Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 6, Juni 203

 

KREATIVITAS SISWA SLBN GEDANGAN SIDOARJO DALAM MEMBUAT BATIK MENGGUNAKAN CANTING CAP BERBAHAN KERTAS

 

Supeni Saputri, Setyo Yanuartuti, Indar Sabri

Universitas Negeri Surabaya

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Pembelajaran vokasional di SLB menjadi pembelajaran yang diutamakan jika dibandingkan dengan pembelajaran akademik. Hal ini karena program vokasional dinilai lebih dibutuhkan oleh siswa SLB terkait kemandirian siswa jika sudah lulus diharapkan memiliki bekal kemampuan kerja dan siap hidup bermasyarakat. Perbandingan pembelajaran vokasional yaitu 60% dan pembelajaran akademik 40%. Program vokasi adalah program pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan tenaga yang dapat menetapkan keahlian dan keterampilan di bidangnya, siap kerja dan mampu bersaing dalam dunia kerja secara global. SLBN Gedangan adalah sekolah SLB penggerak dan rujukan di Jawa Timur sehingga menjadi sekolah acuan bagi SLB lainnya di Jawa Timur. Salah satu program vokasi yang ada di SLBN Gedangan Sidoarjo adalah vokasi membatik. Pada program vokasi membatik siswa diajarkan untuk membuat batik cap menggunakan canting cap berbahan kertas. Pada penelitian ini, dilakukan analisis terhadap kreativitas siswa saat berkarya batik disertai batik yang dihasilkan. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Pada proses pembuatan, kreativitas siswa terlihat dari adanya perubahan hasil dari karya satu dengan karya lainnya. Perbedaan hasil karya dengan yang dicontohkan guru, mengindikasikan adanya proses berpikir kreatif yang dilakukan oleh siswa.

 

Kata kunci: Kreativitas; Siswa SLB; Proses Dan Hasil Batik Cap.

 

Abstract

Vocational learning in SLB is prioritized learning when compared to academic learning. This is because vocational programs are considered to be more needed by SLB students regarding the independence of students if they have graduated, they are expected to have the provision of work skills and be ready to live in society. Comparison of vocational learning is 60% and 40% of academic learning. Vocational programs are educational programs that aim to prepare personnel who can define expertise and skills in their fields, are ready to work and able to compete in the world of work globally. Gedangan SLBN is a driving and referral SLB school in East Java so that it becomes a reference school for other SLB in East Java. One of the vocational programs in the Gedangan Sidoarjo SLBN is the vocational batik. In the vocational batik program, students are taught to make stamped batik using canting stamps made of paper. In this study, an analysis was carried out on the creativity of students when working on batik accompanied by the batik they produced. The method used is descriptive qualitative. In the process of making, student creativity can be seen from the changes in the results of one work with another. The difference between the results of the work and those exemplified by the teacher indicates that there is a creative thinking process carried out by students.

 

Keywords: Creativity; SLB Students; The Process and Results Of Stamped Batik.

 

Pendahuluan

SLBN Gedangan adalah Sekolah Luar Biasa Negeri yang dikenal sebagai sekolah SLB rujukan di Jawa Timur. Sebagai sekolah rujukan, SLBN Gedangan Sidoarjo harus siap menjadi sekolah yang dirujuk atau dikunjungi sekolah SLB atau sekolah inklusi lainnya untuk dijadikan contoh terkait konsep maupun hal-hal teknis pada pembelajaran di SLB atau pembelajaran pada siswa luar biasa. Kualitas program pendidikan dan kelengkapan fasilitas pembelajaran menjadi hal yang penting bagi berlangsungnya pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus (Desiningrum, 2017).

Program pendidikan yang dijalankan bukan hanya berfokus pada bidang akademik, namun juga bidang non akademik seperti seni musik, tari, olahraga, boga, dan lainnya (Efendi, 2022);(Fitriah, Kusen, & Ridwan, 2018). Program luar kelas akademik tersebut disebut program vokasi. Menurut Haryanto dalam Sani (2018) Jenis keterampilan yang diajarkan memperhatikan keadaan peserta didik dan sumber daya yang dimiliki sekolah, baik pengajar, sarana yang memadai termasuk bengkel/studio kerja. Pendidikan vokasional tidak hanya dilaksanakan di sekolah reguler saja namun juga dilaksanakan di sekolah khusus dengan sebutan keterampilan vokasional kelompok C (peminatan) (Hanafi, 2014).

Program vokasi adalah program pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan tenaga yang dapat menetapkan keahlian dan keterampilan di bidangnya, siap kerja dan mampu bersaing dalam dunia kerja secara global (Rusmala, 2018);(Intan, 2022). Program pendidikan vokasi sangat erat kaitannya dengan life skills (kecakapan hidup) (Syafiq, 2016). Kecakapan atau keterampilan vokasional seringkali disebut denganketerampilan kejuruan�, artinya keterampilan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di masyarakat (Sani & Herlina, 2018). Program vokasi di SLBN Gedangan memiliki porsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan program kelas akademik karena jika siswa yang telah lulus diharapkan memiliki bekal kemampuan kerja dan siap hidup bermasyarakat.

Berangkat dari potensi kearifan lokal yang ada, yaitu kampung batik Jetis yang ada di Sidoarjo. Merespon hal tersebut menjadikan salah satu program vokasi yang diunggulkan di SLBN Gedangan adalah vokasi membatik. Melalui program ini, diharapkan siswa memiliki peluang untuk mengembangkan bakat dan minat mereka di bidang seni batik, serta memiliki kesempatan kerja di industri batik. Bukan hanya itu, dengan adanya program vokasi batik di sekolah, hal tersebut dapat mendukung pelestarian seni dan budaya batik sebagai warisan budaya Indonesia.

Pada program vokasi membatik siswa mempelajari tentang tahapan proses membatik dari mempersiapkan alat dan bahan, pembuatan pola dan desain, pencantingan, pewarnaan sampai tahap pelorodan. Output dari vokasi membatik adalah produk sehingga target utama selain proses adalah hasil karya siswa. Namun, pada pelaksanaannya siswa mengalami kendala pada proses pencantingan.

Proses pencantingan menggunakan canting tulis membutuhkan waktu yang lama dan kehati-hatian yang ekstra karena malam yang keluar dari cucuk canting sangat terpengaruh oleh stabil tidaknya suhu kompor. Hasil goresan canting bisa terlalu besar atau bahkan tidak menembus kain. Sehingga diperlukan alternatif alat yang dapat memudahkan siswa menyalurkan kreativitasnya dalam berkarya batik.

Ernest Kris dalam Istiqomah (2017) mengatakan bahwa orang yang kreatif adalah orang yang mampumemanggilbahan dari alam pikiran tidak sadar. Dalam hal ini siswa tanpa sadar akan menarik ide-ide yang sebelumnya belum terpikirkan oleh mereka. Oleh karena itu, diperlukan metode, strategi, media maupun alat yang dapat merangsang kreativitas siswa.Menurut peneliti, inovasi canting cap kertas dapat menjadi alternatif alat yang dapat digunakan siswa vokasi membatik di SLBN Gedangan.

Menurut Vilaruka, (2019) kelebihan canting cap dari kertas yaitu proses pembuatannya yang relatif lebih cepat dengan harga bahan yang terjangkau. Sedangkan kekurangannya adalah tidak awet atau lebih mudah rusak karena bahan kertas tidak tahan terhadap panas. Pada hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Fitrianingsih, (2018) proses pembuatan canting cap kertas mudah dilakukan oleh siswa tunarungu SMA-LB dengan tahapan pembuatan desain motif canting cap, melakukan pemotongan kertas, menempelkan kertas pada alas, hingga tahap penyelesaian yaitu menempelkan gagang pada alas.

Penelitian lain dilakukan oleh Nurohmad dan Eskak (2019) dengan memanfaatkan limbah kertas duplex atau kardus kemasan sebagai bahan canting cap menunjukan bahwa sifat-sifat kertas duplex secara umum mendukung karakteristik material yang sesuai untuk pembuatan motif canting cap dengan teknik potong-rangkai-rekat. Selain itu, penggunaan lem G atau lem korea menjadi lem dengan hasil yang rapih dan daya rekat yang kuat. Produk batik yang dihasilkan juga bagus dan rapih terlihat dari repitisi yang dihasilkan oleh canting cap yang konsisten (Ditto, Yulimarni, & Sundari, 2020).

Penelitian ini akan berfokus pada analisis kreativitas siswa program vokasi membatik di SLBN Gedangan Sidoarjo yang diikuti oleh siswa tingkat SMA-LB dengan hambatan yang bervariasi. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan diperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang potensi kreativitas siswa SLBN Gedangan dalam membuat batik menggunakan canting cap berbahan kertas.

 

 

 

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian kualitatif deskriptif. Hal tersebut sesuai dengan kebutuhan penelitian ini dalam menganalisis kreativitas siswa SLBN Gedangan Sidoarjo melalui Analisa naratif.���������� Pada penelitian ini, peneliti memilih lokasi di SLBN Gedangan Sidoarjo yang beralamat di Jalan Pasir Indah, Tumapel, Wedi, Kec. Gedangan, Kab.Sidoarjo, Jawa Timur. Subjekpenelitian berfokus pada siswa yang mengikuti program vokasi membatik. Metode pengumpulan data dengan cara observasi dan wawancara. Kemudian dilakukan analisis terhadap data yang telah dikumpulkan dan diuji validitasnya dengan triangulasi data.

 

Hasil dan Pembahasan

Analisis proses pembuatan batik menggunakan canting cap berbahan kertas

Vokasi batik di SBLN Gedangan diadakan 2 kali dalam satu minggu. Kegiatan vokasi batik berorientasi pada wirausaha, sehingga siswa dituntut untuk dapat menghasilkan karya batik layak jual. Selama ini vokasi batik telah menghasilkan produk batik berupa kain panjang, sajadah, taplak meja, baju, sarung bantal sofa dan lain sebagainya. Peserta vokasi batik terdiri dari siswa tunagrahita ringan, tunarungu, dan tunadaksa ringan.

 

Gambar 1

Proses menggambar pola garis bantu

(sumber: dok. Supeni, 2022)

 

Pembuatan batik diawali dari pembuatan pola garis bantu menggunakan pensil pada kain. Kain yang telah dipotong kemudian siswa akan membuat garis bantu dengan didampingi oleh guru vokasi batik. Pembuatan pola garis bantu bertujuan agar pada saat proses pengecapan motif lebih terarah. Dalam tahap awal perancangan pola siswa diberikan stimulus berupa contoh dari guru, kemudian siswa dapat mengembangkan sendiri pola-pola penataan motif yang diinginkan. Selanjutnya adalah proses pengecapan malam menggunakan canting cap berbahan kertas

Gambar 2

Proses pengecapan menggunakan canting cap berbahan kertas

(sumber: dok. Supeni, 2022)

 

Pada tahap pengecapan siswa dapat menapa motif mengikuti pola garis yang dibuat. Pada tahap ini siswa dapat memilih motif apa saja yang ingin dikomposisikan. Seperti pada gambar kiri dan kanan. Pada gambar tersebut dua siswa berbeda menggunakan pola kain yang sama namun menggunakan dan mengkomposisikan motif yang berbeda. Pada tahap ini siswa dapat menciptakan komposisi dan tata letak motif sesuai dengan kreativitas yang dimiliki.

Setelah itu adalah tahap pengecekan hasil cap oleh guru, apabila ada bagian malam yang belum menembus kain dengan baik maka bagian tersebut akan dicanting ulang menggunakan canting tulis. Tujuan pencantingan ulang adalah untuk penyempurnaan agar saat pewarnaan tidak ada bagian motif yang warnanya bocor.

 

Gambar 3

Kiri: tahap pencantingan ulang. Kanan: proses pewarnaan

(sumber: dok. Supeni, 2022)

 

Selanjutnya adalah tahap pewarnaan. Pada tahap proses pewarnaan siswa dapat memilih warna apa saja yang akan digunakan dengan bimbingan guru. Dalam mengomposisikan warna siswa dapat memilih kombinasi warna secara bebas namun tetap dalam bimbingan. Sampai pada tahap fiksasi dan pelorodan. Pada saat pewarnaan siswa terkadang mengalami kesalahan saat menguaskan warna. Beberapa siswa juga mengalami kendala dengan motorik halusnya sehingga pada motif tertentu pewarna keluar dari area motif. Selain hal tersebut, beberapa siswa juga mengalami hambatan untuk fokus pada bagian-bagian tertentu, pewarna berubah dari rencana sehingga tidak konsisten. Setelah kain yang diwarna kering, selanjutnya adalah proses fiksasi menggunakan waterglass. Waterglass dilarutkan dengan air lalu dikuaskan pada permukaan kain sampai merata dan dibiarkan kering.

 

�����������

Gambar 4

Kiri: proses fiksasi waterglass. kanan: proses pelorodan

(sumber: dok. Supeni, 2022)

 

Untuk beberapa anak tunagrahita dan tunadaksa serta tunarungu campuran yang memilik hambatan motoric halus dan kesulitan untuk fokus tidak menggunakan pola garis bantu pada kain terlebih dahulu. sebelum mengecap karena keterbatasan kemampuan kognitif pada anak tunagrahita sehingga menyulitkan mereka apabila harus melakukan pengukuran dalam membuat pola garis bantu. Sehingga anak-anak dengan keterbatasan kognitif diarahkan untuk membuat susunan motif acak, ciprat atau abstrak.

 

Batik yang dihasilkan siswa vokasi batik di SLBN Gedangan Sidoarjo

 

����������� ����������� �����������

Gambar 5

Karya batik 1

(sumber: dok. Supeni, 2022)

 

Berikut adalah hasil cap anak tunarungu dengan motif awan mendung dan hujan. Karya ini dibuat tanpa meggunakan pola garis bantu sehingga siswa mengira-ngira dalam mengatur jarak antar motif sehingga hasilnya ada beberapa jarak yang tidak sama. Terlihat masih ada beberapa tetesan malam di beberapa bagian. Warna yang digunakan adalah merah muda untuk motif awan dan biru sebagai warna latar. Kesan motif yang dihasilkan menyebar dan rata meskipun jika diamati akan terlihat di beberapa bagian motif yang jaraknya tidak sama. Pada karya ini menggunakan ritme repetitif yaitu pengulangan motif dan ukuran y ang sama.

����������� �����������

Gambar 6

Karya batik 2

(sumber: dok. Supeni, 2022)

 

Berikut adalah karya batik ke 3. Motif yang digunakan hanya 2 yaitu motif daun dan motif jarring-jaring. Motif daun ditata bergerombol tiga-tiga pada bagian tengah ke bawah dan satu-satu pada bagian tengah ke atas. Di antara motif daun gerombol tiga-tiga di bagian bawah terdapat motif jarring-jaring. Daun diberi warna hijau tua pada barisan bawah dan warna hijau lebih muda pada daun barisan di atasnya lalu warna hijau sangat muda pada bagian daun yang paling atas. Dalam hal ini siswa telah melakukan eksplorasi variasi warna yang dapat digunakan dengan membuat warna bertingkat dari warna tua ke warna muda. Warna latarnya sama dengan warna motif jarring-jaring yaitu kuning. Pada karya ini penataan motif menggunakan prinsip irama progresif.

����������������������� �����������

Gambar 7

Karya batik 3

(sumber: dok. Supeni, 2022)

 

Pada hasil karya berikut motif yang digunakan ada tiga. Udang, bandeng, kerang dan hujan. Siswa menata motif udang dan bandeng dengan cara saling membelakangi sehingga sekilas membentuk X. Pada karya ini latar diwarna dua kali, yang pertama warna merah muda kemudian dicap dengan motif kerang dan hujan. Kamudian diwarna menggunakan warna pink lebih tua dari sebelumnya. Ada beberapa peletakan motif yang tidak sesuai rencana seperti di bagian kanan menggunakan motif bertuliskan �SLBN GEDANGAN� dan bagian kiri bawah motif udang bandeng berjejer, padahal seharusnya diseling dengan motif kerang. Hal ini terjadi karena beberapa siswa memiliki hambatan dan kesulitan untuk fokus.

Gambar 8

Karya batik 4

(sumber: dok. Supeni, 2022)

 

Pada hasil karya berikut, siswa mencoba menerapkan warna biru dan merah muda secara acak pada bagian latar. Baru setelahnya dicap malam sehingga garis pada motif yang dihasilkan memiliki warna. Motif yang digunakan adalah motif daun, lumpur, bunga, udang-bandeng dan motif pinggiran yang dicapkan di bagian tengah sehingga membentuk dua garis yang membelah kain menjadi tiga bagian. Selanjutnya motif ditimpa warna lagi. Motif daun diberi warna hijau, motif lumpur diberi warn hitam, motif Bungan diberi warna merah, motif udang-bandeng diberi warna oranye dan motif pinggiran diberi warna hitam. Bagian latar ditimpa lagi menggunakan warna kuning. Bagian yang awalnya berwarna biru menjadi hijau karena tertimpa warna kuning. Bagian yang merah muda menjadi warna oranye dan bagian yang kosong tetap menjadi warna kuning. Dalam karya ini siswa lebih berani menggunakan variasi motif yang beragam. Selain itu komposisi dan tata letak motif juga mengalami perubahan yang signifikan.


Gambar 7

Karya batik 5

(sumber: dok. Supeni, 2022)

 

Pada gambar 7 siswa mewarnai kain terlebih dahulu dengan menggunakan warna merah dan biru dengan cara diciprat. Setelah itu baru dicap menggunakan motif ikan-udang yang ditata secara acak namun menggunakan ritme repetitif. Sela-sela antara udang-bandeng diberi motif cipratan malam dengan cara mencipratkan canting cap secara spontan. Selanjutnya diberi tambahan cantingan motif ukel scara acak di sekitar motif udang-ikan. Kemudian udang diberi warna oranye, ikan diberi warna merah dan latar diberi waran biru. Pada pewarnaan ke-dua ini, tidak sepenuhnya menutup pewarnaan pertama, sehingga muncul kesan overlapping dan motif totol-totol.

 

����������� �����������

Gambar 8

Karya batik 6

(sumber: dok. Supeni, 2022)

 

Gambar 8 merupakan pengembangan dari karya batik 4. Karya ini dibuat oleh kelompok anak tunarungu. Penggunaan motif pinggiran miring ditata berulang kemudian sela-selanya diisi dengan motif udang-bandeng, bunga, dan motif ragam hias lainnya. Ragam motif yang digunakan lebih variatif. Susunan motif lebih rapih dan tetesan malam pada saat mengecap sudah berkurang. Warna yang digunakan juga lebih beragam dan konsisten pada setiap motifnya.

 

Pembahasan

Proses kreatif dapat terjadi pada individu dalam berbagai aspek. Perubahan dan perkembangan merupakan ciri dari adanya kreativitas. Menurut (Conny, 1987) kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta suatu produk baru dan ditegaskan bahwa ciptaan itu tidak harus seluruhnya produk baru, tetapi boleh jadi hasil dari penggabungan, pengkombinasian yang unsur-unsurnya sudah ada sebelumnya. Sebagaimana yang telah dilakukan siswa vokasi membatik di SLBN Gedangan dalam berkarya batik. Pada awal praktik siswa diajarkan untuk berkarya berdasarkan arahan dari guru. Seiring berjalannya waktu, pada karya ke-dua dan seterusnya susunan pola, kombinasi motif, dan kombinasi warna mengalami perubahan.

Pada tiap siswa mengalami proses yang tidak sama. Pada siswa tunagrahita mengalami kesulitan mengingat rancangan pola yang sudah dijelaskan. Namun, siswa tunagrahita lebih bisa berkreasi menggunakan cap tanpa pola garis bantu, melainkan pola dibuat bebas dan acak seperti karya batik pada gambar 7. Di dalam prinsip seni rupa, Susunan pola acak tersebut disebut juga dengan ritme repetitif. Penggunaan ciprat warna dan malam memberikan efek dinamis, sehingga dapat terlihat spontanitas sebagai karakteristik karya siswa tunagrahita. Hambatan dalam mengendalikan motoric juga dialami oleh siswa tunadaksa ringan. Sehingga solusi yang dapat digunakan agar siswa tetap dapat berkarya dan berekspresi bisa menggunakan pola acak atau ritme repetitive dengan Teknik spontanitas.

Kreativitas berkaitan erat dengan imajinasi, oleh karena kemampuan mencipta diawali dari adanya penemuan ide yang merupakan akibat dari adanya proses imajinasi dan fantasi-fantasi. Seperti yang dikemukakan oleh (Suryahadi, 1994) bahwa apapun wujud dari kreasi manusia prosesnya pasti dibentuk terlebih dahulu di dalam benak/pikiran yang disebut imajinasi. Berdasarkan observasi terhadap proses yang dilakukan siswa dari tahap pembuatan pola didasarkan pada imajinasi dan pemikiran siswa terkait penyusunan motif-motif yang akan dibuat.

Dalam buku Psikologi Seni Damajanti (2013), proses kreasi dibagi menjadi dua yaitu proses kreatif sadar dan proses kreatif tidak sadar. Proses kreatif sadar didasarkan pada kehendak kemauan sadar yang kuat. Sehingga kreativitas dapat dilatih atau direkayasan dan dapat ditumbuhkan. Proses kreatif tidak sadar mendasarkan pada inspirasi dan aspek ketidaksadaran. Di sini kreativitas dipandang sebagai suatu peristiwa tak sadar, yang tidak dapat diprediksi (Septa, Yuningsih, & Sadono, 2021).

Pada kondisi tertentu siswa melakukan proses pengecapan dengan spontan dapat dikategorikan sebagai proses kreatifberdasarkan ketidaksadaran. Pun pada proses kreatif secara sadar seperti pada proses pengecapan dan pewarnaan secara berulang-ulang dapat melatih dan menumbuhkan krativitas siswa. Pembelajaran di SLB memang lebih lambat prosesnya jika dibandingkan dengan pembelajaran di sekolah umum. Namun, siswa di SLB juga memiliki kesempatan yang sama dalam hal mengembangkan bakat dan minatnya melalui proses kreatif seperti membuat batik menggunakan canting cap berbahan kertas.

Kelebihan penggunaan alat canting cap berbahan kertas pada siswa SLB yaitu penggunaan alat yang relatif mudah karena lebih ringan jika dibandingkan dengan canting cap tembaga. Bahan utama canting dari kertas dan kayu mudah didapatkan di sekitar sekolah. Selain itu harganya juga lebih terjangkau. Siswa dapat membuat sendiri motif yang diinginkan dan merangkai sendiri canting cap dengan lem. Penggunaan canting cap berbahan kertas dapat menyingkat waktu pencantingan jika dibandingkan dengan proses pencantingan pada batik tulis. Proses mengecap lebih aman jika dibandingkan dengan mencanting menggunakan canting tulis.

Kekurangan canting cap berbahan kertas yaitu mudah rusak jika kurang hati-hati saat penggunaan. Pada siswa yang kurang fokus canting cap yang tersenggol benda keras akan mudah patah karen sifat kertas yang menjadi keras saat sudah dipakai lama. Motif yang dihasilkan memiliki garis atau outline yang lebih besar karena jika menggunakan kertas yang lebih tipis, canting tidak bisa kokoh. Pada siswa tertentu seperti, tunagrahita dan tunadaksa tidak dapat menggambar dan membuat motifnya sendiri karena membutuhkan fokus, kemampuan menggambar, dan motorik halus yang baik untuk menghasilkan motif yang rapih dan dapat digunakan untuk mengecap.

 

Kesimpulan

Program vokasi di SLBN Gedangan sidoarjo menjadi wadah bagi siswa untuk dapat mengembangkan potensi kreatifnya dalam berkarya batik. Menggunakan canting cap berbahan kertas, siswa dapat membuat karya batik dengan berbagai komposisi, Teknik dan pewarnaan. Proses kreatif yang dilakukan siswa vokasi terdiri dari proses kreatif sadar dan tidak sadar. Proses kreatif sadar dilakukan secara berulang-ulang untuk meningkatkan kemampuan kreativitas yang dimiliki. Selanjutnya pada proses tertentu seperti penegcapan dan pewarnaan siswa melakukan improvisasi atau spontanitas dalam berkarya yang mana hal tersebut adalah proses kreatif tidak sadar. Proses berkarya batik cap menggunakan canting cap berbahan kertas lebih mudah dilakukan siswa dan dapat menunjang kreativitas siswa.

 

 

Bibliografi

 

Conny, Semiawan. (1987). Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah: Petunjuk Bagi Guru Dan Orang Tua. Jakarta: PT Gramedia.

 

Damajanti, Irma. (2013). Psikologi seni. Kiblat Buku Utama.

 

Desiningrum, Dinie Ratri. (2017). Psikologi anak berkebutuhan khusus. psikosain.

 

Ditto, Anin, Yulimarni, Yulimarni, & Sundari, S. R. I. (2020). Pelatihan batik cap dalam rangka meningkatkan kreatifitas siswa SLB YPPLB Kota Padang. Batoboh: Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat, 5(1), 38�45.

 

Efendi, Khoirul. (2022). ..(Gunakan Ttd Asli Bukan Scan Pada Lembar Persetujuan Publikasi, Upload Ulang)... Implementasi Standar Pengelolaan Pendidikan Dalam Peningkatan Mutu Madrasah Di Man 1 Ponorogo. IAIN PONOROGO.

 

Fitriah, Anis, Kusen, Kusen, & Ridwan, Rifanto Bin. (2018). Evaluasi Program Ekstrakurikuler Untuk Meningkatkan Prestasi Non Akademik Siswa Di Smp Negeri Megang Sakti Kabupaten Musi Rawas. IAIN CURUP.

 

Fitrianingsih, Dwi. (2018). Pengembangan Klise Canting Cap Kertas Pada Pembelajaran Batik Bagi Siswa Tunarungu Kelas XI SMA Luar Biasa YKGR Bayat. Pend. Seni Kerajinan-S1 (e-Craft), 7(3), 300�308.

 

Hanafi, Ivan. (2014). Pendidikan Teknik dan Vokasional:: Menggali Pengalaman Sukses Institusi Bi-National di Negeri Jiran, dari Konsep hingga Implementasi. Deepublish.

 

Intan, Rani. (2022). The Implementation Of Revitalization Policy In Vocational Higher Education Program/Implementasi Kebijakan Revitalisasi Pendidikan Tinggi Vokasi Program Diploma Iii. Jurnal Pengabdian Vokasi, 2(4), 218�230.

 

Istiqomah, Dwi. (2017). Kreativitas dan Pengembangannya dalam Perspektif Teori Ernst Kris. Golden Age: Jurnal Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia Dini, 2(1), 29�38.

 

Nurohmad, Nurohmad, & Eskak, Edi. (2019). Limbah Kertas Duplex Untuk Bahan Canting Cap Batik. Dinamika Kerajinan Dan Batik, 36(2), 125�134.

 

Rusmala, Mastin. (2018). Peran Mata Kuliah Bahasa Inggris dalam Pendidikan Vokasi di STKOM Sapta Computer Kalsel.

 

Sani, Yulvia, & Herlina, Heni. (2018). Pengembangan Program Keterampilan Vokasional untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja Bagi Siswa Tunarungu di SLB N Bekasi Jaya. Jurnal Pendidikan Kebutuhan Khusus, 2(2), 63�68.

 

Septa, Elza Eldiana, Yuningsih, Cucu Retno, & Sadono, Soni. (2021). Analisis Kreativitas Anak Berkebutuhan Khusus Selama Masa Pandemi Covid-19 Di Primagama Homeschooling Tahun 2020, Kota Jakarta Timur. EProceedings of Art & Design, 8(2).

 

Syafiq, Athfin Risqi. (2016). Implementasi Kebijakan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill) di SMK Negeri 1 Trucuk Klaten. Spektrum Analisis Kebijakan Pendidikan, 5(5), 514�525.

 

Vilaruka, Drina, & Mutmainah, Siti. (2019). Uji Coba Pembuatan Canting Cap Batik Dengan Menggunakan Berbagai Macam Kertas.

 

Copyright holder:

Supeni Saputri, Setyo Yanuartuti, Indar Sabri (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: