Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 6, Juni
2022
ANALISA AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM
PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH DAN BANGUNAN
Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Sewa menyewa merupakan suatu persetujuan antara suatu pihak dengan pihak lainnya yang mengikatkan dirinya agar memberikan kepada pihak lain kenikmatan suatu barang selama suatu waktu tertentu dengan pembayaran sesuai harga oleh pihak tersebut dapat disanggupi pembayarannya. Di sini para pihak dalam perjanjian sewa menyewa juga mempunyai suatu hak dan kewajiban, adapun yang menjadi hak dari pihak yang menyewakan adalah dengan menerima harga sewa yang telah ditentukan. Sedangkan dalam Pasal 1550 ayat (1) KUHPerdata, yang menjadi kewajiban bagi pihak yang menyewakan dalam perjanjian sewa menyewa tersebut adalah dengan menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa. Hak yang menyewakan berhak atas pand beslag, yaitu penyitaan yang dilakukan oleh pengadilan atas permohonan yang menyewakan seperti tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya dalam hal penyewa menunggak uang sewa serta tidak membayar lunas tunggakan sewa tersebut. Suatu pihak yang menyewakan juga berhak untuk meminta pembatalan perjanjian dengan memberikan ganti rugi bilamana pihak dari penyewa melakukan perbuatan wanprestasi atau melanggar perjanjian sebelum berakhirnya perjanjian itu.
Kata Kunci: Perjanjian; Sewa Menyewa; Wanprestasi.
Abstract
Leasing is an agreement between a party and
another party who binds himself to give the other party the enjoyment of an
item for a certain time with payment according to the price the party can
afford to pay. In this case, the parties to the lease agreement also have
rights and obligations, as for what is the right of the renting party is to
receive a predetermined rental price. While in Article 1550 paragraph (1) of
the Civil Code, the obligation for the renting party in the lease agreement is
to deliver the leased goods to the tenant. The lessee is entitled to pand
beslag, which is a confiscation carried out by the court at the request of the
lessee such as land and buildings that stand on it in the event that the lessee
is in arrears with the rent and does not pay in full the rent arrears. A lessee
also has the right to request the cancellation of the agreement by providing
compensation if the lessee commits an act of default or breaks the agreement
before the end of the agreement.
Keywords: Agreement; Leasing; Default.
Pendahuluan
Perjanjian menurut KUHPerdata diatur dalam Buku III tentang perikatan. Di sini perikatan memiliki pengertian yang jauh lebih luas dari kata perjanjian, yang di mana kata perikatan dapat diartikan �suatu hubungan hukum antara dua orang atau pihak lainnya, yang berdasarkan pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak lain, dan pihak lainnya memiliki kewajiban agar memenuhi tuntutan tersebut� (Arifin, 2020). Perjanjian atau verbintenis memiliki definisi suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua atau lebih pihak agar mendapatkan prestasi serta mewajibkan para pihak lain memberikan prestasi (Hartana, 2016).
Definisi sewa menyewa dalam Pasal 1548 KUHPerdata adalah suatu perjanjian
dengan pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang
lainnya kenikmatan dari suatu barang selama waktu tertentu dengan pembayaran
suatu harga, yang oleh pihak terakhir menyanggupi pembayaran tersebut.
Perjanjian sewa menyewa harus disesuaikan dengan
syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPerdata, serta 3 (tiga) unsur
pokok yang terdapat dalam perjanjian tersebut, yaitu sebagai berikut (Suryodiningrat, 1978):
Unsur Essensialia merupakan bagian perjanjian
yang harus selalu ada di dalam suatu perjanjian, bagian yang mutlak, di mana
tanpa adanya bagian tersebut perjanjian tidak mungkin ada. Unsur ini merupakan
syarat pokok yang tidak dapat diabaikan
Unsur Naturalia merupakan bagian perjanjian yang
oleh Undang-undang diatur, tetapi oleh para pihak dapat diganti, sehingga
bagian tersebut oleh Undang-undang diatur dengan hukm yang sifatnya mengatur
atau menambah.
Unsur Aksidentalia merupakan unsur pelengkap
atau bagian perjanjian yang ditambahkan oleh kedua belah pihak.
Prestasi buruk atau wanprestasi berasal dari
bahasa Belanda yaitu wanprestatie dengan pengertian tidak dipenuhinya prestasi
atau kewajiban dalam suatu perjanjian. Klausula prestasi mengandung makna
sebagai suatu hal penting agar dicantumkan dalam suatu perjanjian (Arini, 2020). Subekti, (1998) memberikan arti kata wanprestasi sebagai �apabila si
berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikan akan dilakukannya, maka
dikatakan bahwa ia melakukan wanprestasi. Apabila ia melakukan atau berbuat
sesuatu yang tidak boleh dilakukannya maka dapat dikatakan bahwa ia adalah alpa
atau lalai atau bercidera janji, atau juga melanggar perjanjian� (Subekti et al.,
1998).
Perjanjian sewa menyewa tanah dan bangunan dalam
praktiknya sangat penting agar dapat memastikan apakah ada kesepakatan yang
jelas antara kedua belah pihak (Badriyah & Jusmadi,
2022). Perjanjian sewa menyewa tanah dan bangunan secara keseluruhan juga
sangat berperan penting bagi kedua belah pihak agar nantinya dapat melindungi
hak serta kepentingannya (Berlakunya & Dewanti,
2014). Dalam konteks perjanjian sewa menyewa tanah dan bangunan di sini,
yayasan juga dapat berperan sebagai pemilik ataupun penyewa tanah dan bangunan (Karjoko, 2019). Di sini yayasan dapat menyewakan propertinya kepada pihak
lain sebagai pemilik tanah dan bangunan melalui perjanjian sewa menyewa.
Dalam perjanjian tersebut, akan ditentukan masa
sewa, harga sewa, dan ketentuan-ketentuan lain yang perlu dipatuhi oleh pihak
penyewa. Yayasan sebagai pemilik juga berhak untuk menerima pembayaran sewa
dari penyewa dan menjaga propertinya agar tetap terawat dan berfungsi dengan
baik. Dalam konteks yayasan, penyewaan tanah dan bangunan dapat menjadi sumber
pendapatan penting untuk mendukung kegiatan sosial, keagamaan, ataupun
pendidikan yang dilakukan (Puspitasari, 2022). Namun demikian, kegiatan sewa menyewa juga dapat membawa
risiko keuangan serta hukum yang akan dihadapi oleh yayasan jika suatu saat
terjadi pelanggaran kontrak atau wanprestasi (Lidya Kurnia Putri, 2021). Dengan demikian, perjanjian sewa menyewa tanah dan
bangunan bersifat seperti Undang-Undang bagi kedua belah pihak sehingga dapat
membantu aktivitas untuk mengikat para pihak melakukan perjanjian secara hukum.
Metode Penelitian
Jenis penelitian hukum yang dilakukan secara
yuridis normatif, di mana hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang
dapat menjadi patokan perilaku manusia yang dianggap pantas (Asikin, 2004). Penelitian ini menggunakan deskriptif analitis dan studi
kepustakaan yaitu dengan merujuk pada kepustakaan dari buku-buku, karya ilmiah,
serta peraturan perundang-undangan.
Jenis dan teknik pengumpulan data adalah bahan hukum primer yaitu: (a) Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPerdata). (b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan
Serta bahan hukum tidak bersifat mengikat tetapi memberikan petunjuk penjelasan
dari bahan hukum primer, seperti misalnya jurnal, buku-buku ilmiah, dan dokumen
lain yang berhubungan dengan permasalahan.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum
ini adalah Pendekatan Kasus (Case Approach), Pendekatan Undang-Undang (Statute
Approach), dan Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) (Marzuki, 2013). Untuk melakukan analisis data dalam penelitian hukum,
diperlukan logika deduktif yang melibatkan pengertian hukum,
peraturan-peraturan hukum, teori-teori hukum, dan doktrin yang terkait dengan
masalah yang diteliti.
Hasil dan Pembahasan
A. Upaya Hukum
Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Tanah dan Bangunan
Pada umumnya Perjanjian sewa
menyewa banyak dipergunakan oleh banyak pihak, karena perjanjian ini dapat
menguntungkan para pihak, baik itu pihak yang menyewakan para pihak penyewa.
Manfaat benda dari benda yang disewakan dapat memberikan keuntungan bagi pihak
penyewa untuk memenuhi kebutuhan dan yang menyewakan dapat diuntungkan dengan
memperoleh ongkos sewa yang telah diberikan oleh pihak penyewa (Mustaqim
& Batavia, 2021). Salah satu benda yang menjadi
objek perjanjian sewa menyewa ialah tanah dan bangunan.
Pada perjanjian sewa menyewa ini
benda atau barang yang telah disepakati tidak dapat dimiliki oleh si penyewa.
Jadi bisa dikatakan, penyewa hanya memiliki hak pakai barang untuk kurun waktu
tertentu, dan tidak memperoleh hak milik atas barang tersebut. Sedangkan
Perjanjian sewa menyewa ini pada dasarnya sama seperti perjanjian jual beli,
hanya saja perbedaannya adalah pada perjanjian jual beli atau barang yang telah
disepakati sudah dapat dimiliki oleh si pembeli setelah si pembeli mneyerahkan
uang kepada si penjual (Langi,
2016).
Perjanjian sewa menyewa pada
umumnya adalah suatu perjanjian konsensuil, artinya mengikat pada detik
tercapainya kata sepakat mengenai umur pokok yaitu barang dan harga. Meskipun
begitu, terkadang masih banyak ketimpangan-ketimpangan prakteknya. Keadaan
tidak memenuhi kewajiban karena kelalaian disebut wanprestasi. Penyewa atau
debitur terkadang tidak memenuhi kewajibannya, entah karena kelalaian atau
ketidaksengajaan.
Bentuk-bentuk wanprestasi
tersebut adalah sebagai berikut (Subekti, 2005): (a) Tidak melakukan apa yang
disanggupi untuk dilakukan; (b) Melakukan apa yang diperjanjikan tapi tidak
sebagaimana yang diperjanjikan; (c) Melakukan apa yang sudah diperjanjikan tapi
terlambat; dan (d) Melakukan sesuatu yang oleh perjanjian tidak boleh
dilakukan. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam perjanjian sewa
menyewa tanah dan bangunan ini, yaitu sebagai berikut:
1. Perlindungan
Hukum
Jika suatu saat
terjadi sengketa atau perselisihan, maka perlindungan hukum di sini akan
melindungi hak dan kepentingan kedua belah pihak secara hukum. Tentunya juga
dapat diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan yang telah
disepakati bersama.
2. Pembayaran
Sewa
Besaran harga sewa
yang harus dibayarkan oleh penyewa kepada pemilik atau pengelola tanah dan
bangunan telah dimuat dalam suatu kesepakatan. Dengan adanya perjanjian ini,
maka pihak penyewa tidak akan merasa dirugikan oleh adanya perubahan harga sewa
secara sepihak.
3. Hak dan
kewajiban
Kewajiban pemilik atau
pengelola untuk menjaga dan merawat tanah dan bangunan hak penyewa untuk
menggunakan tanah dan bangunan tersebut untuk kepentingannya. Perjanjian ini
juga menetapkan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, seperti kewajiban
pemilik atau pengelola untuk menjaga dan merawat tanah dan bangunan.
4. Jangka Waktu
Sewa
Penyewa dapat
memanfaatkan tanah dan bangunan tersebut sesuai dengan waktu yang telah
disepakati bersama.
5. Perlindungan
Investasi
Perjanjian sewa
menyewa tanah dan bangunan juga dapat memberikan perlindungan bagi pihak
pemilik atau pengelola tanah dan bangunan, karena tentu saja dapat memperoleh
penghasilan dari penyewaan tanah dan bangunan tersebut. Sebagai investor,
mereka juga dapat menjamin bahwa properti mereka dijaga dengan baik oleh
penyewa, sehingga nilai properti tetap terjaga dan berpotensi meningkat.
6. Kemudahan
Akses
Dengan adanya
perjanjian sewa menyewa tanah dan bangunan, penyewa dapat memastikan bahwa
mereka memiliki hak untuk mengakses properti tersebut selama masa sewa. Dalam
beberapa kasus yang ada, penyewa mungkin memerlukan akses ke lokasi tertentu
untuk menjalankan bisnis atau kegiatan lainnya.
7. Fleksibilitas
Perjanjian sewa
menyewa tanah dan bangunan juga dapat memberikan fleksibilitas kepada kedua
belah pihak. Maka mereka dapat melakukan perubahan tersebut asalkan dengan
persetujuan dari pemilik atau pengelola tanah dan bangunan.
8. Pengaturan
Biaya
Perjanjian ini juga
memungkinkan pihak penyewa dan pemilik atau pengelola tanah dan bangunan untuk
menetapkan biaya-biaya tertentu yang harus ditanggung sendiri oleh
masing-masing pihak. Hal tersebut dapat membantu kedua belah pihak untuk
mengatur keuangan dan menghindari biaya yang tidak terduga.
9. Pengaturan
Kondisi Properti
Hal yang memungkinkan
pemilik atau pengelola tanah dan bangunan untuk memastikan bahwa propertinya
dijaga dengan baik oleh pihak penyewa. Dalam perjanjian sewa menyewa tanah dan
bangunan, dapat ditentukan juga mengenai kondisi properti yang harus dijaga
oleh penyewa.
Perjanjian sewa
menyewa tanah dan bangunan dalam praktiknya sangat penting untuk memastikan
adanya kesepakatan yang jelas antara kedua belah pihak (Ariawan
et al., 2018). Secara keseluruhan, perjanjian
sewa menyewa tanah dan bangunan di sini sangat penting bagi kedua belah pihak
untuk melindungi hak dan kepentingannya. Dengan adanya perjanjian sewa menyewa,
kedua belah pihak dapat menjalankan bisnis atau kegiatan lainnya dengan lebih
aman dan teratur, sehingga tentunya dapat menghindari sesuatu yang tidak
diinginkan oleh kedua belah pihak.
Dalam perjanjian sewa
menyewa memiliki 2 (dua) macam perjanjian yang dibuat, yaitu perjanjian sewa
lisan dan perjanjian sewa tertulis. Definisi perjanjian sewa lisan yaitu
perjanjian sewa yang dilakukan secara lisan tanpa membuat perjanjian tertulis,
cukup dengan kesepakatan kata dari para pihak dan diatur dalam Pasal 1571
KUHPerdata. Perjanjian sewa tertulis perjanjian sewa tertulis merupakan
perjanjian sewa yang dilakukan secara tertulis. Di mana memuat ketentuan atau
syarat-syarat yang disepakati oleh para pihak sehingga timbul perjanjian sewa
menyewa.
Perjanjian sewa
menyewa secara tertulis di sini merupakan alat bukti yang lebih kuat jika
dibandingkan dengan perjanjian secara lisan. Jika membahas mengenai pengertian
dari pertanggungjawaban, maka artinya seseorang bertanggung jawab secara hukum
atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa ia memikul tanggung jawab hukum sesuai
dengan jabatan atau kedudukannya menurut teori tanggung jawab hukum yang
dikemukakan oleh Hans Kelsen (Ali & Asshiddiqie, 2006).
Aturan mengenai hukum
perjanjian di Indonesia diatur dalam KUHPerdata buku ketiga tentang perikatan.
Di sini Van Dunne mengatakan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata
sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.
Pihak penyewa yang
telah melakukan perbuatan wanprestasi akan mendapatkan beberapa akibat hukum,
yang di mana berikut merupakan beberapa sanksi yang akan dikenakan (Abdullah & Wahyuningsih, 2007): (a) Ganti rugi atau membayar
kerugian yang diderita oleh perusahaan persewaan. Kerugian tersebut berupa
kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan dan dihitung oleh perusahaan sewa.
Ketentuan tentang ganti rugi ini diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata sampai
dengan 1252 KUHPerdata. (b) Pemecahan perjanjian atau pembatalan perjanjian.
Pembatalan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali kepada
keadaan sebelum perjanjian diadakan. Jika satu pihak sudah menerima sesuatu dari
pihak yang lain, baik uang maupun barang, maka itu harus dikembalikan.
Pembatalan perjanjian terdapat pengaturannya pada Pasal 1266 KUHPerdata. (c) Pengalihan
resiko kepada penyewa sejak terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 Ayat (2)
KUHPerdata). Ketentuan ini hanya berlaku bagi perjanjian untuk memberikan
sesuatu. (d) Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan dihadapan hakim.
(e) Memenuhi perjanjian jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan perjanjian
disertai dengan pembayaran ganti kerugian, hal ini tercantum dalam Pasal 1267
KUHPerdata.
Kelalaian atau
kewajiban membayar ganti rugi tersebut tidak timbul seketika terjadi, melainkan
baru efektif setelah penyewa dikatakan lalai dan tetap tidak melaksanakan
prestasinya (Soegondo, 1982). Hal ini diatur dalam Pasal 1243
KUHPerdata, sedangkan bentuk pernyataan lalai tersebut diatur dalam Pasal 1238
KUHPerdata yang pada pokoknya menyatakan: (1) Pernyataan lalai tersebut harus
berbentuk surat perintah atau akta lain yang sejenis, yaitu suatu salinan
daripada tulisan yang telah dibuat lebih dahulu oleh juru sita dan diberikan
kepada yang bersangkutan. (2) Berdasarkan kekuatan perjanjian itu sendiri. (3) Jika
teguran kelalaian sudah dilakukan barulah menyusul peringatan atau anmaning
yang biasa disebut somasi.
Setiap perjanjian yang
telah dibuat dan disepakati bersama oleh para pihak pun harus dilaksanakan
dengan itikad baik, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1338 Ayat (3)
KUHPerdata yang menyebutkan bahwa semua perjanjian harus dilakukan dengan
itikad baik.
Berbagai macam proses
yang dapat ditempuh oleh kedua belah pihak jika terjadi wanprestasi yaitu
dimulai dari konsiliasi, arbitrase, dan mediasi. Salah satu alternatif
penyelesaian yang dapat ditempuh diluar pengadilan sebagai �an independent
person brings the parties together and encourages a mutually acceptable
resolution of the dispute by facilitating communication between the
parties�.� Konsiliasi ini dibentuk
sebagai salah satu alternatif konsumen yang didasarkan pada Undang-Undang
Perlindungan Konsumen.
Selanjutnya terdapat
alternatif penyelesaian sengketa secara arbitrase, di mana kedua belah pihak
mencantumkan klausul arbitrase dalam perjanjian serta memiliki kelebihan yaitu
putusan langsung bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Berikutnya terdapat penyelesaian sengketa secara mediasi, di mana penyelesaian
ini telah disepakati oleh kedua belah pihak. Kesepakatan ini timbul sebelum
terjadinya sengketa untuk menyerahkan permasalahannya melalui mediasi
�mediation submission� (Goldberg et al., 2020).�
Pada umumnya peran mediator di sini sangatlah terbatas karena hanya
menolong kedua belah pihak untuk mencari dan menemukan jalan keluar dari
perselisihan atau sengketa yang dihadapi sehingga menyelesaikan sengketa secara
final dan mutlak.
Ada pula upaya lain
yang dapat ditempuh oleh kedua belah pihak dalam hal terjadinya wanprestasi,
yang di mana penyelesaian akan diupayakan secara musyawarah dan mufakat di
kantor atau tempat persewaan tersebut. Mengenai pembayaran dan jangka waktu
sewa di sini tergantung pada hasil musyawarah yang ada, atau pihak pesewa atau
penyewa dapat memberikan surat peringatan tertulis. Surat peringatan biasa tidak
akan menimbulkan masalah jika penyewa menyadari kewajibannya dan memenuhi
kewajibannya tersebut, cara ini dapat dilakukan karena pada hakikatnya
perjanjian sewa menyewa tanah dan bangunan ingin selalu menampilkan citra yang
baik dan penuh pengertian sehingga penyewa dapat terus menjadi pelanggan yang
bisa memberi keuntungan.
Dapat dikatakan,
apabila terjadi keadaan memaksa (force majeure) yang diluar kemampuan penyewa,
maka penyewa tidak dapat bersalah. Di sini penyewa tanah dan bangunan dapat
dituntut untuk memenuhi seluruh kewajibannya bila dilihat karena kesalahan
penyewa, baik karena kesengajaan maupun karena kelalaian. Pihak yang menyewakan
dapat menuntut pemenuhan perjanjian ataupun prestasi disertai dengan ganti
kerugian, menuntut ganti kerugian saja, menuntut pembatalan perjanjian lewat
hakim ataupun menuntut pembatalan perjanjian disertai ganti kerugian.
Kesimpulan
Penyelesaian
sengketa wanprestasi perjanjian sewa menyewa tanah dan bangunan dapat ditempuh
melalui proses konsilian, arbitrase maupun mediasi. Di mana penyelesaian
sengketa tersebut haruslah merupakan kesepakatan antara kedua belah pihak.
Kemudian terdapat juga cara lain yang dapat ditempuh secara kekeluargaan yaitu
seperti musyawarah atau mufakat. Di sini akibat hukum dari wanprestasi dalam
perjanjian sewa menyewa tanah dan bangunan adalah diberikan peringatan terlebih
dahulu, kemudian apabila dari pihak penyewa tidak ada itikad baik setelah
diberikan surat peringatan maka pihak pesewa diberikan kewenangan untuk secara
sepihak membatalkan perjanjian sewa menyewa tersebut.
BIBLIOGRAFI
Abdullah, S. H. S., & Wahyuningsih, W. (2007). Perancangan
Kontrak dan Memorandum of Understanding. Jakarta: Sinar Grafika.
Ali,
S., & Asshiddiqie, J. (2006). Teori Hans Kelsen Tentang Hukum.
Konstitusi Press, Jakarta.
Ariawan,
G. A., Subawa, M., & Udiana, I. M. (2018). Kedudukan Perjanjian Sewa
Menyewa Tanah Seumur Hidup yang Dibuat oleh Warga Negara Indonesia dengan Warga
Negara Asing (Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 2785k/pdt/2011). Acta
Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 3(1), 92�104.
Arifin,
M. (2020). Membangun Konsep Ideal Penerapan Asas Iktikad Baik Dalam Hukum
Perjanjiana. Jurnal Ius Constituendum, 5(1), 66�82.
Arini,
A. D. (2020). Pandemi Corona Sebagai Alasan Force Majeur Dalam Suatu Kontrak
Bisnis. Supremasi Hukum: Jurnal Kajian Ilmu Hukum, 9(1), 41�56.
Asikin,
Z. (2004). Amiruddin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Badriyah,
Y. L., & Jusmadi, R. (2022). Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Lahan
Garam Di Pegaraman II Pamekasan Antara PT. Garam Dengan Masyarakat Di Desa
Pandan Kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan. INICIO LEGIS, 3(1),
18�37.
Berlakunya,
Y. D. P., & Dewanti, R. F. (2014). Asas Itikad Baik Dalam Perjanjian
Sewa Menyewa.
Goldberg,
S. B., Sander, F. E. A., Rogers, N. H., & Cole, S. R. (2020). Dispute
resolution: Negotiation, mediation, arbitration, and other processes. Aspen
Publishing.
Hartana,
H. (2016). Hukum Perjanjian (Dalam Perspektif Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara). Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 2(2).
Karjoko, L. (2019). Formulasi Prinsip Bagi Hasil
Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Dalam Rangka Pemberian Hgb/Hak Pakai Di Atas HM. Open
Society Conference Social and Political Challenges in Industrial Revolution 4.0,
88.
Langi,
M. (2016). Akibat Hukum Terjadinya Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli. Lex
Privatum, 4(3).
Lidya
Kurnia Putri, L. K. P. (2021). Tinjauan Normatif Terhadap Penyelesaian Kasus
Wanprestasi Sewa Menyewa Kamar Kost Antara Pemilik Kost Dengan Penyewa Kamar
Kost di Kota Baru Jambi. Universitas Batanghari.
Marzuki, P. M. (2013). Penelitian Hukum,
Jakarta: Kencana. Mertokusumo, Sudikno.
Mustaqim, R. A., & Batavia, N. (2021). Analisis
Penerapan Ijārah Bil Manfa�ah Pada Sistem Panjar Dalam Sewa Menyewa Rumah.
Al-Mudharabah: Jurnal Ekonomi Dan Keuangan Syariah, 3(1),
149�163.
Puspitasari,
D. (2022). Analisis sumber pendapatan negara dan alokasi belanjanya dalam
konteks keuangan publik islam era kekinian di Malaysia. Jurnal Ekonomi Dan
Bisnis, 9(2).
Soegondo, N. (1982). Hukum Notariat di Indonesia Suatu
Penjelasan. Rajawali Pers, Jakarta.
Subekti, R. (2005). Hukum Perjanjian,
Jakarta: PT. Intermasa, Cetakan Kesepuluh.
Subekti, R., Perjanjian, H., & Intermasa, P. T.
(1998). The Law of Contracts in Indonesia. Remedies of Breach (Jakarta: CV
Haji Masagung, 1998).
Suryodiningrat, R. M. (1978). Azas-Azas
Hukum Perikatan. (No Title).
Copyright holder: Angeline, Ariawan Gunadi (2023) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |