Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 5, Mei 2023

 

DAMPAK IMPLEMENTASI PEMBAYARAN BERBASIS KINERJA (PAY-FOR-PERFORMANCE) PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) TERHADAP KUALITAS LAYANAN KESEHATAN DI BERBAGAI NEGARA

 

Uswatun Khasanah, Mardiati Nadjib

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

[email protected]

 

Abstrak

Mekanisme pembayaran berbasis kinerja atu pay-for-performance (P4P) merupakan strategi di sektor kesehatan untuk meningkatkan ketersediaan, kualitas dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Dalam P4P, insentif diberikan setelah mencapai serangkaian hasil yang telah disepakati dengan meningkatkan kinerja tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Tinjauan literatur ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dampak dari implementasi pay-for-performance pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) terhadap kualitas pelayanan kesehatan di berbagai negara. Metode dilakukan dengan melakukan penelusuran ke beberapa database yaitu Pubmed, Embase, dan Proquest dengan intervensi utamanya yaitu implementasi pay-for-performance. Hasil dari review difokuskan pada dampak implementasi pay-for-performance pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama terhadap kualitas pelayanan kesehatan di berbagai negara. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pay-for-performance telah digunakan di berbagai negara dengan jumlah dan bidang (domain) indikator yang berbeda-beda disesuaikan dengan karakteristik pelayanan primer di suatu negara. Beberapa manfaat dari penerapan pay-for-performance adalah dapat merangsang peningkatan kualitas dalam perawatan klinis dan meningkatkan pengalaman pasien terhadap peran dokter umum dan sistem perawatan. P4P dapat meningkatkan proses dan hasil perawatan kardiovaskuler. Pemberian insentif dapat berpengaruh pada peningkatan kualitas kinerja pada praktek klinis. Pemberian insentif P4P dapat memenuhi ukuran kualitas perawatan hipertensi yang direkomendasikan oleh pedoman. Di Amerika Serikat, pemberian insentif P4P dapat meningkatkan kepatuhan dokter untuk memberikan obat hipertensi sesuai pedoman. Pemberian insentif juga dapat berdampak pada peningkatan kontrol tekanan darah pada pasien hipertensi

 

Kata kunci: Pay-for-performance, kualitas pelayanan kesehatan, Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

 

Abstract

The pay-for-performance (P4P) mechanism is a strategy in the health sector to increase the availability, quality and utilization of health services. In P4P, incentives are given after achieving a series of agreed outcomes by improving the performance of health workers in health facilities. This literature review was conducted with the aim of knowing the impact of implementing pay-for-performance at primary care (FKTP) on the quality of health services in various countries. The method is carried out by searching several databases, namely Pubmed, Embase, and Proquest with the main intervention being the implementation of pay-for-performance. The results of the review focused on the impact of implementing pay-for-performance at First Level Health Facilities on the quality of health services in various countries. From this study it can be concluded that pay-for-performance has been used in various countries with different numbers and areas (domains) of indicators adapted to the characteristics of primary care in a country. Some of the benefits of implementing pay-for-performance are that it can stimulate quality improvement in clinical care and improve patient experience of the role of general practitioners and the system of care. P4P can improve the process and outcome of cardiovascular treatment. Providing incentives can have an effect on improving the quality of performance in clinical practice. Providing P4P incentives can meet the quality measures of hypertension care recommended by the guidelines. In the United States, the provision of P4P incentives can increase physician compliance to provide hypertension drugs according to guidelines. Providing incentives can also have an impact on improving blood pressure control in hypertensive patients.

Keywords: Pay-for-performance, quality of health services, primary are����������������������������������������������������������������������������������������������������������������

 

Pendahuluan

����������� Selama beberapa dekade, pembuat kebijakan di Amerika Serikat merasakan adanya kekurangan pada mekanisme pembayaran insentif dalam sistem pelayanan kesehatan. Sistem pembayaran fee for service yang banyak digunakan pada masa itu menyebabkan terjadinya peningkatan biaya kesehatan (Beals, 2012).

Sistem pembayaran fee for service memberikan insentif (penghargaan) kepada penyedia layanan berdasarkan volume dan kompleksitas layanan yang diberikan, padahal intensitas perawatan dan pelayanan yang lebih tinggi tidak selalu menghasilkan perawatan dengan kualitas yang lebih tinggi.

����������� Selama tahun 1990-an pembayar berfokus untuk merancang perawatan terkelola (managed care) untuk mengurangi perawatan yang berlebihan atau tidak diperlukan. Hal ini dilakukan dengan membayar penyedia layanan dengan sistem pembayaran kapitasi atau lump sum per pasien untuk serangkaian layanan tertentu (Beals, 2012). Namun,� sistem pembayaran ini memunculkan kekhawatiran terhadap kualitas pelayanan dan kendala pada pasien yang memiliki akses ke penyedia layanan kesehatan pilihan mereka.

����������� Pada awal tahun 2000-an, bedasarkan penelitian oleh Institute of Medicine terjadi krisis kualitas perawatan kesehatan di Amerika Serikat. Hal ini memunculkan konteks pembayaran berbasis kinerja atau Pay-for-Performance sebagai cara bagi pembayar untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan dengan harapan hal tersebut juga dapat mengurangi biaya.

Pembayaran Berbasis Kinerja atau Pay-for-Performance (P4P) adalah strategi di sektor kesehatan untuk meningkatkan ketersediaan, kualitas dan pemanfaatan pelayanan kesehatan (Das et al., 2016). Dalam P4P, insentif diberikan setelah mencapai serangkaian hasil yang telah disepakati sebelumnya dengan meningkatkan kinerja tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Kinerja dalam program P4P diukur melalui luaran kesehatan, pemanfaatan layanan dan kualitas perawatan (Das et al., 2016). Selain itu, P4P juga memerlukan pemantauan hasil dalam jangka waktu yang ditentukan.

Di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, P4P umumnya digunakan untuk mencapai tujuan pembangunan. Di Indonesia sendiri, penerapan P4P dilakukan dalam bentuk kapitasi berbasis komitmen pelayanan yang telah dilaksanakan secara bertahap sejak tahun 2016. Agar terdapat perbaikan, maka pada tahun 2018 dilakukan pengembangan pelaksanaan kapitasi berbasis komitmen pelayanan menjadi kapitasi berbasis kinerja (BPJS Kesehatan, 2019).

Pembayaran berbasis kinerja� atau Pay-for-Performance diterapkan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama pada penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan, 2019).

Penilaian kualitas dalam Pay-for-Performance pada umumnya terbagi menjadi empat kategori yaitu ukuran proses, hasil, pengalaman pasien, dan struktur (Beals, 2012). Ukuran proses menilai kinerja yang telah dilakukan dalam kontribusi untuk mencapai luaran kesehatan yang optimal bagi pasien, misalnya pemberian aspirin pada pasien serangan jantung atau pendidikan kesehatan kepada pasien untuk berhenti merokok. Ukuran tindakan mengacu pada efek perawatan terhadap pasien, misalnya berdasarkan hasil laboratorium gula darah pasien telah terkendali. Pengalaman pasien mengukur persepsi pasien tentang kualitas perawatan yang mereka terima dan kepuasan mereka dengan pengalaman perawatan. Ukuran struktur meliputi fasilitas, personel, dan peralatan yang digunakan dalam perawatan.

Penelitian yang ada tentang dampak program P4P baru terbatas pada pemanfaatan daripada kualitas pelayanan kesehatan. Bahkan di negara-negara berpenghasilan tinggi, bukti tentang dampak implementasi P4P pada kualitas pelayanan kesehatan sangat terbatas (Das et al., 2016). Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian ini guna mengetahui dampak dari implementasi Pay-for-Performance pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) terhadap kualitas pelayanan kesehatan di berbagai negara.

 

Metode Penelitian

Strategi Penelusuran

Penelusuran dilakukan dengan penelusuran lanjut (advanced search) melalui database online yaitu Pubmed, Embase dan Proquest dengan terlebih dahulu menetukan MESH (Medical Subject Headings) dan persamaan kata dan istilah (terminology/synonims). Manajemen basis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Mendeley Reference Manager.

Proses penelusuran artikel pada database elektronik menggunakan istilah yang terkait dengan PICO/PEO (Population, Intervention/Exposure, Comparative, Outcome measure).

 

Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah Population (Populasi) yaitu fasilitas kesehatan tingkat pertama (primary care). Intervention (Intervensi) adalah pembayaran berbasis kinerja (Pay for Performance), Comparison dalam penelitian ini tidak dilakukan perbandingan, Outcome measure adalah dampak terhadap kualitas pelayanan kesehatan (quality of care) dan Studies adalah seluruh studi yang membahas tentang dampak implementasi pembayaran berbasis kinerja (pay for performance) kecuali literature review atau review lainnya.

Selanjutnya Penggunaan kata kunci ditampilkan dalam tabel 1 berikut:

 

Tabel 1

Strategi Penelusuran Berdasarkan PICO/PEO

PIO

Key Concept

Terminology/Synonims

Population

Primary health care

Primary healthcare, Primary health care facilit*, Primary healthcare facilit*

Intervention

Pay for Performance

Pay for Performance Program

Outcome

Quality of care

Quality of health care, Quality of healthcare, Healthcare quality, Health care quality

 

 

Kriteria inklusi lainnya yaitu artikel dalam teks lengkap, dalam bentuk artikel jurnal dan berbahasa Inggris. Artikel yang dipilih berada pada rentang waktu 01 Januari 2012 sampai 29 November 2022.

 

Seleksi Artikel

Setelah ditemukan artikel berdasarkan kata kunci dan diseleksi berdasarkan kriteria inklusi, maka diperoleh sejumlah artikel hasil seleksi. Artikel terseleksi dari masing-masing database di simpan ke dalam Mendeley desktop untuk selanjutnya dilakukan pengecekan terhadap duplikasi artikel.

 

Penyajian Data

Penelitian ini mengikuti ketentuan PRISMA Studi literatur dilakukan secara sistematis dari artikel yang dipublikasikan tentang dampak dari implementasi pay-for-performance terhadap kualitas pelayanan kesehatan.

 

Hasil

Hasil penelusuran artikel secara ringkas disajikan pada tabel 2 berikut:

 

 

 

 

Tabel 2

Hasil Penelusuruan Artikel

No

Sumber Jurnal

Jumlah awal

Duplikat

Tidak Sesuai Desain Studi

Fulltext Berbayar

Tidak Sesuai PICO

Sisa Artikel

1

Pubmed

22

0

2

2

15

3

2

Embase

31

1

0

10

14

6

3

Proquest

214

2

9

0

196

7

 

Total

267

3

11

12

225

16

 

Berdasarkan hasil penelusuran pada tiga database diperoleh sebanyak 267 artikel. Sebanyak 16 artikel terseleksi sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditetapkan. Kriteria eksklusi yang paling umum ditemukan antara lain: hasil skrining judul dan abstrak tidak memenuhi kriteria PICO/PEO yang ditentukan, full text tidak dapat diakses karena berbayar, dan desain studi tidak sesuai. Hasil PRISMA proses screening disajikan pada bagan 1.

 

Bagan 1

Diagram Seleksi Artikel Sesuai Panduan PRISMA

Pubmed

(n = 22)

 

Embase

(n = 31)

 

 

 

Proquest

�(n = 214)

Records after duplicates removed �(n = 264)

Full text article eligible

(n = 17)

Studies include in qualitative synthesis (n = 16)

Records exclude (n = 247)

�     Screening title & abstract : unmacthing with PICO/PEO (n = 225)�������������

�     Systematic review/Protocol study (n = 11)

�     Fulltext unavailable (n = 12)

 

Total

�(n = 267)

Rectangle: Rounded Corners: ScreeningRectangle: Rounded Corners: IdentificationRectangle: Rounded Corners: EligibilityRectangle: Rounded Corners: Include
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Tabel 3

Karakteristik Artikel Hasil Seleksi

No

Peneliti

Judul

Negara

Tujuan

Hasil

PUBMED

1

Petersen et al. (2017)

Impact of a pay-for-performance program on care for black patients with hypertension: important answers in the era of the affordable care

Amerika Serikat

Untuk mengevaluasi pengaruh intervensi pay-for-performance pada kualitas perawatan hipertensi yang diberikan kepada pasien kulit hitam.

Intervensi pay-for-performance memberikan pengaruh positif terhadap perawatan hipertensi pada pasien kulit hitam. Tekanan darah pasien dapat terkontrol dengan baik.

2

Petersen et al. (2013)

Effects of individual physician-level and practice-level financial incentives on hypertension care: a cluster randomized trial

Amerika Serikat

Untuk menguji pengaruh insentif keuangan dalam meningkatkan kepatuhan dokter terhadap pedoman perawatan hipertensi

Pemberian insentif keuangan meningkatkan kepatuhan dokter pada penggunaan obat yang direkomendasikan oleh pedoman. Pemberian insentif keuangan kepada dokter, berdampak kepada kontrol tekanan darah pasien yang lebih baik.

3

Bardach, et al (2013)

Effect of pay-for performance incentives on quality of care in small pratices with electronic health records: A randomized trial

Amerika Serikat

Untuk menilai pengaruh insentif P4P yang mendukung EHR (Electronic Health Record) terhadap peningkatan kualitas yang telah ditetapkan

Program insentif P4P dibandingkan dengan perawatan biasa menghasilkan perbaikan dalam proses dan hasil perawatan kardiovaskular.

EMBASE

4

Kolozsv�ri et al. (2014)

Do family physicians need more payment for woking better? Financial incentives in primary care

Eropa

Untuk menggambarkan dan membandingkan indikator perawatan primer yang ada saat ini dan pembayarannya di negara-negara Eropa.

10 negara telah menerbitkan indikator kualitas perawatan primer (QI) terkait dengan insentif keuangan. Jumlah QI bervariasi dari 1 hingga 134 dan dapat mengubah keuangan dokter hingga 25% dari total pendapatan. Skema P4P berdampak positif pada proses klinis perawatan pasien.

5

Gill et al (2014)

Primary care quality indicators for children: measuring quality in UK general practice

Inggris

Untuk meningkatkan kualitas perawatan yang diberikan untuk anak-anak dan remaja dengan menetapkan serangkaian indikator kualitas.

Indikator kualitas perawatan primer untuk anak-anak memiliki potensi untuk meningkatkan standar pengasuhan primer bagi anak.

6

Saint-Lary et al. (2015)

Patients� views on pay for performance in France: a qualitative study in primary care

Perancis

Untuk mendapatkan pemahaman tentang pandangan pasien Perancis tentang pay for performance

Sebagian besar pasien tidak memahami pay for performance dan menyatakan bahwa mereka tidak merasakan adanya perubahan dalam perawatan sejak sistem diterapkan. Beberapa pasien merasakan manfaat dalam kualitas perawatan seperti peningkatan tindak lanjut dan pencegahan, informasi yang lebih baik diberikan oleh dokter umum, dan penurunan jumlah resep dan biaya kesehatan.

7

Kirsschner, et al. (2012)

Design choices made by target users for a pay-for-performance program in primary care: an action research approach

Belanda

Untuk pengembangan program P4P

Mencapai konsensus dan menetapkan pilihan desain program P4P untuk perawatan primer di Belanda.

8

Kirschner et al. (2013)

Assessment of a pay-for-performance program in primary care designed by target users

Belanda

Untuk menilai perubahan kinerja setelah memperkenalkan program P4P partisipatif

Menunjukkan perbaikan signifikan untuk indikator manajemen risiko kardiovaskuler +7,9%, +11,5% untuk asma. 5 indikator hasil meningkat secara signifikan . Tingkat vaksinasi influenza dan serapan skrining kanker serviks tidak terlihat ada peningkatan signifikan.

9

Minchin et al. (2018)

Quality of care in the united kingdom after removal of financial incentives

Inggris

Untuk menguji pengaruh penghapusan insentif keuangan untuk indikator-indikator terhadap kualitas perawatan yang terdokumentasi secara keseluruhan.

Terdapat penurunan kualitas perawatan pada 12 indikator di tahun pertama setelah penghapusan insentif keuangan.

 

PROQUEST

 

 

 

 

10

Fern�ndez Urrusuno et al. (2013)

Compliance with quality prescribing indicators in terms of their relationship to financial incentives

Spayol

Untuk mengembangkan indikator peresepan berkualitas dan untuk menentukan kepatuhan terhadap indikator berinsentif dan non insentif

Dirancang 14 indikator berdasarkan pemilihan obat dari kelompok terapeutik yang berbeda atau terkait dengan klinis pasien. Kepatuhan terhadap indikator berdasarkan pemilihan obat yang dikaitkan dengan insentif keuangan lebih tinggi dibandingkan dengan indikator yang tidak terkait dengan insetif keuangan. Kepatuhan yang lebih baik oleh dokter dengan indikator kualitas resep termasuk dalam program pay-for-performance.

11

Maharani et al. (2019)

Primary care physicians� satisfaction after health care reform: a cross-sectional study from two cities in Central Java, Indonesia

Indonesia

Untuk menilai kepuasan Primary Care Physicians (PCP) dan prediktornya di dua kota di Jawa Tengah, Indonesia setelah era reformasi JKN

PCP di dua kota di Jawa Tengah memiliki tingkat kepuasan yang sedang setelah reformasi layanan kesehatan Indonesia. PCP yang berpraktik mandiri cenderung memiliki skor kepuasan yang lebih tinggi. Tiga aspek yang paling tidak disukai PCP terkait dengan reformasi JKN. Pemerintah dan BPJS Kesehatan harus berupaya membenahi sistem JKN guna meningkatkan kepuasan PCP.

12

Kontopantelis et al. (2015)

Investigating the relationship between quality of primary care and premature mortality in England: a spatial whole-population study

Inggris

Untuk mengukur hubungan antara program pay-for-performance dan seluruh penyebab kematian dini

Seluruh penyebab kematian menurun selama periode studi. Kematian yang tinggi berhubungan dengan lokasi perkotaan, dan proporsi populasi non kulit putih yang tinggi. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kinerja pada indikator kualitas dan seluruh penyebab kematian.

13

Rudasingwa & Uwizeye (2017)

Physicians� and nurses� attitudes towards performances-based financial incentives in Burundi: a qualitative study in the province of Gitega

Burundi

Untuk memperoleh bukti tentang bagaimana tenaga medis Burundi memandang skema PBF (Performance-Based Financing). Untuk menilai persepsi dokter dan perawat tentang pengaturan desain skema PBF

PBF telah memberikan motivasi positif untuk meningkatkan kualitas pelayanan, terutama dalam struktur dan proses pelayanan. Pemanfaatan layanan kesehatan dan hubungan antara praktisi kesehatan dan pasien juga meningkat. Penambahan gaji merupakan dorongan paling signifikan untuk meningkatkan upaya dalam meningkatkan kualitas perawatan. Insentif keuangan yang kecil dan terkadang tertunda yang dibayarkan kepada dokter dan perawat dikritik. Kesimpulan: PBF memiliki potensi untuk memotivasi staf medis untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.

14

Chimhutu et al. (2014)

When incentives work too well: locally implemented pay for performance (P4P) and adverse sanctions toward home birth in Tanzania-a qualitative study

Tanzania

Untuk mengetahui strategi petugas kesehatan dalam mencapai target kinerja� yang ditetapkan.

Pemberian bonus P4P tidak berdasarkan kinerja, melainkan secara merata.Mekanisme P4P dapat meningkatkan jumlah pelayanan tetapi tidak berbanding lurus dengan peningkatan kualitas.

15

Fleetcroft et al (2012)

Incentive payments are not related to expected health gain in the pay for performance scheme for UK primary care: cross-sectional analysis

Inggris

Untuk menguji hipotesis bahwa indikator kinerja dengan manfaat kesehatan bagi penduduk yang lebih besar akan menerima insentif keuangan yang lebih besar

Tidak ada hubungan statistik yang signifikan antara expected health gain dan insentif yang diperoleh dari peningkatan kinerja sebesar 1% baik dalam kerangka kualitas dan hasil versi 2004 dan 2006. Tidak ada hubungan antara ukuran pembayaran finansial untuk pencapaian suatu indikator dan expected health gain pada ambang/treshold kinerja untuk pembayaran maksimum yang diukur dalam kehidupan yang diselamatkan atau QALY

16

Kirschner et al. (2012)

Design choices made by target users for a pay-for-performance program in primary care: an action research approach

Belanda Selatan

Untuk pengembangan program P4P

Mencapai konsensus dan menetapkan pilihan desain program P4P untuk perawatan primer di Belanda.

 

Hasil dan Pembahasan

Dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan, baik negara maju maupun berkembang telah mengusulkan berbagai reformasi sistem kesehatan. Upaya reformasi ini terkait berbagai jenis skema insentif seperti Pay-for-Performance (P4P) di negara maju dan Performance-Based Financing atau Result-Based Financing (RBF) di negara berkembang (Rudasingwa & Uwizeye, 2017).

Pay for performance merupakan strategi baru yang merupakan kontrak antara dokter dan sistem kesehatan. Penyedia dibawah P4P diberi penghargaan karena memenuhi target yang telah ditetapkan sebelumnya untuk pemberian layanan ksehatan. Model pembayaran ini memberikan penghargaan kepada dokter, rumah sakit, tenaga medis, dan penyedia layanan kesehatan lainnya karena memenuhi ukuran kinerja tertentu untuk kualitas dan efisiensi (Kolozsv�ri et al., 2014). Peran perawatan primer memiliki tugas dan fungsi sebagai gatekeeper yang jika dapat berfungsi dengan optimal, maka dapat mengurangi jumlah rujukan dan menurunkan tingkat rawat inap pada pasien dengan penyakit kronis sehingga dapat menekan biaya perawatan kesehatan. Skema P4P dapat merangsang peningkatan kualitas dalam perawatan klinis pasien.

Kualitas perawatan berperan penting dalam penelitian terkait layanan kesehatan di seluruh dunia, tetapi sulit untuk didefinisikan dan diukur. Kualitas perawatan dapat ditingkatkan dengan program pelatihan berkelanjutan, menggunakan Evidence Based Medicine (EBM) atau pembuatan pedoman klinis dan penerapannya dalam praktik sehari-hari. Penilaian dan evaluasi berperan penting dalam penilaian objektif dan dapat meningkatkan kualitas. Alat pengukuran kuantitatif yang paling umum digunakan adalah Quality Indicator (QI). Indikator kualitas awalnya digunakan untuk penilaian kualitas perawatan rumah sakit. Namun, karena sebagian besar pertemuan dokter-pasien terjadi di pelayanan primer sehingga diperlukan penerapan indikator pelayanan primer.

Kualitas pelayanan dari penerapan pay-for-performance berbeda-beda di setiap negara. Inggris memperkenalkan QOF (Quality and Outcomes Framework) dalam sistem pay-for-performance sebagai kontrak dengan perawatan primer pada tahun 2004. Berdasarkan Quality and Outcomes Framework dari Program pay-for-performance di Inggris, dihasilkan bahwa program pay-for-performance tidak dapat mengurangi kematian dini pada 6 penyakit kronis, yaitu diabetes, gagal jantung, hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke, penyakit gagal ginjal (Kontopantelis et al., 2015). Sementara itu, di Amerika Serikat pemberian insentif P4P dapat meningkatkan kepatuhan dokter untuk memberikan obat hipertensi sesuai pedoman. Pemberian insentif juga dapat berdampak pada peningkatan kontrol tekanan darah pada pasien hipertensi (Petersen et al., 2013). Selain itu, pemberian insentif tidak membuat para dokter untuk menghindari pasien dengan penyakit kompleks dalam rangka memenuhi skor kinerja dokter. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian insentif P4P dapat memenuhi ukuran kualitas perawatan hipertensi yang direkomendasikan oleh pedoman (Petersen et al., 2017).

Dalam randomized trial study yang dilakukan di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa P4P dapat meningkatkan proses dan hasil perawatan kardiovaskuler. Pemberian insentif dapat berpengaruh pada peningkatan kualitas kinerja pada praktek klinis (Bardach et al., 2013).

Insentif keuangan banyak digunakan dalam pelayanan kesehatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan atau untuk mencapai target tertentu. Sistem pay for performance juga digunakan dalam perawatan kesehatan primer di banyak negara Eropa.

Dalam penelitian oleh Kirschner et al (2013) di Belanda, program P4P dapat merangsang peningkatan kualitas dalam perawatan klinis dan meningkatkan pengalaman pasien terhadap peran dokter umum dan sistem perawatan.

Indikator kualitas pada pemberian insentif keuangan dapat menjadi alat yang berguna untuk meningkatkan kualitas pelayanan primer. Jumlah dan bidang indikator yang sesuai sangat penting untuk mengembangkan sistem pay-for-performance yang efisien (Kolozsv�ri et al., 2014). Sangat penting pula untuk mempertimbangkan karakteristik sistem pelayanan primer di suatu negara. Seluruh pencapaian skema pay-for-performance harus di evaluasi di tingkat nasional atau regional, sesuai dengan sistem perawatan kesehatan dan sumber daya yang tersedia dengan pemantauan terus menerus

Banyak penelitian mengusulkan insentif berbasis kinerja sebagai strategi baru yang berpotensi merangsang peningkatan layanan kesehatan, terutama di negara-negara berkembang yang kualitas perawatannya masih rendah. Di negara berkembang pada umumnya, penyediaan layanan kesehatan terhambat oleh banyak tantangan, seperti pemanfaatan layanan kesehatan yang rendah, motivasi profesional kesehatan yang rendah, ketersediaan layanan kesehatan yang rendah, kualitas perawatan yang buruk, dan pengaturan organisasi yang tidak efektif (Rudasingwa & Uwizeye, 2017).

Di negara berkembang seperti Burundi, kinerja kesehatan dalam berbagai skema insentif diukur dengan menggunakan kuantitas dan kualitas. Indikator kuantitas berkaitan dengan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien, seperti jumlah konsultasi, jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga terlatih, dan jumlah kasus HIV dan tuberkulosis. Pengukuran kualitas terutama berfokus pada indikator kualitas struktural dan proses serta beberapa indikator intermediate health outcomes setiap fasilitas kesehatan: misalnya, kepatuhan penyedia terhadap standar nasional pengobatan penyakit; keadaan dan ketersediaan prasarana, peralatan, dan bahan; ketersediaan dan pengelolaan obat; dan kepuasan pasien. Pembayaran kinerja dari layanan kesehatan kuantitatif tidak terkait dengan target yang harus dicapai agar memenuhi syarat untuk mendapatkan insentif keuangan. Sebaliknya, pembayaran didasarkan pada layanan kesehatan yang diberikan dalam jangka waktu yang terukur. Indikator kuantitas dievaluasi dan dibayar setiap bulan, sedangkan indikator kualitas dievaluasi dan dibayar setiap tiga bulan (Rudasingwa & Uwizeye, 2017).

Total pembayaran dari indikator kuantitas kesehatan adalah jumlah uang yang diperoleh dari semua indikator kuantitatif. Penilaian skor kualitas dari masing-masing indikator kualitas dilakukan dengan menggunakan indikator kualitas yang ditetapkan. Penyedia layanan kesehatan harus memenuhi indikator untuk mendapatkan bonus finansial. Kualitas layanan kesehatan dinilai menggunakan 2 metode: indikator kualitas (60%) dan survey kepuasan pasien (40%). Indikator kualitas mencakup kualitas teknis fasilitas kesehatan, sedangkan survey kepuasan pasien dapat memberikan kualitas subjektif dari perawatan yang diterima oleh pasien. Pasien diwawancarai secara random sampling untuk menilai kepuasan mereka pada berbagai aspek kesehatan. Bonus kualitas hanya diberikan jika fasilitas kesehatan mencapai kinerja kualitas 70% atau lebih. Untuk skor kualitas antar 50 dan 70%, tidak ada pembayaran bonus kualitas.

Pengukuran dan verifikasi kinerja adalah proses verifikasi yang berkesinambungan apakah output sesuai dengan apa yang ingin dicapai (hasil yang ditargetkan). Hal ini dapat membantu mendesain ulang atau menyesuaikan skema insentif jika� diperlukan (Rudasingwa & Uwizeye, 2017).

Pada 1 Januari 2014, Indonesia mengimplementasikan jaminan kesehatan nasional wajib bagi seluruh warga negara, yang disebut Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Ini merupakan upaya untuk meningkatkan cakupan asuransi di dalam negeri. Hingga tahun 2012, hanya 62,1% penduduk Indonesia yang memiliki asuransi kesehatan dengan berbagai skema yang berbeda; sisa populasi tidak ditanggung oleh asuransi kesehatan apa pun.

Sistem baru memperkenalkan berbagai kondisi baru untuk Primary Care Physicians (PCP). Sebelum reformasi sistem kesehatan, sebagian besar sistem pembayaran pada Primary Health Care (PHC) mengandalkan sistem fee-for-service (FFS) retrospektif, dan sebagian besar layanan dibayar out-of-pocket. Sistem pembayaran juga tidak memaksa pasien dan PCP untuk mengikuti aturan sistem rujukan berjenjang. Hanya sebagian kecil PCP (5,1%) yang berpraktik sebagai dokter keluarga di PT. Askes (asuransi kesehatan untuk pegawai negeri sipil) pada tahun 2012 dan dibayar dengan kapitasi.

JKN mereformasi sistem pembayaran menjadi sistem kapitasi retrospektif. Saat ini, fasilitas Puskesmas harus mengelola pendapatan mereka berdasarkan kapitasi tidak hanya untuk layanan kuratif dan rehabilitatif tetapi juga untuk layanan preventif dan promotif. Reformasi juga memperkenalkan, antara lain, prosedur, sistem rujukan berjenjang yang lebih ketat dan menetapkan standar penyakit non-spesialis yang harus dirawat di fasilitas PHC. Beberapa program kesehatan baru diluncurkan, seperti kunjungan rumah, skrining riwayat kesehatan, program penanganan penyakit, dan program rujukan balik. PT. Askes diganti namanya menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk Kesehatan, dan menjadi satu-satunya pembayar dalam JKN. BPJS Kesehatan mengevaluasi kinerja fasilitas Puskesmas dan pada awal tahun 2016 menerapkan sistem pay-for-performance (P4P) untuk fasilitas Puskesmas di ibu kota provinsi (Maharani et al., 2019).

 

Kesimpulan

����������� Pay-for-Performance adalah skema pembayaran yang memberikan penghargaan kepada dokter, rumah sakit, tenaga medis, dan penyedia layanan kesehatan lainnya karena telah memenuhi ukuran kinerja tertentu untuk kualitas dan efisiensi. �Program pay-for-performance yang berbeda telah diimplementasikan di berbagai negara di seluruh dunia. Banyak negara berupaya meningkatkan kualitas pelayanan melalui imbalan finansial berdasarkan pemenuhan indikator.

����������� Dampak dari penerapan pay-for-performance terhadap kualitas pelayanan kesehatan, berbeda-beda di setiap negara. Beberapa manfaat dari penerapan pay-for-performance adalah dapat merangsang peningkatan kualitas dalam perawatan klinis dan meningkatkan pengalaman pasien terhadap peran dokter umum dan sistem perawatan. P4P dapat meningkatkan proses dan hasil perawatan kardiovaskuler. Pemberian insentif dapat berpengaruh pada peningkatan kualitas kinerja pada praktek klinis. Pemberian insentif P4P dapat memenuhi ukuran kualitas perawatan hipertensi yang direkomendasikan oleh pedoman. Di Amerika Serikat, pemberian insentif P4P dapat meningkatkan kepatuhan dokter untuk memberikan obat hipertensi sesuai pedoman. Pemberian insentif juga dapat berdampak pada peningkatan kontrol tekanan darah pada pasien hipertensi

Jumlah dan bidang indikator yang sesuai sangat penting untuk mengembangkan sistem pay-for-performance yang efisien. Seluruh pencapaian skema pay-for-performance harus dievaluasi di tingkat nasional atau regional, sesuai dengan sistem perawatan kesehatan dan sumber daya yang tersedia dengan pemantauan terus menerus. Di negara berkembang, kinerja kesehatan diukur dengan indikator kualitas dan kuantitas. Indikator kualitas pada pemberian insentif keuangan dapat menjadi alat yang berguna untuk meningkatkan kualitas pelayanan primer.

 

BLILIOGRAFI

 

Bardach, N. S., Wang, J. J., De Leon, S. F., Shih, S. C., Boscardin, W. J., Goldman, L. E., & Dudley, R. A. (2013). Effect of pay-for-performance incentives on quality of care in small practices� with electronic health records: a randomized trial. JAMA, 310(10), 1051�1059. https://doi.org/10.1001/jama.2013.277353

 

Beals, B. (2012). Pay-for-performance. Journal of Hospital Librarianship, 2(3), 85�89. https://doi.org/10.1300/J186v02n03_10

 

BPJS Kesehatan. (2019). Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Kapitasi Berbasis Kinerja pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 7 Tahun 2019). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.

 

Chimhutu, V., Lindkvist, I., & Lange, S. (2014). When incentives work too well: locally implemented pay for performance (P4P) and adverse sanctions towards home birth in Tanzania - a qualitative study. BMC Health Services Research, 14, 23. https://doi.org/https://doi.org/10.1186/1472-6963-14-23

 

Das, A., Gopalan, S. S., & Chandramohan, D. (2016). Effect of pay for performance to improve quality of maternal and child care in low- and middle-income countries: A systematic review. BMC Public Health, 16(1), 1�11. https://doi.org/10.1186/s12889-016-2982-4

 

Fern�ndez Urrusuno, R., Montero Balosa, M. C., P�rez P�rez, P., & Pascual de la Pisa, B. (2013). Compliance with quality prescribing indicators in terms of their relationship to financial incentives. European Journal of Clinical Pharmacology, 69(10), 1845�1853. https://doi.org/https://doi.org/10.1007/s00228-013-1542-4

 

Fleetcroft, R., Steel, N., Cookson, R., Walker, S., & Howe, A. (2012). Incentive payments are not related to expected health gain in the pay for performance scheme for UK primary care: cross-sectional analysis. BMC Health Services Research, 12, 94. https://doi.org/https://doi.org/10.1186/1472-6963-12-94

 

Gill, P. J., O�Neill, B., Rose, P., Mant, D., & Harnden, A. (2014). Primary care quality indicators for children: Measuring quality in UK general practice. British Journal of General Practice, 64(629), e752�e757. https://doi.org/10.3399/bjgp14X682813

 

Grigoroglou, C., Munford, L., Webb, R. T., Kapur, N., Doran, T., Ashcroft, D. M., & Kontopantelis, E. (2018). Association between a national primary care pay-for-performance scheme and suicide rates in England: spatial cohort study. British Journal of Psychiatry, 213(4), 600�608. https://doi.org/10.1192/bjp.2018.143

 

Kirschner, K., Braspenning, J., Akkermans, R. P., Annelies Jacobs, J. E., & Grol, R. (2013). Assessment of a pay-for-performance program in primary care designed by target users. Family Practice, 30(2), 161�171. https://doi.org/10.1093/fampra/cms055

 

Kirschner, K., Braspenning, J., Jacobs, J. E. A., & Grol, R. (2012). Design choices made by target users for a pay-for-performance program in primary care: an action research approach. BMC Family Practice, 13, 25. https://doi.org/https://doi.org/10.1186/1471-2296-13-25

 

Kolozsv�ri, L. R., Orozco-Beltran, D., & Rurik, I. (2014). Do family physicians need more payment for working better? Financial incentives in primary care. Atencion Primaria, 46(5), 261�266. https://doi.org/10.1016/j.aprim.2013.12.014

 

Kontopantelis, E., Springate, D. A., Ashworth, M., Webb, R. T., Buchan, I. E., & Doran, T. (2015). Investigating the relationship between quality of primary care and premature mortality in England: a spatial whole-population study. BMJ : British Medical Journal (Online), 350. https://doi.org/https://doi.org/10.1136/bmj.h904

 

Maharani, C., Afief, D. F., Weber, D., Marx, M., & Loukanova, S. (2019). Primary care physicians� satisfaction after health care reform: a cross-sectional study from two cities in Central Java, Indonesia. BMC Health Services Research, 19. https://doi.org/https://doi.org/10.1186/s12913-019-4121-2

 

Minchin, M., Roland, M., Richardson, J., Rowark, S., & Guthrie, B. (2018). Quality of care in the United Kingdom after removal of financial incentives. New England Journal of Medicine, 379(10), 948�957. https://doi.org/10.1056/NEJMsa1801495

 

Petersen, L. A., Ramos, K. S., Pietz, K., & Woodard, L. D. (2017). Impact of a Pay-for-Performance Program on Care for Black Patients with� Hypertension: Important Answers in the Era of the Affordable Care Act. Health Services Research, 52(3), 1138�1155. https://doi.org/10.1111/1475-6773.12517

 

Petersen, L. A., Simpson, K., Pietz, K., Urech, T. H., Hysong, S. J., Profit, J., Conrad, D. A., Dudley, R. A., & Woodard, L. D. (2013). Effects of individual physician-level and practice-level financial incentives on� hypertension care: a randomized trial. JAMA, 310(10), 1042�1050. https://doi.org/10.1001/jama.2013.276303

 

Rudasingwa, M., & Uwizeye, M. R. (2017). Physicians� and nurses� attitudes towards performance-based financial incentives in Burundi: a qualitative study in the province of Gitega. Global Health Action, 10(1). https://doi.org/https://doi.org/10.1080/16549716.2017.1270813

 

Saint-Lary, O., Leroux, C., Dubourdieu, C., Fournier, C., & Fran�ois-Purssell, I. (2015). Patients� views on pay for performance in France: A qualitative study in primary care. British Journal of General Practice, 65(637), e552�e559. https://doi.org/10.3399/bjgp15X686149

 

 

Copyright holder:

Uswatun Khasanah, Mardiati Nadjib (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: