Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e- ISSN: 2548-1398


Vol. 8, No. 6, Juni 2023

 

ANALISIS INTEGRASI ANGKUTAN KOTA SEBAGAI FEEDER ANGKUTAN BUS TRANS MAMMINASATA

 

Muhammad Ridha Kasim, Andi Muhammad Akram, Rezki Ramadhan, Ahmad Fauzan

Universitas Muslim Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Angkutan umum yang terdapat di Kota Makassar belum terintegrasi dengan baik, baik itu integrasi secara fisik (rute dan fasilitas peralihan moda), integrasi secara jadwal, dan integrasi layanan (tarif). Keberadaan moda baru yaitu Teman Bus dianggap tidak memperbaiki kondisi angkutan umum di Kota Makassar, melainkan mengambil alih fungsi angkutan kota eksisting. tujuan penelitian ini adalah yang pertama untuk mengetahui karakteristik perjalanan penumpang Teman Bus serta yang kedua adalah untuk mengetahui jenis integrasi yang dapat dilakukan oleh teman bus dan angkutan kota. Metode yang digunakan adalah analisis titik naik turun penumpang yang dioverlay dengan peta rute teman bus dan angkutan kota untuk menhasilkan alternative halte dan tempat pemberhentian baru pada simpul dan ruas jalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 2. Bentuk integrasi fisik yang dapat dilakukan berupa penambahan halte atau titik naik dan turun penumpang pada 37 titik simpul alternative atau pada 15 ruas jalan alternative berdasarkan titik dan ruas yang dilalui oleh kedua moda angkutan kota dan Teman Bus. Sementara bentuk nonfisik dapat dilakukan dengan kerjasama antar masing-masing pengelola atau membuat kelembagaan baru yang khusus untuk mengoperasionalkan angkutan umum.

 

Kata Kunci: angkutan kota; feeder; integrasi; bus trans mamminasata

 

Abstract

Public transportation in Makassar City is not yet well integrated, be it physical integration (routes and modal shift facilities), schedule integration, and service integration (tariffs). The existence of a new mode, namely Sahabat Bus, is considered not to improve the condition of public transportation in Makassar City, but instead takes over the function of the existing city transportation. The purpose of this research is the first to find out the characteristics of the bus friend's passenger journey and the second is to find out the type of integration that can be done by bus friends and city transportation. The method used is the analysis of boarding and alighting points of passengers overlaid with bus route maps and city transportation to produce alternative stops and new stops at nodes and road sections. The results of the study show that 2. The form of physical integration that can be carried out is in

 

 

How to cite:

Muhammad Ridha Kasim, Andi Muhammad Akram, Rezki Ramadhan, Ahmad Integrasi��� Angkutan��� Kota���� sebagai��� Feeder��� Angkutan��� Bus��� Trans http://dx.doi.org/10.36418/syntax-literate.v6i6

Fauzan (2023) Analisis

Mamminasata,��� (8)6,

 

E-ISSN:

 

2548-1398

Published by:

Ridwan Institute


the form of adding stops or points for boarding and alighting passengers at 37 alternative node points or on 15 alternative road sections based on the points and segments traversed by both modes of city transportation and Friend Bus. While the non-physical form can be carried out by collaboration between each manager or by creating a new institution specifically to operate public transportation.

 

Keywords: Bus Trans Mamminasata; Feeder; Integration; Public Transportatoin

 

Pendahuluan

Persepsi masyarakat terutama masyarakat dari kalangan atas terhadap kualitas pelayanan angkutan umum masih sangat rendah. Kurangnya minat masyarakat terhadap angkutan umum menyebabkan terjadinya kemacetan lalu lintas. Kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh peningkatan penggunaan kendaraan pribadi menjadi permasalahan utama di beberapa negara Asia seperti Taiwan, Indonesia, Malaysia, dan Vietnam (Le & Nurhidayati, 2016).

Efisiensi untuk seluruh transportasi publik, dapat ditingkatkan dengan mengkoordinasikan semua moda transportasi publik. Koordinasi tersebut dapat dicapai dengan mengintegrasikan sistem, baik di level kelembagaan, operasional, maupun secara fisik (Shrivastava & O�mahony, 2009). Transportasi antarmoda mempunyai peran untuk menghasilkan sebuah sistem transportasi yang efisien dan terintegrasi, berdasarkan terjadinya inter koneksi antar berbagai moda transportasi, dimana penumpang dapat melakukan perpindahan moda dengan mudah (Capah, 2013).

Dalam membuat transportasi multimoda populer, akses dari dan menuju tempat transit harus diperhatikan dan dipertimbangkan. Hal ini dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan pada pembuatan jalur sepeda atau jalur pejalan kaki pada radius pelayanan tempat transit (Chandra, 2016).

Terminal antarmoda dari aspek tatanan fasilitas, fungsional dan operasional harus mampu memberikan pelayanan menerus yang tidak putus (single seamless service) antar moda yang terlibat. Fasilitas alih moda cenderung disediakan apa adanya dan tidak memenuhi aspek seamless service serta keselamatan dan keamanan (Meyrawati & Rachmani, 2017). Keterpaduan dan Integrasi infrastruktur ini sangat bermanfaat terutama untuk penumpang yang akan transfer sehingga bisa mengurangi waktu tunggu, waktu transfer, dan jarak berjalan kaki (Policy, 2020). Keterpaduan pelayanan transportasi antarmoda pada kenyataannya telah dilaksanakan walaupun kualitasnya belum optimal (Capah, 2013).

Terbatasnya jangkauan pelayanan halte BRT ini diakibatkan tidak adanya pilihan moda lanjutan (seperti ojek, becak, sepeda) yang memadai antara lokasi pemukiman dengan shelter BRT. pengguna bus BRT dengan moda lanjutan seperti sepeda, sepeda motor dan mobil masih mengandalkan anggota keluarga lainnya untuk mengantar dan menjemput ke lokasi halte (Suwandono, Dewi, Mussadun, & Anggraini, 2014). Moda Penghubung yang digunakan sebelum menaiki BRT Trans Mamminasata didominasi oleh moda sepeda motor (51%), angkutan umum (19%), becak (18%), jalan kaki (9%), dan


mobil (4%). Sedangkan Moda Penghubung setelah turun dari BRT didominasi oleh moda jalan kaki (71%), becak (18%) dan angkutan umum 11% (Suprayitno & Upa, 2017).

Kementrian Perhubungan akan memberikan bantuan operasional angkutan perkotaan dengan program Buy The Service (BTS) dengan nama TEMAN Bus di beberapa Kota di Indoensia, termasuk Kota Makassar pada tahun 2021. Dengan keunggulan, rencana rute, dan konektivitasnya dengan angkutan umum lain diharapkan bisa mengakomodir dan meningkatkan minat dari masyarakat Kota untuk menggunakan transportasi umum dari pada kendaraan pribadi (Priyandono, Herijanto, & Kartika, 2021). Hal yang penting dipertimbangkan saat memperkenalkan sistem angkutan massal ke dalam sebuah kota adalah bagaimana mengintegrasikannya ke dalam sistem angkutan eksisting untuk memaksimalkan mobilitas dari penggunanya (Zhang, Yen, Mulley, & Sipe, 2020). Integrasi antara angkutan BRT/ Bus dan angkutan pendukungnya dapat dilakukan dengan mengakomodir integrasi jadwal dan jaringan layanan secara fisik. Selain itu dapat pula dilakukan integrasi terkait tarif (Manullang & Sitorus, 2020).

Teman Bus hadir di Makassar sebagai penunjang mobilisasi masyarakat. Pada 2020 lalu, layanan ini telah lebih dulu hadir di Kota Medan, Palembang, Bali, Surakarta dan DI Yogyakarta. Teman Bus diharapkan akan menjadi sebuah layanan yang akan melengkapi pelayanan angkutan yang sudah ada. Layanan ini juga diharapkan menjadi bagian digitalisasi 4.0 smart city program yang mendukung cashless society. Trans Mamminasata akan melayani pada jam operasional dari 05.00-22.00 dengan tersedia sebanyak 87 unit bus yang siap melayani penumpang di empat rute layanan. Adapun layanan Teman Bus di Provinsi Sulawesi Selatan atau Trans Mamminasata akan melayani 4 koridor yakni terdiri dari Koridor 1 : Terminal Mallengkeri - UNHAS (Via JI. Metro Tanjung Bunga), Koridor 2: Mall Panakukang Internasional Sultan Hasanudin, Koridor 3: Kampus 2 PNUP - Kampus 2 PIP, dan Koridor 4: Pelabuhan Soekarno Hatta UIN Samata.

Kehadiran Teman Bus di Makassar, atau Trans Mamminasata ini telah didesain agar bisa menyesuaikan dengan angkutan perkotaan yang sudah ada lebih dulu. Nantinya angkutan tersebut menjadi feeder bagi Teman Bus, sehingga terkoneksi dengan baik (Anies & Kasim, 2022), (Kasim, M, R, 2021). Moda transportasi Teman Bus di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, untuk sementara waktu tidak beroperasi lantaran perlu dievaluasi. Hal ini menyusul penolakan sopir angkutan kota atau Petepete yang merasa rutenya diambil. Sopir Angkutan Kota beberapa kali mengadang Teman Bus yang sedang beroperasi (A. M. R. Kasim, Wicaksono, & Kurniawan, 2017), (Muhammad Ridha Kasim, 2021). Mereka tak terima pendapatannya berkurang akibat masyarakat lebih memilih Teman Bus yang di Makassar bernama Trans Mamminasata (Muhammad Ridha Kasim, 2020), (Muhammad Ridha Kasim, 2015). Meski Teman Bus baik dan dibutuhkan masyarakat, tapi hal itu tidak boleh mengorbankan pihak lain, dalam hal ini sopir angkutan kota (MR. Dkk Kasim, 2019). Berdasarkan identifikasi masalah, beberapa tujuan dalam penelitian ini adalah yang pertama untuk mengetahui karakteristik perjalanan penumpang Teman Bus serta yang kedua adalah untuk mengetahui jenis integrasi yang dapat dilakukan oleh teman bus dan angkutan kota.


 

 

 

Metode Penelitian

1.   Populasi dan Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang digunakan sebagai objek penelitian. Penentuan ukuran sampel yang akan digunakan ialah menggunakan Linier Time Function. Sample Linier Time Function adalah penentuan jumlah sampel berdasarkan estimasi kendala waktu serta dengan populasi yang tidak diketahui. Populasi yang tidak diketahui diakibatkan karena jumlah penumpang yang menggunakan kendaraan umum sangat dinamis. Rumus yang digunakan untuk menghitung sampel yakni:

 


 

Dimana:

n����� = Ukuran sampel


𝑛 = 𝑇𝑡0

𝑡1


(1)


T���� = waktu yang tersedia untuk penelitian (24 jam x 30 hari) t0���� = waktu tetap untuk penelitian (6 jam x 30 hari)

t1��� = waktu yang digunakan untuk sampling/wawancara (4 jam)

 

Dalam penelitian ini, asumsi waktu yang tersedia adalah sebanyak 24 jam dalam 30 hari.Waktu tetap yang digunakan untuk penelitian ini adalah sebanyak 6 jam yang didapatkan berdasarkan asumsi jam puncak penumpang berdasarkan informasi dari wawancara informal dengan supir angkutan umum, yang terbagi pada pagi, siang, sore dengan masing-masing lama waktu 2 jam Sementara, untuk asumsi 4 jam adalah mengenai alokasi waktu yang digunakan khusus untuk melakukakan wawancara dan pengisian kuisioner saja kepada penumpang. Dari beberapa hasil asumsi tersebut, maka diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut:


n = 135 orang

 

Selanjutnya, jumlah 135 penumpang tersebut dibagi rata pada penumpang angkutan kota dan teman bus, sehingga masing-masing mendapatkan kuota 68 orang penumpang.

2.   Metode Analisis

Metode analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik deskriptif. Menurut Iqbal Hasan (2001:7) metode statistik deskriptif adalah bagian dari statistik yang mempelajari cara pengumpulan data dan penyajian


data sehingga mudaah dipahami. Dalam hal ini, penyajian data dengan analisis statistik deskriptif sehingga mudah dipahami memiliki bahasan ruang lingkup:

1.   Distribusi frekuensi beserta bagian-bagiannya seperti: (a) Grafik distribusi (histogram, poligon, frekuensi, dan ogif). (b) Ukuran nilai pusat (mean, nodus, median, kuartil). (c) Ukuran dispersi (jangkauan, simpaangan rata-rata, simpangan baku, variasi). (d) Kemencengan dan kemiringan kurva

2.   Angka indeks

3.   Time series/deret waktu secaara berkala

4.   Korelasi atau regresi sederhana (dengan satu variabel)

Di dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif pada poin pertama dan kedua. Poin pertama digunakan dengan penyajian data kedalam bentuk tabel, grafik, dan diagram menggunakan software SPSS maupun microsoft excel.

3.   Analisis Pemilihan Moda

Pemilihan Moda merupakan bagian dari empat tahap perencanaan transportasi, yakni: (a) Bangkitan Perjalanan/Pergerakan (Trip Generation). (b) Distribusi/Sebaran Perjalanan/Pergerakan (Trip Distribution). (c) Pilihan Moda Transportasi (Modal Split). (d)Pilihan Rute (Route Choice).

Pemilihan moda masuk pada tahap ketiga perencanaan transportasi setelah tahap untuk mendapatkan bangkitan perjalanan dan distribusi pergerakan. Pada tahap ketiga ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaku perjalanan terbagi-bagi ke dalam (atau memilih) moda angkutan yang berbeda-beda. Dengan kata lain, tahap pemilihan moda merupakan suatu proses perencanaan angkutan yang bertugas untuk menentukan pembebanan perjalanan atau mengetahui jumlah (dalam arti proporsi) orang dan atau barang yang akan menggunakan atau memilih berbagai moda transportasi yang tersedia untuk melayani suatu titik asal-tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan tertentu pula.

Beberapa prosedur pemilihan moda memodelkan pergerakan dengan hanya dua buah moda transportasi, angkutan umum dan angkutan pribadi. Di Indonesia terdapat beberapa jenis moda kendaraan bermotor (termasuk ojek) ditambah becak dan pejalan kaki. Pejalan kaki termasuk penting di Indonesia. pendekatan yang cocok adalah seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1 berikut.


 

Gambar 1

Proses pemilihan moda untuk Indonesia

 

4.   Analisis Keterpaduan/Integrasi

Keterpaduan fisik dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu keterpaduan sarana dan prasarana. Keterpaduan sarana dibagi lagi menjadi 3 bagian yaitu jenis moda, jumlah moda, dan trayek. Sementara keterpaduan prasarana dibagi menjadi titik simpul, jumlah halte, dan jumlah terminal.

Hasil dan Pembahasan

Hasil survey menunjukkan bahwa terdapat penumpang yang turun dan naik di 35 halte, dari total 109 halte. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengelompokan halte-halte yang digunakan. Halte yang digunakan oleh penumpang Teman Bus hanya sekitar 32%. Besaran angka tersebut sebenarnya dapat menjadi potensi dalam hal integrasi moda dan pengembangan halte serta titik naik turun, tetapi menjadi masalah dalam ruang lingkup yang lebih besar dalam hal penyediaan angkutan umum dikarenakan sebaran penumpang yang menggunakan BRT Teman Bus hanya padalokasi-lokasi tertentu. Pola pergerakan penumpang rata-rata adalah satu kali perjalanan dengan frekuensi perjalanan dibawah 2x per minggu.

Data menunjukkan bahwa Halte dengan penumpang yang naik dan turun total terbanyak secara berturu-turut adalah Carrefour Panakkukang, Mall Panakkukang, Unhas Pintu II, Bandara Sultan Hasanuddin, dan Bank Mandiri BCA. 3 dari 5 Halte tersebut merupakan titik awal dan titik akhir dari koridor Teman Bus. Carrefour Panakkukang merupakan titk awal dan akhir dari koridor K4M dan K1M, sedangkan untuk Mall Panakkukang dan Bandara Sultan Hasanuddin merupakan titik awal dan titik akhir koridor K2M. Dari karakterisitk tersebut dapat diketahui bahwa pergerakan rata-rata untuk penumpang Teman Bus berorientasi kepada ekonomi, karena titik awal dan akhir tersebut berada pada pusat bisnis dan pusat perdagangan jasa di area Panakkukang. Data titik naik dan turun penumpang merupakan data yang sangat penting menjadi masukan


dalam melihat titik-titik simpul untuk mengintegrasikan moda-moda sesuai dengan titik naik turun penumpang.

Dalam peneitian ini, BRT Teman Bus sebagai moda angkutan umum yang paling besar diharapkan mampu menjadi moda utama dengan moda angkutan umum lain sebagai angkutan pengumpan (feeder) kepada moda utama. Secara teoritis, moda yang lebih kecil seharusnya hanya melayani jarak pendek dan menjadi angkutan sebelum dan setelah moda utama (Teman Bus). Hasil wawancara dengan penumpang Teman Bus menunjukkan terdapat beberapa pilihan moda sebelum dan setelah menggunakan Teman Bus, antara lain Mobil, Motor, Taksi dan Taksi Online, Ojek dan Ojek Online, Angkutan Umum atau Angkutan Kota dan Berjalan Kaki (Pedestrian). Tabel 3 berikut menunjukkan penggunaan moda sebelum dan setelah menggunakan Teman Bus.

 

Tabel 1 Penggunaan Moda Sebelum BRT

Jenis Moda

�������� Moda Sebelum����������������

Moda Setelah������

Jumlah

Persentase

Jumlah

Persentase

Mobil

10

7.4%

3

2.2%

Motor

52

38.5%

31

23.0%

Taksi

0

0.0%

0

0.0%

Ojek

3

2.2%

10

7.4%

Angkutan Umum

5

3.7%

1

0.7%

Berjalan Kaki

65

48.1%

90

66.7%

Total

135

100.0%

135

100.0%

 

Dari Tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa dominasi kendaraan sebelum dan setelah menggunakan BRT adalah motor dan berjalan kaki. Hal tersebut dapat berarti bahwa dalam upaya peningkatan pelayanan halte dan kawasan disekitar halte, pihak pengelola Teman Bus atau instansi yang berwenang perlu menyediakan fasilitas pejalan kaki (pedestrian) yang baik menuju halte. Radius pejalan kaki yang dapat digunakan dengan standar 300 atau 500meter yang menjadi catchment area atau skala pelayanan halte. Selain penyediaan dan peningkatan Jalur Pejalan kaki (JPK), juga perlu dilakukan penyediaan fasilitas drop off atau pick up kendraan motor, karena sekitar 20-40% penumpang Teman Bus menggunakan motor menuju halte atau menggunakan motor setelah turun dari Teman Bus sebagai moda lanjutan.

Sorotan diberikan kepada moda angkutan kota, penggunaan angkutan kota sebelum dan setelah menggunakan Teman Bus hanya dibawah 5% dari total jumlah penumpang. Hasil identifikasi terhadap penumpang-penumpang tersebut juga mayoritas menggunakan angkutan kota yang beroperasi di luar Kota Makassar (Kabupaten Takalar untuk rute K1M). Hal ini menunjukkan bahwa secara eksisting integrasi antara angkutan kota dan teman bus belum terjadi serta upaya yang dilakukan untuk mengintegrasikan kedua moda ini belum dilakukan.


1.   Preferensi Masyarakat dalam Memilih Moda

Dalam analisis preferensi masyarakat dalam memilih moda, digunakan 2 skenario pertanyaan kepada penumpang Teman Bus dengan skenario pertama adalah pilihan penumpang jika Teman Bus tidak lagi beroperasi atau tidak ada, serta pilihan kedua adalah jika angkutan Teman Bus masih akan beroperasi kedepannya. Analisis ini digunakan untuk melihat seberapa besar loyalitas oenumpang terhadapa angkutan Teman Bus, terutama terhadap kondisi dan kinerja pelayanan saat ini. Tabel 2 menunjukkan preferensi penumpang jika Teman Bus tidak aada atau tidak beroperasi.

 

Tabel 2

Penggunaan Moda Jika Teman Bus Tidak Ada

Jenis Moda

Jumlah

Persentase

Mobil

33

24.4%

Motor

61

45.2%

Taksi

5

3.7%

Ojek

29

21.5%

Angkutan Umum

7

5.2%

Berjalan Kaki

0

0.0%

Total

135

100.0%

 

 

Pilihan moda yang paling banyak adalah kendaraan pribadi berupa mobil dan motor, serta angkutan semi-private berupa taksi dan ojek (atau taksi dan ojek online). Pengguna yang akan beralih ke angkutan umum hanya sekitar 5% dari total responden, yang artinya minat masyarakat terhadap angkutan umum lainnya masih sangat kurang. Perlu perhatian dari pihak pengelola angkutan umum lainnya, khususnya angkutan kota terhadap hal tersebut dikarenakan penumpang yang tetap akan menggunakan Teman Bus jika bus ini masih beropersi terbilang cukup tinggi, yaitu 74,1%.

(Tabel 3). Perlu identifikasi khusus terkait karakter preferensi masyarakat ini dikarenakan penumpang BRT masih akan loyal dengan penggunaan Bus, sedangkan hanya akan tetap menggunakan kendaraan pribadi apabila Teman Bus ini sudah tidak beroperasi lagi. Dalam perencanaan operasional dan pelayanan angkutan umum hendaknya mengikuti atau menjadikan karakteristik pengguna motor sebagai acuan utama, dikarenakan pilihan moda yang paling besar setelah angkutan umum adalah kendaraan pribadi berupa motor.

 

Tabel 3

Penggunaan Moda Jika Teman Bus Ada

Jenis Moda

Jumlah

Persentase

BRT

100

74.1%

Mobil

4

3.0%

Motor

26

19.3%

Taksi

2

1.5%

Ojek

3

2.2%

Angkutan Umum

0

0.0%

Total

135

100.0%


 

2.   Integrasi Fisik antara Teman Bus dan Angkutan Kota

Jenis integrasi fisik antara Teman Bus dan Angkutan Kota yang dapat dilakukan adalah penambahan halte atau tempat naik turun (bus stop) pada ruas jalan dengan rute Teman Bus dan Angkutan kota yang berimpitan atau saling memotong. Identifikasi tersebut dapat dilakukan dengan cara overlay atau menumpuk peta rute koridor Teman Bus dan peta trayek angkutan kota (Gambar 2 dan Gambar 3). Dari hasil penggabungan antara kedua koridor/trayek tersebut, terdapat beberapa alternative titik simpul dan ruas jalan yang dapat menjadi tempat peprpindahan moda dari angkutan kota menuju Teman Bus atau sebaliknya. Akan tetapi hal tersbut dapat terjadi apabila angkutan kota yang beroperasi sesuai dengan perencanaan rute yang telah menjadi Peraturan Daerah, dikarenakan kondisi eksisting sekarang ini banyak angkutan kota yang beroperasi tidak sesuai dengan trayek yang telah ditetapkan.

Gambar 4 menunjukkan bahwa terdapat 37 rekomendasi titik simpul yang dapat menjadi titik halte atau tempat pemberhentian baru dalam upaya mengintegrasikan angkutan kota dengan Teman Bus. Titik-titik tersebut merupakan titik perpotongan atau titik pertemuan pada area sekitar simpang di jalur yang dilewati oleh kedua Angkutan Kota dan Teman Bus. Selain rekomendasi titik simpul, juga dapat dikeluarkan rekomendasi Jalan yang dapat menjadi area integrasi kedua moda tersebut (Tabel 6).

Gambar 4

Peta Rekomendasi Titik Simpul dan Ruas Integrasi


Tabel 4

Ruas Jalan Alterntif Integrasi Angkot dan Teman Bus

Nama Jalan

Panjang (neter)

Pasar Ikan

178.24

Ahmad Yani

139.73

Botolempangan

983.25

Karunrung

52.83

Arif Rate

821.63

Sungai Saddang

1526.07

Veteran Selatan

1604.24

A.P Pettarani

1637.78

Hertasning

680.90

Adhyaksa Lama

506.78

Toddopuli Raya

745.18

Borong Raya

1343.76

Urip Sumoharjo

945.92

Perintis Kemerdekaan

3690.12

Taman Makam Pahlawan

677.97

 

Total 15 ruas jalan pada Tabel 4 dapat pula disesuaikan dengan rencana jangka pendek-menegah-panjang kota atau rencana tata ruang kota (RTRW, RDTR atau RTBL) menjadi area integrasi angkutan umum eksisting. Selain itu dapat pula menjadi acuan dalam perencanaan atau penyediaan moda baru apabila terdapat penyediaan alternative moda lainnya.

Rekomendasi terhadap bentuk integrasi rute adalah perencanaan rute baru terhadap angkutan kota (angkot). Tentunya dalam beberapa penelitian terkait angkutan kota eksisting di Kota Makassar menujukkan bahwa trayek angkutan kota banyak yang berimpitan dan sudah tidak sesuai dengan perkembangan kota. Trayek angkot merupakan produk peraturan daerah Tahun 2005 atau sekitar 20 tahun lalu. Kondisi Kota Makassar yang sekarang dengan kondisi pada Tahun 2000an awal tentu sudah mengalami perubahan yang siginfikan, utamanya pada struktur ruang, pola ruang pusat aktivitas hingga pada guna lahan.

Perencanaan trayek angkutan kota yang baru juga secara tidak langsung dapat disesuaikan atau menyesuaikan pada angkutan umum yang ada (baik yang lebih besar maupun yang lebih kecil) sehingga posisi angkutan kota juga dapat dengan tegas menjadi angkutan utama ataupun angkutan pengumpan. Hal yang paling realistis dengan kondisi saat ini adalah menjadikan angkutan kota sebagai moda utama mendampingi Teman Bus, akan tetapi dalam jangka panjang tentu akan menurunkan jumlah penumpang angkutan umum secara siginifikan karena prefrensi masyarakat hanya loyal pada Teman Bus.

Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan penyediaan alternative moda utama lain, seperti angkutan bus dalam kota, angkutan massal berbasis rel (KRL, LRT, MRT) sehingga hierarki dari Teman Bus dan angkutan kota dapat turun menjadi angkutan pengumpan (feeder) dari moda utama yang lebih besar dari angkutan kota dan Teman Bus.


Sisanya untu kintegrasi non fisik dapat dilakukan seiring dengan adanya integrasi fisik dan adanya kerjasama dari masing-masing pengelola angkutan kota atau teman bus, atau membuat sebuah lembaga baru BUMD atau organisasi pihak ketiga) yang khusus untuk mengatur semua angkutan umum yang beroperasi di Kota Makassar atau Kawasan Mamminasata.

 

Kesimpulan

Beberapa kesimpulan dari hasil analisis yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah:

1) Penumpang Teman Bus hanya naik dan turun pada 37 halte dari total 109 halte yang tersedia di Kota Makassar. Perjalanan menggunakan Teman Bus merupakan perjalanan dengan tujuan ekonomi menuju pusat bisnis di Kawasan Panakkukang. Moda yang digunakan sebelum dan setelah menggunakan Teman Bus yang paling dominan adalah berjalan kaki dan motor pribadi. 2) Bentuk integrasi fisik yang dapat dilakukan berupa penambahan halte atau titik naik dan turun penumpang pada 37 titik simpul alternative atau pada 15 ruas jalan alternative berdasarkan titik dan ruas yang dilalui oleh kedua moda angkutan kota dan Teman Bus. Sementara bentuk nonfisik dapat dilakukan dengan kerjasama antar masing-masing pengelola atau membuat kelembagaan baru yang khusus untuk mengoperasionalkan angkutan umum.


 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Anies, Muh Kasim, & Kasim, Muhammad Ridha. (2022). Level Of Service Pedestrian in Makassar to Support Multimodal Transportation. International Journal of Innovative Science and Research Technology, 7(3), 1240�1242.

 

Capah, Juren. (2013). Potensi Pengembangan Angkutan Lanjutan Dengan Moda Transportasi Jalan Di Bandara Ahmad Yani Semarang The Potential Development Of Advanced Transportation By Road Transport At The Airport Of Ahmad Yani Semarang. Jurnal Penelitian Transportasi Darat, 15(1), 19�30.

 

Chandra, S. et al. (2016). A Maultimodal Transportation Score to Evaluate Infrastructure Supply-Demand for Commuters. Texas. USA: Procedia Enginering.

 

Kasim, M, R, Dkk. (2021). Parking and Queue Analysis (Case study : New Sport Center in Kepanjen, Malang Regency). International Journal of Innovative Science and Research Technology, 6(7).

 

Kasim, A. M. R., Wicaksono, A. D., & Kurniawan, E. B. (2017). The integration level of public transportation in Makassar City. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 70(1), 2021. IOP Publishing.

 

Kasim, MR. Dkk. (2019). Comparative Study of BRT and Multimodal Transportation in Makassar City and Rio de Jenairo City. International Journal of Innovative Science and Research Technology, 4(12).

 

Kasim, Muhammad Ridha. (2020). Peningkatan Kinerja Operasional Moda Transportasi dengan Konsep Multimoda di Kota Makassar. Universitas Brawijaya.

 

Kasim, Muhammad Ridha. (2021). Evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masayarakat (PPKM) Di Kota Makassar dalam Menurunkan Pergerakan dan Mobilitas. Prosiding Forum Studi Transportasi Antar Perguruan Tinggi, 462.

 

Kasim, MuhammadRidha. (2015). Pengaruh Tingkat Keterpaduan Moda Transportasi Darat Terhadap Preferensi Masyarakat Dalam Memilih Moda Di Kota Makassar. Universitas Brawijaya.

 

Le, To Quyen, & Nurhidayati, Zuni Asih. (2016). A study of motorcycle lane design in Some Asian countries. Procedia Engineering, 142, 292�298.

 

Manullang, Okto Risdianto, & Sitorus, Paldibo Alfriramson. (2020). Kajian Kebutuhan Integrasi Layanan Angkutan Umum Massal Di Kota Semarang Dan Sekitarnya. Jurnal Pengembangan Kota, 8(1), 90�99.

 

Meyrawati, Zusnita, & Rachmani, Kustining. (2017). Evaluasi Fasilitas Alih Moda di Bandara Internasional Lombok. Jurnal Transportasi Multimoda, 13(2), 81�88.


 

 

Policy, Institute for Transportation and Development. (2020). Pedoman Integrasi Antarmoda. Jakarta.

 

Priyandono, Thobie Rahardian, Herijanto, Wahju, & Kartika, Anak Agung Gde. (2021). Analisis Kelayakan Dari Segi Ekonomi dan Finansial Teman Bus dengan Program Buy the Service Rute Terminal Purabaya-Kenjeran. Jurnal Teknik ITS, 10(2), E273� E280.

 

Shrivastava, Prabhat, & O�mahony, Margaret. (2009). Modeling an Integrated Public Transportation System a Case Study in Dublin. Ireland‟, European Transport/Transport Europi, Issue, (41).

 

Suprayitno, Hitapriya, & Upa, Verdy Ananda. (2017). Mamminasata BRT User Trip Characteristics for the Design of Demand Modelling Method for a New BRT Line. IPTEK The Journal for Technology and Science, 27(3).

 

Suwandono, Djoko, Dewi, Diah Intan Kusumo, Mussadun, M., & Anggraini, P. (2014). Optimalisasi Jangkauan Pelayanan Halte Brt/Bus Trans Semarang. 17th FSTPT Int. Symp., 22�24.

 

Zhang, Min, Yen, Barbara T. H., Mulley, Corinne, & Sipe, Neil. (2020). How does an open system bus rapid transit (BRT) facilitate inter and intra-modal mobility? A visual analytic analysis of Brisbane, Australia. Research in Transportation Economics, 83, 100906.

 

Copyright holder:

Muhammad Ridha Kasim, Andi Muhammad Akram, Rezki Ramadhan, Ahmad Fauzan (2023)

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

This article is licensed under: