Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 ���������e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 6, Juni 2023

 

MENUJU MONITORING DAN EVALUASI PARTISIPATIF PROGRAM PEMBINAAN UMKM BERBASIS KEWILAYAHAN YANG TERPADU

 

Rachmad Utomo, Kuwat Slamet, Sulfan, Mohammed Lintang Theodikta, Angga Sukma Dhaniswara

Akuntansi, Politeknik Keuangan Negara STAN, Indonesia

Direktorat Jenderal Pajak, Indonesia

E-mail: [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kolaborasi antara Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah dalam rangka program pembinaan UMKM di satu wilayah serta menemukan tahap yang perlu dikolaborasikan lebih lanjut agar program pembinaan UMKM menjadi tepat sasaran. Penelitian ini mengambil latar sosial di KPP Pratama Pancoran selaku Instansi Pemerintah Pusat yang menginisiasi kolaborasi dengan Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Jakarta Selatan selaku Instansi Pemerintah Daerah. Hasil penelitian menunjukkan jika para pemangku kepentingan menyadari keterbatasan kekuatan dan sumber daya pada masing-masing pihak untuk menjalankan kepentingannya, maka muncul saling ketergantungan satu sama lain dalam mengatasi masalah melalui kesepakatan dan langkah kolektif. Monitoring dan evaluasi partisipatif merupakan tahapan yang perlu dikolaborasikan lebih lanjut oleh setiap unit kerja instansi pemerintah tersebut. Jika sebuah unit kerja instansi pemerintah tidak memiliki mandat tertulis, memiliki keterbatasan keahlian yang bersifat langsung dan melekat dalam urusan mendorong pertumbuhan ekonomi mikro-kecil di wilayah kerjanya, maka diperlukan monitoring dan evaluasi partisipatif agar program pembinaan UMKM menjadi lebih tepat sasaran.

 

Kata kunci: kolaborasi, monitoring, evaluasi, partisipasi.

 

Abstract

This study aims to describe the collaboration between Central Government and Regional Agencies in the context of the MSMEs development program in one area and to find the stages that need to have further collaborated so that the MSMEs development program is right on target. This research takes a social setting at KPP Pratama Pancoran as the Central Government Agency which initiates collaboration with The South Jakarta Small and Medium Business Cooperative Trade Industry Office as a Regional Government Agency. The results of the study show that if the stakeholders are aware of the limitations of the strengths and resources of each party to carry out their interests, then they appear to depend on each other to overcome problems through collective agreements and steps. Meanwhile, participatory monitoring and evaluation is a stage that needs to be further collaborated by each government work unit. If a government work unit does not have a written mandate or limited expertise that is direct and inherent in the business of encouraging micro-small economic growth in its working area, participatory monitoring and evaluation are needed so that the MSMEs development program is more targeted.

 

Keywords: collaboration, monitoring, evaluation, participation.

 

Pendahuluan

Bappenas (2021) mengemukakan beragam kegiatan pembinaan UMKM yang telah dilakukan pada tahun 2020 di 22 kementerian/lembaga (K/L) telah menghabiskan total anggaran mencapai Rp4,38 triliun dan pada tahun 2021 di 28 K/L telah mencapai Rp4,41 triliun. Namun demikian, Bappenas menilai dampaknya bagi ekonomi nasional belum tepat sasaran karena dari 99% pelaku ekonomi nasional yang diperankan oleh UMKM pada kenyataannya hanya 57 persen dari mereka yang berkontribusi terhadap PDB (Masriansyah, 2020). Menyadari kondisi tersebut pemerintah melalui PP 115 Tahun 2021 memutakhirkan rencana kerja dan strategi pembangunan nasional tahun 2022 (Utami & SH, 2022). Salah satu strategi pembangunan nasional tahun 2022 menyebutkan UMKM perlu ditingkatkan perannya dalam ekonomi nasional melalui pembinaan yang terpadu lintas sektoral, antar K/L pusat dan daerah (Sungkono, 2022). Pembinaan yang terpadu dimulai dengan kesadaran kolektif para pemangku kepentingan menjalin keterikatan, keterkaitan bersinergi, melalui kolaborasi yang kuat dilandasi visi dan misi yang jelas (Soesilo, 2016). Kolaborasi perlu dilakukan termasuk membangun sarana data yang valid di Indonesia sehingga memudahkan seluruh K/L menjalankan pembinaan yang tepat sasaran (Hamka et al., 2022). Amin (2020) menambahkan selain mencegah ketidaktepatan sasaran, pola pembinaan yang kolaboratif akan menstimulasi penyerapan skema insentif yang ada dalam UU Cipta Kerja oleh UMKM.

Tim Nasional Percepatan Penanggulan Kemiskinan atau TNP2K (2021) merilis data bahwa sebaran UMKM di Indonesia yang belum memperoleh kesempatan pembinaan di setiap wilayah kabupaten kota menjadi tantangan tersendiri bagi setiap satuan kerja dalam mengkoordinasi kegiatan dimaksud. Dari fenomena tersebut, tampak bahwa keterpaduan yang ditunjukkan dengan adanya jaringan kerja sama antarinstansi pemerintah dalam tugas fungsi pokok masing-masing yang berbeda pada satu wilayah untuk menyelesaikan persoalan UMKM menjadi aspek yang esensial. Gant (2006) menyebutnya dengan istilah interagency collaboration. Sedangkan Ansell dan Gash (2008) menggunakan istilah collaborative governance. Walaupun terdapat perbedaan penamaan istilah namun pada prinsipnya tidak ada kolaborasi tanpa unsur partisipasi. Kedua pandangan ahli tersebut memiliki kesamaan bahwa prinsip kolaborasi akan berfungsi optimal ketika setiap unit satuan kerja pemerintah memiliki kapasitas dan kekuatan mendorong partisipasi berbagai pihak di luar mereka secara kolektif dalam menyelesaikan masalah social (Febriyanti, 2020). Sebagaimana lazimnya sirkulasi setiap tahap dari program yang dikolaborasikan, maka rangkaian tahap pembinaan UMKM yang kolaboratif akan dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi yang seluruhnya mengandung unsur partisipasi. Dari sudut pandang teoretis, maka program pembinaan UMKM yang kolaboratif perlu disertai tahapan monitoring dan evaluasi partisipatif.

�Dari uraian di atas tergambarkan: pertama, adanya kesenjangan antara harapan dengan kenyataan dalam kolaborasi pembinaan UMKM antar K/L; dan kedua, adanya kesenjangan antara praktik pembinaan UMKM yang telah dilakukan dengan pandangan prinsip kolaborasi. Untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya yang terjadi, maka peneliti merumuskan masalah (1) bagaimanakah kolaborasi antara instansi pemerintah pusat dan daerah dalam program pembinaan UMKM di satu wilayah? (2) dimanakah tahap yang perlu dikolaborasikan lebih lanjut agar program pembinaan UMKM menjadi tepat sasaran? Berawal dari dua pertanyaan inilah yang mendorong peneliti menggali lebih jauh simbol dan makna kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah. Penelitian ini mengambil latar sosial di KPP Pratama Pancoran (KPP Pancoran).

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran sengaja dipilih karena (1) telah berhasil menyelenggarakan pembinaan UMKM berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah yang diwakili Suku Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Jakarta Selatan (Dinas PPKUKM); dan (2) mampu menyelenggarakan sebanyak empat kali kegiatan pembinaan UMKM selama tahun 2022 (melebihi target wajib minimal dua kali dalam satu tahun anggaran sesuai SE-13/PJ/2018). Pendekatan kualitatif telah dilaksanakan untuk mendeskripsikan lebih mendalam dari perspektif subjek selaku inisiator kolaborasi (KPP Pratama Pancoran). Metode pengumpulan data dengan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan kepada lima aktor kunci, antara lain Kepala Seksi Pelayanan dan empat pejabat Fungsional Penyuluh Pajak KPP Pratama Pancoran. Observasi dilakukan dengan cara mengamati pola kolaborasi yang telah dilakukan oleh KPP Pratama Pancoran. Dokumen yang memperlihatkan bukti otentik ragam tahapan penyelenggaraan acara pembinaan UMKM yang relevan juga telah diteliti untuk memperkuat temuan serta memperkaya hasil. Alat analisis menggunakan model Spradley (2016), yakni analisis: domain, taksonomi, komponensial, dan tema.

 

Monitoring dan Evaluasi Partisipatif

Monitoring dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebut memonitor atau memantau. Adapun evaluasi dalam KKBI disebutkan sebagai menilai. Casley dan Kumar (1987) pemantauan merupakan aktivitas mengumpulkan data secara terus-menerus dengan indikator tertentu, mengintervensi program saat pelaksanaan agar pengalokasian sumber daya efisien dan cara implementasinya efektif mengarah pada tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi merupakan aktivitas menilai desain, implementasi, hasil dan dampak dari program terhadap kelompok sasaran sebagai penerima manfaat yang terjadi pasca pelaksanaan. Di negara yang menjunjung tinggi demokrasi menuntut pemerintah perlu mendorong partisipasi aktif dari penerima manfaat dalam monitoring dan evaluasi.

Rajalathi, et. al (2005) menjelaskan manfaat dari monitoring dan evaluasi partisipatif: (1) untuk memastikan bahwa program pembinaan UMKM mampu responsif menyerap kebutuhan sesungguhnya dari kelompok masyarakat sasaran atau penerima manfaat yang dituju; (2) untuk memberdayakan kelompok masyarakat sasaran atau penerima manfaat memperkuat program yang disediakan K/L dan mengawal akuntabilitas, dan transparansi yang lebih baik; dan (3) untuk menentukan dampak yang direncanakan juga dampak yang tidak diinginkan pada kelompok masyarakat sasaran atau penerima manfaat dan pemangku kepentingan yang terlibat dari perspektifnya masing-masing.

 

Hasil dan Pembahasan

Selama tahun 2022 KPP Pratama Pancoran telah melakukan sebanyak empat kali kegiatan pembinaan UMKM di wilayah Kecamatan Pancoran melalui beragam metode daring dan luring menyesuaikan kondisi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) selama masa pandemi. UMKM yang menjadi kelompok sasaran diutamakan yang masih berada di kluster mikro dan kecil. Misi yang dilakukan berkisar pada tema perluasan pasar, diversifikasi produk dan pencatatan laporan keuangan. Materi disampaikan dengan cara mengundang mentor, yakni para pelaku usaha yang telah sukses untuk berbagi pengalaman sekaligus memberi tanggapan langsung atas isu keseharian yang dihadapi UMKM. Perluasan pasar ditujukan untuk mendorong UMKM merespon pandemi tidak menjadi penghalang justru sebaliknya sebagai peluang pasar dengan cara mendayagunakan media sosial merangkul calon konsumen lebih luas dan mendorong penjualan daring. Melalui media sosial UMKM diharapkan akan secara alamiah berinteraksi terhadap wawasan perkembangan produk yang sedang diminati oleh konsumen. Pola ini diharapkan melahirkan keberanian kreativitas UMKM mendiversifikasi produknya. Pencatatan laporan keuangan dilatih oleh akademisi Politeknik Keuangan Negara (PKN) STAN agar UMKM cakap mendokumentasikan transaksinya, menilai keberhasilan perkembangan usahanya dan mencegah dari kebangkrutan. Di setiap tema pendampingan, KPP Pratama Pancoran menyelipkan materi perpajakan seperti Program Pengungkapan Sukarela, Kewajiban Pajak Penghasilan (PPh), dan insentif untuk UMKM sesuai Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

UMKM yang diundang dalam kegiatan tersebut merupakan hasil kesepakatan antara KPP Pratama Pancoran dengan Dinas PPKUKM. KPP Pratama Pancoran menyadari tidak mudah menemukan UMKM yang bersedia memenuhi undangan ke kantor pajak. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Seksi Pelayanan, bagi sebagian besar UMKM beranggapan berurusan dengan kantor pajak sama halnya dengan serta merta timbulnya kewajiban membayar pajak dan mereka khawatir mengurangi pendapatan mereka. Butuh waktu dan strategi pendekatan khusus demi menyadarkan mereka tentang pajak serta perlu dimulai dari manfaat apa yang telah mereka rasakan selama ini. Di sisi berbeda, Dinas PPKUKM yang salah satu tupoksinya dalam Pergub DKI Nomor 148 Tahun 2019 adalah membina, memberdayakan, dan mengembangkan koperasi, usaha kecil, dan menengah.

Dinas PPKUKM mewadahi UMKM di wilayah DKI ke dalam Jakpreneur (Jakarta Entrepreneur). Jakprenuer merupakan sebuah komunitas sosial nonorganik dibentuk sebagai kelompok UMKM binaan Pemda DKI yang bertujuan memudahkan koordinasi dan supervisi program pembinaan. Melalui Jakpreneur inilah Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI secara berjenjang sampai pada tingkat Kecamatan di Suku Dinas PPKUKM melaksanakan tupoksi pembinaan UMKM. Setiap UMKM diwajibkan terlebih dahulu mendaftarkan diri pada situs jakpreneur.jakarta.go.id untuk menjadi anggota Jakpreneur bila ingin mendapatkan berbagai fasilitas pembinaan dari Pemprov DKI.

Jakpreneur berkolaborasi dengan beberapa sektor privat seperti perbankan, penyedia marketplace, layanan jasa pengantaran, juga K/L seperti Bank Indonesia, OJK, dan Kemendiknas. Hingga tulisan ini disusun, lebih dari 327 ribu UMKM di DKI telah terdaftar menjadi anggota Jakpreneur. Menyadari ikatan sosial yang erat antara UMKM dengan Pemerintah Daerah DKI ini, maka KPP Pratama Pancoran melakukan konsolidasi misi dan visi untuk mendapat dukungan berupa pengiriman UMKM untuk hadir di kegiatan pembinaan. Gayung bersambut, tak sekedar mengirimkan UMKM, dukungan promosi kesadaran pajak juga dilakukan oleh pejabat dari tingkat Kecamatan hingga Kelurahan di wilayah Pancoran tentang pentingnya kepatuhan pajak UMKM. Mereka menyuarakan bahwa setiap kegiatan pembinaan dibiayai dari uang pajak. Di luar kegiatan pembinaan, di setiap kantor kelurahan difasilitasi pojok pajak menjelang pelaporan SPT Tahunan. Dampak manfaat dari pojok pajak ini KPP Pratama Pancoran berhasil mencapai angka kepatuhan pelaporan SPT Tahunan 100 persen di awal bulan Maret 2022.

Dialog perencanaan berjalan dengan mulus hal ini disebabkan sejalan dengan isu strategi Dinas PPKUKM yang tertuang dalam Renstra 2017-2022. Dalam renstra tersebut pemerintah daerah memiliki tugas untuk urusan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif berkelanjutan, menciptakan pekerjaan yang layak bagi setiap warga dengan menjalin kolaborasi di dalam dan luar negeri. Kolaborasi diinstruksikan agar timbul perluasan akses pasar bagi UMKM dan sekaligus mengatasi kertebatasan fasilitas dari setiap dinas yang ada di Pemprov DKI. Menariknya, renstra ini juga menyebutkan strategi sinkronisasi lintas K/L agar terjadi harmonisasi pembinaan UMKM seperti apa yang diformalkan dalam renstra Kemenkop UKM dan Kemendag.

Pada tahapan perencanaan, KPP Pratama Pancoran mendapatkan manfaat pemetaan kebutuhan tema pembinaan dan jaminan terpenuhinya kuota peserta. Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi UMKM diperlukan peta kebutuhan dengan cara menanyakan langsung kepada pelakunya. Kendala yang dihadapi oleh KPP Pancoran dimulai dari sikap keengganan UMKM berurusan dengan kantor pajak. Sikap antipati ini juga menambah sulit penyusunan daftar peserta yang akan diundang dalam acara pembinaan. Rencana tema dan kelompok sasaran pembinaan terselesaikan dengan adanya kolaborasi dengan Sudin PPKUKM Kecamatan Pancoran. Dialog perencanaan yang melibatkan perwakilan Jakprenuer menghasilkan pilihan tema dan nominasi calon peserta pembinaan. Keputusan yang dihasilkan memudahkan KPP Pratama Pancoran mencari lebih lanjut narasumber yang akan mengisi acara, meningkatkan efisiensi sumber daya dan efektif merancang aspek teknis di internalnya.

Pada tahapan pelaksanaan, KPP Pratama Pancoran mendapatkan manfaat penyebarluasan undangan, promosi kesadaran pajak dan terciptanya suasana psikologis yang kondusif. Jakpreneur menjadi media yang efektif dan efisien menyebarluaskan informasi kegiatan pembinaan ke seluruh calon peserta pembinaan. Kehadiran pejabat Dinas PPKUKM tidak sekedar memberi sambutan seremonial, mereka menyempatkan diri meminta UMKM secara langsung dan khusus pentingnya kepatuhan pajak yang dikaitkan dengan manfaat yang telah dinikmati dalam bentuk kegiatan pembinaan UMKM di KPP Pratama Pancoran. Promosi kepatuhan ini disampaikan di atas podium saat acara pembinaan. Adanya ikatan emosional kesamaan profesi dan wilayah sesama UMKM dengan Dinas PPKUKM yang dianggap sebagai pembinanya telah membantu terciptanya dasar-dasar kontrak sosial kepatuhan pajak. Penginformasian kantor pajak sebagai unit pemerintah yang ikut peduli kepada UMKM membantu mencairkan sikap antipati yang selama ini terjadi. Situasi ini semakin menguntungkan KPP Pratama Pancoran dalam merangkai pelaksanaan kegiatan pembinaan yang bersamai pendaftaran NPWP baru.

Dari sisi Dinas PPKUKM, kolaborasi ini telah membantu mereka mengatasi keterbatasan: anggaran, SDM dan sarana pembinaan. KPP Pratama Pancoran mengerahkan pegawainya sebagai panitia pelaksana, menyediakan fasilitas ruangan dan membiayai seluruh pengeluaran yang timbul dari acara tersebut. Perbedaan mulai muncul ketika tahap monitoring dan evaluasi pembinaan UMKM. Persyaratan peserta masih belum dikaitkan dengan aspek historis dan transparansi akses. KPP Pratama Pancoran tidak menetapkan syarat dan ketentuan bagi setiap peserta yang akan ikut dalam acara pembinaan. Berbeda dengan Dinas PPKUKM yang mensyaratkan keanggotan di Jakprenuer sebelum diikutsertakan dalam acara. Salah satu syarat yang diwajibkan adalah mengisi data kependudukan lengkap sebagaimana yang tertera dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga. Data tersebut akan dimanfaatkan untuk menjamin keterbukaan jumlah frekuensi historis pembinaan yang telah diberikan dan dimanfaatkan oleh setiap UMKM dan mencegah sedini mungkin ketidaksetaraan akses pembinaan. KPP Pratama Pancoran melaksanakan survei kepuasan namun lebih pada seluk-beluk fungsi penyelenggaraan dari perspektif akuntabilitas kedinasan. Survei responden bertujuan menilai acara yang ditujukan demi peningkatan mutu penyelenggaraan namun belum pada dampak kebermanfataan. Persyaratan peserta, data historis saling terkait ketika digunakan untuk menilai dampak kebermanfaatan. KPP Pratama Pancoran belum melakukan survei perubahan perilaku UMKM atau penerima manfaat yang telah diberikan pasca pembinaan. Pemprov DKI melalui Dinas Komunikasi Informatika Statistik secara rutin menerbitkan hasil survei dari seluruh kegiatan pembinaan yang telah dilaksanakan setiap tahunnya, berisi antara lain: tingkat kepuasan terhadap materi pembinaan, frekuensi pembinaan yang telah diikuti, dan jenis tema pembinaan yang meningkatkan pendapatan. Menanggapi hal tersebut, para informan merujuk kembali pada SE-13/PJ/2018, pengawasan kepada UMKM (pasca pembinaan) dalam perspektif mereka ada dalam ranah tujuan kepatuhan pajak. Pasca pembinaan tersebut, fungsi pengawasan dikembalikan pada Seksi Pengawasan untuk mengolah data UMKM yang telah menjadi wajib pajak. Ketika UMKM belum memiliki NPWP saat acara berlangsung, maka akan diarahkan agar bersedia mendaftarkan diri terlebih dahulu. Dalam acara pembinaan ini, tidak ada penerbitan NPWP secara jabatan. Hal ini juga dipengaruhi oleh ketiadaan data omzet dan menjaga suasana kondusif dengan UMKM mikro-kecil. Lebih lanjut, Kepala Seksi Pelayanan menegaskan fungsi pembinaan UMKM diakui antimainstream, karena tupoksi utama DJP adalah menghimpun penerimaan melalui peningkatan kepatuhan pajak formal dan material.

Pada aspek pengembangan usaha, misi kegiatan pembinaan UMKM lebih pada menyebarluaskan akses edukasi tanpa syarat kepersertaan dan batasan wilayah. Seperti diketahui bersama pembagian wilayah kerja antara Pemkot Jakarta Selatan dengan Kantor Wilayah (Kanwil) DJP berbeda, terdapat dua Kanwil DJP di Jakarta Selatan). UMKM di Jakarta Selatan bisa berasal dari di luar wilayah kerja KPP Pratama Pancoran. Pertimbangan inilah yang mendorong KPP Pratama Pancoran menggencarkan misi perluasan akses dan distribusi materi pembinaan bagi UMKM. Dari kalkulasi potensi pajak, diakui baru akan terlihat dalam jangka panjang. Banyak faktor yang memengaruhi kesuksesan wirausaha pasca pembinaan dan kesemuanya di luar kendali KPP Pancoran. Pertimbangan rasional ekonomi juga dikemukakan dengan adanya batasan omzet sampai dengan Rp500 juta belum dikenai pajak sesuai UU HPP. Harapannya bila tiba saatnya (mencapai lebih dari batasan omzet) UMKM akan tergerak kesadarannya untuk membayar pajak. KPP Pratama Pancoran tidak memiliki SDM yang menguasai praktik evaluasi dan pengetahuan dalam mengaitkan antara pembinaan dengan dampak manfaatnya bagi UMKM.

Setiap pejabat K/L bekerja dalam struktur yang memiliki karakteristik urusan, diferensiasi, kompetensi khusus yang mengakibatkan terjadinya batas dan pembeda wewenang, tanggung jawab antarinstansi (Heady, 2006). Mereka secara hierarki bertindak sesuai aturan tertulis, melangkah berdasarkan SOP yang ditetapkan oleh atasannya. Pembahasan di atas menunjukkan bahwa kolaborasi yang berhasil diinisiasi oleh KPP Pratama Pancoran dipicu dari kesadaran akan keterbatasan sumber daya dan pengetahuan, kepekaan terhadap kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki pihak lain (Dinas PPKUKM) di wilayahnya yang memiliki kesamaan misi visi dalam pembinaan UMKM. KPP Pratama Pancoran mengawalinya dengan menjalin komunikasi terbuka untuk meraih kesepahaman mengelola isu sosial dan ekonomi masyarakat yang dihadapi bersama. Isu sosial mengetengahkan masih rendahnya akses dan distribusi edukasi bagi masyarakat berpenghasilan rendah di kalangan UMKM mikro-kecil. Isu sosial ini membawa dampak ketidakberdayaan mereka mengubah pola berjualan di masa pandemi yang ditandai menurunnya pendapatan usaha. Menentukan peta masalah diperlukan kesepakatan antara pemangku kepentingan yang mengenal dekat UMKM. Kesepakatan dengan Dinas PPKUKM memperlancar pertemuan dengan Jakpreneur selaku wakil komunitas UMKM yang menguasai data peta kebutuhan di wilayahnya. Proses pengidentifikasikan masalah dan tema kebutuhan terselesaikan sesuai harapan. Perencanaan partisipatif memudahkan terjadinya komitmen peran masing-masing pihak untuk menyukseskan kegiatan pembinaan UMKM. Simbol saling menguntungkan dikonkritkan ketika pelaksanaan acara, sesuai kesepakatan KPP Pratama Pancoran berkontribusi pada aspek pendanaan, pencarian narasumber dan panitia penyelenggara sedangkan Dinas PPKUKM memilah dan memilih calon peserta, menyebarluaskan undangan, menggerakkan UMKM ke lokasi acara dan mempromosikan kesadaran pajak. Kolaborasi ini telah berhasil sampai pada intermediate outcomes (Ansel, 2007) atau dampak kesuksesan awal atau dampak sederhana yang ditandai dengan para pemangku kepentingan berhasil melaksanakan kegiatan kolektif secara efisien dan efektif, namun belum sampai pada dampak menengah. Kolaborasi berdampak menengah atau lanjutan ditandai ketika ada peristiwa: UMKM atau Jakpreneur diberikan ruang atau media untuk merespon kecocokan materi dengan persoalan yang dihadapi di keseharian mereka, menunjuk atau meminta kesediaan UMKM atau Jakpreneur menjadi panitia penyelenggara yang bertugas memastikan penyamaan data undangan peserta dengan data historis peserta pembinaan, mengadakan FGD atau rapat evaluasi seluruh pihak menentukan indikator dampak perubahan dan tingkat pemanfaatan pasca pembinaan.

Peristiwa di atas belum terjadi di KPP Pratama Pancoran. Inilah yang patut disayangkan kolaborasi pada tahap perencanaan dan pelaksanaan belum diperluas cakupannya hingga ke tahap monitoring dan evaluasi. Kantor pajak yang memiliki karakter dasar menghimpun penerimaan memandang hasil pertumbuhan sebagai targetnya, sehingga visi inilah yang lebih diutamakan. Karakter ini semakin mencuat ketika menerjemahkan pengawasan pasca pembinaan UMKM dihubungkan dengan fungsi pengawasan kepatuhan pajak. Pembinaan UMKM bertujuan untuk menumbuhkan ekonomi, bila dianalogikan dengan pembinaan para petani maka pembinaan adalah sebuah kegiatan edukasi kepada para petani tentang bagaimana cara menanam atau berproses agar memperoleh hasil sesuai dengan yang diharapkan. Tahap monitoring akan berhubungan dengan kegiatan mengawasi serta memantau petani dalam mengubah pola menanam dan mengevaluasi kemanfaatan pengetahuan cocok tanamnya yang dikaitkan dengan hasil dari setiap derajat perubahannya. Hasil panen adalah dampak lanjutan dari keberhasilan petani mengubah cara menanam. Analogi ini tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pajak adalah dampak lanjutan dari pertumbuhan kewirausahaan. Dari sisi normatif, SE-13/PJ/2018 tetap menjadi pedoman Kantor Pajak dalam memahami batas wewenangnya dan melaksanakan tanggung jawab dalam pembinaan UMKM di wilayahnya. Rujukan normatif menjadi pijakan untuk mengambil atau tidak mengambil tindakan sepanjang target frekuensi wajib penyelenggaraan telah berhasil ditunaikan, maka tidak ada sanksi bagi pimpinan unit kerja.

Selain tidak adanya instruksi monitoring dan evaluasi dampak, kantor pajak juga tidak memiliki sumber daya keahlian dan pengetahuan yang memadai. Padahal bila lebih jeli menelisik nomenklatur Pemprov DKI yang memiliki Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (DKIS) dan mempertimbangkan kembali riwayat kolaborasi yang telah berjalan selama ini, diyakini kolaborasi dapat mudah diperluas hingga tahap monitoring dan evaluasi. Tanpa adanya monitoring dan evaluasi inilah yang berpotensi menambah daftar K/L yang tidak tepat sasaran dalam membina UMKM sebagaimana pernyataan yang dirilis oleh Bappenas.

 

Kesimpulan

Kolaborasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam pembinaan UMKM di satu wilayah dapat terwujud jika para pemangku kepentingan menyadari keterbatasan kekuatan, sumber daya pada masing-masing pihak untuk menjalankan kepentingannya sehingga muncul saling ketergantungan satu sama lain dalam mengatasi masalah melalui kesepakatan dan langkah kolektif. Monitoring dan evaluasi partisipatif merupakan tahap yang perlu dikolaborasikan lebih lanjut oleh setiap unit kerja pemerintah. Jika sebuah unit kerja pemerintah tidak memiliki mandat tertulis, memiliki keterbatasan keahlian yang bersifat langsung dan melekat dalam urusan mendorong pertumbuhan ekonomi mikro-kecil di wilayah kerjanya, maka diperlukan monitoring dan evaluasi partisipatif agar program pembinaan UMKM lebih tepat sasaran.

Disarankan agar Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memodifikasi SE-13/PJ/2018 dengan menambahkan instruksi kolaborasi dengan pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota, pendefinisian dampak dan manfaat pembinaan UMKM bagi proses pertumbuhan ekonomi, �memperluas tahapan pembinaan kolaboratif hingga pada tahap monitoring dan evaluasi partisipatif dengan para pihak yang terlibat.

BIBLIOGRAFI

 

Amin, F. M., & Sundari, H. (2020). Efl students� preferences on digital platforms during emergency remote teaching: Video conference, lms, or messenger application? Studies in English Language and Education, 7(2), 362�378.

 

Ansel, C. (2007). alison Gash. 2007. Collaborative Governance in Theory and Practice. Journal of Public Administration Research and Theory, 543�571.

 

Ansell, C., & Gash, A. (2008). Collaborative governance in theory and practice. Journal of Public Administration Research and Theory, 18(4), 543�571. https://doi.org/10.1093/jopart/mum032

 

Bappenas, K. P. (2021). Studi Pembelajaran Penanganan COVID-19 Indonesia. Jakarta: Kementerian Perancangan Pembangunan Nasional.

 

Casley, D. J., & Kumar, K. (1987). Project monitoring and evaluation in agriculture.

 

Febriyanti, R. (2020). Penyuluhan Sosial: Membaca Konteks dan Memberdayakan Masyarakat. Lekkas.

 

Gant, J. C., Sama, M. M., Landfield, P. W., & Thibault, O. (2006). Early and simultaneous emergence of multiple hippocampal biomarkers of aging is mediated by Ca2+-induced Ca2+ release. Journal of Neuroscience, 26(13), 3482�3490.

 

Hamka, H., Nadia, Y., Supardi, H., Namora, F., & Jiasti, F. D. (2022). Collaborative Governance Model Dalam Membangun Sustainable Integrated Ecoturism di LMDH Puncak Lestari Cisarua Kabupaten Bogor. Jurnal Sumber Daya Aparatur.

 

Masriansyah, L. (2020). Go Digitial and Customer Relationship Marketing sebagai Strategi Pemulihan Bisnis UMKM yang Efektif dan Efisien di Masa Adaptasi New Normal. Equator Journal of Management and Entrepreneurship, 8(4), 126�140.

 

Rajalathi, R., Lagnaoui, A., Schillhorn-Van Veen, T., & Pehu, E. (2005). Sustainable Pest Management: Achievements and Challenges. Agriculture and Rural Development Report, 32714-GLB.

 

Soesilo, Y. (2016). Penggunaan Rotan Dalam Pendisiplinan Anak Menurut Kitab Amsal 23: 13-14. DUNAMIS: Jurnal Teologi Dan Pendidikan Kristiani, 1(1), 1�14.

 

Spradley, J. P. (2016). Participant observation. Waveland Press.

 

Sungkono, S. E. (2022). Bandar Udara Enclave Civil Berbasis Pembangunan Berkelanjutan: Konsep dan Studi Etnometodologi di Indonesia. UB Media Percetakan.

 

TNP2K, T. (2021). Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Jakarta: Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

 

Utami, T. K., & SH, M. H. (2022). Dinamika Norma Hukum Aparatur Sipil Negara-Damera Press. Damera Press.

 

Copyright holder:

Atika Febrianti, Noris Subekti, Wahyu Aji (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: