Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 11, November 2022

 

GEJALA BILINGUALISME YANG BERKEMBANG DI ERA GLOBALISASI

 

Marpaung

Program Magister Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UNTAN Pontianak, Indonesia

E-mail: [email protected]

 

Abstrak

Bahasa merupakan sistem lambang bunyi, bersifat arbiter, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi. Masyarakat bahasa adalah masyarakat yang menggunakan satu bahasa yang disepakati sebagai alat komunikasinya. Masyarakat bahasa yang menggunakan satu bahasa disebut masyarakat monolingual, sedangkan masyarakat bahasa yang menggunakan dua bahasa atau lebih disebut masyarakat bilingual. Penelitian ini mengkaji gejala bilingualisme (terutama pada penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris) beserta dampaknya terhadap era perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi atau moderenisasi dan globalisasi yang bergerak dengan pesat. Menggunakan metode penelitian deskriptif dengan hasil pembahasaan mengenai pemaparan berbagai pengertian bilingualisme oleh berbagai ahli, munculnya faktor bilingualisme/dwibahasa terutama di Indonesia, dan kondisi masyarakat bahasa akibat dari gejala bilingualisme. Penelitian ini dikemas dengan sederhana untuk memudahkan pembaca dalam menangkap materi maupun informasi yang ingin disampaikan, untuk itu diharapkan penggunaan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan ilmu sosiolinguistik untuk mendukung pemahaman materi terhadap bilingualisme itu sendiri.

 

Kata Kunci: Bahasa, bilingualisme, globalisasi.

 

Abstract

Language is a system of sound symbols, arbitrary, productive, dynamic, diverse and human. A language society is a society that uses one agreed language as its means of communication. Language societies that use one language are called monolingual societies, while language societies that use two or more languages are called bilingual societies. This study examines the symptoms of bilingualism (especially in the use of Indonesian and English) and its impact on the era of scientific and technological development or modernization and globalization that moves rapidly. Using descriptive research methods with the results of discussions regarding the exposure of various notions of bilingualism by various experts, the emergence of bilingualism / bilingual factors, especially in Indonesia, and the condition of language communities due to symptoms of bilingualism. This research is packaged simply to make it easier for readers to capture the material and information to be conveyed, for that it is expected to use other sources related to sociolinguistics to support the understanding of the material on bilingualism itself.

 

Keywords: Language, bilingualism, globalization.

 

Pendahuluan

Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam keberjalanan komunikasi. Saddhono (2012) juga menyatakan bahwa bahasa adalah alat manusia untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya. Dengan bahasa, masyarakat akan lebih mudah berinteraksi dan dapat dimengerti oleh penutur dan lawan tutur. Bahasa Indonesia menjadi bahasa yang sering digunakan dalam hal komunikasi dan interaksi sosial di lingkungan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Hidayati (2011), masyarakat Indonesia yang menguasai beberapa bahasa cenderung menggunakan beberapa ragam bahasa dalam komunikasi. Sehingga, secara tidak langsung hal inilah yang menyebabkan adanya variasi bahasa. Chaer dan Leonie (2004) mengatakan bahwa, ragam bahasa sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa. Kushartanti (2007) terjadinya kontak bahasa disebabkan adanya kedwibahasaan atau keaneka-bahasaan. Saddhono (2014) kedwibahasaan merupakan salah satu fenomena dua bahasa dalam suatu tindak tutur. Kesalahan berbahasa tersebut bisa terjadi disemua aspek keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, baik dari segi linguistik, seperti fonologi, morfologi, serta sintaksis, maupun dari segi nonlinguistik, yaitu makna dan isi. Dalam kajian sosiolinguistik ada tiga jenis pilihan bahasa yang biasa dikenal, yaitu campur kode, alih kode, dan variasi bahasa dalam bahasa yang sama (Saddhono, 2007).

Masyarakat yang menggunakan bahasa daerah dan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari sudah disebut sebagai masyarakat monolingual, misalnya penggunaan bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia, bahasa Batak dengan bahsa Indonesia, dan bahasa Suku Dayak dengan bahasa Indonesia.

Sebuah pertanyaan dilontarkan oleh Hornberger dalam bukunya �Can Schools Save Indigenous Language�, sebuah pertanyaan cerdas yang bernuansa tantangan, pesimistis dan sebuah harapan besar. Mampukah sebuah institusi akademisi sekolahan menjadi garda depan dalam menjaga bahasa lokal (Saddhono, 2016).

Bahasa lahir dan hidup bersama masyarakatnya karena masyarakat tidak dapat berkomunikasi di antara sesamanya tanpa alat untuk berkomunikasi yaitu bahasa. Bahasa adalah milik manusia yang paling utama. Hakekat bahasa tidak lepas dari individu, kelompok individu, dan masyarakat yang memilikinya. Demikian pula secara sosial dapat dikatakan bahwa bahasa itu terus menerus memahami fungsi sosialnya di segala bidang, sebagai wadah dari perilaku dan aktivitas masyarakat, di samping fungsinya sebagai alat komunikasi, yakni bidang sosial, ekonomi, politik, kedokteran, perdagangan, teknologi, sains, komunikasi, transportasi, dan sebagainya (Sumarsono, 2018).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, selain kata bilingualitas, dapat ditemukan kosa kata bilingualisme dan kedwibahasaan. Bilingualisme menurut kamus tersebut adalah pemakian dua bahasa atau lebih oleh penutur bahasaatau suatu masyarakat bahasa. Secara harfiah sudah dapat dipahami apa yang dimaksud dengan bilingualisme itu, yaitu berkenaan dengan penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa. Sholihah (2018), menyatakan dengan tegas bahwa bilingualisme adalah praktik penggunaan bahasa secara bergantian, dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain, oleh seorang penutur. Sholihah (2018), dalam membicarakan kedwibahasan tercakup beberapa pengertian, seperti masalah tingkat, fungsi, pertukaran/alih kode, percampuran/campur kode, interferensi, dan integrasi.

Era globalisasi yang melanda dunia saat ini mengharuskan setiap orang, kelompok masyarakat, atau bangsa untuk berhubungan atau membina kerja sama dengan yang lainnya. Dalam era ini individu atau kelompok individu dalam lingkup yang paling kecil sampai dengan lingkup yang lebih besar tidak lagi dapat hidup mandiri tanpa dukungan atau bantuan kelompok lain. Untuk itu adanya saling pengertian dan penghargaan terhadap sikap dan pandangan hidup orang atau kelompok yang lain menjadi semakin penting agar hubungan itu dapat berjalan secara harmonis. Terciptanya hubungan yang harmonis menjadi syarat mutlak bagi kelangsungan hidup peradaban umat manusia di muka bumi ini.Sikap dan pandangan hidup seseorang atau kelompok masyarakat tercermin dalam berbagai aspek kehidupan, salah satu diantaranya adalah bahasa. Kenyataan ini menyarankan bahwa dalam era mendatang studi bahasa bersama masyarakat tuturnya tetap memegang peranan yang sentral didalam mengalang kerja sama yang harmonis guna mendukung kemajuan bidang- bidang kehidupan yang lain, seperti sosial politik, ekonomi, sains, dan teknologi.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Metode desktiptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Penulis menggunakan metode penelitian ini karena penelitian ini bertujuan membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta yang diselidiki. Sumber data yang utama dari penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan orang- orang yang diamati atau diwawancarai. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio, pengambilan foto atau film dan selebihnya adalah data tambahan berupa dokumentasi dan lain-lain.

Secara garis besar, proses analisis data yang akan dilaksanakan meliputi langkah- langkah sebagai berikut: checking, organizing dan coding. Checking digunakan untuk mengetahui kelengkapan data yang diperlukan dalam pengkajian data. Sedangkan organizing digunakan untuk mengetahui kesesuaian data yang diperoleh dengan fokus penelitian, dan coding adalah proses pemilahan data. Analisis data dilakukan dengan tujuan untuk menyederhanakan hasil olahan data sehingga mudah dibaca atau diinterpretasi. Dan dalam menganalisis data jenis data yang diperoleh harus diperhatikan. Karena data yang diperoleh berupa data kualitatif maka dalam proses analisisnya menggunakan analisis non statistik.

 

Hasil dan Pembahasan

1.    Gejala bilingualisme dalam masyarakat tutur

Kelompok-kelompok orang atau masyarakat saling berinteraksi dan terjadilah kontak bahasa dengan menghasilkan kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang salah satunya dinamakan multilingualisme atau keanekabahasaan karena kontak antara penutur dan mitra tutur melibatkan lebih dari dua bahasa dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.

Chaer (2004) mengatakan bahwa bilingualism adalah kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya. Orang yang dapat menggunakan kedua bahasa itu disebut orang yang bilingual atau dwibahasawan. Kemampuan untuk menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas atau kedwibahasawanan. Sedangkan multilingualisme atau keanekabahasaan yaitu keadaan digunakannya lebih dari dua bahasa oleh seseorang dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.

a.         Konsep dan Kategori Pemilihan Bahasa

Masyarakat dwibahasa (bilingual) yang berbicara menggunakan dua bahasa harus memilih bahasa yang digunakan dalam bertutur. Pemilihan bahasa menurut Randi (2023) tidak sesederhana yang kita bayangkan, yakni memilih sebuah bahasa secara keseluruhan (whole language) dalam suatu peristiwa komunikasi. Kita membayangkan seseorang yang menguasai dua bahasa atau lebih harus memilih bahasa mana yang akan ia gunakan. Misalnya, seseorang yang menguasai bahasa Batak dan bahasa Indonesia harus memilih salah satu di antara kedua bahasa itu ketika berbicara kepada orang lain dalam peristiwa komunikasi. Dalam pemilihan bahasa terdapat tiga kategori pemilihan. Pertama, dengan memilih satu variasi dari bahasa yang sama (intra language variation). Apabila seorang penutur bahasa Batak berbicara kepada orang lain dengan menggunakan bahasa Batak, misalnya, maka ia telah melakukan pemilihan bahasa kategori pertama ini.

Campur kode adalah peristiwa ketika seseorang menggunakan dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tuturan dengan menggunakan fungsi bahasa lain sebagai dasar. Campur kode dapat dibagi menjadi dua yaitu campur kode intern dan esktern berdasarkan macam bahasanya, dan juga dapat dikelompokkan menjadi campur kode unsur penyisip kata, frase, dan klausa berdasarkan unsur kebahasaan.Berikut beberapa contoh bentuk campur kode (Bintara et al., 2017).

Peristiwa alih kode dapat terjadi karena dua faktor utama, yakni faktor pertama menyangkut situasi seperti kehadiran orang ketiga dalam peristiwa tutur yang sedang berlangsung dan perubahan topik pembicaraan.Faktor kedua menyangkut penekanan kata-kata tertentu atau penghindaran terhadap kata-kata yang tabu.

b.        Faktor Pemilihan Bahasa

Pemilihan bahasa dalam interaksi sosial masyarakat dwibahasa/multi bahasa disebabkan oleh berbagai faktor sosial dan budaya. Rokhman (2013) mengidentifikasikan empat faktor utama sebagai penanda pemilihan bahasa penutur dalam interaksi sosial, yaitu (1) latar (waktu dan tempat) dan situasi; (2) partisipan dalam interaksi, (3) topik percakapan, dan (4) fungsi interaksi. Faktor pertama dapat berupa hal-hal seperti makan pagi di lingkungan keluarga, rapat di kelurahan, selamatan kelahiran di sebuah keluarga, kuliah, dan tawar-menawar barang di pasar.

Faktor kedua mencakup hal-hal seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, dan perannnya dalam hubungan dengan lawan tutur. Hubungan dengan lawan tutur dapat berupa hubungan akrab dan berjarak.Faktor ketiga dapat berupa topik tentang pekerjaan, keberhasilan anak, peristiwa-peristiwa aktual, dan topik harga barang di pasar. Faktor keempat berupa fungsi interaksi seperti penawaran, menyampaikan informasi, permohonan, kebiasaan rutin (salam, meminta maaf, atau mengucapkan terima kasih).

Dari paparan berbagai faktor di atas, yang perlu diperhatikan bahwa tidak terdapat faktor tunggal yang dapat mempengaruhi pemilihan bahasa seseorang. Hal ini membuktikan bahwa karakteristik penutur dan lawan tutur merupakan faktor yang paling menentukan dalam pemilihan bahasa dalam suatu masyarakat, sedangkan faktor topik dan latar merupakan faktor yang kurang menentukan dalam pemilihan bahasa dibanding faktor partisipan.

c.         faktor pendekatan dengan ilmu lain

1)    Pendekatan Psikologi Sosial

Berbeda dengan pendekatan sosiologi, pendekatan psikologi sosial lebih tertarik pada proses psikologis manusia daripada kategori dalam masyarakat luas. Pendekatan ini lebih berorientasi pada individu, seperti motivasi individu, daripada berorientasi pada masyarakat. Pendekatan psikologi sosial melihat proses psikologi manusia, seperti motivasi dalam memilih suatu bahasa atau ragam dari suatu bahasa untuk digunakan pada keadaan tertentu.

Tyas (2022) mengemukakan teori situasi tumpang tindih yang mempengaruhi seseorang di dalam pemilihan bahasa. Menurut Herman seorang penutur dwibahasa berada pada lebih dari satu situasi psikologis.Herman membicarakan tiga jenis situasi. Situasi pertama berhubungan dengan kebutuhan personal penutur (personal needs), kedua situasi lain berhubungan dengan pengelompokkan sosial (social grouping), yaitu situasi latar belakang (background situation) dan situasi sesaat (immediate situation).

Pertama, satu situasi yang berkaitan dengan kebutuhan yang ada pada pribadi, yaitu keinginan untuk berbicara dalam bahasa tertentu (bahasa yang paling dikuasainya); situasi lain berkaitan dengan norma-norma kelompoknya yang memungkinkan dia memaksa diri menggunakan bahasa lain (bahasa itu mungkin belum dikuasainya secara baik). Di sini terjadi konflik antara kebutuhan pribadi dan tuntutan kelompok. Kedua, dalam penentuan bahasa yang akan digunakan muncul kekuatan yang tidak hanya dari situasi yang bersemuka (face to face), akan tetapi juga dari situasi yang lebih besar.

Dengan kata lain, seorang penutur mungkin tidak mengalami kesulitan sama sekali dalam memilih bahasa atau variasi bahasa untuk menyesuaikan dengan orang lain, dan ada penutur yang dengan sengaja memilih bahasa atau variasi bahasa yang tidak sesuai dengan orang yang diajak berbicara. Hal di atas terjadi ketika penutur ingin menekankan loyalitasnya pada kelompoknya sendiri dan membedakan dirinya dari kelompok lawan bicara. Satu contoh yang jelas adalah ketika seorang Amerika kulit hitam yang berbicara dengan orang berkulit putih dengan menggunakan bahasa Inggris dialek hitam untuk menunjukkan jati dirinya.

2)    Pendekatan Antropologi

Dari pandangan antropologi, pilihan bahasa bertemali dengan perilaku yang mengungkap nilai-nilai sosial budaya. Seperti juga psikologi sosial, antropologi tertarik dengan bagaimana seorang penutur berhubungan dengan struktur masyarakat. Perbedaannya adalah jika psikologi sosial memandangnya dari sudut kebutuhan psikologis penutur.Pendekatan antropologi memandangnya dari bagaimana seseorang menggunakan pemilihan bahasanya untuk mengungkapkan nilai kebudayaannya.

Masyarakat di lingkungan pendidikan baik guru maupun siswa dalam berinteraksi tentu menggunakan bahasa.Tanpa adanya bahasa guru dan siswa tentu tidak dapat melakukan aktivitas pembelajaran sesuai dengan harapan tujuan pembelajaran tersebut.proses pembelajaran dikatakan lancar bila terdapat interaksi yang baik antara guru dan siswa yang menjadikan siswa menjadi aktif dan mampu menguasai pembelajaran. Penghubung Interaksi antara guru dan siswa dikelas ialah bahasa. Guru dalam hal menyampaikan pembelajaran ialah dengan bahasa, sehingga guru harus menguasai bahasa yang dikuasai oleh peserta didiknya (Simatupang et al., 2018). Hal-hal yang dikemukakan oleh Hymes mengenai aturan berbahasa sosial sebenarnya tidak hanya menyangkut masalah kesepakatan dalam pemakaian bahasa saja, tetapi juga menyangkut fungsi bahasa.

2.    Gejala bilingualisme dalam era globalisasi.

Beberapa kondisi cenderung diasosiasikan dengan pergeseran bahasa dalam berbagai kajian. Barangkali kondisi yang paling mendasar kedwibahsaan masyarakat (societal bilingualisme). Penting diingat, kedwibahsaan itu bukanlah satu-satunya kondisi bagi pergeseran, walaupun mungkin yang diperlukan. Hampir semua kasus pergeseran bahasa terjadi melalui alih generasi (intergenerasi), menyangkut lebih dari satu generasi.

Faktor migrasi atau perpindahan penduduk, yang bisa berwujud dua kemungkinan.Ini misalnya terjadi pada kelompok-kelompok beragai etnik dari daerah terisolir beralih menuju perkotaan.contoh yang paling signifikan terjadi di negara- negara dengan laju revolusi industri yang tinggi seperi Inggris dan Amerika Serikat. Faktor ekonomi, Indonesia adalah negara berkembang yang banyak menjalin kerja sama dengan negara asing dalam berbagai sektor. Kerja sama antar negara dengan berbeda bahasa ini memunculkan keharusan dalam penguasaan bahasa asing.

Sekolah sering juga dituding sebagai penyebab bergesernya bahasa Ibu, karena sekolah dengan mudah bisa mengajarkan bahasa asing kepada anak-anak, demikianlah fenomena dwibahasa dengan mudah muncul dan hadir ditengah-tengah masayarakt. Mengapa bahasa Inggris begitu gencar digalakkan di Indonesia?Hal ini tentu saja karena tantangan pengaruh globalisasi. Bahasa Inggris sudah menjadi bahasa internasional, jika kita tidak menguasainya kita akan kesulitan bersosialisasi dengan masyarakat dunia atau internasional. Sebagai contoh, siswa yang mengikuti lomba tingkat internasional tidak bisa banyak berkata menjawab soal.Bukan karena mereka tak kompeten dalam bidangnya, namun karena penguasaan bahasa Inggris yang minim.Tentu saja kondisi ini amat disayangkan.

Kondisi seperti ini tentunya jangan sampai terjadi lagi. Seperti halnya bahasa Indonesia yang mempersatukan ratusan etnis di kepulauan nusantara, begitu pula bahasa Inggris yang mempersatukan ratusan negara di dunia. Dunia sudah masuk ke lingkungan pergaulan global.Jadi tidak ada salahnya bangsa Indonesia menggalakkan pemakaian bahasa Inggris, karena menutup diri berarti menghalangi kemajuan bangsa kita sendiri. Berkenaan dengan hal itu, yang terpenting adalah bahwa bila kita ingin melestarikan bahasa Indonesia kita harus �memampukan� pengguna bahasanya. Jangan sampai upaya untuk melestarikan bahasa Indonesia justru �mengerdilkan� pengguna bahasa itu sendiri. Bahasa tidak akan berkembang tanpa dukungan dari pengguna bahasa itu, dan sebaliknya pengguna bahasa itu juga takkan dapat berbuat banyak bila mereka ada dalam keadaan terpinggirkan.

Nida (2016) mengelompokkan empat aspek untuk mempermudah pembicaraan mengenai bilingual, yaitu Tingkat kemampuan berbahasa akan nampak pada empat keterampilan, yaitu menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Keempat keterampilan ini mencakup level fonologi, gramatik, leksis, semantic, dan stylistic. Fungsi; Tingkat kefasihan berbahasa tergantung pada fungsi atau pemakaian bahasa itu. Dapat dikatakan bahwa semakin sering bahasa itu dipakai, semakin fasihlah penuturnya.Adapun factor yang mempengaruhi yaitu factor internal dan eksternal.

a.         Faktor internal mencakup antara lain :

Pemakain internal seperti menghitung, perkiraan, berdoa, menyumpah, mimpi, menulis catatan harian, dan mencatat Atitude: bakat atau kecerdasan, dan ini dipengaruhi oleh antara lain: Sex, usia, intelegensi, ingatan, sikap bahas dan motivasi.

b.         Faktor eksternal di pengaruhi oleh :

Kontak, artrinya kontak penutur dengan bahasa di rumah, bahasa dalam masyarakat, bahasa disekolah, bahasa media masa, dan korespondensi. Variabel artinya variable dari kontak penutur tadi dan ditentukan oleh; 1). Lamanya kontak, 2). seringnya kontak, 3).Tekanan, artinya bidang yang mempengaruhi penutur dalam pemakaian bahasa, seperti ekonomi, administrative, cultural, politik, militer, historis, agama, dan demograf.

Sebagai contoh Suryadi (2013) penelitiannya menunjukkan bahwa Siswa keturunan Cina menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi sehari-hari. Dalam penelitiannya ditujukan bahwa siswa keturunan Cina menggunakan dua jenis tingkat tutur ngoko dan krama.

Pengalaman tersebut memberi gambaran bahwa dampak globalisasi sangat mendasar dan menyeluruh. Selain itu globalisasi memberikan sebuah pola atau gaya hidup yang berbeda yang berdampak pada setiap individunya maupun kelompok. Hal ini yang perlu menjadi pehatian, bahwa dalam sebuah bahasa juga merupakan sebuah budaya.

 

Kesimpulan

Bahasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, karena dengan berbahasa seseorang menyampaikan maksud dan tujuan kepada orang lain. Dengan kata lain, bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia dalam upayanya berinteraksi dengan sesamanya.

Era globalisasi membawa konsekuensi yang cukup signifikanyang semakin besar pengaruhnya pada suatu bahasa terhadap bahasa yang lain. Bagi bangsa-bangsa yang secara segi sosial, ekonomi dan politik sangat bergantung pada negara lain dominasi dan pengaruh bahasa asing akan tampak begitu menonjol dalam sistematika bahasa. Situasi kebahasaan itu ternyata juga merupakan sumber inspirasi yang tidak dilewatkan oleh para humoris.Berbagai fenomena sosial yang tampak dalam permainan bahasa itu juga sangat menarik untuk diperhatikan. Bahasa-bahasa asing yang mengadakan kontak dengan bahasa Indonesia diantaranya bahasa Inggris, bahasa Cina dan sebagainya.

Ada dua fenomena penting yang dapat dicatat dalam hubungananya dengan permainan bahasa dalam situasi multikultural dan multilingual. Pertama adalah fenomena yang bersifat lingual dan yang kedua adalah fenomena yang bersifat nonlingual atau ekstralingual.Sehubungan dengan kedua fenomena itu menempatkan pengetahuan tentang ilmu bahasa (linguistik) sebenernya dapat memberikan jalan keluar dalam permasalahan yang dimunculkan. Pendalaman terhadap ilmu ini haruslah mampu menyadarkan masyarakat bahwa setiap bahasa adalah sama. Kesadaraan terhadap kesetaraan bahasa akan mampu menghilangkan sikap etnosentrisme yang berlebih-lebihan. Di samping itu, adanya kesetaraan bahasa hendaknya mampu juga membangkitkan semangat untuk secara perlahan- lahan melepaskan diri dari segala keterbelakangan akibat ketergantungan pada bahasa asing, yakni tetap mempertahankan kedudukan bahas Indonesia sebagai bahasa utama dalam gelombang tinggi penggunaan bahasa Inggris.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Bintara, F. E., Saddhono, K., & Purwadi, P. (2017). Alih Kode dan Campur Kode dalam Pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama Kabupaten Gunung Kidul. BASASTRA, 5(1), 77�91.

 

Chaer, A., & Leonie, A. (2004). Early Introductory Sociolinguistics. Jakarta: Rineka Cipta.

 

Hidayati, N. (2011). Dukungan sosial bagi keluarga anak berkebutuhan khusus. Insan, 13(1), 12�20.

 

Kushartanti, K. (2007). Strategi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah dasar: Peran guru dalam menyikapi kurikulum tingkat satuan pendidikan. Wacana, 9(1), 107�117.

 

Nida, M. (2016). Strategi Belajar dan Kualitas Bicara Bahasa Inggris Santri Banjar di Pondok Pesantren Darul Hijrah Martapura.

 

Randi, R., Septiani, E., & Sari, N. I. (2023). Analisis Wujud Pilihan Bahasa pada Akun Instagram Ryaas Randa (ryaas_r). Konferensi Internasional Berbahasa Indonesia.

 

Rokhman, N., & Nugroho, I. D. (2013). Aplikasi Pencarian Lokasi Fasilitas Umum Berbasis Foursquare APIv2 pada Sistem Operasi Android. IJCCS (Indonesian Journal of Computing and Cybernetics Systems), 7(2), 209�220.

 

Saddhono, K. (2007). Bahasa Etnik Pendatang di Ranah Pendidikan Kajian Sosiolinguistik Masyarakat Madura di Kota Surakarta. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 13(66), 469�487.

 

Saddhono, K. (2012). Kajian sosiolingustik pemakaian bahasa mahasiswa asing dalam pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) di Universitas Sebelas Maret. Kajian Linguistik Dan Sastra, 24(2), 176�186.

 

Saddhono, K. (2016). Dialektika Islam dalam mantra sebagai bentuk kearifan lokal Budaya Jawa. AKADEMIKA: Jurnal Pemikiran Islam, 21(1), 83�98.

 

Saddhono, K., & Rohmadi, M. (2014). A Sociolinguistics Study on the Use of the Javanese Language in the Learning Process in Primary Schools in Surakarta, Central Java, Indonesia. International Education Studies, 7(6), 25�30.

 

Sholihah, R. A. (2018). Kontak Bahasa. Proceeding: The Annual International Conference on Islamic Education, 3(1), 361�376.

 

Simatupang, R. R., Rohmadi, M., & Saddhono, K. (2018). Alih kode dan campur kode tuturan di lingkungan pendidikan. Lingtera, 5(1), 1�9.

 

Sumarsono, A. (2018). Persepsi Guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) dalam Menerapkan Kurikulum 2013 di Kabupaten Merauke. Jurnal Al-Ishlah: Jurnal Pendidikan, 10(2), 156�170.

 

Suryadi, M. (2013). Penggunaan Tingkat Tutur Bahasa Jawa Ngoko dan Krama pada Ranah Keluarga dan Masyarakat di Kota Semarang dan Kota Pekalongan. UNS (Sebelas Maret University).

 

Tyas, A. P. (2022). Dampak Tumpang Tindih Bahasa Ibu Dalam Perkembangan Bahasa Anak. As-Sibyan: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 7(1), 113�120.

 

Copyright holder:

Marpaung (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: