Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia� p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 11, November 2022

 

ANALISIS DAMPAK PROGRAM BANTUAN SOSIAL COVID-19 TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA: STUDI KASUS BELANJA BANTUAN SOSIAL DKI JAKARTA TAHUN 2021

 

Yustina Lita Sari, Riyanto

Magister Perencanaan Kebijakan Publik Universitas Indonesia

E-mail: [email protected]

 

Abstrak

Untuk memutus penyebaran Covid-19, pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat. Kebijakan tersebut membawa dampak ekonomi bagi masyarakat baik yang bekerja di sektor formal maupun informal. Pemberian bantuan sosial Covid-19 diberikan untuk memitigasi dampak tersebut. Selama pandemi Covid-19, terdapat peningkatan signifikan belanja bantuan sosial namun angka kemiskinan justru meningkat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar peranan bansos Covid-19 dalam mempertahankan taraf kesejahteraan keluarga. Data utama penelitian diperoleh melalui survei kepada keluarga. Analisis Difference-in-Difference (DID) digunakan untuk menilai pengaruh pemberian dan pencabutan bansos Covid-19 terhadap kesejahteraan keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian uang tunai sebesar Rp300 ribu sebanyak enam kali belum mampu mempertahankan taraf kesejahteraan keluarga yang menurun akibat pandemi Covid-19. Peningkatan nilai bantuan dan kombinasi bantuan dengan barang yang dibutuhkan masyarakat, efektif dalam meningkatkan kesejahteraan namun hal ini sangat dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga. Pencabutan bansos Covid-19 berupa uang ditambah barang signifikan menurunkan kesejahteraan karena perekonomian keluarga belum sepenuhnya pulih.

 

Kata kunci: bantuan sosial Covid-19; kesejahteraan keluarga; kesejahteraan anggota keluarga.

 

Abstract

Restrictions policy on community activities applied by DKI Jakarta Province to suppress social activities in order to suppress the spread of Covid-19. That policy has an economic impact on the community both working in the formal and informal sectors. In response, Covid-19 social assistance is provided to mitigate this impact. During the Covid-19 pandemic, there was a significant increase in social assistance spending on DKI Jakarta government budget, but the poverty rate actually increased. During the distribution of social assistance to the community, various problems can also arise. The purpose of this study was to find out how the Covid-19 social assistance effect in maintaining the level of family welfare and how the policy performance according to the perceptions of policy recipients. The main data of the study were obtained through a survey to families. DID analysis was used to assess the effect of giving and withdrawing Covid-19 social assistance on welfare. The results of the study indicate that giving cash of Rp300 thousand six times was able to maintain family welfare the level of family welfare which has decreased due to the Covid-19 pandemic. Increasing the value of aid and the combination of aid with goods needed by the community are effective in improving welfare, but this is greatly influenced by the number of family members. The withdrawal of the Covid-19 social assistance in the form of money and goods significantly reduces welfare because the family economy has not fully recovered.

 

Keywords: Covid-19 social assistance; family welfare; well-being of family members.�

 

Pendahuluan

Tahun 2020 Covid-19 telah menjadi pandemi dan menyebar di berbagai daerah di Indonesia. Untuk menanganinya, pemerintah menghimbau masyarakat untuk menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang kemudian menjadi Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dengan tujuan membatasi aktivitas masyarakat guna memutus rantai penyebaran Covid-19. Pembatasan aktivitas tersebut memberikan dampak bagi masyarakat baik yang bekerja di sektor formal maupun informal. Dampak pada sektor formal seperti pemotongan gaji, merumahkan karyawan, dan pemutusan hubungan kerja dengan tujuan efisiensi usaha (Ahmad et al., 2022). Pada sektor informal seperti tukang ojek, supir angkot, warung kelontong, pedagang keliling, dan lain sebagainya akan terkena imbas dari makin sepinya sekolah, kawasan perkantoran, pusat perbelanjaan, serta tempat keramaian yang lain.�

Kondisi tersebut sangat terasa di DKI Jakarta. Akibatnya, pengangguran meningkat. Gambar 1 menunjukkan bahwa selama pandemi Covid-19, tingkat pengangguran terbuka baik di DKI Jakarta maupun secara nasional meningkat dibanding tahun-tahun sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Peningkatan pengangguran terbuka di DKI Jakarta berada di atas tingkat rata-rata nasional yang dapat mengakibatkan penurunan tiba-tiba dari pendapatan dan konsumsi bagi masyarakat yang kehilangan pekerjaan atau yang tidak dapat bekerja akibat adanya PSBB dan PPKM (Muhyiddin, 2020). Jika pada Tahun 2018 dan 2019 pemerintah berhasil mengurangi jumlah masyarakat miskin, namun pada kedua tahun jumlah tersebut justru meningkat dimana DKI Jakarta menunjukkan peningkatan signifikan jumlah masyarakat miskin dibanding rata-rata nasional.

Gambar 1

Tingkat Pengangguran Terbuka� dan� Perubahan Jumlah Penduduk Miskin Terhadap Tahun 2017 di DKI Jakarta

 

 

 

 

 

 

Baldwin dan Mauro (2020) menerangkan hubungan antara upaya pengendalian Covid- 19 dengan akibat ekonomi dan langkah kebijakan fiskal untuk menanganinya. Makin ketat pengendalian Covid-19, makin besar akibat negatifnya bagi perekonomian. Dalam rangka menghindari meluasnya penyebaran Covid- 19, dibutuhkan kebijakan dengan mempraktikkan protokol kesehatan berbentuk physical distancing serta pembatasan sosial. Opsi kebijakan ini membawa konsekuensi pada pengurangan kegiatan warga serta bisnis secara signifikan. Output setelah itu terletak di dasar tekanan, mendesak ekonomi untuk terus melambat ke dalam resesi. Dalam .rangka menghindari resesi yang lebih dalam, pemerintah memberikan kebijakan stimulus. Prioritas kebijakan diberikan dalam rangka memitigasi akibat negatif terhadap kelompok warga rentan serta dunia usaha agar tidak menuju pada kebangkrutan. Selain itu, kebijakan stimulus juga diberikan supaya penurunan kesejahteraan yang dialami mayarakat tidak memunculkan akibat negatif di luar perekonomian berupa gejolak sosial ataupun gejolak politik.� Kebijakan fiskal dapat diarahkan untuk meningkatkan permintaan bagi mereka yang mengalami penurunan penghasilan dan kehilangan penghasilan. Jika orang yang menganggur masih memiliki kemampuan untuk mengkonsumsi, mereka akan mengaktifkan kembali sektor produksi dan pekerja akan memperoleh pendapatan dari industri yang telah menghidupkan kembali produksi.��

Penyediaan bantuan sosial (bansos) ke masyarakat menjadi salah satu upaya yang diambil pemerintah dalam memitigasi dampak ekonomi akibat Covid-19 sekaligus menjadi upaya pencegahan penularan Covid-19 agar masyarakat patuh membatasi aktivitasnya di luar rumah (Ginting et al., 2021). Berdasarkan Tabel 1, BST yang diberikan Pemda DKI Jakarta mengarah pada peningkatan jumlah cakupan penerima manfaat. Hal ini karena Pemda DKI Jakarta bukan satu-satunya yang memberikan bansos Covid-19 bagi warga DKI Jakarta. Tahun 2021, pemerintah pusat juga mengalokasikan BST kepada 750 ribu keluarga di DKI Jakarta senilai Rp300 ribu per bulan sebanyak enam kali. BST yang diberikan oleh Pemda DKI Jakarta melalui dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2021 diperuntukkan bagi warga yang belum menerima bantuan dari pemerintah pusat dengan nilai bantuan yang sama. Setelah itu, BST dihentikan karena dianggap oleh pemerintah sudah tidak ada situasi kedaruratan. Pada saat penyaluran BST Tahap 5 dan 6, Pemda DKI Jakarta juga memberikan bantuan berupa sembako berupa beras 10 Kg selama satu kali per keluarga.

 

Tabel 1

Sinergi Kebijakan Penyediaan Bansos Covid-19 oleh Pemerintah Pusat

dan Pemerintah DKI Jakarta dalam Rangka Mitigasi Dampak Covid-19

Tingkat Pemerintah

Tahun 2020

Tahun 2021

Pemerintah Pusat

Bansos Paket Sembako
Sasaran : 1,3 juta KPM di Jabodetabek
Durasi : 6 bulan

Bantuan Sosial Tunai (BST)
Sasaran : 750 ribu KPM
Durasi : 6 bulan
Nilai : Rp300rb/bln

Pemprov DKI Jakarta

 

Bansos Paket Sembako
Sasaran : 1,2 juta KPM
Durasi : 6 bulan

 

Bantuan Sosial Tunai (BST)
Sasaran : 1 juta KPM
Durasi : 6 bulan
Nilai : Rp300rb/bln

Sembako Beras 10kg
Sasaran : 1 juta KPM
Durasi : 1 bulan
Nilai : Rp300rb/bln

Sumber: TNP2K dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) DKI Jakarta

�

Penyediaan tambahan bansos tersebut menyebabkan pada Tahun 2020 dan 2021 terdapat peningkatan yang signifikan atas realisasi belanja bantuan sosial pada APBD DKI Jakarta sebagaimana disajikan pada Gambar 2. Namun, meskipun terdapat peningkatan yang signifikan atas realisasi belanja bansos pada APBD DKI Jakarta selama Tahun 2020 dan 2021, angka kemiskinan pada kedua tahun tersebut justru meningkat. Peningkatan angka kemiskinan di kedua tahun tersebut dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor pandemi Covid-19 yang menambah jumlah masyarakat yang jatuh dalam kemiskinan dan faktor lain berupa kemiskinan yang bersifat struktural yang terjadi sebelum pandemi Covid-19 (Pranizty & Septiani, 2021). Terdapat dua kemungkinan permasalahan bantuan sosial yang seolah tidak efektif mencegah orang jatuh miskin yaitu bantuan sosial belum merata atau nilai bantuan tidak mencukupi bagi masyarakat untuk meningkatkan konsumsi di atas Garis Kemiskinan.���

 

 

 

Gambar 2


Anggaran Bantuan Sosial dan Angka Kemiskinan DKI Jakarta 2016 s.d. 2021

Sumber: Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) DKI Jakarta dan BPS, diolah

Permasalahan tersebut perlu diidentifikasi lebih dalam untuk dianalisis lebih lanjut seberapa besar peranan bansos Covid-19 dalam mempertahankan taraf kesejahteraan masyarakat di masa pandemi Covid-19 dan apakah belanja yang telah direalisasikan tersebut efektif dalam mencapai tujuannya. Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada pemberian bansos Covid-19 berupa BST dan sembako dari APBD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2021 dengan membandingkan rata-rata kesejahteraan keluarga di Tahun 2019 terhadap kondisi kesejahteraan keluarga Tahun 2021 (saat kebijakan pemberian bansos Covid-19) dan Tahun 2022 (saat kebijakan dicabut) (Djamhari et al., 2022).

Perbedaan penelitian ini dibanding penelitian-penelitian sebelumnya adalah belum ada penelitian terkait yang meneliti terkait dampak pemberian dan pencabutan bansos Covid-19 berupa BST dan sembako terhadap kesejahteraan anggota keluarga khususnya yang menggunakan metode DID. Penelitian sebelumnya yang mengukur pengaruh pemberian bansos Covid-19 berupa BST dilakukan pada Tahun 2020 menggunakan metode berbeda, nilai total BST Tahun 2020 lebih tinggi, dan di wilayah berbeda sehingga diharapkan penelitian ini akan memberikan tambahan literatur terkait belanja bantuan sosial untuk penanganan dampak bencana Covid-19, khususnya di kota besar seperti Jakarta. Alasan mengambil tema ini karena terdapat penambahan anggaran untuk bansos Covid-19 yang cukup besar dari APBD Provinsi DKI Jakarta disamping anggaran bansos Covid-19 dari pemerintah pusat.� ��

 

Tinjauan Pustaka

Fungsi konsumsi menurut Keynes adalah fungsi yang menunjukkan hubungan besarnya konsumsi dengan pendapatan yang dinyatakan pada persamaan berikut: C = a + bY dengan keterangan C = konsumsi, a = konsumsi rumah tangga ketika pendapatan adalah nol, b marginal propensity to consume, dan Y0 = pendapatan disposabel.� Berdasarkan hal tersebut, besarnya konsumsi dipengaruhi oleh besaran pendapatan yang diperoleh dimana selalu terdapat pengeluaran atau konsumsi rumah tangga meskipun tidak memiliki pendapatan, dan tingkat konsumsi berada ada di bawah tingkat pendapatan disposabel.�

Konsumsi dapat menjadi indikator kemiskinan dimana mereka yang miskin adalah mereka yang dianggap kurang sejahtera hidupnya. Todaro dan Smith (2011) mendefinisikan kemiskinan selaku situasi kehidupan dimana beberapa masyarakat tidak bisa mendapatkan sumber daya yang cukup dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok� (basic needs) minimal sehingga mereka hidup di dasar tingkatan kebutuhan minimal. World Bank (2004) mendeskripsikan warga miskin merupakan mereka yang hidup dalam keluarga dimana kemampuan konsumsinya terletak di bawah garis tertentu ataupun di bawah tingkat yang diterapkan pada tiap - tiap negara.

Sementara itu, kesejahteraan suatu rumah tangga dapat diukur antara lain dari pengeluaran per kapitanya dimana hal ini memberikan petunjuk tentang daya beli aktual rumah tangga atau kemampuannya untuk memenuhi biaya kebutuhan hidup (Suryahadi et al., 2021). Suryahadi (2020) menuliskan bahwa susenas dalam mengumpulkan data yang berkaitan dengan indikator kesejahteraan rumah tangga menggunakan indikator seperti pengeluaran rumah tangga serta demografi dasar dan karakteristik lain dari rumah tangga dan anggotanya.

Peranan bansos Covid-19 dapat dijelaskan melalui kurva engel. Penurunan pendapatan keluarga dengan asumsi harga tetap akan menyebabkan jumlah barang yang diminta turun dan budget line bergeser secara paralel ke bawah serta utility curve terus turun seiring dengan penurunan kuantitas barang yang dapat dikonsumsi. Pemberian bantuan sosial akan memberikan tambahan pendapatan dan meningkatkan konsumsi sehingga akan menggeser kembali utility curve ke atas secara paralel.

 

Gambar 3

Efek Pendapatan dan Turunan dari Kurva Engel

Sumber: enotesworld.co-income effect and derivation of the engel curve.

 

Rook J. dan M. Czos (2014) dalam penelitiannya berjudul The development of social assistance in Indonesia dikutip dari TNP2K (National Team for the Acceleration of Poverty Reduction) menunjukkan alur pikir bagaimana bantuan sosial menjadi alat untuk penanggulangan kemiskinan. Bantuan sosial yang diterima masyarakat miskin akan meningkatkan daya beli masyarakat sehingga menghindarkan risiko bagi mereka jatuh ke jurang kemiskinan. Di sisi lain, daya beli yang meningkat akan menciptakan multiplier effect yang mendorong peningkatan permintaan domestik dan peningkatan permintaan� agregat akan mendorong peningkatan kesempatan kerja dan peningkatan kesempatan kerja akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi� yang meningkat akan menurunkan� tingkat kemiskinan.�

Penelitian terdahulu terkait pengaruh pemberian bantuan sosial terhadap kesejahteraan adalah sebagai berikut.��

 

Tabel 2

Penelitian Terdahulu terkait Pemberian Bantuan Sosial Terhadap Kesejahteraan

No

Judul Article

Metode

Hasil

1

Pengaruh Bantuan Sosial Tunai terhadap� Konsumsi Rumah Tangga di Pusat Kota dan Pinggir Kota Palembang� (Fitriana et al., 2021).

Menggunakan data primer dengan sampel sebanyak 84 responden dengan uji t pada perbedaan rata-rata sampel berpasangan.��

Rata-rata konsumsi rumah tangga meningkat setelah menerima bantuan atau terjadi kenaikan sebesar Rp330.000 (24%).�

2

Of safety nets� and safety ropes?� An evaluation of� Indonesia�s compensatory�� unconditional cash transfer program, 2005-2006 (Bazzi et al., 2010)

Menggunakan data susenas 2005, 2006, 2007 yang diuji dengan metode DID

matching/pencocokan dan reweighting/ pembobotan ulang.

Penerima BLT menunjukkan penurunan pertumbuhan pengeluaran dibanding yang bukan penerima BLT karena nilainya tidak mencukupi kebutuhan.

3

Bantuan Langsung Tunai dan� Konsumsi Kesehatan Rumah Tangga di Provinsi Jawa� Tengah (Subanti et al., 2016)

Menggunakan data susenas Bulan Februari 2008 dan Februari 2009

 

Bantuan langsung tunai����� menurunkan��� konsumsi��� kesehatan���� rumah��� tangga��� bagi��� penerima��� bantuan dibandingkan dengan bukan penerima bantuan dimana peneliti kemudian menyimpulkan bahwa penurunan konsumsi kesehatan rumah tangga akan dialokasikan� untuk� memenuhi kebutuhan� dasar rumah tangga� seperti pangan.

4

The impact� of the Bolsa Alimenta��o Program on food consumption. In annual� meetings of the International� Association of Agricultural Economists (Olinto et al., 2003)

Menggunakan data priemer melalui survey kepada rumah tangga penerima dan bukan penerima menggunakan metode OLS.

Program memberikan dampak positif dan signifikan terhadap konsumsi makanan rumah tangga sebesar 0,3%.

5

Social Assistance� and the Challenges� of Poverty and Inequality� inAzerbaijan (Habibov & Fan, 2006)

Menggunakan hasil survey dari Azerbaijan Household Budget Survey (AHBS)

Pemberian bantuan sosial belum cukup mampu mengentaskan kemiskinan� dan mengurangi ketimpangan pada sebuah negara berpenghasilan rendah� dimana hal ini� disebabkan karena� nilai manfaat� yang diterima sangatlah� kecil dan masyarakat� miskin hanya menerima sebagian� kecil dari manfaat bantuan� sosial tersebut

6

The Poverty Reduction� Capacity� of Private� and Public Transfer in� Transition (Verme, 2010)

Menggunakan regresi data panel.

Bantuan sosial meningkatkan kesejahteraan namun bantuan sosial hanya memiliki pengaruh kecil dalam melindungi orang-orang miskin dari kemiskinan.

�

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian Difference-In-Differences (DID). Untuk melihat pengaruh kebijakan bansos Covid-19, kita dapat membandingkan konsumsi antara keluarga miskin penerima program dengan keluarga miskin yang tidak menerima bantuan dengan melihat status konsumsi sebelum dan sesudah program bansos Covid-19 dilaksanakan. Kerangka analisis yang lebih tepat digunakan untuk menganalisis perbandingan tersebut dalam rangka melihat pengaruh kebijakan BST dan sembako adalah kerangka analisis DID. Analisis DID bertujuan untuk mengetahui nilai β3 dimana jika menggunakan metode regresi linier berganda dengan data panel akan memberikan hasil bahwa pemberian bansos menurunkan kesejahteraan dan pencabutan bansos meningkatkan kesejahteraan. Sementara itu, jika menggunakan metode propensity score matching (PSM) akan memberikan hasil yang terlalu besar (sebesar perbedaan kelompok treatment dan kontrol pada tahun intervensi) karena ada bias waktu yang tidak terobservasi.� ���

 

 

Gambar 3

Grafik DID

 

Dengan mengacu ke teori konsumsi yang mengatakan bahwa konsumsi dipengaruhi oleh pendapatan, maka dalam konteks bantuan sosial, keluarga miskin penerima program bantuan sosial akan memperoleh tambahan pendapatan dari bantuan sosial disamping pendapatan dari bekerja dan sumber lain. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan keluarga miskin lain yang tidak menerima bantuan, maka pendapatan keluarga miskin yang menerima bantuan sosial akan lebih tinggi daripada keluarga miskin yang tidak menerima bantuan. Karena pendapatan keluarga miskin yang menerima bantuan menjadi lebih tinggi, maka konsumsinya seharusnya lebih besar daripada yang tidak menerima bantuan.��

Dalam analisis terkait pengaruh kebijakan pemberian dan pencabutan bansos Covid-19, penelitian ini melakukan analisis menggunakan dependen variabel konsumsi per kapita karena konsumsi pada tingkat anggota keluarga. Hal ini karena bantuan diberikan oleh pemerintah pada tingkat keluarga dimana nilai bantuan untuk setiap keluarga adalah sama namun, jumlah orang yang mengkonsumsi bantuan tersebut tidak sama tiap keluarga. Akibatnya, bagi keluarga yang jumlah anggota rumah tangganya sedikit, konsumsi per kapitanya akan naik lebih besar dibanding rumah tangga yang anggota keluarganya lebih banyak. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisisnya menggunakan variabel dependen konsumsi per kapita.

Untuk memperkuat analisis, jika variabel interaksi signifikan berpengaruh, penelitian ini menambahkan pengujian menggunakan variabel dependen konsumsi keluarga. Tujuannya adalah untuk menunjukkan pengaruh bansos yang bersih dari pengaruh banyaknya anggota rumah tangga. Hal ini karena secara teori, konsumsi keluarga juga sangat dipengaruhi jumlah anggota rumah tangga. Oleh karena itu variabel anggota rumah tangga kemudian dimasukkan sebagai variabel kontrol di dalam model yang menggunakan variabel dependen konsumsi keluarga.�

Dalam penelitian-penelitian sebelumnya terkait seberapa besar pengaruh nilai bantuan yang diterima terhadap konsumsi menunjukkan bahwa tidak serta merta nilai bantuan yang diterima menjadi nilai pada variabel konsumsi karena terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan seseorang untuk mengkonsumsi. Faktor lain yang dapat mempengaruhi seperti: (1) apakah nilai bantuan mencukupi bagi anggota keluarga. Jika nilai bantuan tidak sebanding dengan jumlah anggota keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar, maka keluarga cenderung kurang mengandalkan bantuan yang diterima dan akan mencari sumber pendapatan lain di luar bantuan sosial sehingga menyebabkan bantuan sosial tersebut hanya memiliki pengaruh kecil terhadap rata-rata konsumsi; (2) pengaruh karakteristik keluarga dapat menyebabkan perbedaan pola konsumsi yang perlu dilakukan kontrol dalam model.� �

Selain itu, terdapat faktor lain yang tidak terobservasi dalam penelitian ini yang masuk dalam error term pada model empiris DID seperti: (1) Faktor perilaku keluarga. Bantuan senilai tertentu bagi keluarga yang berprinsip hemat atau keluarga dengan kesejahteraan rendah, akan membagi uang tersebut pada beberapa bulan konsumsi sehingga pengaruh bantuan secara rata-rata akan kecil. Namun, bagi keluarga dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik, dapat menghabiskan bantuan yang diterima tersebut hanya dalam waktu kurang dari satu bulan sehingga pengaruh bantuan terhadap rata-rata konsumsi bulanan menjadi hampir tidak ada; (2) Perkiraan tentang masa depan. Pada saat diterapkan pembatasan aktivitas yang ketat selama beberapa bulan, penghasilan menurun atau bahkan tidak ada serta tidak adanya informasi bahwa bantuan sosial akan terus diberikan, hal ini membawa konsekuensi pada perkiraan keluarga tentang masa depan. Keluarga akan menghemat bantuan uang yang diterima sehingga menyebabkan pengaruh bantuan akan kecil bagi rata-rata konsumsi; (3) faktor apakah bantuan tersebut tepat waktu diterima. Konsumsi dasar rumah tangga tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, jika bantuan tersebut tidak tepat waktu diterima maka keluarga akan cenderung kurang mengandalkan bantuan yang diterima dan mencari sumber pendapatan lain di luar bantuan sosial.

Berdasarkan kerangka pemikirian tersebut, maka model empiris untuk analisis DID yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:��

Model DID I pada kesejahteraan tiap-tiap anggota keluarga:�

konsumsi_perkapita_bst = β0 + β1S + β2T + β3 (S*T) + β4 pendidikan_kepala_keluarga +

β5 usia_kepala_keluarga + β6 status_pernikahan + β7 pendapatan_bekerja_perkapita + ε

( 1 )

konsumsi_perkapita_bstsembako = β0 + β1S + β2T + β3 (S*T) + β4 pendidikan_kepala_keluarga + β5 usia_kepala_keluarga + β6 status_pernikahan + β7 pendapatan_bekerja_perkapita + ε

( 2 )

 

Model DID II pada kesejahteraan keluarga:��

konsumsi_keluarga = β0 + β1S + β2T + β3 (S*T) + β4 pendidikan_kepala_keluarga + β5 usia_kepala_keluarga + β6 status_pernikahan + β7 pendapatan_bekerja_keluarga + β7 ART� +� ε

( 3 )

dimana:�������

Variabel Dependen

konsumsi_perkapita_bst

Variabel dependen kesejahteraan per kapita yang diukur dengan tingkat rata-rata pengeluaran rumah tangga per bulan dibagi jumlah anggota keluarga jika menerima BST saja.�

konsumsi_perkapita_bst

sembako

Variabel dependen kesejahteraan per kapita yang diukur dengan tingkat rata-rata pengeluaran rumah tangga per bulan dibagi jumlah anggota keluarga bagi keluarga jika menerima tambahan bantuan berupa sembako (BST + sembako).

konsumsi_

keluarga

Variabel dependent kesejahteraan keluarga yang diukur dengan tingkat rata-rata pengeluaran rumah tangga per bulan.����

Dummy Waktu dan Kebijakan

S

S adalah variable dummy kelompok treatment dan kelompok kontrol

S = 1, jika sampel merupakan kelompok treatment yang mendapatkan bantuan sosial Covid-19

S = 0, jika sampel merupakan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan bantuan sosial Covid-19

T

T adalah variable dummy waktu

T = 1, jika setelah kebijakan

T = 0, jika sebelum kebijakan

Tahun 2019 diberi nilai 0, Tahun 2021 diberi nilai 1, dan Tahun 2022 diberi nilai 0

Variabel Kontrol

ART

Nilai nominal berdasarkan jumlah anggota keluarga.

pendidikan_kepala_keluarga

Skala ordinal, 1 jika tidak sekolah; 2 jika tamat SD; 3 jika tamat SMP; 4 jika tamat SMA/SMK; 5 jika tamat perguruan tinggi.

usia_kepala_

keluarga

Nilai nominal berdasarkan usia kepala keluarga.

status_pernikahan

Variabel dummy, 1 jika menikah, 0 jika lainnya (cerai mati, cerai hidup, belum menikah).��

pendapatan_

bekerja_perkapita

Nilai nominal pendapatan keluarga per bulan dari bekerja dibagi jumlah anggota keluarga.�

pendapatan_bekerja_keluarga

Nilai nominal pendapatan keluarga per bulan dari bekerja.��

 

Kriteria pengambilan keputusan:

β3 0� (treatment berpengaruh) �dan β3 = 0 (treatment tidak berpengaruh), dengan signifikansi: p-value < 0,05 maka tolak H0 dan p-value > 0,05 maka jangan tolak H0.

Sumber dan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara survei dan analisis dokumen.� Survei dilaksanakan selama 15 April s.d. 2 Mei 2022 menggunakan kuesioner yang diberikan secara door to door kepada keluarga penerima dan bukan penerima manfaat program. Penelitian ini juga menggunakan analisis dokumen yang dilakukan sebelum pelaksanaan survei dalam rangka menentukan sampel responden yang sesuai dengan target kebijakan. Data untuk analisis dokumen berasal dari data Dinas Sosial DKI Jakarta berupa data penerima bansos Covid-19 Tahun 2021 dan data terpadu� kesejahteraan� sosial (DTKS) DKI Jakarta,� serta data dari Kementerian Sosial berupa data penerima bansos pusat.�

Populasi dalam penelitian ini adalah KPM program bansos Covid-19 yang bersumber dari APBD DKI Jakarta TA 2021 dan keluarga yang masuk DTKS namun tidak menerima bantuan apapun terkait penanganan pandemi Covid-19. Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 158 keluarga pada kelompok treatment yang menerima bansos Covid-19 dan 158 keluarga pada kelompok kontrol yang tidak menerima bansos Covid-19 pada 15 kelurahan yang ada di lima wilayah kota administrasi di DKI Jakarta. ��

 

Hasil dan Pembahasan��

A.  Analisis Deskriptif��

Tabel 3 menjelaskan bahwa pada kelompok treatment maupun kelompok kontrol, terdapat penurunan rata-rata pendapatan keluarga pada Tahun 2021 dibandingkan Tahun 2019 sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Hal ini diikuti oleh penurunan tingkat konsumsi dimana rata-rata konsumsi keluarga pada kedua kelompok pada Tahun 2021 lebih rendah dibanding Tahun 2019. Sementara itu, pada Tahun 2022, rata-rata pendapatan dan konsumsi keluarga pada kedua kelompok telah naik atau mengalami perbaikan jika dibandingkan Tahun 2021 meskipun belum sebaik Tahun 2019.��

 

Tabel 3

Statistik Deskriptif Rata-Rata Konsumsi dan Pendapatan Perkapita Keluarga

Keterangan

Pendapatan perkapita

Konsumsi perkapita

Tahun 2019

Tahun 2021

Tahun 2022

Tahun 2019

Tahun 2021

Tahun 2022

A

Kelompok Kontrol

 

 

 

 

 

 

Mean

691.740

565.121

665.341

�� 588.650

�� 556.988

619.482

 

Std. Dev.

428.177

��� 490.077

��� 503.890

��� 468.001

��� 480.802

477.115

 

Min

��� 40.000

��������������� -

����� 28.571

����� 40.000

����� 30.000

����� 30.000

 

Max

4.200.000

4.200.000

�4.200.000

�4.000.000

�4.000.000

�4.200.000

B

Kelompok Treatment

 

 

 

 

 

 

Mean

�� 831.762

��� 634.016

��� 779.215

��� 690.134

�� 621.451/ 665.648

��� 700.813

 

Std. Dev.

�� 520.789

��� 479.331

��� 520.171

��� 428.177

� 428.418

406.035

 

Min

62.500

-

62.500

62.500

77.500

62.500

 

Max

4.000.000

3.000.000

4.000.000

3.000.000

3.120.000

2.500.000

Sumber: hasil penelitian, diolah.

 

Tabel 3 juga menunjukkan bahwa pendapatan dan konsumsi per kapita Tahun 2021, baik kelompok treatment maupun kelompok kontrol, masih berada di bawah rata-rata Garis Kemiskinan DKI Jakarta Tahun 2021 (Rp706.345,-) dengan pendapatan per kapita terendah adalah sebesar Rp0,- untuk kedua kelompok dan konsumsi per kapita terendah adalah sebesar Rp77.500,- pada kelompok treatment dan sebesar Rp30.000,- pada kelompok kontrol. Meskipun begitu, pada Tahun 2021, masih terdapat keluarga pada kelompok treatment yang memiliki pendapatan dan konsumsi per kapita tertinggi sebesar Rp3.000.000,- dan sebesar Rp3.120.000,-.�

B.   Hasil Analisis Kebijakan Pemberian Bansos Covid-19 terhadap Kesejahteraan

Hasil analisis kebijakan pemberian bansos Covid-19 sebagaimana disajikan pada Tabel 4 adalah sebagai berikut.���

 

Tabel 4

Hasil Analisis DID Pengaruh Pemberian Bansos Covid-19

 

 

 

Variabel

Spesifikasi A

Pemberian BST dengan

Dependent Variabel: Konsumsi per kapita

Spesifikasi B

Pemberian BST + Sembako dengan

Dependent Variabel: Konsumsi per kapita

Spesifikasi C

Pemberian BST + Sembako dengan

Dependent Variabel: Total Konsumsi Keluarga

(ART sebagai Variabel Kontrol)

S

β1 (Treatment)

-17574.86

(0.466)

-17498.46

(0.468)

-14100.5

(0.836)

T

β2 (Waktu)

70187.42

(0.002)

70732.43

(0.001)

213689.7

(0.002)

S*T

β3 (Interaksi Treatment dan Waktu)

20191.6

(0.528)

64694.86

(0.045)**

126823.7

(0.172)

Variabel Kontrol:

 

 

 

β4

pendidikan_kepala_keluarga

8549.842

(0.289)

7970.438

(0.328)

33528.02

(0.176)

β5

usia_kepala_keluarga

-236.6751

(0.715)

-215.6734

(0.743)

-1247.921

(0.489)

β6

status_pernikahan

58819.33

(0.011)**

51765.84

(0.026)**

205629.2

(0.001)***

β7

pendapatan_bekerja

.8043767

(0.000)***

.8086811 (0.000)***

.7465052

(0.000)***

β8

ART

 

 

39692.77

(0.029)**

Const.

-29614.82 (0.570)

-26251.03

(0.618)

-114667.1

(0.433)

Obs.

632

632

632

R-squared

0.8021

0.8020

0.7143

Sumber: hasil penelitian, diolah

 

1.    Pada spesifikasi A atas pemberian BST saja, hasil pada variabel interaksi menunjukkan bahwa pemberian BST tidak signifikan berpengaruh terhadap perbedaan peningkatan kesejahteraan atau konsumsi antara keluarga penerima dan bukan penerima pada sebelum pandemi dan saat pandemi Covid-19. Pemberian BST hanya meningkatkan konsumsi sebesar Rp20.191,60 per kapita bagi keluarga penerima manfaat. Hal ini karena BST senilai Rp300 ribu sebanyak enam kali dengan total Rp1,8 juta harus dibagi untuk beberapa bulan. Pemberian BST berpengaruh kecil pada rata-rata konsumsi keluarga yang menunjukkan uang BST yang diterima kurang dapat diandalkan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi seluruh anggota keluarga sehingga keluarga akan mengandalkan pendapatan dari sumber lain selain BST dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya. Penyebab yang dapat melatarbelakangi perilaku tersebut yaitu:�

a.     BST tidak dapat diandalkan penerimaannya karena berdasarkan tanggal pencairan BST ke rekening koran Dinas Sosial menunjukkan bahwa BST tidak diterima rutin pada tanggal tertentu oleh keluarga sementara konsumsi dasar keluarga tidak dapat ditunda. Tabel di bawah menunjukkan bahwa tanggal pencairan BST tidak rutin dilakukan tiap bulan pada tanggal tertentu.

 

Tabel 5

Tanggal Pencairan BST

No

Tanggal Pencairan BST

�Nilai Pencairan BST

1

01/11/2021 16:40:06

316.564.800.000

2

03/12/2021 10:22:32

312.571.500.000

3

03/26/2021 14:46:30

312.571.500.000

4

04/19/2021 13:36:29

312.571.500.000

5

07/12/2021 14:29:00

604.427.400.000

Sumber: Dokumen pencairan BST (SP2D), diolah

 

b.    Faktor nilai BST. BST diberikan sebesar Rp300 ribu selama enam kali dengan total Rp1,8 juta untuk tiap keluarga sehingga secara rata-rata per keluarga hanya mempunyai Rp150 ribu per bulan uang BST untuk digunakan. Selain itu, jika jumlah anggota keluarga banyak, maka nilai BST yang dapat dikonsumsi per kapita akan menjadi lebih kecil lagi.� Berdasarkan hal tersebut maka keluarga menjadi kurang mengandalkan pendapatan dari BST namun akan mengandalkan pendapatan dari sumber lain seperti pendapatan dari bekerja sehingga rata-rata konsumsi keluarga, meskipun menerima BST, dapat berada di bawah rata-rata pendapatan keluarga dari bekerja. Oleh karena itu, anggota keluarga akan cenderung untuk memikirkan cara bagaimana agar pendapatan keluarga dari bekerja tetap dapat memenuhi kebutuhan keluarga di saat adanya pembatasan aktivitas akibat diterapkannya PPKM mikro, PPKM darurat, dan PPKM Level 4.�������

c.     Faktor perilaku keluarga. Total nilai BST yang diterima sebesar Rp1,8 juta per KPM tersebut, konsumsinya akan dibagi untuk beberapa bulan bagi keluarga yang berprinsip hemat atau keluarga dengan tingkat kesejahteraan rendah sehingga pengaruh BST terhadap rata-rata konsumsi akan kecil atau konsumsinya akan dihabiskan dalam satu bulan bagi keluarga dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik sehingga pengaruh BST terhadap rata-rata konsumsi bulanan hampir tidak ada. Hal tersebut menyebabkan pengaruh BST akan kecil dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga.��

d.    Faktor perkiraan keluarga akan masa depan. Pada saat diterapkan PSBB, PPKM Mikro, PPKM Darurat, dan dilanjut PPKM Level 4 selama Bulan Januari s.d. Agustus 2021, saat penghasilan menurun atau bahkan tidak ada serta tidak adanya informasi bahwa bantuan sosial akan terus diberikan maka hal ini membawa konsekuensi pada perkiraan keluarga tentang masa depan. Keluarga akan menghemat BST yang diterima sehingga menyebabkan pengaruh bantuan akan kecil bagi rata-rata konsumsi.���

2.    Pada spesifikasi B, jika pemerintah menambahkan BST dengan Sembako, variabel interaksi menunjukkan pengaruh yang signifikan pada konsumsi anggota rumah tangga atau konsumsi per kapita pada tingkat signifikansi 5% dengan memberikan pengaruh sebesar Rp64.694,86 per kapita.

3.    Namun, pada spesifikasi C atas pemberian BST ditambah Sembako, variabel interaksi menjadi tidak signifikan berpengaruh terhadap perbedaan konsumsi keluarga penerima bantuan dibanding bukan penerima bantuan dengan variabel ART atau jumlah anggota keluarga signifikan. Peningkatan konsumsi atas adanya BST + Sembako hanya sebesar Rp126.823,70. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan nilai bantuan berpengaruh dalam peningkatan kesejahteraan anggota keluarga namun hal ini tidak cukup besar pengaruhnya bagi keluarga karena ternyata hal yang sangat berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan atau peningkatan konsumsi adalah jumlah anggota rumah tangga bukan BST + Sembako. Oleh karena itu, dalam pemberian bantuan bagi keluarga, adalah sangat penting untuk mempertimbangkan jumlah anggota keluarga karena nilai bantuan yang meningkat tidak akan membantu jika jumlah anggota rumah tangganya banyak yang menyebabkan bantuan yang dikonsumsi per orang menjadi sedikit atau nilai bantuan tidak sebanding dalam memenuhi konsumsi seluruh anggota rumah tangga karena .

4.    Pada spesifikasi A dan B, jika BST ditambah sembako menunjukkan bahwa peningkatan koefisien variabel konsumsi meningkat lebih tinggi sebesar Rp44.503,26 (Rp64.694,86 - Rp20.191,60) atas pemberian sembako sebanyak 10kg atau Rp120.000,- dibanding atas pemberian uang tunai BST sebanyak Rp300.000,-. Hal ini juga membuktikan bahwa pemberian bantuan berupa kebutuhan pokok makanan di masa pembatasan kegiatan masyarakat yang pada saat itu belum diketahui kapan berakhirnya pandemi Covid-19, akan sangat efektif dalam meningkatkan konsumsi anggota keluarga karena langsung berpengaruh ke konsumsi dan dapat langsung dimanfaatkan oleh keluarga.��

5.    Sementara itu, kepala keluarga yang berstatus menikah dan pendapatan dari bekerja berpengaruh signifikan terhadap peningkatan konsumsi keluarga.��

Hal ini sejalan dengan temuan Habibov, N., & Fan, L. (2006) bahwa pemberian bantuan sosial belum cukup mampu mengentaskan kemiskinan pada negara berpenghasilan rendah dimana hal ini disebabkan karena nilai manfaat yang diterima sangatlah kecil, sejalan dengan temuan Dewi (2021) bahwa pemberian bantuan langsung tunai berdampak positif namun belum mampu meningkatkan konsumsi masyarakat yang disebabkan karena efek peningkatan harga adalah lebih tinggi dibandingkan efek nilai bantuan.

C.  Hasil Analisis Kebijakan Pencabutan Bansos Covid-19 terhadap Kesejahteraan

Hasil analisis kebijakan pencabutan bansos Covid-19 sebagaimana disajikan pada Tabel 6 adalah sebagai berikut.� ������

 

Tabel 6

Hasil Analisis DID Pengaruh Pencabutan Bansos Covid-19 Tahun 2021 dan Tahun 2022 pada Level Individu dan Keluarga

 

 

 

Variabel

Spesifikasi A

Pemberian BST dengan

Dependent Variabel: Konsumsi per kapita

Spesifikasi B

Pemberian BST + Sembako dengan

Dependent Variabel: Konsumsi per kapita

Spesifikasi C

Pemberian BST + Sembako dengan

Dependent Variabel: Total Konsumsi Keluarga

(ART sebagai Variabel Kontrol)

S

β1 (Treatment)

-16875.09

(0.442)

-16691.89

(0.447)

-45615.09

(0.457)

T

β2 (Waktu)

18435.12

(0.386)

18895.5

(0.374)

22315.62

(0.734)

S*T

β3 (Interaksi Treatment dan Waktu)

19452.14

(0.524)

63855.87 (0.038)**

165861.2

(0.060)*

Variabel Kontrol:

 

 

 

β4

pendidikan_kepala_keluarga

8384.31

(0.281)

7754.515

(0.323)

41242.21

(0.086)

β5

usia_kepala_keluarga

-131.2955

(0.834)

-104.7366

(0.869)

-67.19371

(0.968)

β6

status_pernikahan

59806.59

(0.005)**

52663.29

(0.015)**

210202.1

(0.000)***

β7

pendapatan_bekerja

.8075081

(0.000)***

.8121019 (0.000)***

.7722045

(0.000)***

β8

ART

 

 

59989.09

(0.000)**

Const.

15489.12

�(0.743)

18757.11

(0.694)

-125979

(0.349)

Obs.

632

632

632

R-squared

0.8192

0.8186

0.7609

�Sumber: hasil penelitian, diolah

�

1.    Pada spesifikasi A, atas pencabutan kebijakan pemberian BST menunjukkan bahwa pencabutan BST tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan kesejahteraan. Hal ini sesuai dengan hasil sebelumnya bahwa pemberian BST juga tidak signifikan berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi sehingga atas pencabutannya pun juga tidak berpengaruh. Meskipun begitu, terdapat penurunan tingkat kesejahteraan dimana pencabutan BST menyebabkan penurunan kesejahteraan sebesar Rp19.452,14 per kapita.��

2.    Pada spesifikasi B, atas pencabutan kebijakan pemberian BST + Sembako menunjukkan bahwa pencabutan BST + Sembako berpengaruh signifikan terhadap penurunan konsumsi per kapita sebesar Rp63.855,87. Pencabutan BST + Sembako berpengaruh signifikan terhadap penurunan kesejahteraan karena rata-rata kondisi perekonomian keluarga belum sepenuhnya pulih pada Tahun 2022 yang ditunjukkan dengan rata-rata pendapatan dan konsumsi di Tahun 2022 masih belum sebaik di Tahun 2019.�

3.    Pada spesifikasi C dengan variabel ART menjadi variabel kontrol yang terpisah dengan konsumsi, pencabutan kebijakan pemberian BST + Sembako juga signifikan menurunkan kesejahteraan sebesar Rp165.861,20. Variabel ART atau jumlah anggota rumah tangga juga tetap signifikan berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga pada saat terjadi pencabutan bansos Covid-19 dimana jumlah anggota rumah tangga berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan sebesar Rp59.989,08 pada saat pencabutan bansos Covid-19 dilakukan.�� ���

 

Kesimpulan

Hasil analisis DID atas pemberian bansos Covid-19 menunjukkan bahwa�� Pemberian bansos Covid-19 berupa BST mampu meningkatkan kesejahteraan anggota keluarga namun pengaruhnya tidak cukup signifikan berbeda bagi keluarga yang menerima dibanding yang tidak menerima BST pada sebelum dan saat pandemi Covid-19. Peningkatan nilai bantuan dan kombinasi bantuan dengan barang yang sangat dibutuhkan keluarga, efektif dalam meningkatkan kesejahteraan namun hal ini sangat dipengaruhi oleh jumlah anggota rumah tangga. �Pemberian bantuan berupa barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan keluarga di masa pembatasan aktivitas akibat pandemi Covid-19 mampu meningkatkan koefisien variabel konsumsi yang lebih tinggi dibanding pemberian bantuan berupa uang tunai.� Hal ini karena bantuan tersebut dapat langsung dikonsumsi oleh keluarga. Hasil analisis DID atas pemberian bansos Covid-19 menunjukkan bahwa Pencabutan bansos Covid-19 berupa BST menurunkan kesejahteraan namun pengaruhnya terhadap kesejahteraan tidak cukup berbeda antara keluarga yang menerima dibanding yang tidak menerima BST pada sebelum dan saat pandemi Covid-19. Sementara itu, pencabutan BST + Sembako berpengaruh terhadap penurunan kesejahteraan keluarga penerima. Hal ini karena rata-rata kondisi perekonomian keluarga belum sepenuhnya pulih pada Tahun 2022.��� �

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Ahmad, A., Herison, R., Mane, A., Syamsuddin, I., & Karim, A. (2022). Wisata Desa Sapana dalam Peningkatan Ekonomi di Desa Bonto Salama Kabupaten Sinjai. Celebes Journal of Community Services, 1(1), 14�21.

 

Baldwin, R., & Di Mauro, B. W. (2020). Economics in the time of COVID-19: A new eBook. VOX CEPR Policy Portal, 2(3).

 

Bazzi, S., Sumarto, S., & Suryahadi, A. (2010). Of safety nets and safety ropes? An evaluation of Indonesia�s compensatory unconditional cash transfer program, 2005-2006.

 

Brych, M., & Rogosz, M. (2014). Zasoby i wydobycie kopalin skalnych w Świętokrzyskiem w latach 2009-2013 wraz z prognozami zapotrzebowania. Mining Science, 21(1), 17�26.

 

Dewi, R., & Andrianus, H. F. (2021). Analisis pengaruh kebijakan bantuan langsung tunai (BLT) terhadap kemiskinan di indonesia periode 2005-2015. Menara Ilmu, 15(2).

 

Djamhari, E. A., Layyinah, A., Mardhiyyah, M., & Wibowo, E. B. (2022). Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa/Kelurahan (Persepsi dan Partisipasi Masyarakat).

 

Fitriana, I., Azwardi, A., & Yulianita, A. (2021). Pengaruh Bantuan Sosial Tunai (BST) Terhadap Konsumsi Rumah Tangga di Pusat Kota dan Pinggir Kota Palembang. Sriwijaya University.

 

Ginting, A. M., Budiyanti, E., SE, M., Iwan Hermawan, S. P., Rafika Sari, S. E., SE, M., Rasbin, S., SE, M., Permana, S. H., & SE, M. (2021). Telisik Daya Tahan Usaha dan Masyarakat di Tengah Pandemi Covid-19. Publica Indonesia Utama.

 

Habibov, N., & Fan, L. (2006). Social assistance and the challenges of poverty and inequality in Azerbaijan, a low-income country in transition. J. Soc. & Soc. Welfare, 33, 203.

 

Muhyiddin, M. (2020). Covid-19, new normal, dan Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Jurnal Perencanaan Pembangunan: The Indonesian Journal of Development Planning, 4(2), 240�252.

 

Olinto, P., Flores, R., Morris, S., & Veiga, A. (2003). The impact of the Bolsa Alimenta��o Program on food consumption. Annual Meetings of the International Association of Agricultural Economists.

 

Organization, I. L., OECD, Bank, T. W., Europe, T. U. N. E. C. for, Communities, S. O. of the E., & Luxembourg. (2004). Consumer price index manual: Theory and practice. International Labour Organization.

 

Pranizty, T. P. I., & Septiani, Y. (2021). Determinasi Tingkat Kemiskinan Provinsi Indonesia 2016-2020. EKOMBIS: JURNAL FAKULTAS EKONOMI, 7(2), 119�132.

 

Smith, P. K., Shernan, S. K., Chen, J. C., Carrier, M., Verrier, E. D., Adams, P. X., Todaro, T. G., Muhlbaier, L. H., Levy, J. H., & Investigators, P.-C. I. I. (2011). Effects of C5 complement inhibitor pexelizumab on outcome in high-risk coronary artery bypass grafting: combined results from the PRIMO-CABG I and II trials. The Journal of Thoracic and Cardiovascular Surgery, 142(1), 89�98.

 

Subanti, S., Respatiwulan, R., Sukarniati, L., Sulandari, W., & Hakim, A. R. (2016). Subsidi Langsung Tunai dan Konsumsi Kesehatan Rumah Tangga di Provinsi Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional Matematika Dan Pendidikan Matematika.

 

Suryahadi, A., Al Izzati, R., & Suryadarma, D. (2020). The impact of COVID-19 outbreak on poverty: An estimation for Indonesia. Jakarta: The SMERU Research Institute, 12, 3�4.

 

Suryahadi, A., Al Izzati, R., & Yumna, A. (2021). The impact of Covid-19 and social protection programs on poverty in Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 57(3), 267�296.

 

Verme, P. (2010). Relative labour deprivation and urban migration in Turkey. The Journal of Economic Inequality, 8, 391�408.

 

Copyright holder:

Yustina Lita Sari, Riyanto (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: