that
accompany them and find out what role the Baduy government Jaro plays in
maintaining their customs. The research method uses qualitative research with a
phenomenological approach and examines problems with the perspective of Ralf
Dahrendorf's Conflict Theory.
Keywords: Social Change, Pikukuh Karuhun, Society, Baduy Tribe,
Modernization.
��������������������������������
Pendahuluan
Suku Baduy bermukim di pegunungan Kendeng, Desa Kanekes,
Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Suku Baduy terbagi
menjadi dua kelompok yaitu Baduy Dalam (Tangtu) dan Baduy Luar (Penamping) (Edwar et al., 2021). Ciri khas Baduy
Dalam adalah mengenakan pakaian hitam putih dan ikat kepala putih. Sedangkan
untuk Baduy Luar mengenakan pakaian hitam biru dan ikat kepala biru. Dalam
kehidupan masyarakat Baduy selalu berpegang teguh dengan ajaran Pikukuh Karuhun.
Pikukuh Karuhun merupakan
pedoman hidup yang dipakai oleh masyarakat Suku Baduy. Pikukuh Karuhun mengandung norma dan nilai yang mengatur kehidupan
masyarakat Suku Baduy baik dengan Tuhannya, Leluhur, Keluarga, Tetangga dan
Alam. (Ahmad, 2020). Konsep inti dari
Pikukuh Karuhun yaitu kejujuran,
kedamaian, kesederhanaan dengan tidak melakukan perubahan apapun. Hal ini
sesuai dengan bunyi pepatah karuhun �lojor
teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambungan� yang berarti panjang
tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung yang bermakna tidak mengubah
sesuatu ataupun dan menerima apa adanya yang telah di berikan Tuhan (Setyanto & Anggarina, 2016).
Kearifan
lokal masyarakat Baduy ditunjukan oleh penelitian yang dilakukan Nadroh (2018) tentang Pikukuh Karuhun Baduy kearifan lokal di
tengah modernitas zaman. Penelitian
tersebut menjelaskan bahwa di tengah arus perubahan dan proses modernisasi yang
kian massif. Masyarakat Baduy masih kuat dan mantap dengan �Jati dirinya�.
kepribadian �Urang Baduy, antara lain menghormati karuhun (leluhur), menjaga dan
melestarikan lingkungan.
Sumber
ekonomi utama masyarakat Baduy ialah hasil pertanian. Dimana pertanian digarap
dengan cara tradisional yaitu sistem huma (ladang). Umumnya hasil pertanian
diperuntukan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri. Sebagian hasil
panen seperti gula merah, buah � buahan, madu dan golok biasa diperdagangkan
keluar. Hasil dagang tersebut digunakan mereka untuk membeli kebutuhan yang
tidak dapat mereka hasilkan sendiri (Dunan et al., 2020).
Sebagai
masyarakat tradisional yang memegang teguh adat istiadat dan hidup berdampingan
dengan alam (Ansori et al., 2020). Membuat Baduy
memiliki keunikan dan daya tarik tersendiri di mata wisatawan. Wisatawan yang
datang setiap tahun semakin meningkat, memberikan dampak positif dalam
peningkatan ekonomi masyarakat Suku Baduy seperti mudah menjual hasil pertanian
mereka dan pendapatan sampingan dengan menyewakan jasa mereka menjadi guide, porter, sewa penginapan, dan berdagang souvenir khas Baduy (Bahrudin & Zurohman, 2021).
Namun
disisi lain kehadiran wisatawan mempunyai sisi negatif sebab wisatawan membawa
budaya modern seperti Tekhnologi (Rumbino et al., 2022). Perkembangan
tekhnologi yang masuk secara perlahan mendorong masyarakat Baduy perlahan
meninggalkan unsur tradisional (Cahyo et al., 2019). Keberadaan
tekhnologi ditengah kehidupan masyarakat Suku Baduy menyebabkan perselisihan
yang mengarah pada perubahan sosial budaya lunturnya nilai Pikukuh Karuhun. Menurut Bahrudin (2017) Perubahan sosial
dan pergeseran budaya lokal terjadi karena perkembangan tekhnologi komunikasi,
adanya keinginan untuk berubah, kurangnya sosialisasi tentang budaya lokal
terhadap generasi muda, atau bahkan nilai baru yang kontras dengan budaya lokal
tersebut.
Peneliti
menemukan fakta dilapangan bahwa banyak dari masyarakat Baduy yang sudah melanggar
aturan adat seperti memiliki Handphone, menggunakan alas kaki, tidak memakai
baju adat, membangun banyak kamar mandi, dll. Jaro Pemerintah Baduy selalu
menekankan pentingnya mematuhi aturan Pikukuh
Karuhun. Dengan memberikan sanksi kepada setiap pelanggar. Pelanggaran
terhadap aturan Pikukuh Karuhun
menimbulkan Konflik pada masyarakat Baduy dan Ketua Adat, ini disebabkan oleh
perbedaan pandangan tentang aturan � aturan didalam Pikukuh Karuhun ditengah arus modernisasi. Menurut Khusniati
Rofi�ah (2016) Konflik dimanapun
bentuknya merupakan sesuatu yang wajar terjadi. Konflik senantiasa ada dalam
setiap sistem sosial.
�Dari penjabaran diatas peneliti mengkaji
perubahan sosial Pikukuh Karuhun Suku
Baduy di tengah Modernisasi dengan Teori Konflik Ralf Dahrendorf (Dahrendorf, 2017). Dimana
masyarakat selalu berada dalam keadaan konflik menuju proses perubahan dan
memandang masyarakat disatukan oleh ketidakbebasan yang dipaksakan (Nendissa, 2022). Dahrendorf
mengakui bahwa masyarakat tidak mungkin ada tanpa konflik (Agung, 2015). Dahrendof juga
menjelaskan bahwa perubahan sosial dan konflik selamanya tidak melulu menjadi suatu
masalah yang negatif dan bersifat disfungsional (Nyoman & Gana, 2018).
Namun
baginya konflik juga menimbulkan konsensus dan integrasi dalam perubahan
sosial. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana perubahan sosial masyarakat Suku
Baduy terkait dengan Pikukuh Karuhun di
tengah pengaruh modernisasi, mengetahui konflik atau perselisihan apa yang
pernah terjadi dimasyarakat Suku Baduy dan bagaimana peran atau upaya yang dilakukan
Kepala Desa untuk mengatasi mempertahankan Pikukuh
Karuhun.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.
peneliti ingin memahami lebih mendalam dan mendeskripsikan secara terperinci
tentang masalah yang ingin diangkat. Mengenai isu perubahan sosial masyarakat
dalam perspektif Teori Konflik Ralf Dahrendorf (Agung, 2015). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
pendekatan fenomenologi. Pedekatan ini merupakan pendekatan yang bertujuan
untuk menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang
didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu maupun kelompok (Sugiyono, 2013). Pengumpulan data dalam penilitian ini dilakukan
dengan observasi, wawancara dan studi kepustakaan dengan berbagai referensi.
Hasil dan Pembahasan
Masyarakat
Suku Baduy memiliki Pedoman hidup yaitu Pikukuh
Karuhun yang mengandung norma dan nilai yang mengatur kehidupan masyarakat
Suku Baduy. Pikukuh Karuhun memiliki
aturan tersendiri mereka dituntut harus sederhana. Masyarakat Baduy Dalam dan
Baduy Luar memiliki aturan yang sama namun untuk Baduy Luar peraturan yang dilaksanakan
lebih longgar.
Aturannya
antara lain: 1) Baduy Dalam tidak diperkenankan menggunakan kendaraan harus
berjalan kaki, tidak boleh memakai bahan kimia untuk keperluan mandi dan
mencuci. ���������2) Tidak diperkenankan
menggunakan alas kaki. 3) Menggunakan baju adat sesuai kelompoknya. 4) Dilarang
membangun kamar mandi yang tertutup dan disetiap kampung hanya boleh ada dua
kamar mandi. 5) Larangan menggunakan alat elektronik dan tekhnologi.
Fakta
yang ditemukan peneliti dilapangan ditemukan bahwa masyarakat Baduy sekarang
banyak yang melanggar aturan � aturan tersebut. Menurut wawancara dengan Antawi
sebagai masyarakat Baduy Luar ia mengatakan bahwa perubahan yang terjadi memang
sudah terasa semenjak 10-15 tahun kebelakang setelah semakin banyak wisatawan
yang berkunjung ke Baduy.
Kehadiran
wisatawan memang memberikan dampak positif dalam peningkatan ekonomi masyarakat
Suku Baduy mereka memiliki pendapatan sampingan dengan menyewakan jasa mereka
menjadi guide, porter, sewa penginapan, dan berdagang souvenir khas
Baduy.
Namun
Kehadiran wisatawan juga memiliki dampak negatif yaitu wisatawan yang datang ke
Baduy membawa budaya modern seperti Tekhnologi, hal ini yang mempengaruhi pola
pikir masyarakat Baduy. Berawal dari rasa penasaran dengan tekhnologi yang
dibawa wisatawan membuat mereka perlahan � lahan belajar dan terpengaruh budaya
modern tersebut.
Perubahan
sosial pasti terjadi disetiap masyarakat terlebih di zaman modern ini. Peneliti
menemukan ada beberapa hal yang menjadi faktor adanya perubahan sosial di masyarakat
Baduy, yaitu:
1. Kontak
dengan Kebudayaan Lain.
Kontak
langsung dengan wisatawan telah mendorong terjadinya perubahan sosial dan
kebudayaan pada masyarakat Baduy. Pikukuh
Karuhun Baduy sudah tidak dijalankan sesuai aturannya. Misalnya saja dalam
hal berpakaian, setiap Suku Baduy memiliki pakaian khasnya masing � masing ini
menjadi ciri yang membedakan mereka dengan masyarakat lain. Baduy Dalam dengan
Baju hitam dengan ikat kepala putih dan Baduy Luar dengan baju hitam ikat
kepala biru. Saat ini banyak yang tidak menggunakan pakaian adat tersebut
apalagi Baduy Luar. Beberapa anggota dari Baduy Luar menganggap pakaian adat
seperti pakaian dinas yang harus digunakan.
2. Keinginan
� keinginan ingin maju
Keterbukaan
masyarakat Baduy dengan wisatawan yang membawa budaya modern, memberi
kesempatan kepada masyarakat Baduy mempelajari budaya baru yang masuk, ini
menimbulkan rasa ingin maju atas dasar kemampuanya sendiri mempelajari hal �
hal baru yang berbau modern. Seperti Handphone masyarakat baduy pasti awalanya
memiliki rasa penasaran, lalu keinginan untuk belajar mengenal tekhnologi
tersebut.
3. Kebutuhan
ekonomi yang meningkat
Keterbatasan
lahan garapan dan jenis pekerjaan homogen menjadi salah satu faktor masyarakat
Baduy masih terus menerima wisatawan sampai saat ini. Walau pengaruh wisatawan
yang dapat merubah kebudayaan lokal terjadi, namun ketua adat dan masyarakat
Baduy tidak bisa menolak kehadiran wisatawan sebab kebutuhan ekonomi masyarakat
yang meningkat. Penduduk baduy setiap tahun selalu meningkat pasti kebutuhan
ekonomi juga mengingkat sedangkan lahan garapan dan hasil panen tidak selalu
susai harapan.�
Pelanggaran
aturan ini membuat perselisihan atau konflik seperti Perselisihan antara Jaro
Pemerintah Baduy dengan warga Baduy, perselisihan antara Jaro dengan wisatawan,
atau perselisihan warga Baduy dengn masyarakat umum di luar Baduy hal ini yang
membawa perubahan. Penjabarannya sebagai berikut:
a. Perselisihan
Jaro Pemerintah dengan Wisatawan
Jaro
merupakan kepala desa Baduy. Jaro bertugas menjaga keteraturan masyarakat Baduy
agar selalu sesuai dengan aturan Pikukuh
Karuhun. Namun wisatawan yang semakin deras datang ke Baduy membuat Jaro
kesulitan membendung pengaruh modern yang dibawa oleh wisatawan dan tidak ada
hukum pasti ke wisatawan jika ada yang melanggar aturan.
b. Perselisihan
Jaro Pemerintah dengan Masyarakat Baduy
Faktor
perselisihan Jaro dengan Masyarakat Baduy ialah karena banyak masyarakat Baduy
yang mulai melanggar aturan sedangkan Jaro ingin tetap sesuai dengan aturan.
Selain itu keterbatasan lahan garapan kadang menjadi perselisihan antara Jaro
dan Masyarakat Baduy. Sebab ada yang diam diam membuka lahan dan mengambil
hasil dari hutan larangan itu. Jika ketauan biasanya akan ditegur Jaro dan
tidak boleh menggunakan lahan tersebut lagi dan terkadang masyarakat Baduy
nakal memasukan wisatawan kelingkungan Baduy padahal ada aturan � aturan
tertentu: seperti tidak boleh membawa wisatawan mancanegara ke Baduy Dalam atau
missal disaat waktu � waktu tertentu dilarang memasukan wisatawan, masyarakat
Baduy yang nakal tetap membawanya.
c. Perselisihan
antara Masyarakat Baduy
Perselisihan
yang terjadi antar masyarakat Baduy biasanya perebutan lahan garapan. Sebab
lahan mereka biasanya hanya dipatok dengan pohon hanjuang jika pohon itu mati
maka hilang patok lahan mereka, ini menjadi selisih berapa besar lahan garapan
mereka. Namun perselisihan antar masyarakat Baduy ini tidak banyak terjadi dan
Jaro biasanya sebagai penengah dan penentu penyelesaian masalah ini.
d. Perselisihan
Masyarakat Baduy dengan Masyarakat umum
Yang
dimaksud dengan masyarakat umum yaitu bukan penduduk Baduy. Wilayah Baduy Luar
dekat dengan terminal Ciboleger ini menjadi tempat pemberhentian kendaraan yang
ingin masuk ke Baduy. Di Baduy tidak boleh ada kendaraan karena memang harus
berjalan kaki. Di Ciboleger ini yang sering menjadi perselisihan mereka
menyebutnya sebagai preman. Jadi wisatawan yang datang biasanya akan ditawarkan
guide, dan jika preman tersebut yang
mendapatkan wisatawan masyarakat Baduy suka berdebat karena bisa merusak nama
dari Baduy.
Peran
dari Jaro Pemerintah dalam mempertahankan Pikukuh
Karuhun
Jaro
selalu berusaha mempertahankan aturan � aturan Pikukuh Karuhun misalnya selalu
mewajibkan masyarakat mengikuti aturan dan menegur masyarakat yang terlihat
melanggar aturan. Setiap upacara selalu mewajibkan masyarakat mengikuti. Misal
upacara Seba yang dilakukan di Serang, Jaro mewajibkan perwakilan setiap
kampung mengikuti upacara Seba. Lalu sebelum upacara Seba dilakukan para Jaro
menjelaskan upacara tersebut seperti apa agar anak � anak yang baru mengikuti
upacara Seba tahu dan bisa mempertahankan Tradisi tersebut.
Mengkaji
Perubahan Sosial Pikukuh Karuhun pada
Masyarakat Suku Baduy dengan perspektif Teori Konflik Ralf Dahrendorf
Teori
konflik menganggap kesatuan masyarakat dijaga oleh �kekuatan pemaksa� yaitu
disatukan oleh ketidakbebasan yang dipaksakan. sama halnya yang terjadi di
masyarakat Baduy dimana Jaro selalu memaksa Masyarakat Baduy untuk tetap melaksanakan
ajaran leluhur tersebut. sebab inti dari Pikukuh
Karuhun ialah hidup dengan sederhana bersama dengan alam dan menerima apa
adanya yang diberikan Tuhan. Jika tidak dilaksanakan bisa diberi sanksi berupa
teguran atau jika yang dilanggar besar bisa dikeluarkan dari Baduy.
Konflik
terjadi karena kepentingan yang berbeda. Dimana menurut Dahrendorf ada dua
kelompok kepentingan yaitu kelompok yang mempertahankan status quo dan kelompok
yang berusaha berubah. Kelompok yang mempertahakan status quo ialah Pu�un dan
Jaro Baduy. Lalu kelompok yang ingin berubah ialah masyaratakat Baduy yang
melakukan pelanggaran aturan Baduy.
Namun
memang sesuai yang dijelaskan Dahrendorf tidak akan ada masyarakat tanpa
kehadiran konflik. Tetapi Dahrendorf berpandangan juga bahwa tidak setiap
konflik mengarahkan pada perpecahan, tetapi juga mengarahkan pada perubahan
sosial dan perkembangan. Ini sejalan dengan apa yang terjadi di masyarakat
Baduy bahwa konflik atau perselisihan yang terjadi tidak berdampak perpecahan
hanya merubah beberapa sisi kehidupan masyarakat dan pola pikir masyarakat.
Sebagian
masyarakat Baduy perlahan mulai tepengaruh modernitas zaman. Terbukti dari
temuan � temuan yang ditemukan peneliti yang sudah banyak melanggar aturan
Baduy, namun mereka masih mempertahkan Pikukuh
Karuhun karena paksaan dari Jaro yang selalu memaksa masyarakat mengikuti
aturan dan memberikan sanksi jika ada pelanggaran.
Kesimpulan
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dan telah dijabarkan sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa faktor perubahan sosial Pikukuh
Karuhun masyarakat Baduy ialah: Pertama, terjadi karena pengaruh budaya
modern yang dibawa wisatawan yang datang ke Suku Baduy. Pengaruh budaya modern
menggeser budaya lokal seperti Pikukuh
Karuhun hal ini yang membuat masyarakat Baduy saat ini tidak taat dan
banyak melanggar aturan � aturan adat Baduy. Kedua ialah faktor kebutuhan
ekonomi masyarakat Baduy, kebutuhan masyarakat yang setiap hari semakin
meningkat tidak sejalan dengan penghasilan yang didapatkan dari berladang, hal
ini yang membuat masyarakat tetap menerima wisatawan sebagai penghasilan
tambahan menjadi guide, porter, menyewakan rumah, berjualan souvenerir dan
kerjaninan khas Baduy.
Peneliti
meilihat dan menemukan fakta dalam lapangan, bahwa banyak dari masyarakat Baduy
sudah terpengaruh modernisasi zaman, namun terpaksa menjalankan aturan adat
sesuai dengan terori konflik Ralf Dahrendorf yang mengatakan masyarakat di
satukan oleh ketidakbebasan yang dipaksakan. Kemudian peran posisi otoritas
seperti Jaro selaku pemelihara status quo selalu berusaha memaksa dan mengarahkan
masyarakat Baduy untuk tetap mengikuti aturan Pikukuh Karuhun.
Peran
dan upaya Jaro sebagai Kepala Desa dalam mempertahankan aturan Pikukuh Karuhun yaitu selalu berusaha
mengajak para masyarakat mengambil peran dalam tradisi dan upacara adat, selalu
berusaha menyelesaikan masalah dengan bersandar pada pedoman Pikukuh Karuhun dan selalu berusaha
mengenalkan kepada anak � anak Baduy tentang nilai Pikukuh Karuhun dan tradisi
yang ada di Baduy.
BIBLIOGRAFI
Agung,
D. A. G. (2015). Pemahaman awal terhadap anatomi teori sosial dalam perspektif
struktural fungsional dan struktural konflik. Sejarah Dan Budaya: Jurnal
Sejarah, Budaya, Dan Pengajarannya, 9(2), 162�170.
Ahmad, M. (2020). Deiksis dan Tindak Tutur Pada Syi�ir
Karya Ali Ahmad Bakatsir Dalam Buku Drama �Audatul Firdaus�(Studi Analisa
Pragmatik).
Ansori, F. M., Rusmana, D., & Hakim, A. (2020). Kehidupan
Keberagamaan Masyarakat Kampung Adat Dukuh Cikelet-Garut Jawa Barat. Al-Tsaqafa:
Jurnal Ilmiah Peradaban Islam, 17(2), 221�232.
Bahrudin, B., Masrukhi, M., & Atmaja, H. T. (2017).
Pergeseran Budaya Lokal Remaja Suku Tengger di Desa Argosari Kecamatan Senduro
Kabupaten Lumajang. Journal of Educational Social Studies, 6(1),
20�28.
Bahrudin, B., & Zurohman, A. (2021). Dinamika kebudayaan
Suku Baduy dalam Menghadapi Perkembangan Global di Desa Kanekes Kecamatan
Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Journal Civics and Social
Studies, 5(1), 31�47.
Cahyo, R. M., Mustapit, M., & Anggraeni, D. (2019).
Motivasi Petani Dalam Menggunakan Benih Padi Varietas Lokal. Jurnal
Agribisnis Terpadu, 12(2), 160�177.
Dahrendorf, R. (2017). On the origin of inequality among men.
In Social policy and public policy (pp. 41�51). Routledge.
Dunan, H., Antoni, M. R., Redaputri, A. P., & Jayasinga,
H. I. (2020). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penjualan �Waleu� Kaos
Lampung di Bandar Lampung. JBMI (Jurnal Bisnis, Manajemen, Dan Informatika),
17(2), 167�185.
Edwar, A., Ulfah, M., & Maratusyolihat, M. (2021).
Keagamaan Suku Baduy Lebak Banten: Antara Islam dan Islam Sunda Wiwitan. Alim|
Journal of Islamic Education, 3(1), 39�54.
Nadroh, S. (2018). Pikukuh Karuhun Baduy dinamika kearifan
lokal di tengah modernitas zaman. Jurnal Pasupati, 5(2), 196�216.
Nendissa, J. E. (2022). Teori Konflik Sosiologi Modern
Terhadap Pembentukan Identitas Manusia. Jurnal Pendidikan Sosiologi Undiksha,
4(3), 69�76.
Nyoman, M. I. B., & Gana, K. D. G. A. (2018). Folktales
As Meaningful Cultural And Linguistic Resources To Improve Students�reading
Skills. Lingua Scientia, 25(2), 83�88.
Rofiah, K. (2016). Dinamika Relasi Muhammadiyah dan NU Dalam
Perspektif Teori Konflik Fungsional Lewis A. Coser. Kalam, 10(2),
469�490.
Rumbino, G. S., Siregar, G. K., Pradnyana, I. P. H., & Simangunsong,
F. (2022). Model Pengembangan BUMDES (Bada Usaha Milik Desa) Berbasis Teknologi
di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Jurnal Administrasi Pemerintahan
Desa, 3(1), 14�36.
Setyanto, Y., & Anggarina, P. T. (2016). Media Sosial
sebagai Sarana Komunikasi Perusahaan dengan Media. Jurnal Komunikasi, 1,
1�3.
Sugiyono, D. (2013). Metode penelitian pendidikan
pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Copyright
holder: Donna
Juliasa Nurdillah, Atik Catur Budiati, Saifuddin Zuhri (2022) |
First
publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |