Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 11, November 2022

 

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITOR TERHADAP OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG DI AMBIL PAKSA OLEH JURU TAGIH (DEBT COLLECTOR)

 

Fernando D�lomo, Richard C, Adam

Universitas Tarumanagara, Indonesia

E-mail: [email protected], [email protected]

 

Pendahuluan

Perbankan dan lembaga pembiayaan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian, fungsi utamanya adalah sebagai penghimpun dan pengatur dana masyarakat dan bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak (Primasari, 2019). Kehadiran berbagai lembaga pembiayaan tersebut sangat berperan bagi masyarakat, sebagaimana kita ketahui bahwa tidak semua orang dalam masyarakat mempunyai cukup dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, oleh karena itu lembaga pembiayaan sangatlah membantu menjalankan roda perekonomian negara ini (Wijaya, 2018). Jaminan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kegiatan ekonomi pada umumnya karena dalam pemberian pinjaman modal dari lembaga keuangan (baik bank maupun bukan bank) mensyaratkan adanya suatu jaminan, yang harus dipenuhi para pencari modal kalau ia ingin mendapatkan pinjaman/tambahan modal (berupa kredit) tersebut baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek (Aziz & Wicaksono, 2017).

Lembaga jaminan yang dikenal dalam sistem hukum jaminan di Indonesia salah satunya adalah lembaga jaminan Fidusia (Heriawanto, 2019). Lembaga jaminan fidusia di atur oleh Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Fidusia yang berarti penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan memberikan kedudukan kepada debitor untuk tetap menguasai barang jaminan, walaupun hanya sebagai peminjam pakai untuk sementara waktu atau tidak lagi sebagai pemilik (Usman, 2021).

Pengertian Fidusia berdasarkan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Pasal 1 Ayat (1) adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya di alihkan tersebut tetap dalam pengusaaan pemilik benda (Pramana, 2022). Pengertian Jaminan Fidusia berdasarkan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Pasal 1 Ayat (2) adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya (jaminan fidusia) (Soegianto et al., 2019). Pemberian jaminan Fidusia ini merupakan perjanjian yang bersifat accessoir dari suatu perjanjian pokok sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 6-huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dan harus dibuat dengan suatu akta notaris yang disebut sebagai akta Jaminan Fidusia (Sidauruk et al., 2020). Pasal 11 jo Pasal 13 jo Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia menentukan bahwa benda (yang ada di wilayah negara RI atau di luar negara RI) yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia yang permohonan pendaftarannya diajukan oleh Penerima Fidusia dengan memperhatikan syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 13 dan atas dikabulkannya permohonan pendaftaran tersebut, maka kepada, penerima fidusia diberikan sertifikat Jaminan Fidusia yang memakai irah-irah"Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" yang tanggalnya sama dengan tinggal diterimanya permohonan pendaftaran Fidusia (registration of titles) (Sihombing, 2016).

Tujuan dari pada eksekusi adalah pengambilan pelunasan kewajiban debitor melalui hasil penjualan benda-benda tertentu milik debitor atau pihak ketiga pemberi jaminan (Prasetyawati & Hanoraga, 2015). Perjanjian jaminan fidusia adalah perjanjian yang muncul karena adanya perjanjian kredit pembiayaan (perjanjian pokok) (Ahyani, 2014). Jika Debitor tidak mampu untuk membayarkan hutang nya kepada kreditor (lembaga pembiayaan) maka kreditor dapat mengambil pelunasan utang dari hasil penjualan barang jaminan yang telah debitor jaminkan kepada kreditor dengan cara kreditor bisa mengadakan lelang terhadap objek jaminan tersebut yang telah di eksekusi oleh kreditor dari debitor Jika debitor sudah terbukti tidak mampu membayarkan hutangnya kepada kreditor maka lembaga pembiayaan menguasai objek jaminan fidusia dan lembaga pembiayaan tidak melakukan lelang terhadap objek jaminan fidusia tersebut yang sesuai dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

Berkaitan dengan topik penelitian ini, Kreditor dan Debitor mempunyai hubungan hukum, yang dimana Kreditor dan Debitor harus mendapatkan perlindungan hukum oleh negara sesuai dengan tugas negara dalam alinea 4 Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu memberikan perlindungan kepada segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Jadi kreditor tidak bisa melakukan eksekusi jaminan fidusia secara paksa kepada Debitor. Konsep perlindungan hukum atas suatu kepentingan tertentu, merupakan manifestasi dari prasyarat untuk masuk dalam phase �welfare state� (Negara kesejahteraan). Fenomena Negara kesejahteraan (welfare state) merupakan fenomena penting di akhir abad ke-19 dengan gagasan bahwa negara didorong untuk semakin meningkatkan perannya dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat, termasuk masalah-masalah perekonomian yang dalam tradisi liberalisme sebelumnya cenderung dianggap sebagai urusan masyarakat sendiri (Danyathi, 2016).

Fakta nya secara nyata, eksekusi jaminan fidusia yang terjadi di masyarakat sudah banyak lembaga pembiayaan yang menyewa juru tagih (debt collector) untuk mengeksekusi jaminan fidusia secara sepihak dengan cara mengambil paksa. Hal ini bertentangan dengan Pasal 28 G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan, bahwa �Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Hal ini menunjukkan bahwa, hadirnya Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia dengan maksud agar menjamin keamanan dan memberikan kepastian hukum serta hak perlindungan diri pribadi sebagai hak yang di akui UUD Republik Indonesia Tahun 1945. Agar eksekusi jaminan fidusia dapat berjalan dengan lancar dan memberikan kepastian hukum serta menjamin keamanan debitor, Undang- Undang Jaminan Fidusia mengatur tentang eksekusi jaminan fidusia yang terdapat dalam Pasal 29 Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Jaminan Fidusia. Pada saat ini yang banyak terjadi adalah masih banyak perusahaan pembiayaan yang melakukan penarikan objek jaminan fidusia secara paksa yang dalam hal ini biasanya dilakukan oleh debt collector, keberadaan debt collector sangat meresahkan masyarakat dan telah menimbulkan banyak permasalahan baru. Walaupun telah dikeluarkan Peraturan Kapolri Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia yang mengatur bahwa satu-satunya pihak yang berhak menarik kendaraan kredit bermasalah adalah kepolisian atas keputusan pengadilan, namun masih banyak perusahaan pembiayaan yang masih tidak mengindahkan Peraturan Kapolri tersebut (Candera et al., 2021). Terkadang, hidup ini pasang surut, mungkin saja tidak bisa membayarkan utangnya, sebagaimana yang di alami dalam kasus yang saya teliti. Dia tidak bisa membayar telat, lalu kemudian ada beberapa juru tagih (Debt Collector) yang mengambil paksa objek fidusia nya tersebut. Padahal menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia NO.18/PUU-XVII/2019 Eksekusi Jaminan Fidusia Tidak Boleh Di lakukan Sendiri oleh penerima fidusia (Kreditur) Melainkan harus dengan mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri dan Mahkamah Konstitusi telah memberi keseimbangan posisi hukum antara debitor dan kreditur serta menghindari timbulnya kesewenang-wenangan dalam eksekusi jaminan fidusia tersebut. Tetapi dalam kasus yang saya teliti, mengapa bisa terjadi penarikan objek fidusianya tersebut secara paksa. Tetapi dalam kasus yang saya angkat, mengapa bisa terjadi penarikan objek fidusianya tersebut secara paksa, padahal sudah ada Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia NO.18/PUU-XVII/2019.

Sebelum penelitian ini dibuat, terdapat beberapa penelitian sebelumnya mengenai perlindungan atas data pribadi. Adapun peneliti menemui beberapa penelitian serupa yang terdiri dari Penelitian yang di lakukan oleh Elisa Rosadi (2018) dengan perbedaan permasalahan yang dibahas mengenai kewenangan Debt Collector mengambil alih objek jaminan fidusia dan proses pengambil alihan objek fidusia oleh Debt Collector. Sedangkan peneliti membahas mengenai perlindungan hukum terhadap debitor yang jaminan fidusianya berupa kendaraan yang diambil paksa oleh juru tagih (debt collector) berdasarkan� Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Juncto Putusan Mahkamah Konstitusi� NO.18/PUU-XVII/2019.

Penelitian yang di lakukan oleh Muidhurrohman (2020) dengan permasalahan yang dibahas mengenai penerapan asas keseimbangan dalam perjanjian pembiayaan dan fidusia. Sedangkan peneliti membahas mengenai perlindungan hukum terhadap debitor yang jaminan fidusianya berupa kendaraan yang diambil paksa oleh juru tagih (debt collector) berdasarkan� Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Juncto Putusan Mahkamah Konstitusi� NO.18/PUU-XVII/2019.

Penelitian yang di lakukan oleh Riska Rahmadani (2023) dengan membahas mengenai perlindungan hukum terhadap kreditur fidusia dan proses pelaksanaan pemenuhan piutang kredur fidusia. Sedangkan peneliti membahas mengenai perlindungan hukum terhadap debitor yang jaminan fidusianya berupa kendaraan yang diambil paksa oleh juru tagih (debt collector) berdasarkan� Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Juncto Putusan Mahkamah Konstitusi� NO.18/PUU-XVII/2019.

Setelah melakukan penelaah lebih dalam terhadap tiga penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh peneliti berbeda dengan ketiga penelitian tersebut. Dengan kesimpulan tersebut, penelitian ini tetap dapat dilakukan oleh peneliti karena mengandung unsur kebaruan yang dapat digunakan untuk menambah wawasan kelimuan pada bidang ilmu hukum perlindungan hukum terhadap debitor.

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, terdapat dua rumusan permasalahan yang ingin peneliti kemukakan sebagai pokok pembahasan, yaitu: (a) Bagaimana perlindungan hukum bagi debitor terhadap objek jaminan fidusia yang di ambil paksa oleh juru tagih (debt collector) berdasarkan� Undang- Undang� No.42 Tahun 1999 tentang Fidusia Juncto Putusan Mahkamah Konstitusi� NO.18/PUU-XVII/2019? (b) Bagaimana penerapan perlindungan hukum bagi debitor terhadap objek jaminan fidusia yang di ambil paksa oleh juru tagih (debt collector) berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2087 K/Pdt/2020?

Adapun tujuan penelitian yang peneliti kemukaan sebagai dasar pembahasan untuk menjawab pertanyaan dari rumusan masalah sebelumnya. Tujuan penelitian tersebut terbaginmenjadi 2 (dua), yaitu: (a) Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi debitor di tinjau dari putusan MK NO.18/PUU-XVII/2019. (b) Untuk mengetahui penerapan perlindungan hukum bagi terhadap objek jaminan fidusia yang di ambil paksa oleh juru tagih (debt collector) berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2087 K/Pdt/2020.

Sedangkan manfaat penelitian ini diharapkan dapat menjadi pemahaman baru dan juga menjadi referensinnyang dapat dipergunakan dalam penelitian karya ilmiah maupun penelitian lain yangnberhubungan dengan topik atau permasalahannpenelitian ini.

 

Metode Penelitian

Jenis penelitiani yang digunakan merupakan jenis penelitian hukumi normatif. Spesifikasi dari penelitian ini adalah deskriptif. Jenisi datai yang digunakan dalami penelitiani ini merupakan jenis data sekunder. Penelitian ini terbagi atas beberapa bahan hukum, yaitu:

1.    Bahanihukumiprimer

Bahan hukum primer yang digunakan dalam penilitan ini adalah:

a.    Undang-Undang.Dasar.Negara.Republik.Indonesia.1945;

b.    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019

c.    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia;

d.   Peraturan Kapolri Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia

e.    Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan

2.    Bahan hukum sekunder

Bahannhukumi sekunder merupakan..bahannhukum yang mendukung bahannhukumnprimer. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

a.    Buku;

b.    Artikel;

c.    Jurnal Hukum;

d.   Berita online; dan

e.    Pendapat ahli (ahli hukum maupun politik)

b.    BahanIhukumItersier

Teknik pengumpulan data pada penelitian proposal skripsi ini menggunakan teknik studi pustaka yang merupakan sebuah teknik untuk mengumpulkan data dengan cara melakukan sebuah penelaahan terhadap literatur seperti: buku, catatan, sertapberbagai laporan yang berkaitan dengan masalah yang ingin diteliti ataupun diselesaikan (Nazir, 1988). Pendekatan pada penelitian ini melalui pendekatan Undang-Undang (Statue Approch). Teknik analisis data dalam penelitian proposal skripsi ini adalah menggunakan teknik analsisi data kualitatif (Muhaimin, 2020).

 

 

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Identitas para pihak

Di dalam penelitan saya, ada 2 pihak yang berperkara , Pihak pertama yaitu Bambang Hery Syahputra, jenis kelamin laki-laki, tempat/tanggal lahir 25 Mei 1969, kewarganegaraan Indonesia, Agama Islam, pekerjaan wiraswasta, beralamat di Jln. Air Bersih Gg. Keluarga, No.10 Kel. Sudirejo I, Kec. Medan Kota, Medan. Pihak kedua yaitu PT Clipan Finance Indonesia Tbk, berkedudukan di Jalan Gatot Subroto, No.24 � B, Lingk. XI, Kelurahan Sekip Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan. PT Clipan Finance Indonesia Tbk (�Perseroan�) pertama kali didirikan dengan nama PT Clipan Leasing Corporation berdasarkan Akta No. 47 pada 15 Januari 1982 yang dibuat dihadapan Kartini Muljadi, S.H., Notaris di Jakarta. Tepatnya pada 17 Mei 1990, Perseroan melakukan perubahan nama dari semula PT Clipan Leasing Corporation menjadi PT Clipan Finance Indonesia yang mana perubahan tersebut mengacu pada Akta No. 56 tanggal 17 Mei 1990 dan telah disahkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. C2.3418.HT.01.04.th 90 tanggal 5 Juli 1990. Dalam rangka memperkuat posisi Perseroan di industri pembiayaan nasional, maka pada 27 Agustus 1990 Perseroan resmi melakukan penawaran saham perdana di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang kini bernama Bursa Efek Indonesia (BEI). Atas aksi korporasi tersebut, Perseroan tercatat sebagai perusahaan pembiayaan pertama yang go public di Indonesia. Seiring perubahan status Perseroan menjadi perusahaan terbuka, Perseroan kembali berganti nama menjadi PT Clipan Finance Indonesia Tbk, melalui keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa No. 147 tanggal 30 Agustus 1996 juncto Akta Perubahan Terhadap Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa No. 190 tanggal 23 Januari 1997 yang mana kedua akta tersebut dibuat di hadapan Singgih Susilo, SH, Notaris di Jakarta. Sebagai perusahaan pembiayaan yang telah beroperasi selama lebih dari 4 (empat) dekade di Tanah Air, Perseroan memiliki semangat dan komitmen kuat untuk selalu menjaga reputasi dan citra positif yang sudah terbentuk sampai saat ini. Selain itu, Perseroan juga terus berupaya memperkuat struktur permodalan agar senantiasa dapat menyediakan berbagai produk dan/atau layanan yang inovatif dan unggul kepada debitur, seperti: pembiayaan investasi, pembiayaan modal kerja, pembiayaan multiguna, dan sewa operasi. PT Clipan Finance Indonesia Tbk, Mempunyai kantor yang berkedudukan di Wisma Slipi, Lantai 6 Jl. Let. Jend. S. Parman Kav.12 Jakarta Barat 11480 Indonesia. Dalam menjalankan bisnisnya, PT Clipan Finance Indonesia Tbk mempunyai struktur kepemimpinan yang mempunyai tugas untuk menjalankan bisnisnya . Struktur kepemimpinan PT Clipan Finance Indonesia Tbk yang sedang menjabat, yaitu :

1.    Direktur Utama (Harjanto Tjitohardjojo)

2.    Direktur (Engelbert Rorong, Jr, Jahja Anwar, Yimmy Weddianto)

3.    Komisaris Utama (Roosniati Salihin)

4.    Komisaris (Mu�min Ali Gunawan)

5.    Komisaris Independen (Lukman Abdullah)

 

PT Clipan Finance Indonesia Tbk juga mempunyai visi dan misi. Misi PT Clipan Finance Indonesia adalah Menjadi perusahaan pembiayaan terkemuka yang mengedepankan nilai tambah bagi pemangku kepentingan dan berperan aktif dalam pertumbuhan industri pembiayaan nasional. Sedangkan misi Pt Clipan Finance Indonesia diantaranya :

1.      Menyediakan produk dan jasa keuangan yang inovatif didukung sumber daya manusia yang handal dan teknologi terkini.

2.      Mempertahankan dan meningkatkan kinerja keuangan yang sehat dan berkelanjutan.

3.      Menjalankan perusahaan sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik.

B.  �Hubungan para pihak

Syarat mengenai isi surat gugat terdapat di dalam Pasal 8 No. 3 Rv mengharuskan gugatan pada pokoknya yang memuat Identitas Para Pihak, baik penggugat dan tergugat atau sering di sebut juga Persona Standi In Judicio. Yang pada umumnya, meliputi nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, alamat, pekerjaan, agama dan tempat tinggal, serta kedudukannya sebagai pihak dalam perkara yang di ajukan ke pengadilan. Di dalam penelitian saya, pihak yang berperkara, Bambang Hery Syahputra, jenis kelamin laki-laki, tempat/tanggal lahir 25 Mei 1969, kewarganegaraan Indonesia, Agama Islam, pekerjaan wiraswasta, beralamat di Jln. Air Bersih Gg. Keluarga, No.10 Kel. Sudirejo I, Kec. Medan Kota, Medan ;

Dalam hal ini diwakili oleh Kuasanya Dr. Ibnu Affan, SH, M.Hum, Muhammad, SH, dan Saipul Anwar, SH, Advokat - Penasihat Hukum - Konsultan Hukum, dari Law Firm Ibnu - Wijaya & Partners, yang beralamat di Jalan Singa No. 175 Kelurahan Pandau Hulu I Kecamatan Medan Kota, Medan, Telp. (061) 415 6023, Hp. 081 260 73512, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 02 Juli 2018, selanjutnya disebut PENGGUGAT ;

PT Clipan Finance Indonesia Tbk, berkedudukan di Jalan Gatot Subroto, No.24 � B, Lingk. XI, Kelurahan Sekip Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan;

iwakili oleh Kuasanya Teguh Wilyono, SH, Romei Natarida Siboro, SH, Arnold K. Samosir dan Moses Datulur Pasaribu, yang bekerja dan bertindak untuk dan atas nama PT. Clipan Finance Indonesia, Tbk, yang berkedudukan di nama PT. Clipan Finance Indonesia, Tbk, yang berkedudukan di Wisma Slipi Lantai 6, Jalan Let Jend. S. Parman Kav.12, Jakarta Barat 11480 Cq PT. Clipan Finance Indonesia, Tbk Cabang Medan yang berkedudukan di Jalan Gatot Subroto No.24 B Lingk XI/Kel. Sekip, Kec. Medan Petisah, Kota Medan, selanjutnya disebut TERGUGAT ;

C.  Kasus posisi

Perkara ini melibatkan, Penggugat yang bernama Bambang Hery Syahputra dan Tergugat yaitu PT Clipan Finance Indonesia Tbk (�Perseroan�). Penggugat membeli 3 (tiga) unit kendaraan bermotor dari pihak Tergugat( PT Clipan Finance Indonesia Tbk).� 3 unit itu adalah:

1.    Mobil Truck Merk Mitsubishi, Jenis FM 517 HS (4x2) BOX Th 2010, Tahun Pembuatan 2010, warna orange, Nomor Rangka MHMFM517AAK003089, Nomor Mesin 6D16F49852, Nomor Polisi BK 8118 II, atas nama PRIMAKAS JAYA , dengan harga sebesar Rp. 499.000.00,-� uang muka sebesar Rp. 124.900.000,-, nilai pokok pembiayaan sebesar Rp. 374.100.000,-, jumlah angsuran sebesar Rp. 13.510.000,- per-bulan, jangka waktu angsuran selama 36 bulan sebagaimana dinyatakan dalam perjanjian pembiayaan konsumen Nomor : 80300631311 yang ditandatangani pada tanggal 11 April 2013;

2.    Mobil Truck Merk Mitsubishi, Jenis FU 416 T Tronton BAK Th 1997, Tahun Pembuatan 1997, warna kuning, Nomor Rangka FU 416T540015, Nomor Mesin 8DC10391031, Nomor Polisi BK 8976 BG, atas nama RUDY, dengan harga sebesar Rp. 418.000.000,-, uang muka sebesar Rp. 104.500.000,-, nilai pokok pembiayaan sebesar Rp. 313.500.000,-, jumlah angsuran sebesar Rp. 11.455.000,- per-bulan, jangka waktu angsuran selama 36 bulan sebagaimana dinyatakan dalam perjanjian pembiayaan konsumen Nomor : 80300891311 yang ditandatangani pada tanggal 08 Mei 2013;

3.    Mobil Truck Merk Mitsubishi, Jenis FM 515 HS (4x2) BOX Th 2011, Tahun Pembuatan 2011, warna orange, Nomor Rangka MHMFM517ABK004283, Nomor Mesin 6D16G24328, Nomor Polisi BK 8118 CJ, atas nama CV. METRO ANGKUTAN NUSANTARA, dengan harga Rp. 522.000.000,-, uang muka sebesar Rp. 130.750.000,-, nilai pokok pembiayaan sebesar Rp. 391.250.000,-, jumlah angsuran sebesar Rp. 14.130.000,- per-bulan, jangka waktu angsuran selama 36 bulan sebagaimana dinyatakan dalam perjanjian pembiayaan konsumen Nomor : 80302111311 yang ditandatangi pada tanggal 1 Oktober 2013

Penggugat dan Tergugat mempunyai hubungan yang baik, tidak ada masalah, dan Penggugat membayar angsuran unit mobil-mobil itu selalu tepat waktu, lebih dari 20 (dua puluh) bulan, cicilan unit mobil-mobil tersebut sudah berjalan. Tergugat menunjukkan itikad tidak baik dan membuat masalah, kepada Penggugat, Tergugat melawan hukum dengan cara melakukan penarikan terhadap unit mobil-mobil tersebut secara paksa dan dilakukan secara sengaja. Tergugat melakukan penarikan kepada unit-unit mobil tersebut dengan melalui pihak ketiga yaitu juru tagih(debt collector) dan mobil dicegat ditengah jalan. Tergugat tidak memberitahukan kepada Penggugat bahwa mobil nya dilakukan penarikan. Kronologi Penarikan paksa mobil-mobil penggugat oleh terguggat adalah sebagai berikut :

1.    Pada tanggal 23 Januari 2015 di Jalan Arengka Pekan Baru Provinsi Riau, Terjadi penarikan Mobil Mitsubishi BK 8976 BG. Pada saat itu seorang sopir bernama Mismuliadi sedang beristirahat dan dia parkir mobil tersebut. Sesudah ia beristirahat dan ingin kembali ke mobil, mobil tersebut sudah tidak ada dan telah diambil oleh Tergugat. Yang ada di sopir hanya kunci mobil dan STNK mobil. Penggugat membayarkan cicilan mobil tersebut pada tanggal 07 Januari 2015, yang dimana seharusnya cicilan tersebut dibayar 8 Juli 2014. Terjadinya penarikan mobil tersebut karena penggugat telah menunggak cicilan� selama 5 (lima) bulan. Pada tanggal 23 Januari 2015, di pagi harinya, pada saat penarikan mobil terjadi, penggugat telah melakukan pembayaran cicilan sekaligus sebanyak 6 (enam) bulan terhitung cicilan ke-16 bulan Agustus 2014 sampai dengan cicilan ke-21 bulan Januari 2015. Namun tanggal 23 Januari 2015, pada sore hari ketika sedang dalam perjalanan di daerah Pekan Baru, Provinsi Riau, Tergugat menarik secara paksa mobil truck Mitsubishi BK 8976 BG. Penguggat telah melakukan pembayaran secara lunas terhadap tunggakan nya selama 6(enam) bulan dari bulan Agustus 2014 sampai dengan bulan Januari 2015. Akan tetapi Tergugat tetap melakukan penarikan kendaraan. Agar penguggat mendapatkan kembali kendaraan yang telah di tarik, Tergugat meminta penggugat membayarkan secara sekaligus tunggakannya. Penggugat membayar sekaligus cicilan sebanyak 12(dua belas) bulan terhitung cicilan ke-22 dari Februari 2015 sampai dengan cicilan ke-33 yaitu bulan Januari 2016, pembayaran dilakukan pada tanggal 28 September 2015. Tergugat tidak memberikan kendaraan tersebut kepada penggugat

2.    �Pada tanggal 10 Oktober 2015 di daerah jambi, Mustafa yang seorang sopir sedang mengemudikan mobil. Namun tiba-tiba segerembol orang yang tak di kenal menghadang dan melemparkan batu ke kaca mobil dan mengenai sopir sehingga sopir mengalami luka dan dengan terpaksa sopir itu berhenti. Kemudian mobil Mitsubishi BK 8118 CJ , di ambil oleh gerembolan itu setelah menunjukkan surat kuasa dari PT. Clipan Finance Indonesia tanpa ada tanda terima. Penarikan mobil tersebut terjadi karena Penggugat baru membayar pada tanggal 07 Januari 2015, yang dimana seharus nya jatuh tempo pada tanggal 01 Juli 2014 untuk cicilan ke-10, penggugat menunggak cicilan selama 5 (lima) bulan. Pada tanggal 29 April 2015, penggugat baru membayarkan tunggakannya. Dan pada cicilan ke-11 penggugat kembali menunggak selama 8(delapan) bulan yang seharusnya jatuh tempo pada tanggal 01 Agustus 2014. Untuk menutupi tunggakan tesebut, Penggugat tidak hanya membayar tunggakan yang 8 (delapan) bulan saja, akan tetapi juga melakukan pembayaran sekaligus sebanyak 22(dua puluh dua ) bulan terhitung cicilan ke -11 yang jatuh tempo pada tanggal 01 Agustus 2014 sampai dengan cicilan ke-32 yang seharusnya jatuh tempo pada tanggal 01 Mei 2016. Pembayaran dilakukan pada tanggal 29 April 2015. Pada tanggal 10 Oktober 2015, ketika mobil dalam perjalanan di daerah jambi, Tergugat menarik secara paksa mobil truck Mitsubishi BK 8118 CJ , padahal Penggugat telah membayarkan cicilan mobil tersebut hingga bulan Januari 2016 atau sampai dengan cicilan ke-32 sehingga dengan demikian sangat jelas bahwa tindakan Tergugat adalah perbuatan melawan hukum

3. Pada tanggal 23 Oktober 2015 di daerah jambi terjadi penarikan paksa mobil Mitsubishi BK 8118 II. Mobil sedang di parkir oleh sopir yang bernama Mahrun. Kemudian mobi itu secara paksa di ambil oleh beberapa orang yang bermodalkan surat kuasa dari PT. Clipan Finance Indonesia tanpa ada tanda terima dan sopir disuruh pulang begitu saja. Penguggat menunggak pembayaran cicilan selama 5 (lima) yang seharusnya jatuh tempo pada tanggal 11 Juli 2014, tetapi baru di bayar Penggugat pada tanggal 07 Januari 2015 untuk cicilan ke-16, karena itu, mobil tersebut terjadi penarikan. Sejak kejadian itu Penggugat kecewa terhadap Tergugat yang tetap menarik mobil-mobil penggugat, Meskipun Penggugat telah beritikad baik melakukan pembayaran cicilan sekaligus �

Berdasarkan peristiwa-peristiwa tersebut, terlihat jelas bahwa pihak Tergugat telah melakukan penarikan mobil-mobil secara paksa dengan menggunakan debt collector dan bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Karena penarikan mobil-mobil secara paksa tersebut, Penggugat diancam Pasal 368 KUHPidana. Perjanjian pembiayaan yang telah dibuat oleh Penggugat dan Tergugat perjanjian tersebut adalah perjanjian dibawah tangan dan tidak dibuat dengan Akta Notaris dan juga tidak didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia , sehingga tidak memiliki kekuatan eksekutorial. Penarikan paksa yang dilakukan oleh Tergugat terhadap mobil-mobil Penggugat yang dilakukan oleh Tergugat dengan menggunakan debt collector, tanpa menunjukkan sertipikat fidusia adalah perbuatan melawan hukum. Peraturan Menteri Keuangan Nomor:130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan. Apabila nasabah lalai dalam melakukan kewajibannya yaitu pembayaran atas beban cicilan, pihak leasing tidak berhak menarik dan mengambil kendaraan konsumen secara paksa. Dan berdasarkan peraturan menteri keuangan tersebut, pihak perusahaan wajib mendaftarkan fidusia paling lambat 30 hari, dan apabila tidak di daftarkan oleh pihak leasing maka usahanya terancam di bekukan. Penarikan paksa oleh debt collector melanggar Pasal 4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Apabila debitor lalai dalam kewajibannya untuk membayar hutang, Leasing tidak berhak menarik kendaraan tersebut, karena yang berhak melakukan eksekusi adalah Ketua Pengadilan. Bahwa secara materiil penggugat mengalami kerugian , yang dimana diperkirakan truck tersebut mencapai keuntungan bersih sebesar 1.000.000(satu juta rupiah) setiap hari dan setiap bulan sekitar 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah) setiap bulannya. Total kerugian penguggat adalah sebagai berikut :

1.    Mobil Mitsubishi BK 8118 II tidak beroperasi sejak tanggal 23 Oktober 2015 yang diperkirakan sampai perkara ini diputus bulan Desember 2018 atau sekitar 38 bulan yaitu 38 x Rp. 30.000.000,- = Rp. 1.140.000.000,- (satu milyar seratus empat puluh juta rupiah);

2.    Mobil Mitsubishi BK 8976 BG tidak beroperasi sejak tanggal 23 Januari 2015 yang diperkirakan sampai perkara ini diputus pada bulan Desember 2018 atau sekitar 48 bulan yaitu 48 x Rp. 30.000.000,- = Rp. 1.440.000.000,- (satu milyar empat ratus empat puluh juta rupiah);

3.    Mobil Mitsubishi BK 8118 CJ tidak beroperasi sejak tanggal 10 Oktober 2015 yang diperkirakan sampai perkara ini diputus bulan Desember 2018 atau sekitar 38 bulan yaitu 38 x Rp. 30.000.000,- = Rp. 1.140.000.000,- (satu milyar seratus empat puluh juta rupiah)

�Kendaraan-kendaraan yang telah di ambil paksa oleh Tergugat mengakibatkan kerugian finansial kepada Penguggat. Di perkiraan harga rata-rata per-unit adalah sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sehingga kerugian penggugat untuk 3 unit kendaran sebesar Rp. 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah) maka keseluruhan kerugian materil yang dialami Penggugat adalah sebesar Rp. 5.220.000.000,- (lima milyar dua ratus dua puluh juta rupiah) dengan perhitungan (Rp. 1.140.000.000,- + Rp. 1.440.000.000,- + Rp. 1.140.000.000,- + Rp. 1.500.000.000,-) = Rp. 5.220.000.000,- (lima milyar dua ratus dua puluh juta rupiah). Penggugat juga mengalami kerugian immateril yang berupa jatuhnya harga diri penggugat yang mengakibatkan hilangnya relasi kepercayaan relasi pada Penggugat, dan Penggugat akibat peristiwa ini mengalami struk ringan dan diopname beberapa bulan di rumah sakit. Penggugat menghukum tergugat untuk mengganti rugi kerugian yang di alami oleh Tergugat, dengan rincian sebagai berikut;

1.    Kerugian materil = Rp. 5.220.000.000,-

2.    Bunga = Rp. 5.481.000.000,-

3.    Denda = Rp. 5.481.000.000,-

4.    Pengganti biaya-biaya = Rp. 2.500.000.000,-

5.    Kerugian immateril = Rp. 30.000.000.000,-

Jumlah = Rp. 48.682.000.000,- (empat puluh delapan milyar enam ratus delapan �

puluh dua juta rupiah)

�

Penguggat khawatir jika Tergugat tidak bersedia menjalankan putusan dalam perkara aquo, maka sangat beralasan hukum apabila Tergugat dihukum untuk membayar uang paksa (dwangsoom) sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) per-hari sejak putusan ini diucapkan sampai perkara aquo berkekuatan hukum tetap. Dengan uraian dan dalil yang di ucapkan oleh pihak Penggugat maka dengan hormat kepada Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan yang memeriksa dan mengadili perkara aquo untuk mengeluarkan putusan sebagai berikut :

1.      Mengabulkan gugatan Pengugat seluruhnya;

2.      Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad);

3.      Menghukum Tergugat untuk membayar semua kerugian yang diderita oleh Penggugat sebagaimana tersebut di atas yang seluruhnya berjumlah sebesar Rp. 48.682.000.000,- (empat puluh delapan milyar enam ratus delapan puluh dua juta rupiah) secara tunai dengan rincian sebagai berikut.

Kerugian materil = Rp. 5.220.000.000,-

Bunga = Rp. 5.481.000.000,-

Denda = Rp. 5.481.000.000,-

Pengganti biaya-biaya = Rp. 2.500.000.000,-

Kerugian immateril = Rp. 30.000.000.000,-

Jumlah = Rp. 48.682.000.000,- (empat puluh delapan milyar enam

ratus delapan puluh dua juta rupiah)

4.      Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsoom) sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) per-hari jika Tergugat tidak bertanggung jawab atau lalai dalam melaksanakan putusan sejak putusan ini diucapkan sampai perkara aquo berkekuatan hukum tetap;

5.      Menyatakan putusan perkara aquo dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad) meskipun timbul verset, banding atau kasasi;

6.      Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Tergugat; SUBSIDAIR, Apabila Pengadilan berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

D.  Pertimbangan hukum

�Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan, dengan nomor 474/Pdt.G/2018/PN, maksud dan tujuan Penggugat yang pada intinya adalah Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum, Karena kendaraan penggugat di tarik paksa oleh Tergugat yang terjadi pada Pada tanggal 23 Januari 2015 di Jalan Arengka Pekan Baru Provinsi Riau, Terjadi penarikan Mobil Mitsubishi BK 8976 BG. Pada saat itu seorang sopir bernama Mismuliadi sedang beristirahat dan dia parkir mobil tersebut. Sesudah ia beristirahat dan ingin kembali ke mobil, mobil tersebut sudah tidak ada dan telah diambil oleh Tergugat. Yang ada di sopir hanya kunci mobil dan STNK mobil. Penggugat membayarkan cicilan mobil tersebut pada tanggal 07 Januari 2015, yang dimana seharusnya cicilan tersebut dibayar 8 Juli 2014. Terjadinya penarikan mobil tersebut karena penggugat telah menunggak cicilan� selama 5 (lima) bulan. Pada tanggal 23 Januari 2015, di pagi harinya, pada saat penarikan mobil terjadi, penggugat telah melakukan pembayaran cicilan sekaligus sebanyak 6 (enam) bulan terhitung cicilan ke-16 bulan Agustus 2014 sampai dengan cicilan ke-21 bulan Januari 2015. Namun tanggal 23 Januari 2015, pada sore hari ketika sedang dalam perjalanan di daerah Pekan Baru, Provinsi Riau, Tergugat menarik secara paksa mobil truck Mitsubishi BK 8976 BG. Penguggat telah melakukan pembayaran secara lunas terhadap tunggakan nya selama 6(enam) bulan dari bulan Agustus 2014 sampai dengan bulan Januari 2015. Akan tetapi Tergugat tetap melakukan penarikan kendaraan. Agar penguggat mendapatkan kembali kendaraan yang telah di tarik, Tergugat meminta penggugat membayarkan secara sekaligus tunggakannya. Penggugat membayar sekaligus cicilan sebanyak 12(dua belas) bulan terhitung cicilan ke-22 dari Februari 2015 sampai dengan cicilan ke-33 yaitu bulan Januari 2016, pembayaran dilakukan pada tanggal 28 September 2015. Tergugat tidak memberikan kendaraan tersebut kepada penggugat . Pada tanggal 10 Oktober 2015 di daerah jambi, Mustafa yang seorang sopir sedang mengemudikan mobil. Namun tiba-tiba segerembol orang yang tak di kenal menghadang dan melemparkan batu ke kaca mobil dan mengenai sopir sehingga sopir mengalami luka dan dengan terpaksa sopir itu berhenti. Kemudian mobil Mitsubishi BK 8118 CJ , di ambil oleh gerembolan itu setelah menunjukkan surat kuasa dari PT. Clipan Finance Indonesia tanpa ada tanda terima. Penarikan mobil tersebut terjadi karena Penggugat baru membayar pada tanggal 07 Januari 2015, yang dimana seharus nya jatuh tempo pada tanggal 01 Juli 2014 untuk cicilan ke-10, penggugat menunggak cicilan selama 5 (lima) bulan. Pada tanggal 29 April 2015, penggugat baru membayarkan tunggakannya. Dan pada cicilan ke-11 penggugat kembali menunggak selama 8(delapan) bulan yang seharusnya jatuh tempo pada tanggal 01 Agustus 2014. Untuk menutupi tunggakan tesebut, Penggugat tidak hanya membayar tunggakan yang 8 (delapan) bulan saja, akan tetapi juga melakukan pembayaran sekaligus sebanyak 22(dua puluh dua ) bulan terhitung cicilan ke -11 yang jatuh tempo pada tanggal 01 Agustus 2014 sampai dengan cicilan ke-32 yang seharusnya jatuh tempo pada tanggal 01 Mei 2016. Pembayaran dilakukan pada tanggal 29 April 2015. Pada tanggal 10 Oktober 2015, ketika mobil dalam perjalanan di daerah jambi, Tergugat menarik secara paksa mobil truck Mitsubishi BK 8118 CJ, padahal Penggugat telah membayarkan cicilan mobil tersebut hingga bulan Januari 2016 atau sampai dengan cicilan ke-32 sehingga dengan demikian sangat jelas bahwa tindakan Tergugat adalah perbuatan melawan hukum. Pada tanggal 23 Oktober 2015 di daerah jambi terjadi penarikan paksa mobil Mitsubishi BK 8118 II. Mobil sedang di parkir oleh sopir yang bernama Mahrun. Kemudian mobi itu secara paksa di ambil oleh beberapa orang yang bermodalkan surat kuasa dari PT. Clipan Finance Indonesia tanpa ada tanda terima dan sopir disuruh pulang begitu saja. Penguggat menunggak pembayaran cicilan selama 5 (lima) yang seharusnya jatuh tempo pada tanggal 11 Juli 2014, tetapi baru di bayar Penggugat pada tanggal 07 Januari 2015 untuk cicilan ke-16, karena itu, mobil tersebut terjadi penarikan. Sejak kejadian itu Penggugat kecewa terhadap Tergugat yang tetap menarik mobil-mobil penggugat, Meskipun Penggugat telah beritikad baik melakukan pembayaran cicilan sekaligus.

E.  Amar Putusan

1.    Putusan Pengadilan Negeri Medan Perkara Nomor 474/Pdt.G/2018/Pn Mdn,

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan Perkara Nomor 474/Pdt.G/2018/Pn ��Mdn,

 

M E N G A D I L I

Dalam Eksepsi : -

Menolak eksepsi Tergugat untuk seluruhnya;

 

Dalam Pokok Perkara :

a.       Menyatakan Tergugat telah Melakukan Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatigedaad) ;

b.      2. Menghukum Tergugat untuk mengembalikan sisa penjualan mobil kepada Penggugat sebesar Rp. 987.000.000,- (sembilan ratus delapan puluh tujuh juta rupiah), dan menghukum Tergugat untuk membayar bunga kepada Penggugat selama 3 (tiga) tahun sebesar Rp .177.660.000,- (seratus tujuh puluh tujuh juta enam ratus enam puluh ribu rupiah) dan menghukum Tergugat untuk membayar biaya kepada Penggugat sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) ;

c.       3. Menghukum Tergugat untuk membayar ongkos perkara sejumlah Rp.536.000,00 (lima ratus tiga puluh enam ribu

Demikian diputuskan dalam musyawarah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan pada hari Rabu, tanggal 19 Desember 2018, oleh kami, SRI WAHYUNI BATUBARA, SH, MH, sebagai Hakim Ketua, AIMAFNI ARLI, SH, MH dan SYAFRIL P BATUBARA, SH, MH, masing-masing sebagai Hakim Anggota, yang ditunjuk berdasarkan Surat Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Medan Nomor 474/Pdt.G/2018/PN Mdn tanggal 1 Agustus 2018, putusan tersebut pada hari Rabu tanggal 26 Desember 2018 diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua dengan dihadiri oleh Para Hakim Anggota tersebut, Hj. SYAFRIDA HAFNI, SH, MH, selaku Panitera Pengganti, Kuasa Penggugat, dan Kuasa Tergugat.

2.    Putusan Pengadilan Tinggi Medan Perkara Nomor 209/Pdt/2019/PT Mdn

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan Perkara Nomor 209/Pdt.G/2019/PT� Mdn,

 

M E N G A D I L I

 

a.       Menerima permohonan banding dari pembanding semula Tergugat

b.      Memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 474/Pdt.G/2018/PN Mdn tanggal 26 Desember 2018, sekedar menganai redaksi amarnya sehingga sebagai berikut

 

Dalam Eksepsi

Menolak eksepsi Tergugat untuk seluruhnya

 

Dalam Pokok Perkara :

a.       Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian ;

b.      Menyatakan Tergugat telah Melakukan Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatigedaad);

c.       Menghukum Tergugat untuk mengembalikan sisa penjualan mobil kepada penggugat sebesar Rp.987. 000.000,- (sembilan ratus delapan puluh tujuh juta rupiah), dan menghukum Tergugat untuk membayar bunga kepada Penggugat �selama 3 (tiga) tahun sebesar Rp .177.660.000,- (seratus tujuh puluh tujuh juta enam ratus enam puluh ribu rupiah) dan menghukum Tergugat untuk membayar biaya kepada Penggugat sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) ;

d.      Menghukum Tergugat untuk membayar ongkos perkara sejumlah Rp536.000,00 (lima ratus tiga puluh enam ribu rupiah) ;

e.       Menolak gugatan Penggugat selebihnya;

 

Demikianlah diputuskan dalam musyawarah Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan pada hari Selasa tanggal 23 Juli 2019 oleh kami : Linton Sirait, S.H,.M.H., sebagai Hakim Ketua, H.Erwan Munawar S.H,.M.H., dan Agung Wibowo, SH., M.Hum,. masing-masing Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Medan sebagai Hakim-Hakim Anggota, putusan tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Senin tanggal 29 Juli 2019, oleh Hakim Ketua Majelis dengan didampingi kedua Hakim Anggota serta dibantu Tahi Purba, S.H., sebagai Panitera Pengganti pada Pengadilan Tinggi Medan, tanpa dihadiri oleh Pembanding dan Terbanding ataupun Kuasa Hukumnya masingmasing;

3.    Putusan Mahkamah Agung Nomor 2087 K/Pdt/2020

 

M E N G A D I L I

 

a.       Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT CLIPAN FINANCE INDONESIA, Tbk tersebut.

b.      Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);

 

Demikian diputuskan dalam rapat musyawarah Majelis Hakim pada hari Kamis, tanggal 3 September 2020 oleh Dr. H. Panji Widagdo, S.H., M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. Pri Pambudi Teguh, S.H., M.H. dan Dr. Dwi Sugiarto, S.H., M.H., Hakimhakim Agung sebagai Hakim Anggota dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis dengan dihadiri Para Hakim Anggota tersebut dan Unggul Prayudho Satriyo, S.H., M.H., LL.M., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.

 

Pembahasan

1.      Perlindungan hukum bagi debitor terhadap objek jaminan fidusia yang di ambil paksa oleh juru tagih (debt collector) berdasarkan� Undang- Undang� No.42 Tahun 1999 tentang Fidusia Juncto Putusan Mahkamah Konstitusi� NO.18/PUU-XVII/2019

Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia mengatur tentang jaminan fidusia, termasuk pengertian fidusia, pengertian jaminan fidusia, pendaftaran fidusia, eksekusi jaminan fidusia, dan penghapusan fidusia. Pemberi fidusia adalah debitor, sedangkan penerima fidusia adalah kreditor. Undang-undang ini memberikan kepastian hukum bagi pemberi fidusia dan penerima fidusia.

Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak yang dapat berwujud atau tidak berwujud, serta benda tidak bergerak seperti bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. Pada penelitian ini, objek jaminan fidusia yang diambil paksa oleh juru tagih adalah kendaraan bermotor dan benda bergerak berwujud.

Pemberi fidusia adalah orang yang membutuhkan dana cepat dan meminjam uang kepada lembaga pembiayaan untuk membayar utang yang sudah jatuh tempo. Undang-undang ini diundangkan pada tanggal 30 September 1999 oleh Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie.

Undang-undang ini lahir karena adanya kebutuhan dunia usaha akan tersedianya dana, yang perlu diimbangi dengan ketentuan hukum yang jelas dan lengkap mengenai lembaga jaminan. Sebelum undang-undang ini, jaminan fidusia masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur secara lengkap dalam peraturan perundang-undangan.

Juru tagih (debt collector) merupakan pihak ketiga yang digunakan lembaga pembiayaan untuk menagih utang debitor. Namun, terkadang debt collector ini tidak mentaati aturan dalam penagihan utang. Peraturan Bank Indonesia dan OJK mengatur peran dan tindakan debt collector.

Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No. 18/PUU-XVII/2019 menyatakan bahwa eksekusi jaminan fidusia harus melalui pengadilan dan tidak boleh dilakukan sendiri oleh penerima fidusia (kreditor). Meskipun demikian, dalam kasus yang diteliti, terjadi penarikan paksa objek fidusia, meskipun sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi. Hal ini menimbulkan kerancuan mengenai kategori lelang yang harus dilakukan.

Dalam penelitian ini, fokusnya adalah pada masalah kekerasan dan pelanggaran yang dilakukan oleh debt collector dalam pengambilan objek fidusia. Debt collector sering menggunakan kekerasan, ancaman, dan teror terhadap pemberi fidusia, yang seharusnya tidak diperbolehkan. Terdapat juga penagihan utang oleh debt collector tanpa memiliki sertifikat debt collector dan tanpa sertifikat jaminan fidusia.

Secara keseluruhan, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perbedaan antara apa yang seharusnya dilakukan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi dengan praktik yang terjadi dalam penarikan paksa objek fidusia.

2.      penerapan perlindungan hukum bagi debitor terhadap objek jaminan fidusia yang di ambil paksa oleh juru tagih (debt collector) berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2087 K/Pdt/2020

���� Dalam penerapan perlindungan hukum bagi debitor, terdapat beberapa hambatan yang dapat muncul dalam putusan pengadilan, terutama terkait dengan lembaga pembiayaan yang salah menginterpretasikan Pasal-pasal dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia. Hal ini sering kali mengakibatkan penyalahgunaan kekuatan eksekutorial oleh pihak ketiga seperti debt collector.

Pelanggaran terhadap berbagai pasal dalam KUHP, Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dan peraturan lainnya seringkali dilakukan oleh lembaga pembiayaan dalam proses eksekusi jaminan fidusia. Kendaraan kredit yang bermasalah seringkali direbut secara paksa oleh debt collector, tanpa melibatkan kepolisian seperti yang diatur dalam Peraturan Kapolri.

Kompleksitas peraturan dan regulasi terkait Jaminan Fidusia sering kali menjadi hambatan dalam penerapan hukum oleh pengadilan. Kurangnya sumber daya manusia dan teknologi yang memadai juga mempengaruhi kemampuan pengadilan dalam menangani kasus-kasus terkait perlindungan hukum debitor. Diperlukan koordinasi yang efektif antara pengadilan dan lembaga pemerintah terkait untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut dengan efisien dan efektif.

Untuk mengatasi hambatan-hambatan ini, diperlukan upaya untuk memangkas birokrasi, memperkuat kapasitas dan sumber daya pengadilan, serta meningkatkan kerja sama antara lembaga pemerintah terkait. Edukasi kepada masyarakat juga perlu ditingkatkan, terutama di daerah-daerah terpencil dan transmigrasi, agar kesadaran hukum meningkat dan kasus-kasus serupa dapat berkurang. Selain itu, pemerintah juga perlu memperluas pembangunan hukum ke seluruh wilayah Indonesia untuk mencapai kesetaraan ilmu pengetahuan di bidang hukum.

 

Kesimpulan

Perlindungan hukum bagi debitor terhadap objek jaminan fidusia yang� diambil paksa oleh juru tagih (debt collector), seharusnya jumlah kasusnya sudah semakin menurun dari tahun ke tahun bukan semakin berkembang dari tahun ke tahun. Memang benar Undang-Undang Republik Indonesi Nomor 42 Tentang Jaminan Fidusia Pasal 15 Ayat (2) dalam hal ini Lembaga Pembiayaan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Akan tetapi perlu di ingat juga bahwa Putusan MK NO.18/PUU-XVII/2019 telah diputus oleh Yang Mulia, Hakim ketua yaitu Prof. Dr. Anwar Usman. Eksekusi Jaminan Fidusia Tidak Boleh Di lakukan Sendiri oleh penerima fidusia (Kreditur) Melainkan harus dengan mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri.

Hal ini dapat menyebabkan kesulitan dalam menegakkan hukum dan memastikan kepatuhan lembaga pembiayaan untuk mentaat aturan tentang eksekusi Jamiann Fidusia. Pengaturan Jaminan Fidusia ini sering kali melibatkan berbagai peraturan dan regulasi yang kompleks. Hal ini dapat menyebabkan hambatan dalam penerapan aturan tersebut oleh pengadilan. Terkadang, interpretasi yang berbeda mengenai ketentuan-ketentuan tersebut juga dapat muncul, yang dapat menyulitkan pengadilan dalam membuat keputusan yang konsisten. Pengadilan seringkali menghadapi keterbatasan kapasitas dan sumber daya yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk menangani kasus-kasus terkait perlindungan hukum terhadap debitor yang objek jaminan fidusianya di ambil secara paksa. Ribuan atau bahkan ratusan ribu jumlah kasus yang kompleks dapat membebani pengadilan, terutama jika sumber daya manusia dan teknologi yang diperlukan tidak memadai.

 

BIBLIOGRAFI

 

Ahyani, S. (2014). Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Melalui Perjanjian Jaminan Fidusia. Jurnal Wawasan Yuridika, 24(1), 308�319.

 

Aziz, A., & Wicaksono, E. (2017). Analisis skema alternatif kredit program untuk usaha mikro, kecil, dan menengah. Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, 7(2), 143�157.

 

Candera, A., Mochtar, D. A., Indrayanti, K. W., & AZ, M. G. (2021). Eksekusi Objek Jaminan Fidusia oleh Kreditur (Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/Puu-Xvii/2019 Tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia). Bhirawa Law Journal, 2(2), 111�121.

 

Danyathi, A. P. L. (2016). Eksistensi Perguruan Tinggi Asing Di Indonesia Pasca Pemberlakuan Undang-Undang no. 12 tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi. Kertha Patrika. J. Ilm. Fak. Huk. Univ. Udayana, 71, 167.

 

Heriawanto, B. K. (2019). Pelaksanaan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Berdasarkan Title Eksekutorial. Legality: Jurnal Ilmiah Hukum, 27(1), 54�67.

 

Mayce, S. V., Ramadani, R. R., Cahyani, R. N., & Anataya, T. (2023). Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Melalui E-Commerce:(Studi Kasus Pembelian Melalui Sosial Media Tik Tok). PLEDOI (Jurnal Hukum Dan Keadilan), 2(1), 1�11.

 

Muhaimin, M. (2020). Penetapan Tersangka Tidak Ada Batas Waktu. Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 20(2), 275�288.

 

Muidhurrohman, M. (2020). Perlindungan Hukum Bagi Debitur Dalam Perjanjian Pembiayaan dan Fidusia (Studi Kasus di FIF Pasuruan). Dinamika, 26(13), 1570�1579.

 

Pramana, P. C. (2022). Efektivitas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Dimasa Pandemi Covid 19 (Studi Kasus Pada PT. Federal International Finance Cab. Denpasar). UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR.

 

Prasetyawati, N., & Hanoraga, T. (2015). Jaminan Kebendaan dan Jaminan Perorangan Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Piutang. Jurnal Sosial Humaniora (JSH), 8(1), 120�134.

 

Primasari, I. K. (2019). Implementasi Prinsip Kehati-hatian dalam Pembankan: Caution Implementation Principles In Banking. Jurnal Investasi, 5(1), 69�78.

 

Rosadi, E. (2018). Skripsi Perlindungan Hukum Bagi Debitur Terhadap Pengambil Alihan Objek Jaminan Fidusia Oleh Debt Collector Legal Protection for Debtors Against The Taking Of Objects Of Fiduciary Collateral By Debt Collectors.

 

Sidauruk, S., Setyowati, R. K., & Kusumadewi, Y. (2020). Penyelesaian Wanprestasi di Dalam Perjanjian Dengan Jaminan Fidusia Berdasarkan Kasus Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang Nomor 10/Pdt. G/BPSK/2015/PN. Bek. Krisna Law, 2(2), 189�200.

 

Sihombing, D. R. (2016). Perlindungan Hukum Bagi Debitur Wanprestasi Dalam Eksekusi Jaminan Fidusia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia. Jurnal Hukum Media Justitia Nusantara, 6(1).

 

Soegianto, S., RS, D. S., & Junaidi, M. (2019). Eksekusi Jaminan Fidusia Dalam Kajian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Jurnal Ius Constituendum, 4(2), 207�219.

 

Usman, R. (2021). Makna Pengalihan Hak Kepemilikan Benda Objek Jaminan Fidusia Atas Dasar Kepercayaan. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 28(1), 139�162.

 

Wijaya, H. T. (2018). Akibat Hukum Peralihan Kredit Motor Dalam Pembiayaan Konsumen. Jurnal Hukum Magnum Opus, 1(1), 266139.

 

Copyright holder:

Fernando D�lomo, Richard C, Adam (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: