Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 5, Mei 2023
PEMODELAN PERAWATAN DAN PERBAIKAN BERBASIS
KEANDALAN PADA MESIN INDUK TIPE BOLNES/10 DNL DI KAPAL LATIH TARUNA
Andri Yulianto
Prodi Permesinan Kapal Poltektrans SDP
Palembang
Email: [email protected]
Abstrak
Abstrak Kapal Cadet Training yang dioperasikan oleh Politeknik Ilmu
Pelayaran Semarang sudah cukup umur, dibangun pada tahun 1984. Pada usia tersebut,
beberapa kerusakan pada mesin terjadi khususnya mesin penggerak utama. Kegiatan
perawatan dilakukan dengan harapan dapat mempertahankan fungsi mesin dalam
kondisi normal. Penelitian diawali dengan pengambilan data dari engine log book
untuk mendapatkan TTF, dengan mengamati pola kegagalan, penulis dapat
menentukan critical system dan komponen untuk membuat fungsi blocks
diagram-nya. Kemudian, model kegagalan komponen dianalisis dengan FMECA dan
bantuan software weibull++, penulis mencoba mencari parameter distribusi
peluang yang tepat. Menganalisis reliabilitas secara kuantitatif, penulis
menemukan nilai reliabilitas komponen. Pemecah premium Microsoft excel
digunakan untuk mengoptimalkan penentuan jadwal pemeliharaan dan perbaikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa interval perawatan dan perbaikan optimal
dengan biaya minimum dirancang setiap dua tahun untuk docking. Besarnya
anggaran yang diusulkan untuk 2 tahun adalah Rp 1.193.489.636,- dibagi menjadi
usulan anggaran 2 tahun, yaitu Rp 477.395.855,- pada tahun pertama atau Rp
39.782.988,- setiap bulan dan Rp. 716.093.782,- pada tahun kedua atau Rp
59.674.482,- setiap bulan.
Kata kunci: Keandalan Pada Mesin Induk, Bolnes/10 Dnl, Taruna
Abstract
Cadet Training ship which was operated by Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang have old enough, it was built in 1984 . In that age, some damages in the machinery occur
specially the main propulsion engine.�
Maintenance activity is done in the hope that it can maintain the
machinery function under normal condition.The
research is started by data taking from the engine log book� to get TTF,�
by observing the failure pattern, the writer can determine the critical
system and component to make its blocks diagram function. Then, the model of
component failure is analysed with FMECA and the help
of weibull++ software, the writer try
to find the exact opportunity distribution parameter. Analysing
the reliability quantitatively, the writer finds the component reliability
value. Premium solver Microsoft excel is used for optimizing the maintenance
and repair schedule determination. The result of the research shows that
maintenance interval and optimum repair with minimum cost is designed every two
years for the docking. The amount of the budget proposed for 2 years is Rp
1.193.489.636,- divided into 2-years budget proposal,
that is Rp 477.395.855,- in the first year or Rp 39.782.988,- each month and
Rp. 716.093.782,- in the second year or Rp
59.674.482,-each month.
Keywords: Reliability
on master machines, bolnes/10 dnl,
cadets
Pendahuluan
PIP Semarang merupakan lembaga Pendidikan dan Pelatihan� dibawah Kementerian Perhubungan.
Pendidikan� di PIP Semarang untuk program
D.IV dan yang lainnya menerapkan rasio untuk teori 40% - 50% ,sedangkan 50% -
60% adalah praktek laboratorium (Munzilin, 2016). Dimana pendidikan tersebut mencakup
aspek pengetahuan , keahlian dan kepribadian . Untuk melaksanakan hal tersebut
maka akan dilaksanakan dengan pelatihan di laboratorium ataupun kapal latih.
Mulai tanggal 28 Desember 2007 PIP Semarang melalui Badan Diklat Perhubungan
mendapat hibah Kapal Survey dari Dirjen Perhubungan Laut sebagai kapal latih
taruna.
Kapal Latih taruna tersebut bernama KN. Bima Sakti bejenis kapal survey
tahun pembuatan 1984 dari galangan kapal MAKUM Belanda dengan panjang keseluruhan
(LOA) 59,75 meter dan lebar 23 meter,�
DWT 1373,15 ton, memiliki mesin induk 2 unit merk / type BOLNES / 10
DNL� dengan Daya masing-masing .1500 HP,
memiliki 3 mesin bantu dengan merk/type mercedez benz / OM 424 dengan masing
masing berdaya 303 HP (Yulianto, n.d.).
KN. Bima Sakti yang dioperasikan oleh PIP Semarang tersebut sudah cukup tua
dan dalam pengoperasian akan banyak terjadi kendala � kendala secara teknis,
terutama pada permesinan penggerak utama. Hal tersebut tentunya akan menghambat
dalam pengoperasian kapal dan menambah besar biaya pengoperasian kapal dan
memberatkan keuangan negara. Dalam hal pembiayaan KN. Bima Sakti ini dibiayai
oleh negara melalui DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan� Anggaran) dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Perhubungan Laut (Yulianto, n.d.).
Lebih jauh lagi, kebutuhan akan metode praktis
dalam menentukan jadwal perawatan optimum untuk permesinan dikapal menjadi amat
mendesak dengan munculnya kecenderungan bahwa banyak perusahaan pelayaran di
Indonesia dan beberapa negara berkembang lainnya membeli kapal-kapal bekas,
namun memperlakukan permesinan kapal tersebut seolah-olah baru serta melakukan
modifikasi yang minimum hanya untuk memenuhi ketentuan beberapa peraturan
Internasional yang ada saat ini. Dengan kondisi ini maka peningkatan���� biaya operasional dan perawatan merupakan
konsekuensi logis sebagai akibat dari hal diatas (Masroeri et al., 2000).
Penentuan jadwal perawatan optimum untuk
permesinan di kapal laut (ship machinery)
memiliki perbedaan karakteristik yang mendasar dengan perawatan untuk mesin industri
di darat (land used machinery) (Artana & Ishida, 2002). Dalam kasus permesinan
industri di darat, perawatan dapat dilakukan dengan tingkat aksibilitas dan
ketersediaan suku cadang yang tinggi. Hal ini berbeda dengan permesinan di
kapal karena kegagalan permesinan di kapal mungkin terjadi saat kapal berlayar,
di mana suku cadang yang dibutuhkan mungkin tidak tersedia di kapal atau dalam
kasus tertentu shore based maintenance
mutlak diperlukan. Biro Klasifikas memang mensyaratkan beberapa suku cadang dan
peralatan harus tersedia di kapal (NK,1983), Namun peraturan tersebut tidak
mencakup semua jenis kegagalan komponen yang memang sulit diprediksi.
Proses penentuan jadwal
perawatan permesinan adalah sebuah proses pengambilan keputusan (decision-making prosess).
Proses ini bisa dipermudah dengan menggunakan metode optimasi. Proses optimasi dalam kaitannya dengan penggambilan keputusan terhadap system perawatan permesinan dapat diartikan sebagai usaha untuk
menyelesaikan konflik dari beberapa variable perawatan secara demikian rupa, sehingga variabelyang dapat dikontrol (control variable) oleh pembuat keputusan (decision-maker) mendapat
nilai yang terbaik (Jardine &
Tsang, 2021). Salah satu control
variable� dalam kaitannya dengan
perawatan permesinan di kapal adalah interval perawatan (interval between maintenance)
Dalam penelitian ini menggunakan metode
sistematis dalam menentukan jadwal dan posisi perawatan yang optimum dari
system pelumasan dan udara bilas dari mesin induk dikapal. Yang nantinya
diharapkan dapat digunakan untuk menentukan pola perawatan dalam system yang
lain di permesinan kapal. Metode yang digunakan dengan menggunakan pemrograman
computer solver pada microsof excel dengan metode non linear progaming.
����� Kapal
latih taruna KL. Bima Sakti yang dioperasikan oleh PIP Semarang digunakan untuk
melatih taruna Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perhubungan Laut (Pusdiklat Laut)
dibawah Badan Diklat Perhubungan. Diklat perhubungan laut ini tersebar di 4
kota yaitu STIP Jakarta, BP2IP Mauk yang terletak di Jakarta, PIP Semarang yang
terletak di Semarang, BP2IP Surabaya yang terletak di Surabaya, PIP Makassar
dan BP2IP Barombong yang terletak di Makassar. (road map peningkatan
keselamatan transportasi nasional Departemen Perhubungan tahun 2007). Untuk itu
akan dibuat alur pelayaran yang tetap yang dapat melayari 4 pelabuhan yaitu
Tanjung Priok Jakarta, Tanjung Emas Semarang, Tanjung Perak Surabaya dan
Pelabuhan Sukarno Hatta Makassar.
����� Dengan
melihat alur pelayaran itu maka dapat dibuat model alur pelayaran seperti pada
Gambar 1 di bawah ini. Kapal akan melayari 4 pelabuhan yakni pelabuhan A, B, C
dan D dan akan kembali ke pelabuhan A melalui rute yang berlawanan dengan rute
seperti yang disebutkan diatas.
����� Dari
empat pelabuhan ini jarak masing-masing pelabuhan yaitu jarak Jakarta ke
Semarang 256 mil, jarak Semarang ke Surabaya 207 mil dan jarak dari Surabaya ke
Makassar 476 mil. Dengan kecepatan rata-rata kapal 11 knots maka waktu tempuh
dari masing-masing pelabuhan adalah dari Jakarta ke Semarang 23,27 jam,
Semarang ke Surabaya 18,81 jam dan Surabaya ke Makassar 43,27 jam.
����� Dengan
melihat alur pelayaran diatas, maka akan diasumsikan bahwa perawatan permesinan
hanya bisa dilakukan di pelabuhan atau galangan kapal, sehingga penalty cost
akan dikenakan untuk setiap operasi yang melebihi rentang hasil optimasi.
Minimum total cost yang menjadi fungsi opyektif (objcective function) dari
permasalahan ini mencakup maintenance costs, operating cost, downtime costs dan
penalty costs. Proses optimasi rentang perawatan komponen dilakukan sedemikian
rupa sehingga indek keandalan (reliability
index-RI) dari komponen tidak kurang dari 0.5, dengan pertimbangan
kemungkinan kesuksesan dan kegagalannya adalah sama.
����� Perawatan terhadap
permesinan di kapal tidak akan mengembalikan kondisi permesinan tersebut
seperti halnya pada saat kondisi baru (konsep As Good As New Again tidak berlaku). Dengan kata lain, detorasi
(keausan) terhadap waktu akan senantiasa menjadi salah satu pertimbangan dan
pada waktu tertentu permesinan pada sistem tersebut harus diganti.
����� Untuk
mewakili hal ini, maka diasumsikan bahwa setiap perawatan memiliki konsekuensi
turunnya indek kehandalan dari komponen sistem pelumasan dan sistem udara bilas
sebesar 0.5% dari nilai awalnya. Selain itu, karena faktor detorasi maka
komponen pada sistem tersebut harus diganti jika prediksi bahwa setelah
perawatan, komponen tersebut tidak mampu mencapai ketentuan minimum indek
kehandalan sebesar 0.5 lihat Gambar� 2.2a
dan� Gambar �2b
Gambar 1
Alur Pelayaran KL Bima Sakti
Gambar 2
Model Perawatan Komponen Permesinan
Metodologi Penelitian
������ Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan
bantuan software weibull 4.0, perhitungan optimasi dengan bantuan solver
microsof excel dengan langkah langkah sebagai berikut (Tijerina & Monarrez, n.d.) :
1.��� Mengambil
data kegagalan dan perawatan dari mesin induk kapal, data yang diperoleh
berdasarkan pengamatan secara langsung operasional komponen dan dari jurnal
perawatan yang ada di kamar mesin.
2.��� Pemodelan
seluruh sistem yang bekerja di kamar mesin menjadi sebuang diagram function
untuk mendiskripsikan dan memisahkan masing-masing komponen yang mendukung
sistem yang akan dinilai.
3.��� Selanjutnya
dilakukan analisa kualitatif system dengan mengidentifikasi kegagalan yang
timbul dari komponen atau system dengan FMECA, berdasarkan standard dari ABS
maka dapat ditentukan komponen kritis.
4.��� Data
downtime dari masing-masing komponen dikonversikan menjadi data waktu antar
kegagalan (TTF)
5.��� Pendugaan
distribusi data kegagalan komponen atau system�
dengan menggunakan software Weibull 4.0 untuk melakukan pendugaan
distribusi data TTF� system.
6.��� Berdasarkan
parameter-parameter distribusi yang diperoleh, didapatkan fungsi padat peluang
(PDF), nilai keandalan (R) dan laju kegagalan komponen (λ).
7.��� Langkah
selanjutnya menghitung total� biaya
minimum yang menjadi fungsi opyektif (objcective function) dari permasalahan
ini mencakup maintenance costs, operating cost, downtime costs dan penalty
costs. Proses optimasi rentang perawatan komponen dilakukan sedemikian rupa
sehingga indek keandalan (reliability index-RI) dari komponen tidak kurang dari
0.5, dengan pertimbangan kemungkinan kesuksesan dan kegagalannya adalah sama.
8.��� Menentukan
jadwal perawatan dan perbaikan yang tepat dengan mempertimbangkan biaya
perawatan dan perbaikan total yang nantinya digunakan sebagai acuan untuk
mengajukan permintaan anggaran dari DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran)
Negara
a.
Keandalan
���
����������� Keandalan Adalah Probabilitas dari suatu item
untk dapat melaksanakan fungsi yang telah ditetapkan pada kondisi pengoperasian
dan lingkungan tertentu untuk periode waktu yang telah ditentukan.
Terminologi item yang dipakai didalam definisi keandalan diatas dapat mewakili
sembarang komponen, sub sistem, atau sistem yang diang sebagai satu kesatuan (Uslarahmayana, 2022).
b. Ketersediaan
����������� Ketersediaan adalah probabilitas untuk dapat menemukan suatu
sistem dengan berbagai kombinasi aspek-aspek keandalannya, kemampurawatan dan
dukungan perawatan untuk melakukan fungsi yang diperlukan pada suatu periode
waktu tertentu. Ketersediaan
dari sebuah sistem dapat diekspresikan kedalam sebuah persamaan matematis yang
menyatakan relasi antara periode dimana sistem dapat beroperasi (TOP)
dengan penjumlahan antara periode waktu ini dengan waktu dimana sistem� dalam keadaan tidak dapat beroperasi (TDOWN) (Sujalu et al., 2021). Persamaan dibawah ini �menunjukan hubungan antara
TOP, TDOWN, dan ketersediaan:
������������������������
c. Failure
Mode Effects and Critical Analysis (FMECA)
����������� Failure Mode Effects and Critical Analysis (FMECA)
lebih menekankan pada bottom up approach, yaitu analisa yang dilakukan dengn memeriksa
komponen-komponen dari tingkat rendah dan meneruskannya ke sistem yang merupkan
tingkat yang lebih tinggi serta mempeertimbangkan kegagalan system sebagai
hasil dari semua mode kegagalan (Borgovini
et al., 1993).
FMECA merupakan salah satu bentuk analisa kegagalan,serta dampak kegagalan yang
ditimbulkan oleh tiap-tiap komponen terhadap sistem. Kegiatan FMECA tersebut
dituliskan dalam worksheet tersebut.
Masing �masing kolom worksheet tersebut berisi
item-item sebagai berikut :
1.��� Kolom
component : menunjukan
nama komponen atau unit yang dimaksud
2.��� Kolom function menjelaskan fungsi
dari komponen di dalam sistem yang sedang dianalisa
3.��� Kolom failure mode mode-mode
kegagalan pada tiap-tiap komponen diidentifikasi dan dicacat� pada kolom ini
4.��� Kolom failure mechanism kemungkinan
mekanisme kegagalan yang dapat menyebabkan terjadinya mode kegagalan.
5.��� Kolom detection of failure berbagai
kemungkinan pendektesian dari berbagai mode kegagalan direcord pada
kolom ini
6.��� Kolom effect of the failure on the
components dampak yang terjadi pada komponen akibat dari mode-mode
kegagalan yang ditimbulkan oleh suatu komponen
8.�� Kolom severity level penggolongan
rangking dari kegagalan yang terjadi pada komponen yang di identifikasi yang
menggambarkan seberapa besar dampak yang dapat di timbulkan terhadap sistem.
9.�� Kolom failure rate laju kegagalan dari
masing-masing mode kegagalan di record pada kolom ini.
Tabel 1�
Saverity level
Severity
level |
Discription for severity level |
Definition of severity level |
Aplicable to function groups for |
1 |
Minor, �Nigligible |
Function is not affected, no
significant operational delays nuisance |
Propilsion Directional control drilling Position mooring (station keeping)
and processing import and export function |
2 |
Major, marginal, moderate |
Function is not affected, however
failure detection/corrective measures not functional, OR function is reduced
resulting in operational delays |
|
3 |
Critical Hazardous, Significant |
Function is reduced, �or damage machinery, significant operational delay |
|
4 |
Catastrophic, critical |
Complete loss of function |
���������������� Sumber
: (Priyanta
et al., 2020)
Kolom risk reducing measure kemungkinan-kemungkinan
tindakan koreksi yang dapat dilakukan berkenaan dengan mode-mode kegagalan yang
terjadi (Hollands
et al., 2016).
Untuk mengetahui rangking kekritisan dari failure mode yang berbeda
yaitu dengan cara mengkombinasikan severy level dan failure rate
yang disebut Risk profile matrix (Smail et al., 2017)
.
Tabel �2�
Probability of failure
Likelihood descriptor |
Discription |
Improbable |
Fewer than 0.01 events/year |
Remote |
0.01 to 0.1 events/year |
Occasional |
0.1 to 1 events/year |
Probable |
1 to 10 events/year |
Frequent |
10 or more events/year |
���������������������������������������������� Sumber : (Priyanta
et al., 2020)
d. Kurva
Laju Kegagalan
����������� Laju
kegagalan dari suatu komponen atau sistem dapat di plot pada suatu kurva dengan
variabel random waktu sebagai absis dan laju kegagalan dari komponen atau
sistem sebagai ordinat.
Gambar
3
Bath-up
Kurve
Kurva laju
kegagalan klasik yang sering dipakai untuk menjelaskan perilaku dari komponen
atau sistem adalah kurva bak mandi (bath-up curve). Kurva ini terdiri
dari tiga buah bagian utama, yaitu masa awal (burnin period), masa yang
berguna (useful life period), dan masa aus (wear out period).
Gambar 3 menunjukkan kurva bak mandi dengan ketiga bagian utamanya (Roesch,
2012).
Bagian
pertama dari kurva ini, yaitu masa awal dari suatu sistem atau komponen,
ditandai dengan tingginya kegagalan pada fase awal dan berangsur-angsur turun
seiring bertambahnya waktu. Bagian kedua dari kurva ini ditandai dengan laju
kegagalan yang konstan dari komponen�
atau sistem. Sedang bagian ketiga dari kurva ini ditandai dengan naiknya
laju kegagalan dari komponen atau sistem seiring dengan bertambahnya waktu.
e. Distribusi
Weibull
����������� Distribusi weibull
banyak dipakai karena distribusi ini memiliki shape parameter sehingga
distribusi tersebut mampu memodelkan berbagai data (Manuhutu, 2012). Jika time to failure suatu komponen adalah t
mengikuti distribusi weibull dengan tiga parameter β, η dan γ maka persamaan fungsi densitas probabilitas dapat
dinyatakan sebagai berikut :
Jika
nilai γ =
0, maka akan diperoleh distribusi weibull dengan dua parameter.
���� Parameter
keandalan
:
��� Persamaan failure rate :
���
Persamaan MTTF :
Dimana [ Γ ] menyatakan fungsi
gama.
f.���� Pembuatan Model Optimasi
��������� Model
pemograman untuk mendapatkan interval waktu penggantian komponen kritis yang
optimal dari masing-masing komponen sistem pelumasan dan sistem udara bilas
dapat diuraikan sebagai berikut (Rikardo,
2022) :
1. �� Inputs
Jarak antar
pelabuhan, kecepatan dinas kapal, unit down time cost, unit penalty costs,
reliability reduction facktor, mean time to repair, interval perawatan menurut
manual book.
2.��� Equitations
- Totalcost :
���
- Biaya perawatan
(maintenance cost) :
�����������
- Biaya operasional
(operating cost) :
�����
- Biaya downtime
:
�����������������������
- Biaya penalty� (penalty cost) :
���������������������
-
Decision variable (n1) :
���������������������������
3.��� Constrains
-�� Minimum�
X2i����� �����X2i���� ���Maksimum��
X2i������� (X2i� interval diantara dua perawatan)
-�� Minimum X3i���� ����X3i����� Maksimum���
X3i� �(X3i Indek keandalan)
4.��� Output (Decison variable)
-�� Minimum X1i �������X1i���� � Maksimum X1i� ( X1i� jumlah perawatan diantara dua docking untuk
komponen i )
5.� � Fungsi
obyektif (objctive function)
- ��� Total cost :
��
Gambar 4
Konstruksi Model Optimasi Perawatan Mesin Induk
Kapal
������ Hasil dan Pembahasan
a. �� Pemodelan dengan diagram Blok function.
Pemodelan diagram blok ini dengan menjabarkan
komponen-komponen yang bekerja dalam masing-masing sistem. Komponen dalam
sistem dikelompokkan berdasarkan fungsinya masing-masing. Pemodelan dalam
diagram MPU tipe Bolnes 10/DNL terlihat dalam gambar 5. Dalam pemodelan ini terlihat bahwa sistem penggerak di atas kapal terbagi
menjadi beberapa fungsi yaitu� fungsi
primer (primary function) dan fungsi sekunder (secondary function).
Gambar 5
Pemodelan Dengan Diagram Blok
�������� b.��� Analisa
Kualitatif
���������������� 3.2.1� FMECA
(Failure Mode Effect and Critical Analysis)
Ukuran
kualitatif untuk menentukan kekritisan mode kegagalan suatu komponen dapat
dilakukan dengan mengkombinasikan severity rangking dengan laju kegagalan yang
dibuat kedalam bentuk table yang disebut risk profile matrix. Pembacaan matrix
dilakukan dari sudut kiri bawah ke sudut kanan atas (dimulai dari warna hijau
pada kiri bawah dan berakhir pada warna merah kanan atas) yang menunjukkan
bahwa kekritisan komponen semakin besar. Berikut ini hasil dari table risk
profile matrix sesuai dengan standad ABS (American
Bureau of Shipping).
Dengan
melihat Tabel 3 risk profile matrix sistem pelumasan pada mesin induk maka akan terlihat kekritisan dari komponen
sistem pelumasan. Komponen sistem pelumasan yang masuk ke daerah merah adalah
komponen pelumasan yang kekritisannya tinggi yaitu LO Standby pump, LO Atache
pump, LO cooler, LO hand pump, LO filter (pressure), Lo magnetik filter.
Sedangkan� LO Storage tank masuk daerah medium. Sedangkan yang komponen sistem
pelumasan yang masuk daerah hijau adalah komponen sistem pelumasan yang
kekritisannya rendah yaitu check valve,
overflow relief valve, LO carter dan thermostatik valve.
�Pada Tabel 4 risk profile matrix sistem
udara bilas pada mesin induk maka akan terlihat kekritisan dari komponen sistem
udara bilas. Komponen sistem udara bilas yang masuk ke daerah merah adalah
komponen sistem udara bilas yang kekritisannya tinggi yaitu supercharge (1),
flexible joint (2), air cooler (5) dan scavenge air (6). Sedangkan yang
komponen sistem udara bilas yang masuk daerah hijau adalah komponen sistem
udara bilas yang kekritisannya rendah yaitu exaust gas manifold (3)dan pipa gas
buang (4). Dengan melihat kekritisan tersebut maka dapat dipisahkan untuk
komponen sistem pelumasan dan udara bilas yang harus dilakukan analisa
selanjutnya
Tabel 3
Risk Profile Matrix Sistem Pelumasan Mesin Induk
severity |
Likelihood of failure |
||||
level |
Improbable |
Remote |
Occasional |
Probable |
Frequent |
4 |
|
|
|
|
|
3 |
|
|
|
2,3,8 |
|
2 |
4,5,7,9 |
|
6 |
1,10,11 |
|
1 |
|
|
|
|
|
Tabel 4
Risk profile matrix sistem udara bilas
severity |
Likelihood of failure |
||||
level |
Improbable |
Remote |
Occasional |
Probable |
Frequent |
4 |
|
|
|
|
|
3 |
3,4 |
|
|
1,2,5,6 |
|
2 |
|
|
|
|
|
1 |
|
|
|
|
|
c.� � Analisa kuantitatif
Data waktu antar kegagalan dari setiap komponen diolah dengan software
weibull 4.0, sehingga diperoleh parameter-parameter sebagai berikut :
Tabel 5
Rangking
distribusi data komponen sistem pelumasan mesin induk
Komponen |
Distribusi |
Beta,β |
Eta, η(hrs) |
Gamma, γ |
LO hand pump |
Weibull 3 |
0.925 |
747.016 |
835.76 |
LO Stand by pump |
Weibull 3 |
2.4585 |
691.8554 |
431.02 |
LO Atache pump |
Weibull 3 |
2.1116 |
768.3586 |
417.98 |
LO Filter (pressure) |
Weibull 3 |
1.5022 |
162.4183 |
27.79 |
LO magnetik filter |
Weibull 3 |
3.0615 |
246.5714 |
-4.7999 |
LO Cooler |
Weibull 3 |
1.4564 |
603.3562 |
183.78 |
LO Storage |
Weibull 2 |
3.0823 |
1780.3761 |
- |
Tabel 6
Rangking distribusi data komponen sistem udara
bilas mesin induk
Komponen |
Distribusi |
Beta,β |
Eta, η(hrs) |
Gamma, γ |
Supercharger |
Weibull 3 |
1.1968 |
226.078 |
172.42 |
Air Cooler |
Weibull 3 |
6.5679 |
3053.6928 |
-1242.3099 |
Scavenging air |
Weibull 3 |
1.3711 |
156.0831 |
83.38 |
Flexible Joint |
Weibull 3 |
1.9177 |
664.7777 |
496.6725 |
Gambar 6
Grafik Keandalan Komponen Sistem
Pelumasan
Gambar 7
Grafik Keandalan Komponen System Udara
Bilas Mesin Induk
d. Perhitungan Jumlah waktu Perbaikan dengan Total Biaya
Operasi
Tabel�
7
Rekapitulasi Biaya Untuk Tiap Model
MASUKAN |
|||||||
Faktor penurunan nilai keandalan |
0.005 |
|
|||||
Minimal nilai keandalan yang diinginkan |
0.5 |
|
|||||
Jarak pelabuhan A ke pelabuhan B (Jakarta - Semarang) |
256 |
mil |
|||||
Jarak pelabuhan B ke pelabuhan C (Semarang - Surabaya) |
207 |
mil |
|||||
Jarak pelabuhan C ke pelabuhan D (Surabaya - Makassar) |
476 |
mil |
|||||
Kecepatan dinas rata-rata kapal |
11 |
Knots |
|||||
Biaya down time |
1,000,000 |
Rp� |
|||||
Biaya tambahan bila terjadi keterlambatan perawatan |
50,000 |
Rp/jam |
|||||
Model |
Interval Diantara dua docking |
|
Total Biaya perawatan |
Total Biaya operasi |
Total �Biaya Downtime |
Total Biaya pinalti |
Total Biaya Rata-rata |
|
Tahun |
( jam ) |
( Rp ) |
( Rp ) |
( Rp ) |
( Rp ) |
( Rp/bln ) |
1 |
1 |
8640 |
219,683,000 |
57,205,875 |
226,000,000 |
142,127,273 |
53,751,346 |
2 |
1.5 |
12960 |
325,221,000 |
83,515,750 |
335,000,000 |
171,068,182 |
50,822,496 |
3 |
2 |
17280 |
424,509,000 |
110,067,000 |
445,000,000 |
213,913,636 |
49,728,735 |
4 |
2.5 |
21600 |
533,007,000 |
136,859,625 |
556,000,000 |
273,754,545 |
49,987,372 |
5 |
3 |
25920 |
638,545,000 |
163,169,500 |
665,000,000 |
330,677,273 |
49,927,549 |
Tabel 8
Hasil Optimasi Untuk Model 3
Komponen |
Jumlah perawatan |
Keandalan |
Rentang waktu perawatan |
Tempat perawatan |
jumlah perawatan sebelum pergantian |
jadwal waktu pergantian |
|
LO hand pump |
13 |
0.505880812 |
1329.23 |
Semarang |
1 |
1329.23 |
|
LO Stand by pump |
17 |
0.515158707 |
1016.47 |
Jakarta |
3 |
3049.41 |
|
LO Atache pump |
17 |
0.554308168 |
1016.47 |
Jakarta |
11 |
11181.18 |
|
LO Filter (pressure) |
112 |
0.503110345 |
154.29 |
Jakarta |
1 |
154.29 |
|
LO magnetik filter |
82 |
0.515619516 |
210.73 |
Semarang |
3 |
632.20 |
|
LO Cooler |
27 |
0.513980406 |
640.00 |
Surabaya |
3 |
1920.00 |
|
LO Storage |
11 |
0.506668478 |
1570.91 |
Semarang |
1 |
1570.91 |
|
Supercharger |
52 |
0.516532731 |
332.31 |
Jakarta |
3 |
996.92 |
|
Air Cooler |
11 |
0.55794313 |
1570.91 |
Semarang |
12 |
18850.91 |
|
Scavenging air |
86 |
0.507676025 |
200.93 |
Semarang |
2 |
401.86 |
|
Flexible Joint |
17 |
0.535854726 |
1016.47 |
Jakarta |
7 |
7115.29 |
Dengan melihat Tabel 7 Rekapitulasi biaya tiap model, nilai biaya rata-rata tiap bulan yang paling tinggi terjadi pada model 1 yaitu dengan rentang docking tiap satu tahun sekali. Nilai rata-rata pembiayaan perbulan diperoleh Rp 53,751,346,- .
Rentang waktu yang memberikan biaya paling minimal yaitu pada model 3 yang sesuai dengan interval perawatan yang didesain tiap 2 tahun untuk docking. Nilai rata-rata pembiayaan perbulan diperoleh Rp 49,728,735,-. Hal ini tentunya nanti akan berpengaruh terhadap pengajuan anggaran perawatan mesin pada pengajuan DIPA� yang diperuntukkan setiap tahun yang harus dibagi dalam dua tahun pengajuan DIPA.
Pada Tabel 8 terlihat jumlah interval perawatan yang paling banyak terdapat
pada komponen LO Filter (pressure),
hal ini berkaitan dengan nilai keandalan yang harus dicapai oleh kompenen
tersebut dalam nilai keandalan lebih dari 0.5 yang disyaratkan dalam pemodelan
optimasi. Hal ini juga berkaitan dengan interval perawatan yang paling kecil
diantara komponen yang lain. Interval perawatan juga mempengaruhi dari komponen
yang memiliki interval yang sama yaitu LO
Standby pump, LO Atache pump dan flexible joint yang mempunyai interval
yang sama dan perawatan yang dilakukan pada pelabuhan yang sama juga.
Pada kolom ke-7 (tujuh) pada Tabel 8� menunjukkan prediksi usia komponen setelan
periode docking untuk dilakukan pergantian. Pergantian ini dilakukan dengan
pertimbangan nilai keandalan komponen kurang dari yang diijinkan yaitu nilai
keandalan 0.5. Hal ini juga harus mempertimbangkan model dari kegagalan
komponen. Hanya komponen LO filter
(pressure), LO Magnetik filter dan flexible joint yang bisa diganti dengan
yang baru. Ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa pada pola kegagalannya.
Untuk komponen yang lain tidak dapat dilakukan pergantian karena komponen
tersebut pola kegagalannya memang tidak mengharuskan dapat diganti. Dan ini
juga berhubungan dengan komponen yang lainnya yang mempengaruhi kegagalan
komponen tadi. Sebagai contoh kegagalan pada komponen scavenge air yang
dipengaruhi dari pembakaran mesin induk yang tidak sempurna. Dengan pembakaran
yang tidak sempurna ini maka bahan bakar yang tidak terbakar akan mengumpul
pada ruang scavenge air yang akan menyebabkan kotor dan bisa terbakar karena
suhu dari ruang bakar yang tinggi. Tentu saja ini akan mengakibatkan komponen
ini gagal dan harus dirawat lebih cepat dari biasanya.
Untuk mengetahui seberapa signifikan kecepatan kapal terhadap model 3 maka,
kecepatan kapal dijadikan salah satu decision variable. Pada Gambar 9 akan divariasikan kecepatan kapal mulai dari 9 knots sampai dengan 12
knots. Kecepatan kapal 10.5 knots akan memberikan total biaya� yang paling minimum. Sedangkan kecepatan 12
knots akan memberikan total biaya yang paling tinggi. Hal menunjukkan bahwa
kecepatan kapal akan berpengaruh secara signifikan terhadap� total biaya.
Gambar 9
Hubungan Total Biaya Dengan Kecepatan
Kapal
Untuk mengetahui sensitifitas dari unit biaya penalti terhadap model maka
dilakukan variasi terhadap biaya penalti dari nilai Rp 10.000,- sampai Rp
70.000,- , dari Tabel 9 maka terlihat bahwa unit biaya penalti tidak
berpengaryh secara signifikan terhadap jumlah perawatan dari dua docking untuk
model ke-3. Unit biaya penalti hanya berpengaruh terhadap total biaya yang
disebabkan dari variasi biaya penalti yang berpengaruh langsung terhadap total
biaya penalti yang ada.
Tabel�
9
Hasil Optimasi Model 3 Dengan Penalty Cost
Yang Bervariasi
Unit penalty cost Rp/hrs) |
10,000 |
20,000 |
30,000 |
40,000 |
50,000 |
60,000 |
Jumlah perawatan yang dievaluasi |
||||||
LO hand pump |
13 |
13 |
13 |
13 |
13 |
13 |
LO Stand by pump |
17 |
17 |
17 |
17 |
17 |
17 |
LO Atache pump |
17 |
17 |
17 |
17 |
17 |
17 |
LO Filter (pressure) |
112 |
112 |
112 |
112 |
112 |
112 |
LO magnetik filter |
82 |
82 |
82 |
82 |
82 |
82 |
LO Cooler |
27 |
27 |
27 |
27 |
27 |
27 |
LO Storage |
11 |
11 |
11 |
11 |
11 |
11 |
Supercharger |
52 |
52 |
52 |
52 |
52 |
52 |
Air Cooler |
11 |
11 |
11 |
11 |
11 |
11 |
Scavenging air |
86 |
86 |
86 |
86 |
86 |
86 |
Flexible Joint |
17 |
17 |
17 |
17 |
17 |
17 |
Komponen biaya |
||||||
Maintenance cost |
424,509,000 |
424,509,000 |
424,509,000 |
424,509,000 |
424,509,000 |
424,509,000 |
Operation cost |
110,067,000 |
110,067,000 |
110,067,000 |
110,067,000 |
110,067,000 |
110,067,000 |
Downtime cost |
445,000,000 |
445,000,000 |
445,000,000 |
445,000,000 |
445,000,000 |
445,000,000 |
Penalty Cost |
42,782,727 |
85,565,455 |
128,348,182 |
171,130,909 |
213,913,636 |
256,696,364 |
Total cost |
1,022,358,727 |
1,065,141,455 |
1,107,924,182 |
1,150,706,909 |
1,193,489,636 |
1,236,272,364 |
Average cost |
42,598,280 |
44,380,894 |
46,163,508 |
47,946,121 |
49,728,735 |
51,511,348 |
����������� e.��� Perencanaan Biaya Perawatan dalam Pengajuan Anggaran
DIPA
Perencanaan penganggaran DIPA pada kapal latih
dilakukan tiap tahun kedepan yang berjalan. Dengan melihat pola pembiayaan
hasil optimasi yang paling optimal dari sistem yang dinilai dengan rentang
perawatan dua docking selama dua tahun, maka pola pembiayaan ini harus dibagi
menjadi dua periode. Periode yang direncanakan adalah satu tahun kedepan dan
tahun kedua kedepan yang diasumsikan pada tahun 2014 dan tahun 2015 yang akan
datang. Pembagian dalam pengajuan adalah 40% biaya pada tahun pertama dan 60%
biaya pada tahun kedua.Ini dilakukan mengingat keandaan negara Indonesia yang
selalu mengalami inflasi sehingga pada tahun kedua diperkirakan ada kenaikan
dalam biaya perawatan tersebut.
Pertimbangan pengajuan anggaran ini adalah tingkat
inflasi (y-o-y) tahun 2007 mencapai sebesar 6,59 persen, relatif sama
dengan laju inflasi tahun 2006 (y-o-y) yang mencapai sebesar 6,60
persen. Berdasarkan komponennya, inflasi di 2007 terutama didorong oleh inflasi
inti (dengan sumbangan 3,75 persen), volatile food (2,09 persen) dan administered
price (0,75 persen). Inflasi inti di 2007 mencapai 6,29 persen, meningkat
dibanding dengan 6,03 persen pada tahun 2006. Inflasi administered price
mencapai 3,30 persen meningkat dibanding dengan 1,84 persen pada tahun 2006. Sementara itu, inflasi volatile
menurun dari 15,27 persen di 2006 menjadi 11,41 persen pada tahun 2007.
Dengan melihat tingkat inflasi diatas maka
pengajuan anggaran perawatan yang dalam dua tahun sebesar Rp.1.193.489.636,-
dibagi menjadi dua bagian yaitu pada tahun pertama sebesar Rp 477.395.855,-
atau Rp 39.782.988,- tiap bulannya. Sedangkan pada tahun kedua diajukan sebesar
Rp. 716.093.782,- atau Rp 59.674.482,- tiap bulannya.
3.5.1 Penggunaan Aplikasi� RKAKL 2009 dalam Pengajuan DIPA
Aplikasi ini digunakan oleh Satuan Kerja (Sat-Ker)
di bawah Kementrian dan Lembaga negara dalam memudahkan dalam penyusunan
anggaran. Aplikasi ini merupakan sistem informasi yang dapat digunakan oleh
Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang yang memiliki Rumah Tangga sendiri yang
dapat menyusun anggaran penggelolaan yang natinya akan diajukan bersama dengan
seluruh satker di bawah Eselon I yaitu Badan Pengembangan SDM Perhubungan.
Untuk penusunan ini dimulai dari penyusunan kertas kerja RKAKL.
Gambar 10
Tampilan Kertas Kerja RKA-KL
Kesimpulan
����� Dari pembahasan dan analisa pada penelitian ini bisa disimpulkan bahwa, rentang waktu yang memberikan biaya paling minimal yaitu pada model ke-3 yang sesuai dengan interval perawatan yang didesain tiap 2 tahun untuk docking. Lalu diketahui bahwa pengajuan pagu anggaran perawatan kapal latih dalam DIPA dengan menggunakan metode optimasi diperoleh nilai dalam dua tahun sebesar Rp.1.193.489.636,- yang terbagi dalam dalam dua tahun pengajuan anggaran yaitu pada tahun pertama sebesar Rp 477.395.855,- atau Rp 39.782.988,- tiap bulannya. Sedangkan pada tahun kedua diajukan sebesar Rp. 716.093.782,- atau Rp 59.674.482,- tiap bulannya.
BLIBLIOGRAFI
Artana, K. B., & Ishida, K. (2002). Spreadsheet
Modeling Of Optimal Maintenance Schedule For Components In Wear-Out Phase. Reliability
Engineering & System Safety, 77(1), 81�91.
Borgovini,
R., Pemberton, S., & Rossi, M. (1993). Failure Mode, Effects, And
Criticality Analysis (Fmeca). Reliability Analysis Center Griffiss Afb Ny.
Hollands,
G. J., French, D. P., Griffin, S. J., Prevost, A. T., Sutton, S., King, S.,
& Marteau, T. M. (2016). The Impact Of Communicating Genetic Risks Of
Disease On Risk-Reducing Health Behaviour: Systematic Review With
Meta-Analysis. Bmj, 352.
Jardine, A.
K. S., & Tsang, A. H. C. (2021). Maintenance, Replacement, And
Reliability: Theory And Applications. Crc Press.
Manuhutu,
A. (2012). Optimalisasi Pola Perawatan Dan Perbaikan Terencana Sistem Pendingin
(Cold Storage) 70 Ton Berdasarkan Analisa Keandalan. Arika, 6(1),
47�56.
Masroeri,
A. A., Priyanta, D., & Artana, K. B. (2000). Failure Rate Analysis Of 1000
Hp Main Engines Installed On Small General Cargo Ships: A Proof Of Wear-Out
Period Of Installed Main Engines. Proceedings Of Sixth International
Syposium On Marine Engineering (Isme), 2.
Munzilin,
Y. K. (2016). Perancangan Sekolah Tinggi Pelayaran Maritim Di Pantai Utara
Lamongan: Tema Oceanic Ecology. Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim.
Priyanta,
D., Siswantoro, N., & Pratiwi, M. N. (2020). Implementation Of Reliability
Centered Maintenance Method For The Main Engine Of Tugboat X To Select The
Maintenance Task And Schedule. International Journal Of Marine Engineering
Innovation And Research, 5(2), 102�110.
Rikardo, E.
C. (2022). Analisis Kinerja Sistem Pendingin Air Laut Guna Mendukung
Operasional Motor Induk Di Atas Kapal Mt Immanuel X. Sekolah Tinggi Ilmu
Pelayaran Jakarta.
Roesch, W.
J. (2012). Using A New Bathtub Curve To Correlate Quality And Reliability. Microelectronics
Reliability, 52(12), 2864�2869.
Smail, I.,
Hassan, R., Othman, M. R., Ahmad, A. S., & Tawfiq, N. E. (2017). Insider
Risk Profile Matrix To Quantify Risk Value Of Insider Threat Prediction
Framework. Journal Of Theoretical & Applied Information Technology, 95(20).
Sujalu, A.
P., Soegiarto, E., & Ruliana, T. (2021). Matematika Ekonomi. Zahir
Publishing.
Tijerina,
M. B., & Monarrez, M. R. P. (N.D.). Stress-Strength Weibull Analysis
Applied To Estimate Reliability Index In Industry 4.0.
Uslarahmayana,
U. (2022). Sistem Perawatan Mesin Penggerak Kapal Ikan Berbasis Keandalan=
Reliability-Based Fishing Boat Engine Maintenance System. Universitas
Hasanuddin.
Yulianto,
A. (N.D.). Optimasi Pola Perawatan Dan Perbaikan Berbasis Keandalan Pada
Mesin Induk Tipe Bolnes/10 Dnl Dalam Perencanaan Pengajuan Anggaran Dipa Di
Kapal Latih Taruna Pip Semarang.
American Berau of
Shipping (Desember 2003),�Guide
for Survey Based on Reliability-Centered Maintenance�, Incorporated by Act of
Legislature of the State of New York 1862.
Artana, Ketut
B, Ishida K(2002), �Spreadsheet of optimal maintenance
schedule for components in wear-out phase� Departement
of energy-mechanical engineering, Kobe University of Mercantile Marine ,
Higashi Nada-ku, Fukuda Minamina
hi 658-0022, 5-1-1 Japan.
Artana, Ketut
B (1998),� Analisa kehandalan (reliability) sistem pendingin motor induk di kapal�, Jurnal Teknologi Kelautan, Vol.2, No. 2 September 1998 :35 � 41.
Departemen Keuangan
Republik Indonesia (2007),� Peraturan
Menteri Keuangan No 81/PMK.02/2007 tentang standar biaya tahun anggaran
2008,�.
Jardine A.K.S. (1973),� Maintenance,
Replacement, and Reliability�, Departement of
Engineering Production University of Birmingham.
Kececiogly, dimitri
(1991), �Reliability engineering handbook volume II PTR prentice hall�,
Englewood claffs, New Jersey.
Moubray John (1997),�
Reliability-centered-maintenance second edition�, Industrial press inc. New
York
Manual Book mesin induk type Bolnes/ 10 DNL
Masroeri, AA, Priyanta,
D and Artana, KB. (2000),�
Failure Rate Analysis of 1000 hp Main Engine Installed on Small General Cargo
Ships: a Proof of Wear Out Period of Installed Main
Engines�, Proceedings of Sixth International Symposium on Marine Engineering
(ISME), Vol.2
Mettas, Adamantios, 2000, �Reliability Allocation and Optimazation for Complex System�, Reliasoft Corporations, Tucson.
NK (1983), �Rule and Regulations of the
Construction and Classification of Ships,� Nippon Kaiji
Kyokai, Japan
Nota keuangan dan Rancangan Undang-Undang Republik
Indonesia tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 45 tahun 2007 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun Anggaran 2008
Priyanta Dwi (2000),�
Keandalan dan Perawatan�, Jurusan Teknik Sistem Perkapal, Fakultas Teknologi
Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Rasmussen, M. (1990), �Lower Maintenance
Cost Through Maintenance Optimization in Design and Operation,� Proceedings,
ICMES.
Copyright holder: Andri Yulianto (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |