Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 6, June 2023

 

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK WARKOP DKI

 

Salsha Nabila Putri Mezofa, Jeane Neltje Saly

Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bentuk perlindungan hukum dari sebuah merek terdaftar yaitu Warkop DKI. Merek merupakan salah satu bentuk Hak Kekayaan Intelektual yang penting pada masa sekarang. Hak Kekayaan Intelektual pun bukan lah baru bagi masyarakat. Mengingat Hak Kekayaan Intelektual melindungi suatu nilai dari ilmu pengetahuan, seni, dan teknologi agar tidak dipakai tanpa izin oleh masyarakat. Metode penelitian ini menggunakan yuridis normatif, dimana dilakukan dengan cara pendekatan undang-undang terhadap masalah-masalah yang diteliti. Dari hasil penelitian ini membahas mengenai bagaiman bentuk perlindungan hukum terhadap hakikatnya sebuah merek. Perlindungan hukum yang terbagi atas represif dan preventif. Perlindungan merek yang dilakukan secara represif� yaitu mencegah terjadinya sengketa dengan cara mendaftarkannya kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), sebuah Lembaga negara yang berwenang untuk pendaftaran atas merek dan memberikan perlindungan selama 10 (sepuluh) tahun. Selain itu, perlindungan secara preventif, bila terjadinya sengketa dapat diselesaikan kepada Pengadilan Niaga.

 

Kata kunci: Hak Kekayan Intelektual, Hak Merek, Perlindungan Hukum.

 

Abstract

This study aims to examine the form of legal protection of a registered mark, namely Warkop DKI. Trademark is one form of Intellectual Property Rights that is important today. Intellectual Property Rights are not new to society. Bearing in mind that Intellectual Property Rights protect a value from science, art and technology so that it is not used without permission by the public. This research method uses normative juridical, which is carried out by means of a statutory approach to the problems studied. From the results of this study, it discusses the form of legal protection for the essence of a brand. Legal protection divided into repressive and preventive. Trademark protection is carried out repressively, namely preventing disputes by registering it with the Directorate General of Intellectual Property (DJKI), a state institution that is authorized to register trademarks and provides protection for 10 (ten) years. In addition, preventive protection, if a dispute occurs can be resolved to the Commercial Court.

 

Keywords: Intellectual Property, Brand Rights, Legal Protection.

 

Pendahuluan

Hak Kekayaan Intelektual sudah bukan merupakan hal yang baru bagi masyarakat, mengingat banyaknya ilmu pengetahuan, teknologi, dan juga seni yang dilindungi oleh Hak Kekayaan Intelektual. Kekayaan Intelektual ini lah yang menjaga suatu nilai pemakaiannya agar tidak dipakai tanpa izin oleh masyarakat umum. Merek merupakan salah satu dari Hak Kekayaan Intelektual. Merek diperlukan perlindungan hukum karena memiliki Kekayaan Intelektual yang terkandung nilai komersil bagi pemegang dari Hak Merek (Mamahit, 2013). Merek memiliki suatu sifat khusus untuk menggunakan sendiri mereknya atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakanannya yang diberikan oleh negara. Pemberian hak tersebut, harus melalui mekanisme pendaftaran, sehingga pendaftaran merek merupakan hal yang wajib oleh negara. Hak Merek baru mendapatkan pengakuan dan perlindungan oleh negara, maka pemilik harus mendaftarkan mereknya. Jika merek tidak didaftarkan, maka konsekuensinya adalah tidak mendapat perlindungan dari negara. Pendaftaran merek didaftarkan kepada Lembaga berwenang yaitu DJKI.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis diharapkan melindungi hakikatnya hak sebuah merek agar tidak dipakai sembarang tanpa seizin dari pemilik merek. Namun demikian pelaksanaannya, tujuan dari undang-undang tersebut belum sesuai dengan harapannya seperti kasus yang akan penulis teliti yaitu, pada September 2021 kemunculan sebuah trio grup lawak yang menamai diri mereka �Warkopi�, nama yang tidak asing seperti �Warkop DKI�. Lembaga Warkop DKI sebagai pemilik sah dari merek Warkop DKI tentunya tidak terima, karena tidak ada itikad baik untuk meminta izin terlebih dahulu atas penggunaan nama yang mirip (Nertivia et al., 2022).

Berbicara mengenai status kepemilikan merek dari Warkop DKI, Lembaga Warkop DKI telah mendaftarkannya kepada DJKI dan diklasifikasikan ke kelas 38 dan kelas 41 dengan dua Nomor merek yaitu JID2021077094 dan JID2021077093 yang didaftarkan pada tahun 2021 lalu (Lindsay, 2002). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016, merek memiliki masa berlaku yaitu selama 10 tahun, dan harus diperpanjangan guna mencegahnya sebuah plagiarisme atau pelanggaran merek (Rifai, 2016).

Sesuai Pasal 20 Huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis mengatur tentang merek yang tidak dapat didaftarkan ataupun ditolak karena beberapa alasan, yaitu; berkaitan dengan, sama dengan, atau hanya menyebut barang dari barang dan/atau jasa yang didaftarkannya (Disemadi & Mustamin, 2020).

Jika pemilik merek dari Warkop DKI ingin melayangkan gugatan kepada pengadilan niaga pun dapat dilakukan, sesuai dengan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yaitu dapat menuntut sebuah ganti rugi atau menghentikan aktivitas yang berkaitan dengan merek tersebut (Rifai, 2016).

Berdasarkan dari penjelasan di atas, penelitian ini akan mencari tentang Analisa bagimana perlindungan hukum merek Warkop DKI sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016.

�

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu dengan cara pendekatan dari segi perundang-undangan dengan cara meninjau terhadap masalah-masalah yang akan diteliti, serta melihat praktek yang sesungguhnya atas kenyataannya.

Sifat penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang melihat sesuai dengan masalah yang diajukan untuk dipergunakan sebagai penelitian, yaitu penelitian dilukiskan dan digambarkan secara sistematis akurat dan factual mengenai masal-masalah yang akan diteliti dengan fakta-faktanya:

Sumber yang akan digunakan dalam penelitian ini:

1.      Sumber data utama, yaitu menggunakan data sekunder, dimana data yang digunakan merupakan penelitian kepustakaan dan dilengkapi dengan data-data dari penelitian lapangan.

2.      Sumber data pendukung,� yaitu data primer yang diambil dari penelitan lapangan.

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Perlindungan Hukum Merek Warkop DKI

Merek memiliki pengaturannya di Indonesia yaitu, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Sesuai dengan Pasal 1 Angka 1 UU MIG mendefinisikan merek merupakan tanda atau pembeda yang dapat berupa gambar, logo, nama, dan laiinya untuk menjadi pembeda antara jasa dan barang yang telah diproduksi (Putri & Adli, 2021). Merek tidak hanya menjadi unsur pembeda, namun juga untuk memberi perkembangan pada perniagaan dan industri yang memberi keuntungan pada semua pihak (Kusuma & Sugama, 2020).

Sebelum berlakunya UU MIG sekarang, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek merupakan UU Merek yang terdahulu. Namun, masih terdapat kekurangan yang belum menyeluruh terkait perlindungan ekonomi baik secara local maupun nasional, sehingga perlunya amandemen untuk menutupi kekurangan dari UU Merek tersebut yaitu berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (Alamsyah et al., 2022).

Sistem pendaftaran merek mengenal 2 (dua) macam sistem yaitu:

1.      Sistem Deklaratif, sistem ini merupakan perlindungan mere katas bagi memakai mereknya lebih dahulu.

2.      Sistem Konstitutif, sistem ini merupakan perlindungan bagi yang mendaftarkan mereknya lebih dahulu, sistem ini juga disebut dengan first to file.

Pada mulanya Indonesia menganut sitem deklaratif, kemudian merubahnya ke sistem konstitutif dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek. Merek mendapatkan perlindungan hukumnya sejak didaftarkannya. Dalam sistem konsitituf ini, merek berhak dipegang bagi pendaftar merek. Pendaftaran tersebut mewajibkan agar para pemilik merek dapat mendaftarkan jika ingin mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum atas mereknya.

Merek wajib dipergunakan sesuai permintaan dari pendaftarnya ketika sudah didaftarkannya. Dalam Undang-Undang Merek, pemilik merek diwajibkan untuk bersikap jujur dalam penggunaannya, artinya untuk penggunaan mereknya harus sesuai dengan kelas barang dan jasa yang didaftarkannya. Jika merek tidak dipergunakan dengan semestinya atas kelas barang dan jasa yang sudah didaftrarkannya, maka konsekuensi yang didapat adalah pembatalan merek yang sudah didaftarkannya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Merek (Mamahit, 2013).

Pendaftaran merek bertujuan agar memperoleh sebuah perlindungan dan kepastian hukum untuk merek, pendaftar dilakukan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). DJKI merupakan instansi pemerintah untuk melakukan pendaftaran merek yang dimohonkan oleh pemilik merek (Semaun, 2016).

Pendaftaran merek tidak boleh bertentangan dengan moralitas, ideologi negara, peraturan perundang-undangan, kesusilaan, ketertiban umum, memiliki kesamaan dengan budaya tradisional, warisan tak benda, dan nama ataua logo yang sudah menjadi warisan turun menurun sesuai dengan Pasal 20, 21, dan 22 dalam UU MIG (Indonesia, 2016).

Dahulu peraturang mengenai merek di Indonesia pertama kali menggunakan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 Tentang Merek, kemudian berganti dengan Undang-Undang Nomo 19 Tahun 1992 Tentang Merek, kemudian berganti kembali dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, dan berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, dapat disimpulkan bahwa merek merupakan hal yang sangat penting untuk perkembangan kemajuan usaha dan ekonomi sehingan dibutuhkan proteksi untuk perlindungan merek tersendiri (Arifin & Iqbal, 2020).

Perlindungan hukum merek di Indonesia masih terdapat sengketa dan konflik yang belum dapat dihindari. Seperti kasus yang penulis amati pada penulisan ini, Warkop DKI merupakan merek sah dari pemilik mereknya yaitu Lembaga Warkop DKI yang sudah mendaftarkan ke DJKI pada tahun 2021 lalu dengan Nomor merek yaitu JID2021077094 dan JID2021077093 dan masuk ke kelas 38 dan kelas 41. Lembaga Warkop DKI mengalami kerugian karena penggunaan nama �Warkop� yang mirip dengan kemunculan grup trio lawak yaitu, Warkopi. Warkopi sudah tampil beberapa kali ke televisi nasional, mereka bahkan memiliki nama yang sama persis dengan anggota Warkop DKI. Melihat dari kejadian tersebut, Lembaga Warkop DKI selaku pemilik merek dan PT Falcon atas pemegang hak ekslusif merasa dirugikan karena membawa nama Warkop DKI tanpa seizin pihak-pihak yang terlibat.

Melihat kasus di atas, sudah jelas terdapat pelanggaran merek. Pelanggaran merek tersebut dikarenakan merek Warkop DKI telah jelas terdaftar dalam DJKI. Warkopi tidak meminta izin terhadap penggunaan nama dari Warkop. Kata-kata tersebut sudah terdaftar dalam DJKI sehingga dibutuhkan izin terlebih dahulu atas pemakaian Namanya untuk kepentingan komersial. Pihak Lembaga Warkop DKI bisa saja mengambil jalur hukum untuk mendapatkan ha katas kerugiannya dengan mengajukan gugatan ke pengadilan niaga (Assa, 2019). Perlindungan hukum ini memberikan perlindungan selama 10 (sepuluh) tahun sesuai dengan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016, perlindungan tersebut dimulai sejak tanggal penerimaan dari pendaftaran sebuah merek. Jangka waktu perlindungan tersebut dapat diperpanjang saat jangka waktu perlindungan merek sudah habis masanya (Jauhari & Apriani, 2022).

Analisis saya, seharusnya pihak Lembaga Warkop DKI dapat mempertimbangkan kerugiannya untuk mendapatkan perlindungan hukum seperti mengajukan gugatan ganti rugi, karena sesuai dengan Pasal 21 Ayat 1, persamaan pada pokoknya memiliki kemiripan pada unsur yang dominan antar merek satu dengan yang lain, baik cara mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur, mau pun bunyi ucapannya, pada kasus ini nama Warkopi dengan Warkop DKI terdengar dengan jelas sama pengucapannya (Wijaya, 2020). Hal ini merupakan tindakan perlindungan hukum secara represif, yang bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Pengadilan umum, seperti pengadilan niaga termasuk ke dalam kategori perlindungan hukum ini. Pada prinsipnya perlindungan hukum atas tindakan pemerintah bersumber pada perlindungan untuk melindungi hak-hak asasi manusia.

Gugatan diajukan agar mendapat ganti rugi atau penghentian dari semua aktivitas dengan penggunaan merek tersebut. Gugatan diajukan ke pengadilan niaga dengan disertai didentitas pemohon atau pemilik dari merek dengan lengkap. Bila diwakilkan, identitas dan alamat kuasa diisi secara lengkap. Selain itu, pemohon harus mencantumkan unsur warna, nama negar dan tanggal merek beserte uraian tentang kelas barang atau jasa sera label merek sebagai bukti pembayaran biaya (Kowel, 2017).

Adapun dalam ketentuan pidananya jika terjadinya pelanggaran merek, dalam pasal 100 ayat 2 UU MIG yaitu, orang tanpa hak mengunakan merek tanpa seizin dari pemilik merek yang sah dan memiliki persamaan pada merek yang terdaftar untuk diperdagangkan/diproduksi dapat dikenakan pidana penjara selama 4 (empat) dan denda paling banyak Rp 2.000.000.000 (dua miliar rupiah). Tindak pidana tersebut dapat terjadi jika adanya delik aduan dari pemilik merek (Telaumbanua, 2022).

 

Kesimpulan

Pada hakikatnya sebuah merek dilindungi oleh Hak Kekayaan Intelektual. Hak Kekayaan Intelektual ini lah yang melindungi agar tidak dipakai tanpa izin oleh masyarakat umum. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis memberikan perlindungan hukum bagi pemilik merek agar tidak dirugikan oleh pihak-pihak yang memakai mereknya tanpa izin.

Hak merek di Indonesia semula menganut sistem deklaratif, yaitu merek diakui ketika merek sudah dipakai terlebih dahulu. Lalu setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek berubah menganut sistem konstitutif. Sistem konstitutif, yaitu merek dapat diakui jika pemilik merek secara telebih dahulu sudah mendaftarkan mereknya atau yang lebih dikenal dengan konsep first to file.

Perlindungan hukum terdapat secara preventif dan represif. Pada konsepnya perlindungan hukum preventif, mencegah dan melindungi sebelum sengketa terjadi. Perlindungan yang diberikan selama 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan dari pendaftaran merek. Wujud dari perlindung preventif yaitu mendaftarkan merek kepada Lembaga berwenang seperti Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Selain itu, perlindungan secara represif dapat mengajukan gugatan ke pengadilan, yaitu pengadilan niaga.

Pada kasus yang peneliti amati, Lembaga Warkop DKI sebagai pemilik resmi dari merek Warkop DKI dapat mendapatkan perlindungan secara preventif, untuk mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga. Langkah tersebut dapat diambil mengingat Pihak Warkopi sudah tanpa izin muncul ke televisi nasional, dan mendapatkan keuntungan tanpa meminta izin kepada Lembaga Warkop DKI terlebih dahulu. Sudah jelas hal tersebut dapat merugikan Lembaga Warkop DKI.

Sesuai dengan Pasal 100 Ayat 2 UU MIG, Lembaga Warkop DKI pun dapat ganti rugi dari Warkopi sebesar Rp 2.000.000.000 (dua miliar rupiah) jika mengajukan tindak pidana yaitu adanya delik aduan.


 

BIBLIOGRAFI

 

Alamsyah, E., Oktobera, Y. A., & Susiswo, S. (2022). Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Merek Terdaftar Terhadap Pelanggaran Merek Menurut Ketentuan Hukum Merek Indonesia. Journal de Facto, 9(1), 18�30.

 

Arifin, Z., & Iqbal, M. (2020). Perlindungan Hukum Terhadap Merek Yang Terdaftar. Jurnal Ius Constituendum, 5(1), 47�65.

 

Assa, B. J. (2019). Pengaturan Penyelesaian Pelanggaran Merek Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis. LEX PRIVATUM, 7(2).

 

Disemadi, H. S., & Mustamin, W. (2020). Pembajakan Merek Dalam Tatanan Hukum Kekayaan Intelektual di Indonesia. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 6(1), 83�94.

 

Indonesia, P. R. (2016). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun.

 

Jauhari, M. R. R., & Apriani, R. (2022). Peran Serta Hukum Dalam Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Atas Penggunaan Logo Dari Internet Untuk Tujuan Komersial. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 8(16).

 

Kowel, F. H. (2017). Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Lisensi Merek di Indonesia. Lex et Societatis, 5(3).

 

Kusuma, I. A. S. D., & Sugama, I. D. G. D. (2020). Upaya Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Merek Terkenal. Jurnal Hukum Kertha Wicara, 9(3).

 

Lindsay, T. (2002). Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar, cetakan pertama. Bandung: PT Alumni.

 

Mamahit, J. (2013). Perlindungan Hukum Atas Merek Dalam Perdagangan Barang dan Jasa. Lex Privatum, 1(3).

 

Nertivia, N., Villa, O., Lingga, F. T. V, Patros, A., & Hutauruk, R. H. (2022). Polemik Warkopi vs. Warkop DKI: Apa Yang Salah? Journal of Judicial Review, 24(1), 149�164.

 

Putri, E. F. L., & Adli, M. (2021). Perlindungan Hukum Terhadap Merek Napocut Akibat Beredarnya Produk Tiruan (Suatu Penelitian di Kota Banda Aceh). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan, 5(3), 365�374.

 

Rifai, T. P. (2016). Kesiapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean. Fiat Justisia: Jurnal Ilmu Hukum, 10(4), 733�776.

 

Semaun, S. (2016). Perlindungan Hukum Terhadap Merek Perdagangan Barang dan Jasa. DIKTUM: Jurnal Syariah Dan Hukum, 14(1), 108�124.

 

Telaumbanua, S. (2022). Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelanggaran Merek Terdaftar �Lois� Yang Memiliki Persamaan Pada Pokoknya (Studi Putusan Nomor 138/Pid. B/2018/Pn. Pkl). Iuris Studia: Jurnal Kajian Hukum, 3(2), 51�61.

 

Wijaya, E. L. F. (2020). Perlindungan Hukum Konsumen Atas Kesamaan Bunyi Merek Terhadap Barang Yang Tidak Sejenis. JCH (Jurnal Cendekia Hukum), 5(2), 185�197.

 

Copyright holder:

Salsha Nabila Putri Mezofa, Jeane Neltje Saly (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: