Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 6, Juni 2023

 

EVALUASI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KOTA PARE-PARE SEBELUM DAN SELAMA WABAH COVID 19

 

Yuliana Resca, Agus Munandar

Program Studi Magister Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Esa Unggul

Email: [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan menganalisis kemampuan fiskal Pemkot Pare-Pare lewat Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2018-2020. Analisis rasio derajat desentralisasi, rasio kemandirian fiskal, rasio ketergantungan fiskal daerah, rasio efektivitas penerimaan fiskal daerah, serta rasio efisiensi belanja merupakan alat evaluasi kinerja fiskal. Analisis statistik penelitian ini memakai metode deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian didapatkan derajat desentralisasi sebesar 16,63%, rata-rata tingkat kemandirian keuangan daerah Kota Pare-Pare tahun 2018-2020 sejumlah 20,03%, dan rasio efektivitas PAD terhadap Pemerintah Kota Parepare-Pare pada tahun anggaran 2018-2020 sebesar 96,57% yaitu < 1 atau 100, rata-rata rasio efisiensi PAD Pemkot Pare-Pare pada tahun anggaran 2018-2020 sebesar 20,60%, dan rata-rata pengeluaran yang dicapai pada tahun 2018-2020 adalah 94,06%. Rata-rata efisiensi belanja Pemerintah Kota Pare-Pare pada tahun anggaran 2018-2020 sebesar 93,10%.

 

Kata kunci: Kinerja Keuangan; Rasio Keuangan; PAD

 

Abstract

The 2018-2020 Budget Realization Report will be used in this study's analysis of the regional government of Pare-Pare Municipality's financial standing. A tool for evaluating financial performance is ratio analysis, which includes measures of decentralization, financial independence, regional financial dependence, effectiveness and efficiency of local revenue, and spending efficiency. This study's statistical analysis followed a descriptive quantitative methodology. According to the study's findings, Pare-Pare City's regional financial independence ratio in 2018�2020 averaged 20.03%, and the degree of decentralization was 16.63%, the ratio of PAD effectiveness for the City Government of Pare-Pare for the 2018-2020 fiscal year was of 96.57%, i.e. <1 or 100, the average PAD efficiency ratio for the Municipal Government of Pare-Pare for the 2018-2020 fiscal year is 20.60%, the average expenditure realized during 2018-2020 is 94.06%. the average spending efficiency ratio of the City Government of Pare-Pare for the 2018 - 2020 fiscal year is 93.10%.

 

Keywords : Financial Performance; Financial Ratio; Local Income

 

Pendahuluan

UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat serta Pemda tujuannya guna menyokong pembiayaan dalam rangka pembagian tugas kepada pemerintah daerah seperti diatur di UU Pemerintahan Daerah. Otonomi daerah berdampak besar pada sistem pemerintahan. Pemerintahan sendiri berarti penyerahan kekuasaan dari pemerintah pusat ke Pemda. Kekuasaan tersebut tidak cuma menentukan bagaimana pemerintah daerah memberikan layanan kepada rakyatnya, namun bagaimana pemerintah daerah mencukupi kebutuhan keuangan daerahnya. Karenanya, pemerintah daerah harus mengoptimalkan penggunaan pendapatan utama daerah (PAD) guna meminimalisir ketergantungan Pemda pada pemerintah pusat.

UU No 17 Tahun 2003 terkait Keuangan Negara mengarahkan pemerintah guna membuat laporan keuangan Pemda meliputi �laporan pelaksanaan anggaran, laporan aliran dana, neraca, catatan atas laporan keuangan, laporan laba rugi, laporan operasi, serta laporan perubahan modal�. Laporan keuangan ialah dokumen terstruktur yang mencerminkan posisi keuangan dan transaksi keuangan serta non keuangan tiap tahun. Laporan keuangan ini disusun menyampaikan informasi tentang kondisi keuangan entitas pelapor, kinerja anggaran, overbudget, aliran dana, hasil usaha dan perubahan modal, yang diharapkan dapat membantu pengguna membuat serta melakukan evaluasi keputusan terkait alokasi sumber daya .

Hal sangat penting pada penyelenggaraan otonomi daerah serta desentralisasi yakni mengatur seksama pengelolaan keuangan daerah serta perencanaan anggaran daerah, yang bertanggung jawab mewujudkan otonomi daerah serta desentralisasi komprehensif, transparan dan akuntabel. Untuk mencapai tujuan tersebut, pengelolaan keuangan daerah bisa memantau serta mengelola kebijakan keuangan daerah yang ekonomis, efisien, efektif, transparan serta akuntabel (Putera, 2016).

Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah bergantung pada apakah pemerintah daerah dapat mengelola keuangannya secara teratur, patuh, efisien, hemat, efektif, transparan, dan akuntabel. Kinerja pengelolaan keuangan dinilai melalui evaluasi APBD disampaikan pemerintah daerah wajib melaporkan tanggung jawab keuangan daerahnya guna menentukan apakah tanggung jawab mereka telah dipenuhi dengan baik.

Wabah Covid-19 memberi efek sangat besar bagi perekonomian global, termasuk Indonesia. Dampak negatif pandemi sudah dirasakan hampir di semua sektor, baik swasta maupun pemerintah. Beragam usaha pemerintah mengatasi penyebaran Covid-19, termasuk membatasi aktivitas masyarakat. Efek langsung pembatasan ini yakni berkurangnya pendapatan masyarakat yang pada gilirannya berdampak pada keuangan pemerintah daerah, khususnya pada aparat pajak daerah.

Pajak daerah ialah sumber pendapatan penting yang bisa dipakai meningkatkan perekonomian daerah. Pengelolaan ekonomi yang baik bakal memberi efek positif bagi pembangunan daerah. Pandemi Covid-19 mempengaruhi Kota Pare-Pare karena pembatasan pergerakan yang diberlakukan oleh pemerintah setempat. Pendapatan di beragam sektor industri mengalami penurunan, hingga berbagai UMKM wajib menutup kegiatan usaha sebab mengalami kebangkrutan.

Merebaknya pandemi COVID-19 berefek tidak hanya pada perekonomian individu tetapi perekonomian regional dan nasional. Pemerintah sudah mengambil tindakan untuk berusaha mencukupi kebutuhan masyarakat, termasuk memberi bantuan keuangan kepada mereka yang kena dampak agar perekonomian bisa berjalan lancar. Namun, perubahan yang terjadi tentunya mempengaruhi rentang prioritas dalam APBD.

Pengelolaan keuangan daerah tertuang di APBD disandarkan asas desentralisasi dan jadi acuan pemerintah pusat guna memberikan instruksi ke Pemda. Laporan keuangan Pemda untuk satu tahun anggaran tersedia dari APBD, termasuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Dokumen APBD bisa memberi gambaran tentang kemampuan pemda membiayai kegiatan, pelayanan dan pembangunan pemerintah, hingga mencerminkan praktik otonomi daerah (Halim & Kusufi, 2007a).

UU No 17 Tahun 2003 mengenai Keuangan Negara mengintruksikan APBD harus dirancang menurut anggaran performance budgeting, Ini menggabungkan sistem penganggaran dengan akuntabilitas kinerja. Penganggaran kinerja yakni sistem penganggaran serta pengelolaan dana pemerintah yang berfokus pencapaian kinerja. Performance budgeting ini mengutamakan pencapaian hasil kerja (output) yang bisa diukur memakai indikator kinerja untuk alokasi biaya (input) yang diputuskan. Kinerja itu wajib menunjukkan efisiensi serta efektifitas dalam memberikan pelayanan publik yang artinya wajib memperhatikan kepentingan masyarakat.

Dalam mengukur transparansi serta akuntabilitas pengelolaan APBD, pemerintah pusat telah membuat laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) yang jadi bentuk akuntabilitas keuangan (Nordiawan, 2018). LKPD menjabarkan kemampuan daerah mengelola keuangannya yang tercermin dari kinerja keuangan daerah. Kinerja individu berarti prestasi, hasil kerja, efisiensi, usaha, prestasi kerja, keterampilan, nilai, keberanian, loyalitas, moral, dan kepemimpinan (Fauzi, 2020). Penyelesaian tujuan pribadi ataupun organisasi merupakan bentuk ekspresi (Sularso & Restianto, 2012).

Merujuk kasus Pemda selaku organisasi sektor publik, bisa dikatakan pencapaian kinerja keuangan ialah hasil rencana proyek serta kegiatan yang dilaksanakan di level penyerapan anggaran dalam satu tahun anggaran. Analisis rasio keuangan ialah metode menghitung kinerja keuangan lewat APBD diterbitkan serta dijalankan (Halim & Kusufi, 2007b). Dimensi kinerja keuangan meliputi �derajat desentralisasi, rasio kemandirian daerah, ketergantungan keuangan, rasio koherensi, rasio efektivitas dan efisiensi, tingkat pertumbuhan keuangan, dan rasio pemenuhan utang� (Sari, Tjahjono, & Turino, 2018). Kinerja keuangan bisa diukur dengan memahami LRA menggambarkan kegiatan keuangan kabupaten sebagai bukti kepatuhan kabupaten pada APBD.

Kota Parepare berhasil mempertahankanpredikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Keuangan Daerah Tahun Anggaran 2021 oleh BPK. Wali Kota Parepare, Dr HM Taufan Pawe bersama Wakil Wali Kota Parepare H Pangerang Rahim serta Ketua DPRD Kota Parepare, Hj Andi Nurhatina menerima LHP di Kantor BPK Sulawesi Selatan, Kota Makassar�. Kota Parepare berhasil meraih WTP untuk keenam kalinya sejak 2015 hingga 2021 di era pemerintahan Taufan Pawe.

Prestasi Kota Parepare menjadi fokus research karena selama periode 2015-2021, Pemerintah Kota Pare-Pare berhasil mempertahankan opini WTP selama 6 kali berturut-turut dari BPK RI. Hasil ini jadi pendorong kajian, karena banyak terjadi selama periode ini dan tentunya berefek ke realisasi kegiatan serta akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah, tapi Pemkot Pare-Pare bisa mempertahankan WTP, meskipun pengelolaan keuangannya tergantung transfer dana. Diharapkan penelitian ini bisa memberi kontribusi ke perkembangan ilmu akuntansi sektor publik, khususnya di bidang terkait akuntansi keuangan daerah, dan menjadi referensi literatur untuk penelitian selanjutnya.

Perencanaan keuangan organisasi melibatkan pengembangan rencana kerja untuk periode tertentu, yang dinyatakan di satuan moneter yang disebut anggaran (Mahsun, 2019). Sebelumnya telah dikemukakan bahwa anggaran mencakup prakiraan kegiatan yang direncanakan oleh organisasi yang akan dilakukan di masa mendatang (Permanasari & Al-azhar, 2015). APBD mengacu pada �Undang-undang Pemerintahan Daerah�, meliputi semua penerimaan, pengeluaran, dan pembiayaan dalam bidang utama tempat pemerintah daerah menyelenggarakan kegiatan pemerintahan.

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) digunakan sebagai wadah mempertanggungjawabkan kinerja keuangan Pemda kepada masyarakat (Kartoprawiro & Susanto, 2018). Setiap tahun, BPK RI memeriksa LKPD serta memberikan opini. Dikatakan laporan keuangan berkualitas dan wajar apabila opini yang diberikan adalah WTP.

Kinerja secara singkat bisa berarti sebagai prestasi dan visi organisasi, level pencapaian visi serta misi organisasi, serta level pencapaian pelaksanaan tugas yang sesuai dengan situasi sebenarna (Maisyuri, 2017). Kinerja fiskal daerah hakekatnya terdiri dari kemampuan daerah mencari sumber pendapatan yang diperlukan untuk penyelenggaraan urusan pemerintahan, pelayanan masyarakat, serta kelangsungan pembangunan, hingga tak tergantung transfer pemerintah pusat. Pemerintah daerah juga bertanggung jawab untuk mengelola keuangannya sesuai dengan aturan (Tarmizi, Khairudin, & Jayadi, 2014). Jika ada kesenjangan tujuan serta pencapaian anggaran, evaluasi pencapaian indikator kinerja yang tidak dapat digunakan, efektivitas program, efisiensi biaya, dan kewajaran dan keadilan (Puspitasari, 2013).

Optimisasi penggunaan PAD dapat menggambarkan sejauh mana kemampuan daerah dalam membangun diri secara mandiri, yang dikenal rasio derajat desentralisasi (Marlianita & Saleh, 2020). Untuk menghitung derajat desentralisasi, perbandingan antara PAD dan total penghasilan di APBD dihitung. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah adalah capability Pemda membiayai pengeluaran daerah dengan mengukur seberapa besar andil Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap financial source dari eksternal pemerintah daerah. Rasio ini dihitung memakai perbandingan proporsi PAD dengan pendapatan daerah dari transfer (Rante, Mire, & Paminto, 2017).

Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Indikator Ketergantungan Fiskal Daerah mencerminkan besaran ketergantungan Pemda pada bantuan keuangan eksternal, termasuk dari pemerintah pusat serta provinsi. Perhitungan rasio ini didasarkan perbandingan pendapatan transfer dari pemerintah daerah. Makin tinggi rasio, makin besar ketergantungan Pemda ke pemerintah pusat serta provinsi. Rasio Efektivitas dan Efisiensi PAD perbandingan antara kemampuan Pemda menjalankan PAD direncanakan memakai target yang ada dinamakan tingkat efektivitas dan diukur terhadap potensi riil daerah. Sedangkan tingkat efisiensi merupakan level kemampuan suatu daerah dalam melaksanakan rencana pendapatan daerah sesuai prinsip disiplin sehingga setiap pengeluaran bisa menyisakan anggaran (Suranta, Perdana, & Syafiqurrahman, 2017).

Rasio Efisiensi Belanja perbandingan efisiensi belanja mencerminkan kinerja belanja dibandingkan dengan anggaran yang dimaksudkan. Rasio ini dapat digunakan untuk menilai penghematan anggaran pemerintah. Pemda dianggap sudah mengefisiensi anggaran apabila tingkat efisiensinya di bawah 100%. Sebaliknya, jika levelnya tinggi, itu menandakan pemborosan dana anggaran.

 

Metode Penelitian

Penelitian deskriptif memakai pendekatan kuantitatif dilakukan dengan tujuan memberikan gambaran yang terstruktur, tepat, berdasarkan fakta, dan karakteristik kelompok populasi tertentu (Yusuf, 2016). Desain penelitian umumnya bersifat deskriptif kuantitatif dan didasarkan pada kesadaran sistematis untuk menjawab pertanyaan dengan menggunakan langkah-langkah penelitian yang sesuai dengan data kuantitatif yang ada. Penelitian berfokus BPKAD Kota Pare-Pare selaku penyedia data. Alasan research ini memakai fokus Kota Pare-Pare karena mendapatkan WTP 6 kali dari BPK RI.

Informasi yang dipakai di studi ini didapat dari Laporan Realisasi Anggaran yang ada dalam Laporan Keuangan dan Pelaporan Daerah Pemerintah Kota Parepare. Sementara itu, metode pengumpulan data dilakukan dengan melakukan telaah pustaka pada situs web resmi Pemda kota Parepare serta menghimpun informasi dari banyak sumber relevan dengan referensi di penelitian. Temuan literatur yang berhasil dikumpulkan disusun, diproses, dianalisa serta disajikan berbentuk ringkasan tertulis dari hasil penelitian. Tahapan analisis rasio keuangan, yakni:

1.      Mengukur derajat desentralisasi memakai rumus sebagai berikut:

Sumber: Mahmudi (2007: 128)

Nilai rasio yang lebih tinggi menunjukkan kemampuan Pemda yang lebih tinggi melaksanakan desentralisasi.

Tabel 1 Kriteria Penilaian Tingkat Kemandirian Desentralisasi Fiskal

Sumber: Tim Litbang Depdagri � Fisipol UGM, 1991

 

 

2.   Mengukur rasio kemandirian keuangan daerah rumus yakni:

Nilai rasio tinggi memperlihatkan makin tinggi kemandirian keuangan Pemda. Berikut kriteria yang digunakan menentukan level kemandirian keuangan suatu daerah :

Tabel 2 Standar kemandirian dan Pola Hubungan

Sumber : Halim, 2004.

 

3.      Menghitung rasio efektivitas dan efisiensi PAD memakai rumus:

��� Kemampuan mendapat PAD dikelompokkan efektif ketika rasio ini menggapai minimal 1 ataupun 100%, nilai rasio makin tinggi makin baik.

Tabel 3 Kriteria Efektifitas Keuangan Daerah

Sumber: Mahmudi (2007: 129)

Sumber: Mahmudi (2007: 129)

Efisiensi diklasifikasikan ketika tingkat pencapaiannya < 100%, nilai rasio rendah makin ������baik.

Tabel 4 Kriteria Efisiensi Keuangan Daerah

Sumber : (Mahmudi, 2016)

 

4.      Menghitung rasio Ketergantungan Keuangan Daerah memakai rumus:

Sumber: Mahmudi (2007: 128)

 

Nilai rasio makin tinggi, makin tinggi pula, semakin tergantung Pemda pada pemerintah pusat ataupun provinsi.

Tabel 5 Kriteria penilaian Ketergantungan Keuangan Daerah

Sumber : Tim Litbang Degdagri Fisipol UGM (2010).

 

5.      Menghitung rasio efisiensi belanja dengan formulasi:

Sumber: Mahmudi (2007: 152)

Pemda dianggap menerapkan efisiensi anggaran jika tingkat efisiensinya < 100%. Nilai rasio yang lebih rendah lebih baik.

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Gambaran Umum APBD dan PDRB Kota Pare-Pare

APBD adalah rencana keuangan Pemda yang meliputi komponen pendapatan, belanja, serta pendanaan. Berbagai pemangku kepentingan terlibat dalam proses penyusunan APBD dan memberi pertimbangan beragam aspek misalnya �visi serta misi kepala daerah, aspirasi masyarakat, serta kondisi ekonomi�. PAD Kota Pare-Pare paling tinggi tahun 2020 yakni Rp. 161.232.039.033,81,- dan terendah pada tahun 2018 sebesar Rp. 134.343.383.709,76,-. Belanja daerah paling tinggi dikeluarkan Pemerintah Kota Pare-Pare tahun 2019 sejumlah Rp.922.493.643.546,33,- dan terendah pada tahun 2018 sebesar Rp. 789.414.439.797,22,-.

 

B.     Hasil Analisa Data Rasio Keuangan

1.   Derajat Desentralisasi

Tabel 6 Derajat Desentralisasi

Perhitungan nilai desentralisasi dapat disandarkan perbandingan PAD dengan total pendapatan daerah. Derajat desentralisasi 16,63% berarti kontribusi pendapatan utama daerah 16,63% dari total pendapatan daerah, hingga PAD Pemerintah Kota Pare-Pare tahun anggaran 2018-2020 kurang memberikan kontribusi terhadap total pendapatan daerahnya. Hal ini disebabkan tingginya transfer penerimaan dari pemerintah pusat/negara bagian, khususnya DAK.

 

2.      Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Tabel 7 Kemandirian Keuangan Daerah

 

Perhitungan Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah disandarkan perbandingan PAD memakai total dana ditransfer, termasuk dukungan dan jaminan dari pemerintah pusat dan negara bagian. Hasilnya, terungkap bahwa tingkat kemandirian ekonomi daerah Kota Parepare rata-rata 20,03% dari tahun 2018 hingga tahun 2020. Paul dan Kenneth dalam Puspitasari (2013), rasio tersebut adalah 20,03% yang berarti tingkat kemandirian keuangan Kota Pare-Pare masuk kelompok rendah serta instruktif. Pola hubungan pendampingan sedemikian rupa sehingga peran pemerintah pusat ataupun provinsi lebih dominan dibanding kemandirian Pemda. Kota Pare-Pare memiliki kemandirian finansial yang sangat rendah sebab mengandalkan dukungan dari pemerintah pusat dan negara bagian dalam bentuk pendapatan transfer.

 

 

 

 

 

3.      Rasio Efektivitas dan Efisiensi PAD

Tabel 8 Efektivitas PAD

 

Tabel 9 Efisiensi PAD

 

Kemampuan Pemda menggapai PAD sesuai tujuan yang sudah diputuskan ialah bentuk rasio efisiensi. Rasio efektivitas tinggi memperlihatkan peningkatan kapasitas daerah serta rasio rendah memperlihatkan penurunan kemampuan daerah menjalankan PAD.

Dari tabel di atas terlihat rata-rata angka efektif PAD kota Parepare tahun 2018-2020 sebesar 96,57% yaitu kurang dari 1 atau 100. Pemerintah daerah dapat dikatakan sangat efektif mencapai target penerimaan PAD (Mahmudi, 2007: 129).

Tahun 2018-2020, rata-rata tingkat efisiensi PAD Kota Parepare sebesar 20,60%. Hal ini menunjukkan bahwa Pemda Kota Parepare mengumpulkan PAD dengan sangat efisien, ditandai kecenderungan dibawah 100% (Mahmudi, 2007: 129). Artinya, Kota Parepare dapat menghimpun PAD dengan cost relatif kecil dan dengan hasil optimal.

 

4.      Rasio Ketergantungan Daerah

Tabel 10 Ketergantungan Daerah

 

Bisa diuraikan sebagian besar dari total pendapatan kabupaten yang didapat Kota Parepare dari transfer pemerintah pusat misalnya dana perimbangan serta pendapatan lain, serta transfer provinsi misalnya bagi hasil pajak dll. Oleh karena itu, Kota Parepare sangat bergantung pada pemerintah pusat dan negara bagian untuk menghasilkan pendapatan daerah, dan ketergantungan Kota Parepare pada pemerintah pusat serta provinsi sangat tinggi.

 

5.      Rasio Efisiensi Belanja

Tabel 11 Efisiensi Belanja

 

Pengeluaran rata-rata untuk periode 2018-2020 adalah 94,06%. Tingkat efisiensi belanja rata-rata Kota Pare-Pare tahun 2018-2020 adalah 93,10%, sehingga bisa dinyatakan efisien pada pelaksanaan anggaran belanja (Mahmudi, 2007: 152).

 

Kesimpulan

Hasil penelitian menemukan bahwa derajat desentralisasi sebesar 16,63% berarti PAD Kota Pare-Pare tidak memberi kontribusi besar pada total pendapatan daerah pada tahun anggaran 2018-2020, dan rasio kemandirian keuangan Kota Pare-Pare pada tahun anggaran 2018-2020. daerah pada tahun 2018-2020 rata-rata rasio mandiri sebesar 20,03%. Artinya tingkat kemandirian keuangan Pemkot Parepare sangat rendah, dengan pola pembinaan maka rasio efektivitas PAD Pemkot Pare-Pare tahun anggaran 2018-2020 sebesar 96,57% yaitu <1 atau 100, sehingga dapat menjelaskan Pemkot Pare-Pare dapat tergolong sangat efektif dalam memenuhi target penerimaan PAD.

Rasio efisiensi PAD rata-rata Kota Pare-Pare tahun anggaran 2018-2020 adalah sebesar 20,60%, hal ini mencerminkan kinerja Pemkot Pare-Pare dalam menghimpun PAD sangat Valid. Ditandai trend rasio di bawah 100%. Kotamadya Pare-Pare sangat tinggi baik pemerintah pusat maupun provinsi. Mencapai rata-rata pengeluaran sebesar 94,06% pada tahun 2018-2020. Dengan tingkat efisiensi belanja rata-rata 93,10% untuk tahun anggaran 2018-2020, DPRD Kota Pare-Pare dapat dikatakan efisien dalam mencapai anggaran belanja.

 

 

 

 

 

 

BLIBLIOGRAFI

Fauzi, Akhmad. (2020). Manajemen Kinerja. Airlangga university press.

 

Halim, Abdul, & Kusufi, M. S. (2007a). _" Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah". _Jakarta: Salemba Empat. Manajemen Dan Akuntansi, 169.

 

Halim, Abdul, & Kusufi, Muhammad Syam. (2007b). Akuntansi sektor publik: Akuntansi keuangan daerah. Jakarta: Salemba Empat.

 

Kartoprawiro, Sardio, & Susanto, Yohanes. (2018). Analisis Terhadap Kinerja Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Rawas. Jurnal Manajemen Dan Bisnis Sriwijaya, 16(1), 1�14.

 

Mahsun, M. (2019). _" Konsep Dasar Penganggaran: Penganggaran Sektor Publik.

 

Maisyuri, Maisyuri. (2017). Analisis Kinerja Keuangan Daerah Pemerintah Kota Lhokseumawe. Jurnal Visioner & Strategis, 6(1).

 

Marlianita, Yulistiani, & Saleh, Suji Abdullah. (2020). Pengaruh Rasio Derajat Desentralisasi, Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah, dan Rasio Tingkat Pembiayaan SiLPA Terhadap Alokasi Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat. Indonesian Accounting Research Journal, 1(1), 25�35.

 

Nordiawan, Deddi. (2018). _" Akuntansi Pemerintahan". _Jakarta: Salemba Empat.

 

Permanasari, Intan, & Al-azhar, A. (2015). Pengaruh Partisipasi Anggaran, Komitmen Organisasi, Penekanan Anggaran, Locus Of Control, Dan Kohesivitas Kelompok Terhadap Timbulnya Kesenjangan Anggaran Pada SKPD Pemerintah Provinsi Riau. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu Ekonomi, 1(2), 1�15.

 

Puspitasari, AyuFebriyanti. (2013). Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota Malang Tahun Anggaran 2007-2011. Universitas Brawijaya.

 

Putera, Roni Ekha. (2016). Pengelolaan keuangan daerah yang transparan di Kabupaten Tanah Datar dalam melaksanakan desentralisasi fiskal. Sosiohumaniora, 18(3), 253�262.

 

Rante, Aris, Mire, Muhammad Saleh, & Paminto, Ardi. (2017). Analisis kemandirian keuangan daerah. Inovasi, 13(2), 78�89.

 

Sari, Rida Perwita, Tjahjono, Hurip, & Turino, Turino. (2018). Analysis of Financial Performance in Public Sector. Journal of Accounting and Strategic Finance, 1(1), 82�90.

 

Sularso, Havid, & Restianto, Yanuar E. (2012). Pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Jawa Tengah. Media Riset Akuntansi, 1(2).

 

Suranta, Sri, Perdana, Halim Dedy, & Syafiqurrahman, M. (2017). Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah: Studi Komparasi Propinsi Jawa Tengah dan Kalimantan Selatan. Jurnal Akuntansi, 5(2), 111�124.

 

Tarmizi, Rosmiaty, Khairudin, Khairudin, & Jayadi, Ayu. (2014). Analisis kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung sebelum dan setelah memperoleh opini WTP. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, 5(2).

 

Yusuf, A. Muri. (2016). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif & penelitian gabungan. Prenada Media.

 

Copyright holder:

Yuliana Resca, Agus Munandar (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: