Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.
6, Juni 2023
KINERJA
PROGRAM PENDIDIKAN DI KABUPATEN KEPULAUAN YAPEN PROVINSI PAPUA
Ibrahim
Kristofol Kendi
Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik (FISIP) UNCEN, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Kebijakan Otonomi Khusus Papua yang menjadi peluang untuk mengejar
ketertinggalan pembangunan sumber daya manusia belum mampu memberikan perubahan
khususnya persoalan pendidikan
di Tanah Papua khususnya di Kabupaten
Kepulauan Yapen Provinsi Papua. Metode
penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa persentasi Angka partisipasi Sekolah
penduduk suia 7-12 tahun yang ditargetkan 99,22% pemerintah daerah berhasil
merealisisikan 97,02% dan selisih sebesar 2,2%. Meskipun belum mencapai target,
tetapi angka tersebut tergolong kecil artinya pemerintah daerah cukup berhasil
membuka akses pendidikan bagi masyarakat untuk mengenyam pendidikan sekolah
dasar. Kesuksesan dalam mewudjudkan target Angka Partisipasi Sekolah penduduk usia
7-12 tahun dan 13-15 tidak diikuti oleh Angka Partisipasi penduduk usia 16-18
tahun. Pemerintah daerah menargetkan 94,65% yang berhasil tercapai adalah
84,27%, selisih 10,38%. Faktor rendahnya
angka partisipasi tersebut diakibatkan oleh minimnya infrastruktur pendidikan khususnya SMA yang
hanya terdapat di 3 distrik dari 14 distrik di Kabupaten Kepulauan Yapen.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah tingginya angka partisipasi sekolah
sangat ditentukan oleh tersedianya inftrastrukur yang ada. Pemerintah daerah
pelu menyiapkan infrastuktur pendidikan yang memadai khusus SMA di seluruh
distrik atau minimal distrik-distrik yang berdekatan.
Kata Kunci: kinerja program pendidikan; kabupaten kepulauan yapen
Abstract
Papua's Special Autonomy Policy, which is an opportunity to catch up with
human resource development, has not been able to provide changes, especially
education issues in the Land of Papua, especially in the Yapen
Islands District, Papua Province. This research method is descriptive
quantitative research. The results of this study showed that the percentage of
school enrollment rate for residents of 7-12 years targeted at 99.22% of local
governments succeeded in realizing 97.02% and a difference of 2.2%. Although it
has not yet reached the target, this number is relatively small, meaning that
the local government is quite successful in opening access to education for the
community to receive elementary school education. Success in achieving the
School Participation Rate target for residents aged 7-12 years and 13-15 years
was not followed by the Participation Rate of residents aged 16-18 years. The
local government targets 94.65% that has been achieved is 84.27%, a difference
of 10.38%. The low participation rate is caused by the lack of educational
infrastructure, especially high schools, which are only available in 3
districts out of 14 districts in Yapen Islands
Regency. The conclusion in this study is that the high school enrollment rate
is largely determined by the availability of existing infrastructure. The local
government has prepared adequate educational infrastructure specifically for
high schools in all districts or at least adjacent districts.
Keywords: Educational Program Performance; Yapen
Archipelago District
Pendahuluan
Ukuran
keberhasilan pendidikan di Indonesia merupakan usaha sadar yang relevan
ditinjau dari amanah konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bagsa, mendatangkan
kesejahteraan, membangun sebuah bangsa
yang bermartabat, kokoh dan
maju. ��
Kemajuan suatu daerah, ditentukan
melalui kualitas sumber daya yang dimiliki. Daerah yang memiliki sumber daya
manusia yang baik, akan mendukung kemajuan suatu daerah dari berbagai aspek.
Daerah yang memiliki sumber daya alam yang terbatas, tetapi memiliki sumber
daya manusia yang unggul pastilah akan berinovasi untuk kemajuan daerahnya.
Sebaliknya apabila suatu daerah memiliki sumber daya alam yang melimpah, tetapi
secara kualitas SDM-nya terbatas, maka sumber daya alam yang melimpah tersebut
tidak dapat dikelolah secara maksimal, bahkan dapat menimbulkan in-efisiensi
dan in-efektivitas (Kusumawati, 2022).
Rendahnya kualitas pendidikan
masyarakat akan menjadi salah satu penghambat bagi berkembangnya sebuah daerah,
mengingat penduduk merupakan sumber daya manusia yang potensial sebagai pelaku
aktif untuk menggerakkan pembangunan (Hakim, 2021). Kualitas pendidikan
masyarakat yang rendah, tidak memungkinkan untuk dapat menangkap pengetahuan,
informasi maupun teknologi baru. Tanpa diimbangi oleh kemampuan untuk menyerap
informasi baru yang berkembang dengan cepat maka kemampuan untuk melakukan
inovasi dalam memanfaatkan potensi yang tersedia di daerahnya akan menjadi
lambat.
Sementara untuk mengembangkan sebuah
daerah diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kapasitas yang cukup
memadai untuk menggerakkan pembangunan dan melakukan perubahan ke arah yang
lebih baik untuk dapat menciptakan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang
diharapkan (Lukman, 2021). Perlu dicatat pula bahwa
pendidikan yang diharapkan adalah pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan
lokal, dalam arti pendidikan yang sesuai dengan kondisi wilayah di kabupaten
ini.
Untuk mewujudkan SDM yang unggul,
pemerintah daerah melalui kebijakan otonomi daerah mendesain program-program
pendidikan yang sesuai dengan potensi dan karakteristik daerah masing-masing
yang tentunya merujuk pada agenda pendidikan nasional. Kebijakan Otonomi Khusus
Papua yang menjadi peluang untuk mengejar ketertinggalan pembangunan sumber
daya manusia belum mampu memberikan perubahan berarti, berbagai persoalan
pendidikan di Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua seperti penyelenggaraan
pendidikan di sekolah belum dapat memenuhi SPM pendidikan yang diharapkan,
pendidikan dasar dan menengah belum mampu memberikan pelayanan yang bermutu,
sarana prasarana dan fasilitas pendidikan di sekolah masih terbatas dan belum
memadai, terjadi kekurangan guru pegawai negeri di semua satuan pendidikan,
rendahnya mutu guru dan� kualitas proses
pembelajaran.
Rendahnya
daya saing sumber daya manusia
terkait dengan rendahnya kualitas pendidikan dan kurang meratanya sarana dan prasarana Pendidikan (Suncaka, 2023). Hal ini terlihat dari dari masih rendahnya partisipasi sekolah jenjang
SMP dan SMA, angka kelulusan SD dan SMP, angka mengulang SD yang cukup tinggi,
angka putus sekolah yang masih tinggi, angka melanjutkan SD ke SMP yang masih
rendah. Meskipun jika dilihat dari IPM Kabupaten Kepulauan Yapen sebesar 65,55
tahun 2015, sudah berada di atas IPM Provinsi Papua (58,05), tetapi masih di
bawah IPM nasional (70,18). Pada tahun 2015 usia harapan hidup penduduk di
Kabupaten Kepulauan Yapen mencapai 68,89, di atas usia harapan hidup penduduk
Provinsi Papua (65,12).
Partisipasi Angka partisipasi Sekolah
pun tidak merata, persentasi jumlah Angka Partisipasi Sekolah (APS) berdasarkan
data BPS Provinsi Papua tahun 2022 terdapat perbedaan antara penduduk yang
berdomesili di daerah perkotaan dan daerah pedesaan. Penduduk
berusia 7-13 tahun di daerah perkotaan 94,88% dan 78,94% di daerah pedesaan.
Penduduk berusia 13-15 tahun di kota 96% dan di pedesaan sebesar 75,22%, serta
penduduk berusia 16-18 tahun di daerah perkotaan sebesar 85,56%. di daerah
pedesaan 57,30%.
Rendahnya kualitas pendidikan
mengakibatka, angka kelulusan SD dan SMP rendah, Angka putus sekolah SMP belum
mencapai target, Angka melanjutkan SD ke SMP belum mencapai target, angka
mengulang SD tinggi, Partisipasi sekolah menengah (SMP dan SMA) rendah.
Meskipun demikian komitmen pemerintah dalam penyediaan dana pendidikan: APBN
(20%), APBD (20%), dan Otsus (30%), adanya standar pendidikan nasional, adanya
keinginan anak usia sekolah untuk belajar, adanya komitmen pemerintah kabupaten
untuk menyelenggarakan wajib belajar 12 tahun dan pendidikan gratis bagi siswa
SD sampai dengan SLTA.
Selain itu terbatasnya fasilitas
pelayanan pendidikan di daerah terisolasi akan menciptakan rendahnya tingkat
pendidikan masyarakat di daerah tersebut. Hal ini pada akhirnya akan
menyebabkan rendahnya kualitas sumber daya manusia masyarakat khususnya di
wilayah terisolasi karena keterbatasan akses jalan, sehingga tidak mampu
bersaing dengan penduduk di wilayah lain yang memiliki fasilitas pendidikan
yang lebih memadai. Ketidakmampuan bersaing tersebut akan berakibat pada
terbatasnya peluang dan kesempatan kerja yang dapat dimasuki oleh masyarakat
Kabupaten Kepulauan Yapen pada umumnya.
Oleh karena itu, dalam rangka
mengantisipasi hal tersebut dimana arus lalu lintas tenaga kerja asing berikut
barang dan jasa dari luar negeri semakin terbuka lebar, maka supaya masyarakat
Kabupaten Kepulauan Yapen tidak hanya sebagai penonton diperlukan
langkah-langkah antisipastif dalam rangka menyambut hal tersebut. Penyiapan
sumber daya manusia yang berdaya saing mutlak dilakukan dimana ketersediaan
sumber daya manusia yang berkualitas merupakan prasyarat guna mengantisipasi
hal tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk
memberikan rekomendasi akademik terkait skenario dalam mengantisipasi tingginya
angka buta aksara strategi menyediakan tenaga guru yang bermutu, pengadaan dan
pendistribusian sumber daya infrastruktur berupa bangunan sekolah dan sarana
prasarana pendidikan yang memadai terutama daerah-daerah terisolasi yakni enam
distrik yang belum terjangkau oleh pendidikan menengah atau SMA.
Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn
(1975) yang dikutip (Subarsono,
2012) menguraikan
lima variabel yang mempengaruhi
kinerja implementasi antara lain (1). Standart dan
sasaran kebijakan, (2). Sumber daya, (3). Komunikasi antarorganiasi dan
penguatan kapasitas (4) karakteristik agen pelaksana (5) kondisi sosial ekonomi dan politik.
Standart dan sasaran
kebijakan berkaitan dengan rangkaian ketentuan yang
menjadi pedoman dalam proses implementasi sedangkan sasaran kebijakan
menyangkut ketepatan implementasi dalam hubungannya dengan kelompok sasaran
atau suatu program dirancang untuk mengintervensi persoalan apa dan siapakah
yang akan menikmati program tersebut. Sumber daya berkaitan dengan sumber daya
finasial dalam membakeup implementasi dan SDM yang akan menjalankannya.
Hubungan antar organisasi menyoroti dukungan antar unit-unit implementasi
bahkan instansi lain yang diperlukan dalam pelaksanaan suatu program.
Karakteristik agen pelaksana berkaitan dengan
perangkat implementasi, norma-norma serta pola-pola hubungan yang terbangun
antar unit-unit pelaksana program. Kondisi sosial politik dan ekonomi mencakup
dukungan terhadap implementasi melalui ketersediaan aset-aset yang dapat serta
dukungan politik dari eksekutif dan legislatif dalam implementasi
kebijakan/program. Disposisi menyangkut respon implementor terhadap kebijakan
atau program yang akan diimplementasikan, kemampuan untuk memahami program dan
preferensi apa yang didapat dari implementasi program atau kebijakan.
Implementasi Kebijakan berkaitan dengan pelaksanaan keputusan-keputusan politik yang bersifat� formal berupa undang-undang, hukum dan regulasi. Menurut (Nugroho, 2014)�kebijakan formal adalah keputusan-keputusan yang dikodifilasikan secara tertulis dan disahkan atau diformalkan agar dapat berlaku. Implmentasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang.
Menurut (Prayitno,
2009) Menyebutkan
tujuan pendidikan diarahkan untuk mewujudkan tujuan
hidup manusia, yaitu hidup sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Selain
itu tujuan pendidikan mausia adalah mengarahkan manusia untuk bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa, menguasai dan memelihara alam tempat
tinggalnya dan terpenuhi hak-hak asasinya (Hakim,
2022).
Menurut Undang-
Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
bahwa pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan
masyarakat yang maju, adil dan makmur, serta memungkinkan para warganya
mengembangkan diri baik berkenaan dengan aspek jasmaniah
maupun rohaniah berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutkan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman (Awwaliyah
& Baharun, 2019). Sistem pendidikan nasional
adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara
terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (Ilham,
2019). Pendidikan dasar adalah jenjang
pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk Sekolah Dasar
(SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah
menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs),
atau bentuk lain yang sederajat.
Peraturan Pemerintah
Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar menyatakan
Pemerintah kab/kota wajib mengupayakan agar setiap warga negara Indonesia usia wajib belajar
mengikuti program wajib belajar 9 tahun.
Standar
Nasional Pendidikan (SNP) di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2022 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
Standar
Nasional Pendidikan adalah kriteria
minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Cakupan
SNP terdiri dari 8 (delapan) standar, yaitu: (1) standar kompetensi lulusan;
(2) standar isi; (3) standar proses; (4) standar penilaian pendidikan; (5) standar
tenaga kependidikan; (6) standar sarana dan prasarana;
(7) standar pengelolaan;
dan (8) standar pembiayaan.
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur
dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan
tinggi, meliputi SD/MI/sederajat, SMP/MTs/sederajat, SMA/MA/sederajat, dan
Perguruan Tinggi, (Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Tahun 2022).
Kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai
tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, visi
dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis, (Moeheriono
& Si, 2012). Secara
teknis Rammler dan Brache (Supriyadi
& Zaharuddin, 2023) menyatakan
kinerja organisasi merupakan pencapaian hasil, (outcome) pada level atau unit analisis organisasi. Kinerja pada
level organisasi ini terkait
dengan tujuan organiasai, rancangan organisasi dan menejemen organisasi.
Pada prinsipnya terdapat tiga aspek didalam istilah pendidikan yang saling mengisi yaitu usaha sadar dan terencana, memengaruhi atau menciptakan lingkungan yang menunjang pembelajaran, perubahan dan kemampuan diri, (Modouw, 2013).
Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, kinerja program pendidikan adalah
kemampuan dinas dan lembaga teknis pendidikan baik sistem, sumber daya manusia,
insftastuktur pendidikan dan sarana prasarana, kepemimpinan komitmen birokrasi
secara struktural dan fungsional dalam menghasilkan kualitas lulusan dalam
satuan pendidikan tertentu sesuai standart kualitas yang ditentukan.
Metode Penelitian
Metode penelitian
ini adalah metode penelitian kuantitatif deskriptif, (statistik deskriptif). Sumber data penelitian ini berupa data-data sekunder yakni data statistik. Teknik pengumpulan
data dengan, studi pustaka. Populasi berupa data-data statistik
yang berkaitan dengan
program pendidikan dasar
dan pendidikan menengah
yang disajikan oleh Badan Pusat Statistik
Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua.� Teknik analisa melalui pendekatan statistik deskriptif yaitu mendeskripsikan dan meringkas data yang telah dikumpulkan dalam bentuk sederhana berupa diagram untuk mudah dipahami.
Hasil Dan
Pembahasan
a)
Angka Partisipasi Sekolah (APS)
Angka Partisipasi Sekolah (APS) adalah proporsi
penduduk pada kelompok umur jenjang pendidikan tertentu yang masih bersekolah
terhadap penduduk pada kelompok umur tersebut, atau sebagai acuan dalam melihat
kesempatan bagi penduduk dalam menikmati
fasilitas pendidikan pada bagi penduduk yang berusia sekolah. Data mengenai angka partisipasi sekolah Kabupaten
Kepulaua Yapen tahun 2022 datampilkan dalam grafik sebagai berikut:
Gambar 1
Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Kabupaten
Kepulauan Yapen Papua Tahun 2022
������ Sumber : BPS
Kab. Kepulauan Yapen Tahun 2022 (diolah)
Data diatas menunjukan bahwa terdapat 2,98% penduduk
yang berusia 7-12 tahun, 9,18%, penduduk usia 13-15 tahun dan 15,73% penduduk
yang berusia 16-18% tidak mengenyam. Persentase tersebut meskipun dibawah 20%
tetapi perlu diantisipasi untuk menekan tingginya angka buta aksara.
Program-program pendidikan luar sekolah yang sesuai dengan kebutuhan kelompok tersebut merupakan solusi lain yang perlu dipertimbangkan.
b) Angka
Partisipasi Murni (APM)
Angka Partisipasi Murni (APM) adalah proporsi
penduduk pada kelompok umur jenjang pendidikan tertentu yang masih bersekolah
pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan kelompok umurnya terhadap
penduduk pada kelompok umur tersebut (Putra & Putra, 2019). Data terkait Angka
Partisipasi Murni pendudukan Kabupaten Kepulaan Yapen disajikan pada diagram dibawah ini.
Gambar 2
Angka Partisipasi Murni (APM) Penduduk Kabupaten
�Kepulauan
Yapen Papua Tahun 2022
��������� Sumber : BPS
Kab. Kepulauan Yapen Tahun 2022 (diolah)
Data diatas menunjukan bahwa 4,24% penduduk tidak
mengenyam pendidikan SD, 38,01% tidak mengenyam pendidikan SMP dan 40,68% tidak
mengenyam pendidikan SMA. Angka partipasi murni penduduk di dearah tersebut
cukup memprihantinkan, terutama pendidikan SMP dan SMA. Rendahnya Angka
Partisipasi Murni (APM) tersebut berbanding lurus dengan terbatasnya akses dan
sarana pendidikan terutama distrik-distrik terjauh. Berdasarkan data statistik
tahun 2020, dari 14 distrik yang ada, 13 diantaranya belum
memiliki sarana pendidikan yang memadai terutama sarana pendidikan SMA.
Jumlah SD sebanyak 121
dan tersebar di semua distrik, 2 Madrasah dan 1 MTs. SMP tersebar di 13 distrik
dan Distrik Kepulauan Yerui tidak ada SMP. Sekolah-sekolah berbasis agama islam
terkonsentrasi di Distrik Yapen Selatan karena penduduk yang beragama islam
pada umumnya berdomesili di Distrik tersebut. Jumlah SMA tersebar di 3 distrik,
Yapen Timur, Yapen Barat, dan Distrik Poom masing-masing 1, dan 6 lainya di
terdapat di Distrik Yapen Selatan Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Yapen.
c) Angka
Partisipasi Kasar (APK)
Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah proporsi anak sekolah pada suatu jenjang tertentu
dalam kelompok usia yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. Data
mengenai Angka Partisipasi Kasar
(APK) Kabupaten Kepulauan Yapen disajikan sebagai berikut:
Gambar 3
Angka Partisipasi Kasar
(APK) Penduduk Kabupaten
Kepulauan Yapen Papua Tahun
2022
������������ Sumber :
BPS Kab. Kepulauan Yapen Tahun 2022 (diolah)
Terdapat 11,01% penduduk
yang tidak berusia 7-12 tahun mengenyam pendidikan SD, 12,01 yang tidak berusia
13-15 tahun yang mengenyam pendidikan SMP dan 8,09 penduduk yang tidak berusia 16-18 tahun yang mengenyam pendidikan SMA. Ada dua hal yang mempengaruhi kondisi
tersebut, pertama penduduk baik usia SD, SMP dan SMA telah melampaui
batas usia sekolah karena tidak berpindah kelas atau tidak perpindah dari
jenjang pendidikan tertentu ke jenjang pendidikan berikutnya, kedua
perpindahan seseorang dari kelas atau jenjang pendidikan tertentu ke jenjang
pendidikan berikutnya terlalu cepat.
Meningkatnya Angka Partisipasi Kasar (APK) yang
diakibatkan oleh kondisi pertama pada satuan pendidikan masing-masing,
membutuhkan guru yang berkualitas, metode mengajar
yang tepat serta bantuan alat peraga
(Neolaka, 2020). Sementara peserta didik
yang berbindah dari jenjang pendidikan tertentu ke jenjang pendidikan
berikutnya terlalu cepat, program aksekerasi dengan standart nasional perlu diadakan agar mengakomodir potensi siswa berprestasi.
d) Capaian Kinerja
Berdasarkan RPJMD
Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun tahun 2018-2022, Angka Partisipasi Sekolah
(APS) penduduk usia 7-13 tahun ditergetkan 99, 22%, usia 13-15 tahun 85, 43%,
dan usia 16-18 tahun ditergetkan 84, 85%.
Gambar 4
Capaian Kinerja Angka Partisipasi Sekolah (APS)
Penduduk Kabupaten Kepulauan Yapen Papua Tahun 2022
������ Sumber : BPS dan RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2022
Data pada diatas menunjukan bahwa pemerintah daerah
belum mencapai target APS penduduk berusia 7-12 tahun atau mines 2,2%. Meskipun
demikian, angka tersebut cukup kecil, artinya pemerintah daerah cukup berhasil
meningkatkan APS dan menekan angka buta aksara. Hal ini didukung oleh jumlah SD
yang telah tersedia di 14 distrik Kabupaten Kepulauan Yapen.
Target Angka Partisipasi Sekolah (APS) penduduk usia 13-15
tahun ditargetkan� 83,43%
dan terealisasi 91,83% naik 3,4%. Kinerja program pendidikan dasar yang
digalang oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Yapen cukup berhasil.
Dukungan terhadap keberhasilan tersebut adalah ketersediaan infrastruktur
pendidikan SMP di 13 distrik kecuali
Distrik Kepulauan Yerui.
Khusus Angka Partisipasi
Sekolah (APS) penduduk usia 16-18 tahun ditargetkan
94,65% dan selisih 10,38%. Angka tersebut cukup tinggi, minimnya infrastruktur
pendidikan khususnya SMA yang hanya terdapat di 3 distrik dan 6 lainnya berada
di Distrik Yapen Selatan Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Yapen. Selain itu akses
dan sarana transportasi yang menghubungkan masyarakat di distrik-distrik
terisolir seperti distrik Yerui, Pantura, Teluk Ampimoi, Raimbawi, Pulau
Kurudu, Kepulauan Ambai, Kosiwo, Wonawa dan Windesi sangat terbatas.
Satu-satunya sarana transportasi melayani masyarakat adalah motor tempel dan kapal perintis
dan membutuhkan waktu berhari-hari dan tergantung cuaca di laut. Distrik
Angkaisera Yawakukat dan Woniwon adalah distrik yang saling berdekatan atau 2
distrik hasil pemekaran dari Distrik Angkaisera. Masyarakat yang bermukim di 3
distrik tersebut telah terlayani dengan hadirnya salah satu sekolah kejuruan
yaitu SMK Negeri 1 Agrobisnis dan Agroteknologi Serui yang terletak
di Kampung Kainui II Distrik
Angkaisera.
Kesimpulan
Meningkatkanya angka partisipasi sekolah dipengaruhi
oleh tersedianya sarana infrastruktur pendidikan yang ada. Persentasi Angka
Partisipasi Sekolah Penduduk Usia 7-12 Tahun dan 13-15 tahun hampir mencapau
target dan melampaui target karena didukung oleh tersedianya sekolah SD dan SMP
yang telah tersebar di semua distrik kecuali distrik Kepulauan
Yerui yang tidak terdapat sekolah SMP. Angka partipasi murni penduduk di dearah Kabupaten Kepulauan Yapen tersebut cukup
memprihantinkan, terutama pendidikan SMP dan SMA. Rendahnya Angka Partisipasi
Murni (APM) diakibatkan oleh rendahnya pendapatan keluarga, sulitnya akses transportasi dan mahalnya biaya pendidikan. Ada dua hal yang mempengaruhi jumlah Angka
Partisipasi Kasar (APK) pertama
penduduk baik usia SD, SMP dan SMA telah melampaui batas usia sekolah karena
tidak berpindah kelas atau tidak perpindah dari jenjang pendidikan tertentu ke
jenjang pendidikan berikutnya, kedua
perpindahan seseorang dari kelas atau jenjang pendidikan tertentu
ke jenjang pendidikan berikutnya terlalu cepat.
Awwaliyah, Robiatul, & Baharun, Hasan. (2019).
Pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional (Telaah epistemologi terhadap
problematika pendidikan Islam). JURNAL ILMIAH DIDAKTIKA: Media Ilmiah
Pendidikan Dan Pengajaran, 19(1), 34�49.
Hakim,
Arif Rohman. (2021). Pengaruh Kompetensi Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama
Islam dalam Mengelola Pembelajaran terhadap Motivasi Belajar Siswa. Matriks:
Jurnal Sosial Dan Sains, 2(2), 58�69.
Hakim,
Arif Rohman. (2022). Islamic Religious Education Strategy in Instilling
Character Moral Values in Adolescents. International Journal of Social
Health, 1(2), 64�68.
Ilham,
Dodi. (2019). Menggagas pendidikan nilai dalam sistem pendidikan nasional. Didaktika:
Jurnal Kependidikan, 8(3), 109�122.
Kusumawati,
Erna. (2022). Peningkatan Mutu Sekolah Dasar Negeri Melalui Implementasi Total
Quality Management. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 7(11),
16404�16414.
Lukman,
Andi Ismail. (2021). Pemberdayaan Masyarakat melalui Pendidikan Nonformal di
PKBM Tiara Dezzy Samarinda. DIKLUS: Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, 5(2),
180�190.
Modouw,
James. (2013). Pendidikan dan peradaban Papua: suatu tinjauan kritis
transformasi sosial. Bajawa Press.
Moeheriono,
Edi, & Si, Dr M. (2012). Pengukuran kinerja berbasis kompetensi. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Neolaka,
Melkisedek Noh Bernabas Cervesius. (2020). Pendidikan Dasar di Daerah
Perbatasan: Potret dan Upaya Peningkatan Kualitasnya. Inteligensia Media.
Nugroho,
Riant. (2014). Public Policy: Teori, Manajemen, Dinamika, Analisis,
Konvergensi, dan Kimia Kebijakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Prayitno,
H. (2009). Dasar teori dan praksis pendidikan. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Putra,
Yudha Perdana, & Putra, Yulindo Mandala. (2019). Faktor-Faktor yang
mempengaruhi angka partisipasi perguruan tinggi pada 32 provinsi di Indonesia
tahun 2013-2016. Jurnal Anggaran Dan Keuangan Negara Indonesia (AKURASI),
1(1), 20.
Subarsono, A. G. (2012). Analisis
kebijakan publik: konsep, teori dan aplikasi.
Suncaka,
Eko. (2023). MENINJAU PERMASALAHAN RENDAHNYA KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA. UNISAN
JURNAL, 2(3), 36�49.
Supriyadi,
S. T. P., & Zaharuddin, S. E. (2023). EVALUASI KINERJA ORGANISASI. Manajemen
& Evaluasi Kinerja Organisasi: Implementasi Pada Pendidikan Anak Usia Dini,
1.
Copyright holder: Ibrahim Kristofol Kendi (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |