Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 5, Mei
2023
Nadya Fajardinni
Ilmu Komunikasi, Universitas Airlangga, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Setiap Badan Publik wajib untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan informasi publik sesuai yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Melalui Undang-undang ini, masyarakat dijamin haknya untuk memperoleh informasi publik. Informasi publik berkaitan dengan penyelenggaraan negara baik yang mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) serta organsaisi yang mengelola atau menggunakan sumbangan dari masyarakat. Dalam artikel ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Metode ini digunakan untuk menjelaskan aliran komunikasi yang dilakukan dalam organisasi PPID di lingkungan Kementerian Pertanian. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara, dan data sekunder. Pengamatan dilakukan dengan cara observasi partisipasi, dimana peneliti terlibat langsung dalam berbagai hal yang sedang diobservasi. Wawancara digunakan untuk memperkuat data primer dari hasil observasi. Membership negotiation terjadi pada proses komunikasi dengan adanya pembagian petugas di PPID Utama untuk menjadi liaison officer yang akan menghubungkan informasi antar PPID Utama dengan petugas PPID di unit kerja sekaligus memberikan pembinaan dan motivasi dalam pelaksanaan pengelolaan informasi public. Proses komunikasi yang terjadi dalam institutional positioning yaitu memposisikan organisasi sebagai suatu institusi sosial yang berada dalam organisasi yang lebih besar. Dengan memposisikan diri bahwa PPID juga merupakan salah satu tugas dan fungsi yang perlu mendapat perhatian baik dari Pimpinan maupun pegawai lainnya, maka dapat berdampak pada kinerja pengelolaan dan pelayanan informasi publik di Kementerian Pertanian
Kata kunci: komunikasi internal, komunikasi organisasi, keterbukaan informasi publik
Abstract
Every Public Agency
is obliged to carry out the management and service of public information as mandated
in Law Number 14 of 2008 concerning Public Information Openness. Through this law,
the public is guaranteed the right to obtain public information. Public information
related to state administration either receives funds from the State Budget (APBN)
or Regional Budget (APBD) as well as organizations that manage or use donations
from the community. In this article, the method used is a descriptive case study
method with a qualitative approach. This method is used to explain the flow of communication
carried out in the PPID organization within the Ministry of Agriculture. The
data collection techniques used are observation, interviews, and secondary data.
Observation is carried out by means of participatory observation, where researchers
are directly involved in various things that are being observed. Interviews are
used to reinforce primary data from observations. Membership negotiation occurs
in the communication process with the division of officers at PPID Utama to become
liaison officers who will connect information between PPID Utama and PPID officers
in work units while providing coaching and motivation in the implementation of public
information management. The communication process that occurs in institutional
positioning is positioning the organization as a social institution within a larger
organization. By positioning themselves that PPID is also one of the tasks and functions
that need attention from both the Leadership and other employees, it can have an
impact on the performance of management and public information services at the Ministry
of Agriculture
Keywords: Internal communication, organizational
communication, public information
disclosure
Pendahuluan
Setiap Badan Publik
wajib untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan informasi publik sesuai yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Melalui Undang-undang ini, masyarakat dijamin haknya untuk memperoleh
informasi publik. Informasi publik berkaitan dengan penyelenggaraan negara baik yang mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) serta organsaisi yang mengelola atau menggunakan sumbangan dari masyarakat. Masyarakat diharapkan
menjadi peka, cerdas dan aktif dalam mengawal proses penyelenggaraan negara supaya transparan dan akuntabel sesuai amanat Undang-Undang
ini.
Kementerian
Pertanian sebagai salah satu badan publik telah melaksanakan kebijakan keterbukaan informasi publik di lingkungannya dengan menetapkan regulasi yaitu Peraturan Menteri Pertanian 32 Tahun 2011 tentang pengelolaan dan pelayanan informasi publik di lingkungan Kementerian Pertanian serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 25 Tahun 2016 tentang Perubahan pada Permentan Nomor 32 Tahun 2011.�
Biro
Humas dan Informasi Publik dalam
hal ini ditunjuk
oleh Sekretaris Jenderal untuk melaksanakan tugas dan wewenang sebagai Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Utama Kementerian Pertanian.
Dalam pelaksanaan implementasi kebijakan tersebut, Biro Humas dan Informasi
Publik sebagai PPID Utama membentuk
organisasi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di setiap Unit
Kerja/ Unit Pelaksana Teknis
yang ada di lingkungan
Kementerian Pertanian.
Adanya UU KIP memperluas tugas, fungsi dan wewenang yang dilakukan oleh Biro Humas dan Informasi
Publik selaku humas Kementerian Pertanian.� Selain memiliki tugas dan fungsi dalam menyebarluaskan
informasi terkait program/ kebijakan kepada masyarakat, Humas Kementerian Pertanian
juga memiliki kewajiban untuk melaksanakan koordinasi antar unit kerja di internal Kementerian Pertanian
dalam pengelolaan informasi publik. Dalam pelaksanaan implementasi keterbukaan informasi publik, humas pemerintah sebagai aparat terdepan di bidang pelayanan informasi perlu meningkatkan proses kinerja dan transmisi informasi informasi dalam lingkup internal kelembagaan (Trisno, 2018).
Hal
ini dilakukan untuk memberikan kemudahan akses informasi kepada publik tentang informasi publik di bidang pertanian. Kemampuan penyelenggara pemerintahan menyediakan informasi dengan berbagai infrastruktur dan konten yang memadai, disertai dengan sikap keterbukaan dan mekanisme serta prosedur yang memadai akan memudahkan masyarakat memberikan kontribusi atau partisipasi secara positif (Setiaman, Sugiana, &
Mahameruaji, 2013). UU KIP juga bertujuan untuk
menjadikan penyelenggaraan
negara lebih transparan dan
akuntabel sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah.
Kementerian
Pertanian dalam pelaksanaan pengelolaan informasi publik didukung oleh PPID di masing-masing unit kerja. Terdapat 230 Unit Kerja/ Unit Pelaksana Teknis lingkup Kementerian Pertanian
yang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia memiliki tugas
dan fungsi untuk mengelola sekaligus melayani permohonan informasi publik di unit kerjanya. Dalam organisasi PPID, setiap unit kerja menunjuk petugas dan pejabat yang memiliki tugas dalam pengelolaan dan pelayanan informasi publik. Jumlah tersebut menuntut adanya kesamaan pemahaman dalam pengelolaan informasi publik sehingga dapat melayani permohonan informasi dari publik secara
efektif, transparan dan efisien kepada masyarakat.
Berdasarkan
monitoring dan evaluasi yang dilakukan
oleh Komisi Informasi
Pusat, Kementerian Pertanian memperoleh
predikat sebagai Badan
Publik Informatif pada Tahun
2020 dan 2021 untuk kategori
Kementerian. Kementerian Pertanian menjadi Badan Publik yang telah mengimplementasikan keterbukaan informasi publik di unit kerjanya. Dengan predikat yang diperoleh, keberadaan PPID yang mengelola
dan melakukan pelayanan informasi publik merupakan salah satu organisasi yang penting dalam mewujudkan tujuan Kementerian Pertanian sebagai instansi yang terbuka dan transparan.
Hanya
saja, Keberadaan organisasi PPID masih menjadi �pekerjaan tambahan�, sehingga pelaksanaan tugas dan fungsi PPID di Unit Kerja belum dilakukan secara optimal baik dari segi sumberdaya
manusia, sarana dan juga anggaran. Kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang UU KIP serta standar pelaksanaan yang telah ditetapkan oleh PPID Utama
Kementerian Pertanian menjadi
tantangan sekaligus hambatan. Dampaknya, koordinasi dalam rangka pengelolaan dan pelayanan informasi publik di internal unit kerja seringkali terhambat karena pengetahuan pegawai terhadap tugas dan fungsi PPID masih terbatas.
Selain itu, dinamika perubahan
sumber daya manusia yang menjadi petugas dan/atau pejabat diakibatkan mutasi dan/atau promosi jabatan merupakan hambatan dalam mendukung keterbukaan informasi publik. Pertukaran informasi tentang keterbukaan informasi publik antara petugas
yang lama dengan yang baru terkadang tidak langsung dilakukan. Dalam hal ini,
PPID Utama berperan dalam memberikan pengetahuan dan pemahaman sehingga keberlangsungan pengelolaan dan pelayanan informasi publik dapat terjaga.
Hambatan pelaksanaan implementasi keterbukaan informasi publik pada unit kerja dapat berdampak
pada pelaksanaan kebijakan secara keseluruhan di lingkungan Kementerian Pertanian.
Untuk menyamakan pemahaman tentang implementasi keterbukaan informasi publik, PPID Utama melaksanakan
monitoring dan evaluasi keterbukaan
informasi publik yang dilaksanakan setiap tahun. PPID Utama menyadari hambatan yang ditemui di unit kerja menuntut adanya komunikasi internal dalam pertukaran informasi tentang implementasi UU KIP.�
Lemahnya komunikasi pemerintah di internal badan publik
menjadi kendala dalam implementasi UU KIP (Indarto, 2012)Oleh karena itu,
kegiatan ini menjadi ajang koordinasi
dalam organisasi PPID untuk menyamakan pengetahuan dan pemahaman tentang pengelolaan dan pelayanan informasi publik. Walaupun organisasi PPID di Kementerian Pertanian
merupakan Amanah dari UU
KIP, tetapi komunikasi
internal yang terjadi di dalamnya
memperkuat organisasi tersebut.
PPID
merupakan unsur utama dalam dukungan
keterbukaan informasi publik, tetapi tidak semua Badan Publik memiliki PPID yang terorganisir hingga ke unit kerja terkecil. Dalam hal ini,
PPID Utama Kementerian Pertanian menyadari
bahwa dukungan dan koordinasi dari unit kerja dapat mewujudkan
implementasi keterbukaan informasi publik secara menyeluruh. Komunikasi internal yang dibangun
oleh PPID Utama kepada PPID Unit Kerja
dilakukan demi memudahkan pertukaran informasi baik secara vertikal
maupun horizontal.
Artikel
ini akan menganalisis peran komunikasi internal dalam implementasi keterbukaan informasi publik pada badan publik. PPID Kementerian Pertanian
sebagai sebuah organisasi yang dibentuk berdasarkan Amanah UU KIP memiliki
kesadaran untuk menjaga dan memperkuat komunikasi internal dengan tujuan kesamaan pemahaman dalam melaksanakan keterbukaan informasi publik di lingkungan unit kerja
masing-masing. Komunikasi internal berperan untuk menggerakkan seluruh elemen organisasi dalam mencapai implementasi UU KIP di lingkungan
Kementerian Pertanian dari
PPID Utama hingga PPID di unit kerja
terkecil. Tujuan implementasi UU KIP yaitu menjadikan badan publik semakin transparan dan akuntabel sehingga berdampak positif pada peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Metode Penelitian
Dalam artikel ini,
metode yang digunakan adalah metode deskriptif
studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Metode ini digunakan untuk
menjelaskan aliran komunikasi yang dilakukan dalam organisasi PPID di lingkungan Kementerian Pertanian sesuai pernyataan Mcphee dan Zaug (2000). Interaksi yang terjadi antar anggota PPID di
masing-masing unit kerja berperan
dalam membentuk hingga memperkuat implementasi keterbukaan informasi publik sesuai amanat Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Teknik pengumpulan
data yang digunakan yaitu observasi, wawancara, dan data sekunder. Pengamatan dilakukan dengan cara observasi partisipasi, dimana peneliti terlibat langsung dalam berbagai hal yang sedang diobservasi. Wawancara digunakan untuk memperkuat data primer dari hasil observasi.
Wawancara dilakukan kepada anggota PPID baik di PPID Utama maupun petugas PPID di unit kerja pada lingkungan Kementerian Pertanian sebagai informan Penelitian. Sedangkan data sekunder merupakan dokumentasi dan informasi terkait pelaksanaan implementasi keterbukaan informasi publik yang telah berjalan di lingkungan Kementerian Pertanian hingga terbentuknya organisasi PPID untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan informasi publik di lingkungan unit kerjanya
Hasil dan
Pembahasan
Amanah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dalam pelaksanaan pengelolaan layanan informasi publik menuntut setiap badan publik untuk memiliki susunan organisasi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).
PPID ini memiliki tugas dan fungsi dalam mengelola dan mendokumentasi informasi publik serta melayani
permohonan informasi publik dari masyarakat.
Implementasi kebijakan ini dapat terlaksana
dengan adanya komunikasi antar petugas yang bertanggung jawab atas dokumentasi
informasi publik di beberapa satuan atau unit kerja di lingkungan badan publik.
Menurut teori Proses implementasi
kebijakkan dalam Van Meter
dan Horn dalam (Pujosiswanto, Palutturi,
& Ishak, 2020).salah satu faktor
yang mendukung implementasi
kebijakan yaitu komunikasi antar organisasi dan kegiatan implementasi. Pelaksanaan implementasi berjalan secara efektif apabila dilakukan dengan proses komunikasi yang tepat antar pelaku
kegiatan (Hutahayan, 2019). Peran komunikasi internal dalam organisasi digunakan untuk membangun dan memelihara hubungan antar pegawai, meningkatkan kepercayaan, menyediakan informasi yang tepat dan dapat diandalkan sehingga dapat berkontribusi pada motivasi untuk pegawai, terutama di saat adanya perubahan dan stress
(Dolphin, 2005 dalam (Chmielecki,
2015).
Dengan kebijakan yang masih dini pelaksanaannya
serta masih belum meratanya pengetahuan masyarakat tentang transparansi informasi penyelenggaraan negara,
maka pelaksanaan keterbukaan informasi publik di Kementerian Pertanian
juga masih belum merata antar unit kerja. Komunikasi dibutuhkan dalam melakukan adaptasi terhadap perubahan yang disebebkan oleh kebijakan ini. Tujuan dari
komunikasi internal saat ini dilakukan dalam
mendukung pengembangan lingkungan kerja yang fleksibel sehingga memudahkan adanya adaptasi terhadap perubahan, mengamati perbaikan, berbagi pengetahuan, menghasilkan ide dan
melibatkan individu-individu
yang ada di dalam organisasi untuk mencapai tujuan strategis (Keenan dan Hazelton, 2006; Smith, 2005 dalam (Chmielecki, 2015).
Konsep Communicative Constitution of Organization (CCO) melihat secara eksplisit pada fungsi arus komunikasi dalam membentuk organisasi, yaitu seberapa besar faktor organisasi yang dikendalikan dan organisasi yang secara sengaja dibentuk. Aliran komunikasi yang terjadi dalam organisasi berperan dalam pembentukan budaya, norma serta aturan
pada organisasi yang dapat diadaptasi oleh masing-masing individu
untuk mencapai tujuan organisasi. Mcphee dan Zaug (2000) menjelaskan bahwa kualitas organsiasi dapat dikembangkan melalui empat lokasi
komunikasi dalam organisasi. Berikut analisis terkait aliran komunikasi yang terjadi dalam mendukung
pembentukan hingga penguatan organisasi PPID di lingkungan Kementerian Pertanian.
o��������� Membership
negotiation, kegagalan organisasi
untuk berkembang disebabkan penerimaan anggota satu dengan
lainnya terlampau jauh. Orang-orang yang tidak diterima atau mungkin
terpaksa diterima dalam organisasi dapat menurunkan tingkat keterlibatan, produktivitas dan kurang memiliki tanggung jawab.
Di beberapa unit kerja, penerimaan petugas terhadap pelaksanaan layanan informasi publik hanya sebagai pekerjaan
tambahan. Apalagi sosialisasi layanan informasi ini memang
masih belum meluas di masyarakat, sehingga mengakibatkan permintaan dan/atau permohonan informasi publik hanya sedikit
bahkan tidak ada dalam setahun.
Berdasarkan pemantauan yang dilakukan pada aplikasi serta laporan dari
Unit Kerja di atasnya. Selain tidak ada
kegiatan layanan informasi yang terjadi, pimpinan unit kerja juga tidak memahami terhadap pentingnya keterbukaan informasi publik di badan publik, sehingga hal ini
juga menjadi penghambat implementasi kebijakan ini dapat tercapai
di beberapa unit kerja. Hal
ini dapat berdampak pada pelaksanaan pelayanan informasi publik di lingkungan Kementerian Pertanian, karena terpantau melalui aplikasi secara real time.
Penerimaan anggota organisasi
dapat dibentuk dan dikembangkan dengan interaksi. Salah satunya dengan employee relations, dengan
membentuk hubungan secara individu dengan individu yang bertugas untuk melakukan pengelolaan dan pelayanan informasi publik di tiap unit kerja.
PPID Utama menyadari dengan banyaknya unit kerja tidak memungkinkan
hanya dilakukan pembinaan oleh satu orang. Oleh karena itu, terdapat
pembagian petugas di PPID
Utama untuk menjadi liaison
officer yang akan menghubungkan
informasi antar PPID Utama dengan petugas PPID di unit kerja sekaligus memberikan pembinaan dan motivasi dalam pelaksanaan pengelolaan informasi publik.
�Ide untuk membentuk liaison officer ini karena banyak unit kerja yang merasa tidak menerima informasi tentang keterbukaan informasi publik yang sesuai dengan regulasi. Sehingga pada saat kita melakukan evaluasi, banyak yang tidak mengimplementasikan kebijakan tersebut. Disini peran penghubung
menjadi penting karena mereka harus
mengkomunikasikan kebijakan
dan informasi apa yang perlu diketahui oleh PPID di tiap unit kerja. Setiap penghubung beragam jumlah unit kerja yang ditangani karena didasarkan pada unit kerja di masing-masing Eselon I,�
ujar Kepala Biro Humas dan Informasi Publik.
Menurut(Adawiyah, 2017), komunikasi dalam
kelompok kecil menjadi komponen penting dalam penyampaian
materi informasi maupun informasi lainnya. Keberadaan kelompok yang lebih kecil dengan penghubung
dari PPID Utama ini memudahkan interaksi sekaligus menjadi tempat diskusi dan pertukaran pengetahuan antar petugas PPID di unit kerja.
�Adanya penghubung ini membantu saya untuk
lebih paham tentang apa saja
yang harus dilakukan dalam pengelolaan informasi publik. Pimpinan saya pun juga tergerak untuk mencari tahu tentang
keterbukaan informasi publik. Karena ini diwajibkan sesuai Undang-Undang, sehingga lebih mudah diterapkan
dalam kinerja sehari-hari,� ujar salah satu pegawai yang menjadi petugas PPID di unit kerja.
Hambatan yang biasa ditemui
pada proses komunikasi yaitu
adanya pegawai yang diberikan tugas sebagai petugas atau pejabat PPID tanpa pengetahuan awal tentang implementasi
keterbukaan informasi publik. Hal ini dapat terjadi apabila
pengelolaan informasi publik pada unit kerja dibebankan hanya pada satu pegawai, bukan
dalam suatu sistem yang berdiri kuat pada unit kerja. Hal ini bisa menyebabkan
tingkat keterlibatan terhadap implementasi keterbukaan informasi publik menjadi rendah.
Unit kerja yang memiliki sistem dalam pengelolaan dan pelayanan informasi publik yaitu kelompok
pegawai sebagai organisasi PPID, dengan mudah mewujudkan implementasi keterbukaan informasi publik di lingkungannya. Interaksi yang baik antar PPID Utama dengan PPID di unit kerja dalam pengelolaan informasi juga dapat meningkatkan implementasi KIP di lingkungan unit kerja, sehingga berpengaruh terhadap pelaksanaan implementasi KIP di Kementerian Pertanian
secara keseluruhan. Hal ini dapat dilihat
berdasarkan kegiatan
monitoring dan evaluasi yang dilakukan
PPID Utama Kementerian Pertanian setiap
tahunnya.
o��������� Self-Structuring,
setiap organisasi memiliki regulasi, aturan, visi dan misi serta sumberdaya.
Pemahaman anggota terhadap nilai, norma dan budaya dalam suatu organisasi
dapat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja organisasi.(Nahrisa,
Alam, Bustan, & Djufri, 2021). menjelaskan bahwa
pemahaman individu terhadap prinsip yang dimiliki organisasi berpengaruh positif secara parsial terhadap kinerja individu dalam organisasi. Semakin mendalam pengetahuan anggota terhadap organisasi, maka meningkatkan komitmen kepada organisasi. Dalam hal ini,
organisasi akan memberikan perhatian sesuai dengan komitmen
yang telah dimiliki anggota tersebut.
Pengetahuan tentang implementasi
KIP yang belum merata dapat menjadi hambatan
dalam membentuk kesamaan pemahaman antar petugas PPID di lingkungan Kementerian Pertanian.
Hal ini yang menjadi perhatian PPID Utama sebagai induk organisasi untuk meningkatkan pemahaman terhadap kebijakan tersebut kepada seluruh petugas PPID unit kerja. Perbedaan pengetahuan tentang pelaksanaan pengelolaan informasi publik di masing-masing unit kerja
dapat berdampak pada implementasi KIP secara keseluruhan di badan publik ini.
PPID Utama melaksanakan
kegiatan yang termasuk pada
self-structuring ini yaitu melalui monitoring dan evaluasi keterbukaan informasi publik yang dilakukan setiap tahun. Tujuan
utama kegiatan ini untuk meningkatkan
standarisasi pengelolaan
dan pelayanan informasi publik(Lubis, 2017). Dalam kegiatan
ini, setiap ppid unit kerja diwajibkan untuk melampirkan bukti dukung sesuai pertanyaan
yang diajukan dalam kuesioner penilaian mandiri. Pertanyaan-pertanyaan
yang ada pada kuesioner didasarkan pada UU KIP dan regulasi
tentang pengelolaan informasi publik yang terdapat di lingkungan
Kementerian Pertanian.
Evaluasi tersebut berkaitan
dengan pengelolaan dan pelayanan informasi publik yang merupakan perwujudan implementasi keterbukaan informasi publik(Kamaliah, 2015). Diantaranya terkait
klasifikasi informasi publik yang terdapat di UU KIP yaitu informasi berkala, informasi serta merta dan informasi setiap saat. Selain itu,
evaluasi juga dilakukan dalam rangka pemantauan
sarana dan prasarana dalam pelayanan informasi publik, diantaranya penetapan petugas dan pejabat PPID di tiap unit kerja, meja layanan informasi,
alur layanan serta penggunaan anggaran untuk pengelolaan informasi publik yang sesuai dengan UU KIP dan regulasi terkait di lingkungan Kementerian
Pertanian.
Menurut informasi petugas
PPID Utama, pada saat awal pelaksanaan Monev KIP tahun 2013-2015, evaluasi hanya didasarkan pada kewajiban unit kerja dalam memahami amanat UU KIP melalui website dan
visitasi langsung secara acak. Penilaian
pun juga lebih berfokus
pada tata Kelola website dan konten informasi publik yang terbatas pada informasi mengenai kegiatan dan kinerja badan publik serta informasi mengenai laporan keuangan(Arifah & Muhammad,
2021). Peserta Monev KIP tidak hanya dari
Unit Kerja yang berada di lingkungan Kementerian Pertanian,
tetapi juga Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD) mitra Kementerian Pertanian.
Pada tahun 2016 hingga tahun 2022, pelaksanaan Monev KIP difokuskan pada unit kerja yang berada di lingkungan Kementerian Pertanian. Evaluasi dilakukan tidak hanya satu arah,
tetapi PPID Utama juga terus
melaksanakan sosialisasi hingga bimbingan teknis untuk menyamakan
pemahaman terkait pengelolaan dan pelayanan informasi publik. Komunikasi yang dilakukan oleh
PPID Utama dan interaksi yang terjadi
memunculkan berbagai inovasi yang bertujuan untuk memperkuat organisasi PPID Kementerian Pertanian.
Dampak positif yang dirasakan melalui Monev KIP sebagai
self-structuring ini adalah
memperkuat implementasi keterbukaan informasi publik di lingkungan Kementerian Pertanian dengan menyamakan persepsi pelaksanaan UU KIP di masing-masing unit kerja.
o��������� Activity
Coordination, proses komunikasi ini
dilakukan dalam mempermudah proses kerja hingga menemukan solusi atas permasalahan
yang dihadapi dalam organisasi. Kualitas organisasi juga dapat dilihat dari bagaimana
individu dan/atau kelompok di dalamnya bekerjasama, saling percaya satu sama
lain dalam menyelesaikan pekerjaan. Di dalam organisasi, pelaksanaan koordinasi ini tidak hanya dilakukan
oleh pimpinan, tetapi juga antar individu dan kelompok yang bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi bersama.
Menurut(Handoko & Djastuti,
2015), koordinasi merupakan
proses pengintegrasian tujuan
dan kegiatan pada satuan
yang terpisah dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan secara efisien
dan efektif. Pelaksanaan koordinasi ini tidak dapat terlepas
pada proses komunikasi yang dilakukan
dalam mencapai tujuan tersebut.
Pelaksanaan pengelolaan informasi
publik di lingkungan
Kementerian Pertanian membutuhkan
dukungan dari setiap unit kerja sebagai perwakilan instansi di masing-masing daerah(DARMAYANTI, 2022). Hal ini termasuk
dalam penyusunan daftar informasi publik yang sesuai dengan Peraturan
Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengklasifikasian Informasi Publik membutuhkan pembaharuan daftar informasi
minimal dua kali dalam setahun(Kuslihaniati &
Hermanto, 2016)(Kenda, 2015). Daftar informasi publik ini merupakan
acuan dasar bagi petugas PPID dan pemohon informasi publik terkait informasi yang disediakan oleh
badan publik disesuaikan dengan klasifikasi informasi publik.
Proses komunikasi yang
dilakukan oleh PPID Utama dalam
penyusunan daftar informasi
dimulai dari sosialisasi tentang pentingnya penyusunan daftar informasi yang bertujuan untuk memudahkan implementasi keterbukaan informasi publik di masing-masing
unit kerja. Pada sosialisasi,
komunikasi yang terjadi antara PPID Utama dengan petugas PPID di masing-masing unit kerja
dan disampaikan secara
massif(Kenda, 2015). Interaksi yang terjadi dilakukan secara satu arah
meskipun terdapat ruang diskusi di dalamnya.Penyusunan daftar informasi ini membutuhkan
koordinasi berkelanjutan, memahami kondisi keterbatasan sumber daya manusia di masing-masing
unit kerja yang memiliki tugas dan kewajiban dalam pengelolaan informasi publik. PPID Utama melaksanakan bimbingan teknis guna memperdalam
penyusunan daftar informasi
publik serta klasifikasinya.
Bimbingan teknis ini
dilaksanakan dengan membagi pertemuan berdasarkan wilayah atau unit kerja Eselon I diatasnya(Sukino, Samad, Mangngasing,
& Rivai, 2019). Sehingga aktivitas
komunikasi yang dilakukan akan bersifat kelompok
kecil dan interaksi yang terjadi dapat memberikan
dampak bagi petugas PPID yang mengikuti. Petugas PPID pun masih dapat melakukan koordinasi dengan media komunikasi lain seperti pesan (whatsapp/ sms) dengan PPID Utama. Semakin sering koordinasi yang dilakukan, pemahaman terhadap klasifikasi informasi publik dan penyusunannya menjadi tepat dan mudah(Maryanti, Komariah, &
Rodiah, 2022).
Hambatan pada saat pelaksanaan
koordinasi ini apabila sumberdaya manusia pada unit kerja terbatas dan pengelolaan informasi publik tidak dilakukan sebagai sistem proses kerja yang melibatkan beberapa individu dalam pelaksanaannya. Hal ini berdampak pada pemahaman tentang klasifikasi informasi publik yang diterima oleh petugas PPID pada unit kerja tersebut. Sehingga pelaksanaan implementasi keterbukaan informasi publik tidak berjalan
sesuai dengan regulasi yang ditetapkan.
o��������� Institutional
Positioning, proses komunikasi ini
memposisikan organisasi sebagai suatu institusi
sosial yang berada dalam organisasi yang lebih besar(Dawud, 2019). Termasuk bagaimana
organisasi menyajikan dan mengkomunikasikan diri menjadi supaya lebih dikenal dan dipercaya. Dengan ini, organisasi akan lebih mudah
membangun relasi dengan publik baik
internal maupun eksternal.
Pelaksanaan pengelolaan dan pelayanan informasi publik melalui PPID sebagai organisasi di dalam instansi Kementerian Pertanian yang merupakan organisasi lebih besar. Tugas dan fungsi yang dijalankan oleh PPID merupakan salah satu target yang tercantum dalam indikator kerja Kementerian Pertanian yaitu mengimplementasikan keterbukaan informasi publik. Sedangkan pada unit kerja, PPID menjadi kelompok kecil yang turut mendukung pelaksanaan tujuan dari masing-masing instansi.
Tidak hanya masyarakat
luas, lingkup internal
Kementerian Pertanian pun masih
minim pengetahuan tentang keterbukaan informasi publik. Termasuk pentingnya mengelola, melayani dan mengumumkan informasi publik secara berkala. Sehingga terkadang PPID mengalami kendala dalam mendapatkan informasi publik terutama pada saat terdapat permohonan informasi publik dari masyarakat. Oleh karena itu, penting
bagi PPID baik di pusat maupun PPID di
masing-masing unit kerja untuk
berkomunikasi tentang tugas dan fungsi serta manfaat implementasi
keterbukaan informasi publik di wilayah kerjanya.
Dengan memposisikan diri
bahwa PPID juga merupakan
salah satu tugas dan fungsi yang perlu mendapat perhatian baik dari Pimpinan
maupun pegawai lainnya, maka dapat
berdampak pada kinerja pengelolaan dan pelayanan informasi publik di Kementerian Pertanian. Salah satu yang dilakukan PPID Utama dalam memposisikan tugas PPID yaitu dengan mengundang
seluruh Pimpinan di lingkungan Kementerian Pertanian untuk hadir dalam
pertemuan koordinasi, sosialisasi, serta evaluasi tentang implementasi keterbukaan informasi publik. Lalu menerapkan kewajiban untuk memiliki komitmen yang ditandatangani
masing-masing pimpinan untuk
melaksanakan pengelolaan
dan pelayanan informasi publik di wilayah kerjanya. Pimpinan dalam hal ini merupakan
unsur utama dalam mengkomunikasikan kepada internal tentang pentingnya kinerja PPID dalam mencapai tujuan organisasi yang lebih utama. Dengan
pengetahuan Pimpinan tentang pengelolaan dan pelayanan informasi publik, hal ini
diyakini dapat mewujudkan implementasi keterbukaan informasi publik di lingkungan Kementerian Pertanian
Kesimpulan
Setiap Badan Publik
wajib untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan informasi publik sesuai yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Kebijakan ini menuntut setiap
badan publik untuk memiliki susunan organisasi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). PPID ini memiliki tugas dan fungsi dalam mengelola
dan mendokumentasi informasi
publik serta melayani permohonan informasi publik dari masyarakat. Kementerian Pertanian sendiri dalam pelaksanaan pengelolaan informasi publik didukung oleh PPID yang terdapat pada 230 Unit Kerja. Dalam organisasi PPID, setiap unit kerja menunjuk petugas dan pejabat yang memiliki tugas dalam pengelolaan
dan pelayanan informasi publik.
(McPhee & Zaug, 2001) menjelaskan bahwa
kualitas organsiasi dapat dikembangkan melalui empat lokasi
komunikasi dalam organisasi. Berikut analisis terkait aliran komunikasi yang terjadi dalam mendukung
pembentukan hingga penguatan organisasi PPID di lingkungan Kementerian Pertanian (Suryani, 2019). Membership negotiation terjadi
pada proses komunikasi dengan
adanya pembagian petugas di PPID Utama untuk menjadi liaison officer yang akan
menghubungkan informasi antar PPID Utama dengan petugas PPID di unit kerja sekaligus memberikan pembinaan dan motivasi dalam pelaksanaan pengelolaan informasi publik. Self-structuring terjadi
pada lokasi komunikasi dimana PPID Utama melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi
yang bertujuan untuk menetapkan standarisasi dalam pengelolaan dan pelayanan informasi publik pada masing-masing unit kerja.
Activity
coordination terjadi pada proses komunikasi
yang dilakukan oleh PPID Utama dalam
penyusunan daftar informasi
dimulai dari sosialisasi tentang pentingnya penyusunan daftar informasi yang bertujuan untuk memudahkan implementasi keterbukaan informasi publik di masing-masing
unit kerja. Penyusunan
daftar informasi ini membutuhkan koordinasi berkelanjutan, memahami kondisi keterbatasan sumber daya manusia
di masing-masing unit kerja yang memiliki
tugas dan kewajiban dalam pengelolaan informasi publik. PPID Utama melaksanakan bimbingan teknis guna memperdalam
penyusunan daftar informasi
publik serta klasifikasinya.
Proses
komunikasi yang terjadi dalam institutional positioning yaitu
memposisikan organisasi sebagai suatu institusi
sosial yang berada dalam organisasi yang lebih besar. Dengan
memposisikan diri bahwa PPID juga merupakan salah satu tugas dan fungsi yang perlu mendapat perhatian baik dari Pimpinan
maupun pegawai lainnya, maka dapat
berdampak pada kinerja pengelolaan dan pelayanan informasi publik di Kementerian Pertanian. Pimpinan dalam hal ini
merupakan unsur utama dalam mengkomunikasikan
kepada internal tentang pentingnya kinerja PPID dalam mencapai tujuan organisasi yang lebih utama.
BIBLIOGRAFI
Adawiyah, Cut Rabiatul. (2017). Urgensi komunikasi
dalam kelompok kecil untuk mempercepat proses adopsi teknologi pertanian.
Arifah,
Arifah, & Muhammad, Rifqi. (2021). Akuntabilitas Kontemporer Organisasi
Pengelola Zakat. Jurnal Akademi Akuntansi, 4(1).
Chmielecki,
Michał. (2015). Factors influencing effectiveness of internal
communication. Management and Business Administration. Central Europe,
(2), 24�38.
DARMAYANTI,
Dewi. (2022). Sinergitas peningkatan kapasitas SDM Pertanian melalui
pemanfaatan basis data Penerima Bantuan Pemerintah Lingkup Kementerian
Pertanian: Laporan Proyek Perubahan.
Dawud,
Mochammad. (2019). Penerapan Manajemen Strategi Penyiaran dalam Dakwah. Al-Hikmah,
17(2), 95�122.
Handoko,
Ahmad, & Djastuti, Indi. (2015). Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Dan
Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel
Intervening (Studi pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daop 4 Semarang). Diponegoro
Journal of Management, 619�631.
Hutahayan,
John Fresly. (2019). Faktor pengaruh kebijakan keterbukaan informasi dan
kinerja pelayanan publik: Studi pada pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Deepublish.
Indarto,
Marroli J. (2012). Manajemen komunikasi pemerintah dalam kebijakan transparansi
informasi (studi evaluasi komunikasi keterbukaan informasi publik pada
kementerian komunikasi dan informatika). Universitas Indonesia.
Kamaliah,
Khairunnisa. (2015). Implementasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang
Keterbukaan Informasi Publik Di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota
Samarinda. Jurnal Ilmu Pemerintahan, 3(2).
Kenda,
Ndoheba. (2015). Implementasi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi
(PPID) pada Pemerintah Provinsi Gorontalo. Jurnal Penelitian Komunikasi Dan
Opini Publik, 19(3).
Kuslihaniati,
Desi Fia, & Hermanto, Suwardi Bambang. (2016). Pengaruh Praktik Corporate
Governance dan Karakteristik Perusahaan Terhadap Audit Report Lag. Jurnal
Ilmu Dan Riset Akuntansi (JIRA), 5(2).
Lubis,
Syawaludin. (2017). Implementasi Application Programming Interface (API)
Dalam Upaya Peningkatan Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik Pada Kantor
KPU Kabupaten Tapanuli Selatan. Universitas Medan Area.
Maryanti,
Sri, Komariah, Neneng, & Rodiah, Saleha. (2022). DISEMINASI INFORMASI
PUBLIK OLEH PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI KOTA BANJAR SEBAGAI
UPAYA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. MODERAT: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan,
8(3), 517�533.
McPhee,
Robert D., & Zaug, Pamela. (2001). Organizational theory, organizational
communication, organizational knowledge, and problematic integration. Journal
of Communication, 51(3), 574�591.
Nahrisa,
Andi, Alam, Nurhikmah, Bustan, Basyar, & Djufri, Hasdaryatmin. (2021).
Analisis Kapasitas Drainase Sinrijala Terhadap Operasi dan Pemeliharaan. Journal
Of Applied Civil and Environmental Engineering, 1(1), 43.
https://doi.org/10.31963/jacee.v1i1.2672
Pujosiswanto,
Kuntum Hartomo, Palutturi, Sukri, & Ishak, Hasanuddin. (2020).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Program Indonesia Sehat Dengan
Pendekatan Keluarga (PIS-PK) Di Puskesmas Kabupaten Polewali Mandar. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Maritim, 3(1).
Setiaman,
Agus, Sugiana, Dadang, & Mahameruaji, Jimi Narotama. (2013). Implementasi
kebijakan keterbukaan informasi publik. Jurnal Kajian Komunikasi, 1(2),
196�205.
Sukino,
Widarti Gularsih, Samad, Muhammad Ahsan, Mangngasing, Nasir, & Rivai,
Abdul. (2019). Manajemen Mitigasi Bencana Kota Palu Palu City Disaster
Mitigation Management. Journal of Public Administration and Government, 1(2),
1�8.
Suryani,
Dewi Amanatun. (2019). Peran Pemerintah Desa Panggungharjo Bantul Dalam
Mewujudkan Good Governance Melalui Pengembangan Sistem Informasi Desa. Journal
of Public Administration and Local Governance, 3(1), 52�69.
Trisno,
Jhoni. (2018). JARINGAN KOMUNIKASI DALAM PENGELOLAAN DAN PENYEDIAAN INFORMASI
PUBLIK (Studi Komunikasi Humas Pemerintah dan Satuan Kerja Perangkat Daerah Di
Kota Solok). Professional: Jurnal Komunikasi Dan Administrasi Publik, 5(2),
34�44.
Copyright holder: Nadya Fajardinni (2023) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |