Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 11 November 2022

 

ANALISIS HUBUNGAN INTENSITAS PENCAHAYAAN DAN KELELAHAN MATA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PADA PEKERJA KONVEKSI TAHUN 2022

 

Zulham Dwi Pratikto, Ekaterina Setyawati, Djamal Thaib

Universitas Sahid Jakarta

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Dalam industri garmen harus mempunyai 3 aset utama yaitu bahan kain, mesin jahit dan operator mesin jahit. Operator mesin jahit merupakan orang yang paling penting karena banyak atau sedikitnya jumlah pakaian jadi yang dihasilkan tergantung oleh operator mesin jahit. Namun pada kenyataannya diketahui bahwa bagian ini memiliki intensitas pencahayaan dibawah rata-rata daripada kebijakan pemerintah yang berlaku, sehingga didapati bahwa menimbulkan beberapa gejala keluhan kelelahan mata yang berdampak pada naik dan turunnya tingkat produktivitas kerja pekerja. Metode penelitian ini adalah explanatory, dengan teknik pengumpulan data melalui kuesioner dan wawancara dan menggunakan teknik Total Sampling Responden merupakan karyawan Dodik Garment dan CV. Arga Garment. Teknik analisis yang dipakai menggunakan koefisien korelasi pearson, koefisien determinasi serta uji signifikansi dan diuji menggunakan SPSS for Wimdows versi 27.0. Hasil penelitian ini menunjukkan intensitas pencahayaan berada di bawah standar minimal. Keluhan kelelahan mata dirasakan hampir sebagian besar pekerja dengan gejala seperti mata merah, mata mengantuk dan sakit kepala. Seluruh variabel independen, yaitu intensitas pencahayaan (X1) dan kelelahan mata (X2), secara bersama-sama (simultan) maupun sendiri-sendiri (parsial) mempengaruhi variabel dependen produktivitas kerja (Y). Saran yang dapat diberikan yaitu perlunya pengawasan dari dinas pemerintah terkait, melakukan pemeliharaan secara rutin, mendesain ulang tata letak ruangan untuk memaksimalkan distribusi pencahayaan, melakukan pemeriksaan kesehatan mata secara berkala dan membuat peraturan dan Standard Operating Procedures (SOP) untuk meminimalisasi risiko terjadinya keluhan kelelahan mata. �

 

Kata kunci: Intensitas Pencahayaan; Kelelahan Mata; Produktivitas Kerja; Home Industri Tapos Kota Depok.

 

Abstract

The garment industry must have three main assets: fabrics, sewing machines, and sewing machine operators. Because the amount of finished garments produced is dependent on the sewing machine operator, he or she is the most important person. However, in reality, it is known that this section has a lighting intensity below the average compared to the applicable government policy, so it is found that it causes several symptoms of complaints of eye fatigue, which have an impact on the rise and fall of the level of work productivity of workers. This research method is explanatory, with data collected via questionnaires and interviews, as well as total sampling techniques. Respondents are employees of Dodik Garment and CV. Arga Garment. The analysis technique used is the Pearson correlation coefficient, the coefficient of determination, and the significance test, which were tested using SPSS for Windows version 27.0. The results of this study indicate that the lighting intensity is below the minimum standard. Most workers complain of eye fatigue, which manifests as symptoms such as red eyes, drowsiness, and headaches. All independent variables, namely lighting intensity (X1) and eye fatigue (X2), simultaneously (simultaneously) or individually (partially) affect the dependent variable, work productivity (Y). Some suggestions that can be given are the need for supervision from related government agencies, carrying out routine maintenance, redesigning room layouts to maximize lighting distribution, conducting periodic eye health checks, and making regulations and Standard Operating Procedures (SOP) to minimize the risk of eye fatigue complaints.

 

Keywords: Lighting Intensity, Eye Fatigue, Work Productivity, Tapos Home Industry, Depok City.

 

Pendahuluan

Industri garmen merupakan salah satu industri strategis yang merupakan sekitar 7% dari total produksi industri di dunia dan 8,3% persen dari total perdagangan bahan industri. Industri ini telah menciptakan lapangan kerja bagi 2,8 juta wanita untuk terlibat dalam peran produktif baru di masyarakat. Sekitar 20 juta orang secara langsung dan tidak langsung bergantung pada sektor ini untuk mata pencaharian mereka (Mahmuda, 2018).

Industri Garmen dan Tekstil di Indonesia kian lama kian berkembang, mulai dari pabrik-pabrik garmen sampai dengan tingkat UKM garmen. Perkembangan industri garmen begitu banyak menarik perhatian, dengan Indonesia sendiri mencatat kurang lebih 300 pabrik garmen dengan merk-merk yang sudah ternama (kemenperin.go.id). Namun, seiring dengan kemajuan dan pekembangan tersebut memicu berbagai masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), seperti bertambahnya sumber bahaya, meningkatnya potensi bahaya, risiko penyakit dan kecelakaan akibat kerja.

Pengelihatan merupakan salah satu fungsi tubuh yang sangat penting dalam melakukan pekerjaan, terutama bagi tenaga kerja pada bidang industri garmen dan tekstil. Hal ini karena pada industri garmen dan tekstil, ketepatan dan ketelitian mata merupakan kunci keberhasilan dalam membuat suatu pakaian jadi. Kondisi seperti ini membuat mata pekerja harus berakomodasi lebih kuat lagi dan melakukan upaya mata yang berlebihan. Apabila hal ini dilakukan dalam jangka waktu yang relatif lama maka dapat menyebabkan kelelahan mata. Maka dengan begitu para pekerja perlu merawat dan menjaga penglihatannya dari kelelahan mata.

Kelelahan adalah rasa lelah yang luar biasa, kekurangan energi dan perasaan lelah. Kelelahan sering dikaitkan dengan keadaan fisiologis seperti aktivitas fisik yang berlebihan (Sultana et al., 2019). Maka, kelelahan mata itu sendiri dapat diartikan bahwa fungsi dari penglihatan tidak dapat berfungsi secara normal diakibatkan oleh kondisi fisik seseorang kelelahan. Dampak dari kelelahan mata dapat dikurangi dengan menempatkan pencahayaan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya. Pencahayaan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek yang dikerjakannya secara jelas, cepat, dan tanpa upaya yang tidak perlu.

Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Andri Fayrina Ramadhani pada pekerja di area produksi pelumas Jakarta PT Pertamina (Persero) memperoleh data mengenai gejala keluhan kelelahan mata sebanyak 72,13% yang merasa tegang di bahu dan leher dan 63,93% mengalami perasaan mengantuk. Dimana tingkat pencahayaan di area produksi itu tidak memenuhi standar minimal intensitas pencahayaan, hal ini disebabkan PT Pertamina (Persero) PUJ-L masih menggunakan standar intensitas minimal pencahayaan di ruangan kerja berdasarkan Kepmenkes 1405 Tahun 2002 yaitu merata sebesar 100 lux.

Kecamatan Tapos merupakan salah satu daerah yang berada di Kota Depok pernah memiliki pendapatan daerah dari perusahaan tekstil besar bernama PT Rajabrana. Krisis yang dihadapi PT Rajabrana menyebabkan banyak tenaga pekerjanya terkena PHK dan tidak sedikit dari mereka yang memulai usaha dari penjahit pakaian ataupun mendirikan usaha konveksi/garmen. Dodik Garment dan CV Arga Garment merupakan contoh dari beberapa usaha Home Industri di Kecamatan Tapos yang berkembang pesat dan menyerap banyak tenaga kerja di sekitar tempat usaha mereka.

Dalam proses produksi pakaian jadi, industri garmen harus mempunyai 3 aset utama yaitu bahan kain, mesin jahit dan operator mesisn jahit. Operator mesin jahit merupakan orang yang paling penting karena banyak atau sedikitnya jumlah pakaian jadi yang dihasilkan tergantung oleh operator mesin jahit. Namun pada kenyataannya pada observasi awal diketahui bahwa bagian ini memiliki intensitas pencahayaan dibawah rata-rata daripada kebijakan pemerintah yang berlaku yaitu 183 � 210 lux, sehingga didapati bahwa menimbulkan beberapa gejala keluhan kelelahan mata yang berdampak pada naik dan turunnya tingkat produktivitas kerja mereka.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang analisis hubungan intensitas pencahayaan dan kelelahan mata terhadap produktivitas kerja pekerja penjahit di Home Industri Kecamatan Tapos Kota Depok Tahun 2022.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini dirancang sebagai penelitian observasional analitik dengan menggunakan disain cross-sectional yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (poin time approach). Artinya setiap subjek penelitian hanya di observasi satu kali dan dilakukan pengukuran terhadap keadaan karakter atau variabel subjek pada saat pengamatan (Siyoto, Sandu. 2015).

Penelitian dilakukan pada bagian sewing di Dodik Garment dan CV. Arga Garment, Tapos Kota Depok. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder dari keseluruhan data yang dipilih variabel-variabel yang sesuai dengan tujuan penelitian. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu intensitas pencahayaan dan kelelahan mata sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini yaitu produktivitas kerja. Instrumen yang digunakan adalah alat ukur intensitas pencahayaan dan lembar kuesioner. Teknik sampling yang digunakan dengan cara total sampling yaitu dengan mengambil semua populasi pada sampel Dodik Garment sebanyak 20 responden dan CV. Arga Garment sebanyak 40 responden.

Metode pengumpulan data untuk data primer dengan pengisian kuesioner yang dibuat oleh peneliti dan pengamatan dilakukan selama 7 hari kerja dimana untuk pengukuran intensitas pencahayaan dibagi menjadi 3 sesi dan 2 sesi untuk kelelahan mata dalam satu hari. Sedangkan untuk data sekunder dengan telaah dokumen, cara ini dilakukan untuk mengurangi pengaruh dari recall bias yang sering terjadi dengan menggunakan metode kuesioner.

Dalam mengumpulkan data primer, peneliti membuat kuesioner yang diisi oleh responden untuk memperoleh data mengenai karakteristik pekerja, riwayat kesehatan mata sebelumnya dan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja. Sedangkan pengamatan dilakukan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan intensitas pencahayaan dan kelelahan mata yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Data sekunder adalah informasi yang sudah ada dan tersedia bagi peneliti di tempat penelitian, serta berbagai sumber literatur dan pustaka yang berhubungan dengan penelitian.

Pengolahan dan analisis data akan dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan program SPSS 27.0. Data akan dianalisis secara univariat dan bivariat. Analisis ini digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi dan frekuensi dari variabel bebas. Uji bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan melakukan uji statistik yang digunakan adalah uji koefisien korelasi dan determinasi untuk variabel kategorik dua kelompok dengan tingkat kemaknaan (p value) = 0,05.�.

 

Hasil dan Pembahasan

Pencahayaan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek yang dikerjakannya secara jelas, cepat, dan tanpa upaya yang tidak perlu. Lebih dari itu, pencahayaan yang memadai memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan (Yusuf, 2015). Pencahayaan dengan intensitas cahaya tidak memadai menyebabkan pekerja memaksimalkan penglihatannya sehingga menyebabkan mata menjadi tegang, otot tegang, dan saraf tegang yang mengakibatkan kelelahan mata, kelelahan mental, sakit kepala, penurunan konsentrasi, kecepatan berpikir dan kemampuan intelektual (Naintikasari, 2016).

Sesuai dengan Standar Pencahayaan Eropa (EN 12464-1) tentang ruang kerja tertutup, pencahayaan di ruangan untuk jenis kegiatan pekerjaan pembuatan dan pemrosesan tekstil tingkat pencahayaannya antara 100 � 1500 lux, khususnya pada bagian penjahitan dengan intensitas pencahayaan minimal sebesar 300 lux (Zumtobel, 2018:34-35).

Intensitas pencahayaan pada Dodik Garment dan CV. Arga Garment hanya mencapai tingkat terendah 60 lux dan tertinggi 210 lux. Hal ini disebabkan banyak hal seperti jumlah penerangan tidak mencukupi dengan luas ruangan, kondisi penerangan yang berdebu, tata ruang yang buruk dan penempatan bahan produksi yang menumpuk sehingga menghalangi penyebaran cahaya ke area kerja. Dimana hal tersebut menyebabkan terjadi kelelahan mata pada pekerja bagian Sewing dengan mata merah, gejala sakit kepala, mata rasa mengantuk. Peneliti pun mendapatkan data bahwa tingkat cacat produksi melebihi 50% dari kapasitas target produksi dalam 7 hari kerja.

Responden pada penelitian ini adalah seluruh bagian Sewing di Dodik Garment berjumlah 20 orang dan 40 orang dari CV. Arga Garment. Dari uraian berikut akan memperlihatkan distribusi karakteristik responden:

 

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Variabel

Kategori

Perusahaan

Dodik Garment

CV. Arga Garment

Jenis Kelamin

Laki-laki

1

35

Perempuan

19

5

 

 

 

 

Usia Responden

<40th

9

6

≥40th

11

34

 

 

 

 

Lama Kerja

1-5th

3

2

6-10th

8

4

11-15th

9

26

≥15th

0

8

 

Tabel diatas menunjukkan bahwa responden Dodik Garment dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 19 orang dan 35orang. Adapun responden CV. Arga Garment, laki-laki sebanyak 1 orang dan 5orang. Responden yang paling dominan yaitu responden perempuan, hal tersebut menggambarkan bahwa demografi pekerja dilapangan lebih dominan perempuan karena pekerjaan menjahit membutuhkan ketelitian tinggi sehingga lebih banyak dibutuhkan pekerja Wanita.

Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa Dodik Garment memiliki responden dengan usia kurang dari 40 tahun sebanyak 9 orang dan 6 orang sedangkan CV. Arga Garment memiliki usia responden lebih atau sama dengan 40 tahun sebanyak 11 orang dan 34 orang. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pekerja yang berisiko mengalami keluhan kelelahan mata lebih banyak dibandingkan pekerja yang tidak berisiko. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan akomodasi seseorang adalah usia. Seiring bertambah usia seseorang dalam batasan tertentu maka akan menurun kemampuan akomodasi mata seseorang. Sehingga kemungkinan akan berdampak kepada produktivitas kerja dari pekerja itu sendiri.

Dari tabel diatas, dapat dilihat juga bahwa jumlah responden dengan lama kerja lebih dari 5 tahun lebih banyak dibandingkan jumlah responden dengan lama kerja kurang dari atau sama dengan 5 tahun. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pekerja yang berisiko mengalami keluhan kelelahan mata lebih banyak dibandingkan pekerja yang tidak berisiko dan akan berdampaknya produktivitas kerja. Namun disamping masalah intensitas pencahayaan yang mempengaruhi kelelahan mata itu sendiri, adapun masing-masing perusahaan membangun budaya kekeluargaan pada setiap pekerja serta membina pekerja untuk memberikan kesempatan pekerja bisa lebih baik dari sisi produktivitas kerja dengan harapan bahwa pekerja bekerja secara loyal dengan perusahaan.

 

Tabel 2 Hasil Pengukuran Intensitas Pencahayaan

 

 

 


Dapat dilihat pada tabel diatas, diketahui bahwa intensitas pencahayaan yang dilakukan pengukuran selama 7 hari memiliki rata-rata paling besar yaitu 210 lux dan paling kecil pada 159 lux. Sedangkan dalam Permenaker No. 5 tahun 2018, rata-rata intensitas pencahayaan yang dibutuhkan dalam pekerjaan tersebut pada 300-1.000 lux.

Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa apabila intensitas pencahayaan tidak ditambahkan maka akan menimbulkan permasalahan pada mata dan terganggunya produktivitas kerja dalam alur proses produksi yang dikerjakan. Dan bahan pakaian serta hasil produksi yang bertumpuk disekitar area kerja menambah terpecahnya sinar dari lampu penerangan, sehingga intensitas pencahayaan ruangan menjadi lebih redup.

 

Tabel 3 Hasil Pengukuran Kelelahan Mata

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Observasi langsung yang dilakukan mendapatkan gejala-gejala yang dirasakan oleh responden. Dan ternyata gejala yang paling sering dialami oleh pekerja bagian Sewing yaitu Keluhan mata merah sebanyak 16,7%, mata mengantuk sebanyak 14,3%. Sedangkan gejala yang paling sedikit dialami oleh pekerja adalah gejala penglihatan rangkap di mana hanya sebesar 3% pekerja yang mengalaminya. Intensitas pencahayaan yang kurang baik akan membuat mata cepat lelah dengan gejala-gejala yang berbeda pada setiap pekerja.

Tabel 4 Hasil Pengukuran Produktivitas Kerja

 

 

 

 

 


Berdasarkan pada keterangan pemilik bahwa target produksi dalam 1 minggu adalah sebanyak 2.000 pcs pakaian jadi. Peneliti telah memperoleh data produktivitas kerja seperti pada tabel 4.9 diatas, diketahui bahwa total produksi sebanyak 2.531 pcs pakaian jadi dalam 7 hari kerja. Dengan perbandingan kesalahan atau kecacatan dalam proses produksi sebesar 74,4% yaitu 1.884 pcs pakaian jadi. Dapat disimpulkan bahwa para pekerja telah melebihi target produksi, namun perlu kita perhatikan kembali pada kesalahan atau kecacatan proses produksi yang lebih dari hasil produksi.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti berasumsi bahwa apabila jumlah kesalahan atau kecacatan produksi kurang dari 50% atau 74,4% maka para pekerja dapat menghasilkan produk yang lebih banyak dari data diatas. Namun hal ini hanya asumsi awal, untuk dapat membuktikan kebenarannya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di Dodik Garment.

 

Tabel 5 Hasil Pengukuran Intensitas Pencahayaan

 

 

 

 


Pada lampiran tabel intensitas pencahayaan dalam Permenaker No.5 tahun 2018, kita ketahui bahwa standar pencahayaan pada area kerja yang berhubungan dengan pekerjaan pembedaan yang teliti daripada barang-barang kecil dan halus pada kontras yang kurang dalam waktu lama seperti menjahit sebesar 300-1.000 lux. Pada tabel 4.7 dapat dilihat bahwa, nilai pengukuran intensitas pencahayaan yang didapatkan dengan rata-rata 60-76 lux.

Peneliti berpendapat bahwa CV. Arga Garment masih belum memenuhi persyaratan standar intensitas pencahayaan yang telah diatur oleh Pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Ketenagakerjaan RI. Hal tersebut merujuk kepada kondisi area kerja yang dimiliki oleh CV. Arga Garment seperti titik penempatan lampu yang kurang dari total luas ruangan dan tidak memiliki atap atau langit-langit yang tertutup sehingga cahaya dari lampu penerangan tidak fokus atau menyebar yang menjadikan pencahayaan tidak merata dengan baik.

Tabel 6 Hasil Pengukuran Kelelahan Mata

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa pekerja yang mengalami keluhan paling banyak yaitu sakit kepala sebesar 15% atau 303 orang. Gejala keluhan kelelahan mata paling sedikit adalah 83 orang atau 4,1% dari jumlah 40 orang pekerja. Dalam hal ini, peneliti melakukan pengamatan dan observasi langsung dalam 2 sesi waktu selama 7 hari kerja.

Kemampuan akomodasi mata seseorang dalam melihat sesuatu memiliki kelemahan yang berbeda-beda dengan batas waktu tertentu. Hal tersebut menimbulkan gejala keluhan mata seiring dengan target produksi yang meningkat tanpa dukungan pencahayaan ruangan yang baik pada area kerja.

 

Tabel 7 Hasil Pengukuran Intensitas Pencahayaan

 

 

 

 

 

 

 


Dapat dilihat dari tabel diatas, produksi yang dapat dihasilkan oleh pekerja di CV. Arga Garment sebanyak 4.733 pcs pakaian jadi selama 7 hari kerja. Menurut Manajemen bahwa hasil tersebut telah mencapai target produksi yang telah ditetapkan yaitu sebesar 4.000 pcs dalam seminggu. Dengan perbandingan kesalahan atau kecacatan produksi sebesar 4.122 pcs atau 87,1%.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti berasumsi bahwa apabila jumlah kesalahan atau kecacatan produksi kurang dari 50% atau 87,1% maka para pekerja dapat menghasilkan produk yang lebih banyak dari data diatas. Namun hal ini hanya asumsi awal, untuk kebenarannya perlu dibuktikan dengan dilakukan penelitian lebih lanjut pada CV. Arga Garment.

 

Analisis Hubungan Intensitas Pencahayaan dan Kelelahan Mata terhadap Produktivitas Kerja Dodik Garment

Tabel 8 Uji Korelasi Pearson dan Signifikansi antara Intensitas Pencahayaan terhadap Produktivitas Kerja

 

 

 

 

 

 

 

 


Dengan taraf signifikansi 5%, df = 138, didapatkan r tabel yakni 0,166. Maka dapat disimpulkan bahwa nilai r hitung (0,951) > r tabel (0,166) maka Ho ditolak dan Ha diterima dengan signifikansi 0,000 < 0,05. Sehingga hipotesis berbunyi �Ada Pengaruh antara Intensitas Pencahayaan terhadap Hasil Produksi� diterima.� Dan nilai r hitung (0,707) > r tabel (0,166) maka Ho ditolak dan Ha diterima dengan signifikansi 0,000 < 0,05. Sehingga hipotesis berbunyi �Ada Pengaruh antara Intensitas Pencahayaan terhadap Cacat Produksi� diterima.

 

Tabel 9 Uji Korelasi Pearson dan Signifikansi antara Kelelahan Mata terhadap Produktivitas Kerja

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Dengan taraf signifikansi 5%, df = 138, didapatkan r tabel yakni 0,166. Maka dapat disimpulkan bahwa nilai r hitung (0,079) < r tabel (0,166) maka Ho diterima dan Ha ditolak dengan signifikansi 0,355 > 0,05. Sehingga hipotesis berbunyi �Tidak ada Pengaruh antara Keluhan Kelelahan Mata terhadap Hasil Produksi� ditolak.� Dan nilai r hitung (0,483) > r tabel (0,166) maka Ho ditolak dan Ha diterima dengan signifikansi 0,000 < 0,05. Sehingga hipotesis berbunyi �Ada Pengaruh antara Keluhan Kelelahan Mata terhadap Cacat Produksi� diterima.

 

Tabel 10 Uji Koefisien Korelasi dan Determinasi antara Intensitas Pencahayaan dan Kelelahan Mata terhadap Produktivitas Kerja

 

 

 

 

 


Dari perhitungan pada SPSS 27.0 dapat dilihat korelasi (R) atau tingkat keeratan hubungan antara variabel intensitas dan keluhan kelelahan mata terhadap produktivitas kerja adalah sebesar 0,813. Hasil perhitungan tersebut terletak pada interval 0,80 � 1,00 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel intensitas pencahayaan dan keluhan kelelahan mata terhadap produktivitas kerja memiliki hubungan yang sangat kuat.

Berdasarkan perhitungan diatas pengaruh variabel intensitas pencahayaan dan keluhan kelelahan mata terhadap variabel produktivitas kerja sebesar 66%, ini berarti 66% variabel produktivitas kerja dapat dijelaskan oleh variabel intensitas pencahayaan dan keluhan kelelahan mata. Sedangkan sisanya sebanyak 34% dijelaskan oleh faktor lain, selain variabel intensitas pencahayaan dan keluhan kelelahan mata.

 

Analisis Hubungan Intensitas Pencahayaan dan Kelelahan Mata terhadap Produktivitas Kerja CV. Arga Garment

Tabel 11 Uji Korelasi Pearson dan Signifikansi antara Intensitas Pencahayaan terhadap Produktivitas Kerja

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Dengan taraf signifikansi 5%, df = 278 maka r tabel adalah 0,117. Maka dapat disimpulkan bahwa nilai r hitung (0,214) > r tabel (0,117) maka Ho ditolak dan Ha diterima dengan signifikansi 0,000 < 0,05. Sehingga hipotesis berbunyi �Ada Pengaruh antara Intensitas Pencahayaan terhadap Hasil Produksi� diterima.� Dan nilai r hitung (-0,207) > r tabel (0,117) maka Ho ditolak dan Ha diterima dengan signifikansi 0,000 < 0,05. Sehingga hipotesis berbunyi �Ada Pengaruh antara Intensitas Pencahayaan terhadap Cacat Produksi� diterima.

 

Tabel 12 Uji Korelasi Pearson dan Signifikansi antara Kelelahan Mata terhadap Produktivitas Kerja

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Dengan taraf signifikansi 5%, df = 278 maka r tabel adalah 0,117. Maka dapat disimpulkan bahwa nilai r hitung (-0,573) > r tabel (0,117) maka Ho ditolak dan Ha diterima dengan signifikansi 0,000 < 0,05. Sehingga hipotesis berbunyi �Ada Pengaruh antara Keluhan Kelelahan Mata terhadap Hasil Produksi� diterima.� Dan nilai r hitung (0,739) > r tabel (0,117) maka Ho ditolak dan Ha diterima dengan signifikansi 0,000 < 0,05. Sehingga hipotesis berbunyi �Ada Pengaruh antara Keluhan Kelelahan Mata terhadap Cacat Produksi� diterima.

 

Tabel 13 Uji Koefisien Korelasi dan Determinasi antara Intensitas Pencahayaan dan Kelelahan Mata terhadap Produktivitas Kerja

 

 

 

 

 


Dari perhitungan pada SPSS 27.0 dapat dilihat korelasi (R) atau tingkat keeratan hubungan antara variabel intensitas dan keluhan kelelahan mata terhadap produktivitas kerja adalah sebesar 0,739. Hasil perhitungan tersebut terletak pada interval 0,60 � 0,79 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel intensitas pencahayaan dan keluhan kelelahan mata terhadap produktivitas kerja memiliki hubungan yang kuat.

Berdasarkan perhitungan diatas pengaruh variabel intensitas pencahayaan dan keluhan kelelahan mata terhadap variabel produktivitas kerja sebesar 54,6%, ini berarti 54,6% variabel produktivitas kerja dapat dijelaskan oleh variabel intensitas pencahayaan dan keluhan kelelahan mata. Sedangkan sisanya sebanyak 45,4% dijelaskan oleh faktor lain, selain variabel intensitas pencahayaan dan keluhan kelelahan mata.

 

Kesimpulan

Secara umum berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kuat dan signifikan antara intensitas pencahayaan dan kelelahan mata dengan produktivitas kerja yang juga merupakan hasil yang positif. Yang dimana dalam sebuah industri tekstil dan pakaian jadi dalam peningkatan produktivitas kerja perlu berbarengan dengan peningkatan keselamatan dan kesehatan lingkungan kerja. Intensitas pencahayaan yang sehat dan baik, merupakan faktor utama bagi seluruh alur proses produksi yang berhubungan dengan strategi peningkatan hasil produksi dan meminimalisir kesalahan atau kecacatan pada produk pakaian jadi. Urgensi intensitas pencahayaan memiliki peran strategis sebagai sarana penerangan ruangan, sekaligus mengurangi keluhan gejala kelelahan mata pada pekerja.

Dan berdasarkan hasil kesimpulan umum pada penelitian ini, maka peneliti dapat menarik kesimpulan secara khusus sebagai berikut:

1. Tingkat pencahayaan di area produksi Dodik Garment dan CV. Arga Garment bagian Sewing tidak memenuhi standar intensitas minimal pencahayaan di area kerja berdasarkan Permenaker No.5 tahun 2018. Dimana untuk pekerjaan mesin yang teliti adalah 300 lux, untuk pekerjaan pemeriksaan yang teliti daripada barang-barang halus dalam waktu yang lama adalah 500 � 1.000 lux. Hal ini disebabkan manajerial belum memahami secara penuh serta menerapkan kebijakan-kebijakan pemerintah terkait standar intensitas minimal pencahayaan di ruangan kerja.

2. Kondisi lingkungan di area kerja juga mempengaruhi tingkat pencahayaan yang tidak memenuhi standar, meliputi sumber cahaya alami yang tidak dapat menembus masuk kedalam ruangan, pencahayaan buatan (lampu) yang mati atau rusak. Ketinggian titik sumber pencahayaan buatan (lampu) sangat jauh dari area kerja dan kondisinya kotor akibat debu yang membuat penyebaran cahaya tidak merata. Terutama untuk bahan yang akan diolah, seperti bahan gelap dapat menyerap cahaya dan terang atau mengkilap dapat menyebarkan cahaya.

3. Rendahnya tingkat kesadaran akan pentingnya tata letak suatu barang, dimana dapat menyebabkan terhambatnya proses produksi. Seperti penempatan bahan dan pakaian hasil produksi disembarang tempat sehingga menghalangi penyebaran cahaya secara merata maupun risiko kecelakaan kerja lainnya.

4. Pemilik usaha dirasa kurang perhatian kepada kesehatan dari para pekerja, terutama kesehatan mata yang dialami maupun riwayat yang dibawa sejak dahulu.

�������� 5. Sebagian besar pekerja mengeluhkan gejala kelelahan mata seperti mata merah, mata merasa mengantuk dan sakit kepala.Rendahnya pengetahuan dari pekerja tentang kesehatan pada mata dalam jangka panjang. Para pekerja merasakan gejala keluhan kelelahan pada mata, namun mereka menganggap bahwa hal tersebut akan hilang atau sembuh secara cepat dan tidak memikirkan efek jangka panjang apabila diabaikan.

��������� 6. Hampir seluruh pekerja mengeluhkan kelelahan mata yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Keluhan kelelahan mata pekerja dirasakan di tempat kerja maupun di rumah. Namun, beberapa pekerja mampu mengendalikan rasa lelah pada mata mereka dengan beristirahat atau relaksasi mata dan menggunakan obat tetes mata.

���������� 7. Adanya hubungan yang signifikan antara variabel intensitas pencahayaan terhadap produktivitas kerja. Pada hasil uji korelasi dari Dodik Garment didapatkan hasil r terhitung sebesar 0,951 dengan signifikansi 0,000 dan intensitas pencahayaan dengan cacat produksi sebesar 0,707 dengan signifikansi 0,000. Sedangkan Hasil Produksi dengan Cacat Produksi sebesar 0,774 dengan signifikansi 0,000. Hasil r tabel adalah 0,166. Maka dapat disimpulkan bahwa nilai r hitung (0,951) > r tabel (0,166) maka Ho1 ditolak dan Ha1 diterima dengan signifikansi 0,000 < 0,05. Sehingga hipotesis berbunyi �Ada Pengaruh antara Intensitas Pencahayaan terhadap Hasil Produksi� diterima.� Dan nilai r hitung (0,707) > r tabel (0,166) maka Ho1 ditolak dan Ha1 diterima dengan signifikansi 0,000 < 0,05. Sehingga hipotesis berbunyi �Ada Pengaruh antara Intensitas Pencahayaan terhadap Cacat Produksi� diterima.

���������� 8. Adanya hubungan yang signifikan antara variabel intensitas pencahayaan terhadap produktivitas kerja pada CV. Arga Garment. Pada hasil uji korelasi didapatkan hasil r hitung sebesar 0,214 dengan signifikansi 0,000 dan intensitas pencahayaan dengan cacat produksi sebesar -0,207 dengan signifikansi 0,000. Sedangkan Hasil Produksi dengan Cacat Produksi sebesar -0,322 dengan signifikansi 0,000. Hasil r tabel adalah 0,117. Maka dapat disimpulkan bahwa nilai r hitung (0,214) > r tabel (0,117) maka Ho1 ditolak dan Ha1 diterima dengan signifikansi 0,000 < 0,05. Sehingga hipotesis berbunyi �Ada Pengaruh antara Intensitas Pencahayaan terhadap Hasil Produksi� diterima.� Dan nilai r hitung (-0,207) > r tabel (0,117) maka Ho1 ditolak dan Ha1 diterima dengan signifikansi 0,000 < 0,05. Sehingga hipotesis berbunyi �Ada Pengaruh antara Intensitas Pencahayaan terhadap Cacat Produksi� diterima.

���������� 9. Mengacu analisis secara parsial (Uji r) pada taraf signifikansi 5% dan DF, lalu nilai r tabel ialah 0,166. Dodik Garment mendapatkan data keluhan kelelahan mata dengan hasil produksi menunjukkan r hitung sebesar 0,079 dengan signifikansi 0,355 dan keluhan kelelahan mata dengan cacat produksi sebesar 0,483 dengan signifikansi 0,000. Sedangkan Hasil Produksi dengan Cacat Produksi sebesar 0,774 dengan signifikansi 0,000. Maka dapat disimpulkan bahwa nilai r hitung (0,079) < r tabel (0,166) maka Ho2 diterima dan Ha2 ditolak dengan signifikansi 0,355 > 0,05. Sehingga hipotesis berbunyi �Tidak ada Pengaruh antara Keluhan Kelelahan Mata terhadap Hasil Produksi� ditolak.� Dan nilai r hitung (0,483) > r tabel (0,166) maka Ho2 ditolak dan Ha2 diterima dengan signifikansi 0,000 < 0,05. Sehingga hipotesis berbunyi �Ada Pengaruh antara Keluhan Kelelahan Mata terhadap Cacat Produksi� diterima.

��������� 10. Mengacu analisis secara parsial (Uji r) pada taraf signifikansi 5% dan DF, lalu nilai r tabel ialah 0,117. CV. Arga Garment mendapatkan data keluhan kelelahan mata dengan hasil produksi menunjukkan r hitung sebesar -0,573 dengan signifikansi 0,000 dan keluhan kelelahan mata dengan cacat produksi sebesar 0,739 dengan signifikansi 0,000. Sedangkan Hasil Produksi dengan Cacat Produksi sebesar -0,322 dengan signifikansi 0,000. Kesimpulan didapatkan bahwa nilai r hitung (-0,573) > r tabel (0,117) maka Ho2 ditolak dan Ha2 diterima dengan signifikansi 0,000 < 0,05. Sehingga hipotesis berbunyi �Ada Pengaruh antara Keluhan Kelelahan Mata terhadap Hasil Produksi� diterima. Dan nilai r hitung (0,739) > r tabel (0,117) maka Ho2 ditolak dan Ha2 diterima dengan signifikansi 0,000 < 0,05. Sehingga hipotesis berbunyi �Ada Pengaruh antara Keluhan Kelelahan Mata terhadap Cacat Produksi� diterima.

���������� 11. Terdapat pengaruh antara variabel intensitas pencahayaan dan kelelahan mata terhadap variabel produktivitas kerja pada Dodik Garment sebesar 66%, ini berarti 66% produktivitas kerja bisa diterangkan oleh intensitas pencahayaan dan keluhan kelelahan mata. Sementara itu sebanyak 34% dijelaskan oleh faktor lain, selain variabel intensitas pencahayaan dan keluhan kelelahan mata., seperti suhu, kebisingan, ergonomi pekerja, kompetensi, motivasi dan lain sebagainya.

���������� 12. Terdapat pengaruh antara variabel intensitas pencahayaan dan kelelahan mata terhadap variabel produktivitas kerja pada CV. Arga Garment sebesar 54,6%, ini berarti 54,6% produktivitas kerja bisa diterangkan oleh intensitas pencahayaan dan keluhan kelelahan mata. Sementara itu sebanyak 45,4% dijelaskan oleh faktor lain, selain variabel intensitas pencahayaan dan keluhan kelelahan mata, seperti lingkungan kerja dan iklim kerja, sarana produksi, teknologi, pengetahuan dan lain sebagainya.

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

Abdul Latif, W. W. (2019). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja Karyawan Pada Biro Penggadaan Jasa PT. SEMEN PADANG Tbk. Jurnal Sains dan Teknologi, 19, 2. Retrieved from https://core.ac.uk/reader/230639210

 

Andari, N. Z., Nasution, S. L., Napiah, N. A., & Girsang, E. (2021). Improving Methods Work Productivity of Medical Record Room Staff in Hospital Management Information a Regional General Hospital of Padang Sidempuan. Budapest International Research and Critics Institute-Journal (BIRCI-Journal), 1666-1676.

 

Anizar, Siregar, I., Putri, E., Maududi, I., & Habibi, W. (October 23-24 2019). Lighting Quality Improving Work Thoroughness Of Sorting Operators. 3rd International Conference on Engineering Technology for Sustainable Development (ICET4SD) (pp. 1-7). IOP Conference Series : Materials Science and Engineering vol.722.

 

Badan Standarisasi Nasional. (2019). SNI 7062:2019 Tentang Pengukuran Intensitas Pencahayaan Di Tempat Kerja. Jakarta.

 

Ghozali, I. (2016). �Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 23 (Edisi 8). Cetakan ke VIII�. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

 

Ilyas, P. S., & Yulianti, d. S. (2013). Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

 

Iridiastadi, P. H., & Yassierli, P. (2015). Ergonomi Suatu Pengantar. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

 

Khoirul Fathoni, M. G. (2017). Analisis Konsep Produktivitas Kerja Konvensional Dalam Pandangan Islam. Al Tijarah, 3(1), 4.

 

Kim, T., & E, C. L. (2020). Experimental Verification of Objective Visual Fatigue Measurement Based on Accurate Pupil Detection of Infrared Eye Image and Multi-Feature Analysis. (pp. 1-12). Multidiscipnilary Digital Publishing Institute 20(17).

 

Krisnadhi, H., & Ong, A. W. (2018). ANALISIS HUBUNGAN FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS OPERATOR MESIN JAHIT. Seminar Nasional IENACO, 596-602.

 

Mora, Z., Suharyanto, A., & M.Yahya. (2020). Effect of Work Safety and Work Healthy Towards Employee's Productivity in PT. Sisirau Aceh Tamiang. Budapest International Research and Critics Institute-Journal (BIRCI-Journa l), 753-760.

 

Sedarmayanti. (2015). Sumber Daya Manusia Dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju.

 

Sutrisno, E. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana.

 

Naintikasari, Putri Desta. (2016). Hubungan Umur, Kelelahan Mata Dan Intensitas Pencahayaan Dengan Produktivitas Kerjapada Pekerja Konveksi. UNIMUS.

 

Yusuf, Muhammad. (2015). Efek pencahayaan terhadap prestasi dan kelelahan kerja operator.

 

 

Copyright holder:

Zulham Dwi Pratikto, Ekaterina Setyawati, Djamal Thaib (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: