Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 11, November 2022

 

ANALISIS PENGADAAN, DISTRIBUSI DAN PENGELOLAAN OBAT DI RUMAH SAKIT X KOTA BOGOR TAHUN 2022

 

Saly Salim Saleh Alatas, Helen Andriani

Program Pasca Sarjana Kajian Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

Departemen Administrasi Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

E-mail: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) RS X kota Bogor mempunyai salah satu peran penting dalam pengelolaan, pengadaan dan distribusi obat, karena kekurangan obat akan mengakibatkan keterlambatan pelayanan ke pasien, sementara kelebihan obat akan merugikan pihak rumah sakit. Pengadaan dan pengolaan obat pada jumlah yang tepat, waktu yang tepat, dan di tempat yang tepat akan membantu rumah sakit dalam meningkatkan kualitas pelayanan, produktivtas, dan efisiensi pengeluaran rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sistem pengadaan, distribusi dan pengelolaan obat, mengidentifikasi masalah, dan memberikan usul pemecahan masalah di IFRS RSU X. Metode wawancara semi terstruktur, observasi partisipatif, dan studi literatur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa IFRS RS X mengalami berapa masalah yaitu kesesuaian obat yang ada dengan fakta obat yang terpakai, kecocokan obat dengan kartu stok, presentase obat kadaluarsa dan rusak, rata-rata waktu yang digunakan untuk melayani resep sampai ke tangan pasien, persentase resep dengan obat generik, presentase stok mati, jumlah item obat tiap lembar resep, persentase obat yang diresepkan berdasarkan formularium RS yang masih dibawah standar. RS X memiliki beberapa kendala dalam manajemen farmasi rumah sakit terutama mengenai waktu tunggu yang digunakan untuk melayani resep ke tangan pasien karena sistem IT yang ada belum terintegrasi dengan IFRS dan kepatuhan dokter terhadap formularium sehingga memerlukan waktu yang cukup besar, salah satu siasatnya adalah penerapan sistem pesan antar obat online yang membantu mengurangi waktu tunggu sebelumnya dan perbaikan sistem IT terhubung antara dokter dan instalasi farmasi dalam peresepan obat.

 

Kata Kunci: ​ Distribusi Obat, Pengadaan Obat, Pengelolaan Obat, Instalasi Farmasi, Rumah Sakit.


Abstract

Hospital Pharmacy Installation (IFRS) RS X Bogor city has one of the important roles in the management, procurement and distribution of drugs, because drug shortages will result in delays in service to patients, while excess drugs will harm the hospital. Procurement and processing of drugs at the right amount, at the right time, and in the right place will help hospitals improve the quality of service, productivity, and efficiency of hospital expenses. This study aims to determine the description of the drug procurement, distribution and management system, identify problems, and provide suggestions for problem solving in IFRS RSU X. Semi-structured interview methods, participatory observation, and literature studies. The results of this study show that IFRS RS X experienced several problems, namely the suitability of existing drugs with the fact of the drug used, the compatibility of drugs with stock cards, the percentage of expired and damaged drugs, the average time used to serve prescriptions to the hands of patients, the percentage of prescriptions with generic drugs, the percentage of dead stock, the number of drug items per prescription sheet,� percentage of drugs prescribed based on substandard RS formularies. RS X has several obstacles in hospital pharmacy management, especially regarding the waiting time used to serve prescriptions to patients because the existing IT system has not been integrated with IFRS and doctor compliance with formularies so it requires considerable time, one of the strategies is the implementation of an online drug delivery system that helps reduce previous waiting times and improvements to the IT system connected between doctors and pharmaceutical installations in prescribing medicine.

 

Keywords: drug distribution, drug procurement, drug management, pharmaceutical installation, hospital.

 

Pendahuluan��������������������������������������������������������������

����������� Rumah Sakit (RS) X adalah rumah sakit umum tipe C dengan jumlah tempat tidur 193 dan Bed Occupancy Rate (BOR) 81,3%. �RS X memberikan pelayanan kesehatan dengan layanan unggulan berupa pelayanan kesehatan bagi Ibu dan Anak, dengan lokasi RSU Xyang dekat dari Istana Bogor. RS X dalam menjalankan pelayanannya membutuhkan banyak dukungan operasional termasuk dalam hal manajemen pengelolaan obat sehingga dapat memenuhi semua kebutuhan pasien yang datang berobat sesuai dengan Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang kefarmasian rumah sakit (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, n.d.).

����������� Pelayanan kefarmasian meliputi penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bermutu termasuk tahapan seleksi, pengadaan, distribusi sampai ke penggunaan obat (Nurhadi, 2020). Sistem persediaan obat di rumah sakit adalah suatu sistem yang sangat penting dalam mendukung pengelolaan barang dan jasa karena dapat memperlancar kegiatan operasional (Bachtiar et al., 2019). Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dalam menjalankan tugasnya terkadang mengalami beberapa kendala, termasuk yang terjadi di RSU X (Hidayat et al., 2021). Permasalahan pelayanan kefarmasian RS X yang utama adalah waktu tunggu yang dibutuhkan untuk pelayanan resep, hal ini dapat dipengaruhi oleh kecepatan�� dan�� ketepatan petugas� yang� melayani, kelengkapan� persyaratan� dan data� yang diperlukan� dari dokter dan pasien serta� semua data dan peresepan menggunakan Sistem Manajemen Informasi Rumah Sakit (SIMRS) yang terkomputerisasi pada proses��� penerimaan��� resep��� hingga penyerahan� obat (Meila & dkk, 2020).

����������� Ketidak sesuaian pengadaan dengan kenyataan pakai untuk masing-masing item obat, dan obat yang kadaluarsa dan obat stok mati/ death stock juga menjadi permasalahan di RS X. Stok mati obat adalah obat yang tidak mengalami transaksi dalam waktu minimal 3 bulan (Rugiarti et al., 2021). faktor-faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah kurangnya perencanaan dan komitmen dokter untuk lebih efisien dalam alokasi obat yang baik sehingga obat yang tersedia bukan merupakan obat yang dibutuhkan (Akbar, 2015). dengan analisis dan pembenahan �masalah diatas, diharapkan visi-misi RS X yaitu melengkapi sarana prasarana yang sesuai dengan perkembangan IPTEK dan meningkatkan kepuasan pelanggan melalui pelayanan yang prima dapat berjalan dengan lancar.

Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi dan memahami masalah manajemen logistik obat yaitu pengadaan, distribusi, dan pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit X dan memberikan usulan pemecahan masalah tersebut.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode wawancara semi terstruktur, observasi partisipatif, dan studi literatur. Wawancara dilakukan antara penulis dengan direktur utama RS X dan kepala instalasi farmasi (Sugita et al., 2020).

 

Hasil dan Pembahasan

����������� Hasil penelitian dan analisis yang dilakukan di instalasi farmasi RS X membuktikan bahwa IFRS �mengalami beberapa kendala yang cukup serius, terutama dalam hal rata-rata waktu yang digunakan untuk melayani resep sampai ke tangan pasien, untuk penjelasan lebih rinci tiap permasalahan terlampir pada tabel sebagai berikut.

 

Tabel 1

Permasalahan Pengadaan, Distribusi, dan Pengelolaan Obat RS X

Indikator

Kasus

Nilai Standar (Akhmad Fakhriadi, 2011)

Keterangan

kesesuaian obat yang ada dengan fakta obat yang terpakai

 

95%

100%

Pengadaan obat dibawah standar

Kecocokan obat dengan kartu stok

 

93%

100%

Kecocokan obat dengan kartu stok dibawah standar

Presentase obat kadaluarsa dan rusak

 

0,5%

≤ 0,2%

Presentase obat kadaluarsa dan rusak masih terlalu banyak/diatas standar

Rata-rata waktu yang digunakan untuk melayani resep sampai ke tangan pasien

 

174 menit (racikan)

111 menit (non racikan)

≤60 menit (racikan)

≤30 menit (sediaan jadi)

Waktu yang digunakan untuk melayani resep hingga ke tangan pasien terlalu lama

Persentase resep dengan obat generik

 

78%

82-94%

Dokter� yang Meresepkan obat generik masih sedikit/ dibawah standar

Presentase stok mati

 

1,5%

0%

Ada stok yang tidak bergerak

Jumlah item obat tiap lembar resep

 

5,9 (rawat inap)

8,9 (rawat jalan)

1,3-2,2

 

Persentase obat yang diresepkan berdasarkan formularium RS

91%�

100%

Di bawah standar


����������� Diketahui dari Tabel 1 bahwa kesesuaian obat yang ada dengan kenyataan obat terpakai masih dibawah standar, berdasarkan analisis dan wawancara mendalam yang dilakukan peneliti hal ini terjadi karena kurangnya pengontrolan dalam pengadaan obat yang tidak dicocokan dengan obat yang terpakai di rumah sakit. Jenis obat yang digunakan di RS X ada 1053 jenis dimana jumlah ini sangat banyak yang mengakibatkan banyak obat yang tidak terpakai sehingga terjadi kenaikan stok mati dan stok kadaluarsa, obat kadaluwarsa dalam persediaan kemungkinan besar merupakan obat � obat yang sudah ada sejak satu hingga tiga tahun yang lalu yang telah rusak atau pengembalian dari pasien yang sudah dalam bentuk tidak utuh sehingga tidak dapat diretur ke pihak distributor. hal ini menunjukan bahwa pengelolaan dan obat yang tersedia belum efisien (WHO, 1993), (Akbar, 2015).

����������� Kecocokan obat dengan kartu stok masih menjadi permasalahan di RS X dari tabel terlihat bahwa nilainya 93% dengan standar 100%, artinya terdapat 7 % obat yang tidak sesuai dengan kartu stok, kurangnya ketelitian dan kedisiplinan karyawan dalam mencatat jumlah sebenarnya pada saat pengeluaran dan pemasukan obat dapat menjadi penyebabnya.

����������� Rata-rata waktu yang digunakan untuk melayani resep sampai ke tangan pasien di RS X merupakan permasalahan utama karena dibutuhkan waktu rata-rata 174 menit untuk obat racikan dan 111 menit untuk obat non racikan angka ini jauh diatas standar yang telah ditetapkan departemen kesehatan, hal ini terjadi karena sistem IT yang diterapkan adalah sistem IT �FreeTech� dimana sistem yang diinput dokter tidak terintegrasi dengan IFRS, jadi apa yang dokter input atau resepkan, informasi tidak tersampaikan dan obat yang ada tidak berkurang di IFRS, hal ini mengakibatkan harus adanya komunikasi lebih lanjut antara dokter dan apoteker (Yuningsih et al., 2022). Dokter yang ada bisa jadi masih melayani pasien sehingga terkadang waktu yang dibutuhkan akan lebih banyak (Hidayat et al., 2021). Kendala lain yang ada adalah dokter meresepkan obat untuk pasien BPJS yang melebihi dari kapasitas anggaran yang ada, sehingga pihak farmasi harus mengkonfirm alternatif obat pengganti atau penghapusan salah satu obat yang ada, hal ini memakan waktu yang cukup lama, hal ini dapat dibuktikan dengan data rata-rata Jumlah item obat tiap lembar resep yaitu 5,9 item obat untuk resep pasien rawat inap dan 8,9 item obat untuk resep pasien rawat jalan. RS X telah melakukan satu program baru untuk membantu memecahkan masalah tersebut dengan program sistem pesan antar obat online yang dilakukan oleh kurir dari rumah sakit sehingga pasien tidak perlu menunggu obat terlalu lama biaya jasa sistem pesan antar tersebut ditanggung oleh pasien (Nurjanah et al., 2021).

����������� Presentase dokter yang meresepkan obat generik ada di angka 78% atau kurang dari standar ideal yang telah ditetapkan yaitu 82-94%, Rendahnya persentase karena pada umumnya dokter lebih mudah untuk mengingat nama branded daripada nama generik dan untuk pasien tertentu ada yang sudah merasa cocok pada suatu obat branded dan tidak mau di ganti obat generik.

����������� Persentase obat yang diresepkan berdasarkan formularium RS berada di angka 91 % dari yang seharusnya (100%) hal ini terjadi akibat kurangnya kepatuhan dokter terhadap formularium yang telah di buat. Seharusnya, Jika obat yang diresepkan tidak ada dalam formularium, maka sesuai dengan Standar Prosedur Operasional yang ada, apoteker akan berkomunikasi dengan dokter agar obat yang diberikan sesuai dengan obat yang tersedia di rumah sakit. Jika dokter tidak bersedia mengganti obat dengan obat lain yang memiliki kelas terapi yang sama, maka pasien akan diberikan salinan resep untuk membeli obat tersebut di apotek luar (Jonathan D. Quick, 2012; Winda, 2018).

 

Kesimpulan

����������� RS X memiliki beberapa kendala dalam manajemen farmasi rumah sakit terutama mengenai waktu tunggu yang digunkan untuk melayani resep ke tangan pasien karena sistem IT yang ada belum terintegrasi dengan IFRS dan kepatuhan dokter terhadap formularium sehingga memerlukan waktu yang cukup besar, salah satu siasatnya adalah penerapan sistem �Si Gesit� yang membantu mengurangi waktu tunggu sebelumnya. pengadaan obat yang kurang efisien yang menyebabkan angka stok mati dan obat kadaluarsa yang diatas standar, jenis obat yang ada terlalu banyak sehingga rata-rata item.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Akbar, D. (2015). Analisis manajemen penyimpanan obat di puskesmas. Analisis Manajemen Penyimpanan Obat, Program Studi Farmasi Universitas Lambung Mangkurat, Kalimantan Selatan., 255�260.

 

Akhmad Fakhriadi,� et all. (2011). Analisis pengelolaan obat di instalasi farmasi rumah sakit PKU muhammadiyah temanggung tahun 2006, 2007, dan 2008. Jurnal Manajemen Dan Pelayanan Farmasi, 1.

 

Bachtiar, M. A. P., Germas, A., & Andarusito, N. (2019). Analisis pengelolaan obat di instalasi rawat inap rumah rakit jantung bina waluya jakarta timur tahun 2019. Manajemen Dan Administrasi Rumah Sakit Indonesia (MARSI), 3(2), 119�130.

 

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (n.d.). Undang-undang no 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta. https://doi.org/10.1038/132817a0

 

Hidayat, A. R., Hanipah, H., Nurjanah, A., & Farizki, R. (2021). Upaya untuk Mencegah Penyakit Diabetes pada Usia Dini. Jurnal Forum Kesehatan: Media Publikasi Kesehatan Ilmiah, 11(2), 63�69.

 

Jonathan D. Quick. (2012). Managing access to medicines and health technologies. Management Sciences for Health, 3 Rd Ed, Chapter 9.

 

Meila, & dkk. (2020). Evaluasi waktu tunggu pelayanan obat di instalasi farmasi rawat jalan RS X. Saintech Farma, 13(1), 37�39.

 

Nurhadi, J. (2020). Pengaruh Pandemi Covid-19 terhadap Tingkat Aktivitas Fisik pada Masyarakat Komplek Pratama, Kelurahan Medan Tembung. Jurnal Health Sains, 1(5), 294�298.

 

Nurjanah, A., Farizki, R., Hidayat, A. R., & Saebah, N. (2021). Perspektif Orang Tua pada Kesehatan Gigi Anak Usia Sekolah. Jurnal Forum Kesehatan: Media Publikasi Kesehatan Ilmiah, 11(1), 38�45.

 

Rugiarti, N. D., Hidayati, A. N., Medisa, D., & Nugraheni, D. A. (2021). Evaluasi penyimpanan obat di Puskesmas �X� Kabupaten Sleman. Jurnal Ilmiah Farmasi, 17(1), 74�79. https://doi.org/10.20885/jif.vol17.iss1.art8

 

Sugita, A., Hidayat, A. R., Hardiyanto, F., & Wulandari, S. I. (2020). Analisis Peranan Pengelolaan Dana Ziswaf Dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat Pada Lazisnu Kabupaten Cirebon. Jurnal Indonesia Sosial Sains, 1(01), 9�18.

 

WHO. (1993). How to investigate drug use in health facilities. Selected drug use indicators (p. 92).

 

Winda, S. W. (2018). Formularium nasional (FORNAS) dan e-catalogue obat sebagai upaya pencegahan korupsi dalam tata kelola obat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Integritas, 4(2), 30. https://doi.org/10.32697/integritas.v4i2.328

 

Yuningsih, O., Febriyossa, A., Apriani, A., Najmi, N., & Hidayat, A. R. (2022). Gambaran Hiperurisemia pada Pria dan Wanita Obesitas Usia Produktif. Jurnal Sehat Indonesia (JUSINDO), 4(01), 1�9.

 

Copyright holder:

Saly Salim Saleh Alatas, Helen Andriani (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: