Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 11, November 2022
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN PERORANGAN PASCA
BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA
Ghia Riezna Zhadira, FX. Arsin Lukman
Magister Kenotariatan,
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia
Email: ghiariezna@gmail.com, [email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilakukan atas dasar diundangkannya Undang-Undang
Cipta Kerja yang memberikan definisi baru mengenai perseroan. Perluasan
definisi tersebut melahirkan badan hukum baru yaitu perseroan perorangan. Menurut
Undang-Undang Perseroan Terbatas, perseroan sebagai badan hukum didirikan menggunakan
akta notaris. Sedangkan setelah adanya Undang-Undang Cipta Kerja yang memberi peraturan
turunan pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2021 bahwa pendirian perseroan
perorangan tidak memerlukan akta notaris. Sehingga menimbulkan pertanyaan
bagaimana kedudukan perseroan perorangan sebagai badan hukum dalam
Undang-Undang Cipta Kerja, serta bagaimana peran serta tanggung jawab notaris
dalam pendirian perseroan perorangan. Tujuan dibuat Penelitian ini untuk
mengetahui apa saja peran dan tanggung jawab notaris dalam pendirian peseroan
perorangan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum
yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pendirian Perseroan
Perorangan tidak memerlukan akta notaris, yaitu dengan hanya mendaftarkan di
kementerian hukum dan hak asasi manusia republik Indonesia dan mendapatkan
sertifikat. Sehingga Notaris tidak berwenang untuk membuat akta pendirian
perseroan perorangan. Dalam Perseroan Perorangan notaris hanya berperan untuk
membuat perubahan status Perseroan Perorangan menjadi Perseroan Persekutuan Modal
apabila perseroan perorangan sudah tidak memenuhi kriteria Usaha Mikro dan
Kecil serta pemegang saham menjadi lebih dari 1 (satu) orang. Selain itu notaris
juga berperan dalam perseroan perorangan hanya sebatas penyuluh hukum kepada calon
pengusaha Perseroan Perorangan.
Kata kunci: Peran dan Tanggung
Jawab Notaris, Perseroan Perorangan, Pendirian Perseroan, UU Cipta Kerja.
Abstract
This research was conducted based on the promulgation of
the Job Creation Law which provides a new definition of a company. The
expansion of this definition gave birth to a new legal entity, namely an
individual company. According to the Limited Liability Company Law, a company
as a legal entity is established using a notarial deed. Meanwhile, after the
existence of the Job Creation Law which provided derivative regulations to
Government Regulation Number 8 of 2021 that the establishment of an individual company
does not require a notary deed. This raises the question of what is the
position of an individual company as a legal entity in the Job Creation Law,
and what are the roles and responsibilities of a notary in establishing an
individual company. The purpose of this research is to find out what are the
roles and responsibilities of a notary in the establishment of an individual
company. The research method used is normative juridical law research method.
The results of this study indicate that establishing a particular company does
not require a notarial deed, namely by simply registering at the Ministry of
Law and Human Rights of the Republic of Indonesia and obtaining a certificate.
So that the Notary is not authorized to make the deed of establishment of an
individual company. In an individual company, the notary's only role is to
change the status of an individual company to a capital partnership company if
the individual company does not meet the Micro and Small Enterprises criteria
and the shareholder becomes more than 1 (one) person. In addition, notaries
also play a role in individual companies, only limited to legal advisers to
prospective individual company entrepreneurs.
Keywords: Roles
and Responsibility of Notary, �individual
company, Company� Establishment,
Onimbus Law on Job Creation
Pendahuluan
Dalam pembagungan
perekonomian di Indonesia pemerintah sebagai penyelenggara negara mempunyai
peran penting dan strategis yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan rakyat. Salah satu bentuk
peningkatan kualitas kehidupan kesejahteraan dalam rangka ketahanan ekonomi
suatu negara dapat dilihat dari aspek berusaha suatu negara. Terbukti dimasa
krisis dengan bertumbangannya banyak usaha konglomerasi yang dililit hutang luar
negeri, usaha kecil menengah terutama yang berorientasi eksport justru meraup
keuntungan yang luar biasa. Salah satu penilaian atas kemudahan berbisnis
adalah dengan melihat penilaian indeks angka Ease of doing business
suatu negara. Indonesia terus menunjukkan
prestasinya dalam memperoleh predikat sebagai negara yang ramah untuk berbisnis.
Terhitung sejak tahun 2020 Ease of doing business Indonesia
resmi berada pada posisi 73 dari 190 negara. Pemerintah terus berusaha
melakukan reformasi dalam rangka memperbaiki kemudahan berusaha di Indonesia. Salah
satu bentuk upaya dalam memberikan kemudahan berusaha di Indonesia yaitu dengan
diundangkannya Undang-Undang Cipta Kerja.
Undang-Undang Cipta Kerja resmi diundangkan oleh pemerintah pada 2 November 2020. Undang-Undang ini memiliki tujuan khusus salah satunya untuk meningkatkan peringkat Ease of Doing business atau Indeks Kemudahan Berusaha, menciptakan iklim usaha dan investasi yang berkualitas bagi para pebisnis, selain itu juga untuk memberikan dukungan kepada Usaha Mikro dan Kecil dengan memberikan kemudahan dan kepastian hukum seperti kepastian terhadap izin berusaha, hak berusaha, serta memperluas ruang kegiatan usaha dengan harapan mampu mendorong pergerakan pertumbuhan struktur ekonomi. Dengan lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja ini pula diharapkan dapat membuat iklim investasi kondusif akan menyerap lebih banyak tenaga kerja sehingga mengurangi pengangguran, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, serta produktivitas pekerja meningkat, serta menggerakan sektor-sektor lainnya dengan angka harapan pertumbuhan ekonomi mencapai 5.7 sampai 6%.
Perseroan mengalami
perluasan konsep dengan diundangkan Undang-Undang Cipta Kerja ini. Hal ini
dapat dilihat berdasarkan pengertian perseroan itu sendiri. Pengertian dari Perseroan berdasarkan pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas telah
mengalami perubahan makna berdasarkan Pasal 109 angka 1 UU Cipta Kerja, yaitu
berbunyi bahwa :
�Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut perseroan,
adalah merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau
badan hukum perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Usaha mikro dan kecil.�
Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, perseroan terbatas
perlu didirikan oleh minimal dua subjek hukum atas dasar perjanjian. Sedangkan dalam
Undang-Undang Cipta Kerja, definisi perseroan juga merupakan badan hukum
perorangan jika memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil. Dengan demikian,
setiap orang dapat mendirikan suatu perseroan terbatas dan memiliki sahamnya
seorang diri, sepanjang modal atas perseroan tersebut termasuk dalam kategori
usaha mikro dan kecil. Dengan adanya perluasan definisi serta
perubahan pasal pada perseroan terbatas tersebut melahirkan adanya badan hukum
perseroan perorangan.
Istilah Perseroan Perorangan tidak secara langsung didefinisikan pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dan Undang-Undang Cipta Kerja, akan tetapi definisi Perseroan Perorangan didefinisikan pada Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 dimana berbunyi bahwa �perseroan yang memenuhi kriteria untuk usaha mikro dan kecil terdiri atas: perseroan yang didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dan perseoan perorangan yang didirikan oleh 1 (satu) orang.�
Lahirnya istilah Perseroan Perorangan dalam Undang-Undang Cipta Kerja tersebut sangat memberikan keuntungan kepada pelaku usaha, karena perseroan perorangan itu sendiri tidak memerlukan rekan sehingga akan lebih mudah mengambil keputusan dan tidak tergantung kepada pihak lain, serta tidak ada persoalan pembagian hasil dari perseroan.
Salah satu peraturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja yang
mengatur mengenai perseroan perorangan yaitu pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun
2021 tentang Modal Dasar Perseroan serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan dan
Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria untuk Usaha Mikro dan Kecil
dinyatakan bahwa pendirian perseroan perorangan tidak memerlukan akta notaris,
akan tetapi didirikan hanya dengan mengisi pernyataan pendirian yang kemudian
didaftarkan kepada Menteri dan mendapatkan Sertifikat Pendaftaran secara
Elektronik.
Sejatinya notaris dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004
tentang Jabatan Notaris berperan dalam membuat Akta Autentik, hal tersebut juga
berlaku pada pendirian suatu badan hukum. Dalam pendirian suatu badan hukum
salah satunya Perseroan Terbatas, notaris selalu terlibat selaku pembuat akta
otentik berupa akta pendirian badan hukum. Akta otentik yang dibuat oleh
notaris dibuat dalam rangka untuk menciptakan alat bukti supaya terjaminkan
kepastian serta perlindungan atas adanya suatu peristiwa hukum. Sehingga
pokok permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan : (1)
Bagaimana Undang-Undang Cipta Kerja mengatur mengenai perseroan
perorangan sebagai Badan Hukum. (2) Bagaimana peran serta tanggung jawab
notaris dalam pendirian perseroan perorangan.
Metode Penelitian
Penelitian hukum adalah proses mengenai analisis masalah
hukum dan penyelesaian masalah tersebut dengan menerapkan hukum yang berlaku
pada fakta-fakta yang relevan. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
normatif yaitu merupakan suatu proses untuk menemukan aturan-aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab masalah hukum
yang dihadapi. Dalam penelitian ini pendekatan mengacu kepada perundang-undangan
(statue approach) yang berlaku. Pendekaran perundang-undangan difokuskan pada
ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Pendekatan ini bertujuan
untuk mengetahui keseluruhan peraturan hukum yang berkaitan dengan Perseroan
Perorangan.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
jenis data sekunder. Data sekunder ini berdasarkan penelusuran bahan hukum
primer yaitu peraturan perundang-undangan berupa Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan Serta Pendaftaran Pendirian,
Perubahan, dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria Untuk Usaha Mikro
dan Kecil. Badan hukum sekunder yaitu berupa buku serta karya ilmiah
yang memaparkan permasalahan yang terkait dengan peran dan tanggung jawab
notaris dalam perseroan perorangan.
Data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif
normatif, yakni analisis data dengan cara menganalisa data yang bersumber dari
bahan hukum berdasarkan kepada konsep, teori, peraturan-perundang-undangan,
doktrin, prinsip hukum, pendapat pakar hukum atau pandangan penelitian sendiri.
Sehingga didapatkan kesimpulan mengenai Peran dan Tanggung Jawab Notaris dalam
Perseroan Perorangan.
Hasil dan Pembahasan
A.
Perseroan
Perorangan sebagai Badan Hukum berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja.
Kata �perseroan� dalam pengertian umum yaitu
perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan untuk definisi �perseroan terbatas�
adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang ada dan dikenal
dalam sistem hukum dagang Indonesia. Dalam sejarah terbentuknya Perseroan
Terbatas di Indonesia dapat dilihat berdasarkan pasal 36 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang. Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa Perseroan Terbatas tidak
menggunakan nama salah seorang atau lebih diantara para pemegang sahamnya,
melainkan memperoleh namanya dari tujuan perusahannya saja.
Perseroan Terbatas didefinisikan pada pasal 1
angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas (untuk
selanjutnya disebut UU PT) yaitu Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan
pelaksanaannya. Menutut ahli,
Prof. Sentosa Sembiring dari pengertian Perseroan sebagaimana diatur dalam
pasal 1 UU PT, dapat diketahui bahwa Perseroan Terbatas sebagai kumpulan modal.
Artinya dalam badan usaha Perseroan Terbatas yang diutamakan adalah modal.
Modal dibagi atas lembar saham. Oleh karena itu siapa yang menguasai saham
paling banyak dalam suatu Perseroan Terbatas, dialah yang menentukan kebijakan
Perseroan. Kebijakan tersebut ditentukan lewat keputusan Direksi, Dewan
komisaris ataupun melewati Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham.
Menurut
Soedjono Dirjosisworo Perseroan Terbatas atau PT adalah badan hukum yang
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar
yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan serta
peraturan pelaksanaannya. Olek karena dibentuk berdasarkan kesepakatan, maka dapat dipastikan bahwa Perseroan
Terbatas didirikan oleh minimal 2 (dua) orang. Pembuatan perjanjian ini harus
diketahui oleh notaris dan dibuatkan aktanya untuk mendapatkan pengesahan dari
Menteri Hukum dan HAM sebelum resmi menjadi perusahaan berjenis Perseroan Terbatas.
Akan tetapi pengaturan mengenai perseroan terbatas telah mengalami
perluasan setelah diundangkannya Undang-Undang nomor 11 Tahun 2021 mengenai
Cipta Kerja (untuk selanjutnya disebut UU Cipta Kerja). Defisini mengenai
Perseroan Terbatas telah diubah pada pasal 109 angka 1 mengenai definisi
perseroan terbatas yaitu merupakan badan
hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham
atau Badan Hukum perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
mengenai Usaha Mikro dan Kecil.
Dalam UU Cipta Kerja terdapat perluasan bahwa
pengertian perseroan terbatas juga merupakan badan hukum perorangan yang
berdiri berdasarkan dengan kriteria Usaha Mikro dan Kecil. Usaha Mikro dan
Kecil ini digunakan untuk pendirian suatu kegiatan usaha dan dikelompokkan
berdasarkan kriteria modal usaha. Ketentuan mengenai kriteria besarnya Usaha
Mikro dan Kecil diatur dalam pasal 35 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021
tentang Kemudahan, Perlindungan, dan pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah yang berbunyi sebagai berikut :
a. Usaha Mikro memiliki modal
usaha sampai dengan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
b. Usaha
Kecil rnemiliki modal usaha lebih dari Rpl.000.000.0C0,00 (satu miliar rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp5.000.000.O00,00 (lima miliar rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan
c. Usaha
Menengah merniliki modal usaha lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lin:a miliar
rupiah) sampai tlengan paling banyak Rpt 0.000.000.000,00 (sepuluh rniliar
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Selain pada definisi perseroan, UU Cipta kerja juga
merubah mengenai ketentuan modal dasar dalam perseroan, yaitu merujuk kepada
pasal 109 angka 3 UU Cipta Kerja mengenai ketentuan perubahan pasal 32 UU PT.
Ketentuan modal dasar dalam UU PT sebelumnya diatur bahwa modal dasar perseroan
paling sedikit sejumlah Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan modal
disetor paling sedikit 25% (dua puluh lima) dari modal dasar. Ketentuan
tersebut dirubah dengan UU Cipta Kerja bahwa besaran modal dasar perseroan
ditentukan berdasarkan keputusan pendiri perseroan. Ketentuan ini juga
dijelaskan pada turunan undang-undang cipta kerja yaitu pada Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2021 serta pada pasal 4 bahwa modal dasar
Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus ditempatkan dan disetor
penuh paling sedikit 25%
(dua puluh lima persen) yang dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah. Hal tersebut
menyatakan bahwa berarti tidak terdapat ketentuan minimal pada modal dasar
selama tidak bertentangan dengan undang-undang yang mengatur kegiatan usaha
tertentu atas suatu perseroan.
Pada UU PT, perseroan terbatas perlu didirikan oleh paling sedikit dua subjek
hukum berdasarkan perjanjian berdasarkan dengan pasal 7 ayat (1) UU PT. Pada UU Cipta Kerja, perseroan terbatas meliputi badan
hukum perorangan jika memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil. Dengan demikian, setiap orang dapat mendirikan
suatu perseroan terbatas dan memiliki sahamnya seorang diri, sepanjang
perseroan tersebut termasuk dalam kategori usaha mikro dan kecil. UU Cipta Kerja juga
melakukan perubahan pada pasal 7 UU PT dengan menambah satu ayat bahwa pengecualian untuk dua pemegang saham berlaku
bagi persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara, badan usaha milik
daerah, badan usaha milik desa, perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga
kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain
sesuai dengan Undang-Undang tentang Pasar Modal dan perseroan yang memenuhi
kriteria untuk usaha mikro dan kecil. Dengan adanya perluasan definisi serta perubahan pasal
pada perseroan terbatas tersebut melahirkan adanya badan hukum perseroan
perorangan. Penambahan kalimat badan hukum perorangan yang
memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil� yang memberikan pengertian
bahwa adanya aturan baru yang mengesahkan sebuah UMK dengan pemegang saham
sebanyak 1 (satu) orang untuk mendirikan sebuah badan hukum.
Perseroan Perorangan juga didefinisikan pada Pasal 2
ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 dimana berbunyi bahwa
�perseroan yang memenuhi kriteria untuk usaha mikro dan kecil terdiri atas:
perseroan yang didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dan perseoan perorangan
yang didirikan oleh 1 (satu) orang.� Pada pasal 153A dalam UU
Cipta Kerja mengatur ketentuan awal mengenai perseroan perorangan, bahwa
dijelaskan pada ayat 1�(satu) bahwa perseroan yang memenuhi kriteria Usaha
Mikro dan Kecil boleh didirikan oleh 1 (satu) orang dimana orang tersebut
merangkap sebagai direksi dan pemegang saham.
Ketentuan direksi perseroan perorangan
dijelaskan pada pasal 153 D, bahwa direksi perseroan untuk Usaha Mikro dan
Kecil dalam kategori perseroan perorangan menjalankan pengurusan perseroan
Usaha Mikro dan Kecil bagi kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan. Organ Perseroan Perorangan hanya terdiri
dari Pemegang Saham sekaligus Direktur, serta tanpa adanya organ Dewan
Komisaris sebagaimana diatur secara eksplisit pada ketentuan 7 ayat (2) huruf g
dan pasal 8 ayat (4) huruf g PP Nomor 8
Tahun 2021 bahwa organ Perseroan Perorangan hanya
terdiri dari Direktur sekaligus Pemegang Saham, serta tidak ada organ
Komisaris.
Pemegang saham pada peseroan perorangan diatur
pada pasal 153 E. Bahwa pemegang saham untuk perseroan perorangan meurpakan
orang perseorangan. Dan penridi perseroan hanya dapat mendirikan perseroan
perorangan sejumlah 1 perseroan perorangan dalam 1 (satu) tahun tersebut.
Mengenai pemegang saham juga diatur lebih lanjut pada UU Cipta kerja yaitu pada
pasal
153 J ayat (1) menyatakan bahwa pemegang saham perseroan untuk Usaha Mikro dan
Kecil tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas
nama perseroan serta tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi
saham yang dimilikinya. Pasal ini memuat
doktrin piercing the corporate veil, dimana memiliki arti membuka tirai
perseroan, hal ini merupakan paraphrase bahwa tanggung jawab yang semula
terbatas dibuka dan diterobos menjadi tanggung jawab tidak terbatas hingga
kekayaan pribadi apabila terjadi pelanggaran, penyimpangan atau kesalahan dalam
melakukan pengurusan perseroan.
Akan
tetapi terdapat batasan terhadap ketentuan dari ayat 1 tersebut yaitu tidak
berlaku apabila:
a.
persyaratan Perseroan
sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
b.
pemegang saham yang
bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung dengan iktikad buruk
memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
c.
pemegang saham yang
bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
Perseroan; atau
d.
pemegang saham yang bersangkutan,
baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan
Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk
melunasi utang Perseroan.
Sebagaimana diatur dalam pasal 153 A, bahwa
pendirian perseroan untuk kriteria Usaha Mikro dan Kecil dapat didirikan oleh 1
(satu) orang. Pendirian ini dilakukan berdasarkan surat pernyataan pendirian
yang dibuat dalam Bahasa Indonesia. Pernyataan pendirian ini membuat memuat
mengenai maksud dan tujuan, kegiatan usaha, modal dasae serta modal yang
disetor. Pernyataan pendirian ini harus didaftarkan secara elektronik kepada
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengisi format isian.
Ketentuan mengenai pendirian perseroan
perorangan ini lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun
2021. Pasal 6 PP 8/2021 menyebutkan bahwa:
(1) Perseroan
perorangan didirikan oleh Warga Negara Indonesia dengan mengisi Pernyataan
Pendirian dalam bahasa Indonesia.
(2) Warga
Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a.
berusia paling rendah 17
(tujuh belas) tahun; dan
b.
cakap hukum.
(3) Perseroan
perorangan memperoleh status badan hukum setelah didaftarkan kepada Menteri dan
mendapatkan sertifikat pendaftaran secara elektronik.
(4) Perseroan
perorangan yang telah memperoleh status badan hukum sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diumumkan oleh Menteri dalam laman resmi Direktorat Jendera yang
menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang administrasihukum umum.
Kemudian
Pasal 7 PP Nomor 8 Tahun 2021 menjelaskan lebih lanjut mengenai pendirian
perseroan bahwa:
(1)
Pernyataan Pendirian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) didaftarkan secara elektronik
kepada menteri
dengan mengisi format isian.
(2)
Format isian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memuat:
a.
nama dan tempat kedudukan
Perseroan perorangan;
b.
jangka waktu berdirinya
Perseroan perorangan;
c.
maksud dan tujuan serta
kegiatan usaha Perseroan perorangan;
d.
jumlah modal dasar, modal
ditempatkan, dan modal disetor;
e.
Nilai
nominal dan jumlah saham;
f.
alamat Perseroan
perorangan; dan
g.
nama lengkap, tempat dan
tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, nomor induk kependudukan, dan nomor
pokok wajib pajak dari pendiri sekaligus direktur dan pemegang saham Perseroan
perorangan.
(3)
Format isian Pernyataan
Pendirian sebagaimana
dimaksud pada ayat (21 tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah
ini.
Ketentuan pada pasal diatas
menjelaskan bahwa pendirian perseroan dengan kriteria sebagaimana diatur dalam
pasal 153 A dimana merupakan perseroan perorangan didirikan tanpa membuat akta
notaris, melainkan hanya membuat surat pernyataan pendirian yang bermuatkan
nama perseroan maksud dan tujuan, kegiatan usaha, modal dasar, serta ketentuan
lain yang berkaitan dengan perseroan tersebut. Kemudian perseroan perorangan
dapat memperoleh status badan hukum setelah surat
pernyataan pendirian tersebut didaftarkan kepada Kementerian Hukum dan Ham dan
mendapatkan sertifikat pendaftaran secara elektronik. Dari segi pandang para
pelaku usaha Mikro dan Kecil, kebijakan mengenai pendirian perseroan terbatas
ini secara khusus sangat membantu dikarenakan biaya yangalebih murah
dibandingkan dengan diharuskannya membuat akta notaris serta jangka waktu yang
diperlukan dalam proses pendirian menjadi sebuah badan hukum relatef lebih
singkat.
Sebuah perusahaan dimungkinkan akan melakukan perubahan seiringan dengan berjalannya usaha. Pada perseroan perorangan, perubahan dijelaskan pada pasal 153 C UU Cipta Kerja. Disebutkan bahwa perubahan perseroan perorangan ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham. Perubahan pada perseroan perorangan ini ditetapkan dengan keputusan pemegang saham perseroan perorangan yang mempunyai kekuatan hukum sama dengan Rapat Umum Pemegang Saham. Perubahan pada perseroan perorangan juga diatur dalam bagian kedua mengenai perubahan pada UU Nomor 8 Tahun 2021 bahwa perubahan dilakukan dengan mengisi format isian perubahan Pernyataan Pendirian Perseroan perorangan dalam bahasa Indonesia. Perubahan perseroan perorangan ini dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali melalui perubahan pernyataan perubahan perseroan dengan format isian perubahan yang diajukan kepada Menteri secara elektronik untuk mendapatkan sertifikat pernyataan perubahan.
Kemudian dalam pasal 153 H mengatur mengenai perubahan status perseroan perorangan menjadi perseroan persekutuan modal. Pada ayat 1 (satu) menjelaskan bahwa apabila perseroan perorangan sudah tidak memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana seharusnya menjadi kriteria perseroan perorangan, maka perseroan harus mengubah statusnya menjadi perseroan terbatas persekutuan modal sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu apabila:
a.
pemegang saham menjadi
lebih dari 1 (satu) orang: dan/atau
b.
tidak memenuhi kriteria
usaha mikro dan kecil sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai usaha mikro dan kecil
Merujuk kepada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor 21 tahun 2021 tentang syarat dan tata cara pendaftaran pendirian, perubahan, dan pembubaran badan hukum perseroan terbatas, Perseroan perorangan yang telah berubah menjadi perseroan terbatas persekutuan modal dengan melakukan perubahan status melalui akta notaris dan didaftarkan secara elektronik kepada Menteri. Akta notaris tersebut memuat mengenai pernyataan pemegang saham, serta status perseroan apakah merupakan perseroan terbatas tertutup atau terbuka. Kemudian perseroan harus mengisi surat pernyataan secara elektronik serta mendaftarkan perubahan status perseroan secara elektronik. Dengan pengisian surat pernyataan secara elektronik tersebut adalah bukti nyara bahwa pemohon atas nama perseroan tersebut telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan dapat dipertanggung jawabkan.
Perseroan perorangan juga dapat melakukan pembubaran. Pembubaran
perseroan perorangan diatur pada Pada pasal 153 G serta pada bagian keempat
mengenai pembubaran pasal 13 UU Nomor 8 Tahun 2021, bahwa pembubaran untuk
perseroan perorangan dilakukan melalui rapat umum pemegang saham yang
dituangkan dalam pernyataan pembubaran dan diberitahukan secara elektronik
kepada Menteri. Kemudian pada ayat 2 (dua) memberi penjelasan mengenai
ketentuan pembubaran dilakukan jika :
a. berdasarkan
keputusan RUPS;
b. jangka
waktu berdirinya yang ditetapkan dalam pernyataan pendirian telah berakhir;
c. berdasarkan penetapan pengadilan;
d. dengan
dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya
kepailitan;
e. harta
pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang; atau
f. dicabutnya
Perizinan Berusaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
B.
Peran dan�tanggung jawab notaris dalam pendirian
perseroan perorangan.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat
akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Wewenang utama
notaris adalah untuk membuat akta otentik. Notaris berwenang untuk membuat
akta otentik mengenai suatu perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan
oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan
untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
akta, menyimpan akta, memberikan grosse, Salinan dan kutipan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta itu juga tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada
pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Pembuatan akta otentik yang ada diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum.
Keautentikannya suatu akta dinilai pada beberapa unsur sesuai dengan aturan pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa:
a. Akta tersebut dibuat dan disahkan dalam bentuk menurut
undang-undang;
b. Akta tersebut dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum
yang berkuasa;
c. Akta tersebut dibuat dan berkuasa untuk itu di tempat
di mana akta tersebut dibuat.
Suatu akta yang dinyatakan sebagai akta otentik bukan karena penetapan undang-undang, akan tetapi karena akta tersebut dibuat oleh dan atau dihadapan seorang pejabat umum. Dengan perkataan lain, akta yang dibuat oleh notaris mempunyai sifat otentik, bukan oleh karena undang-undang yang menetapkan, akan tetapi oleh karena akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum.
Dalam suatu badan hukum, notaris berperan untuk membuat
akta otentik sebagai alat bukti atas adanya suatu peristiwa hukum, seperti
halnya pada perseroan, notaris berperan untuk pada pendiran Perseroan Terbatas
(selanjutnya disebut PT). Dalam hal pendirian PT, Notaris berperan meresmikan
atau verleden Akta serta memberikan penyuluhan hukum kepada para pendiri
perseroan.
Peresmian akta itu dilakukan dengan tahapan pembuatan akta,
melakukan pesan nama PT dan sebagai kuasa dari pendiri dalam hal untuk
memperoleh status badan hukum dari Akta Pendirian PT tersebut sampai dengan
diumumkannya Perseroan tersebut di Berita Negara Republik Indonesia.
Selain itu berdasarkan pasal 15 ayat (2) huruf j, notaris juga berwenang untuk memberikan penyuluhan hukum yang berkaitan dengan akta. Penyuluhan hukum adalah salah satu kegiatan penyebarluasan informasi dan pemahaman terhadap norma-norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku guna mewujudkan dan mengembangkan kesadaran hukum masyarakat sehingga terciptanya budaya hukum dalam bentuk tertib dan taat atau petuh terhadap norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku demi tegaknya supremasi hukum.
Notaris dalam perannya sebagai penyuluh hukum harus bertindak jujur, bijak, tidak berpihak, memberikan penjelasan mengenai keadaan hukum yang sebenar-benarnya sesuai dengan peraturan yang berlaku, menjelaskan hak dan kewajiban para pihak agar tercapai kesadaran hukum yang tingga dalam masyarakat, serta memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di dalam undang-undang. Penyuluhan hukum yang diberikan oleh notaris ini memberikan kepastian hukum. Para pihak akan memahami ketentuan-ketentuan hukum yang wajib di dalam pemenuhan perbuatan hukum yang dilakukan sehingga tidak terjadi pelanggaran hukum.
Kesimpulan
Notaris merupakan pejabat hukum yang utamanya membuat akta otentik. Dalam pendirian perseroan sesuai dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa notaris berperan dalam membuat akta otentik yaitu akta pendirian sebagai alat bukti bahwa telah didirikannya perseroan terbatas tersebut. Akan tetapi Notaris tidak berwenang untuk membuat akta pendirian perseroan perorangan. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 pendirian perseroan tidak memerlukan akta notaris, yaitu dengan hanya mendaftarkan di kementerian hukum dan hak asasi manusia republik Indonesia dan mendapatkan sertifikat pendaftaran. Berdasarkan pasal 153 H UU Cipta Kerja serta dalam pasal 9 PP nomor 8 Tahun 2021, dalam perseroan perorangan notaris hanya berperan untuk membuat perubahan status perseroan perorangan menjadi perseroan persekutuan modal apabila perseroan perorangan sudah tidak memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil serta pemegang saham menjadi lebih dari 1 (satu) orang, selain itu notaris juga berperan dalam perseroan perorangan hanya sebatas penyuluh hukum kepada penghadap. Peran dan tanggung jawab notaris dalam proses pendirian perseroan perorangan hanya sebagai berikut Penyuluhan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 15 angka 2 huruf j Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu melakukan Penyuluhan Hukum.
BIBLIOGRAFI
Indonesia. Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas. UU Republik Indonesia No. 40 tahun 2007. LN.2007/NO.106, TLN NO.4756,
Indonesia. Undang-Undang tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 �Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris. UU No. 12 Tahun 2014. LN Nomor 3, Tahun 2014 TLN
No. 5491.
Indonesia, Undang-Undang tentang Cipta Kerja. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 . LN.2020/No.245, TLN No.6573.
Indonesia, 2021. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun
2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. LN.2021/No.17, TLN No.6619
Indonesia,
2021. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan Serta Pendaftaran
Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria Untuk
Usaha Mikro dan Kecil. LN.2021/No.18,
TLN No.6620
�
Indonesia, 2006. Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01-Pr.08.10 Tahun 2006 Tentang
Pola Penyuluhan Hukum
Indonesia,
2021. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
21 tahun 2021 tentang Syarat dan Tata Cara
Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Badan Hukum Perseroan Terbatas..
BN.2021/No.470
Hartono, Siti Soemantri, Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) dan Peraturan Kepailitan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1989.
Subekti, R, dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Pradnya Paramita, Jakarta, 2003.
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam
Kontrak Komersial (Jakarta: Prenadamedia Group, 2010).
G.H.S Lumban Tobing, �Peraturan Jabatan Notaris, 3rd
ed. (Jakarta: Erlangga, 1999)
Perer Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana
Predana Media Group, (Jakarta: 2006).
Sembiring, Susanto, Hukum Dagang, (Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti, 2017).
Soedjono Dirjosisworo, �HukumPerusahaan Mengenai Bentuk-bentuk
Perusahaan (badan usaha) di Indonesia�, Mandar Maju, Bandung, 1997.
Suyanto, �Metode Penelitian Hukum Pengantar Penelitian
Normatif, Empiris, dan Gabungab, (Gresik: Unigres Press, 2022).
Syahrum, Muhammad, Pengantar Metodologi Penelitian Hukum, Kajian Penelitian Normatif, Empiris, Penulisan Proposal, Laporan Skripsi dan Tesis, (Riau: DOTPLUS, 2022).
Widjaya, I.G Rai, Hukum Perusahaan
Perseroan Terbatas , (Jakarta: MEGAPOIN, 2005).
Aprilia, I. S (2020), Aspek Hukum Pemegang
Saham dalam Perseroan dengan Satu Pemegang Saham (Single Share-holder)(Studi
Komparisi Indonesia dengan China). SUPREMASI: Jurnal Hukum, 3(1); 1-14.
Dewi, S (2018). Mengenai Doktrin dan Prinsip Piercing The
Corporate Veil Dalam Hukum Perusahaan. Soumatera Law Review, 1(2),
380-299.
Gloria, M (2021). Kepailitan Perseroan Perorangan
dalam Undang-Undang Cipta Keja. Jurnal Panorama� Hukum, 6(1), 24-31.
Khair, Otti Ilham, Catur
Widiatmoko, and Rajanner P. Simarmata. "Analisis UU Cipta Kerja dan
Kemudahan Berusaha Bagi UMKM." Syntax Literate; Jurnal Ilmiah
Indonesia 7.2 (2022): 897-912.
Niode, Idris Yanto. �Sektor UMKM di Indonesia: Profil,
masalah dan strategi pemberdayaan.� Jurnal Kajian Ekonomi dan Bisnis
OIKOS-NOMOS 2.1 (2009): 1-10.
Perkasa, Brahma Putra. "Peranan Dan Tanggung Jawab Notaris Dalam Memberikan Penyuluhan Hukum Terhadap Para Pihak Di Kota Pekanbaru." Jurnal Hukum Kaidah: Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat 20.2 (2021): 224-235.
Sari, Siti Fauziah Dian
Novita. "Peran Notaris Dalam Proses Pembuatan Akta Pendirian Perseroan
Terbatas." Lex Renaissance 3.2 (2018): 407-422.
Sinaga, Edward James.
"Upaya pemerintah dalam merealisasikan kemudahan berusaha di
indonesia." Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional 6.3
(2017): 329-348
Copyright holder: Ghia Riezna Zhadira, FX. Arsin
Lukman (2022) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |