Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesiap�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 11, November 2022

 

AKUNTABILITAS KEPALA DESA TERHADAP PENGELOLAAN ANGGARAN DANA DESA

 

Abdullah, Junaedi, Sanusi, Putri Amalia Zubaedah

Pascasarjana Program Magister Ilmu Hukum, Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon, Indonesia

IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah membahas tentang Akuntabilitas Kepala Desa Terhadap Pengelolaan Dana Desa Tahun 2015. Pengelolaan bantuan dana desa adalah tolak ukur keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintah untuk memajukan kesejahteraan rakyat dari bawah berdasarkan ketentuan Undang � Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa, bahwa Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD kabupaten/ kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Metode peneltian yang digunakan yaitu menggunakan deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data mulai dari observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Teknik analisis data yaitu teknik analisis data model interaktif yang terdiri dari tahapan pengumpulan data, reduksi (penyederhanaan) data, penyajian data, penarikan kesimpulan (verifikasi). Dari hasil observasi diketahui bahwa pelaksanaan pengelolaan dana desa tahun 2015 belum berjalan secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pertanggungjawaban. Dalam tahap perencanaan bahwa pengelolaan dana desa adalah satu bagian yang tak terpisahkan dengan keuangan desa sehingga dalam perencanaanya termuat dalam APBDesa ditahun berjalan yang dilaksanakan pada Musrembangdes, Tahap pelaksanaan sebagian beberapa desa telah dilaksanakannya prinsip partisipatif dengan masyarakat dan transparansi anggaran, tahap pelaksanaan ini prinsip tanggung jawab hanya sebatas pertanggungjawaban fisik.

 

Kata Kunci: Akuntabilitas, dana desa, pengelolaan anggaran.

 

Abstract

The purpose of this study is to discuss the Accountability of Village Heads for Village Fund Management in 2015. The management of village fund assistance is a benchmark for success in government administration to advance people's welfare from below based on the provisions of Law No. 6 of 2014 concerning Villages, that Village Funds are funds sourced from the State Budget intended for villages that are transferred through the district / city APBD and used to finance government administration, development implementation, community development, and community empowerment. The research method used is using qualitative descriptive. Data collection techniques range from observation, interviews, and documentation studies. Data analysis techniques are interactive model data analysis techniques consisting of stages of data collection, data reduction (simplification), data presentation, conclusion drawing (verification). From the observations, it is known that the implementation of village fund management in 2015 has not run optimally. This can be seen from the planning, implementation, reporting and accountability stages. In the planning stage that the management of village funds is an inseparable part of village finances so that in the planning contained in the current year's APBDesa which is carried out at Musrembangdes, the implementation stage of some villages has implemented the principle of participatory with the community and budget transparency, this stage of implementation the principle of responsibility is only limited to physical responsibility.

 

Keywords: Accountability, village funds, budget management.

 

Pendahuluan

Keeksistensian desa di mata hukum tertuang dalam Pasal 1 UU Nomor 6 Tahun 2014 terkait Desa yang menjabarkan desa mencakup desa dan desa adat merupakan komunitas masyarakat hukum yang mempunyai area dan kekuasaan mengelola, manajemen pemerintahan, kepentingan publik sesuai dengan aspirasi masyarakat, hak dasar dan hak tradisional yang sah dalam tatanan NKRI. Pada masa sebelum sistem negara modern muncul, desa merupakan wujud sosial yang mempunyai identitas, tradisi dan budaya yang selanjutnya bergerak dan bertumbuh menuju pemerintah yang menjunjung demokrasi dan mempunyai hak otonomi dalam mengelola komunitasnya sendiri (Arifiyanto & Kurrohman, 2014).

Di Indonesia, desa pada mulanya adalah organisasi dari masyarakat lokal dengan area wilayah tertentu dan memiliki penduduk dan adat-istiadat untuk dikelola secara mandiri (Kumalasari & Riharjo, 2016; Wida et al., 2017). Pemerintah pusat sudah menyusun gebrakan cara untuk mengatur desa dan menjadikannya pondasi negara dengan menetapkan UU No. 6 tahun 2014 setelah tujuh tahun berkelut dengan rumitnya mengelola desa dalam sistematika pemerintahan kenegaraan (Kholmi, 2017). Secara umum disahkannya UU Desa mendapatkan respon yang positif dari publik. UU Desa dianggap sebagai solusi untuk apa yang masyarakat desa butuhkan. UU Desa paling tidak dapat menekan terjadinya ketimpanagan pangan sosial-ekonomi antara masyarakat desa dan kota selama ini yang diindikasikannya dengan maraknya fenomena urbanisasi (Farida et al., 2018).

Lahirnya UU Desa diharapkan bisa memperkokoh desa dari berbagai aspek di mana desa bisa memiliki kebijakan pemerintahan sendiri dalam membangun, memberdayakan masyarakat, dan mengelola kepentingan publik dalam ruang lingkup lokal sesuai dengan peraturan perundangan. Desa adalah pelaku pemerintahan yang mempunyai kapasitas untuk menyetarakan pemberian servis kepada publik dan mengembangkan sumber daya desa. Negara di pihak lain (Nafsiah & Diana, 2020), menurunkan anggaran dari APBN dan APBD dengan jumlah yang sudah ditetapkan untuk menfasilitasi program pemerintah desa. Sistem baru ini memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam membangun, mengembangkan, dan memajukan kesejahteraan bersama tidak lagi sekadar objek penerima.

Melihat makna naskah akademik UU Desa ada bebrapa poin kajian yang terlihat, pemerintah pusat telah memberikan gagasan terhadap kesejahteraan rakyat. Hal tersebut dipertegas dengan isi dari poin c yang menyatakan bahwa setiap perencanaan pembangunan harus mengedepankan kepentingan masyarakat. Menelisik kembali mengenai makna Negara sejahtera (walfare stat) yang mempunyai ciri utama munculnya satu tugas pemerintah untuk menciptakan kemakmuran bagi masyarakat (Nafidah & Suryaningtyas, 2016).

Sebagai konsekuensi logis terhadap performa pemerintahan terkait dengan kepentingan dalam mewujudkan suatu kesejahteraan umum tersebut, maka dengan adanya kewenangan � kewenangan yang diberikan kepada desa serta tuntutan dari pelaksanaan Otonomi Desa maka haruslah tersedia dana yang cukup besar, dengan demikian keuangan adalah faktor penting dalam menyelenggarakan kebijakan pemerintahan desa dan dalam mensejahterakan rakyatnya (Asmawati & Basuki, 2019).

Berdasarkan pasal 72 ayat (1) huruf b dan ayat (2) UU Desa, sumber utama penghasilan desa adalah turunan dari bantuan APBN dan untuk memastikan alokasi dana ini dipantau secara hukum maka peraturan pemerintah perlu dibentuk. UU Desa ditetapkan dalam PP No.60 terkait Dana Desa yang berasal dari APBN pada pasal 1 Ketentuan Umum PP No. 60 tahun 2014 menjelaskan bahwa dana desa dari alokasi APBN disalurkan ke APBD kabupaten atau kota untuk memenuhi pelaksanaan pemerintahan, pembangungan, pembinaan, dan pemberdayaan masyarakat yang juga akan menjadi kewenangan dan tanngung jawab desa (Yesinia et al., 2018).

Good Governance merupakan rancangan institusi yang berfungsi untuk memperkokoh otonomi desa agar kewenangan tidak hanya menyangkut pengelompokan kekuasaan antar tingkatan dalam pemerintah tetapi juga menggerakan negara untuk lebih bermasyarakat. Dalam hal ini, pemerintah desa tidak akan sanggup dan kebijakan otonomi tidak akan ada artinya bagi publik jika pelaksanaanya tidak dibarengi dengan transparansi, akuntabilitas, dan responsivitas (Nafidah & Anisa, 2017).

Pengelolaan dana desa di Kabupaten Cirebon sesuai dengan prinsip good governance berpedoman pada aspek keterbukaan, akuntabel, dan partisipatif, dan responsif yang bisa mewujudkan pelaksanaan pemerintahan yang baik di tingkat pemerintah desa (Riyanto, 2015). Selain itu, pemerintah desa bisa menggunakan dasar prinsip tersebut sebagai sarana pembelajaran pubik yang bisa meningkatkan kesadaran publik untuk berpartisipasi dalam pembangunan desa bersama pemerintah.

Kesuksesan pengelolaan program desa merupakan hal yang sangat penting dalam penyelenggaraan program ke masyarakat. Semakin besar rasa tanggung jawab petugas, maka pengelola dana desa akan semakin baik, begitu juga jika semakin kecil rasa tanggung jawab petugas pengelola membuat akuntabilitaspengelola Dana Desa akan tidak baik. Kendala umum yang terjadai dalam pemerintahan desa terkait dengan pertanggungjawaban Dana Desa. Perihal ini selaras dengan informasi yang telah didapatkan dari media bahwa mengenai Dana Desa di Kabupaten Cirebon saat ini menjadi polemic di tengah masyarakat hal ini berkaitan dengan kurangnya transparansi kepada masyarakat (Makalalag et al., 2017).

Berita tersebut menjadi tamparan keras terhadap penyelenggara dan tanggung jawab penkuragelolaan bantuan Dana Desa di Kabupaten Cirebon yang seharusnya Dana Desa bersifat Transparan dan Akuntabilitas, yang selaras dengan isi Peraturan Kemendagri No. 113 Tahun 2014 terkait Pengelolaan Keuangan Desa yang berdasarkan pada prinsip Transparan serta Akuntabel, peraturan tersebut menjelaskan dana pengembangan yang selenggarakan oleh Pemda berserta juga pemerintah desa berpedoman pada asas money follows function di mana penganggaran menuruti fungsi pemerintah bertanggung jawab di setiap tingkat (Setiawan et al., 2017). Akan tetapi dalam peraturan mengenai pertanggungjawaban atau pelaporan realisasi penggunaan Dana Desa hanya ditangani dalam penyelenggaran lapangan yang bersifat vertical tanpa melibatkan peran serta masyarakat, yaitu hanya bersifat pertanggungjawaban ke pemerintah daerah dan pusat, namun keterbukaan dan pertanggungjwaban kepada masyarakat belum ditentukan di sistematika pelembagaan, sehingga akan terjadi praktik-praktik korupsi di tingkat Pemerintahan Desa (Astuty, 2013).

Negara harus melayani masyarakat dengan baik bagaimanapun keadaannya. Tidakan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, pemerintah yang tidak jujur dll. dapat memperburuk antipati masyarakat pada organisasi publik sehingga sebagai konsekuensinya masyarakat sulit percaya kepada pemerintah dan tidak mau berpartisipasi dalam mensukseskan pemerintahannya (Andriani & Zulaika, 2019). Melihat berbagai fakta yang terjadi dilapangan poin utamanya adalah Kepala Desa seharusnya tidak enggan untuk menyampaikan segala informasi kepada masyarakat yang disisi lain Kepala Desa mampu menyampaikan pertanggungjawabannya kepada pemerintah daerah atau pusat sesuai dengan ketentuan hukum pasal 25 PMK RI No:93/PMK.07/2015 terkait sistematika pembagian, pencairann, pengolahan pengawasan dan pengevaluasian dana desa, seperti ditekankan bahwa jabatan kades adalah jabatan politikyang istilahnya dikenal sesudah adanya reformasi disebabkan jabatan-jabatan itu bersumber dari perpartaipolitikan.dan yang mendapat dukungan oleh masyarakat sekitar dengan demikian bahwa sudah merupakan sebuah kewajiban Kepala Desa mempertanggungjawabkan tindakannya kepada masyarakatnya tanpa ada batasan-batasan. Dari uraian di atas dapat diketahui jika sedari era kemerdekaan hingga saat ini permasalahan sistematika pertanggungjawaban pemerintah selalu berubah selaras dengan perubahan UU terkait pemda bahkan sampai dengan UU terkait desa ini diberlakukan (Hidayah & Wijayanti, 2017).

Permasalahan pertanggungjawaban merupakan satu di antara problematika dalam penyelenggaraan permerintahan sampai sekarang selalu ditelaah penyelenggaraannya oleh pemerintah. Akuntabilitas dan tanggungjawab hukum merupakan prinsip yang digunakan pemerintah untuk menunjukan pertanggungjawabannya. Melalui akuntabilitas pelaksanaan pemerintahan, masyarakat dibagikan suara untuk memantau program yang diputuskan di tingkat pusat maupun pemerintah Desa, serta msyarakat bisa memberikan tanggapan atas hasil dari program yang dilakukan Desa dan Kepala Desa sebagai pilar pembangunan dapat mempertanggungjawabkan setiap tindakannya berdasarkan hukum (Puspa & Prasetyo, 2020).

Tujuan penelitian ini adalah membahas tentang Akuntabilitas Kepala Desa Terhadap Pengelolaan Dana Desa Tahun 2015.Pengelolaan bantuan dana desa adalah tolak ukur keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintah untuk memajukan kesejahteraan rakyat dari bawah berdasarkan ketentuan Undang � Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa, bahwa Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD kabupaten/ kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

 

Metode Penelitian

Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yang memfokuskan pada analisis proses penyimpulan perbandingan, dan juga analisis dinamika kaitan kejadian yang diobservasi menggunakan ilmu logika. Penelitian kualitatif dipilih karena penelitian ini mengkaji instrument hukum yang terkait dalam bentuk dokumen informasi yang tidak dikuantifikasikan. Peneliti menggunakan pendekatan socio-legal. socio-legal yang merupakan pendekatan yang memfokuskan pada tingkah laku individu atau masyarakat dalam hukum. Socio legal Studies biasa juga diistilahkan law and societies studies. Pendekatan ini dilaksanakan untuk menemukan pemahaman dalam perspektif masyarakat secara non-doktrinal di mana objek hukum akan dianggap sebagai cabang dari system turunan lainnya.

Peneliti merupakan instrument utama dalam penelitian ini dalammelengkapi dan mengkomparasi datayang ditemukan dari interview dengan handicam sebagai alat perekam gambar, pulpen, pensil, pedoman wawancara dan kamera untuk dokumentasi. Informan dipilih sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan dan key person yang merupakan narasumber yang akan memberikan informasi yang terperinci terhadap informasi awal yang sudah diperoleh oelh peneliti. Dalam kasus ini key person adalah Kepala Desa, Camat dan Tokoh Masyarakat/Mantan Kuwu.

Teknis analisis dalam penelitian ini adalah analis data kualitatif yang menganalisis data yang dikumpulkan dalam bentuk kata byukan angka, data yang sulit diukur menggunakan angka, hubungan antar variable tidak jelas. Pengumpulan data dengan interview dan observasi serta kuesioner atau mengolah data ke dalam kata atau kalimat, sementara perspektif kualitatif digunakan untuk memeriksa dan memberikan laporan terkait apa yang ditemukan dalam penelitian.

 

Hasil dan Pembahasan

A. Pengelolaan Bantuan Dana Desa di Wilayah Kecamatan Kapetakan Tahun 2015

Kewenangan desa terkait erat dengan pengelolaan keuangan desa karena kekuasaan yang dipunyai oleh desa membuat sumber-sumber pendapatan dan dana desa diperoleh oleh perangkat desa dan dikelola guna menciptakan pertumbuhan desa seperti yang dibutuhkan dan partisipasi masyarakat desa.

Secara system, desa memiliki otoritas untuk mengelola dan mengembangkan masyarakatnya sementara pemerintah provinsi, kabupaten atau kota hanya menyangkut pelaksanaan tugas bukan mengatur. Mandat yang diberikan dari tingkat atas desa mencakup pelaksaanan pemerintahan, pengembangan, pengelolaan biaya, dan pemberdayaan masyakat desa yang secara prinsip money follow function setiap tugas yang diberikan harus dibiayai agar program bisa dilaksanakan.

Ada banyak aturan mengenai pengolahan dan desa setelah ditetapkannya UU Nomor 6 tahun 2014 pada 15 Janurai 2014 sebagai payung hukum. Selain itu, juga ditetapkannya PP Nomor 43 tahun 2014 dan UU Nomor 6 tahun 2014 mengenai desa yang direvisi menjadi PP No. 47 tahun 2015 dan PP Nomor 60 tahun 2014 mengenai dana desa yang berasal dari APBN dan sudah direvisi menjadi PP No. 22 tahun 2015. Dalam dalam teknis pelaksanan keduan PP di ats ada kementrian yang ikut terlibat di antaranya Kemendagri, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dalam perancangan dan penetapan peraturan Menteri sebagai pedoman pengolahan dana desa.

Sebelum membahas lebih lanjut terkait pengelolaan keuangan desa perlu diketahui bahwa pengaturan anggaran kedesaan masuk dalam keuangan dan asset desa seperti yang disebutkan dalam Pasal 71 ayat (2) UU Nomor 6 Tahun 2014:

�Hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan dan pengelolaan keuangan desa�.

Jadi dalam hal ini, adanya penganggaran dana untuk desa sangat esensial dan krusial untuk perkembangan desa, kades dan aparat yang bertugas dalam mengurus anggaran desa untuk kepentingan masyarakat desa sangat berperan penting. Pengolahan dana yang ada hendaknya dilaksanakan sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan. Selain itu, pengolahan anggaran ini harus bisa memenuhi kebutuhan utama desa dengan mempertimbangkan pendapatan,belanja, dan pembiayaan.

Kades Pegagan, kades Karang Kendal dan kades Kapetakan dalam melaksanakan kepemerintahannya maka dibuatlah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa), (RPJMDesa) merupakan dokumen yang memuat rancangan kerja selam enam tahun yang berisi kegiatan pembangunan desa, pengelolaan anggaran, dan kebijakan umum dan program kerja. Rancangan system pengembangan desa yang berkaitan dengan finansial misalnya pentransferan dana desa dari pusat yang dananya harus dikaji di RPJMDesa pada saat Musrembangdes oleh kades desa terkait.

Dengan demikian tahapan perencanaan dimaksud adalah secara global pemerintah desa telah menyusun rencana terkait rancangan pembangunan, pengelolaan anggaran, dan penetuan kegiatan dan program yang salah satu di dalamnya terdapat Dana Desa, setelah RPJMDes telah dibuat selanjutnya direalisasikan pada Rencana Kegiatan Pemerintah Desa (RKPDes) yang memberikan gambaran hal-hal utama terkait pengembangan desa dan ketersediaan pendanaannya dalam periode setahun.

Setelah ditetapkannya RKPDes dibuatlah APBDesa untuk landasan pengolahan kegiatan pemerintah desa dalam setahun.

Tiga ketentuan perancangan APBDesa adalah sebagai berikut.

1.Berlaku secara filosofis artinya selaras dengan nilai dannorma masyarakat

2.Berlaku secara sosiologisyakni artinya berkaitan dengan kebutuhan pokok yang nyata ada di masyarakat.

3.Berlaku secara artinya dirancang secara sistematis dan sejalan dengan peraturan lain yang terkait.

Hal inilah yang mengharuskan kades dan pejabatnya Menyusun APBDesa dengan baik dan mengikuti aturan perancangan Peraturan Desa agar progja pengembangan desa bisa berjalan dengan baik.

Berdasarkan tahapan perencanaan yang telah dipaparkan dipenjelasan sebelumnya sesuai ketentuan yang telah ada jika RAPBDesa tidak mengalami perbaikan setelah dievaluasi oleh Bupati atau Walikota maka dengan batas waktu dua puluh hari kerja RAPBDesa dapat disahkan menjadi APBDesa sedangkan jika RAPBDesa harus melalui tahapan penyempurnaan maka memerlukan waktu kurang lebih batas waktu lima puluh hari kerja. Hal ini dikarenakan pengaturan mengenai RAPBDesa yang telah disempurnakan oleh pemrintah Desa setelah penetapan evaluasi Bupati/Walikota tidakdisebutkan rentang waktunya sehingga mungkin waktu yang digunakan untuk menetapkan hasil evaluasi setelah penyempurnaan adalah sama yakni dua puluh hari kerja. Pada prinsipnya penggunaan Dana Desa Anggaran Tahun 2015 di Desa Pegagan, Desa Karang Kendal dan Desa Kapetakan digunakan untuk kegiatan pembangunan desa, jumlah anggaran yang diperuntukan pada program pembangunan infrastruktur dibuat dengan rinci dalam data keseluruhan perincian yang telah disepakati yang termuat pada rencana Anggaran Biaya (RAB) sebagaimana tersebut table 1 di bawah ini:

 

Tabel 1

Alokasi Dana Desa Anggaran Tahun 2015 di tiap desa di Kecamatan Kapetakan

No

Desa

Uraian

Besaran (Rp.)

Keterangan

1

Pegagan

1.    Biaya Persiapan

a.    Pembuatan Papan Nama

b.    Pembuatan Laporan dan Dokumentasi

2.      Biaya Kontruksi

a.       Material

b.      Upah

3.      Alat

a.       Alat

b.      Sewa Alat

4.     PPN

 

Jumlah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

118.336.400

��� 1.257.000

������ 907.400

 

120.500.800

Penghamparan

Lataston (Hotmix)

Blok D-E

2

Karang Kendal

1.    Pekerjaan Persiapan

2.    Pekerjaan Konstruksi

3.    PPN

Jumlah

��� 1.212.520

19.404.700

��� 1.137.241

21.754.200

Pembangunan

Perkerasan Jalan

Lingkungan

(Paving Block)

Blok H. Raskim

3

Kapetakan

1.    Pekerjaan Persiapan

2.    Pelaporan dan Dokumentasi

3.    Pembuatan Papan Nama Kegiatan

4.    Pekerjaan Konstruksi

5.    PPN

Jumlah

������� 465.000

������� 634.500

 

������� 257.150

 

��� 73.814.000

����� 4.829.350

��� 80.000.000

Pembuatan Tembok Penahan Tanah (TPT) Gang Deto

Sumber: Rencana Anggaran Biaya (RAB) Desa Pegagan, Desa Karang Kendal

dan Desa Kapetakan

 

Berdasarkan dari aspek keterbukaan perancangan di Kecamatan Kapetakan, seluruh kades menyampaikan kepada warganya mengenai program yang akan dilakukan dengan dana desa. Dapat dikatakan bahwa dengan penyampaian informasi tersebut merupakan bentuk pengaplikasian prinsip keterbukaan dan kebertanggungjawaban sesuai dengan konsep Joko Widodo mengenai pemerintah yang baik merupakan pemerintah yang bertanggung jawab atas semua sikap, tindakan, kebijakan dalam perpolitikan, perhukuman, dan juga perekonomian yang disampaikan secara transparan kepada khalayak umum dan memberikan ruang kepada masyarakat untuk ikut serta mengontrol jikalau ada indikasi yang tidak menguntungkan masyarakat pada pelaksanaannya. Terkait dengan hal tersebut, desa wajib bertanggung jawab atas tindakan hukum untuk penyelewengan yang dilakukan. Seperti yang dikemukakan oleh kades Pegagan, Karang Kendal, dan Kapetakandalam hasil wawancara berikut ini.

�Dalam rangka menjamin asas keterbukaan pada pengelolaan Dana Desa, sebagai pihak pengelola kegiatan sebelum melaksanakan kegiatan tersebut kami pemerintah desa mengumpulkan kembali masyarakat khususnya yang berada disekitar lingkungan yang terkena pelaksanaan kegiatan dana desa untuk diberitahukan bahwa akan ada pembangunan di blok ini�. (hasil wawancara dengan Kuwu Pegagan)

�sebenarnya masyarakat sudah tahu akan ada pembangunan di daerah sekitar, hal itu berdasarkan pada informasi dari mulut ke mulut antara masyarakat, sehingga kami pemerintah desa hanya menampung aspirasi dari masyarakat terhadap dampak pembangunan ini, namun kami tidak berhenti disitu saja akan tetapi kami sebagai pihak eksekutif selalu berkoordinasi kepada BPD sebagai pelaksana masyarakat dalam kepemerintahan, dan kami juga sering memanfaatkan media-media lain yaitu pada saat adanya hiburan, acara keagamaan dan adat selalu saya sampaikan, setidaknya saya selipkan informasi-informasi yang berkaitan dengan pembangunan�. (Hasil wawancara dengan Kuwu Karang Kendal)

�kami sebagai pelayan masyarakat hanya melayani masyarakat ketika kami dibutuhkan atau dimintakan pertanggungjawabannya terhadap apa yang akan dilakukan karena tidak semua masyarakat akan terjangkau, sebelumnya kami dalam musrembang sudah memberikan pemaparan bahwa tahun ini akan dilaksanakan pembangunan dimana saja sehingga masyarakatpun tidak akan buta informasi, setelah tahun ini berjalan barulah kami informasikan kembali, dan pada tahap pelaksanaan baru kami memberitahukan kembali bahwa ada kegiatan pembangunan di gang ini tujuannya adalah untuk menggugah masyarakat agar ikut andil di dalam pelaksanaan pembangunan ini, sehingga penerapan prinsipgotong royong dan kebersamaan terjalin erat�. (Hail wawancara dengan Kuwu Kapetakan)

Hasil wawancaratersebut di atas ketika disandingkan dengan teori kebijakan publik menurut Thomas R. Dye dikutip Miftah Thoha menjabarkan kebijakan publik merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk beraksi atau bereaksi terhadap situasi atau tidak.

Berdasarkan informasi yang dipaparkan di atas maka dapat disimpulkan pengaplikasian prinsip keterbukaan dan kebijakan pemerintah desa untuk merencanakan dan mengelola dana desa dipantau oleh masyarakat serta prinsip kebijakan dalam tahap perencanaan yang selaras dengan cita-cita desa yang berpatokan pada rancangan pengembangan Kabupaten Cirebon.

2. Pelaksanaan Pengelolaan Bantuan Dana Desa

Penyelenggaraan kegiatan dengan keuangannya dari dana desa dianggap sebagai semua arus keluar masuk kas desa dalam merealisasikan pembgembangan desa oleh Tim Pelaksana Kegiatan (TPK). Sistematika pelaksanaanya adalah TPK meminta dana untuk program yang disertai syarat administrasi berupa rab, Rencana Jangka Panjang Desa, Rencana Kegiatan Pembangunan Desa, sebagaimana diuraikan di bawah ini.

1) Desa Pegagan

a)Rancangan Peraturan Desa Pegagan, No. 1 Tahun 2015 terkait RPJM-Des Tahun Anggaran 2015-2021.

b)Peraturan Desa Pegagan No. 1 Tahun 2015 terkait RKP-Desa Tahun Anggaran 2015.

c)Peraturan Desa Pegagan No. 14 Tahun 2015 terkait APBDDesa Pegagan Tahun Anggaran 2015.

2) Desa Karang Kendal

a)Rancangan Peraturan Desa Karang Kendal, No. 1 Tahun 2015 terkait riview RPJM-Des Tahun Anggaran 2017-2017.

b)Peraturan Desa Karang Kendal No. 5 Tahun 2015 terkait RKP-Desa Tahun Anggaran 2015.

c)Peraturan Desa Karang Kendal No. 7.a Tahun 2015 terkait APBD Desa Kapetakan Tahun Anggaran 2015.

3) Desa Kapetakan

a)��� Peraturan Desa Kapetakan, No. 1 Tahun 2015 terkait Review RPJM-Des Tahun Anggaran 2012-2017.

b)��� Peraturan Desa Kapetakan No. 2 Tahun 2015 terkait RKP-Desa Tahun Anggaran 2015.

c)��� Peraturan Desa Pegagan No. 7.a Tahun 2015 terkait perubahan APBD Desa Pegagan Tahun Anggaran 2015.

Pemaparan di atas menunjukan bahwa progja desa hendaknya berdasar pada rancangan anggaran yang lalu dan biaya yang masuk APBDesa tidak dapat dicairkan jika peraturan APBDesa belum diputuskan sebagai peraturan desa. TPK berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan biaya yang menjadi beban dana belanja program. Sebagaimana ketentuan menjadi alasan pembentukan TPKuntuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut. Keterbukaan dan penyelenggaraan program dilakukan dengan memberikan informasi secara terang kepada warga mengenai lokasi, Sumber Dana, Tahun Anggaran, Nilai Pekerjaan, pelaksanaan pekerjaan, sistem pelaksanaan dan pelaksanaan kegiatan di papan keterangan program di lokasi kegiatan serta tertulis bahwa pekerjaan ini dilaksanakan dari uang pajak yang ada.

Pengolahan anggaran dalam pelaksanaan program hendaknya sesuai dengan pengalokasiannya seperti yang dimuat di PP No. 60 tahun 2014 dan PP No. 22 tahun 2015 yang menjabarkan pengolahan dana desa diestimasikan untuk pelaksanaan birokrasi, pengembangan, dan pemberdayaan masyarakat. Pengolahan dana ini berpatokan pada RPJM dan RKPD yang di mana anggaran desa diprioritaskan untuk memajukan desa seperti yang tentukan oleh kementerian yang menaungi perdesaan dan juga panduan umum program dari bupati atau walikota.

Berdasarkan ketentuan di atas pelaksanaan pengelolaan Dana Desa terbagi dari beberapa kegiatan dalam 1 tahun anggaran yaitu anggaran tahun 2015 dalam hal ini peneliti membatasi kegiatan mana saja yang dapat dijadikan bahan rujukan penulisan, telah disepakati dan disetujui oleh Kuwu Desa Pegagan maka kegiatan yang dimaksud adalah Penghamparan Lataston (Hotmix) Blok D-E Desa Pegagan Kecamatan Kapetakan yang bersumber dari Dana Desa dengan jumlah Rp. 120.500.800, dengan demikian bahwa Tim Pengelola Kegiatan (TPK) Desa Pegagan telah melaporkan kegiatannya secara periodik kepada Kuwu Desa Pegagan yaitu dengan uraian sebagai berikut:

 

Tabel 2

Laporan Kegiatan Tim Pengelola Kegiatan (TPK) Desa Kapetakan

No.

Tanggal

Uraian

Jumlah (Rp.)

1

18 Nopember 2015

Pembayaran Upah Kerja Penghamparan Lapisan Tips Aspal Beton (LATASTON) Blok D-E

������������ 1.257.000

2

18 Nopember 2015

Pembayaran Bahan Material kepada pihak penyedia barang �CV. EMPAT SAUDARA�

�������� 118.336.400

3

18 Nopember 2015

Sewa Paket Peralatan Berat pekerjaan Penghamparan Lapisan Tips Aspal Beton (LATASTON) Blok D-E

��������������� 907.400

Jumlah

120.500.800

 

Kegiatan yang dilakukan Desa Kapetakan adalah Pembangunan Perkerasan Jalan Lingkungan (Paving Block) Blok H. Raskim Desa Karang Kendal yang bersumber dari Dana Desa dengan jumlah Rp. 21.754.200. dengan demikian bahwa Tim Pengelola Kegiatan (TPK) Desa Kapetakan telah melaporkan kegiatannya secara periodik kepada Kuwu Desa Karang Kendal yaitu dengan uraian sebagai berikut:

 

Tabel 3

Laporan Kegiatan Tim Pengelola Kegiatan (TPK) Desa Kapetakan

No.

Tanggal

Uraian

Jumlah (Rp.)

1

8 September 2015

Pembelian bahan bangunan/material pekerjaan persiapan (pengukuran dan pematokan)

86.000

2

7 September 2015

Pembayaran upah pekerjaan persiapan (pengukuran dan pematokan)

358.000

3

8 September 2015

Pembayaran perlengkapan kerja/alat kerja pekerjaan persiapan (pengukuran dan pematokan)

148.000

4

8 September 2015

Pembayaran biaya desain dan cetakpapan nama kegiatan

60.000

5

9 September 2015

Pembelian bahan material pekerjaan pemasangan papan nama kegiatan

178.220

6

9 September 2015

Upah pemasangan papan nama kegiatan

20.000

7

14 September 2015

Pembayaran upah pekerja pekerjaan konstruksi bangunan

4.401.000

8

21 September 2015

Pembayaran upah pekerja pekerjaan konstruksi bangunan

3.874.000

9

10 September 2015

Pembayaran bahan material pekerjaan konstruksi

11.129.700

10

15 September 2015

Pembelian alat tulis kantor (ATK) pembuatan laporan dan dokumentasi kegiatan

162.300

11

20 September 2015

Pembuatan dokumentasi pekerjaan pembuatan pelaporan dan dokumentasi kegiatan

50.000

12

20 September 2015

Pembayaran honorarium pembuatan pelaporan dan dokumentasi kegiatan

150.000

13

 

Pembayaran pajak pembelian bahan material

1.136.980

Jumlah

21.754.200

 

Kegiatan yang dilakukan desa Kapetakan adalah Pembuatan Tempat Penahan Tanah (TPT) Gang Deto Desa Kapetakan Kecamatan Kapetakan yang bersumber dari Dana Desa dengan jumlah Rp. 80.000.000, dengan demikian bahwa Tim Pengelola Kegiatan (TPK) Desa Kapetakan telah melaporkan kegiatannya secara periodik kepada Kuwu Desa Kapetakan yaitu dengan uraian sebagai berikut:

 

Tabel 4

Laporan kegiatan Tim Pengelola Kegiatan (TPK) Desa Kapetakan

No.

Tanggal

Uraian

Jumlah (Rp.)

1

31 Oktober 2015

Pembayaran Biaya Desain dan Cetak Papan nama kegiatan

80.000

2

31 Oktober 2015

Pembelian bahan material pekerjaan pemasangan papan nama kegiatan

177.150

3

31 Oktober 2015

Biaya upah pemasangan papan nama kegiatan

20.000

4

31 Oktober 2015

Pembelian bahan bangunan/material pekerjaan pematokan/persiapan

54.000

5

01 Nopember 2015

Pembayaran upah pekerja pematokan/persiapan

209.000

6

01 Nopember 2015

Pembelian alat bantu/peralatan pekerjaan pematokan/persiapan

202.000

7

06 Nopember 2015

Pembayaran upah kerja kegiatan pembuatan TPT Gang Deto tanggal 31 Oktober s/d 6 Nopember 2015

7.957.000

8

13 Nopember 2015

Pembayaran upah kerja kegiatan pembuatan TPT Gang Deto tanggal 7 Nopember s/d 13 Nopember 2015

8.399.000

9

13 Nopember 2015

Pembayaran upah kerja kegiatan pembuatan TPT Gang Deto tanggal 14 Nopember s/d 20 Nopember 2015

8.399.000

10

02 Nopember 2015

Pembayaran pembelian bahan bangunan/material batu belah kegiatan pembuatan TPT Gang Deto

15.980.000

11

02 Nopember 2015

Pembayaran pembelian bahan bangunan/material Semen Portland kegiatan pembuatan TPT Gang Deto

19.981.000

12

02 Nopember 2015

Pembayaran pembelian bahan bangunan/material pasir pasang kegiatan pembuatan TPT Gang Deto

8.750.000

13

02 Nopember 2015

Pembayaran pembelian bahan bangunan/material batu belah kegiatan pembuatan TPT Gang Deto

3.087.000

14

11 Nopember 2015

Pembayaran pembelian bahan bangunan/material pasir urug kegiatan kegiatan pembuatan TPT Gang Deto

1.050.000

15

31 Oktober 2015

Sewa mesin molen 14 hari

211.000

16

31 Oktober 2015

Pembelian peralatan kerja pekerjaan konstruksi

434.500

17

15 Nopember 2015

Pembelian Alat Tulis Kantor (ATK) pembuatan pelaporan dan dokumentasi kegiatan

50.000

18

20 Nopember 2015

Pembayaran honorarium pembuatan pelaporan dan dokumentasi kegiatan

150.000

19

20 Nopember 2015

Pembayaran pajak material

4.829.350

Jumlah

80.000.000

 

Pelaksanaan Dana Desa diminta laporan perealisasiannya di setiap transaksi dana desa. Oleh karena itu, jika pertanggungjawaban dilaksanakan secara teratur dan berkelanjutan sesuai dengan peraturan maka akan memudahkan laporan pengelolaan dana desa yang dibuat oleh TPK di akhir. Akan tetapi, keadministrasiannya belum maksimal dan perlu didampingi untuk pelaksanaannya dari kecamatan.

Kesuksesan pengembangan desa dilihat dari penyelengaraan program desa yang sejalan denga asas dasar di atas dan juga penggunaannya yang efektif dan efisien sehingga anggaran dapat digunakan untuk mengembangkan desa dengan baik.

3. Pelaporan Tim Pengelolaan Kegiatan (TPK)

Satu keharusan yang harus dilaksanakan dalam sistematika pengolahan keuangan yaitu laporan yang dalam hal pengolahan dana desa ini dilakukan dua kali mencakup laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa di semester satu dan dua kepada oleh kades ke bupati atau walikota.

Pelaporan tersebut sesuai dengan prinsip akuntabilitas, Akuntabilitas berdasarkan penjelasan Miriam Budiarjo yang menerjemahkan bahwa akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban dari yang pihak menjalankan tugas untuk mengarahkan pihak yang memberi tugas dengan adanya pemantauan dalam pembagian kewenangan ke beberapa institusi pemerintahan agar menghindari penumpukan kekuasaan dan juga memunculkan kesadaran untuk saling memantau.

Pelaporan pertanggungjawaban APB Desa pada semester satu dilaksanakan dalam batas waktu di Juli di tahun yang berlangsung kepada bupati atau walikota dan pelaporan pertanggungjawaban akhir tahun dilaksanakan dengan batas waktu di Januari tahun selanjutnya. Sistematika laporan pertanggungjawaban terkait pengolahan APBDesa dilaksanakan melalui beberapa birokrasibaik kepada bupati atau walikota, disampaikan ke gubernur dan juga menteri dengan periode waktu setahun dua kali. Berdasarkan pelaksanaan aturan yang tertuang dalam PP No 66 tahun 2014 di atas dapat disimpulkan bahwa boleh diberlakukannya penangguhan dana APBDesa atau APBD jikalau laporan pertanggungjawaban belum disampaikan dan baru akan diproses setelah dilaksanakan dengan baik. Dalam hal ini terdapat strukturisasi yang jelas anatara pemerintah desa, pemerintaha daerah, dan juga pemerintah pusat.

Pertanggungjawaban yang dibuat oleh kades berdasarkan PP No. 43 tahun 2014 harus mencakup keseleluruhan pengolahan anggaran yang ditransaksikan sehingga dapat mempermudah persyaratan keadministrasian petugas desa dan tidak menurunkan harkat dari penyelenggaraan pertanggungjawaban.

Dengan demikian Sinergitas antara Tim Pengelola Kegiatan (TPK) dan Kepala Desa harus dijaga agar tidak terjadi hal-hal tersebut di atas. Penyelenggaraan pengolahan dana desa di kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon pelan-pelan sudah mengimplementasikan prinsip tanggung jawab secara gradual disertai dengan niat yang bulat untuk menyelenggarakan pertanggungjawaban berdasarkan peran dan tugasnya walaupun ada yang masih butuh dikoreksi dan ditingkatkan lagi.

 

B. Tanggungjawab Kepala Desa terhadap Bantuan Dana Desa tahun 2015

Tanggungjawab kepala Desa terhadap pengelolaan bantuan Dana Desa (DD) merupakan usaha untuk menciptakan sistem pemerintahan yang baik yang menurut teori akuntabilitas bahwa penggunaan wewenang harus dapat dipertanggungjawabkan.Rasa tanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan dan pengolahan dana desa selayaknya dan sepantasnya berpegang erat pada prinsip dari pemerintahan yang baik seperti penjabaran Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 terkait dana desa yang bersumber dari APBN Jo. PMK RI No. 93/PMK.07/2015 mengenai tata cara pengalokasian, penyaluran, penggunaan, pemantauan dan evaluasi dana desa Jo. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 mengenai Pengelolaan Keuangan Desa Jo. Peraturan Bupati Cirebon Nomor 4.A Tahun 2015 terkait Perubahan Atas Peraturan Bupati Cirebon Nomor 43 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penetapan Besaran, Penyaluran dan Penggunaan Dana Desa.

Pertanggungjawaban pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Kapetakan Kabupaten CirebonTahun 2015 terintegrasi dengan pertanggungjawaban APBDesa namun hal tersebut bersifat pertanggungjawaban akhir tahun anggaran sedangkan pengelolaan Dana Desa dilaporkan secara periodik perkegiatan dalam satu semester, sedangkan untuk kuwu menyampaikan laporannya tiap semester dan akhir tahun anggaran. Kuwu/Kepala Desa Pegagan, Kuwu/Kepala Desa Kapetakan dan Kuwu/ Kepala Desa Kapetakan berdasarkan pasal 25 Permenku Nomor 93/PMK.7/2015 mengenai Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa Jo Pasal 24 Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2014 terkait Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Kabupaten Cirebon secara khhusus telah mengatur pengelolaan Dana Desa yang diatur dalam Peraturan Bupati Cirebon Nomor 4.A Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Cirebon Nomor 43 Tahun 2014 tentang Cara Penetapan Besaran, Penyaluran tersebut agar dalam pengelolaan Dana Desa diselenggarakan dengan tepat guna, terbuka, dan dapat dipertanggungjawabkan. Dana desa di sisi lain juga adalah sumber pendapatan utama desa yang pelaksanaannya harus dipertanggungjawabkan dengan terbuka kepada publik dan juga pemerintah yang memberikan kekuasaan.

Dengan demikian bahwa kadessebelihnya bertanggungjawab dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan hasil dari pelaksanaan pengelolaan Dana Desa Tahun 2015 tersebut kepada Pemerintah pusat dan masyarakatnya. Tahap pertanggungjawaban oleh kades menurut PP Nomor 43 Tahun 2014 dapat digambarkan sebagai berikut:

 

Gambar 1

Tahap pertanggungjawaban oleh kades menurut PP Nomor 43 Tahun 2014

Kades melaporkan pertanggungjawaban APBDesa yang mencakup pendapatan, belanja, dan pembiayaan sesuai dengan Peraturan Desa kepada bupati atau walikota pada akhir tahun anggaran. Selanjutnya, pendampingan yang dan pemantauan yang dilakukan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota mencakup pencairan dan pendistribusian dana desa, pembagian dana desa dan bagi hasil pajak dan retribusi daerah dari kabupaten atau kota ke desa. Di sisi lain, pemerintah kabupaten atau kota memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan program dana desa sesuai dengan PP No. 43 tahun 2014 yang menegaskan jika kepala desa adalah pihak yang bertanggung jawab atas pertanggungjawaban pengolahan anggaran desa.

Pada tahapan pertanggungjaaban ini, ketentuan dalam pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 menjabarkan laporan realisasi dan laporan pertanggungjwaban disebarluaskan ke masyarakat melalui pengumuman, radio komunitas dan sebagainya. Pelaksanaan ini sejalan dengan dasar pengolahan anggaran kedesaan yaitu transparasi dan akuntabilitas.

Kepala desa tetap bertanggungjawab terhadap pengelolaan Dana Desa meskipun secara teknis pengelolaan Dana Desa diberikan kepada Tim Pengelolaan Kegiatan (TPK), seperti halnya pengelolaan kegiatanyang dilakukan oleh Pemerintah Daerah meskipun secara teknis pengelolaan kegiatan dilakukan oleh Dinsa-Dinas terkait namun Bupati sebagai Kepala Daerah tetap bertanggungjawab. Hal ini dipertegas dengan hasil wawancara berikut ini:

�Sebagai Kuwu, saya bertanggungjawab baik pertanggungjawaban fisik maupun administrasi, kalau pertanggungjawaban fisik saya buktikan dengan adanya bukti nyata telah dibangun sesuai dengan rencana dan hasilnya pun bisa dirasakan sendiri oleh msayarakat untuk administrasi saya hanya menerima laporan dari ketua Tim Pengelola Kegiatan (TPK) yang saya cek sendiri ketika ada yang kurang maka akan diperbaiki oleh ketua Tim , sebenernya masyarakat tidak akanprotes atau macam-macam dalam hal pertanggungjawaban karena masyarakat dapat menilai sendiri hasilnya., dalam hal telah dilaksanakannya pembangunan saya langsung menempel informasi di papan informasi balai desa�. (hasil wawancara dengan Kuwu Pegagan)

�seperti kata saya tadi, pemerintah desa tidak akan memberikan atau menyampaikan informasi pertanggungjawaban secara menyeluruh kepada masyarakat karena begitu banyaknya masyarakat yang ada di desa saya, akan tetapi saya selalu menyampaikan informasi apa saja yang sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah desa kepada masyarakat disela-sela kegiatan hiburan, acara keagamaan dan adat lainnya, terus satu hal yang harus diketahui yaitu pemotretan lokasi pembangunan dilakukan pada tempat dan lokasi yang sama setiap pembangunan 0%, 50%, hingga 100% supaya tidakada manipulasi terhadap objek pembangunan�. (hasil wawancara dengan Kuwu Karang Kendal)

�Saya sadar bahwa salah satu tugas dari kepala desa yaitu menyampaikan informasi seluas-luasnya kepada masyarakat tentang apa yang akan dan sedang dilakukan pemerintah desa, namun karena kegiatan pemerintah desa bukan hanya satu dan masih banyak kegiatan-kegiatan lainnya yang harus dikerjakan maka kami pemerintah desa sebisa mungkin menyampaikan informasi dan ketika ada yang bertanya maka akan dijawab sebaik mungkin dan sejelas mungkin agar masyarakat tidak dibohongi, bila perlu bisa mengecek SPJ yang telah dibuat dan dicocokkan dengan kenyataannya�. (Hasil wawancara dengan Kuwu Kapetakan)

Hal ini dipertegas oleh pengakuan dari salah satu warga Desa Pegagan yang terkena dampak pembangunan desa yang bersumber dari dana Desa, sebagai berikut:

�Saya tidak mengerti apa itu akuntabilitas atau taransparansi anggaran atau kah dana desa, yang penting dalam prinsip saya sebagai masyarakat bahwa ada bukti nyata telah dilakukannya pembangunan demi kemajuan kesejahteraan rakyat seperti saya, karena bukti nyata seperti ini yang akan dijadikan sejarah pembangunan desa yang melekat pada pikiran kami�. (Hasil wawancara warga Desa Pegagan Sdr. Ega)

Melihat dari proses di atas, dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pertanggungjawaban TPK ke kades selanjutnyakades menyampaikan laporan hasil pengelolaanDana Desa Kepala Bupati Cirebon, Gubernur dan Menteri.

Laporan di atas mengindikasikan jika sistematika peratanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon sudah meimplementasikan perinsip akuntabilitas meskipun membutuhkan perbaikan dan peningkatan terutama mencakup sistematika pertanggungjawaban secara horizontal atau kepada publik/masyarakat dan pertanggungjawaban pengadministrasian Dana Desa.

�Kelemahan pada pelaksanaan tingkat desa yaitu SDM Pengelola dan Pamong desa, sehingga akan memperlambat pertanggungjawaban secara vertikal kepada pemerintah daerah�. (Hasil wawancara ketua LPM Desa Pegagan)

Tahapan-tahapan di atas merupakan serangkaian kegiatan yang tergolong dalam mekanisme pengelolaan keuangan desa yakni mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pertanggungjawaban. Berdasarkan tahapan-tahapan yang menjelaskan mekanisme pengolahan anggaran desa berasaskan pada ketentuan yang sudah ditetapkan sebagaimana telah dipaparkan di atas, Kementerian yang dimakdsud adalah Kementerian Dalam Negeri, kementerian Desa, Pembangunan Daerah tertinggal dan Transmigrasi dan Kementerian Keuangan menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 900/535/SJ, Nomor: 959/KMK.07/2015 dan Nomor. 49 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyaluran, pengelolaan dan Penggunaan dana desa yang selama pelaksanaan pembangunan desa pasca diberlakukannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengalami banyak permasalahan utamanya dalam hal penyaluran dan penggunaan dana desa.

Dengan demikian pengelolaankeuangan khususnya dana desa ketika dipersandingkan denga prinsip akuntabilitas yang dilakukan secara gradual akan memunculkan rasa percaya publik mengenai penyelenggajaran pengembangan desa yang bertujuan untuk mencapai tingkat kesejahteraan rakyat di desa secara komulatif akan mendukung keberhasilan pembangunan daerah.

Namun ketika prinsip akuntabilitas atau tanggungjawab kepala desa terhadap pengelolaan dana desa tidak dijalankan maka akan berakibat pada tidak baiknya pengelolaan dana desa yang berimplikasi pada tindak pidana Kepala Desa dalam hal penyelewengan dana desa.

Tanggung jawab kades dalam pengelolaan Dana Desa Tahun 2015 ketika ditemukan keuangan negara maka kepala desa/Kuwu sebagai pemegang kekuasaan pengelola keuangan desa maka dengan otomatis harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum.

Dalam prakteknya bahwa Dana Desa tahun 2015 sebagai keuangan desa tersebut dituang kembali dalam peraturan desa masing-masing sebagai berikut:

1.Peraturan desa Pegagan No. 14 Tahun 2015 terkait APBD Desa Pegagan Tahun Anggaran 2015.

2.Peraturan Desa Karang Kendal Nomor 7.a Tahun 2015 terkait APBD Desa Karang Kendal Tahun Anggaran 2015.

3.Peraturan APBD Desa Kapetakan Tahun Anggaran 2015.

Jika kepala desa menyimpang dalam pengelolaan anggaran desa dapat diasumsikan bentuk penyimpangannya adalah korupsi dengan menggunakan pendapatan desa dalam hal ini keuangan pengelolaan dana desa tahun 2015 yang membuat rugi keuangan negara akan diberi tindakanhukum dalam tindakan korupsi.

Di sisi lain, wewenang Pengadilan Tipikor menurut Pasal 5 Undang-Undang No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yaitu:

�pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak perkara korupsi�

Sementara itu berdasarkan pasal 6 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara: 1) Tindak pidana korupsi; 2) Tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana aslinya adalah tindak pidana korupsi; 3) Dan/atau tindak pidana yang secara tegas dalam undang-undang lain ditetapkan sebagai tindak pidana korupsi.

Berdasarkan uraian di atas maka kepala Desa/Kuwu akan mempertanggungjwabkan segala perbuatan dan tindakannya berkaitan dengan APBDesa dalam hal keuangan desa dengan anggaran pengelolaan Dana Desa di desa pada Tahun 2015. Ketika dikaitkan dengan pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Kapetakan Tahun 2015 maka berdasarkan hasil penelitian tidak ada indikasi penyelewengan penggunaan Dana Desa pada Tahun 2015, namun secara administrasi masih perlu diperbaiki sehingga lebih maksimal.

Dengan demikian, dapat disimpulkan tanggungjawab kepala desa terhadap bantuan Dana Desa di wilayah Kecamatan Kapetakan tahun 2015 sudah selaras dengan prinsip tanggung jawab dan hukum meskipun belum sempurna secara keseluruhan terkait dengan ketetapan yang berlaku. Oleh karena itu, upaya perbaikan dan peningkatan perlu dilakukan secara berkesinambungan dengan selalu mengadaptasi keadaan serta perkembangan dasar hukum dalam peraturan perundangan sehingga berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat luas.

 

Kesimpulan

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa implementasi Good Governance mempunyai unsur utama salah satunya adalah akuntabilitas, disisi lain bahwa Dana Desa dapat diartikan sebagai Sumber Keuangan Desa yang mempunyai asas transparan, akuntabel, partisipatif, serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran, sementara itu dalam prinsip pengelolaan keuangan desa yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan/atau pertanggungjawaban. Hal tersebut bermuara pada pelaksanaan keangan desa dalam hal pengelolaan Dana Desa dan Good Governance adalah satu kesatuan yang ternyata mempunyai hubungan dalam menyejahterakan masyarakat dalam bentuk pelaksanaan yang menitik beratkan dalam konsep dan asas akuntabel dengan melaksanakan segala proses dengan benar dengan baik dan benar.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Andriani, U., & Zulaika, T. (2019). Peran perangkat desa dalam akuntabilitas pengelolaan dana desa. Jurnal Akademi Akuntansi, 2(2), 119�144.

 

Arifiyanto, D. F., & Kurrohman, T. (2014). Akuntabilitas pengelolaan alokasi dana desa di Kabupaten Jember. Jurnal Riset Akuntansi Dan Keuangan, 2(3).

 

Asmawati, I., & Basuki, P. (2019). Akuntabilitas pengelolaan keuangan desa. Akurasi: Journal of Accounting and Finance Studies, 2(1), 63�76.

 

Astuty, E. (2013). Akuntabilitas Pemerintah Desa dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDES)(Studi pada Alokasi Dana Desa Tahun Anggaran 2011 di Desa Sareng Kecamatan Geger Kabupaten Madiun). Publika, 1(2).

 

Farida, V., Jati, A. W., & Harventy, R. (2018). Analisis Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (Add) Di Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang. Jurnal Akademi Akuntansi, 1(1).

 

Hidayah, N., & Wijayanti, I. (2017). Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa (DD) Studi Kasus Pada Desa Wonodadi Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo. Jurnal AKSI (Akuntansi Dan Sistem Informasi), 2(2).

 

Kholmi, M. (2017). Akuntabilitas pengelolaan alokasi dana desa (studi di desa kedungbetik kecamatan kesamben kabupaten jombang). Journal of Innovation in Business and Economics, 7(2), 143�152.

 

Kumalasari, D., & Riharjo, I. B. (2016). Transparansi dan akuntabilitas pemerintah desa dalam pengelolaan alokasi dana desa. Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi (JIRA), 5(11).

 

Makalalag, A. J., Nangoi, G. B., & Karamoy, H. (2017). Akuntabilitas pengelolaan dana desa di kecamatan Kotamobagu Selatan kota Kotamobagu. JURNAL RISET AKUNTANSI DAN AUDITING" GOODWILL", 8(1).

 

Nafidah, L. N., & Anisa, N. (2017). Akuntabilitas pengelolaan keuangan desa di kabupaten Jombang. Jurnal Ilmu Akuntansi, 10(2), 273�288.

 

Nafidah, L. N., & Suryaningtyas, M. (2016). Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Upaya Meningkatkan Pembangunan Dan Pemberdayaan Masyarakat. BISNIS: Jurnal Bisnis Dan Manajemen Islam, 3(1), 214�239.

 

Nafsiah, S. N., & Diana, M. (2020). Faktor-faktor yang mempengaruhi akuntabilitas pengelolaan alokasi dana desa di Kecamatan Indralaya. Jurnal Ilmiah Bina Manajemen, 3(2), 104�112.

 

Puspa, D. F., & Prasetyo, R. A. (2020). Pengaruh kompetensi pemerintah desa, sistem pengendalian internal, dan aksesibilitas laporan keuangan terhadap akuntabilitas pengelolaan dana desa. Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, 20(2), 281�298.

 

Riyanto, T. (2015). Akuntabilitas Finansial Dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa (Add) di Kantor Desa Perangat Selatan Kecamatan Marangkayu Kabupaten Kutai Kartanegara. Ejournal Administrasi Negara, 3(1), 130�199.

 

Setiawan, A., Haboddin, M., & Wilujeng, N. F. (2017). Akuntabilitas pengelolaan dana desa di Desa Budugsidorejo Kabupaten Jombang tahun 2015. Politik Indonesia: Indonesian Political Science Review, 2(1), 1�16.

 

Wida, S. A., Supatmoko, D., & Kurrohman, T. (2017). Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa�Desa Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi. E-Journal Ekonomi Bisnis Dan Akuntansi, 4(2), 148�152.

 

Yesinia, N. I., Yuliarti, N. C., & Puspitasari, D. (2018). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (Studi Kasus Pada Kecamatan Yosowilangun Kabupaten Lumajang). Jurnal Aset (Akuntansi Riset), 10(1), 105�112.

 

Copyright holder:

Abdullah, Junaedi, Sanusi, Putri Amalia Zubaedah (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: