Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia �p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 11, November 2022
HUBUNGAN
KARAKTERISTIK SOSIAL DEMOGRAFI DENGAN KEPEMILIKAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
PADA PENDUDUK LANJUT USIA DI INDONESIA : ANALISIS DATA SUSENAS TAHUN 2019
Uray Cindy Hafinur, Pujiyanto
Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
E-mail:
[email protected]
Abstrak
Perubahan demografi menunjukkan Indonesia secara bertahap menjadi
masyarakat yang menua. Menurut Susenas 2019, jumlah penduduk usia 60 tahun atau
lebih atau lanjut usia di Indonesia mencapai 25,7 juta jiwa atau sekitar 9,6
persen dari total penduduk. Capaian
kepesertaan jaminan kesehatan masih jauh dari target pemerintah yaitu minimal
95 persen dari penduduk Indonesia. Salah satu tantangan dalam memenuhi target
ini adalah masih relatif rendahnya kepesertaan jaminan kesehatan penduduk
lansia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pencapaian cakupan kesehatan
semesta di Indonesia dari sisi kepemilikan jaminan kesehatan penduduk lansia
serta mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kepemilikan jaminan kesehatan
penduduk lansia di Indonesia. Sumber
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Susenas 2019. Data dianalisis secara bivariat dan multivariat dengan metode Binary
Regression menggunakan model logit Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan signifikan dengan kepemilikan JKN
pada penduduk lansia dengan nilai p value < 0,05 yaitu jenis kelamin,
pendidikan terakhir, status perkawinan, tempat tinggal, akses internet, keluhan
kesehatan, ketenagakerjaan, kepemilikan tabungan, gangguan komunikasi dan
gangguan emosional. Variabel yang tidak berhubungan dengan kepemilikan JKN pada
lansia dengan nilai p value > 0,05 adalah usia, gangguan mengurus
diri sendiri dan gangguan konsentrasi.
Kata kunci: Kepemilikan JKN; Lanjut Usia; Sosial Demografi; Susenas.
Abstract
Indonesia's demographic changes is now shows that Indonesia is gradually becoming an aging society. According to the 2019 Susenas, the total population of eldery (aged 60 years or more) in Indonesia reaches 25.7 million people or around 9.6 percent of the total population. Indonesian health insurance coverage is still far from the government's target of at least 95 percent of Indonesia's population. One of the challenges in meeting this target is the relatively low health insurance coverage for the elderly population. This study aims to examine the achievement of universal health coverage in Indonesia in terms of ownership of health insurance for the elderly population. This study also aims to examine the factors that influence the ownership of health insurance for the elderly in Indonesia. The data source used in this study is secondary data from Susenas 2019. Data were analyzed bivariately and multivariately using the Binary Regression method using the logit model. The results showed that the variables significantly related to JKN ownership in the elderly population with p-value <0.05 are gender, last education, marital status, place of residence, internet access, health disorder, employment status, savings, self-management disorders, communication disorders and emotional disturbances. Variables that are not related to JKN ownership in the elderly are age, self-management disorders and concentration disorder.
Keywords: JKN ownership, Elderly, Social Demographic, Susenas.
Pendahuluan
Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) merupakan perlindungan kesehatan bagi seluruh masyarakat
sehingga dapat memelihara kesehatannya agar dapat beraktivitas sehari-hari.
Salah satu dari tujuan Sustainable Development Goals (SDG�s) adalah
pembangunan kesehatan dengan tujuan menjamin kehidupan yang sehat dan
meningkatkan kesejahteraan penduduk semua usia tak terkecuali pada penduduk
lanjut usia. Kependudukan secara global maupun regional
cenderung menunjukkan ledakan penduduk lanjut usia (lansia) yang diprediksi
akan mencapai jumlah 456 juta orang pada tahun 2025, yang 10 persen-nya berada
di negara Asia. Sebagian negara di dunia (termasuk Indonesia) masih menunjukkan
proyeksi adanya bonus demografi yang berarti memiliki peluang untuk
meningkatkan produktivitas negara dengan adanya kelompok usia produktif yang
cukup. Menurut Susenas 2019, jumlah penduduk usia 60 tahun atau lebih atau
lanjut usia di Indonesia mencapai 25,7 juta jiwa atau sekitar 9,6 persen dari
total penduduk (Khairunnisa & Nurwati, 2021).
Merujuk pada Data Statistik Penduduk
Lanjut Usia di Indonesia pada tahun 2020, jumlah lansia di Indonesia mencapai
28 Juta jiwa atau sekitar 10,7% dari total penduduk dan diprediksi akan terus
meningkat menjadi sekitar 20 persen pada tahun 2040 (Nurjasmi, 2021). Selanjutnya pada
tahun 2050 jumlah lansia diprediksi mencapai 74 juta atau sekitar 25 persen
dari total penduduk (Rambe, 2022). Hal ini dianggap
telah mencapai ambang batas struktur penduduk menua yakni jumlah lansia sebesar
10% dari total populasi. Dalam struktur kependudukan, lansia �merupakan kelompok
usia �beban�, yang berarti memiliki
ketergantungan terhadap kelompok
usia produktif. Yang
dikhawatirkan dari perubahan cepat pola demografik ini adalah adanya
pertambahan kebutuhan dan permintaan akan pelayanan kesehatan dalam jumlah yang
besar secara cepat, yang bila melampaui kapasitas dan kemampuan fasilitas
kesehatan yang ada termasuk tenaga kesehatan yang terampil dalam pelayanan
lansia, akan berdampak pada turunnya status kesehatan lansia dan meningkatkan angka
dependency ratio.
Pemerintah memberikan dukungan yang besar
dalam upaya pelayanan bagi penduduk lanjut usia dari segala aspeknya termasuk
Kesehatan, berupa kebijakan Pemerintah Indonesia yang tertuang dalam Rencana
Aksi Nasional (RAN) Kesehatan Lanjut Usia tahun 2020-2024. Hal ini bertujuan
agar para lansia tetap sehat, mandiri, aktif dan produktif secara sosial dan
ekonomi sehingga untuk mewujudkan hal tersebut pemerintah berkewajiban untuk
menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi
pengembangan kelompok lanjut usia. Salah satu permasalahan yang sangat mendasar
pada lanjut usia adalah masalah kesehatan akibat proses degeneratif dan
pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan. Strategi dalam Rencana Aksi Nasional
Kesehatan Lanjut Usia Tahun 2020-2024 salah satunya yaitu meningkatkan
kuantitas dan kualitas fasiltas pelayanan kesehatan yang santun lanjut usai
serta akses terhadap pelayanan kesehatan yang santun lanjut usia serta
perawatan jangka panjang (Djamhari et al., 2021).
Program Jaminan Kesehatan bagi penduduk
lansia merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan kesehatan yang
berkualitas. Program ini sebagai bentuk konkret dalam penerapan sistem JKN
sekaligus upaya menjalankan Amanah SDG�s yakni UHC di Indonesia. Secara umum, berdasarkan aspek cakupan kepesertaan, perkembangan jumlah
peserta jaminan kesehatan di Indonesia relatif baik. Selama periode 2014-2019,
cakupan kepesertaan jaminan kesehatan di Indonesia terus mengalami peningkatan.
Pada awal penerapan sistem JKN, yakni tahun 2014, jumlah peserta jaminan
kesehatan tercatat sebanyak 133,4 juta jiwa atau sekitar 49 persen dari total
penduduk Indonesia. Pada tahun-tahun berikutnya, cakupan kepesertaan ini terus
meningkat, hingga per 31 Agustus 2019 menjadi 221,3 juta jiwa atau lebih dari
83,7 persen populasi (Styawan, 2019).
Namun, capaian kepesertaan jaminan kesehatan masih jauh dari target pemerintah
yakni mencapai UHC pada tahun 2019, dengan cakupan kepesertaan minimal 95
persen dari penduduk Indonesia. Salah satu tantangan dalam memenuhi target ini
adalah masih relatif rendahnya kepesertaan jaminan kesehatan penduduk lansia.
Pada 2018, Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) mencatat bahwa
terdapat 68,48 persen penduduk lansia yang telah memiliki jaminan kesehatan (Zikra, 2022). Hal ini berarti satu dari tiga penduduk lansia tidak memiliki jaminan
kesehatan. Kondisi ini tentu harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah
karena penduduk lansia yang dibiarkan tanpa adanya jaminan kesehatan, akan
berdampak buruk bagi status kesehatannya dan pada akhirnya akan rentan menjadi
beban masyarakat (Howell & Priebe, 2013).
Berbagai hal di
atas menunjukkan bahwa kepemilikan jaminan kesehatan merupakan hal yang penting
bagi penduduk lansia. Hal ini sebagai upaya mewujudkan penduduk lansia yang
mandiri, sehat, aktif, dan produktif. Upaya ini harus didukung dengan data atau
kajian-kajian tentang penduduk lansia, khususnya terkait dengan jaminan
kesehatan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pencapaian
UHC di Indonesia dari sisi kepemilikan jaminan kesehatan penduduk lansia dan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kepemilikan jaminan kesehatan
penduduk lansia di Indonesia.
Metode Penelitian
Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Susenas 2019. Kegiatan Susenas dilakukan di 34 propinsi dan 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia dengan ukuran sampel 315.672 rumah tangga yang terpilih sebagai sampel. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepemilikan jaminan kesehatan nasional (JKN) dengan variabel yang diteliti adalah usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, status perkawinan, tempat tinggal, akses internet, keluhan kesehatan, ketenagakerjaan, kepemilikan tabungan, gangguan emosional, kesulitan berkomunikasi, kesulitan mengurus diri sendiri dan kesulitan konsentrasi. Pada penelitian ini, variabel status ekonomi didekati dengan status ketenagakerjaan dan kepemilikan tabungan. Unit analisis pada penelitian ini adalah individu lanjut usia, yaitu individu dengan umur ≥ 60 tahun.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis analitik secara kuantitatif dengan mengkaji hubungan karakteristik sosial ekonomi dengan kepemilikan jaminan kesehatan nasional penduduk lanjut usia di Indonesia. Data dianalisis secara bivariat dan multivariat dengan metode Binary Regression menggunakan model logit. Metode tersebut digunakan untuk menganalisis hubungan sebab-akibat antara variabel independen dengan variabel dependen (kepemilikan JKN). Hubungan kausalitas tersebut dinyatakan dalam bentuk persamaan yang menghubungkan variabel dependen yaitu pemanfaatan JKN pada penduduk lanjut usia dengan beberapa variabel bebas. Analisis regresi logistik dengan model logit ini menggunakan estimator maximum likelihood. Persamaan logistik dapat ditulis sebagai berikut:
Pi = ������������������ (1)
dimana:
Zi = 0 + 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4 + 5X5 + 6X6 + 7X7 + 8X8 + 9X9 + 10X10 + 11 X11 + 12 X12+ 13 X13 (2)
Model ekonometri pada
penelitian ini yaitu:
Y = 0 + 1Xage+ 2Xgender+ 3Xpendidikan+ 4Xmarital_status + 5Xresidence + 6Xinternet + 7X keluhan_kesehatan + 8Xketenagakerjaan + 9Xsavings+ 10Xemosional + 11Xgangguan_komunikasi + 12Xmengurus_diri + 13Xconcentrate
dimana:
Y ������� =
Kepemilikan JKN pada penduduk lanjut usia
0 ������ = Konstan
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13 = Parameter (Karakteristik Sosial Demografi)
X1 ������ = Usia
X2��������� =
Jenis Kelamin
X3������� =
Pendidikan terakhir
X4��������� =
Status Perkawinan
X5������� =
Tempat Tinggal
X6������� =
Akses Internet
X7������� =
Keluhan kesehatan
X8��������� =
Ketenagakerjaan
X9������� =
Kepemilikan Tabungan
X10������ = Gangguan Emosional
X11������ = Kesulitan Berkomunikasi
X12������ = Kesulitan Mengurus Diri Sendiri
X13������ = Kesulitan Konsentrasi
Hasil dan Pembahasan
Deskripsi Data
Tabel
1
Kepemilikan
JKN berdasarkan Karakteristik Penduduk Lansia Indonesia 2019
Variabel
Independen |
Kepemilikan
JKN |
|
||||||
Tidak |
Ya |
Total |
|
|
||||
N |
% |
N |
% |
N |
% |
|||
Total |
32.368 |
28,91% |
79.588 |
71,09% |
111.956 |
100% |
||
Usia Lansia muda Lansia tua |
20.442 11.926 |
28,09% 30,44% |
52.330 27.258 |
71,91% 69,56% |
72.772 39.184 |
65,00% 35,00% |
||
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan |
15.158 17.210 |
28,45% 29,33% |
38.122 41,466 |
71,55% 70,67% |
53.280 58.676 |
47,59% 52,41% |
||
Pendidikan Terakhir Rendah Tinggi |
30.391 1.997 |
31,32% 13,25% |
66.640 12.948 |
68,68% 86,75% |
97.031 14.925 |
86,67% 13,33% |
||
Status Perkawinan Tidak Kawin/Cerai Kawin |
13.727 18.641 |
31,25% 27,40% |
30.205 49.383 |
68,75% 72,60% |
43.932 68.024 |
39,24% 60,76% |
||
Tempat Tinggal Kota Desa |
10.317 22.051 |
22,61% 33,25% |
35.321 44.276 |
77,39% 66,75% |
45.638 66.318 |
40,76% 59,24% |
||
Akses Internet Ya Tidak |
8.809 23.368 |
23,31% 31,77% |
28.981 50.607 |
76,69% 68,23% |
37.790 74.166 |
6,32% 93,68% |
||
Keluhan Kesehatan Ada Tidak |
15.094 17.274 |
26,86% 30,98% |
41.105 38.483 |
73,14% 69,02% |
56.199 55.757 |
50,20% 49,80% |
||
Ketenagakerjaan Bekerja Tidak Bekerja |
4.806 27.562 |
32,15% 28,41% |
10.142 69.446 |
67,85% 71,59% |
14.948 97.008 |
13,35% 86,65% |
||
Kepemilikan tabungan Ada Tidak |
4,875 27,493 |
17,84% 32,49% |
22.449 57.139 |
82,16% 67,51% |
27.324 84.632 |
24,41% 75,59% |
||
Gangguan Emosional Ya Tidak |
2.014 30.354 |
32,88% 28,68% |
4.112 75.476 |
67,12% 71,32% |
6.126 105.830 |
5,47% 94,53% |
||
Gangguan Komunikasi Ya Tidak |
3.030 29.338 |
34,27% 28,45% |
5.811 73.777 |
65,73% 71,55% |
8.841 103.115 |
7,90% 92,10% |
||
Gangguan Mengurus Diri Sendiri Ya Tidak |
2.584 29.784 |
31,32% 28,72% |
5.666 73.922 |
68,68% 71,28% |
8.250 103.706 |
7,37% 92,63% |
||
Gangguan Konsentrasi Ya Tidak |
6.597 25.771 |
31,64% 28,29% |
14.253 65.335 |
68,36% 71,71% |
20.850 91.105 |
18,62% 81,38% |
||
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari sampel
penduduk lansia sejumlah 111.956, sebesar 71,09 persennya memiliki JKN.
Variabel usia dikategorikan menjadi lansia muda (60-69 tahun) dan lansia tua
(70-97). Penduduk
lansia Indonesia sebagian besar berada pada kelompok umur lansia muda yaitu 65,00 persen. Dari sisi
jenis kelamin, penduduk lansia di Indonesia didominasi oleh perempuan sebesar 52,41 persen. Variabel pendidikan terakhir dikategorikan
menjadi pendidikan rendah (SD-SMP) dan pendidikan tinggi (SMA-Sarjana) dengan
proporsi penduduk lansia lebih banyak berpendidikan rendah sebesar 86,67 persen. Variabel status perkawinan dikategorikan
menjadi kawin dan tidak kawin/cerai termasuk cerai hidup maupun cerai mati
dengan proporsi lansia lebih banyak berstatus kawin sebesar 60,76 persen. Variabel
tempat tinggal dikategorikan berdasarkan klasifikasi desa/kelurahan yaitu desa
dan kota dengan proporsi lansia yang tinggal di wilayah pedesaan sebesar 59,24 persen. Variabel akses internet adalah lansia yang
menggunakan internet dalam 3 bulan terakhir dan mayoritas lansia tidak
mengakses internet (93,68%). Variabel keluhan
kesehatan adalah lansia yang dalam sebulan terakhir mempunyai keluhan kesehatan
(panas, batuk, pilek, diare, pusing, penyakit kronis, dan sebagainya).
Dari sisi keluhan kesehatan, sebanyak 50,20
persen lansia mengalami keluhan kesehatan. Variabel ketenagakerjaan terdiri
dari bekerja dan tidak bekerja. Variabel bekerja adalah lansia yang selama
seminggu terakhir melakukan kegiatan bekerja sedangkan variabel tidak bekerja
adalah lansia yang selama seminggu terakhir melakukan kegiatan yaitu sekolah,
mengurus rumah tangga, lainnya selain kegiatan pribadi dan tidak melakukan
kegiatan. Dari sisi ketenagakerjaan, 86,65 persen lansia tidak bekerja. Variabel
kepemilikan tabungan adalah lansia yang memiliki rekening tabungan baik atas
nama sendiri atau bersama-sama di lembaga keuangan (perbankan, koperasi). Dari
sisi kepemilikkan tabungan, 75,59 persen lansia tidak memiliki tabungan. Variabel
gangguan emosional adalah lansia yang mengalami perilaku dan/atau emosional.
Definisi lansia yang memiliki gangguan emosional adalah lansia yang selalu
mengalami gangguan, sering mengalami gangguan maupun yang sedikit mengalami
gangguan.
Sedangkan lansia yang tidak memiliki gangguan
emosional yaitu lansia yang tidak mengalami gangguan. Variabel kesulitan
berkomunikasi adalah lansia yang mengalami kesulitan atau gangguan berbicara
dan/atau memahami atau berkomunikasi dengan orang lain. Lansia yang memiliki
kesulitan berkomunikasi adalah lansia yang sama sekali tidak bisa
memahami/dipahami/berkomunikasi, lansia yang banyak mengalami kesulitan dan
lansia yang sedikit mengalami kesulitan sedangkan lansia yang tidak mengalami
kesulitan berkomunikasi adalah lansia yang tidak mengalami kesulitan atau gangguan
berbicara dan/atau memahami atau berkomunikasi dengan orang lain. Variabel
kesulitan mengurus diri sendiri adalah lansia yang mengalami kesulitan atau
gangguan untuk mengurus diri sendiri seperti mandi, makan, berpakaian, buang
air besar, buang air kecil.
Lansia yang memiliki kesulitan mengurus diri
sendiri adalah lansia yang sama sekali tidak bisa mengurus diri sendiri, lansia
yang banyak mengalami kesulitan mengurus diri sendiri dan lansia yang sedikit
mengalami kesulitan mengurus diri sendiri sedangkan lansia yang tidak mengalami
kesulitan mengurus diri sendiri adalah lansia yang tidak mengalami kesulitan
atau gangguan untuk mengurus diri sendiri seperti mandi, makan, berpakaian,
buang air besar, buang air kecil. Variabel kesulitan konsentrasi adalah lansia
yang selalu mengalami kesulitan, seringkali mengalami kesulitan dan sedikit
mengalami kesulitan atau gangguan dalam hal mengingat atau berkonsentrasi.
Sedangkan lansia yang tidak mengalami kesulitan berkonsentrasi adalah lansia
yang tidak mengalami kesulitan mengingat atau berkonsentrasi. Dari sisi
gangguan emosional, gangguan komunikasi, gangguan mengurus diri sendiri dan
gangguan konsentrasi Sebagian besar lansia tidak memiliki gangguan dengan
persentase berturut-turut sebesar 94,53 persen, 92,10 persen, 92,63 persen dan
81,38 persen.
Tabel
2
Jenis
Jaminan Kesehatan Berdasarkan Karakteristik Penduduk Lansia Indonesia, 2019
Variabel
Independen |
Jenis
JKN |
||||||
PBI |
Non
PBI |
Jamkesda |
|
||||
N |
% |
N |
% |
N |
% |
||
Total |
44.236 |
39,51% |
22.372 |
19,98% |
12.548 |
11,21% |
|
Usia Lansia muda Lansia tua |
28.288 15.948 |
38,87% 40,70% |
15.491 6.881 |
21,29% 17,56% |
8,225 4.323 |
11,30% 11,03% |
|
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan |
20.840 23.396 |
39,11% 39,87% |
11.109 11.263 |
20,85% 19,20% |
5.943 6.605 |
11,15% 11,26% |
|
Pendidikan Terakhir Rendah Tinggi |
41.385 2.851 |
42,65% 19,10% |
13.927 8.445 |
14,35% 56,58% |
11.157 1.391 |
11,50% 9,32% |
|
Status Perkawinan Tidak Kawin/Cerai Kawin |
17.573 26.663 |
40,00% 39,20% |
7.472 14.900 |
17,01% 21,90% |
5.023 7.525 |
11,43% 11,06% |
|
Tempat Tinggal Kota Desa |
15.400 28.836 |
33,74% 43,48% |
14.194 8.178 |
31,10% 12,33% |
5.363 7.185 |
11,75% 10,83% |
|
Akses Internet Ya Tidak |
1.095 41.141 |
15,47% 41,13% |
4.118 18,254 |
58,18% 17,40% |
676 11.872 |
9,55% 11,32% |
|
Keluhan Kesehatan Ada Tidak |
23.421 20.815 |
41,68% 37,33% |
10.996 11.376 |
19,57% 20,40% |
6.480 6.068 |
11,53% 10,88% |
|
Ketenagakerjaan Bekerja Tidak Bekerja |
6.389 37.847 |
42,74% 39,01% |
2.142 20.230 |
14,33% 20,85% |
1.577 10.971 |
10,55% 11,31% |
|
Kepemilikan tabungan Ada Tidak |
7.849 36.387 |
28,73% 42,99% |
11.479 10.893 |
42,01% 12,87% |
2.806 9.742 |
10,27% 11,51% |
|
Gangguan Emosional Ya Tidak |
2.443 41.793 |
39,88% 39,49% |
974 21.398 |
15,90 20,22 |
680 11.868 |
11,10% 11,21% |
|
Gangguan Komunikasi Ya Tidak |
3.584 40.652 |
40,54% 39,42% |
1.179 21.193 |
13,34% 20,55% |
1.026 11.522 |
11,61% 11,17% |
|
Gangguan Mengurus Diri Sendiri Ya Tidak |
3.260 40.976 |
39,52% 39,51% |
1.468 20.904 |
17,79% 20,16% |
909 11.639 |
11,02% 11,22% |
|
Gangguan Konsentrasi Ya Tidak |
8.559 35.677 |
41,05% 39,16% |
3.371 19.001 |
16,17% 20,86% |
2.275 10.273 |
10,91% 11,28% |
|
Kepesertaan dalam JKN dibagi menjadi Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI)
dan Peserta Bukan Penerima Bantuan (Non PBI). Peserta PBI meliputi orang yang
tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang iurannya dibayarkan oleh
pemerintah sedangkan Peserta Non PBI yang memiliki penghaislan, iuran dibayar
secara mandiri atau dengan pemotongan persentase gaji. Peserta Non PBI terdiri
dari pekerja penerima upah, pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja
seperti investor, pemberi kerja, penerima pensiun. Dari tabel 2 terlihat bahwa
sebagian besar penduduk lansia merupakan peserta JKN PBI (Penerima Bantuan
Iuran) dengan persentase 39,51 persen.
Proporsi karakteristik lansia yang lebih banyak merupakan peserta PBI antara
lain lansia tua (40,70 persen) berjenis kelamin perempuan (39,87 persen),
tingkat pendidikan rendah (42,65 persen), status perkawinan tidak kawin/cerai
(40,00 persen), bertempat tinggal di desa (43,48 persen), tidak dapat mengakses
internet (41,13 persen), memiliki keluhan kesehatan (41,68 persen), bekerja
(42,74 persen), tidak memiliki tabungan (42,99 persen) dan memiliki gangguan emosional, komunikasi, mengurus diri sendiri
dan gangguan konsentrasi dengan persentase berturut turut sebesar (39,88 persen; 40,54 persen; 39,52 dan 41,05 persen).
Tabel 3
Hubungan Karakteristik Sosialdemografi dengan
Kepemilikan Jaminan Kesehatan Nasional Penduduk Lanjut Usia
Variabel |
Coef. |
P-value |
Odds Ratio |
Usia |
0.007 |
0.604 |
1.007 |
Jenis Kelamin |
0.096 |
0.000* |
1.101 |
Pendidikan Terakhir |
0.680 |
0.000* |
1.974 |
Status Perkawinan |
-0.176 |
0.000* |
0.838 |
Tempat Tinggal |
-0.381 |
0.000* |
0.683 |
Akses Internet |
-0.010 |
0.014* |
0.989 |
Keluhan Kesehatan |
-0.060 |
0.000* |
0.940 |
Ketenagakerjaan |
0.122 |
0.000* |
1.129 |
Kepemilikan tabungan |
-0.129 |
0.000* |
0.878 |
Gangguan Mengurus Diri Sendiri |
-0.051 |
0.087 |
0.949 |
Gangguan Komunikasi |
0.149 |
0.000* |
1.161 |
Gangguan Emosional |
0.073 |
0.023* |
1.076 |
Gangguan Konsentrasi |
0.022 |
0.289 |
1.022 |
_cons |
1.020 |
0.000 |
2.773 |
Pseudo R2 |
0.0342 |
Hasil uji logit pada tabel 2 menunjukkan
bahwa model logit mampu menjelaskan data sebesar 3,42%, sedangkan sisanya
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Hasil
uji statistik menunjukkan variabel yang berhubungan dengan kepemilikan JKN pada
penduduk lansia dengan nilai p-value < 0,05 yaitu jenis kelamin,
pendidikan terakhir, status perkawinan, tempat tinggal, akses internet, keluhan
kesehatan, ketenagakerjaan, kepemilikan tabungan, gangguan komunikasi dan
gangguan emosional. Variabel yang tidak berhubungan dengan kepemilikan JKN pada
lansia adalah usia (p-val 0.604>0,05) gangguan mengurus diri sendiri
(p-value 0.087>0,05) dan gangguan konsentrasi (p-value
0.289>0,05).
Pembahasan
1.
Hubungan Usia dengan
Kepemilikan JKN pada Penduduk Lanjut Usia
Berdasarkan hasil penelitian diatas
menunjukkan bahwa proporsi lansia muda yang memiliki JKN
lebih banyak (71,91 persen) daripada lanisa tua (69,56 persen).
Hasil uji logit menunjukkan p-value
0,604 (p>0,05) sehingga dinyatakan faktor usia
tidak berhubungan secara signifikan dengan kepemilikan JKN di Indonesia. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Styawan (2019) yang menunjukkan
terdapat hubungan signifikan antara umur dengan kepemilikan jaminan kesehatan
penduduk lansia. Perbedaan hasil ini dapat dikarenakan proporsi kepemilikan JKN
antara lansia muda dan lansia tua yang hanya berbeda 2,23 persen sehingga dalam
konteks kategori usia lansia pada penelitian ini tidak banyak berpengaruh pada
kepemilikan JKN secara keseluruhan.
2.
Hubungan Jenis Kelamin
dengan Kepemilikan JKN pada Penduduk Lanjut Usia
Berdasarkan variabel jenis kelamin, hasil
uji logit menunjukkan p-value 0.000 (p<0,05) sehingga
dinyatakan faktor jenis kelamin berhubungan secara signifikan dengan
kepemilikan JKN pada penduduk lanjut usia. Variabel jenis kelamin menunjukkan odds ratio 1,101
(OR > 1) sehingga dapat dikatakan bahwa lansia wanita berpeluang 1,101 kali dalam kepemilikan JKN dibandingkan dengan lansia pria.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
yang diperoleh Styawan (2019) yang menunjukkan
bahwa� terdapat hubungan signifikan
antara jenis kelamin dengan kepemilikan jaminan kesehatan penduduk lansia dan
nilai odd ratio sebesar 1,032 yang berarti penduduk lansia perempuan
berpeluang memiliki jaminan kesehatan 1,032 kali dibandingkan dengan penduduk
lansia laki-laki.
Jenis kelamin dapat mempengaruhi dalam
pengambilan keputusan untuk melakukan pencarian pengobatan. Perempuan lebih mungkin memanfaatkan
pelayanan kesehatan sehingga memiliki proporsi kepemilikan JKN lebih besar
dibandingkan laki-laki. Hal tersebut dikarenakan perempuan lebih memiliki
karakteristik fisik dan psikologis yang tergolong dalam kelompok rentan (Siregar & Wibowo,
2019). Jenis kelamin juga merupakan salah satu faktor
predisposisi tepatnya faktor sosiodemografi. Variabel jenis kelamin dapat
digunakan dalam pengelompokkan sasaran atau individu untuk tujuan perencanaan (Nopiyanto &
Dimyati, 2018).
3.
Hubungan Pendidikan Terakhir
dengan Kepemilikan JKN pada Penduduk Lanjut Usia
Hasil uji logit menunjukkan p-value 0.000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan terdapat hubungan signifikan
antara tingkat pendidikan dengan kepemilikan jaminan kesehatan penduduk lansia.
Variabel pendidikan terakhir menunjukkan nilai odd ratio sebesar 1,974 hal ini berarti penduduk lansia berpendidikan tinggi
berpeluang memiliki jaminan kesehatan 1,974 kali
dibandingkan dengan penduduk lansia yang berpendidikan rendah. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Styawan (2019) yang menunjukkan
bahwa terdapat hubungan signifikan antara tingkat pendidikan dengan kepemilikan
jaminan kesehatan penduduk lansia.
Kaitan antara tingkat pendidikan dengan kepemilikan jaminan kesehatan
telah dibuktikan dalam beberapa penelitian terdahulu. Penelitian yang dilakukan
Gerungan (2004) menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan akan mempengaruhi
pribadi seseorang dalam berfikir, bersikap, mengambil keputusan, termasuk dalam
merencanakan kesehatan salah satunya yaitu dengan mengikuti JKN. Pendapat ini didukung
dengan hasil kajian yang dilakukan (Intiasari et al., 2015), yang menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara pendidikan dengan keikutsertaan jaminan
kesehatan. Mereka yang tamat SMA memiliki kemungkinan 10,3 kali lebih tinggi
dan lulusan D1/D2/D3 memiliki kemungkinan 38,1 kali lebih tinggi untuk
mempunyai asuransi kesehatan sukarela dibandingkan dengan mereka yang tidak
sekolah.
Kondisi aspek pendidikan penduduk lanjut
usia ini secara tidak langsung merupakan gambaran kebijakan pembangunan pendidikan pada masa dahulu
yang mana masih sedikit orang yang mengenyam pendidikan hingga pendidikan
tinggi. Oleh karena itu, hal ini seharusnya menjadi pelajaran penting bagi
pemerintah untuk memberikan bekal pendidikan yang baik dan berkualitas pada
generasi saat ini. Pendidikan akan menjadi bekal yang berguna bagi mereka dalam
menjalani masa tua dengan tetap mandiri, sehat, aktif, dan produktif.
Teori Behavioral Model and Access to
Medical Care oleh Andersen (dalam Manihuruk, 2018) menjelaskan bahwa faktor
yang menyebabkan seseorang memanfaatkan layanan kesehatan, salah satunya adalah
faktor pendukung (predisposing factor), yaitu karakteristik
sosial budaya individu yang dibagi menjadi tiga yaitu faktor demografi,
struktur sosial, dan manfaat kesehatan. Pendidikan termasuk dalam faktor
struktur sosial. Berdasarkan teori tersebut, tinggi rendahnya pendidikan
mempengaruhi individu dalam menggunakan layanan kesehatan. Pada umumnya
individu yang memiliki pendidikan tinggi lebih paham terhadap kebutuhannya
terhadap kesehatan, dalam hal ini adalah kepemilikan JKN. Hal ini dapat terlihat dari tabel
1, bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin tinggi pula
proporsi kepemilikan JKN. Hal ini
dapat disebabkan karena seseorang yang memiliki pendidikan tinggi cenderung
berwawasan luas termasuk tentang program kesehatan dari pemerintah. Selain itu
tingkat pendidikan berperan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai
pentingnya program JKN. Sehingga dengan tingkat pendidikan tinggi dapat
meningkatkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang JKN, serta dapat
menimbulkan tingkat kesadaran yang tinggi untuk mengikuti program JKN. Dari variabel independent diatas, didapatkan nilai OR yang paling
besar adalah pada variable pendidikan terakhir. Dengan demikian variabel yang
paling dominan berhubungan dengan kepemilikan JKN adalah pendidikan terakhir.
4.
Hubungan Status Perkawinan
dengan Kepemilikan JKN pada Penduduk Lanjut Usia
Hasil uji logit menunjukkan p-value 0.000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan variabel status perkawinan pada
lansia berhubungan secara signifikan dengan kepemilikan jaminan kesehatan. Odds ratio dalam variabel
status perkawinan sebesar 0,838 (OR<1). Hal ini berarti penduduk lansia berstatus tidak
kawin/cerai berpeluang memiliki jaminan kesehatan 0,838 kali dibandingkan dengan penduduk lansia berstatus
kawin. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Styawan (2019) yang menunjukkan
bahwa terdapat hubungan signifikan antara status perkawinan dengan kepemilikan
jaminan kesehatan penduduk lansia yang mana penduduk lansia berstatus kawin
berpeluang memiliki jaminan kesehatan 0,633 kali dibandingkan dengan penduduk
lansia berstatus belum kawin. Lansia
dengan status kawin cenderung memiliki JKN dibandingkan dengan yang tidak
kawin, hal ini dapat dikarenakan pada lansia yang kawin, kemungkinan lansia
memiliki tambahan penghasilan dari pasangannya sehingga dapat digunakan dalam
membiayai pengeluaran kesehatan termasuk JKN. Menurut Wahyuni (2022),
sebagian besar masyarakat yang sudah menikah mengikuti program Jaminan Kesehatan
Nasional karena masyarakat berpikir semakin banyak tanggung jawabnya salah
satunya kebutuhan perekonomian.
5.
Hubungan Tempat Tinggal
dengan Kepemilikan JKN pada Penduduk Lanjut Usia
Hasil uji logit menunjukkan p-value
sebesar 0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara wilayah tempat tinggal
dengan kepemilikan jaminan kesehatan penduduk lansia. Sementara itu, hasil uji
logit diperoleh nilai odd ratio sebesar 0,683. Hal ini
berarti penduduk lansia yang tinggal di desa berpeluang memiliki jaminan
kesehatan 0,683 kali dibandingkan dengan penduduk lansia perkotaan. Penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Styawan (2019) yang mana
secara statistik menghasilkan p-value sebesar 0,000 (p<0,05)
yang menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara wilayah tempat tinggal
dengan kepemilikan jaminan kesehatan serta diperoleh nilai odd
ratio sebesar 1,445. Hal ini berarti penduduk lansia yang tinggal di pedesaan
berpeluang memiliki jaminan kesehatan 1,445 kali dibandingkan dengan penduduk
lansia perkotaan. Lansia yang tinggal di desa cenderung memiliki
JKN dibandingkan dengan lansia yang tinggal di perkotaan dikarenakan
masyarakat di perkotaan� dengan
pendapatan cenderung lebih tinggi tidak mau mengikuti asuransi sosial dari
pemerintah. Hal ini disebabkan karena anggapan bahwa program pemerintah hanya
untuk masyarakat� pedesaan yang memiliki
kemampuan ekonomi rendah. Mereka lebih memilih pengeluaran yang lebih tinggi
untuk kesehatannya dengan memilih asuransi dengan level tinggi (asuransi
komersial). Anggapan masyarakat yang menjadikan perluasan �JKN sampai saat ini belum menyeluruh di
Indonesia. Asuransi sosial yang dianggap untuk orang miskin ini membuat
masyarakat ekonomi tinggi lebih memilih asuransi komersial (Thabrany, 2017).
6.
Hubungan Akses Internet
dengan Kepemilikan JKN pada Penduduk Lanjut Usia
Hasil uji logit menunjukkan p-value
sebesar 0,014 (p<0,05). Hal ini kemampuan lansia dalam
mengakses internet berhubungan signifikan dengan kepemilikan jaminan kesehatan
penduduk lansia. Sementara itu, hasil odd ratio menunjukkan nilai 0,989.
Hal ini berarti penduduk lansia yang tidak dapat mengakses internet berpeluang
memiliki jaminan kesehatan 0,989 kali. Hal ini terlihat
dari hasil pada tabel 1, yang mana karena 93,68 persen lansia tidak dapat mengakses
internet sehingga peluang lansia yang tidak dapat mengakses internet dalam
memiliki JKN akan lebih tinggi dibandingkan lansia yang dapat mengakses
internet.
Persentase
akses internet lansia meningkat dari 2,98 persen pada 2017 menjadi 5,73 persen
pada 2018. Angka ini terus naik pada 2019 menjadi 7,94 persen (Ihsani & Rohman, 2022). Mengutip laporan
BPS, lansia mengadopsi teknologi terutama untuk berinteraksi dengan keluarga
serta kemudahan mengakses fasilitas dan layanan dasar seperti kesehatan dan
konsumsi makanan. Ada tiga hambatan lansia ketika mengadopsi teknologi
informasi dan komunikasi yaitu hambatan intrapersonal seperti takut melakukan
kesalahan, hambatan struktural seperti akses paket data atau sinyal yang kurang
memadai serta hambatan fungsional yangmana kondisi kesehatan lansia yang sudah
tidak lagi bisa menggunakan teknologi.
7.
Hubungan Keluhan Kesehatan
dengan Kepemilikan JKN pada Penduduk Lanjut Usia
Secara statistik, uji logit menghasilkan p-value
sebesar 0,000 (p-value <0,05). Hal ini menunjukkan terdapat hubungan
signifikan antara keluhan kesehatan dengan kepemilikan jaminan kesehatan penduduk lansia. Sementara itu, nilai odd
ratio pada variabel keluhan kesehatan ini sebesar 0,940 yang berarti penduduk lansia yang tidak mengalami keluhan
kesehatan berpeluang memiliki jaminan kesehatan 0,940 kali. Hasil
ini sejalan dengan penelitian Styawan (2019)
yang menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara keluhan
kesehatan dengan kepemilikan jaminan kesehatan penduduk lansia. Sementara itu, berdasarkan aspek kesehatan, hasil
penelitian menunjukkan lebih dari separuh penduduk lansia Indonesia (50,20
persen) mengalami keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir. Keluhan kesehatan
memang tidak selalu mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari-hari, namun
terjadinya keluhan kesehatan dan jenis keluhan yang dialami oleh penduduk dapat
menggambarkan tingkat/derajat kesehatan secara kasar (Zaenurrohmah &
Rachmayanti, 2017).
Penduduk lansia seharusnya mengobati
keluhan kesehatan yang dirasakannya, baik keluhan kesehatan yang mengganggu
aktivitas sehari-hari
maupun keluhan kesehatan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pengobatan ini dapat dilakukan secara mandiri atau dengan mendatangi
tempat-tampat pelayanan kesehatan modern/tradisional. Pilihan langkah
pengobatan ini tentu secara tidak langsung akan bergantung pada kepemilikan
jaminan kesehatan penduduk lansia. Hasil penelitian sebagaimana yang disajikan
pada tabel 1 menunjukkan bahwa jaminan kesehatan belum menjangkau seluruh
penduduk lansia di Indonesia. Sistem JKN yang telah diberlakukan sejak tahun
2014, hanya dapat menjangkau sekitar 63,24 persen penduduk lansia di Indonesia.
Dengan demikian, dalam aspek penduduk lansia, Indonesia masih relatif jauh dari
target UHC yakni minimal 95 persen dari populasi. Oleh karena itu, pemerintah
harus terus berupaya memperluas cakupan jaminan kesehatan penduduk lansia
melalui sosialisasi dan promosi di berbagai media. Sosialisasi ataupun promosi
ini khususnya ditujukan kepada penduduk lansia yang berumur 80 tahun ke atas,
berpendidikan rendah dan tinggal di pedesaan (Styawan, 2019).
8.
Hubungan Ketenagakerjaan
dengan Kepemilikan JKN pada Penduduk Lanjut Usia
Hasil uji logit diperoleh p-value
0,000 (p<0,05) menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara
pekerjaan dengan kepemilikian JKN pada penduduk lanjut usia di Indonesia. Dari
perhitungan odd ratio, diperoleh OR sebesar 1,129 (OR>1) yang berarti bahwa pada lansia yang tidak bekerja
memilki kemungkinan 1,129 kali dalam memiliki JKN. Hasil ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nadhiroh dan Indrawati (2021) yang menunjukkan adanya hubungan
antara status pekerjaan dengan kepemilikan JKN.
Pekerjaan dapat memberikan dorongan kepada
seseorang dalam mengambil tindakan untuk kesehatannya. Sebagian besar lansia sebagian besar sudah tidak
bekerja atau sudah dalam masa pensiun, sehingga kecenderungan lansia yang
memiliki JKN adalah lansia yang tidak bekerja. Lansia yang
sudah tidak bekerja cenderung memiliki JKN karena faktor kesehatan lansia yang semakin
menurun sehingga kemungkinan lansia memiliki JKN semakin tinggi untuk mengantisipasi
pengeluaran biaya kesehatan yang lebih besar apabila tidak memiliki JKN.
Peran pekerjaan merupakan salah satu
faktor yang penting untuk peningkatan capain kepesertaan JKN. Hal ini
disebabkan karena seseorang yang memiliki pekerjaan akan menghasilkan
pendapatan yang memungkinkan seseorang untuk mampu membayar premi setiap bulan.
Sedangkan seseorang yang tidak bekerja, tidak memiliki pendapatan sehingga
tidak dapat melakukan pembayaran premi setiap bulan. Namun pada penelitian ini, lansia yang tidak bekerja
cenderung lebih banyak memiliki JKN, hal ini karena lansia yang tidak bekerja
merupakan masyarakat rentan yang mana sejalan dengan
hasil tabel 2 bahwa sebagian besar lansia adalah peserta JKN PBI, sehingga pembayaran
premi setiap bulan pada penduduk lansia di Indonesia masih
tergantung pada bantuan pembiayaan jaminan kesehatan dari pemerintah.
9.
Hubungan Kepemilikan
Tabungan dengan Kepemilikan JKN pada Penduduk Lanjut Usia
Secara statistik, uji logit menghasilkan p-value sebesar 0,000
(p<0,05). Hal ini menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara
kepemilikan tabungan dengan kepemilikan jaminan kesehatan penduduk lansia.
Sementara itu nilai odd ratio yang diperoleh
adalah sebesar 0,878 yang berarti bahwa pada lansia yang
tidak memiliki tabungan memilki kemungkinan 0,878 kali dalam kepemilikan JKN. Hal ini menunjukkan lansia merupakan masyarakat rentan
karena selain sebagian besar tidak memiliki tabungan, lansia juga sudah
memasuki masa pensiun sehingga dalam kepemilikan JKN, dapat dibantu
pembiayaannya oleh Pemerintah melalui program PBI.
Idealnya, ketika seseorang memasuki masa
tua mereka telah memiliki kemapanan ekonomi dan memiliki tabungan untuk
bertahan hidup karena sudah tidak bekerja atau sudah pension, sehingga pada
saat produktivitas mulai menurun kualitas hidup penduduk lansia tetap terjaga.
Akan tetapi, potret yang terjadi saat ini masih banyak terdapat penduduk lansia
yang hidup tanpa memiliki tabungan dengan proporsi 75,59 persen. Kondisi ini semakin menguatkan fenomena yang banyak
terjadi pada negara berkembang, yakni penuaan penduduk tidak berbanding lurus
dengan kemapanan ekonomi yang dimiliki. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang
diungkapkan oleh Adioetomo (2013) bahwa
penduduk Indonesia getting older before getting rich atau menua sebelum
kaya.
10. Hubungan Gangguan Emosional dengan Kepemilikan JKN pada Penduduk Lanjut
Usia
Secara statistik, uji logit menghasilkan p-value
sebesar 0,023 (p value <0,05). Hal ini menunjukkan terdapat hubungan
signifikan antara gangguan emosional dengan kepemilikan jaminan kesehatan
penduduk lansia. Sementara itu, nilai odd ratio yang
diperoleh adalah sebesar 1,076 yang berarti bahwa pada lansia yang tidak memiliki
gangguan emosional memilki kemungkinan 1,076 kali
dalam kepemilikan JKN.
Gangguan
mental pada lansia merupakan masalah kesehatan yang
menyebabkan perubahan emosi, pikiran, dan perilaku pada orang lanjut usia.
Kondisi ini dapat menyebabkan lansia kesulitan untuk berfungsi
sebagaimana mestinya dalam keluarga, urusan pekerjaan, dan kegiatan sosial maupun berfikir rasional. Hasil
riskesdas tahun 2018 menunjukan prevalensi penyakit depresi tertinggi ada pada
lansia. Tercatat prevalensi depresi pada usia 55-64 tahun sebesar 6,5 persen,
usia 65-74 tahun sebesar 8 persen, dan usia di atas 75 tahun sebesar 8,9
persen. Lansia yang
tidak memiliki gangguan emosional cenderung memiliki JKN karena
lansia yang cenderung tidak memiliki gangguan emosional maka juga akan meningkatkan produktivitas dan keefektifan dalam beraktivitas
sehari-hari sehingga akan lebih sadar dalam pentingnya memiliki JKN.
11. Hubungan Gangguan Komunikasi dengan Kepemilikan JKN pada Penduduk Lanjut
Usia
Secara statistik, uji logit menghasilkan p-value
sebesar 0,000 (p value <0,05). Hal ini menunjukkan terdapat hubungan
signifikan antara gangguan komunikasi dengan kepemilikan jaminan kesehatan penduduk lansia.
Sementara itu, nilai odd ratio yang diperoleh adalah sebesar 1,161 yang
berarti bahwa pada lansia yang tidak memiliki gangguan komunikasi memilki
kemungkinan 1,161 kali dalam kepemilikan JKN.
Komunikasi pada lanjut usia dapat menjadi lebih sulit akibat dari gangguan sensori
yang terkait usia dan penurunan memori. Pasien lanjut usia umumnya lebih sedikit bertanya dan
menunggu untuk ditanya terkait masalah kesehatan yang
dihadapinya. Lansia yang tidak
memiliki gangguan komunikasi cenderung memiliki JKN dapat
dikarenakan lansia dapat mengkomunikasikan kebutuhan akan pengobatan kesehatan
yang dirasakan baik yang
mengganggu aktivitas maupun keluhan kesehatan yang tidak mengganggu aktivitas lansia
sehingga kemungkinan lansia tersebut memiliki JKN juga akan semakin tinggi.
12. Hubungan Gangguan Mengurus Diri dengan Kepemilikan JKN pada Penduduk
Lanjut Usia
Berdasarkan tabel 1, sebesar 92,63 persen
penduduk lansia tidak memiliki gangguan mengurus diri sendiri. Dari persentase lansia yang tidak
memiliki gangguan mengurus diri sendiri tersebut, sebesar 71,28 persen lansia
memiliki jaminan kesehatan. Secara statistik, uji logit menghasilkan p-value
sebesar 0,087 (p value > 0,05). Hal ini menunjukkan tidak terdapat
hubungan signifikan antara gangguan mengurus diri sendiri dengan kepemilikan
jaminan kesehatan penduduk lansia. Hal ini dapat terjadi karena gangguan mengurus diri sendiri belum
bisa menimbulkan kesadaran responden untuk menjadi peserta JKN, hal ini
dipengaruhi oleh faktor lain seperti adanya keluhan kesehatan.
Kegiatan merawat diri sendiri seperti mandi, berpakaian, buang air
besar, buang air kecil, menggosok gigi dan makan merupakan kemampuan dasar yang
seharusnya dapat dilakukan oleh orang yang sehat. Aktivitas fisik sehari-hari,
pada banyak penelitian telah ditemukan sebagai faktor protektif melawan
terjadinya gangguan fungsi kognitif karena dalam aktifitas fisik yakni terdapat
unsur gerak. Dengan bergerak aliran darah ke otak lebih tinggi sehingga suplai
nutrisi lebih lancar. Kurangnya suplai nutrisi terutama oksigen ke otak dapat
menyebabkan seseorang mengalami disorientasi, bingung, kelelahan, gangguan
konsentrasi dan masalah daya ingat (Sutisna et al., 2019).
13. Hubungan Gangguan Konsentrasi dengan Kepemilikan JKN pada Penduduk Lanjut
Usia
Berdasarkan tabel 1, sebesar
81,38 persen penduduk lansia tidak memiliki gangguan konsentrasi. Dari
persentase lansia yang tidak memiliki gangguan konsentrasi tersebut, sebesar
71,71 persen lansia memiliki jaminan kesehatan. Secara statistik, uji logit
menghasilkan p-value sebesar 0,289 (p value > 0,05). Hal ini
menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan antara gangguan konsentrasi
dengan kepemilikan jaminan kesehatan penduduk lansia.
Hasil ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan Yuniati dan Riza (2008) yang menunjukkan bahwa hubungan umur dengan
kejadian kesulitan mengingat dan konsentrasi pada usia lanjut mempunyai hubungan
bermakna. Semakin bertambah usia, makin besar risiko terjadinya kesulitan
mengingat dan konsentrasi yang artinya makin besar kemungkinan terjadi
penurunan fungsi kognitif. Usia lanjut lebih dari 80 tahun berisiko lebih besar
untuk mengalami kesulitan mengingat dan konsentrasi, yaitu 3,40 kali dibanding
kelompok umur 60 � 75 tahun hal ini dapat terjadi karena gangguan konsentrasi
mungkin tidak mempengaruhi lansia dalam kepesertaannya di JKN selama masih
dapat mengkomunikasikan dengan baik akan kebutuhan
masalah kesehatan yang dihadapi.
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel
yang berhubungan signifikan dengan kepemilikan JKN pada penduduk lansia dengan
nilai p value < 0,05 yaitu jenis kelamin, pendidikan terakhir, status
perkawinan, tempat tinggal, akses internet, keluhan kesehatan, ketenagakerjaan,
kepemilikan tabungan, gangguan komunikasi dan gangguan emosional. Variabel yang
tidak berhubungan dengan kepemilikan JKN pada lansia dengan nilai p value >
0,05 adalah usia, gangguan mengurus diri sendiri dan gangguan konsentrasi. Nilai
nilai R-square
model prediksi kepemilikan JKN pada lansia ini hanya 3,42 persen yang berarti model regresi hanya
memprediksi 3,42 persen untuk pengamatan baru sehingga kurang mampu memberikan prediksi yang valid untuk
observasi baru. Untuk penelitian berikutnya disarankan untuk menggunakan
pendekatan model prediksi yang lain dalam mengestimasi hubungan Karakteristik Sosial Demografi
dengan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Nasional pada Penduduk Lanjut Usia di
Indonesia.
BIBLIOGRAFI
Adioetomo, S. M. (2013). Ageing Monograph: Evidence
from the 2010 Census. UNFPA Indonesia.
Djamhari, E. A., Ramdlaningrum, H., Layyinah, A.,
Chrisnahutama, A., & Prasetya, D. (2021). Kondisi kesejahteraan lansia
dan perlindungan sosial lansia di Indonesia.
Howell, F., & Priebe, J. (2013). Social Assistance For
The Elderly In Indonesia.
Ihsani, S. F., & Rohman, M. F. (2022). Distribusi
Pendapatan dan Kemiskinan di Indonesia: Kasus Kebijakan Sentralisasi,
Desentralisasi, dan Pandemi Covid-19. Jurnal Ekonomi-Qu, 12(1), 1�22.
Intiasari, A. D., Trisnantoro, L., & Hendrartini, J.
(2015). Potret Masyarakat Sektor Informal di Indonesia: Mengenal Determinan
Probabilitas Keikutsertaan Jaminan Kesehatan sebagai Upaya Perluasan
Kepesertaan pada Skema Non PBI Mandiri. Jurnal Kebijakan Kesehatan
Indonesia: JKKI, 4(4), 126�132.
Khairunnisa, S., & Nurwati, N. (2021). Pengaruh
Pernikahan Pada Usia Dini Terhadap Peluang Bonus Demografi Tahun 2030: Pengaruh
Pernikahan Pada Usia Dini Terhadap Peluang Bonus Demografi Tahun 2030. Jurnal
Ilmu Kesejahteraan Sosial HUMANITAS, 3(I), 45�69.
Nadhiroh, E. U., & Indrawati, F. (2021). Determinan
Kepemilikan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Pada Masyarakat di Wilayah Kerja
Puskesmas Grobogan Kabupaten Grobogan. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip),
9(6), 802�809.
Nopiyanto, Y. E., & Dimyati, D. (2018). Karakteristik
psikologis atlet Sea Games Indonesia ditinjau dari jenis cabang olahraga dan
jenis kelamin. Jurnal Keolahragaan, 6(1), 69�76.
Nurjasmi, R. (2021). Potensi Pengembangan Pertanian Perkotaan
oleh Lanjut Usia untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Jurnal Ilmiah Respati,
12(1), 11�28.
Rambe, I. W. U. (2022). Tingkat Kepuasan Lansia Tentang
Pelayanan Kesehatan di Panti Khusnul Khotimah Pekanbaru. Photon: Jurnal Sain
Dan Kesehatan, 12(2), 76�84.
Setiawan, A. R. (2019). Efektivitas pembelajaran biologi
berorientasi literasi saintifik. Thabiea: Journal of Natural Science
Teaching, 2(2), 83�94.
Siregar, J. S., & Wibowo, A. (2019). Upaya pengurangan
risiko bencana pada kelompok rentan. Jurnal Dialog Dan Penanggulangan
Bencana, 10(1), 30�38.
Styawan, D. A. (2019). Determinan Kepemilikan Jaminan
Kesehatan Penduduk Lanjut Usia di Indonesia. Seminar Nasional Official
Statistics, 2019(1), 573�582.
Sutisna, N., Suherman, A., Ma�mun, A., & Mulyana, M. (2019).
Improving active learning time on physical education using movement education
model. 3rd International Conference on Sport Science, Health, and Physical
Education (ICSSHPE 2018), 296�298.
Thabrany, H. (2017). Perbandingan klaim penyakit katastropik
peserta jaminan kesehatan nasional di provinsi DKI Jakarta dan Nusa Tenggara
Timur tahun 2014. Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia, 1(2).
Wahyuni, B. (2022). Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat
Mengikuti Program Jaminan Kesehatan Nasional. Window of Public Health
Journal, 1687�1698.
Yuniati, F. (2008). Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan
Kesulitan Mengingat dan Konsentrasi Pada Usia Lanjut di Indonesia Tahun 2004. Publikasi
Penelitian Terapan Dan Kebijakan, 2(1).
Zaenurrohmah, D. H., & Rachmayanti, R. D. (2017).
Hubungan pengetahuan dan riwayat hipertensi dengan tindakan pengendalian
tekanan darah pada lansia. Stroke, 33(46.1), 67.
Zikra, H. (2022). Analisis Kepemilikan Jaminan Kesehatan
Penduduk Usia Produktif di Provinsi Kalimantan Tengah 2021 Menggunakan Regresi
Logistik Biner. Jurnal Statistika Dan Aplikasinya, 6(2), 202�213.
Copyright holder: Uray Cindy
Hafinur, Pujiyanto (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |