Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 11, November
2022
DAMPAK PEMEKARAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
DI KABUPATEN WAROPEN
Terianus L.
Safkaur
Universitas Cenderawasih, Jayapura, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Pemekaran akan mempersingkat
rentang kendali antara pemerintah dan masyarakat, khususnya pada wilayah-wilayah yang belum
terjangkau oleh
fasilitas pemerintahan. Pemekaran daerah juga diaspirasikan untuk memperbaiki pemerataan
pembangunan. Berdasarkan pengalaman di masa lalu, daerah-daerah yang terbangun
hanya daerah yang berdekatan dengan ibukota pemerintahan daerah. Pemekaran
memungkinkan sumber daya mengalir ke daerah yang masih belum berkembang.
Alasan lainnya yang juga dikemukakan adalah bahwa pemekaran akan mengembangkan
demokrasi lokal melalui pembagian kekuasaan pada tingkat yang lebih kecil. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui sejauh mana keberhasilan penerapan DOB terhadap keberhasilan
pelayanan publik di wilayah pemekaran seperti pada Kabupaten Waropen Provinsi
Papua. Jenis penelitian yang digunakan yaitu menggunakan
metode analisis deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan sifat-sifat individu,
keadaan, gejala atau kelompok-kelompok tertentu atau menemukan penyebaran
(frekuensi) suatu gejala. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu: teknik Observasi, teknik
Wawancara, dan teknik studi kepustakaan. Adapun teknik pengolahan data
menggunakan model interactive model analysis dari
Milles dan Huberman.
Hasil penelitian menunjukan bahwa melalui kebijakan Daerah Otonom Baru atau
pemekaran daerah dapat mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Artinya
bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam pelayanan public dan akses
masyarakat dalam pelayanan public dapat terbuka dengan baik.
Kata Kunci: pemekaran; kualitas
pelayanan publik
Abstract
Pemekaran akan mempersingkat rentang kendali antara pemerintah dan
masyarakat, khususnya pada wilayah-wilayah yang belum terjangkau oleh fasilitas
pemerintahan. Pemekaran daerah juga diaspirasikan untuk memperbaiki pemerataan
pembangunan. Berdasarkan pengalaman di masa lalu, daerah-daerah yang terbangun
hanya daerah yang berdekatan dengan ibukota pemerintahan daerah. Pemekaran
memungkinkan sumber daya mengalir ke daerah yang masih belum berkembang. Alasan
lainnya yang juga dikemukakan adalah bahwa pemekaran akan mengembangkan
demokrasi lokal melalui pembagian kekuasaan pada tingkat yang lebih kecil.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan penerapan DOB
terhadap keberhasilan pelayanan publik di wilayah pemekaran seperti pada
Kabupaten Waropen Provinsi Papua. Jenis penelitian yang digunakan yaitu
menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan
sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok-kelompok tertentu atau
menemukan penyebaran (frekuensi) suatu gejala. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini yaitu: teknik Observasi, teknik Wawancara, dan teknik studi
kepustakaan. Adapun teknik pengolahan data menggunakan model interactive model
analysis dari Milles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukan bahwa melalui
kebijakan Daerah Otonom Baru atau pemekaran daerah dapat mendekatkan pelayanan
publik kepada masyarakat. Artinya bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam
pelayanan public dan akses masyarakat dalam pelayanan public dapat terbuka
dengan baik.
Keywords: expansion; public service quality
Pendahuluan
Reformasi yang digulirkan pasca orde
baru pada tahun 1998 berimplikasi terhadap hegemoni dan dinamika realitas
politik di Indonesia saat ini (Widayati, 2019). Pemerintahan yang bersifat
sentralistik tidak memberikan keleluasaan bagi daerah-daerah untuk
merencanangkan dan melaksanakan pembangunan secara mandiri (buttom up),
hal tersebut disebabkan kebutuhan masyarakat di daerah bukan menjadi
isu/gagasan dalam perencanaan pembangunan sehingga daerah hanya menerima
terhadap apa yang menjadi program pemerintah pusat. Persepsi tersebut secara
konkrit bahwa dalam pelaksanaan pemerintahan tidaklah berjalan secara
demokratis (Suharyanto, 2016).
UUD 1945 tidak mengatur perihal
pembentukan daerah atau pemekaran suatu wilayah secara khusus, namun disebutkan
dalam Pasal 18B ayat (1) bahwa, �Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur
dengan undang-undang.�Selanjutnya, pada ayat (2) pasal yang sama tercantum
kalimat sebagai berikut (Yandra, 2016). �Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang� (Simandjuntak, 2015). Secara lebih khusus, UU Nomor 32 Tahun 2004 mengatur ketentuan mengenai
pembentukan daerah dalam Bab II tentang Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus.
Dapat dianalogikan, masalah pemekaran wilayah juga termasuk dalam ruang lingkup
pembentukan daerah. UU Nomor 32 Tahun 2004 menentukan bahwa pembentukan suatu daerah
harus ditetapkan dengan undang-undang tersendiri. Ketentuan ini tercantum dalam
Pasal 4 ayat (1). Kemudian, ayat (2) pasal yang sama menyebutkan sebagai
berikut. �Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksu pada ayat (1)
antara lain mencakup nama, cakupan wailayah, batas, ibukota, kewenangan
menyelenggarakan urusa pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian Legalisasi
pemekaran wilayah dicantumkan dalam pasal yang sama pada ayat berikutnya (ayat
(3)) yang menyatakan bahwa, �Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan
beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu
daerah menjadi dua daerah atau lebih.� Dan ayat (4) menyebutkan : �Pemekaran
dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia
penyelenggaraan pemerintahan.� Berikut ini beberapa produk hukum yang menjadi
dasar dalam pembentukan daerah otonom baru atau pemekaran wilayah di indonesia
: (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 18 Ayat 1 - 7, Pasal 18A ayat
1 dan 2, Pasal 18B ayat 1 dan 2. (2) Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, pembagian, dan Pemanfaatan Sumber
Daya Nasional yg Berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam
Kerangka NKRI. (3) Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi
Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah. (4) UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. (5) UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. (6) UU No. 23 Tahun 2014
tentang pemerintah daerah (Revisi UU No.32 Tahun 2004) (Tampubolon,
2014).
Setelah
diberlakukannya Undang Undang No. 22 tahun 1999 yang kemudian revisi dengan
munculnya UU No. 32 tahun 2004, kemudian diamandemen beberapa pasal yang
melahirkan UU No. 23 tahun 2014, pemekaran daerah menjadi kecenderungan baru
dalam struktur pemerintahan daerah di Indonesia. Dari tahun 1999 sampai dengan
tahun 2015, jumlah kabupaten/kota di Indonesia sudah bertambah 646 daerah
mekaran yang terdiri dari 514 Kabupaten, 98 Kota dan 34 Provinsi. Ini artinya
pertumbuhan jumlah daerah Kabupaten/Kota dan Provinsi terjadi rata-rata 20
daerah Kabupaten / Kota per tahun. Dan bisa dikatakan jumlah pertumbuhannya
kurang lebih 40% hanya dalam waktu 9 tahun (Makaganza, 2008 : 35). Meningkatnya
usulan pemekaran daerah di atas memerlukan perhatian yang serius dari
Pemerintah sebab jika tidak ada mekanisme pengawasan yang ketat dan evaluasi
yang jelas maka usulan untuk membentuk daerah baru masih terus akan terjadi.
Kondisi ini tentunya sangat membahayakan bagi Pemerintah Indonesia yang
notabene merupakan negara kepulauan yang berbentuk Negara Kesatuan (Tryatmoko, 2016).
Fenomena tersebut
telah menimbulkan sikap pro dan kontra di elit daerah yang terdiri dari
berbagai kalangan politisi, tokoh masyarakat, pejabat pemerintah, dan di antara
para pakar. Mereka memperdebatkan manfaat ataupun kerugian yang timbul dari
banyaknya wilayah yang dimekarkan. Berbagai pandangan dan opini disampaikan
untuk mendukung sikap masing-masing pihak. (Canaldhy et al., 2017) menyatakan bahwa pemekaran telah
membuka peluang terjadinya bureaucratic and political rent-seeking,
yakni kesempatan untuk memperoleh keuntungan dana, baik dari pemerintah pusat
maupun dari penerimaan daerah sendiri. Lebih lanjut dikatakan bahwa, karena
adanya tuntutan untuk menunjukkan kemampuan menggali potensi wilayah, maka
banyak daerah menetapkan berbagai pungutan untuk meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) (Tafalas, 2019).
Hal ini menyebabkan
terjadinya suatu perekonomian daerah berbiaya tinggi. Lebih jauh lagi timbul
pula tuduhan bahwa pemekaran wilayah merupakan bisnis kelompok elit di daerah
yang sekedar menginginkan jabatan dan posisi. Euforia demokrasi dan
partai-partai politik yang memang terus tumbuh, dimanfaatkan kelompok elit ini
untuk menyuarakan �aspirasinya� mendorong terjadinya pemekaran (Iskatrinah, 2017).
Di sisi lain, banyak
pula argumen yang diajukan untuk mendukung pemekaran, yaitu antara lain adanya
kebutuhan untuk mengatasi jauhnya jarak rentang kendali antara pemerintah dan
masyarakat, serta memberi kesempatan pada daerah untuk melakukan pemerataan
pembangunan (Marzuki, 2015). Alasan lainnya adalah
diupayakannya pengembangan demokrasi lokal melalui pembagian kekuasaan pada
tingkat yang lebih kecil (AP, 2020). Terlepas dari
masalah pro dan kontra, perangkat hukum dan perundangan yang ada, yaitu Peraturan
Pemerintah No. 129/2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran,
Penghapusan dan Penggabungan Daerah, memang masih dianggap memiliki banyak
kekurangan (Swaningrum & Hariwan, 2015). Hal inilah yang mengakibatkan
mudahnya satu proposal pemekaran wilayah pemerintahan diloloskan. Dalam kondisi
demikian, timbul pertanyaan apakah kesejahteraan masyarakat dan kualitas
pelayanan publik pada akhirnya benar-benar meningkat setelah daerah tersebut
dimekarkan.
Penelitian ini
dimaksudkan untuk menjawab permasalahan mengapa usulan pemekaran daerah cukup
marak terjadi di era otonomi daerah. Penelitian akan diawali dengan
menganalisis regulasi yang mengatur tentang pemekaran daerah, setelah itu baru
akan dianalisis secara umum motif serta tujuan dari adanya usulan pemekaran
daerah. Penelitian ini akan diakhiri dengan anlisis implikasi yang bisa terjadi
dari adanya pemekaran daerah di era otonomi daerah sekarang ini.
Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di daerah yang
telah mendapatkan persetujuan dari lembaga legislatif ataupun pemerintah
kabupaten induk untuk dimekarkan sebagai daerah otonomi baru yakni Kabupaten
Waropen sebagai pemisahan dari Kabupaten Yapen Propinsi Papua. Sedangkan alasan
pemilihan lokus penelitian ini karena Peneliti ingin mengeksplorasi dan
mendeskripsikan fenomena-fenomena yang mendasari pemekaran daerah ditinjau dari
perspektif politik kepentingan dan dinamikanya selama proses pengusulan sampai
pada tahap persetujuan dari pihak yang memiliki otoritas dalam hal tersebut.
2. Informan
Penelitian
Penentuan informan dilakukan dengan
menggunakan snowball sampling, seperti bola salju atau rantai yang
bertujuan untuk mengindentifikasi kasus-kasus yang menarik dari masyarakat yang
mengetahui fakta-fakta atau informasi terhadap fokus penelitian (Creswell,
2014). Adapun informan pangkal yakni
Bupati Waropen sebagai key informan.
Selanjutnya
Peneliti memokuskan pula peran elit lokal dalam menginisiasi pemekaran,
membangun relasi dan pengaruhnya kepada masyarakat. Peneliti menjadikan pula
tokoh-tokoh masyarakat dan pemuda sebagai informan untuk mengetahui peran
mereka dalam pemekaran. Peneliti juga mengobservasi orang-orang yang memperoleh
kedudukan politik di birokrasi pemerintah dan lembaga politik lainnya seperti
legislatif.
3. Jenis
dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode analisis
deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan sifat-sifat individu, keadaan, gejala
atau kelompok-kelompok tertentu atau menemukan penyebaran (frekuensi) suatu
gejala. Menurut Moleong (2007) menyatakan
bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah,
dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan
melibatkan berbagai metode yang ada. Tujuan penelitian deskriptif ini untuk
membuat gambaran, atau lukisan secara sistematis, factual dan akurat mengenai
fakta-fakta, serta sifat-sifat dan hubungan antar fenomena yang diselidiki.
4. Teknik
Pengumpulan Data
�Teknik pengumpulan data dalam penelitian
ini yaitu:
a. Observasi. Carey
(2015), pengamatan memungkinkan
peneliti mengidentifikasi dan fokus pada data-data yang relevan dari fenomena
yang diteliti. Observasi
atau pengamatan langsung terhadap obyek penelitian yakni politik kepentingan
kekuasaan dalam pemekaran Kabupaten Konawe Timur Laut.
b.
Wawancara mendalam (In-depth Interview) atau disebut juga wawancara tak
terstruktur. Menurut Laka (2021), metode ini bertujuan untuk memperoleh
bentuk-bentuk tertentu informasi dari semua informan, tetapi susunan kata dan
urutannya disesuaikan dengan ciri-ciri setiap responden teknik ini bersifat
luwes, susunan pertanyaan dan susunan kata-katanya dalam setiap pertanyaan
dapat berubah-ubah pada saat wawancara disesuaikan dengan kondisi subyek
penelitian (informan). Pada saat peneliti melakukan wawancara, peneliti dipandu
dengan pedoman wawancara (interview guide) dan dibantu alat perekam
suara (tape recorder), alat pencatat (buku dan pena). Semua informasi
dicatat secara teliti dan cermat, dan selalu dikonfirmasi ulang apabila masih
ada yang kurang jelas.
c. Studi dokumen.
Mempelajari dokumen-dokumen atau arsip-arsip selama proses dari pengusulan
sampai pada tahap penetapan daerah pemekaran, dan dokumen-dokumen lainnya yang
ada hubungannya dengan penelitian ini.
5. Teknik Analisis
Data
Analisis data kualitatif menurut Bogdan
dan Bikken (Moleong
& Edisi, 2004) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan
bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan
apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain.
Prinsip utama dalam analisis data adalah bagaimana menjadikan data atau
informasi yang telah dikumpulkan disajikan dalam bentuk uraian dan sekaligus
memberikan tafsiran atau interprestasi sehingga informasi tersebut memiliki
signifikan ilmiah atau teoritis.
Adapun teknik
analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis deskriptif kualitatif. Teknik analisis data ini menguraikan,
menafsirkan dan menggambarkan data yang terkumpul secara sistemik dan
sistematik. Untuk menyajikan data tersebut agar lebih bermakna dan mudah
dipahami, maka digunakan interactive model analysis dari Milles dan
Huberman (2002).
Gambar 1
Analisis Data Model Interaktif
��������� Sumber: Milles dan
Huberman
Dalam model ini kegiatan analisis dibagi
menjadi 3 tahap, yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan
penarikan simpulan.
a. Reduksi data
Reduksi data yaitu proses pemilihan data
kasar dan masih mentah yang berlangsung terus menerus selama penelitian
berlangsung melalui tahapan pembuatan ringkasan, memberi kode, menelusuri tema,
dan menyusun ringkasan. Tahap reduksi data yang dilakukan peneliti adalah
menelaah secara keseluruhan data yang dihimpun dari lapangan mengenai politik
kepentingan dalam pemekaran Kabupaten Waropen, kemudian memilah-milahnya ke
dalam kategori tertentu.
b. Penyajian data
Seperangkat hasil reduksi data kemudian
diorganisasikan ke dalam bentuk matriks (display data) sehingga terlihat
gambarannya secara lebih utuh. Penyajian data dilakukan dengan cara penyampaian
informasi berdasarkan data yang dimiliki dan disusun secara runtut dan baik
dalam bentuk naratif, sehingga mudah dipahami. Dalam tahap ini peneliti membuat
rangkuman secara deskriptif dan sistematis sehingga tema sentral yaitu mengenai
politik kepentingan kekuasaan dalam pemekaran Kabupaten Waropen.
c. Verifikasi data/penarikan simpulan
Verifikasi data penelitian yaitu menarik
simpulan berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai sumber, kemudian
peneliti mengambil simpulan yang bersifat sementara sambil mencari data
pendukung atau menolak simpulan. Pada tahap ini, peneliti melakukan pengkajian
tentang simpulan yang telah diambil dengan data pembanding teori tertentu.
Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat kebenaran hasil analisis yang
melahirkan simpulan yang dapat dipercaya.
Hasil dan Pembahasan
A. Indikator
Pelayanan Publik
1. Aspek
Pelayanan Publik
Aspek pelayanan
publik perlu dapat dilakukan dengan baik sesuai prinsip-prinsip good governance
yaitu pelayanan yang demokratis dan akuntabel sehingga masyarak benar-benar
dapat merasakannya.
Daerah Otonomi
Baru telah memberikan peluang yang besar kepada pemerintah daerah dan juga
masyarakat untuk mengakses setiap pelayanan yang dilakukan. Dampak pemekaran
daerah ini kemudian dapat berpengaruh terhadap indeks kualitas pelayanan publik
secara demokratis. Hal ini bisa terlihat pada kecenderungan jawaban atau respon
masyarakat atas pertanyaan yang diberikan. Oleh sebab itu dengan melihat grafik
ini, jelas bahwa masyarakat di kabupaten waropen telah mendapatkan dampak yang
besar terhadap pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah daerah secara
signifikan.
2. Aspek
pelayanan Partisipatif
Dengan melihat
grafik di bawah ini, maka pengaruh dari pemekaran daerah sangat berdampak pada
proses pelayanan publik yang partisipatis. Dimana masyarakat dapat diberikan
kesempatan dan kemudahan dalam mengakses pelayanan publik yang dilakukan oleh
pemerintah daerah. dengan demikian merujuk pada jawaban masyarakat bahwa mereka
lebih leluasa dan ikut aktif berperan serta dalam proses pembangunan yang ada
dengan baik.
3. Aspek
Pelayanan yang Akuntabel
Masyarakat
membutuhkan pelayanan publik yang lebih bermartabat dan berwibawa, sehingga
pemerintah perlu menyediakan secara baik agar menjamin rasa kepuasan. Hal ini
sejalan dengan hakekat dari pemberlakuan pemekaran daerah yang bertujuan
mensejahterakan dan memandirikan masyarakat. dengan demikian jika dilihat dari
data pada grafik ini bahwa kecenderungan pelayanan yang akuntabel itu dapat
diimplementasikan dengan baik.
4. Pelayanan
yang cepat dan memperpendek rentang kendali
Pemekaran
berdampak pada terciptanya pelayanan publik yang lebih cepat, serta memperpendek
rentang kendali (kesenjangan) antara pemerintah dan masyarakat diatas, dapat
diukur dengan tanggapan masyarakat. gambar grafik diatas menunjukan bahwa
rata-rata jawaban responden terhadap pemekaran berdampak terhadap kesenjangan
antara pemerintah dengan masyarakat dalam pelayanan publik berdampak
signifikan.
5.
Akses
Pelayanan Publik (Pendidikan, Kesehatan, Sosial Kemasyarakatakan, dll) Yang
Tersedia Sebelum Pemekaran Telah Mengakomodir Kepentingan Masyarakat
Akses pelayanan publik terkait pendidikan,
kesehatan, sosial kemasyarakatan, dll yang tersedia sebelum pemekaran sangat terbatas sehingga
masyarakat sangat sulit untuk mengaksesnya. Jika melihat grafik ini bahwa
dampak dari pemekaran daerah ini dapat membawa perubahan yang sangat signifikan
dan juga masyarakat bisa dapat mengakses dengan baik pelayanan publik yang
dilakukan. Namun dalam implementasi pemekaran daerah tersebut belum menjawab
kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa berdasarkan kecenderungan
jawaban responden, pemekaran dapat memberikan dampak yang bersar terhadap akses
pelayanan dasar masyarakat di kabupaten waropen.
6. Akses
Pelayanan Publik (Pendidikan, Kesehatan, Sosial Kemasyarakatakan, dll) Yang
Tersedia Setelah Pemekaran Telah Mengakomodir Kepentingan Masyarakat
Akses pelayanan publik setelah
diberlakukan daerah otonomi baru kemudian memberikan kemudahan-kemudahan bagi
masyarakat. hal ini jika dapat dikaji dengan data sebelum pemekaran, maka ada
perubahan yang nampak terhadap pelayanan publik yang dilakukan baik dari aspek
pendidikan, kesehatan, sosial kemasyarakatan yang kemudian cenderung
mengakomodir kepentingan masyarakat. data grafik ini menunjukan adanya� komitmen pemerintah untuk memperbaiki
kualitas pelayanan dasar bagi masyarakat. hal ini jika dilihat pada jawaban
responden maka pemerintah selalu mengakomodir kepentingan masyarakat dan
terbukti pada jawaban mengakomodir� 48%.
Oleh sebab itu jawaban responden tertinggi pada kategori jawaban mengakomodir
akses pelayanan publik sebelum pemekaran.
Dengan demikian berdasarkan kecenderungan
tersebut dapat dikatakan bahwa� pemekaran
dapat memberikan dampak yang bersar terhadap akses pelayanan dasar masyarakat
di kabupaten waropen. Hal ini terlihat pada akumulasi jawaban tertinggi terkait
dengan akses pelayanan publik setelah pemberlakuan daerah otonomi baru atau
pemekaran daerah barulah akses-akses pelayanan dapat dimaksimalkan secara baik
dan dirasakan oleh masyarakat.
B. Aspek Pendidikan
1. Rasio Guru Dan
Murid
Salah satu wujud
dari pelayanan publik yang paling mendasar adalah indikator pendidikan, oleh
sebab itu pemerintah dalam membangun kualitas sumbder daya manusia perlu harus
memiliki komitmen tinggi untuk menjamin keberhasilan tersebut. Jika dilihat
pasca pemekaran daerah telah menjamin ketersediaan rasio jumlah tenaga guru dan
murid, baik di tingkat SD, SMP dan SMA di kabupaten waropen ini. Data pada
grafik ini menjelaskan bahwa komitmen pemerintah untuk menyediakan jumlah
tenaga guru yang memadai sesuai dengan rasio murid yang ada atau tidak. Dengan
melihat data yang ada, maka pemerintah sangat terbatas bahkan sangat kurang
dalam menyediakan tenaga guru mulai dari SD, SMP, SMA. Berdasarkan jawaban responden atas pertanyaan-pertanyaan tersebut,
manunjukan bahwa kurang tersedia 74%. Data ini menunjukan bahwa kualifikasi
jawaban masyarakat atas pemekaran daerah telah menjamin ketersediaan rasio
jumlah tenaga guru dan murid lebih tinggi pada kategori jawaban kurang tersedia
dan terendah pada kategori jawaban tidak tersedia. �Dengan demikian bahwa rasio
perbandingan tenaga guru dan murid baik di SD, SMP, dan SMA rata-rata kurang
berimbang, hal ini terjadi karena jumlah tenaga guru yang kurang jika
dibandingkan dengan jumlah murid di daerah pemekaran.
2.
Angka Melek
Huruf
Upaya menekan angka melek huruf sebagai salah satu tanggung jawab
pemerintah mengingat banyak masyarakat yang berada pada kampung-kampung banyak
yang buta huru atau buta aksara. Oleh sebabnya pemerintah telah membuka
keterisolasian dengan menghadirkan pemekaran daerah dalam rangka menekan
kemiskinan dan buta aksara. Proses pelayanan publikyang dilakukan oleh
pemerintah merupakan bukti komitmen dalam membangun manusia yang seutuhnya.
data grafik ini menunjukan bahwa pemerintah telah berhasil menekan laju buta
aksara atau menaikan angka melek huruf bagi masyarakat di kabupaten waropen.
pelayanan publik semakin dirasakan oleh masyarakat karena adanya pengaruh
pemekaran daerah yang memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada
pemerintah daerah untuk berinovasi dalam membangun daerahnya secara mandiri.
hal ini dapat dilihat pada jawaban masyarakat yaitu 54% berhasil. Dengan
demikian kategorisasi jawaban diatas bahwa melalui pemekaran daerah dapat
berdampak pada keberhasilan pemerintah berhasil dalam menekan angka melek huruf
di kabupaten waropen.
3.
Sarana
Prasarana Pendidikan
Komitmen Pemerintah Dalam Menyiapkan
Sarana Prasarana Pendidikan Seperti Gedung Sekolah, Perpustakaan, Buku Pelajaran, dll sebagai wujud dari
komitmen pemerintah untuk� menyediakan
sarana infrastruktur dalam mempermudah akses pelayanan pendidikan dimaksud.
gambar pada grafik ini menjelaskan kecenderungan pilihan jawaban menunjukan
bahwa kurangnya komitmen pemerintah dalam menyediakan fasilitas pendidikan yang
baik, hal ini dapat diukur dengan kurangnya fasilitas perpustakaan yang tidak
lengkap, buku pelajaran yang terbatas dan ruang kelas yang terbatas pula. Hal
ini dapat memprihatinkan ketika proses belajar mengajar tidak dapat berjalan
dengan baik.
Bahwa komitmen pemerintah dalam pelayanan
publik sangat kurang. Hal ini dapat dilihat pada kategorisasi jawaban
resposponden yaitu 50% kurang berkomitmen. Dengan demikaian bahwa dampak dari pemekaran daerah belum
dirasakan oleh masyarakat secara baik, hal ini dibuktikan lewat jawaban
responden yang memberikan jawaban atas kurangnya komitmen pemerintah dalam
menyiapkan sarana prasarana pendidikan tersebut.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dibahas terdapat kriteria-kriteria pemekaran
wilayah Kabupaten Waropen, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Hasil dari analisis
menunjukan bahwa bahwa dengan adanya DOB, maka masyarakat di Kabupaten Waropen
telah mendapatkan dampak yang besar terhadap pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah daerah secara
signifikan.
2) Dengan adanya DOB, maka masyarakat mereka lebih leluasa dan ikut
aktif berperan serta dalam proses pembangunan yang ada dengan baik. 3) Hal ini
sejalan dengan hakekat dari pemberlakuan pemekaran daerah yang bertujuan
mensejahterakan dan memandirikan masyarakat. dengan demikian data pada grafik diatas bahwa
kecenderungan pelayanan yang akuntabel itu dapat diimplementasikan dengan baik. 4) Akses
Pelayanan Publik (Pendidikan, Kesehatan, Sosial Kemasyarakatakan, dll) Yang
Tersedia Sebelum Pemekaran Telah Mengakomodir Kepentingan Masyarakat Jika melihat
grafik diatas bahwa dampak dari pemekaran daerah ini dapat membawa perubahan
yang sangat signifikan dan juga masyarakat bisa dapat mengakses dengan baik
pelayanan publik yang dilakukan. Namun dalam implementasi pemekaran daerah
tersebut belum menjawab kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan kecenderungan jawaban responden,
pemekaran dapat memberikan dampak yang bersar terhadap akses pelayanan dasar
masyarakat di kabupaten waropen. 5) Akses Pelayanan Publik (Pendidikan, Kesehatan,
Sosial Kemasyarakatakan, dll) Yang Tersedia Setelah Pemekaran Telah
Mengakomodir Kepentingan Masyarakat hal ini jika dilihat pada jawaban responden maka
pemerintah selalu mengakomodir kepentingan masyarakat dan terbukti pada jawaban
mengakomodir
48%. Oleh sebab itu jawaban responden tertinggi pada kategori jawaban
mengakomodir akses pelayanan publik sebelum pemekaran. Dengan
kecenderungan tersebut dapat dikatakan bahwa�
pemekaran dapat memberikan dampak yang bersar terhadap akses pelayanan
dasar masyarakat di kabupaten waropen. Hal ini terlihat pada akumulasi jawaban
tertinggi terkait dengan akses pelayanan publik setelah pemberlakuan daerah
otonomi baru atau pemekaran daerah barulah akses-akses pelayanan dapat
dimaksimalkan secara baik dan dirasakan oleh masyarakat.
BIBLIOGRAFI
AP, N. D. S. (2020). Analisis Pemekaran Kecamatan
Dalam Percepatan Pembangunan di Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh: Niko
Defriza, S. AP. JURNAL ADMINISTRASI NUSANTARA MAHA, 2(8), 54�61.
Canaldhy, R. S., Wijaya, B. A., & Hairi, M. I. A.
(2017). Pemekaran Kabupaten Musi Rawas Utara di Provinsi Sumatera Selatan Tahun
2013-2016. Jurnal Pemerintahan Dan Politik, 2(1).
Carey, G. H., Abdelhady, A. L., Ning, Z., Thon, S. M.,
Bakr, O. M., & Sargent, E. H. (2015). Colloidal quantum dot solar cells. Chemical
Reviews, 115(23), 12732�12763.
Creswell, J. W. (2014). Qualitative, quantitative
and mixed methods approaches. Sage.
Huberman, M., & Miles, M. B. (2002). The
qualitative researcher�s companion. sage.
Iskatrinah, I. (2017). Politik Hukum Pemekaran Daerah
Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. DE LEGA LATA: Jurnal Ilmu Hukum,
2(1), 23�46.
Laka, B. M., Anas, S., & Katulung, M. (2021).
Efektivitas Pembelajaran Daring Online Menggunakan Google Classroom Pada Mata
Pelajaran IPS Di SD YPPK Diaspora Sorendiweri Kabupaten Supiori Propinsi Papua.
Jurnal Inovasi Penelitian, 2(7), 1979�1986.
Marzuki, A. (2015). Urgensi Aturan Hukum Terhadap
Pengaturan Pembentukan Daerah Otonom Baru di Kabupaten Mesuji Dan Tulang Bawang
Barat. Jurnal Tapis: Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam, 11(2),
86�106.
Moleong, L. J. (2007). Metode penelitian kualitatif.
Bandung: remaja rosdakarya.
Moleong, L. J., & Edisi, P. (2004). Metodelogi
penelitian. Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya.
Simandjuntak, R. (2015). Sistem Desentralisasi Dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia Perspektif Yuridis Konstitusional. De
Jure: Jurnal Hukum Dan Syar�iah, 7(1), 57�67.
Suharyanto, A. (2016). Surat kabar sebagai salah satu
media penyampaian informasi politik pada partisipasi politik masyarakat. Jurnal
Administrasi Publik (Public Administration Journal), 6(2), 123�136.
Swaningrum, A., & Hariwan, P. (2015). Analisis
Indeks Pembangunan Manusia Pada 5 Wilayah Hasil Pemekaran di Jawa Barat. Jurnal
Ekonomi Kuantitatif Terapan, 8(1), 44329.
Tafalas, M. G. (2019). Menggali Potensi Sumber
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pegunungan Arfak Provinsi Papua Barat Melalui
Analytical Hierarchy Process (AHP). JFRES Journal of Fiscal and Regional
Economy Studies, 2(1), 1�11.
Tampubolon, S. M. (2014). peran pemerintah dalam upaya
pemberantasan korupsi kaitannya dengan undang-undang no. 32 tahun 2004. Lex
et Societatis, 2(6).
Tryatmoko, M. W. (2016). Menata Ulang Kebijakan
Pemekaran Daerah di Indonesia. Masyarakat Indonesia, 40(2), 191�209.
Widayati, A. (2019). Reaktualisasi Perjuangan
Nahdlatul Ulama dalam Mewujudkan Kedaulatan Sumber Daya Agraria (Studi Gerakan
Demokrasi Radikal pada FNKSDA). BHUMI: Jurnal Agraria Dan Pertanahan, 5(1),
84�98.
Yandra, A. (2016). Pembentukan Daerah Otonomi Baru
Problematik Dan Tantangannya di Indonesia. Jurnal Niara, 8(2), 38�49.
Copyright holder: Terianus L. Safkaur (2022) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |