Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 11, November 2022

 

KERAGAMAN GENETIK GEN PvK12 PADA ISOLAT Plasmodium vivax SEBAGAI PENANDA RESISTENSI TERHADAP ARTEMISININ

 

Putri Dwi Romodhyanti, Chairil Anwar, Dwi Handayani, Dalilah, Gita Dwi Prasasti, Iche Andriyani Liberty

Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, Indonesia

Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, Indonesia

Bagian IKM/IKK Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, Indonesia

E-mail: [email protected]

 

Abstrak

Malaria adalah masalah kesehatan global yang signifikan dengan beban penyakit yang substansial di seluruh dunia. Malaria disebakan oleh parasit Plasmodium yang ditularkan ke manusia melalui gigitan Anopheles. Terdapat lima spesies Plasmodium penyebab malaria pada manusia, diketahui P. falciparum dan P. vivax menyumbang sebagian besar kasus malaria. Saat ini, terapi malaria yang utama menggunakan artemisinin-based combination theraphy (ACT) di sebagian besar negara endemik malaria dan efektif dalam mengurangi mortalitas dan morbiditas terkait malaria secara global. Namun, kemunculan parasit P. falciparum yang resisten artemisinin pada domain propeller gen PfK13 dari isolat Asia Tenggara memberikan kewaspadaan akan munculnya resistensi di P. vivax. Mutasi pada domain propeller gen PfK13 berhubungan erat dengan tingkat keterlambatan pembersihan parasit pada pasien yang diobati dengan ART sehingga identifikasi penanda resistensi malaria vivax difokuskan terhadap gen PvK12 ortolog gen PfK13 dari P. falciparum. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dengan mengkaji 10 artikel yang terpilih sesuai kriteria. Pencarian artikel dilakukan melalui situs ScienceDirect, PubMed, Google Scholar, dan Directory of Open Acces Journal (DOAJ) dengan kata kunci: resistensi artemisinin, P. vivax dan gen PvK12. Terdapat 7 artikel yang menunjukkan polimorfisme yang sangat terbatas pada domain propeller gen PvK12 di P. vivax. Sedangkan 3 artikel lainnya tidak menunjukkan adanya polimorfisme gen PvK12. Pengawasan yang berkelanjutan terhadap kemanjuran obat klinis dan penanda molekuler diperlukan untuk kewaspadaan terhadap resistensi obat malaria vivax dan mencapai status eliminasi malaria.

 

Kata Kunci: Resistensi artemisinin; P. vivax; gen PvK12.

 

 

Abstract

Malaria is a significant global health problem with a substantial disease burden worldwide. Malaria is caused by the Plasmodium parasite which is transmitted to humans through the bite of Anopheles. There are five species of Plasmodium that cause malaria in humans, it is known that P. falciparum and P. vivax account for the majority of malaria cases. Currently, the main treatment for malaria is artemisinin-based combination therapy (ACT) in most malaria endemic countries and is effective in reducing malaria-related mortality and morbidity globally. However, the emergence of artemisinin-resistant P. falciparum parasites in the propeller domain of the PfK13 gene from Southeast Asian isolates raises awareness of the emergence of resistance in P. vivax. Mutations in the propeller domain of the PfK13 gene are closely related to the degree of delay in parasite clearance in patients treated with antiretroviral therapy so that the identification of vivax malaria resistance markers is focused on the PvK12 gene or the PfK13 gene from P. falciparum. This study used descriptive analysis with a quantitative approach by reviewing 10 articles that were selected according to the criteria. Article searches were carried out through the ScienceDirect, PubMed, Google Scholar, and Directory of Open Access Journal (DOAJ) sites with the keywords: artemisinin resistance, P. vivax and PvK12 genes. There are 7 articles which show very limited polymorphism in the propeller domain of the PvK12 gene in P. vivax. While the other 3 articles did not show any PvK12 gene polymorphisms. Continued monitoring of clinical drug efficacy and molecular markers is necessary to alert against vivax malaria drug resistance and achieve malaria elimination status.

 

Keywords: Artemisinin resistance; P. vivax; the PvK12 gene.

 

Pendahuluan

Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebakan oleh parasit Plasmodium sp. yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles sp. betina. Terdapat lima spesies Plasmodium penyebab malaria pada manusia antara lain P. falciparum, P. vivax, P. malariae, P. ovale dan P. knowlesi (Pusdatin, 2022). Secara global, P. falciparum dan P. vivax menyumbang sebagian besar kasus malaria. Sementara P. falciparum bertanggung jawab atas lebih banyak kematian, P. vivax adalah yang paling luas dari semua spesies malaria, dapat menyebabkan infeksi parah, bahkan fatal dan menghasilkan morbiditas dan mortalitas global yang signifikan (Menkin-Smith & T.Winders, 2022). muncul laporan resistensi P. falciparum terhadap ART di Kamboja yang kemudian menyebar ke negara-negara tetangga Kemunculan parasit P. falciparum yang resisten artemisinin di Asia Tenggara memberikan kewaspadaan terhadap pengawasan akan munculnya resistensi di P. vivax.

Malaria adalah masalah kesehatan global yang signifikan dengan beban penyakit yang substansial di seluruh dunia. Berdasarkan data WHO pada tahun 2020, terdapat 241 juta kasus malaria dari 85 negara endemik malaria di dunia, menyebabkan kematian sebesar 384.000 orang yang sebagian besar terdapat di negara-negara wilayah Afrika dan terjadi pada anak-anak dibawah usia 5 tahun (World Health Organization, 2021). Afrika menderita morbiditas dan mortalitas terbanyak akibat P. falciparum sedangkan Asia Tenggara menyumbang 51% beban malaria vivax secara global (Z. Wang et al., 2022). Pada P. vivax terdapat ciri khas tahap hati yaitu adanya fase hipnozoit atau dorman dimana parasit tidak aktif dalam waktu beberapa bulan ataupun tahun yang dapat menjadi penyebab kekambuhan dari infeksi pertama (Dayanand et al., 2018).

Di Indonesia, terjadi penurunan kasus positif malaria pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2020 yaitu dari 465,7 ribu kasus menjadi 235,7 kasus dengan 18 kabupaten baru mencapai status eliminasi. Namun, data ini mengalami kecenderungan data yang konstan pada tahun 2014 sampai dengan tahun 2020 (Lampung, 2021).

Terapi malaria yang utama saat ini menggunakan artemisinin-based combination theraphy (ACT) di sebagian besar negara endemik malaria dan efektif dalam mengurangi mortalitas dan morbiditas terkait malaria secara global. Penggunaan obat anti malaria berbasis artemisinin (ART) ini telah direkomendasikan WHO sejak tahun 2001 (M. Wang et al., 2016). Artemisinin berasal dari tanaman Artemisia annua merupakan kelompok senyawa seskuiterpen lakton dimana struktur molekulnya mengandung jembatan peroksida. ART bekerja spesifik pada tahap eritrositik dan bersifat skizontosida. Secara umum mekanisme kerja obat golongan ini adalah pemutusan struktur jembatan peroksida oleh Fe2+ menjadi radikal bebas yang sangat reaktif yang dapat memodulasi oksidatif stress parasit dan menurunkan kemampuan antioksidan parasit sehingga menyebab kematian parasit (Simamora & Fitri, 2007).

Pada tahun 2008, muncul laporan resistensi P. falciparum terhadap ART di Kamboja yang kemudian menyebar ke negara-negara tetangga hingga negara jauh seperti Cina, Bangladesh dan India (Trasi, 2021). Kemunculan parasit P. falciparum yang resisten artemisinin di Asia Tenggara memberikan kewaspadaan terhadap pengawasan akan munculnya resistensi di P. vivax. Upaya efisien yang dapat dilakukan untuk memantau resistensi obat adalah dengan mengidentifikasi mutasi pada penanda molekuler gen terkait resistensi. Domain propeller gen PfK13 merupakan penanda molekuler terjadinya resistensi pada P. falciparum. Protein domain propeller K13 merupakan protein yang berfungsi dalam mekanisme antioksidan parasit yang dapat mencegah radikal bebas mengganggu fungsi sel. Mutasi pada domain propeller gen PfK13 berhubungan erat dengan tingkat keterlambatan pembersihan parasit pada pasien yang diobati dengan ART (Ariey et al., 2014). Pada P. vivax, pengawasan dengan studi kemanjuran terapeutik mengalami kesulitan karena infeksi kambuhan yang menunjukkan resistensi obat sulit dibedakan dari infeksi kambuhan hipnozoit hati serta adanya keterbatasan kultur in vitro pada P. vivax (Duanguppama et al., 2019) sehingga identifikasi penanda resistensi malaria vivax difokuskan pada gen ortolog dari P. falciparum terhadap gen PvK12 ortolog gen PfK13. Terdapat laporan polimorfisme pada domain propeller gen PvK12 di P. vivax telah beredar pada frekuensi yang sangat rendah di Kamboja (Popovici et al., 2015).

Tulisan ini merupakan sebuah narrative review yang mengkaji keragaman genetik pada penanda molekuler resistensi obat ART pada gen PvK12 di P.vivax.

 

Metode Penelitian

�Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini mengkaji artikel hasil penelusuran yang didapatkan melalui situs ScienceDirect, PubMed, Google Scholar, dan Directory of Open Acces Journal (DOAJ). Pencarian artikel sesuai dengan tema penelitian dan memenuhi kesesuaian studi dengan kata kunci: resistensi artemisinin pada P. vivax dan polimorfisme gen PvK12 sebagai penanda molekuler resistensi pada P. vivax. Setelah dilakukan pencarian dan diperoleh berbagai sumber, selanjutnya dilakukan screening dari data yang telah diperoleh dengan cara mengeliminasi jurnal yang tidak sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria yang digunakan yaitu pustaka yang memenuhi kesesuaian studi dan batasan tahun penerbitan artikel 10 tahun terakhir.

 

Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini merupakan penelitian studi literatur dengan mengekstrak data berdasarkan metodologi yang telah dibuat sebelumnya.

 

Tabel 1

Tabel Prevalensi Keragaman genetik gen PvK12

Penulis

Total sampel

Hasil penelitian

Lokasi

Popovici et al., 2015

284

0,7% isolat memiliki mutasi non-sinonim pada kodon 552 (V552I)

Provinsi Ratanak Kiri, Kamboja

Deng et al., 2016

262

-mutasi sinonim pada kodon N172N (2,0%), S360S (2,0%), mutasi non-sinonim M124I (2,0%)

-mutasi sinonim S697S (3,1%)

Perbatasan China-Myanmar

-Wilayah Tengchong

-Wilayah Kachin

M. Wang et al., 2016

122

-Mutasi non-sinonim G581R (1,5%), mutasi sinonim G704G (3%)

-Mutasi sinonim S88S (3%)

-tidak ada mutasi yang diidentifikasi

-Cina tengah

 

-Myanmar

-Thailand barat

Shairah et al., 2018

48

- V552I (2%)

Malaysia Timur

Tantiamornkul et al., 2018

345

Mutasi non-sinonim (1,9%) M548I, K596R, dan P641L dan mutasi sinonim (1,9%) pada F437F, C675C, dan C682C

Perbatasan Thailand

Duanguppama et al., 2019

734

-V552I (0,7%), K151Q (0,9%), M124I (0,9%)

-V552I (0,3%)

- tidak ada mutasi yang diidentifikasi

-Thailand

 

-Lao PDR

-Kamboja

Wiyani et al., 2021

35

Mutasi non-sinonim G1253A (3%)

Provinsi Jambi, Indonesia

Zhao et al., 2020

141

tidak ada mutasi yang diidentifikasi

Perbatasan Cina-Myanmar (Negara bagian Kachin, Myanmar)

Z. Wang et al., 2022

235

tidak ada mutasi yang diidentifikasi

Perbatasan Cina-Myanmar (Kab.Yingjiang, Kab.Tengchong, Kab.Longling, Nabang Tiongkok dan Laiza)

L� et al., 2022

138

tidak ada mutasi yang diidentifikasi

Myanmar (Mandalay,� Tha� Beik� Kyin,� Naung� Cho,� dan� Pyin� Oo� Lwin)

�����������

Tulisan ini menggunakan 10 artikel penelitian untuk mengetahui keragaman genetik gen PvK12 di P. vivax. Sampel darah tusuk jari dikumpulkan sebelum diberikan pengobatan anti-malaria dari pasien dengan gejala klinis malaria dan atau tanpa gejala. Diagnosa malaria ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopis sediaan darah tebal dan tipis. Beberapa penelitian, selain pemeriksaan mikroskopis juga melakukan konfirmasi spesies melalui pemeriksaan RDT (Mint Deida et al., 2018a) dan PCR (Popovici et al., 2015; Shairah et al., 2018; Tantiamornkul et al., 2018; Duanguppama et al., 2019; Wiyani et al., 2021). Selain itu, bercak darah kering (dried blood spot/DBS) juga dikumpulkan di kertas saring Whattman (200�l-300�l) untuk kemudian dilakukan isolasi DNA genom parasit menggunakan QiaAmp DNA Mini Kit maupun Chelex�100-metode saponin. Amplifikasi gen PvK12 menggunakan metode amplifikasi nested-PCR dengan primer yang telah dirancang spesifik menghasilkan ukuran produk 792 bp untuk P. vivax (Talundzic et al., 2015).

Identifikasi polimorfisme gen PvK12 dengan melakukan analisis DNA metode sequencing dari produk nested-PCR yang dimurnikan kemudian dilakukan analisis urutan DNA (sequencing). Urutan dibaca menggunakan perangkat lunak. Urutan nukleotida dan asam amino disejajarkan dan dibandingkan dengan urutan referensi yang berasal dari galur Sal-1 dari P. vivax, PVX_083080 (nomor aksesi: NC_009917) (Talundzic et al., 2015). Terdapat 7 artikel yang menunjukkan polimorfisme gen PvK12, sedangkan 3 artikel lainnya tidak menunjukkan adanya polimorfisme gen PvK12.

����������� Provinsi Ratanak Kiri di Kamboja timur diketahui membawa 2 isolat (0,7%) mutasi non-sinonim yang sama pada kodon 552 (V552I). Data ini menunjukkan polimorfisme PvK12 di Kamboja yang sangat terbatas. Data ini merupakan data pertama yang melaporkan polimorfisme dalam gen PvK12 di P. vivax (PVX_083080) yang ortologis dengan gen PfK13 (PF3D7_1343700) di P. falciparum pada domain propeller kelch. Sejak tahun 2001, terapi kombinasi artemisinin (ACT) telah digunakan sebagai pengobatan lini pertama malaria falciparum di Kamboja. Sedangkan, untuk malaria vivax ACT mulai digunakan pada tahun 2012, setelah terjadi penurunan kemanjuran terapi klinis dari 0% sampai 17,4% obat anti malaria klorokuin (Popovici et al., 2015).

Sejalan dengan data ini, didapatkan juga data dari wilayah Ubon Rachatthani, Thailand dan Champasak, Laos yang menunjukkan mutasi non-sinonim V552I dengan prevalensi rendah yaitu 0,7% dan 0,3%. Diketahui ACT menjadi pengobatan lini pertama malaria vivax di kedua wilayah tersebut setelah klorokuin sebelumnya digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk P. vivax. Infeksi campuran P. falciparum dan P. vivax yang sering terjadi mencapai 6,5% dari kasus malaria klinis, turut mempengaruhi populasi P. vivax terpapar ACT yang digunakan untuk pengobatan P. falciparum bahkan disaat klorokuin masih digunakan untuk pengobatan P. vivax (Duanguppama et al., 2019).

Selain itu, pada penelitian ini didapatkan juga mutasi non-sinonim K151Q (0,9%) dan M124I (0,9%) dari wilayah Tak, Thailand serta tidak ada mutasi yang diidentifikasi di wilayah Pailin, Kamboja (Duanguppama et al., 2019). Temuan ini sesuai dengan keragaman genetik PvK12 dari perbatasan Cina-Myanmar mengidentifikasi prevalensi mutasi yang rendah pada kodon N172N (2,0%), S360S (2,0%), mutasi non-sinonim M124I (2,0%) dari wilayah Tengchong, Cina dan mutasi sinonim S697S (3,1%) wilayah Kachin, Myanmar. Wilayah ini juga memiliki sejarah penggunaan artemisinin setelah terdapat indikasi menurunnya kemanjuran klorokuin untuk mengobati malaria P. vivax (Deng et al., 2016).

Demikian pula, analisis 120 isolat P. vivax dari Thailand Barat (22), Timur Laut Myanmar (32) dan Cina Tengah (66) menunjukkan tingkat keragaman genetik yang sangat rendah (π < 0,00004). Tiga mutasi yang diamati yaitu G581R (1,5%) dan G704G (3%) yang ditemukan dalam sampel dari Cina tengah dan S88S (3%) dari sampel Myanmar. Sedangkan sampel dari Thailand barat tidak ada mutasi yang diidentifikasi. Mutasi G581R sampel dari Mali diketahui sesuai dengan mutasi G595S yang dilaporkan di PfK13 P. falciparum. Namun, karena tidak ada hasil klinis atau informasi fenotipe resisten untuk isolat P. vivax sehingga tidak jelas apakah mutasi G581R memiliki signifikansi fungsional. Selain itu, wilayah Cina Tengah hanya endemik P. vivax sehingga pengobatan hanya dengan klorokuin sedangkan ART tidak pernah digunakan (M. Wang et al., 2016). Sejalan dengan hal tersebut, penelitian pada penderita Suku Anak Dalam di Kabupaten Batang Hari Provinsi Jambi melaporkan polimorfisme gen PvK12 yang rendah yaitu 3% pada mutasi non-sinonim G1253A. Hasil analisa ini menunjukkan tidak terjadi resistensi artemisinin pada Suku Anak Dalam karena mutasi tidak pada titik penanda resistensi artemisinin (Wiyani et al., 2021).

Ditemukan adanya polimorfisme di gen PvK12 dalam sampel dari daerah perbatasan Thailand. Tiga mutasi non-sinonim (1,9%) pada M548I dan K598R dari Provinsi Chanthaburi dan P641L dari Provinsi Tak. Mutasi sinonim (1,9%) pada F437F dari Provinsi Pra Chuap Kiri Khan dan N675N, C682C dikumpulkan dari isolat Provinsi Tak. Semua mutasi hadir dengan prevalensi yang sangat rendah meskipun prevalensi PfK13 tinggi dalam populasi P. falciparum di wilayah ini. Ada kemungkinan bahwa pengobatan koinfeksi dimana P. vivax dengan kepadatan rendah bahkan samar sehingga seleksi sensitivitas terhadap artemisinin belum terjadi pada P. vivax (Tantiamornkul et al., 2018).

Terdapat tingkat polimorfisme gen PvK12 yang rendah pada kodon V552I yaitu sebesar 2% juga dilaporkan dari seorang pasien wanita Vietnam di Malaysia Timur. Keberadaan mutasi ini terkait dengan kasus impor dari negara tetangga dimana negara Malaysia berisiko karena merupakan titik fokus migrasi dari para imigran (Shairah et al., 2018).

Berbeda dengan temuan penelitian diatas, terdapat penelitian yang melaporkan bahwa tidak ada mutasi yang diidentifikasi di gen PvK12. Pada penelitian di wilayah perbatasan Cina-Myanmar, terdapat 5 gen yang berpotensi resistensi obat yang diamplifikasi dengan nested-PCR dan dianalisis, salah satunya gen PvK12. Di wilayah ini pengobatan utama malaria falciparum dengan sulfadoksin pirimetamin (SP) dan ACT masih tetap sebagai obat mitra dalam terapi kombinasi berbasis artemsinin untuk mengobati P. falciparum yang sensitif. Meskipun, SP tidak direkomendasikan untuk mengobati P. vivax namun di daerah endemik dengan infeksi campuran P. falciparum dan P. vivax telah menyebabkan tekanan obat yang mengakibatkan isolat resisten SP. Tidak ada mutasi yang terdeteksi pada sampel di wilayah ini kemungkinan seleksi artemisinin belum berkembang karena klorokuin-primakuin masih menjadi rejimen utama untuk mengobati P. vivax (Z. Wang et al., 2022). Hasil ini sejalan dengan penelitian di wilayah Mauritania, dimana untuk pengobatan malaria tanpa komplikasi sebelumnya dengan klorokuin dan SP. Pada tahun 2006, strategi terapi baru dengan ACT digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk semua kasus malaria. Namun, data urutan isolat P. vivax di Mauritania menunjukkan tidak ada polimorfisme di fragmen gen PvK12 yang diamplifikasi dan dianalisis. Pengawasan molekuler lebih lanjut diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya P. vivax yang resisten artemisinin (Mint Deida et al., 2018). Begitu juga dengan hasil penelitian di Myanmar, meskipun P. vivax mungkin telah terpapar pada tekanan selektif oleh artemisinin dimana infeksi P. falciparum dan P. vivax koendemik, namun V552I yang diduga terkait dengan resistensi artemisinin tidak terdeteksi di PvK12 Myanmar yang dianalisis (L� et al., 2022).

Penelitian-penelitian di wilayah Asia Tenggara menunjukkan keragaman genetik yang sangat terbatas di domain propeller gen PvK12 P. vivax. Meskipun beberapa dari mutasi terletak di domain propeller, fungsinya masih perlu dievaluasi karena sejauh ini dari studi klinis dan in vitro tidak menunjukkan resistensi P. vivax terhadap ART (Mint Deida et al., 2018).

 

Kesimpulan

Beberapa literatur yang digunakan melaporkan keragaman genetik yang sangat terbatas pada domain propeller gen PvK12 pada populasi parasit P. vivax di beberapa negara wilayah Asia Tenggara. Sampai saat ini tidak ada P. vivax yang resisten terhadap ART, namun hal ini tidak dapat dikesampingkan sebagai kemungkinan prekursor terutama dimana ART digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk malaria vivax dan sering terjadi koendemik P. falciparum dan P. vivax. Pengawasan mendalam yang berkelanjutan terhadap kemanjuran obat klinis dan pemantauan penanda molekuler diperlukan untuk kewaspadaan terhadap resistensi obat malaria vivax dan mencapai status eliminasi malaria.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Ariey, F., Witkowski, B., Amaratunga, C., Beghain, J., Langlois, A.-C., Khim, N., Kim, S., Duru, V., Bouchier, C., Ma, L., Lim, P., Leang, R., Duong, S., Sreng, S., Suon, S., Chuor, C. M., Bout, D. M., M�nard, S., Rogers, W. O., � M�nard, D. (2014). A molecular marker of artemisinin-resistant Plasmodium falciparum malaria. HHS Public Access, 505(7481), 50�55. https://doi.org/10.1038/nature12876.A

 

Cui, L., Mharakurwa, S., Ndiaye, D., Rathod, P. K., & Rosenthal, P. J. (2015). Antimalarial drug resistance: Literature review and activities and findings of the ICEMR network. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene, 93(Suppl 3), 57�68. https://doi.org/10.4269/ajtmh.15-0007

 

Dayanand, K. K., Achur, R. N., & Gowda, D. C. (2018). Epidemiology, Drug Resistance, and Pathophysiology of Plasmodium vivax Malaria. HHS Public Access, 55(1), 1�8. https://doi.org/10.4103/0972-9062.234620.Epidemiology

 

Deng, S., Ruan, Y., Bai, Y., Hu, Y., Deng, Z., He, Y., Ruan, R., Wu, Y., Yang, Z., & Cui, L. (2016). Genetic diversity of the Pvk12 gene in Plasmodium vivax from the China-Myanmar border area. Malaria Journal, 15(1), 1�6. https://doi.org/10.1186/s12936-016-1592-z

 

Duanguppama, J., Mathema, V. B., Tripura, R., Day, N. P. J., Maxay, M., Nguon, C., Von Seidlein, L., Dhorda, M., Peto, T. J., Nosten, F., White, N. J., Dondorp, A. M., & Imwong, M. (2019). Polymorphisms in Pvkelch12 and gene amplification of Pvplasmepsin4 in Plasmodium vivax from Thailand, Lao PDR and Cambodia. Malaria Journal, 18(1), 1�9. https://doi.org/10.1186/s12936-019-2749-3

 

Lampung, D. P. (2021). Profil Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2020. Timesindonesia.

 

L�, H. G., Naw, H., Kang, J. M., V�, T. C., Myint, M. K., Htun, Z. T., Lee, J., Yoo, W. G., Kim, T. S., Shin, H. J., & Na, B. K. (2022). Molecular Profiles of Multiple Antimalarial Drug Resistance Markers in Plasmodium falciparum and Plasmodium vivax in the Mandalay Region, Myanmar. Microorganisms, 10(10). https://doi.org/10.3390/microorganisms10102021

 

Menkin-Smith, L., & T.Winders, W. (2022). Plasmodium Vivax Malaria - StatPearls - NCBI Bookshelf (pp. 1�23). https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538333/

 

Mint Deida, J., Ould Khalef, Y., Mint Semane, E., Ould Ahmedou Salem, M. S., Bogreau, H., Basco, L., Ould Mohamed Salem Boukhary, A., & Tahar, R. (2018a). Assessment of drug resistance associated genetic diversity in Mauritanian isolates of Plasmodium vivax reveals limited polymorphism. Malaria Journal, 17(1), 1�7. https://doi.org/10.1186/s12936-018-2548-2

 

Mint Deida, J., Ould Khalef, Y., Mint Semane, E., Ould Ahmedou Salem, M. S., Bogreau, H., Basco, L., Ould Mohamed Salem Boukhary, A., & Tahar, R. (2018b). Assessment of drug resistance associated genetic diversity in Mauritanian isolates of Plasmodium vivax reveals limited polymorphism. Malaria Journal, 17(1), 1�7. https://doi.org/10.1186/s12936-018-2548-2

 

Poespoprodjo, J. R., Kenangalem, E., Wafom, J., Chandrawati, F., Puspitasari, A. M., Ley, B., Trianty, L., Korten, Z., Surya, A., Syafruddin, D., Anstey, N. M., Marfurt, J., Noviyanti, R., & Price, R. N. (2018). Therapeutic response to dihydroartemisinin-piperaquine for P. falciparum and P. Vivax nine years after its introduction in southern Papua, Indonesia. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene, 98(3), 677�682. https://doi.org/10.4269/ajtmh.17-0662

 

Popovici, J., Kao, S., Eal, L., Bin, S., Kim, S., & M�nard, D. (2015). Reduced polymorphism in the kelch propeller domain in plasmodium vivax isolates from Cambodia. Antimicrobial Agents and Chemotherapy, 59(1), 730�733. https://doi.org/10.1128/AAC.03908-14

 

Pusdatin. (2022). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2021. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-2021.pdf

 

Shairah, D., Fong, M. Y., Amirah, A., Ponnampalavanar, S., Cheong, F. W., & Lau, Y. L. (2018). Detection of mutated Plasmodium vivax Kelch propeller domain (PvK12) in Malaysian isolates. Tropical Biomedicine, 35(1), 135�139.

 

Simamora, D., & Fitri, L. E. (2007). Antimalarial Drug Resistance : Mechanism and the Role of Drug. Kedokteran Brawijaya, 23(2), 82�92.

 

Talundzic, E., Chenet, S. M., Goldman, I. F., Patel, D. S., Nelson, J. A., Plucinski, M. M., Barnwell, J. W., & Udhayakumar, V. (2015). Genetic analysis and species specific amplification of the artemisinin resistance-associated kelch propeller domain in P. falciparum and P. vivax. PLoS ONE, 10(8), 1�11. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0136099

 

Tantiamornkul, K., Pumpaibool, T., Piriyapongsa, J., Culleton, R., & Lek-Uthai, U. (2018). The prevalence of molecular markers of drug resistance in Plasmodium vivax from the border regions of Thailand in 2008 and 2014. International Journal for Parasitology: Drugs and Drug Resistance, 8(2), 229�237. https://doi.org/10.1016/j.ijpddr.2018.04.003

 

Trasi, R. F. (2021). Plasmodium Resistance to Artemisinin Derivates due to Kelch-3 Gene Mutation. Talenta Publisher, 4(2), 39�44.

 

Wang, M., Siddiqui, F. A., Fan, Q., Luo, E., Cao, Y., & Cui, L. (2016). Limited genetic diversity in the PvK12 Kelch protein in Plasmodium vivax isolates from Southeast Asia. Malaria Journal, 15(1), 1�10. https://doi.org/10.1186/s12936-016-1583-0

 

Wang, Z., Wei, C., Pan, Y., Wang, Z., Ji, X., Chen, Q., Zhang, L., Wang, Z., & Wang, H. (2022). Polymorphisms of potential drug resistant molecular markers in Plasmodium vivax from China�Myanmar border during 2008‒2017. Infectious Diseases of Poverty, 11(1), 1�12. https://doi.org/10.1186/s40249-022-00964-2

 

Wiyani, S., Anwar, C., Handayani, D., & Ghiffari, A. (2021). Identifikasi Mutasi Gen PvK12 Penanda Resistensi Plasmodium Vivax Terhadap Artemisinin Pada Penderita Malaria Suku Anak Dalam Di Kabupaten Batang Hari Provinsi Jambi. Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia, 6(12).

 

World Health Organization. (2021). Word Malaria Report 2021. In Word Malaria report Geneva: World Health Organization. (2021). Licence: CC.

 

Zhao, Y., Wang, L., Soe, M. T., Aung, P. L., Wei, H., Liu, Z., Ma, T., Huang, Y., Menezes, L. J., Wang, Q., Kyaw, M. P., Nyunt, M. H., Cui, L., & Cao, Y. (2020). Molecular surveillance for drug resistance markers in Plasmodium vivax isolates from symptomatic and asymptomatic infections at the China-Myanmar border. Malaria Journal, 19(1), 1�12. https://doi.org/10.1186/s12936-020-03354-x

 

Copyright holder:

Putri Dwi Romodhyanti, Chairil Anwar, Dwi Handayani, Dalilah, Gita Dwi Prasasti, Iche Andriyani Liberty (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: