Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 6, Juni 2023
DESENTRALISASI
ADMINISTRATIF UNTUK MEWUJUDKAN PELAYANAN PUBLIK DAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN
YANG BAIK
Zulkenedi, Aldri Frinaldi, Lince Magriasti
Prodi Magister Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas
Negeri Padang
Email: zsyakusa2018@gmail.com, [email protected], [email protected]
Abstrak
Desentralisasi merupakan elemen
penting dalam meningkatkan kemampuan pemerintah daerah untuk memberikan
pelayanan publik yang lebih efektif dan responsif kepada publik. Karena
pelayanan publik merupakan salah satu variabel yang menjadi ukuran keberhasilan
pelaksanaan otonomi daerah. Secara umum, desentralisasi dibedakan atas tiga bentuk
yaitu: desentralisasi Politik, Desentralisasi Administrasi dan Desentralisasi
Fiskal. Good Governance adalah bagian dari pembahasan tentang
administrasi publik. Administrasi publik saat ini bergeser dari model
admonistrasi publik tradisional dan New Public Management (NPM) menuju
ke model Citizen Centered Governance atau bisa disebut sebagai the
New Public Service. Penelitian ini dibuat dengan menggunakan metode
penelitian literatur review yang mana memberikan output terhadap data yang ada,
serta penjabaran dari suatu penemuan sehingga dapat dijadikan suatu contoh
untuk kajian penelitian dalam menyusun atau membuat pembahasan yang jelas dari
isi masalah yang akan diteliti. Bersamaan dengan semakin besarnya fungsi
desentralisasi tersebut kewenangan pengelolaan keuangan pun makin besar.
Disinilah kemudian pemerinta daerah memiliki kewenangan untuk dapat
mengumpulkan Pnedapatan Asli daerah (PAD).
Kata Kunci: Desentralisasi Administratif, Public Service, Good
Governance.
Abstract
Decentralization
is an important element in improving the ability of local governments to
provide more effective and responsive public services to the public. Because
public services are one of the variables that measure the success of regional
autonomy implementation. In general, decentralization is divided into three
forms, namely: Political decentralization, Administrative Decentralization and
Fiscal Decentralization. Good Governance is part of the discussion of public
administration. Public administration is currently shifting from the
traditional public administration model and New Public Management (NPM) to the
Citizen Centered Governance model or can be referred to as the New Public
Service. This research is made using the literature review
research method which provides output to existing data, as well as the
elaboration of a finding so that it can be used as an example for research
studies in compiling or making a clear discussion of the content of the problem
to be studied. Along with the greater function of decentralization, the
authority of financial management is also getting bigger. This is where the
regional government then has the authority to be able to collect regional
Original Revenue (PAD).�
Keywords: Administrative
Decentralization, Public Service, Good Governance.
Pendahuluan
Menurut badan otonom PBB, UNDP, desentralisasi merujuk pada restrukturisasi
atau reorganisasi wewenang sehingga ada sebuah sistem tanggung jawab bersama antara
institusi pemerintah pada tingkat pusat dan daerah menurut prinsip
subsidiaritas, sehingga bisa meningkatkan keseluruhan kualitas dan keefektifan
sistem pemerintahan dan juga meningkatkan wewenang dan kapasitas daerah (Noor, 2012). Sedangkan menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2014
desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat
kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi (Wijayanti, 2016).
Secara umum, desentralisasi dibedakan atas tiga bentuk yaitu:
desentralisasi Politik, Desentralisasi Administrasi dan Desentralisasi Fiskal (Sabilla & Kirana
Jaya, 2014). Desentralisasi Administrasi dimaknai sebagai atribusi
otoritas pengambilan keputusan untuk tingkat pemerintahan yang lebih rendah
sehubungan dengan kebijakan publik dan pemberian layanan publik (Kurniawan, 2010). Umumnya terminologi desentralisasi administrasi dikenal
dengan istilah seperti Dekonsentrasi, Delegasi dan Devolusi (Pradana, 2019).
Menurut Litvack (1993) bahwa
fungsi utama dari Desentralisasi Administrasi adalah untuk meningkatkan
kapasitas local government dalam memberikan pelayanan publik yang
berkualitas dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan meningkatkan
kesejahteraan local people. Desentralisasi administratif dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tercermin pada adanya pembagian urusan antara
pemerintah pusat dan daerah yang pada akhirnya menyebabkan munculnya urusan
wajib dan urusan pilihan dari suatu pemerintahan daerah (Joniarta et al., 2019).
Dalam hal ini Kepmen No. 20 Tahun 2021 pelayanan publik adalah kegiatan
atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atau
barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara
Pelayanan Publik (Susetiyo &
Iftitah, 2021). Oleh karena itu, adanya desentralisasi menjadi
konsekuensi dari otonomi daerah, menjadikan pemerintah daerah memiliki
kewenangan yang sedemikian besar (Ismail, 2020). Namun demikian, pemerintah daerah juga dihadapkan
dengan persoalan tuntutan dari masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan (Fitriani, 2018). Tuntutan masyarakat ini terhadap pelayanan yang
diberikan pemerintah, tidak hanya dilihat dari aspek kuantitas, melainkan pula
aspek kualitas (Fanggidae & Nyong,
2016). Aspek kualitas pelayanan sebagai bentuk isu sentral
yang kini terkemuka di berbagai daerah (Sari & Radjikan,
2015). Kualitas pelayanan berhubungan erat dengan pelayanan
yang sistematis dan komprehensif, yang lebih dikenal dengan konsep pelayanan
prima (Nurlia, 2019).
Good Governance adalah bagian
dari pembahasan tentang administrasi public (Zuliah & Pulungan,
2020). Administrasi publik saat ini bergeser dari model
admonistrasi publik tradisional dan New Public Management (NPM) menuju
ke model Citizen Centered Governance atau bisa disebut sebagai the
New Public Service (Widnyani,
2017). Sejalan
dengan itu, model the New Public Service mendasar kepada teori
demokratis dimana kepentingan publik merupakan hasil dialog di antara para
pemangku kepentingan, pemerintah yang melayani masyarakat, serta pencapaian
sasaran kebijakan melalui pembangunan kondisi antara publik, non-profit dan
lembaga swasta. Dengan demikian, pada dasarnya New Public Service inilah
yang dinamakan dengan good governance.
Permasalahan utama yang diteliti dan dibahasa dalam artikel ini adalah
bagaimana dengan Desentralisasi terhadap implementasi pelayanan publik agar
terwujudnya tata kelola pemerintah yang baik bagi masyarakat, sehingga
aktor-aktor yang meliputi Sumberdaya Manusia (SDM), Fasilitas dan struktur
birokrasi pelaksana.
Metode
Penelitian
Penelitian ini
dibuat dengan menggunakan metode penelitian literatur review yang mana
memberikan output terhadap data yang ada, serta penjabaran dari suatu penemuan
sehingga dapat dijadikan suatu contoh untuk kajian penelitian dalam menyusun
atau membuat pembahasan yang jelas dari isi masalah yang akan diteliti. Penulis
mencari data atau bahan literatur dari jurnal atau artikel dan juga referensi
dari buku sehingga dapat dijadikan suatu landasan yang kuat dalam isi atau
pembahasan (Andriani, 2022).
Hasil dan Pembahasan
����������� Keberhasilan pemerintah daerah dinilai
dan didukung oleh masyarakat serta pelaku bisnis atau stakeholder dari
kualitas pelayanannya. Menurut Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1988;14)
kualitas pelayanan (service quality) ditentukan oleh lima faktor, yaitu:
1. Penampilan (tangibles) yaitu kualitas ppelayanan
berupa sarana fisik kantor, komputerisasi administrasi, ruang tunggu, tempat
informasi dan sebagainya.
2.
Kehandalan
(reliabilityi) yaitu kemampuan dan keandalan dalam menyediakan pelayanan
yang terpercaya.
3.
Daya
tanggap (responsiveness) yaitu kesanggupan untuk membantu dan
menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat serta tanggap terhadap keinginan
konsumen.
4.
Jaminan
(assurance) yaitu kemampuan, keramahan dan sopan santun dalam meyakinkan
konsumen.
5. Kepedulian (emphaty) yaitu sikap tegas tetapi
ramah dalam memberikan pelayanan kepada konsumen (Keban, 2008) (Lino, 2016).
Relevan dengan desentralisasi/otonomi daerah maka pelayanan yang diberikan
oleh pemerintah harus diorentasikan kepada pelayanan publik yang prima. Menurut
Tjiptono (1998) service excellence atau pelayanan prima adalah
suatu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan/masyarakat secara
memuaskan. Adapun yang menjadi konsep pelayanan publik yang strategis yaitu:
1. Persepsi pemerintah daerah dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
2.
Standar
pelayanan minimum (SPM) yang aspiratif, akomodatif dan transparan.
3.
Mekanisme
kontrol secara normatif dari masyarakat terhadap performa pelayanan yang
diberikan dapat menjadi umpan balik (feedback) bagi peningkatan
pelayanan di masa depan.
4.
Kepemimpinan
(leadership) dalam setiap institusi pelayanan publik di daerah.
5.
Reformasi
perilaku birokrasi pemerintah daerah dalam membuat kebijakan dan interaksi
pelaksanaan pelayanan publik.
6.
Penerapan
konsep seamless government (struktur pemerintahan yang ringkas) dan strategic
human resources management.
7. Community involvement dalam memberikan informasi, mengoreksi dan mengevaluasi
pelaksanaan pelayanan publik.
Pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah sebagai penyelenggara di bidang
pelayanan publik hingga saat ini berjalan dengan baik di sebagian besar daerah
di Indonesia. Hal ini salah satunya dikarenakan dalam pelaksanaannya pemerintah
daerah berpegang dengan apa saja yang telah diatur dalam UU No. 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik.
Pelayanan publik melalui mekanisme desentralisasi yang dilakukan oleh
pemerintah daerah menurut asas-asas maupun ketentuan yang tercantum dalam UU
No. 25 Tahun 2009 dapat dipahami sebagai berikut:
1.
Apabila
dalam menjalankan pelayanan publik, apartur pemerintah berpegangan dengan
asas-asas maupun ketentuan dalam UU pelayanan publik, maka yang terjadi adalah
pelayanan publik yang efektif, efesien dan akuntabel.
2.
Apabila
pelaksanaan pelayanan publik tidak sesuai dengan asas-asas dan ketentuan dalam
UU pelayanan publik, maka akan terjadi peluang-peluang penyimpangan
penyalahgunaan wewenang dan tindakan sewenang-wenanng yang dapat merugikan
masyarakat banyak dan berdampak kepada kualitas pelayanan publik.
3.
Ketentuan-ketentuan
yang ada dalam UU pelayanan publik, meskipun telah dilaksanakan dengan
asas-asas dan tujuan yang baik, ternyata masih memberikan peluang negatif bagi
aparatur penyelenggara pelayanan publik. Misalnya: kewenangan diskresi yang
dilakukan aparatur pemerintah merupakan hal positif demi pelaksanaan pelayanan
publik yang efektif, efesien dan akuntabel, akan tetapi juga dapat memberikan
peluang bagi aparatur pemerintah daerah untuk dapat melakukan penyimpangan
terhadap kewenangan itu
Good governance seolah terlah menjadi penguasa terhadap berbagai
penyelesaian yang di hadapi di Indonesia. Pada tingkat nasional, banyak sekali
suara terutama dari kalangan lembaga swadaya mmasyarakat yang meneriakkan
prinsip-prinsip seperti transparansi, akuntabilitas, partisipasi dan fairness
yang tidak lain adalah prinsip pelaksanaan good governance.
Undang-Undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 telah mengantarkan Indonesia
memasuki proses pemerintahan desentralisasi setelah lebih dari 30 tahun berada
di bawah rezim orde baru yang serba sentralistis. Implementasi kedua
Undang-Undang tersebut menjadi momentum perpindahan pengawasan, sumber daya
fiskal, otonomi politik dan tanggung jawab pelayanan publik dari pemerintah
pusat keppada pemerintah daerah.
Semangat desentralisasi yang utama adalah pemutusan rantai birokrasi
pengambilan keputusan agar terjadi peningkatan kualitas pada pelayanan publik.
Sementara itu di lain pihak, secara administrasi, telah terjadi aliran dana
dari pemerintah pusat ke Pemerintah daerah dalam jumlah yang besar untuk
menjadikan otonomi daerah berjalan. Bersamaan dengan semakin besarnya fungsi
desentralisasi tersebut kewenangan pengelolaan keuangan pun makin besar.
Disinilah kemudian pemerinta daerah memiliki kewenangan untuk dapat
mengumpulkan Pnedapatan Asli daerah (PAD). Adanya pajak dan sejumlah retribusi
daerah yang dapat dikeleksi oleh Pemerintah Daerah adalah penyumbang terhadap
jumlah PAD ini (anita wahyuni, 2018).
Desentralisasi bukan sekedar memindahkan sistem politik dan ekonomi yang
lama dari pusat ke daerah, tetapi pemindahan tersebut harus disertai oleh
perubahan kultural menuju arah yang lebih demokratis dan beradab. Melalui
desentralisasi diharapkan akan meningkatkan peluang masyarakat untuk
berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan yang terkait dengan masalah
sosial, politik, ekonomi. Hal ini sangatlah dimungkinkan karena lokus
pengambilan keputusan menjadi lebih dekat dengan masyarakat.
Melalui proses ini maka desentralisasi diharapkan akan mampu meningkatkan
penegakan hukum, meningkatkan efesiensi dan efektivitas pemerintah dan
sekaligus meningkatkan daya tanggap, transparansi dan akuntabilitas pemerintah
daerah. Beberapa pengalaman empirik memang telah membuktikan bahwa
desentralisasi tidak selalu berbanding lurus dengan terwujudnya good
governance. Keberhasilan beberapa pemerintah daerah dalam membangun kinerja
pelayanan publiknya hingga saat ini masih bisa dihiyung dengan jari. Namun demikian,
pilihan untuk kembali ke arah sentralisasi tentunya bukanlah pilihan yang
bijaksana dan hanya akan bersifat kontraproduktif belaka.
Maka dari itu, diperlukannya komitmen yang kuat, proses pembelajaran yang
terus menerus serta kesabaran kolektif dari segenap pemangku kepentingan baik
di pusat maupun di daerah.
Kesimpulan
Perspektif new public service dan good
governance dianggap paling tepat untuk kondisi sekarang dalam mengatasi
masalah-masalah pelayanan publik di Indonesia. Hal itu didukung oleh situasi
politik yang lebih demokratis dan keterbukaan pemerintah. maka dalam rangka menumbuhkan semangat pemerintah
daerah untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja mamajemen pemerintahan
daerah, guna meningkatkan kualitas pelayanan publik maka sebagian pemerintah
daerah telah mengambil langkah-langkah positif didalam menetapkan kebijakan
peningkatan kualitas pelayanan publik berdasarkan prinsip-prinsip good
governance. Paradigma good governance
menjadi relevan dan menjiwai kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah
yang diarahkan untuk meningkatkan kinerja manajemen pemerintahan, yakni
mengubah sikap mental, perilaku aparat penyelenggara pelayanan serta membangun
kepedulian dan komitmen pimpinan daerah dan aparatnya untuk memperbaiki dan
meningkatkan pelayanan publik yang berkualitas.
BIBLIOGRAFI
Andriani, W. (2022). Penggunaan Metode Sistematik Literatur
Review dalam Penelitian Ilmu Sosiologi. Jurnal PTK Dan Pendidikan, 7(2).
https://doi.org/https://dx.doi.org/10.18592/ptk.v7i2.5632
anita wahyuni. (2018). Desentralisasi sebagai Wujud
Implementasi Good Governance
https://www.kompasiana.com/anitawahyuni/5c093091bde5752717405463/desentralisasi-sebagai-wujud-implementasi-good-governance.
Kompasiana.com
Fanggidae, F., & Nyong, F. (2016). Tingkat Kepuasan
Masyarakat Terhadap Pelayanan Perijinan Pemerintah Kota Kupang. Jurnal
Inovasi Kebijakan, 1(1), 18�30.
Fitriani, D. R. (2018). Mewujudkan Good Governance melalui
Pelayanan Publik dalam Era Otonomi Daerah. WEDANA: Jurnal Kajian
Pemerintahan, Politik Dan Birokrasi, 3(1), 324�330.
Ismail, G. (2020). Implementasi Otonomi Daerah dalam
Penanganan Pandemi Covid-19. Jurnal Lemhannas RI, 8(3), 190�205.
Joniarta, I. W., Sucitawathi P, I. G. A. A. D., Soares, I.,
& Suderana, W. (2019). Studi Implementasi Kebijakan Desentralisasi
Administratif Di Municipio Dili Timor-Leste. Politika: Jurnal Ilmu Politik,
10(1), 40. https://doi.org/10.14710/politika.10.1.2019.40-56
Keban, Y. T. (2008). Enam Dimensi Strategis Administrasi
Publik: Konsep, Teori, dan Isu, Edisi Kedua. Cetakan Pertama. Yogyakarta:
Penerbit Gaya Media.
Kurniawan, A. (2010). Kebijakan dan Isu Kesehatan dalam
Konteks Otonomi Daerah. Kanun Jurnal Ilmu Hukum, 12(2), 430�474.
Lino, M. M. (2016). Desentralisasi Dan Pelayanan Publik Di
Indonesia. Administrasi Publik, 16(1).
Litvack, J. I., & Bodart, C. (1993). User fees plus
quality equals improved access to health care: results of a field experiment in
Cameroon. Social Science & Medicine, 37(3), 369�383.
Noor, M. (2012). Memahami Desentralisasi Indonesia (UNDP).
Nurlia, N. (2019). Pengaruh Struktur Organisasi terhadap
Pengukuran Kualitas Pelayanan. Meraja Journal, 2(2), 51�66.
Pradana, I. P. Y. B. (2019). Mengukur Kinerja Desentralisasi
Administrasi Di Kota Kupang. Natapraja, 7(2), 203�216.
https://doi.org/10.21831/jnp.v7i2.26725
Sabilla, K., & Kirana Jaya, W. (2014). Pengaruh
Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Per Kapita Regional Di
Indonesia. In Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan (Vol. 15, Issue 1).
Sari, N., & Radjikan, R. (2015). Hubungan Antara Kualitas
Aparatur Dengan Kualitas Pelayanan. JPAP: Jurnal Penelitian Administrasi
Publik, 1(01).
Susetiyo, W., & Iftitah, A. (2021). Peranan dan
Tanggungjawab Pemerintah dalam Pelayanan Kesehatan Pasca Berlakunya UU Cipta
Kerja. Jurnal Supremasi, 92�106.
https://doi.org/10.35457/supremasi.v11i2.1648
Tjiptono, T. W. (1998). The current status of Kartini
research reactor.
Widnyani, I. A. P. S. (2017). Pergeseran Paradigma
Administrasi Publik dalam Pelayanan Publik. SINTESA (Jurnal Ilmu Sosial Dan
Ilmu Politik), 8(2), 93�102.
Wijayanti, S. N. (2016). Hubungan antara pusat dan daerah
dalam negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014. Jurnal Media Hukum, 23(2), 186�199.
Zuliah, A., & Pulungan, M. A. (2020). Pelayanan Publik
dalam Kajian Hukum Administrasi Negara dan Hak Asasi Manusia. Law Jurnal,
1(1), 32�42.
Copyright holder: Zulkenedi, Aldri Frinaldi, Lince Magriasti (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |