Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 10, Oktober 2022

 

PERLINDUNGAN KONSUMEN KORBAN TRANSAKSI PAY LATER TRAVELOKA (CONTOH KASUS TRIAS DIAN LESTARI)

 

Mulyadi, Gunawan Djajaputra�

Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara

E-mail: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari konsep pembangunan nasional, sebagai bentuk upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Dalam rangka memantapkan pembangunan nasional, pemerintah mengajak dunia perbankan untuk turut serta menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, baik dalam skala kecil maupun besar. Pemerintah mengelurakan aturan dasar hukum perbankan yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (yang kemudian disingkat menjadi UU Perbankan). Tujuannya untuk mengatur berbagai kegiatan perbankan, baik transaksi, penyetoran uang, investasi maupun perkreditan agar masyarakat juga mendapatkan perlindungan hukum. Implementasi layanan bisnis keuangan untuk menghubungkan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman untuk mencapai kesepakatan pinjaman dalam rupiah secara langsung melalui platform digital menggunakan layanan internet.PayLater adalah layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi dengan motto �beli dulu bayar nanti�. Konsumen sering kali dianggap memiliki suatu kedudukan yang tidak seimbang dengan para pelaku usaha. Konsumen tidak berdaya menghadapi posisi yang lebih kuat dari para pelaku usaha. Hal ini tidak sejalan dengan peraturan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (yang kemudian disingkat UUPK), khususnya Pasal 4 mengenai hak-hak konsumen terdapat diantaranya tentang hak atas kenyamanan keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang diterima sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Berdasarkan alasan tersebut diangkatlah judul penelitian ini yaitu �Perlindungan Konsumen Korban Transaksi PayLater Traveloka (Contoh Kasus Trias Dian Lestari)�.

 

Kata kunci: Paylater; Konsumen; Perlindungan Hukum

 

Abstract

Economic development as part of the concept of national development, as an effort to realize the welfare of the people who are just and prosperous. In order to strengthen national development, the government invites the banking world to participate in collecting and distributing public funds, both on a small and large scale. The government issued basic rules of banking law, namely Law Number 10 of 1998 concerning Banking (which was later shortened to the Banking Law). The aim is to regulate various banking activities, both transactions, depositing money, investment and credit so that the public also gets legal protection. Implementation of financial business services to connect lenders with loan recipients to reach loan agreements in rupiah directly through digital platforms using internet services. PayLater is a technology-based lending and borrowing service with the motto "buy first, pay later". Consumers are often considered to have an unequal position with business actors. Consumers are powerless in the face of a stronger position from business actors. This is not in line with the regulations in Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection (later abbreviated as UUPK), especially Article 4 concerning consumer rights, including the right to comfort, security and safety in consuming goods and / or services received in accordance with the agreement or not as it should be. Based on this reason, the title of this study was raised, namely "Consumer Protection of Traveloka PayLater Transaction Victims (Example of Trias Dian Lestari Case)".

 

Keywords: Paylater; User; Legal Protection.

 

Pendahuluan

Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari konsep pembangunan nasional, sebagai bentuk upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (yang kemudian disingkat menjadi UUD 1945), dalam UUD 1945 khususnya Pasal 33 ayat (4) disebutkan bahwa �Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional�.

Untuk meningkatkan pembangunan nasional, pemerintah mendorong sektor perbankan untuk berpartisipasi di dalamnya, baik dalam skala mikro maupun makro. Pelaku usaha perbankan berfungsi sebagai pengumpul dan pendistribusian dana masyarakat, dan memiliki peran strategis dalam mendukung pembangunan nasional. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesetaraan dalam pembangunan, pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional, dan meningkatkan taraf hidup rakyat dengan prinsip demokrasi ekonomi (dan Hermansyah, 2008).

Implementasi layanan bisnis keuangan untuk menghubungkan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman untuk mencapai kesepakatan pinjaman dalam rupiah secara langsung melalui platform digital menggunakan layanan internet (Sarwono & Martadiredja, 2008). Sementara itu, peningkatan alat pembayaran meningkat secara signifikan, sejalan dengan perkembangan teknologi sistem pembayaran yang sedang dikembangkan. Penggunaan teknologi modern sebagai alat pembayaran nontunai baik di dalam negeri maupun di luar negeri telah berkembang pesat dengan berbagai terobosan yang mengarah pada penggunaan yang lebih efektif, aman, cepat dan nyaman (Tarantang et al., 2019). Pada era sekarang banyak muncul aplikasi-aplikasi milik perusahaan startup besar yang menyediakan layanan seperti belanja online dengan pembayaran melalui uang digital. Adapun aplikasi yang banyak di minati seperti OVO, Tokopedia, Traveloka, Akulaku, Kredivo dan lain-lain (Atmoko et al., 2006).

Aplikasi-aplikasi tersebut menawarkan banyak layanan yang memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Salah satu fitur yang saat ini sedang populer dan banyak digunakan pada aplikasi online adalah PayLater yang memungkinkan pengguna untuk melakukan cicilan tanpa perlu memiliki kartu kredit (Lubis et al., 2021). Jika seseorang gagal mendapatkan kartu kredit, mereka dapat beralih ke PayLater untuk membayar barang yang diinginkan secara mencicil. PayLater adalah layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi dengan motto �beli dulu bayar nanti�. Walaupun hampir sama dengan pinjaman kredit di bank, yang membedakan adalah sistem peminjamannya. Bank menggunakan kredit melalui kartu kredit dan membuatnya melalui bank, sedangkan PayLater menggunakan sistem online. Salah satu aplikasi yang menawarkan fitur PayLater adalah Traveloka PayLater.

PayLater diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 10 /POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi konsumen, baik itu kreditor maupun debitor.� Dengan adanya OJK, suatu perjanjian dapat menguntungkan, baik kreditor/debitor, sehingga terbitlah kesepakatan, di mana para pihak sepakat untuk melakukan perjanjian. Sebagaimana diketahui bahwa PayLater pada Traveloka agar dapat digunakan oleh konsumen ditandai dengan adanya perjanjian, meskipun peminjaman ini menggunakan sistem online tetapi perjanjian tersebut tetap harus berdasarkan syarat syah perjanjian yang sudah diatur didalam KUHPerdata, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya (Subekti, 2005).

Perjanjian diatur dalam Bagian III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang menganut sistem terbuka, artinya orang bebas membuat perjanjian sepanjang tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Pasal-pasal dalam hukum perjanjian bersifat opsional, artinya dapat dikesampingkan jika para pihak yang mengadakan perjanjian menghendakinya. Para pihak diperbolehkan membuat ketentuan sendiri yang berbeda dengan pasal-pasal hukum perjanjian (Hermoko, 2008).

Selain itu, Pasal 1765 KUHPerdata memperbolehkan para pihak untuk menyepakati bunga atas pinjaman uang atau barang yang habis dipakai. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dilihat unsur-unsur pinjam-meminjam adalah sebagai berikut Sembiring, (2000): (a) Kesepakatan antara pihak yang meminjam dan pihak yang memberi pinjaman. (b) Ada sejumlah barang yang dikonsumsi karena dipinjamkan. (c) Penerima pinjaman akan menggantinya dengan barang yang sejenis. (d) Peminjam wajib membayar bunga sesuai kesepakatan.

Setelah perjanjian ditandatangani, akibat hukumnya adalah perjanjian itu mengikat semua pihak yang terlibat, sesuai dengan asas kebebasan berkontrak (The freedom of contract) sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Pasal ini menegaskan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah akan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang menandatanganinya. Untuk memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian, Pasal 1320 KUHPerdata menetapkan asas kesepakatan (konsensualisme) sebagai salah satu unsur yang harus dipenuhi.

PayLater di Indonesia sangat berkembang pesat karena kegunaan dan kemudahannya dalam setiap transaksi. �Populernya transaksi paylater ini terkadang banyak dimanfaatkan oleh oknum-oknum jahat yang tidak bertanggung jawab. Dengan sistem pembayaran PayLater ini tidak selalu berjalan baik, dalam praktiknya juga banyak kerugian yang dirasakan oleh konsumen dalam menggunakan layanan pembayaran menggunakan pay later seperti yang dialami oleh salah seorang konsumen yang bernama Trias Dian Utami. Pada tanggal 4 April 2019 yang lalu Trias Dian Lestari mendapat beberapa tagihan pembayaran tiket ke tempat wisata Jatim Park sebesar Rp 2.848,310 tanpa sepengetahuan pengguna, beberapa hari setelahnya Trias Dian Lestari ingin mengakses akun PayLater-nya, namun sudah tidak bisa diakses kembali dan dia pun menghubungi pihak Traveloka.�

Menurut pihak Traveloka bahwa akun pengguna ini masih aktif dan terdaftar atas email pengguna, namun di handphone pengguna sendiri akun nya tidak bisa diakses, karena merasa tidak beres akhirnya pengguna pun meminta email nya untuk dibekukan. Selang beberapa hari pengguna pun mendapat telepon dari auto reminder Traveloka dan tetap mendapatkan tagihan pembelian tiket tersebut yang mana pengguna pun tidak memakainya. Lalu Trias Dian Lestari-pun menghubungi kembali pihak Traveloka untuk meminta kejelasan dan respons nya pembebanan biaya harus menjadi tanggung jawab dari pemilik akun. Hal yang menjadi permasalahannya adalah bukan hanya nominal saja yang dibebankan kepada pengguna tetapi akun yang telah diretas, yang mana akun tersebut terdapat data-data pribadi.

Dalam hal ini membuktikan bahwa layanan Traveloka masih banyak kendala dalam memenuhi hak-hak konsumen, hal mana dalam kasus tersebut telah melanggar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2008 jo Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 26 ayat (1), dan Peraturan Otoritas Jasa keuangan (POJK) Nomor 1 tahun 2019 tentang Perlindungan Data Konsumen Jasa Keuangan, khususnya Pasal 31.

Konsumen sering kali dianggap memiliki suatu kedudukan yang tidak seimbang dengan para pelaku usaha. Konsumen tidak berdaya menghadapi posisi yang lebih kuat dari para pelaku usaha. Hal ini tidak sejalan dengan peraturan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (yang kemudian disingkat UUPK), khususnya Pasal 4 mengenai hak-hak konsumen terdapat diantaranya tentang hak atas kenyamanan keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang diterima sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.�

Keinginan yang hendak dicapai dalam perlindungan konsumen adalah menciptakan rasa aman bagi konsumen dalam memenuhi kebutuhan hidup (Nasution, 2002). Yang mana terbukti bahwa semua norma perlindungan konsumen dalam UUPK memiliki sanksi pidana. Segala upaya yang dimaksudkan dalam perlindungan konsumen tersebut tidak hanya terhadap tindakan preventif tetapi juga tindakan represif dalam semua bidang perlindungan yang diberikan kepada konsumen.�

Dalam hukum perlindungan konsumen, asas perlindungan konsumen tercantum dalam Pasal 2 UUPK yang menyebutkan bahwa �Perlindungan konsumen berdasarkan asas manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan seta kepastian hukum.� Jika memperhatikan subtansi dalam Pasal 2 UUPK beserta penjelasannya, perumusannya mengacu pada filosofi pembangunan nasional yang berlandaskan pada falsafah Negara Indonesia (Zulham, 2013).

Perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang mana dijelaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dengan hal itu dapat timbul suatu hubungan hukum yang melibatkan dua orang atau lebih dalam sebuah kesepakatan, yang mana akan menimbulkan hak-hak dan kewajiban dari masing-masing pihaknya. Menurut pendapat ahli R. Wirjono Prodjodikoro menyebutkan bahwa suatu perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu (Santoso, 2019). Sedangkan menurut Munir Fuady (2002), perjanjian merupakan suatu peristiwa hukum dimana seorang berjanji kepada orang lain atua dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Pada Pasal 1 angka 2 Undang-udang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya (Tobing & Tobing, 2012).

Pelaksanaan perbuatan hukum dalam mengatur transaksi elektronik dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup. Para pihak yang terlibat dalam transaksi elektronik harus berperilaku dengan itikad baik dalam berinteraksi atau bertukar informasi elektronik dan dokumen elektronik selama bertransaksi. Penyelenggara transaksi elektronik diatur dengan peraturan pemerintah. Dalam industri e-commerce terdapat dua jenis pelaku yaitu pedagang yang menjual produk dan pembeli/konsumen yang bertindak sebagai pembeli.

PayLater adalah pilihan finansial dari Traveloka yang memungkinkan pembayaran dengan cara mencicil tanpa perlu kartu kredit atau yang biasa dikenal dengan Pulsa Online. Opsi pembayaran ini dapat digunakan untuk semua produk yang tersedia di Traveloka, kecuali beberapa produk Bill Payment dan produk Konektivitas.

Menurut ustaz Dr. Oni Sahroni, Anggota Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. PayLater adalah sistem pembayaran yang memanfaatkan dana talangan dari perusahaan aplikasi terkait, dan pengguna akan melunasi tagihannya di perusahaan aplikasi tersebut. Fitur PayLater memberikan kesempatan kepada konsumen untuk memanfaatkan jasa dan layanan, sementara mereka diharuskan membayar di akhir sesuai batas waktu yang telah ditentukan�

Berdasarkan alasan tersebut diangkatlah judul penelitian ini yaitu �Perlindungan Konsumen Korban Transaksi PayLater Traveloka (Contoh Kasus Trias Dian Lestari)�.

 

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan proposal skripsi ini adalah metode penelitian hukum yuridis-normatif, yang berarti meneliti hukum sebagai suatu norma atau peraturan yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi pedoman bagi tingkah laku setiap individu.

Penelitian proposal skripsi ini akan menggunakan kajian asas hukum, karena asas hukum merupakan unsur hukum yang ideal. Jika prinsip hukum tidak ada, aturan hukum akan kehilangan efektivitasnya, karena penelitian ini merupakan penelitian yuridis deskriptif, maka penelitian ini akan menganalisis aturan hukum baik dari segi undang-undang maupun dari segi putusan pengadilan. Dengan demikian objek yang dianalisis adalah terkait perlindungan konsumen korban transaksi Pay Later Traveloka terkait contoh kasus Trias Dian Lestari. Pada dasarnya sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian dan seterusnya. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian dan seterusnya.

Di dalam penelitian ini teknik pengumpulan datanya adalah studi kepustakaan (library research). Penelitian hukum normatif dibatasi pada atas penggunaan studi dokumen atau bahan pustaka saja) yaitu pada data hukum sekunder. Teknik analisis datanya adalah analisis kualitatif yang menginterpretasikan data dalam bentuk kalimat guna memperoleh jawaban singkat secara deduktif.

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Pengaturan Pelaksanaan Pay Later Traveloka Terkait Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi

Dalam melakukan analisis permasalahan terkait pengaturan pelaksanaan pay later Traveloka, penulis akan menggunakan pendekatan normatif dengan menganalisis regulasi-regulasi yang berlaku di Indonesia terkait layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi. Regulasi yang menjadi acuan dalam analisis ini antara lain adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi.

Dalam POJK tersebut, dijelaskan bahwa penyelenggara layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi harus memenuhi persyaratan kelayakan dan memiliki reputasi yang baik. Selain itu, penyelenggara juga harus memberikan informasi yang jelas dan transparan kepada peminjam mengenai biaya-biaya yang dikenakan serta risiko-risiko yang mungkin timbul dari penggunaan layanan tersebut. Dalam hal ini, Traveloka sebagai platform penyedia layanan pay later harus memastikan bahwa pemberi pinjaman dan penyedia jasa layanan yang bekerja sama dengan mereka telah memenuhi persyaratan kelayakan dan memiliki reputasi yang baik (Syamsudin & SH, 2020). Selain itu, Traveloka juga harus memberikan informasi yang jelas dan transparan kepada pengguna mengenai biaya-biaya yang dikenakan serta risiko-risiko yang mungkin timbul dari penggunaan layanan pay later.

 

B.     Perlindungan Konsumen Terhadap Korban Transaksi PayLater Terkait Kasus Trias Dian Lestari

Dalam melakukan analisis permasalahan terkait perlindungan konsumen terhadap korban transaksi PayLater terkait kasus Trias Dian Lestari, penulis akan menggunakan pendekatan empiris dengan menganalisis data- data yang ada mengenai kasus tersebut. Dalam kasus Trias Dian Lestari, terdapat dugaan bahwa Traveloka sebagai penyedia layanan pay later tidak memberikan perlindungan yang cukup kepada konsumen yang menjadi korban penipuan. Hal ini menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem pengawasan dan perlindungan konsumen yang diberikan oleh Traveloka. Sebagai platform penyedia layanan pay later, Traveloka harus memastikan bahwa sistem pengawasan dan perlindungan konsumen yang mereka berikan telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh regulasi yang berlaku di Indonesia (Oktavia, 2022). Selain itu, Traveloka juga harus meningkatkan kerjasama dengan pihak-pihak terkait seperti OJK dan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memperkuat sistem pengawasan dan perlindungan konsumen dalam penggunaan layanan pay later.

 

Kesimpulan

Kesimpulan mengenai perlindungan konsumen dalam kasus Trias Dian Lestari, yang merupakan korban transaksi Pay Later di Traveloka: (a) Perlindungan Konsumen, (b) Tanggung Jawab Platform, (c) Keterbukaan Informasi.

 

BIBLIOGRAPHY

Atmoko, P., Permana, S., & Pipih, D. P. (2006). Paper Seminar Internasional Toward a Less Cash Society in Indonesia. Toward a Less Cash Society in Indonesia. Jakarta: Direktorat Akunting Dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia.

 

dan Hermansyah, C. (2008). Hukum Perbankan Nasional Indonesia Ditinjau Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 dan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Edisi Revisi). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

 

Hermoko, A. Y. (2008). Asas Proporsionalitas dalam kontrak komersil. Yogyakarta: Laksbang Mediatama.

 

Lubis, S., Sulaiman, R., & Rahmiani, N. (2021). Kredit Paylater Pada Aplikasi Traveloka Dalam Perspektif Bai�Bit-Taqsith. AL-AQAD, 1(1), 64�79.

 

Munir, F. (2002). Hukum tentang Pembiayaan (Dalam Teori dan Praktek). Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

 

Nasution, A. (2002). Hukum perlindungan konsumen. Jakarta: Diadit Media.

 

Oktavia, R. (2022). Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi Pada Layanan Pay Later.

 

Santoso, L. (2019). Aspek Hukum Perjanjian: Kajian Komprehensif Teori dan Perkembangnnya (Vol. 1). Penebar Media Pustaka.

 

Sarwono, J., & Martadiredja, T. (2008). Teori e-commerce kunci sukses perdagangan di internet. Gava Media, Yogyakarta.

 

Sembiring, S. (2000). Hukum Perbankan. Mandar Maju.

 

Subekti, R. (2005). Hukum Perjanjian, Jakarta: PT. Intermasa, Cetakan Kesepuluh.

 

Syamsudin, M., & SH, M. H. (2020). Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguana Jasa Layanan Traveloka Atas Kebocoran Data Pribadi Oleh Penyedia Layanan.

 

Tarantang, J., Awwaliyah, A., Astuti, M., & Munawaroh, M. (2019). Perkembangan sistem pembayaran digital pada era revolusi industri 4.0 di indonesia. Jurnal Al-Qardh, 4(1), 60�75.

 

Tobing, R. L., & Tobing, R. L. (2012). Penelitian hukum tentang efektivitas Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.

 

Zulham, H. P. K. (2013). Kencana Prenada Media Group. Jakarta, Hlm, 86�92.

 

Copyright holder:

Mulyadi, Gunawan Djajaputra� iawan� (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: