Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 6, Juni 2023

 

COLLABORATIVE GOVERNANCE DALAM RELAKSASI PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN BAGI WAJIB PAJAK TERDAMPAK PANDEMI COVID-19 DI KOTA BEKASI

 

Annysa Subagyo1, Nurliah Nurdin2, Ratri Istania3, M. Raihan Geminirwana4

1,2,3Politeknik STIA Lembaga Administrasi Negara Jakarta, 4Badan Pendapatan daerah Kota Bekasi, Indonesia

Email:[email protected], [email protected],

������������ [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini memiliki tujuan yakni untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan collaborative governance dalam relaksasi pemungutan PBB bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi yang belum berjalan dengan baik dan optimal. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah mixed method yaitu model pendekatan penelitian yang mengkombinasikan antara pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Hasil, Upaya yang dapat dilakukan agar collaborative governance dalam relaksasi pemungutan pajak bumi dan bangunan bagi wajib pajak terdampak Covid-19 di Kota belum berjalan dengan baik dan optimal, yaitu memberikan pemahaman mengenai manfaat pembayaran PBB yang kembali lagi ke masyarakat, melakukan sosialisasi melalui berbagai media pembayaran online dan offline, membangun kerja sama yang baik dengan stakeholders, membuat desain institusional yang mengatur kerja sama melalui Perjanjian Kerja Sama (PKS) antar stakeholders, melakukan dialog tatap muka secara berkesinambungan dengan melibatkan seluruh stakeholders, membuat forum komunikasi berjenjang serta melakukan monitoring dan evaluasi untuk memastikan pelaksanaan collaborative governance dalam relaksasi pemungutan PBB bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi berjalan dengan baik dan optimal serta mencapai target penerimaan PBB yang ditetapkan. Kesimpulan, collaborative governance dalam relaksasi pemungutan pajak bumi dan bangunan bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota belum berjalan dengan baik dan optimal, yaitu pada kondisi awal, kepemimpinan fasilitatif, desain institusional, proses kolaborasi tatap muka, proses kolaborasi pemahaman bersama dan proses kolaborasi hasil sementaranya. Sedangkan pada proses kolaborasi membangun kepercayaan dan proses kolaborasi komitmen terhadap proses telah berjalan dengan baik.

 

Kata Kunci: Collaborative Governance; Pemungutan Pajak Bumi; Pandemi COVID-19

 

Abstract

This study aims to analyze the factors that cause collaborative governance in relaxing UN collection for taxpayers affected by COVID-19 in Bekasi City which has not run well and optimally. The research method used in this study is a mixed method, which is a research approach model that combines a qualitative approach and a quantitative approach. As a result, efforts that can be made so that collaborative governance in relaxing the collection of land and building taxes for taxpayers affected by Covid-19 in the City have not run well and optimally, namely providing an understanding of the benefits of UN payments that return to the community, conducting socialization through various online and offline payment media, building good cooperation with stakeholders,create institutional designs that regulate cooperation through Cooperation Agreements (PKS) between stakeholders, conduct face-to-face dialogue on an ongoing basis involving all stakeholders, create tiered communication forums and conduct monitoring and evaluation to ensure the implementation of collaborative governance in relaxing UN collection for taxpayers affected by COVID-19 in Bekasi City runs well and optimally and achieves the UN revenue target Set. In conclusion, collaborative governance in relaxing the collection of land and building taxes for taxpayers affected by COVID-19 in the City has not run well and optimally, namely in the initial conditions, facilitative leadership, institutional design, face-to-face collaboration process, collaborative process of mutual understanding and collaboration process of temporary results. While in the collaboration process building trust and the collaboration process, commitment to the process has run well.

 

Keywords: Collaborative Governance; Land Tax Collection; COVID-19 pandemic.

 

Pendahuluan

Terjadinya pandemi corona virus di 2019 (Covid-19) akhir tahun 2019 yang tersebar secara masif dan cepat ke seluruh dunia berdampak pada semua sektor kehidupan khusunya pada sektor kesehatan dan perekonomian (Aeni, 2021). Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah di setiap negara meresponnya dengan memberlakukan kebijakan pembatasan ruang gerak sosial untuk menekan penyebaran virus dengan saling menjaga jarak dan membatasi jumlah orang dalam suatu ruang publik (Muhandy et al., 2021).

Kebijakan tersebut menimbulkan dampak yang saling bertolak belakang, pada satu sisi pemerintah berusaha menghentikan penyebaran virus sedangkan di sisi lainnya menyebabkan resesi perekonomian secara global Rizqya (2022) sehingga terjadi kontraksi pada pertumbuhan ekonomi di berbagai negara pada tahun 2020 seperti yang terjadi pada negara-negara berikut; Perancis sebesar -9%, Meksiko sebesar -8,5%, Inggris sebesar -10%, Brasil sebesar -4,5%, Arab Saudi sebesar - 3,9%, Singapura sebesar -6%, Filipina sebesar -9,6%, Malaysia sebesar -5,8% dan sebagainya sedangkan Indonesia sedikit lebih baik diantara negara-negara di ASEAN lainnya dengan tingkat kontraksi ekonominya sebesar -2,07% yang disebabkan oleh terjadinya pelemahan diberbagai sektor ekonomi karena terdampak pandemi COVID- 19.

Terjadinya pelemahan ekonomi tersebut, tentunya juga mengakibatkan tidak tercapainya sektor penerimaan pajak. Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor ��72 Tahun 2020, target penerimaan pajak pada tahun 2020 adalah sebesar Rp 1.198,8 triliun sedangkan ketercapaian realisasi penerimaannya sebesar Rp 1.070 triliun atau 89,3% dari target pajak tahun 2020 sehingga terjadi shortfall atau kurang sebesar Rp128,8 triliun (Mulyati, 2021). Kondisi perekonomian yang demikian berdampak pada penurunan pendapatan masyarakat bahkan dapat kehilangan pekerjaannya, otomatis berimbas pada semakin menurunnya daya beli masyarakat (Soeharjoto, et.al, 2020) sehingga penurunan penerimaan sektor pajak tidak dapat dihindari namun yang diperlukan adalah melakukan upaya agar penurunan tersebut tidak terlalu signifikan.

Disamping hal tersebut, perlu untuk menjamin keberlangsungan sumber penerimaan pajak dengan memberikan kebijakan insentif pajak kepada wajib pajak berupa pengurangan besarnya kewajiban pajak yang wajib dibayarkan kepada pemerintah sebagai respon dari pemerintah atas menurunnya produktivitas para pelaku usaha terdampak Covid-19. Manfaat yang diperoleh wajib pajak dalam kebijakan insentif pajak berupa penurunan tarif hingga pembebasan pajak adalah sebagai tambahan modal yang dapat digunakan oleh wajib pajak terdampak Covid-19 (Indahsari & Fitriandi, 2021).

Salah satu sumber penerimaan pemerintah yang berpotensi cukup besar dalam meningkatkan local taxing power adalah pajak properti atau pajak bumi dan bangunan (Monoarfa et al., 2017). Insentif pajak yang diberlakukan oleh pemerintah bagi wajib pajak terdampak COVID-19 tersebut mempunyai dampak negatif maupun positif, ditinjau dari dampak negatifnya yaitu berkurangnya pendapatan pemerintah yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan dan menjalankan pemerintahan (Bolnick, 2004). Namun demikian, ditinjau dari dampak positifnya dalam kondisi saat ini, untuk meringankan kewajiban perpajakan masyarakat dan juga untuk mendorong kepatuhan masyarakat dalam membayarkan pajaknya.

Terkait kebijakan insentif dan relaksasi pajak yang digulirkan di Indonesia, tidak hanya diberlakukan oleh Pemerintah Pusat namun juga diberlakukan oleh Pemerintah Daerah. Pemerintah daerah menjadikan pajak daerah sebagai salah satu dari sumber pendapatan daerah yang dapat dimanfaatkan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia.

Pajak daerah dan retribusi daerah memberikan pengaruh terhadap kemandirian daerah karena dengan adanya realisasi penerimaan yang tinggi dapat digunakan oleh pemerintah daerah dalam meningkatkan perekonomian daerahnya sehingga kemandirian daerah dapat terwujud tanpa melibatkan pemerintah pusat (Darmayasa dan Bagiada, 2013). Namun ketika fenomena COVID-19 melanda, pemerintah daerah merasa kesulitan dalam memenuhi target pajak daerah demikian juga hal nya dengan wajib pajak karena terdampak COVID-19.

Namun pemerintah daerah tetap berupaya untuk mendorong agar wajib pajak tetap melunasi piutang pajaknya dengan memberikan relaksasi pajak daerah selama masa pandemi dengan tujuan antara lain untuk mendukung demand (belanja) masyarakat, dukungan cashflow bagi sektor usaha yang terdampak COVID-19 serta untuk membiayai penanganan dan atau pemulihan kesehatan masyarakat karena terdampak COVID-19.

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu dari 34 provinsi di Indonesia dengan kepadatan penduduk terbanyak pada tahun 2020 yaitu 48.274.162 jiwa (Kompas.com, 2021). Selain memiliki infrastruktur yang baik, perekonomian di Jawa Barat juga pesat perkembangannya. Hal itu menjadi alasan utama mengapa Jawa Barat menjadi salah satu provinsi yang menjadi incaran para pendatang terutama untuk Kota Bekasi yang berbatasan langsung dengan Ibukota DKI Jakarta yang merupakan tempat tujuan komuter paling besar di Jabodetabek, yakni mencapai 2,1 juta dalam setiap harinya dan Kota Bekasi menjadi wilayah dengan komuter (penglaju) terbesar kedua menuju Kota Jakarta setelah Kota Depok yaitu sebanyak 277.234 orang dalam setiap harinya (BPS, 2019).

Keberadaan komuter tersebut serta berkembangnya pertumbuhan penduduk Kota Bekasi menjadi memberikan dampak positif terhadap pembangunan pemukiman serta sektor-sektor lainnya di Kota Bekasi. Bertumbuhkembangnya pembangunan pemukiman penduduk tersebut sangat berkontribusi terhadap penerimaan pajak daerah yang berasal dari pajak bumi dan bangunan (PBB) di Kota Bekasi, dalam 5 (lima) tahun terakhir, PBB selalu menempati ranking 3 (tiga) besar dari 9 (sembilan) jenis pajak daerah yang ada di Kota Bekasi selama tahun anggaran 2017, 2018, 2019, 2020 dan 2021 dengan perolehan sebagai berikut:

 

Tabel 1 Ranking 3 (tiga) besar Realisasi Penerimaan Pajak Daerah di Kota Bekasi


Tahun 2017 s.d. 2019

Sumber: Laporan realisasi penerimaan pajak daerah pada Badan Pendapatan Daerah Kota ��

�� Bekasi T.A. 2017, 2018, 2019, 2020 dan 2021 (data diolah oleh peneliti).

 

Berdasarkan Tabel 1 tersebut di atas, PBB merupakan salah satu jenis pajak yang mempunyai kontribusi yang signifikan dalam penerimaan pendapatan asli daerah pada Pemerintah Kota Bekasi. Namun demikian, ketika pandemi COVID-19 melanda, pemerintah dan masyarakat dibuat seakan tidak berdaya dalam menghadapi resesi ekonomi sehingga Pemerintah Kota Bekasi melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) sebagai leading sector pengelolaan pendapatan daerah di Kota Bekasi mengeluarkan kebijakan pemberian relaksasi pajak bumi dan bangunan kepada wajib pajak daerah di Kota Bekasi dalam rangka meringankan kewajiban pembayaran pajak daerah karena terdampak COVID-19, diantaranya berupa pengurangan ketetapan pokok dan penghapusan denda administrasi PBB atas keterlambatan dalam pembayarannya.

Untuk mensukseskan kebijakan relaksasi pemungutan PBB bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi, Pemerintah Kota Bekasi memahami adanya keterbatasan kemampuan, sumberdaya maupun jaringan yang menjadi faktor pendukung terlaksananya suatu program atau kebijakan sehingga hal tersebut melatarbelakangi pemerintah untuk melakukan kerjasama dengan berbagai dalam bentuk collaborative governance, dimana pemerintah melakukan kolaborasi antar lembaga publik maupun individu dalam suatu proses penyusunan kebijakan formal untuk memenuhi tujuan publik (Donahue dan Zeckhauser, 2011). Collaborative governance memfokuskan pada kebijakan dan adanya masalah publik sehingga dapat melibatkan banyak pihak ke dalam struktur pemerintahan untuk meningkatkan kapasitas dalam merespons berbagai isu yang muncul dengan keterlibatan publik yang proporsional. Adapun stakeholder yang terlibat terkait kebijakan tersebut ditunjukkan pada tabel berikut:

 

Tabel 2 Peran stakeholder dalam kebijakan relaksasi pemungutan PBB bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi

 

Sumber: Penulis, 2022.

 

Berdasarkan Tabel 1 di atas, terlihat peran antar stakeholder dengan karakteristik yang sesuai dengan kapasitasnya. Dalam implementasinya, collaborative governance yang terbentuk tersebut belum optimalkarena masih terdapat kesenjangan antara target dengan realisasi PBB dalam relaksasi pemungutan PBB bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi yang ditunjukkan dengan tidak tercapainya realisasi PBB atas targetnya pada tahun 2021 yaitu dengan realisasi sebesar Rp 448.920.284.130,-dari targetnya sebesar Rp 579.533.417.588,- dan juga pada tahun 2022 yaitu dengan realisasi sebesar Rp 448.969.624.648,- dari targetnya sebesar Rp 481.452.704.376,- Tidak tercapainya realisasi PBB atas targetnya tersebut terjadi karena rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak daerah, disamping hal tersebut juga masih adanya stigma oleh sebagian masyarakat bahwa membayar pajak merupakan bentuk penjajahan dan bukan kewajiban.

Identifikasi masalah dari penelitian ini yaitu; (a) Adanya kesenjangan antara target dengan realisasi PBB dalam relaksasi pemungutan PBB bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi. (b) Kurangnya informasi mengenai kemanfaatan yang diperoleh kembali oleh masyarakat dari relaksasi pemungutan PBB bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi. (c) Trust building masyarakat terhadap Badan Pendapatan Daerah Kota Bekasi belum terbentuk dengan baik. (d) Belum optimalnya penerapan nilai dasar yang menjadi karakteristik collaborative governance seperti komunikasi dua arah dan berbagi sumber daya antar organisasi perangkat daerah yang menyelenggarakan pelayanan publik di Kota Bekasi.

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut diatas, penulis merumuskan masalah penelitian ini yaitu: (a) Mengapa collaborative governance dalam relaksasi pemungutan PBB bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi belum berjalan dengan baik dan optimal? (b) Bagaimana upaya yang dapat dilakukan agar collaborative governance dalam relaksasi pemungutan pajak bumi dan bangunan bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi agar dapat berjalan dengan baik dan optimal?

Penelitian ini menggunakan collaborative governance model Ansell dan Gash (2007) yang menitikberatkan pada dinamika proses kolaborasi sebagai siklus interaksi orientatif yang terdiri atas dimensinya yaitu; kondisi awal, kepemimpinan fasilitatif, desain institusional dan proses kolaborasi. Pada model ini, pemerintah bukan sebagai peran utama namun masyarakatpun dapat menjadi peran utama dalam proses kolaborasi karena adanya keterlibatan civil society dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif berupa upaya yang dapat dilakukan agar collaborative governance dalam relaksasi pemungutan pajak bumi dan bangunan bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi dapat berjalan dengan baik dan optimal.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini memfokuskan pada collaborative governance dalam kebijakan relaksasi pajak bumi dan bangunan bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah mixed method yaitu model pendekatan penelitian yang mengkombinasikan antara pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif (Cresswell, 2014:5).

Adapun jenis desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah sequential explanatory yaitu merupakan metode penelitian kombinasi yang dimulai dengan pendekatan kuantitatif dahulu kemudian baru dilakukan pendekatan kualitatif (Sugiyono, 2015) dan model urutan priotitas (priority sequence model) yang digunakan adalah quan+QUAL (Tashakkori dan Teddlie, 2003:194).

Pada data kuantitatif, teknik pengumpulan datanya adalah penulis memberikan kuesioner dengan menggunakan aplikasi google form yang berisi indikator pertanyaan sehubungan dengan collaborative governance dalam relaksasi pemungutan pajak bumi dan bangunan. Aplikasi ini diberikan kepada responden wajib pajak yang sedang mengurus berkas ataupun melakukan pembayaran PBB di Kantor Badan Pendapatan Daerah Kota Bekasi, penggunaan aplikasi ini memudahkan penulis dalam melakukan perekaman kuesioner secara online dan terjangkaunya biaya riset.

Adapun populasinya sebanyak 507 responden. Sampel data kuantitatif ditentukan dengan teknik simple random sampling serta dengan menggunakan rumus proporsi binomunal diperoleh sebanyak 62 (enam puluh dua) responden yang merupakan wajib pajak PBB yang datang ke bagian pelayanan PBB di Kantor Badan Pendapatan Daerah Kota Bekasi pada bulan Januari 2023. Hipotesis yang digunakan sebagai berikut:

H0 ��: diduga bahwa collaborative governance tidak akan berpengaruh pada relaksasi pemungutan

��������� PBB bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi.

Ha: diduga bahwa collaborative governance akan berpengaruh pada relaksasi pemungutan PBB

�������� bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi.

Sedangkan pada data kualitatif yang digunakan, teknik pengumpulan datanya dengan wawancara semi-struktur sehingga diharapkan dapat mengeksplorasi lebih dalam terhadap jawaban narasumber atas setiap pertanyaan yang disampaikan kepada key informant penelitian dengan menggunakan panduan wawancara kepada 7 key informant yang berasal dari stakeholders-nya. Adapun data yang diambil akan dianalisis untuk mendukung atau menentang proposisi yang diajukan oleh penulis, yaitu:

Proposisi0��:collaborative governancedalamrelaksasi��pemungutan PBBbagi wajibpajak

���������������������� terdampakCOVID-19 diKota�� Bekasi ��tidak�� akanoptimalbilastakeholders���

���������������������� tidak mengimplementasikan seluruh dimensi yang ada.

Proposisi1��:collaborativegovernancedalam relaksasi�� pemungutanPBB bagi wajib ��pajak

���������������������� terdampak ���COVID-19 ���di ��Kota ���Bekasi ���akan ����optimal bila ���stakeholders

���������������������� mengimplementasikan seluruh dimensi yang ada.

 

Hasil dan Pembahasan

Deskripsi Objek Penelitian

Organisasi

Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bekasi terletak di Jalan Ir. H. Juanda Nomor 100, Kelurahan Margahayu, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi. Letaknya berada di komplek perkantoran Wali Kota lama Kota Bekasi. Adapun visinya adalah pengelola pendapatan daerah yang profesional dan Amanah dan misinya adalah sebagai berikut; (a) meningkatkan tata kelola pelayanan pajak daerah, (b) memantapkan kinerja kompetensi aparatur dan organisasi, (c) mengoptimalkan penerimaan pendapatan daerah.

Aparatur pada Bapenda Kota Bekasi pada tahun 2022 sebanyak 406 orang yang terdiri atas 190 ASN dan 215 Non-ASN. Berdasarkan keseluruhan pegawai, terdapat 253 orang pegawai laki-laki sementara sisanya merupakan pegawai perempuan sebanyak 153 orang. Dari keseluruhan jumlah pegawai pada Bapenda Kota Bekasi apabila ditinjau dari jenis jabatan yaitu; untuk jabatan struktural sebanyak 28 orang dari 34 orang baik pejabat struktural maupun fungsional sedangkan untuk jabatan fungsional sebanyak 6 orang dari 34 orang baik pejabat struktural maupun fungsional (Data kepegawaian Bapenda Kota Bekasi Tahun 2022).

 

Faktor-Faktor Penyebab Collaborative Governance Dalam Relaksasi Pemungutan PBB Bagi Wajib Pajak Terdampak COVID-19 di Kota Bekasi Belum Berjalan dengan Baik dan Optimal

Relaksasi pemungutan PBB di Kota Bekasi merupakan salah satu dari kebijakan relaksasi pajak daerah berupa pengurangan besaran PBB (pemberian diskon), penghapusan denda PBB, perpanjangan tanggal jatuh tempo PBB yang diberlakukan di Kota Bekasi. Kebijakan tersebut dilatarbelakangi oleh adanya wajib pajak yang terdampak COVID-19 sehingga diharapkan dengan adanya relaksasi pemungutan PBB di Kota Bekasi dapat membantu meringankan kewajiban perpajakan daerah dari wajib pajak. Selain itu juga, adanya kebutuhan keuangan pemerintah yang akan digunakan untuk membangun daerahnya, menjalankan pelayanan publik (public goods), memulihkan kondisi ekonomi dan kesehatan masyarakat terdampak COVID-19 di Kota Bekasi.

Berkenaan dengan relaksasi pemungutan PBB di Kota Bekasi tersebut, Pemerintah Kota Bekasi melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bekasi melakukan kerjasama dalam bentuk collaborative governance dengan beberapa aktor terkait baik pemerintah, swasta maupun tokoh masyarakat agar tercapai realisasi penerimaan PBB atas targetnya.

Penelitian ini menggunakan uji parsial untuk mengetahui pengaruh collaborative governance dalam relaksasi pemungutan PBB bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi. Uji parsial pada penelitian ini menggunakan nilai level of significance < 0.05 dimana dapat dinyatakan berpengaruh parsial apabila nilai signifikansi < 0,05 atau thitung > ttabel. Untuk memperoleh nilai ttabel dapat menggunakan rumus df = n- 1 dimana n = 62 sehingga n = 62 � 1 = 61 diperoleh nilai ttabel = 1,999. Berikut merupakan hasil uji parsial pada penelitian ini:

 

 

 

Tabel 3 Pengaruh collaborative governance dalam relaksasi pemungutan PBB bagi

wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi

Sumber: Hasil Pengolahan Data Melalui SPSS 23, 2023

 

Berdasarkan tabel 3 di atas, telah dilakukan pengujian regresi sederhana yang dapat disimpulkan bahwa secara parsial Collaborative Governance memiliki pengaruh positif sebesar 0.334 dan signifikan terhadap Relaksasi Pemungutan PBB karena memiliki nilai �������thitung yang lebih besar dari ttabel (4.183 > 1.999) dan memiliki nilai significance di bawah tingkat kesalahan (alpha) sebesar 0,05 (0,000 < 0,05) atau dengan kata lain H0 ditolak artinya Collaborative Governance terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap �������Relaksasi Pemungutan PBB. Adapun hasil pengujian simultan F sebagai berikut:

 

Tabel 4 Pengaruh Collaborative Governance terhadap Relaksasi Pemungutan PBB

bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi

Sumber: Hasil Pengolahan Data Melalui SPSS 23, 2023

 

Tabel4 di atas menunjukkan hasil pengujian simultan F dengan tingkat confident interval sebesar 95% dan tingkat kesalahan sebesar 5% dimana diketahui nilai Significance < 0,05 atau 0,000 < 0,05, maka H0 ditolak dan atau Ha diterima yang artinya variabel collaborative governance yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel relaksasi pemungutan PBB.

Untuk pengujian koefisien determinasi (R�) diperoleh hasil sebagai berikut:

 

Tabel 5 Hasil Pengujian Koefisien Korelasi

 

Sumber: Hasil Pengolahan Data Melalui SPSS 23, 2023.

Pada Tabel 5 di atas diketahui besarnya korelasi (R) sebesar 0,475 yang berarti terdapat korelasi/hubungan yang Cukup antara variabel independent yakni Collaborative Governance dengan variabel dependennya yakni Relaksasi Pemungutan PBB dikarenakan nilai 0.475 berada diantara rentang 0.400 � 0.599. Selanjutnya untuk mengetahui besarnya kontribusi pengaruh collaborative governance terhadap relaksasi pemungutan PBB bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi, dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2) berikut ini:

 

 

Tabel 6 Hasil Pengujian Koefisien Determinasi (R�)

Sumber: Hasil Pengolahan Data Melalui SPSS 23, 2023

 

Pada Tabel 6. di atas, besarnya R-squared adalah sebesar 0.226 atau 22.6% yang berarti variabel bebas Collaborative Governance dapat memberikan kontribusi pengaruh atau mampu menjelaskan sebesar 22.6% kepada variabel relaksasi pemungutan PBB. Berdasarkan seluruh penjelasan yang telah diuraikan di atas, maka keputusan atas hipotesis yang telah diuji adalah sebagai berikut: didugabahwa�� collaborativegovernanceakan berpengaruh��� padarelaksasipemungutan�� PBB��� bagi���� wajib�� pajak�� terdampakCOVID-19 di Kota Bekasi (Ha dapat diterima).

Penulis menganalisis faktor-faktor penyebab mengapa collaborative governance dalam relaksasi pemungutan PBB bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi belum berjalan dengan baik dan optimal, yaitu sebagai berikut:

1.Kondisi awal terbentuknya collaborative governance pada relaksasi pemungutan PBB bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi belum optimal karena adanya keterbatasan sumber daya, tidak semua tokoh masyarakat terbiasa dengan penggunaan media online serta belum memahami kemanfaatan dari pembayaran PBB yang kembali lagi ke masyarakat dalam bentuk apa saja, belum mengatur mengenai insentif yang diberikan, tingkat pemahaman aktor yang tergabung dalam collaborative governance berbeda-beda terhadap kebijakanyang telah diberlakukan tersebut.

2.Belum optimalnya kepemimpinan fasilitatif dari Badan Pendapatan Daerah Kota Bekasi karena belum secara proaktif melibatkan seluruh stakeholders terutama pada organisasi perangkat daerah lain yang menyelenggarakan pelayanan publik dan tokoh masyarakat dalam proses pengambilan keputusannya.

3.Belum tersedianya desain institusional yang mengatur bagaimana pola, bentuk maupun model kolaborasi antar pemerintah dan swasta. Desain institusional pada collaborative governance yang tersedia hanya mengatur mengenai kerja sama dalam penerimaanpajak dan retribusi daerah dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Bapenda Kota Bekasi dengan Bank Jawa Barat Banten (BJB) dan kerjasama dalam pengelolaan PBB (pendataan dan penagihan) antara Bapenda Kota Bekasi dengan Kecamatan yang berada di wilayah Kota Bekasi dalam bentuk Keputusan Wali Kota Bekasi.

4.Pada proses kolaborasi dialog tatap muka, belum optimal karena belum mengakomodir berbagai aspirasi dari masyarakat yang menghendaki adanya perbaikan pelayanan dasar terutama yang menyangkut kesehatan dan bantuan sosial saat pandemi berlangsung.

5.Pada proses kolaborasi membangun kepercayaan, telah dilaksanakan dengan baik, telah terjalin komunikasi secara berkesinambungan dan kesamaan tujuan antar stakeholders.

6.Pada proses kolaborasi pemahaman bersama, masih diperlukan perbaikan lebih lanjut karena belum tersedianya forum berjenjang yang dilaksanakan secara rutin dan belum optimalnya kegiatan sosialisasi relaksasi pemungutan PBB bagi wajib pajak terdampak COVID-19 yang dilakukan oleh aparatur Bapenda Kota Bekasi.

7.Pada proses kolaborasi komitmen bersama dalam collaborative governance-nya telah terjalin dengan baik dimana masing-masing stakeholders telah menjalankan perannya masing-masing sesuai tanggung jawabnya.

8.Pada proses kolaborasi hasil sementara adalah collaborative governance belum dilaksanakan dengan sepenuhnya. Aktor yang berasal dari pemerintah seperti Kecamatan dan Kelurahan proaktif dalam kolaborasinya sedangkan organisasi perangkat daerah lainnya pasif dan untuk aktor yang berasal dari luar pemerintah seperti swasta proaktif dalam kolaborasinya sedangkan untuk tokoh masyarakat belum begitu aktif dalam kolaborasinya.

 

Berdasarkan beberapa poin pentingdi atas, terdapat permasalahan yang paling banyak ditemui sehubungan dengancollaborative governance dalam relaksasi pemungutan PBB bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi belum berjalan dengan baik dan optimal, yaitu pada kondisi awal, kepemimpinan fasilitatif, desain institusional, proses kolaborasi tatap muka, proses kolaborasi pemahaman bersama dan proses kolaborasi hasil sementaranya. Sedangkan pada proses kolaborasi membangun kepercayaan dan proses kolaborasi komitmen terhadap proses telah berjalan dengan baik.

Sehubungan dengan penjelasan tersebut, maka keputusan atas preposisi yang telah diuji adalah sebagai berikut; collaborativegovernancedalamrelaksasipemungutanPBBbagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi akan optimal bila stakeholders mengimplementasikan seluruh dimensi yang ada (preposisi1).

 

Upaya yang Dapat Dilakukan Agar Collaborative Governance dalam Relaksasi Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Bagi Wajib Pajak Terdampak COVID-19 di Kota Bekasi Agar Dapat Berjalan dengan Baik dan Optimal

Collaborative governance sebagai proses kerja sama saling membutuhkan dan menguntungkan dimana melibatkan stakeholders swasta dan masyarakat sejak perencanaan hingga mencapai target kolaborasi (Irawan, 2017). Collaborative governance dihadirkan untuk mempermudah proses pelaksanaan relaksasi pemungutan PBB bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi agar dapat berjalan optimal. Namun, dalam implementasinya masih banyak terdapat kekurangannya seperti yang telah dijelaskan oleh penulis di atas tersebut.

Pada tahap kondisi awal terbentuknya collaborative governance, Pemerintah Kota Bekasi dalam hal ini adalah Bapenda Kota Bekasi sebagai pembuat kebijakan relaksasi pemungutan PBB bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi dapat memberikan pemahaman mengenai kemanfaatan dari membayar PBB yang kembali lagi ke masyarakat dalam berbagai bentuk pelayanan dasar dan pelayanan umum untuk publik, pembangunan sarana dan prasarana, kesejahteraan masyarakat, recovery kesehatan masyarakat terdampak COVID-19 dan sebagainya.

Adanya keterbatasan sumber daya manusia dan fasilitas yang terdapat pada stakeholders tokoh masyarakat dapat diberikan sosialisasi oleh aparatur Bapenda yang berada di UPTD Pajak dan Retribusi Daerah pada masing-masing Kecamatan di Kota Bekasi bersama dengan aparatur Kelurahan dan Kecamatan setempat termasuk juga diantaranya memberikan edukasi penggunaan media pembayaran PBB online (sistem POS PBB, mobile banking, tokopedia, shopee, dompet digital, gojek dan sebagainya), pembayaran offline melalui bank persepsi yang telah ditunjuk seperti BJB, BNI�46, BRI, Bank Mandiri atau melalui alfamart, indomaret dan Kantor POS.

Kemudian juga melakukan edukasi penggunaan aplikasi zoomeeting dan sebagainya serta memfasilitasi dengan upaya jemput bola melalui himbauan dan penagihan aktif seperti operasi sisir PBB langsung kepada masyarakat yang dilakukan dengan menggunakan mobil kas keliling dari bank persepsi. Bapenda Kota Bekasi sebagai leading sector pemungutan PBB di Kota Bekasi juga berperan dalam kepemimpinan fasilitatifnya sebagai mediator komunikasi antar stakeholders-nya.

Bapenda Kota Bekasi harus dapat membangun suatu hubungan kerja sama kolaborasi yang baik dengan organisasi perangkat daerah (OPD) lainnya yang juga menyelenggarakan pelayanan publik untuk turut serta mensukseskan relaksasi pemungutan PBB bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi serta melibatkan secara proaktif tokoh masyarakat, bank persepsi, media massa setempat.

Untuk dapat membangun suatu hubungan collaborative governance yang optimal perlu adanya desain institusional, dalam hal ini adalah tersedianya Memorandum of Understanding (MoU) atau Perjanjian Kerja Sama (PKS) antar stakeholders yang mengatur mengenai bagaimana bentuk kerja sama kolaborasinya, tugas dan fungsinya dari masing-masing stakeholders, insentif yang diberikan sehingga dapat terwujud collaborative governance dalam relaksasi pemungutan PBB bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi yang baik dan optimal.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis statistik dan deskriptif dengan pendekatan mixed method yang telah dilakukan di Kantor Badan Pendapatan Daerah Kota Bekasi, dapat disimpulkan sebagai berikut:

Collaborative governance dalam relaksasi pemungutan pajak bumi dan bangunan bagi wajib pajak terdampak Covid-19 di Kota belum berjalan dengan baik dan optimal, yaitu pada kondisi awal, kepemimpinan fasilitatif, desain institusional, proses kolaborasi tatap muka, proses kolaborasi pemahaman bersama dan proses kolaborasi hasil sementaranya. Sedangkan pada proses kolaborasi membangun kepercayaan dan proses kolaborasi komitmen terhadap proses telah berjalan dengan baik.

Upaya yang dapat dilakukan agar Collaborative governance dalam relaksasi pemungutan pajak bumi dan bangunan bagi wajib pajak terdampak Covid-19 di Kota belum berjalan dengan baik dan optimal, yaitu memberikan pemahaman mengenai manfaat pembayaran PBB yang kembali lagi ke masyarakat, melakukan sosialisasi melalui berbagai media pembayaran online dan offline, membangun kerja sama yang baik dengan stakeholders, membuat desain institusional yang mengatur kerja sama melalui Perjanjian Kerja Sama (PKS) antar stakeholders, melakukan dialog tatap muka secara berkesinambungan dengan melibatkan seluruh stakeholders, membuat forum komunikasi berjenjang serta melakukan monitoring dan evaluasi untuk memastikan pelaksanaan collaborative governance dalam relaksasi pemungutan PBB bagi wajib pajak terdampak COVID-19 di Kota Bekasi berjalan dengan baik dan optimal serta mencapai target penerimaan PBB yang ditetapkan.

 

BIBLIOGRAFI

 

Aeni, N. (2021). Pandemi covid-19: Dampak kesehatan, ekonomi, & sosial. Jurnal Litbang: Media Informasi Penelitian, Pengembangan Dan IPTEK, 17(1), 17�34.

 

Bolnick, B. (2004). Effectiveness and Economic Impact of Tax Incentives in SADC Regions. Technical Report submitted to USAID/RCSA.

 

Creswell., J.W. (2014). Penelitian Kualitatif & Desain Riset, Yogyakarta, Pustaka Pelajar

 

Donahue, Zeckhauser. (2011). Collaborative Governance: Provate Roles For Public Goals in turbulent times. New Jersey: Princenton University Press.

 

Indahsari, D. N., & Fitriandi, P. (2021). Pengaruh kebijakan insentif pajak di masa pandemi Covid-19 Terhadap penerimaan PPN. Jurnal Pajak Dan Keuangan Negara (PKN), 3(1), 24�36.

 

Irawan, D. (2017). Collaborative governance (studi deskriptif proses pemerintahan kolaboratif dalam pengendalian pencemaran udara di kota surabaya). Kebijakan Dan Manajemen Publik, 5(3), 1�12.

 

Kompas.com. 2021. Sri Mulyani Sebut Ekonomi Global Alami Kontraksi Terburuk dalam 150 Tahun Terakhir. Diakses dari Internet, https://money.kompas.com/read/2021/04/06/153706626/sri-mulyani-sebut-ekonomi-global-alami-kontraksi-terburuk-dalam-150-tahun.

 

Mulyati, D. 2021. Kinerja Fiskal: Penerimaan Pajak 2020 Minus 19,7%, Ini Datanya. https://news.ddtc.co.id/penerimaan-pajak-2020-minus-197-ini-data-lengkapnya-26766. Diakses dari internet.

 

Monoarfa, L., Karamoy, H., & Ilat, V. (2017). Analisis Tata Kelola Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Kabupaten Bolaang Mongondow. JURNAL RISET AKUNTANSI DAN AUDITING" GOODWILL", 8(1).

 

Muhandy, R. S., Rohmah, M. N., Yusuf, M., & Iribaram, S. (2021). POTRET PENERAPAN SOSIAL DISTANCING DALAM MEMUTUS RANTAI COVID-19. Jurnal Sosial Humaniora, 12(2), 128�140.

 

Rizqya, S. N. (2022). Dampak Kebijakan Publik Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Saat Krisis Pandemi COVID-19. Jurnal Politique, 2(1), 13�26.

 

Sugiyono, M. (2015). penelitian & pengembangan (Research and Development/R&D). Bandung: Penerbit Alfabeta.

Tashakkori, A., & Teddlie, C. (2003). Handbook of Mixed Methods in Social and Behavioral Research. Thousand Oaks: Sage.

Copyright holder:

Annysa Subagyo, Nurliah Nurdin, Ratri Istania, M. Raihan Geminirwana (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: